Anda di halaman 1dari 31

TRAUMA PENIS

Disusun Oleh
Kelompok 3

1. Afi Rakhmadani (201401155) 8. Rizka Ratna D. (201401180)

2. Pubi caty (201401160) 9. Vernanda A. (201401184)

3. Rofiqotuz Zahrotul L. (201401164) 10.Maria Suci L. (201401188)

4. Mukhlis Gunawan (201401168) 11.Cahyani R. Y. (201401191)

5. Dwi Wahyu Fitria (201401169) 12.Dian Novianto (201401194)

6. Khatrine Andyanti (201401173) 13.Citra Arum N. (201401196)

7. Nadhifatun Nisa’ (201401176)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Trauma Penis”. Terselesainya penulisan makalah ini adalah berkat bantuan dan

dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati tulus,

kepada:

1. Dr. Muhammad Sajidin, S. Kp., M. Kes Selaku Ketua STIKes Bina Sehat

PPNI Mojokerto

2. Ifa Roifah, S. Kep, Ns., M. Kes Selaku Ka. Prodi SI Keperawatan STIKes

Bina Sehat PPNI Mojokerto

3. Ika Nuraini, S. Kep, Ns., M. Kes Selaku Dosen Kegawatan Darurat 2 Sistem

Perkemihan

Penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun yang diharapkan akan

menyempurnakan tugas ini.

Mojokerto,30 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3. Tujuan .............................................................................................. 3

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 3

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ............................................................................................. 4

2.2. Anatomi Penis .................................................................................. 4

2.3. Jenis-Jenis Trauma Penis ................................................................. 7

2.3.1 Fraktur penis .................................................................................. 7

2.3.2 Amputasi ........................................................................................ 7

2.3.3 Luka tembus ................................................................................... 8

2.3.4 Cedera jaringan lunak penis ........................................................... 9

2.4. Etiologi ............................................................................................. 9

2.5. Patofisiologi ..................................................................................... 9

2.6. Manifestasi Klinis ............................................................................ 10

ii
2.7. Pathway ............................................................................................ 11

2.8. Penatalaksanaan ............................................................................... 12

2.9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 13

2.10. Komplikasi ..................................................................................... 14

2.11. Konsep Asuhan Keperawatan ........................................................ 14

BAB 3 PEMBAHASAN

KASUS.................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 27

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fraktur penis merupakan kedaruratan urologi yang jarang terjadi,

pertama kali dilaporkan pada tahun 1924, sebanyak 183 laporan telah

dipublikasikan dengan 1331 kasus sejak tahun 1935 sampai dengan tahun

2002. Fraktur penis adalah ruptur satu atau kedua korpus kavernosum penis

dengan atau tanpa korpus spongiosum karena trauma tumpul pada penis

yang ereksi. Penyebab tersering adalah trauma saat koitus, penyebab lainnya

adalah masturbasi, manipulasi penis nokturnal yang tidak disadari atau

untuk mengurangi ereksi, jatuh dengan penis ereksi terbentur benda tumpul,

atau penis yang terjepit pada celana yang ketat. Kebanyakan (75 %) terjadi

pada satu sisi, 25 % pada kedua sisi, dan 10 % dari keduanya melibatkan

uretra.

Pada saat ereksi aliran darah arteri ke penis menyebabkan korpus

kavernosum dan spongiosum membesar ke arah longitudinal dan transversal

sehingga penis menjadi keras dan mobilitasnya berkurang, tunika albuginea

lebih tipis dari 2 mm mencapai 0,5 – 0,25 mm sehingga mudah robek jika

terjadi trauma. Penis akan udem, timbul hematom, terasa sangat nyeri, dan

bengkok ke arah yang berlawanan dari sisi fraktur. Hal ini disebabkan oleh

karena tidak adanya tahanan pada sisi yang mengalami fraktur. Hematom

biasanya terbatas sampai fasia Buck’s, jika fasia Buck’s ikut terlibat maka

1
hematom dapat sampai ke skrotum, perineum anterior, dan dinding

abdomen bagian bawah. Umumnya penderita mengeluh fraktur penis akibat

koitus dengan posisi pasangan di atas tubuh mengangkangi penis. Saat

koitus penis keluar dari vagina dan saat akan dimasukkan kembali penis

membentur pubis atau perineum. Semua penderita melaporkan adanya bunyi

retak yang khas (“Cracking sound”) diikuti dengan hilangnya ereksi, nyeri

hebat, penis udem dan berubah warna, serta terjadi perubahan bentuk penis.

Sebelum tahun 1971 terapi pada fraktur penis dilakukan dengan cara

konservatif yaitu dengan bidai penis, kompres es, enzim streptokinase untuk

mencegah udem, sedatif dan estrogen untuk mencegah ereksi. Terapi ini

perlahan berubah sejak 1986, dimana sekitar 80 % penderita fraktur penis

dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan bedah pada fraktur penis

dilakukan untuk mencegah komplikasi, adapun komplikasi yang biasa

terjadi yang diantaranya, disfungsi ereksi, abses penis, nodul pada sisi

ruptur, kurvatura penis permanen, nyeri pada saat ereksi, fistula

corpouretral, fistula arteriovenosa, dan terbentuknya plak fibrotik. Tiga jenis

insisi yang dilakukan pada tindakan bedah seperti, insisi langsung di atas

defek, insisi circumscribing-degloving, dan insisi inguinal skrotal.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap pasien dengan Trauma Penis?

2
1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan trauma penis

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan definisi trauma penis

2. Mendeskripsikan etiologi trauma penis

3. Mendeskripsikan manifestasi klinis trauma penis

4. Mendeskripsikan penatalaksanaan trauma penis

5. Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan terhadap pasien dengan

Trauma Penis.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Tugas ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan

pemikiran bagi dunia keperawatan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia kesehatan

yang professional agar meningkatkan derajat kesehatan kegawatan

darurat urologi.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Trauma adalah luka fisik atau luka pada jaringan yang disebabkan

oleh faktor luar. American Trauma Society (ATS) mendefinisikan trauma

sebagai kecelakaan yang disebabkan oleh kekuatan fisik, bisa berupa

kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, tenggelam, luka bakar, tusukan, dan

benda tumpul.

Trauma penis adalah keadaan trauma yang mengenai dua buah korpus

kavernosum dan satu buah korpus spongiosum yang mengelilingi uretra

yang dibungkus oleh fascia Buck dan fascia colles yang lebih superficial.

2.2. Anatomi Penis

Penis terdiri atas 3 bagian utama yaitu, 2 yang besar di atas yaitu

korpus kavernosum yang berfungsi ketika ereksi, dan 1 bagian yang lebih

kecil di bawah yaitu korpus spongiosa yang berfungsi sebagai saluran air

seni ketika kencing dan sebagai saluran untuk sperma ketika berejakulasi.

Kalau mendapat ereksi, otak melepaskan hormon, yang mengirimkan

impuls agar darah mengisi penis, dalam hal ini korpus kavernosum hingga

mencapai maksimum, akibatnya penispun menegang dan membesar.

Kedua korpus cavernosum diliputi oleh jaringan ikat yang disebut

tunica albuginea, yang merupakan lapisan jaringan kolagen yang padat dan

4
di sebelah luarnya terdapat jaringan yang kurang padat yang disebut sebagai

fascia buck. Korpus cavernosum terdiri atas gelembung-gelembung yang

disebut sinusoid. Sinusoid ini terdiri atas lapisan endothel yang sangat

berperan dalam reaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi, serta diliputi

oleh otot polos atau yang disebut dengan istilah tabekel.

Korpus kavernosum diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria

helicina. Pendarahan penis berasal dari arteri pudenda interna yang

selanjutnya menjadi arteria penis communis, memiliki 3 cabang yakni 2

cabang ke korpus kavernosum kiri dan kanan yang dikenal sebagai arteria

kavernosum atau arteria penis profundus. cabang ketiga ialah arteria

bulbourethralis yang memvaskularisasi daerah korpus spongiosum.

Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi

arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok kelok pada saat penis

lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina

mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah

bertambah banyak dan cepat kemudian terkumpul di dalam rongga-rongga

lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah

ereksi. Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu

pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel

mengembang karena terkumpulnya darah pada seluruh korpus kavernosum,

maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica

albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari

5
korpus kavernosum pada rongga penis ke sistem vena besar dan akhirnya

kembali ke jantung.

Arteri yang memperdarahi penis( Dikutip dari kepustakaan 3

)Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan vena – vena (sistem pembuluh

darah balik) yang mengumpulkan darah pada suatu pleksus vena dan

kemudian mengalirkannya kembali melalui vena dorsalis profunda, lalu ke

jantung.

Vena – vena penis ( Dikutip dari kepustakaan 3 ) Penis dipersyarafi

oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan simpatis) dan

syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf syaraf simpatis dan

parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla

spinalis.

Persarafan penis ( Dikutip dari kepustakaan 14,15 ) Khusus syaraf

otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis pada kolumna vertebralis

di S2-4. Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui

segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu

menjadi nervus kavernosus. Syaraf ini memasuki penispada pangkalnya dan

mempersyarafi otot- otot polos. Syaraf somatis terutama yang bersifat

sensoris yakni yang membawa impuls dari penis misalnya bila mendapatkan

stimulasi yaitu rabaan pada corpus dan glans penis, membentuk nervus

dorsalis penis yang menyatu dengan syaraf-syaraf lain yang membentuk

nervus pudendus. Syaraf ini juga berlanjut ke medulla spinalis melalui

kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri

6
atau bersama-sama melalui syaraf-syaraf di atas akan menghasilkan ereksi

penis.

2.3. Jenis-Jenis Trauma Penis

2.3.1 Fraktur penis

Fraktur penis adalah robekan dari corpora cavernosa. Robekan

penis relatif jarang terjadi, namun ini dianggap sebagai darurat

urologi. Bengkoknya penis secara tiba-tiba dalam keadaan ereksi

dapat merobek tunika albuginea, sehingga penis menjadi patah.

Salah satu atau kedua corpora mungkin terlibat, dan cedera

bersamaan dengan uretra juga dapat terjadi. Trauma uretra lebih

sering terjadi ketika kedua corpora cavernosa terluka.

Penis patah biasanya dapat didiagnosis hanya berdasarkan

riwayat dan temuan pemeriksaan fisik. Namun, dalam kasus yang

samar, diagnostic cavernosography atau MRI harus dilakukan. Selain

itu, secara bersamaan cedera uretra juga harus dipertimbangkan,

sehingga studi retrograde urethrographic sebelum operasi harus

dilakukan.

2.3.2 Amputasi

Keadaan Ini adalah saat sebagian atau seluruh penis dipotong.

Biasanya berhubungan dengan insiden akibat kemarahan, cemburu,

atau gangguan kejiwaan. Kehilangan darah akut akibat tragedi

pemotongan penis ini mungkin cukup besar dan mengancam

7
kehidupan, terutama jika amputasi terjadi saat penis sedang ereksi.

Operasi harus segera dilakukan untuk memastikan bagian yang

terpotong tetap bisa “hidup”.

Tujuan operasi adalah untuk mengembalikan panjang penis

dan fungsi penis, jika memungkinkan. Karena saraf ke jaringan

ereksi biasanya tidak rusak, maka penis yang sudah dipotong

biasanya masih bisa ereksi. Operasi mikro (operasi yang dilakukan

oleh ahli bedah dengan melihat ke bawah mikroskop) diperlukan

untuk mengembalikan tingkat sensitivitas apapun. Dibandingkan

dengan bentuk rekontruksi lain, operasi mikro menawarkan

kesempatan terbaik untuk memiliki uretra yang berfungsi dengan

baik. Perhatian khusus harus dilakukan untuk menyambung kembali

pembuluh darah, terutama pembuluh darah punggung bagian dalam,

agar dapat memulihkan saluran vena, serta mencegah pembengkakan

dan gangguan aliran darah setelah operasi.

2.3.3 Luka tembus

Cedera ini adalah hasil dari terkena senjata balistik, pecahan

peluru, atau tusukan ke penis. Luka tembus paling sering

terjadi dalam konflik perang dan kurang umum terjadi pada rakyat

kebanyakan. Luka tembus dapat melibatkan salah satu atau kedua

corpora, uretra, atau jaringan lunak penis.

8
2.3.4 Cedera jaringan lunak penis

Cedera jaringan lunak pada penis dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti infeksi, luka bakar, gigitan manusia atau

hewan, dan cedera yang melibatkan mesin. Dalam kasus ini, corpora

tidak terlibat.

2.4. Etiologi

Trauma pada penis jarang di temukan karena penis merupakan

jaringan yang lunak. Penyebab trauma penis:

1. Trauma tajam

2. Avulsi (tarik sampai lepas atau robek)

3. Stranggulasi oleh kondom, kateter

4. Cidera saat koitus

5. Penganiyayaan

2.5. Patofisiologi

Pada fase flasid, jarang terjadi trauma karena adanya gerakan yang

lentur dari penis. Tetapi pada waktu ereksi, darah mengalir ke penis yang

menyebabkan badan erektil membesar secara longitudinal dan tranversal.

Hal ini menyebabkan penis yang flasid menjadi ereksi penuh dan mengeras

( tumescence). Ketika penis berubah dari fase falsid ke ereksi, tunika

albuginea merenggang dari 2 mm menjadi 0,25-0,5 mm, mengeras dan tidak

lentur. Perenggangan dan mengerasnya tunika albuginea menghalangi aliran

9
balik vena dan menyebabkan penis mengeras selama pria ereksi. Trauma

yang tiba-tiba terjadi pada penis atau bengkoknya penis yang tidak normal

pada saat ereksi dapat menyebabkan robekan tranversa dari tunika albuginea

sebesar 0,5-4 cm, dengan trauma di dasar corpus kavernosum. Robekan

miring atau irregular bisa saja terjadi. Hal ini juga dapat disertai dengan atau

tanpa adanya kerusakan kerusakan pada uretra.

2.6. Manifestasi Klinis

1. Luka tembak: Cidera daerah sekitar, jaringan nekrotik, perdarahan serta

amputasi penis

2. Benda Tajam: Perdarahan banyak, amputasi Penis

3. Luka Avulse: kulit penis dan skrotum lepas.

4. Strangbulasi: bekas jepitan pada penis, bagian pangkal iskemik dan

nekrosis.

5. Akibat koitus: penis bengkok dan hematom pada penis dan skrotum.

Bila uretra ikut cidera maka ada hematuria atau keluar darah dari meatus

eksterna.

6. Trauma tumpul: Fascia Buck masih utuh.

10
2.7. Pathway

Trauma penis

Trauma tajam Avulsi Stranggulasi oleh Cidera saat koitus


kondom kateter

Perdarahan Kulit penis dan Penis bengkok


banyak Pangkal Penis
skrotum lepas nekrosis dan
iskemik
Cidera Hematom Nyeri akut
Amputasi Resiko Uretra pada penis
penis infeksi dan
Gangguan
perfusi scrotum
Hematuria
jaringan
Resiko HDR perifer
Gangguan
eliminasi Resiko defisit
urin volume cairan
dan elektrolit

11
2.8. Penatalaksanaan

1. Konservative

Gunakan kompres dingin pada penis; analgetik dan obat anti

inflamasi; tidak berhubungan seksual selam 8 minggu hingga sembuh.

2. Pembedahan

Membuka tempat fraktur di tunika albuginea, keluarkan hematom,

dan tutup defek pada tunika.

3. Insisi distal sirkumsisi

Hal sangat tepat pada kebanyakan kasus, dengan membuka ketiga

bagian dari penis (Morey et al, 2004). Menutup defek tunika secara

interuptus menggunakan benang absorban 2-0 atau 3-0; ligasi

vaskularisasi corporal atau debridement yang berlebih pada jaringan

erektil harus dihindari. Sebagian kerusakan uretra sebaiknya di

perhatikan baik menggunakan jahitan absorban hingga kateter uretra.

Kerusakan lengkap uretra harus di debrid, mobilisasi, dan diperbaiki.

Antibiotic spectrum luas dan tidak behubungan seksual selama 1 bulan.

4. Penatalaksanaan yang lain adalah:

a. Luka Tembak: kontrol pendarahan dan rekonstruksi penis. Bila penis

tidak rusak total beri debrimen, lakukan rekontruksi dan pemasangan

kateter dan beri antibiotik. Bila tidak mungkin direkontruksi maka

amputasi seminimal mungkin.

b. Benda tajam: apabila terjadi amputasi total akna dilakukan

replantasi dengan benda mikro.

12
c. Bila terjadi avulsi akan dilakukan tandur alih kulit.

d. Ruptur korpus kavernostum akan dilakukan eksplorasi, evakuasi

bekuan darah, dan penjahitan defect untuk menghindari komplikasi

(impoensi).

e. Strangbulasi: benda penyebab segera di lepas dnegan pemotong

logam, jika di bagian distal iskemik/nekrosis maka diobati

konservatif dan dilihat perkembangannya.

2.9. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien dengan fraktur penis, pemeriksaan radiologi diperlukan

untuk memastikan diagnosis dari pemeriksaan klinik atau ketika nyeri hebat

pada tempat tertentu dan bengkak menghalangi pemeriksaan fisis.

1. USG

Ultrasonography digunakan untuk mengetahui tempat sobekan

yang tepat sebagai gangguan dari jalur echogenic dari tunika albuginea.

Ruptur albuginea yang kecil dapat di identifikasi menggunakan color

Doppler ultrasonography dengan menekan batang penis dan

menggambarkan blood flush dari corpus cavernosa hingga lesi.

2. MRI

MRI lebih akurat dalam menggambarkan lokasi, dan robekan

tunika yang luas, yang mana bermanifestasi untuk diskontinuitas dari

tunika albuginea.

13
3. CAVERNOSOGRAPHY

Digunakan untuk mengetahui dimana letak ruptur. Kontras

dimasukkan ke dalam korpus kavernosum dan dilihat apakah ada

ekstravasasi kontras keluar dari tunika albuginea.

2.10. Komplikasi

Fraktur penis adalah keadaan darurat dan pembedahan untuk

memperbaiki harus dilakukan dengan segera. Keterlambatan dalam

penanganan akan meningkatkan angka komplikasi. Non pembedahan

mengakibatkan 10% - 50% angka komplikasi mencakup disfungsi ereksi,

kurvatura penis yang permanen, kerusakan uretra dan nyeri pada saat

berhubungan seksual.

Pembedahan yang cepat dapat mempercepat pemulihan, menurunkan

angka morbiditas, memperkecil komplikasi dan menurunkan insiden jangka

panjang curvatura penis. Penanganan konservative dari fraktur penis

menghasilkan curvatura penis lebih dari 10% pasien, abses atau plak 25%

hingga 30% dan berobat di rumah sakit dalam jangka waktu panjang untuk

penyembuhan.

2.11. Konsep Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

1. Identitas

Nama :

14
Usia : Trauma penis dapat dialami oleh tingkatan usia

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama :

Suku :

Pendidikan :

No. RM :

Dx. Medis : Trauma penis

2. Keluhan trauma penis mengeluh nyeri pada enetalianya

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Kondisi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit sampai

dilakukan pengkajian di RS.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya pasien dengan trauma penis yang memiliki diabetes

melitus akan memperlambat penyembuhan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien dengan trauma penis yang memiliki riwayat keluarga

diabetes melitus akan memiliki resiko tinggi terkena diabetes melitus

yang akan memperlambat proses penyembuhan trauma penis yang

dialami.

6. Pemeriksaan Fisik

A (Airway)

Biasanya pasien pada trauma penis tidak ada obstruksi

pernafasan.

15
B (Breathing)

Biasanya pasien bernafas spontan.

C (Circulation)

TD dalam rentang normal, Nadi biasanya mengalami

takhicardi akibat nyeri yang hebat.

D (Disability)

Kesadaran pada pasien trauma penis biasanya composmentis.

E (Exposure)

Biasanya pasien trauma penis mengalami edem dan perubahan

warna pada genetalianya serta adanya fraktur maupun cidera pada

genetalianya.

2) Diagnose Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik (penis bengkok)

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pangkal

penis nikrosis dan iskemik

3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan cidera uretra

4. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan hematom penis

dan skrotum

5. Resiko infeksi berhubungan dengan lepasnya kulit penis dan

skrotum

6. Resiko HDR berhubungan dengan amputasi penis

16
BAB 3

PEMBAHASAN

KASUS

Pada tanggal 13 maret 2018 pukul 10.30 WIB, Seorang pria bernama Tn.

S berusia 37 tahun datang ke IGD RS Bina Sehat dengan pasien mengeluh seperti

ada retakan dan pasien mengeluh nyeri hebat pada genetalianya, serta Pasien juga

mengeluh tidak bisa buang air kecil selama enam jam dan terasa nyeri seperi di

tusuk-tusuk saat mencoba buang air kecil.

Saat di lakukan pemeriksaan fisik, kesadaran pasien composmentis, GCS

E4V5M6, tampak lemas, pupil isokor, didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg,

nadi 105x/menit, RR 25x/menit, nadi 104x/menit teraba kuat dan ireguler, nyeri

skala 7, Penis terlihat edem, tegang, dan ada perubahan warna (ecchymotic),

terdapat darah pada meatus uretra dan kandung kemih penuh. BAK terakhir ±

450cc. Skrotum dan testis tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan uretra

menunjukkan gangguan lengkap. Tidaakan obat dan riwayat alergi.

Rencana tindakan pasien menjalani eksplorasi bedah segera dan perbaikan

fraktur. Insisi degloving subkon alal sirkumferensial (seperti sunat) dan hasil

pemeriksaan penunjang MRI ialah adanya hematoma yang menunjukkan robekan

parsial tunika albuginea dari kedua korpus kavernosum dan gangguan uretra

lengkap.

17
1) Pengkajian

1. Identitas

Nama : Tn. S

Usia : 37tahun

Pekerjaan : Buruh bangunan

Suku : Jawa

Pendidikan : SMP

No. RM : 202020

Tgl MRS. : 13 Maret 2018

Tgl. Pengkajian : 13 Maret 2018

2. Keluhan Utama

Pasien mengeluh nyeri yang sangat hebat

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada anamnesa Pasien mengeluh nyeri yang sangat hebat setelah

hubungan dengan istrinya, kemudian Tn. S dibawa keluarganya ke IGD

klinik Bina Sehat PPNI Mojokerto pada tanggal 13 Maret 2018 pukul

10.30. Saat dilakukan pemeriksaan genetalia pasien tegang, edema dan

mengalami perubahan warna kulit, pasien menunjuk ekspresi nyeri skala

7, terdapat darah pada meatus uretra dan kandung kemih penuh.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat sakit diabetes melitus dan

tekanan darah tinggi

18
5. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang memiliki diabetes

melitus dan tekanan darah tinggi

6. Pemeriksaan Fisik

A (Airway)

Tidak ada obstruksi pernafasan

B (Breathing)

Ronchi (+)/(+), RR 25x/menit

C (Circulation)

TD 120/ 70 mmHg, Nadi 104 x/m kuat dan ireguler

D (Disability)

GCS 4,5,6, Pupil isokor

(Exposure)

Edema penis dan tegang, perubahan warna pada penis (ecchymotic),

terdapat darah pada meatus uretra, kandung kemih penuh, jumlah urine

terakhir ±450cc

7. Pemeriksaan penunjang

asil pemeriksaan MRI ialah adanya hematoma yang menunjukkan obekan

parsial tunika albuginea dari kedua korpus kavernosum dan gangguan

uretra lengkap.

19
Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1. Ds :

Px mengatakan nyeri yang sangat hebat setelah hubungan dengan

istrinya

Do : Cedera Fisik Nyeri Akut

a. Skala nyeri 7

b. Nadi 104 x/m

2. Ds :

Pasien mengatakan tidak bisa buang air kecil selama 6 jam

Do :
Obstruksi anatomi Gangguan eliminasi
a. Kandung kemih penuh
urin
b. UP terakhir 450cc

20
3. Ds :

Pasien mengatakan sesak Peningkatan secret

Do: dan penurunan batuk Ketidakefektifan

a. Ronkhi basah kasar (+)/(+) sekunder akibat nyeri bersihan jalan nafas

b. RR 25x/menit dan keletihan

2) Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik trauma

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan secret

21
3) Intervensi

No Diagnosa Noc Nic

1. Nyeri akut Tujuan:

berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Managemen nyeri

dengan agen 2x sift diharapkan dengan a. Lakukan pengkajian nyeri

cedera fisik Kriteria Hasil: komperhensif yang meliputi

trauma. 1. Ketidaknyamanan lokasi,karakteristik, onset/durasi,

a. Nyeri berkurang frekuensi, kualitatif, intensitas/ beratnya

b. Pasien tidak merasa kesakitan lagi nyeri dan faktor pencetus.

b. Pastikan perawatan analgesik bagi

pasien dilakukan dengan pemantauan

yang ketat.

c. Gunakan strategi komunikasi terpeutik

untuk mengetahui pengalaman nyeri

22
dan sampaikan penerimaan pasien

terhadap nyeri.

d. Berikan informasi mengenai nyeri

seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur.

e. Kendalikan faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan ( misalnya

suhu ruangan, pencahayaan, suara

bising )

f. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor

yang dapat mencetuskan atau

meningkatkan nyeri misalnya

23
ketakutan, kelelahan, keadaan menoton

dan kurang pengetahuan.

g. Kolaborasi dengan pasien orang

terdekat dan tim kesehatan.

h. Berikan individu penurun nyeri yang

optimal dengan dengan peresepan

analgetik.

i. Gunakan tindakan pengontrol nyeri

sebelum nyeri bertambah berat

j. Dukung istirahat atau tidur yang

adekuat untuk membantu penurunan

nyeri.

24
2. Gangguan Tujuan: 1. Pengobatan unilateral

eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan 2x sift diharapka a. Monitor adanya respon abnormal

berhubungan dengan

dengan retensi Kriteria Hasil:

urin 1. Pola eliminasi tidak terganggu

2. Jumlah urine tidak terganggu

a. Urine 500-1500 ml/24 jam

b. Mengkosongkan kandung kemih

sepenuhnya.

3. Ketidakefektifan
Tujuan:
bersihan jalan 2 x sift

nafas NOC:

berhubungan 1) Status pernapasan 1) Manajemen jalan nafas


a. Ronkhi (-) 1. Posisikan pasien semi fowler
dengan
2. Motivasi pasien untuk mengeluarkan

25
peningkatan b. Otot bantu nafas (-) secret

sekret c. Batuk (-) 3. Monitor status pernafasan


d. Sputum (-)
2) Tanda-tanda vital 2) Manajemen batuk
a. Frekuensi nafas dalam rentang normal 1. Ajarkan pasien batuk efektif chest wall
(16-20x/m) rib spring
3) Oksigen 3) Terapi oksigen
a. Terapi O2 menurun (nasal) 1. Monitor O2 NRM 8 lpm

26
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria, Butcher K.K., Dochterman, M.J., Wagner, M. C., (2015),


Nursing Interventions Classification (NIC). Yogyakarta: Mocomedia.

Heardman T. Heather & Kamitsuru Shigemi, (2015). NANDA International Inc.


Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2015-2017, Jakarta: EGC.

Jong, De, (2011), Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta: EGC.

Moorhead, S., John, M., Mass, L. M., Swan, E., Edisi ke-5, Nursing Outcomes
Classification (NOC), Yogyakarta: Mocomedia.

27

Anda mungkin juga menyukai