BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2.1 Anamnesis
Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau melalui keluarga
pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan pendekatan psikologis serta
2
3
berkenalan dengan pasien. Anamnesis yang baik mengacu pada pertanyaan yang sistematis,
yaitu dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir
muatiara anamnesis (The secret seven). Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama
yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu nama, umur, janis kelamin, ras, status
pernikahan, agama dan pekerjaan. Yang dimaksud empat pokok pikiran adalah melakukan
anamnensis dengan cara mencari data adalah sebagai berikut :
a. Riwayat Penyakit sekarang (RPS)
Meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari
pertolongan, misalnya demam, sesak nafas, nyeri pinggang dan lain-lain. Keluhan
utama sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama
dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir muatiara
anamnesis, adalah sebagai berikut :
Lokasi (dimana? Meneyebar atau tidak?)
Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya? Berapa lama?)
Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi?)
Kualiatas keluhan (ringan seperti apa?)
Faktor-faktor yang memperberat keluhan
Faktor-faktor yang meringankan keluhan
Analisis sistem yang mnyertai keluhan utama
b. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pertanyaan berupa apakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari
penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi,
diabetes mellitus dan lain-lain).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pertanyaan berupa mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga
(diabetes meliitus, hipertensi, tumor, dan lain-lain) atau riwayat penyakit yang
menular.
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Mengetahui status sosial pasien yang meliputi pendidikan, pekerjaan, penikahan,
kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat-
obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
4
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas.
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar
faring tidak terlihat.
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, Uvula dan palatum mole tidak terlihat
c. Blood
Frekuensi nadi, irama dan kekuatannya, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok
atau perdarahan. Lakukan pemeriksaan jantung ( kardiomegali, murmur.
d. Bladder
Produksi urin, pemeriksaan faal ginjal.
e. Bowel
Pembesaran hepar. Bising usus dan peristaltik usus, apakah ada massa abdominal.
f. Bone
Apakah terdapat kelainan bentuk pada tulang belakang, tulang leher,apakah
terdapat fraktur.
7
c. Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada
waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan
kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang
dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
d. Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, EKG dan lain-lain.
e. Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat. Pada
kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi
tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha
untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih
mungkin.
sebaiknya dipindahkan dengan posisi miring. Posisi ini juga membantu mencegah sumbatan
jalan nafas dan mempermudah pengeluaran sekresi.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anestesi di ruang RR adalah sebagai berikut :
a. Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan
post anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat berkaitan dengan jenis posisi yang
akan diberikan pada pasien.
b. Jenis anestesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting
untuk pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi
spinal maka posisi kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot
pernafasan oleh obat-obatan anastesi, sedangkan untuk pasien dengan anastesi
umum, maka pasien diposisika supine dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.
c. Kondisi patologis
Kondisi patologis pasien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik
untuk memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi.
Misalnya: pasien mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan
darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan
kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu lama.
d. Jumlah perdarahan intraoperatif
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi
(dengan melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena
dengan mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
e. Pemberian transfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya
berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih
layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
f. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan
dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan
menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya.
g. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan
hipertermi malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.
15
diadakan. Pemberian opioid intra muskuler tidak menguntungkan karena onsetnya bervariasi
(10-20 menit) dan depresi nafas yang.tertunda (sampai 1 jam). Bila dipasang kateter epidural,
pemberian fentanil 50-100mcg, sufentanil 20-30 mcg, atau morphin 3-5 mg dapat sempurna
menghilangkan nyeri pada orang dewasa, akan tetapi depresi nafas yang tertunda dengan
morphin mernerlukan perhatian khusus selama -12-24 jam setelah pemberian. Infiltrasi luka
dengan anestesi local atau inter kostal,interscalene, epidural atau anestesi kaudal adalah
sering membantu bila analgesi opioid itu sendiri tidak memuaskan.
Nyeri ringan sampai sedang dapat diterapi intravena dengan agonis-antagonis opioid
(butorphanol 1-2 mg, atau nalbuphine 5-10 mg) atau ketorolac tromethamin 30 mg yang
terakhir ini sangat berguna khususnya setelah prosedur ortopedi dan ginekologi.
BAB III
PENUTUP
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005 . Kiat Sukses menghadapi
Operasi.Yogyakarta : Sahabat Setia
Fernsebner, Billie. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif vol.2 . Jakarta : EGC
Morgan, G. Edward Jr,. Maged, S. Mikhail, and Murray,Michael J,. 2006. Clinical
Anesthesiology, Fourth Edition. United States of America: Appleton
Nurachmah, Elly. 2000 . Buku Saku Prosedur Keperwatan medikal-bedah. Jakarta : EGC