Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

Carcinoma Mammae dan Neurofibromatosis

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya SMF Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
Siti Rahmawati Loji, S.Ked
0120840255

Pembimbing :
dr. Jan F. Siauta, Sp.B, (K) Onk

SMF ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Ujian Laporan Kasus Fakultas
Kedokteran Cenderawasih Jayapura, laporan kasus dengan judul “Carcinoma

Mammae dan Neurofibromatosis” sebagai syarat mengikuti ujian akhir


Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Ilmu Bedah RSUD Jayapura.
Pada

Hari :

Tanggal : September 2019

Tempat : SMF Ilmu Bedah RSUD Jaapura

Mengesahkan

Pembimbing dan Penguji

dr. Jan F. Siauta, Sp.B, (K) Onk

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Definisi Kanker Payudara......................................................................... 3
2.2 Anatomi Payudara .................................................................................... 3
2.3 Faktor Risiko Kanker Payudara ............................................................... 5
2.4 Patogenesis Kanker Payudara .................................................................. 8
2.5 Gejala Klinis Kanker Payudara ................................................................ 9
2.6 Metastasis Kanker Payudara .................................................................. 10
2.7 Penegakan Diagnosis Kanker Payudara ................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan Kanker Payudara ......................................................... 21
2.9 Prognosis Kanker Payudara .................................................................... 25
2.10 Definisi Neurofibromatosis .................................................................... 26
2.11 Epidemiologi Neurofibromatosis ........................................................... 27
2.12 Patofisiologi Neurofibromatosis............................................................. 27
2.13 Manifestasi Klinis Neurofibromatosis.................................................... 28
2.14 Diagnosis Neurofibromatosis ................................................................. 28
2.15 Tatalaksana Neurofibromatosis .............................................................. 33
2.16 Prognosis Neurofibromatosis ................................................................. 34
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 35
3.1 Identitas .................................................................................................. 35
3.2 Anamnesa ............................................................................................... 35
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................... 36
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 38
3.5 Diagnosa Kerja ....................................................................................... 41
3.6 Penatalaksanaan ...................................................................................... 41
3.7 Prognosis ................................................................................................ 41
3.8 Follow Up ............................................................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 44
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan
Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama
dengan frekuensi relatif sebesar 18,6% dan terdapat kecenderungan dari tahun
ketahun insidensinya meningkat.1
Neurofibromatosis yang juga dikenal sebagai von recklinghausen disease,
merupakan suatu kelainan genetik yang memberi efek pada berbagai organ tubuh,
terutama kulit dan sistem saraf. Beberapa terjadi saat lahir, tetapi yang lain terjadi
setelah dewasa. Terdapat tiga bentuk neurofibromatosis, yaitu NF1, NF2, dan
Schwannomatosis.
Menurut data global, kanker payudara mempunyai angka kejadian tertinggi
di antara kanker pada wanita (merupakan 25% dari semua kanker pada wanita
dengan proporsi 240 di antara 100.000 penduduk wanita, angka kematian kedua
setelah kanker paru, yaitu 12,9%).2 Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia
adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita
dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang
dijumpai pada wanita. Penyakit ini dapat diderita pada laki-laki dengan frekuensi
sekitar 1%. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang
lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan.1
Neurofibromatosis (NF) 1 atau yang dikenal sebagai peripheral
neurofibromatosis merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar
1/3000-4000 orang. Neurofibromatosis (NF) 2 yang diketahui sebagai central
neurofibromatosis atau bilateral acoustic neurofibromatosis ditemukan sekitar 10%
dari seluruh penderita NF dengan insiden 1/150.000 jiwa.
Tingkat kelangsungan hidup kanker payudara sangat bervariasi di seluruh
dunia, mulai dari 80% atau lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang untuk sekitar
60% di negara-negara berpenghasilan menengah dan bawah 40% di negara-negara
berpenghasilan rendah. Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara

1
kurang berkembang dapat terjadi oleh kurangnya program deteksi dini, serta oleh
kurangnya kemampuan diagnosis, pengobatan, dan fasilitas yang memadai. Oleh
karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan
kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada
penderita dapat dilakukan secara optimal.1
Penyebab kematian pada NF1 termasuk tumor sheath saraf perifer yang
ganas, tumor CNS, dan keadaan sistemik, seperti hipertensi karena berhubungan
dengan vasculopathies yang cenderung menyebabkan stenosis arteri renalis.
Sebagian besar diagnosis NF1 berdasarkan pemeriksaan klinis yang
memperlihatkan gambaran khas NF1. Penderita NF1 secara keseluruhan harus
dilakukan pemeriksaan fisik termasuk lapangan pandang. Dilakukan pemeriksaan
MRI kepala dan tulang belakang. Walaupun terdapat massa, terapi dilakukan
apabila ditemukan gejala akibat lesi.
Diagnosis kanker payudara pada stadium lanjut biasanya tidak sulit, namun
hasil pengobatan yang diperoleh kurang maksimal. Sedangkan kanker payudara
dini (stadium I dan II) akan memberikan hasil pengobatan yang maksimal, namun
diagnosisnya tidak selalu mudah.2
Penatalaksanaan kanker payudara bertujuan untuk menurunkan angka
kekambuhan, memperpanjang masa bebas penyakit, meningkatkan survival serta
tetap memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Menurut WHO strategi
penatalaksanaan kanker (payudara) yang baik haruslah meliputi :2
1. Prevensi dan skrining
2. Deteksi dini dan diagnosis yang tepat
3. Terapi dan rehabilitasi yang segera dan tepat
4. Perawatan paliatif kasus terminal dan mempertahankan kualitas
hidup

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Payudara1


Kanker payudara juga disebut neoplasia malignan yang merupakan jenis
penyakit yang ditandai oleh kerusakan DNA sehingga tumbuh kembang sel tidak
berlangsung normal. Sel kanker ini memiliki dua buah ciri khas, yaitu: pertama, sel-
sel kanker mampu membelah dan berdiferensiasi tetapi tidak dengan cara yang
normal, dan kedua, sel-sel kanker memiliki kemampuan menginvasi jaringan
sekitarnya serta bermetastasis ke tempat yang jauh. Kanker payudara adalah
karsinoma yang berasal dari epitel duktus atau lobulus payudara.

2.2 Anatomi Payudara


Payudara pada wanita menonjol mulai dari iga ke II/III sampai ke VI/VII
dan dari dekat pinggir sternum sampai garis axilla anterior. Tetapi jaringan
payudara sebenarnya bisa lebih luas lagi sampai ke klavikula sebagai suatu lapisan
jaringan tipis dan ke medial sampai ke garis median, ke lateral sampai pinggir otot
latissimus dorsi. Ada suatu bagian dari payudara yang disebut buntut dari payudara
atau “axillary projection of the breast”.

Payudara yang asimetri sering dijumpai diantara wanita normal dan


penderita tidak begitu menyadarinya atau mungkin menerimanya sebagai variasi
normal. Setengah wanita mempunyai perbedaan volume 10% antara payudara kiri
dan kanan dan seperempatnya dengan perbedaan 20%. Payudara kiri selalu lebih
besar dibanding yang sebelah kanan.

Payudara terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, jaringan


lemak, pembuluh darah, saraf, dan saluran getah bening serta otot dan fascia.
Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus. Masing – masing lobus
dialiri oleh sistem duktus dari sinus laktiferous (bila distensi mempunyai diameter
5 – 8 mm) terbuka pada nipel, dan masing-masing sinus menerima suatu duktus
lobulus dengan diameter 2 mm atau kurang. Di dalam lobus terdapat 40 atau lebih
lobulus. Satu lobulus mempunyai diameter 2–3 mm dan dapat terlihat dengan mata
telanjang. Masing-masing lobulus mengandung 10 sampai 100 alveoli (acini) yang

3
merupakan unit dasar sekretori. Payudara dibungkus oleh fascia pektoralis
superfisialis yang bagian anterior dan posteriornya dihubungkan oleh ligamentum
Cooper sebagai penyangga.

Dinding thorax anterior (costae, m. serratus ant., m. intercotal), superficial


dari muskulus pectoralis mayor. Batas-batas payudara:

- Medial : Midline dinding thorax


- Lateral : mid-axillary line
- Superior : costae ke-2
- Inferior : costae ke-6

Gambar 1. Anatomi Payudara.


 Terbagi menjadi 4
kuadran:
- Upper inner (UI)
- Upper outer (UO)
- Lower inner (LI)
- Lower outer (LO)

Gambar 2. Pembagian kuadran payudara.

4
Payudara diinervasi atau diperdarahi oleh cabang :

- a.mammaria interna yang mendarahi bagian tepi medial.


- a.thorakalis lateralis (mammaria eksterna) yang mendarahi bagian lateral.
- a.thorako-akromialis yang mendarahi bagian dalam.
- a.thorako-dorsalis yang mendarahi m.latissimus dorsi dan m.serratus magnus.

Aliran limfe dari payudara berawal dari interlobular space kemudian menjalar
sepanjang duktus dan berakhir di sunareolar dari limfatik pada kulit. Drainase
limfatik pada payudara sebagian besar menuju ke pembuluh limfe axilla. Pembuluh
limfe axilla dibagi menjadi 3 level berdasarkan hubungannya dengan m. pectoralis
minor.

- Level I : caudal dan lateral m. pectoralis minor


- Level II : dibawah m. pectoralis minor
- Level III : regio infraclavicular, cranial dan medial m. pectoralis minor
Pembuluh limfe supraclavicula merupakan lanjutan aliran limfe axilla dibawah
clavicula menjadi aliran limfe supraclavicula. Pembuluh limfe mammary interna
pada interthoracic di parasternal space, 3-4 cm ke arah lateral dari midline.

2.3 Faktor Risiko Kanker Payudara3,4


Terdapat berbagai faktor hormonal dan non hormonal yang diperkirakan
meningkatkan risiko kanker payudara, antara lain faktor usia, genetik dan familial,
hormonal, gaya hidup, lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari
orang yang memiliki berbagai faktor-faktor diatas akan menderita kanker payudara.
1. Usia
Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan
semakin bertambahnya usia seseorang, insidens kanker payudara akan meningkat.
Satu dari delapan keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia di
bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita
berusia 55 tahun. Pada perempuan, besarnya insidens ini akan berlipat ganda setiap
10 tahun, tetapi kemudian akan menurun drastis setelah masa menopause.

5
2. Genetik dan Familial
Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya predisposisi genetik
terhadap kelainan ini. Seseorang dicurigai mempunyai faktor predisposisi genetik
herediter sebagai penyebab kanker payudara yang dideritanya jika (1) menderita
kanker payudara sewaktu berusia kurang dari 40 tahun, dengan atau tanpa riwayat
keluarga; (2) menderita kanker payudara sebelum berusia 50 tahun, dan satu atau
lebih kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara atau kanker ovarium
(3) menderita kanker payudara bilateral (4) menderita kanker payudara pada usia
berapapun, dan dua atau lebih kerabat tingkat pertamanya menderita kanker
payudara; serta (5) laki-laki yang menderita kanker payudara.
Risiko seseorang yang satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu, anak,
kakak atau adik kandung) menderita kanker payudara, meningkat dua kali lipat, dan
meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang
menderita kanker payudara. Walaupun faktor familial merupakan faktor risiko
kanker payudara yang signifikan, 70-80% kanker payudara timbul secara sporadis.
Berdasarkan hasil pemetaan gen yang dilakukan baru-baru ini, mutasi
germline pad agen BRCA1 dan BRCA2 pada kromosom 17 dan 13 ditetapkan
sebagai gen predisposisi kanker payudara dan kanker ovarium herediter. Gen
BRCA1 terutama menimbulkan kanker payudara ER (-). BRCA2 juga banyak
ditemukan pada penderita kanker payudara laki-laki.
Gen ATM menupakan gen yang mengatur perbaikan DNA. Penderita
kanker payudara familial cenderung mengalami mutasi gen ini. Mutasi gen CHEK2
meningkatkan risiko kanker payudara hingga dua kali lipat. Pada wanita yang
mengalami mutasi CHEK2 dan beberapa familinya menderita keganasan payudara,
risiko wanita tersebut terkena kanker payudara jauh lebih meningkat lagi, dan pada
laki-laki bisa 10 kali lipat bilamana ada delesi pada CHEK2 dari gen regulator
siklus sel ini. Mutasi pada gen supresor tumor p53 meningkatkan risiko terkena
kanker payudara dan juga kanker lainnya seperti leukemia, tumor otak, dan
sarkoma.
3. Reproduksi dan hormonal
Faktor reproduksi dan hormonal juga berperan besar menimbulkan kelainan
ini. Usia menarche yang lebih dini, yakni di bawah 12 tahun, meningkatkan risiko

6
kanker payudara sebanyak 3 kali, sedangkan usia menopause yang lebih lambat,
yakni di atas 55 tahun, meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 2 kali.
Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya pada
usia di atas 35 tahun mempunyai risiko tertinggi mengidap terkena kanker
payudara. Selain itu, penggunaan kontrasepsi hormonal eksogen juga turut
meningkatkan risiko kanker payudaranya: penggunaan kontrasepsi oral
meningkatkan risikonya sebesar 1,24 kali; penggunaan terapi sulih-hormon
pascamenopause meningkatkan risiko sebesar 1,35 kali bila digunakan lebih dari
10 tahun; dan penggunaan estrogen penguat kandungan selama kehamilan
meningkatkan risiko sebesar dua kali lipat. Sebaliknya, menyusui bayi menurunkan
risiko terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui dilakukan selama 27-
52 minggu. Penurunan risiko ini diperkirakan karena masa menyusui mengurangi
masa menstruasi seseorang.
4. Gaya hidup
a. Berat badan
Obesitas pada masa pascamenopause meningkatkan risiko kanker payudara;
sebaliknya, obesitas pramenopause justru menurunkan risikonya. Hal ini
disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar hormon endogen.
Walaupun menurunkan kadar hormon seks terikat globulin dan menurunkan
pajanan terhadap estrogen, obesitas pramenopause meningkatkan kejadian
anovulasi sehingga menurunkan pajanan payudara terhadap progesteron. Pada
masa pascamenopause, penurunan risiko kanker payudara yang disebabkan oleh
obesitas pramenopause secara bertahap menghilang, dan peningkatan bioavabilitas
estrogen yang terjadi pada masa ini akan meningkatkan risiko kanker payudara.
b. Aktifitas fisik
Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko sebesar 30%. Olahraga
rutin pada pascamenopause juga menurunkan risiko sebesar 30-40%. Untuk
mengurangi risiko terkena kanker payudara American Cancer Society
merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap harinya.
c. Merokok
Merokok terbukti meningkatkan risiko kanker payudara.

7
d. Alkohol
Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa konsumsi alkohol secara
berlebihan meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol meningkatkan kadar
estrogen endogen sehingga memengaruh responsivitas tumor terhadap hormon.
Kumpulan analisis terakhir membuktikan bahwa risiko relatif kanker payudara
meningkat dari 7% kini menjadi 10% untuk setiap tambahan konsumsi per harinya,
dan keduanya berbanding lurus. Walupun tidak semua data konsisten, konsumsi
alkohol lebih berkorelasi kuat dengan kanker payudara ER (estrogen receptor) dan
PR (progesteron receptor) positif sesuai dengan perkiraan.
5. Lingkungan
Wanita yang semasa kecil atau dewasa mudanya pernah menjalani terapi
penyinaran pada daerah dada, biasanya keganasan limfoma Hodgkin maupun non
Hodgkin, mereka berisiko menderita keganasan payudara secara signifikan. Risiko
keganasan payudara terutama meningkat jika terapi penyinaran dilakukan pada usia
dewasa muda saat payudara sedang berkembang.
Pajanan eksogen dari lingkungan hidup dan tempat kerja juga berisiko
menginduksi timbulnya kanker payudara. Salah satu zat kimia tersebut yaitu
pestisida atau DDT yang sering kali mencemari bahan sehari-hari. Jenis pekerjaan
lain yang berisiko mendapat pajanan karsinogenik terhadap timbulnya kanker
payudara antara lain, penata kecantikan kuku yan tiap harinya menghirup uap
pewarna kuku, penata radiologi, dan tukang cat yang sering menghirup cadmium
dari larutan catnya.

2.4 Patogenesis Kanker Payudara5,6


1. Ekspresi Gen Dalam Kanker Payudara
Terdapat 2 jenis reseptor estrogen yang wujud antaranya adalah alfa (α) dan
beta (β) (dikenali sebagai ERα dan ERβ). Berbagai macam jaringan dalam tubuh
manusia mengekspresikan reseptor ERα antaranya adalah payudara, ovarium,
endometrium, sedangkan ginjal, otak, paru-paru dan beberapa organ lain
mengekspresikan reseptor ERβ. Peranan ERβ berhubungan dengan karsinogenesis
tetapi kontroversi manakala peranan protein ERα sebagai penyebab kanker sudah
jelas.

8
Kedua subtipe ER memiliki ikatan DNA yang kuat dan bertempat dalam inti
dan sitosol sel. Apabila estrogen masuk ke dalam sel, ia akan berikatan dengan ER
dan kompleks tersebut akan bermigrasi ke dalam nucleus dan menyebabkan proses
transkripsi protein yang selanjutnya menyebabkan perubahan pada sel. Oleh karena
sifat proliferasi estrogen, stimulasi selular dapat memberikan efek negatif pada
pasien yang memiliki jumlah reseptor yang banyak didalam sel.

2. Peranan Estrogen Dalam Perkembangan Kanker Payudara


Dua hipotesa yang dapat menjelaskan efek estrogen dalam pembentukan tumor :
a) Efek genotoksik hasil estrogen dengan cara memproduksi radikal (initiator).
b) Peranan hormone estrogen dalam menginduksi proliferasi kanker serta sel
premalignant (promoter).
3. Peranan Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2)
HER 2 termasuk dalam famili epidermal growth factor receptor (EGFR)
dari proto-oncogen dan dipercayai bahwa ia tidak mempunyai ligan.
Walaubagaimanapun protein ini menunjukan sifat untuk membentuk kluster di
dalam membran sel tumor payudara yang ganas. Mekanisme karsinogenesis HER2
masih belum diketahui namun ekspresi yang berlebihan dapat memicu
pertumbuhan tumor dengan cepat, menurukan rentan hidup, meningkatkan risiko
rekurensi setelah operasi disertai dengan respon yang tidak efektif terhadap
kemoterapi.

2.5 Gejala Klinis Kanker Payudara7


1. Massa Tumor
Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai massa payudara yang tidak nyeri,
sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran
lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas,
permukaan tidak licin, mobilitas kurang. Massa cenderung membesar bertahap,
dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.
2. Perubahan Kulit
a. Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligament glandula mamae,
ligament itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung.

9
b. Perubahan kulit jeruk (peau d’orange): ketika vasa limfatik subkutis
tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem kulit,
folikel rambut tenggelam ke bawah.
c. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis
masing-masing membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer dapat
muncul banyak nodul tersebar.
d. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan
warna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi
itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik, ini
disebut “tanda kembang kol”.
e. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut “karsinoma mamae
inflamatorik”, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae berwarna merah
bengkak, mirip peradangan. Tipe ini sering ditemukan pada kanker
mamae waktu hamil atau laktasi.
3. Perubahan Papilla Mamae
a. Retraksi, distorsi papilla mamae: umumnya akibat tumor menginvasi
jaringan subpapilar.
b. Sekret papilar: sering karena karsinoma papilar dalam duktus besar atau
tumor mengenai duktus besar.
c. Perubahan eksematoid: merupakan manifestasi spesifik dari kanker
eksematoid (penyakit paget). Klinis tampak areola papilla mamae
tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirim eskim.
4. Pembesaran Kelenjar Limfe Regional
Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat soliter atau multiple,
pada awalnya mobile, kemudian dapat saling berkoalesensi atau adhesi dengan
jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit, kelenjar limfe
supraklavikular juga dapat membesar.

2.6 Metastasis Kanker Payudara


Metastasis kanker payudara dapat terjadi melalui dua jalan:
a. Metastasis melalui sistem vena

10
Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-paru, vertebra,
dan organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan jalan utama metastasis
kanker payudara ke paru-paru melalui sistem vena sedangkan metastasis ke
vertebra terjadi melalui vena-vena kecil yang bermuara ke v.interkostalis yang
selanjutnya bermuara ke dalam v. vertebralis.
b. Metastasis melalui sistem limfe
Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai kelenjar limfe
regional terutama kelenjar limfe aksila. Kelenjar limfe sentral (central nodes)
merupakan KGB aksila yang paling sering (90%) terkena metastasis sedangkan
KGB mammaria eksterna adalah yang paling jarang terkena. Kanker payudara
juga dapat bermetastasis ke KGB aksila kontralateral tapi jalannya masih belum
jelas, diduga melalui deep lymphatic fascial plexus di bawah payudara
kontralateral melalui kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan mengapa bisa
terjadi metastasis ke kelenjar aksila kontralateral tanpa metastasis ke payudara
kontralateral.
- Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung.
Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar subklavikula tanpa melalui
sentinel nodes. Penyebaran tidak langsung melalui sentinel nodes yang
terletak di sekitar grand central limfatik terminus yang menyebabkan stasis
aliran limfe sehingga terjadi aliran balik menuju ke KGB supraklavikula.
- Metastasis ke kelenjar getah bening mammaria interna terjadi lebih sering
dari yang diduga.
Biasanya terjadi pada karsinoma mamma di sentral dan kwadran medial.
Dan biasanya terjadi setelah terjadi metastasis ke aksila.
- Metastasis ke hepar selain melalui sistem vena dapat juga terjadi melalui
sistem limfe.
Keadaan ini dapat terjadi bila tumor primer terletak di tepi medial bagian
bawah payudara dan terjadi metastasis ke kelenjar preperikardial.
Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang berakibat adanya aliran balik
limfe ke hepar.

11
2.7 Penegakan Diagnosis Kanker Payudara2,3,4,7,8
Prosedur diagnosis pada kanker payudara terdiri triple diagnosis, yaitu
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta sitologi dan
histologi PA.
1. Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan terutama untuk
mengidentifikasi identitas penderita, faktor resiko, perjalanan penyakit, tanda dan
gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang pernah
diderita. Keluhan utama yang sering umumnya berupa benjolan di payudara.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Amati ukuran, simetri kedua mamae, perhatikan apakah ada benjolan tumor
atau perubahan patologik kulit (misal cekungan, kemerahan, udem, erosi, nodul
satelit, peau d’orange, dll.). perhatikan kedua papilla mamae apakah simetri, ada
retraksi, distorsi, erosi dan kelainan lain.

b. Palpasi
- Payudara
Umumnya dalam posisi baring, juga dapat kombinasi duduk dan baring.
Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari berlawanan arah
jarum jam atau searah jarum jam palpasi dengan lembut. Kemudian dengan lembut
pijat areola mamae, papilla mamae, lihat apakah keluar sekret. Jika terdapat
benjolan, harus secara rinci diperiksa dan catat lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi

12
batas, permukaan mobilitas, nyeri tekan, dll. dari massa itu. Ketika memeriksa
apakah tumor melekat ke dasarnya, harus meminta lengan pasien sisi lesi bertolak
pinggang, agar m. pektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar
melekat, mobilitas terkekang, kemungkinan kanker sangat besar.

- Kelenjar Limfe
Pemeriksaan kelenjar limfe regional paling baik posisi duduk. Ketika
memeriksa aksila kanan dengan tangan kiri topang siku kanan pasien, dengan ujung
jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara berurutan. Waktu memeriksa fosa aksila
kiri sebaliknya, akhirnya periksa kelenjar supraklavikukar.

3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiodiagnostik
untuk staging yaitu dengan Rontgen toraks, USG abdomen (hepar), dan bone
scanning. Sedangkan pemeriksaan radiodiagnostik yang bersifat opsional (atas
indikasi) yaitu magnetic resonance imaging (MRI), CT scan, PET scan, dan bone

13
survey. Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mammogram, biopsi
harus selalu dilakukan. Jenis biopsi dapat dilakukan yaitu biopsy jarus halus (fine
needle aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), biopsi terbuka dan
sentinel node biopsy.
a. Mamografi
Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara,
sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau
Universitas Sumatera Utara 15 tanda. Tipe pemeriksaan mamografi adalah skrining
dan diagnostik. Skrining mamografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik.
Skrining mamografi direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk usia 50 tahun atau
lebih. Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (misal wanita
yang keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Mamografi diagnostik
dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit dan digunakan untuk
menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi
jaringan sekitar dan getah bening sekitar payudara.
b. Ultrasonografi Payudara
Ultrasonografi Payudara melihat lesi hipoekoik dengan tepi tidak teratur
(irregular) dan shadowing disertai orientasi vertikal kemungkinan merupakan lesi
maligna. USG secara umum diterima untuk membedakan masa kistik dengan solid
dan sebagai pengarah untuk biopsi serta pemeriksaan skrining pasien usia muda.
Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ viseral.
c. MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan instrumen yang sensitif
untuk deteksi kekambuhan lokal pasca BCT atau augmentasi payudara dengan
implant, deteksi multifocal cancer dan skrining pasien usia muda dengan densitas
payudara yang padat yang memiliki risiko tinggi.
d. FNAB
Merupakan salah satu prosedur diagnosis awal, untuk evaluasi masa di
payudara. Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik.
Dengan jarus halus sejumlah kecil jaringan dari tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa di bawah mikroskop. Walaupun paling mudah dilakukan, specimen
FNAB kadang tidak dapat menentukan grade tumor dan merupakan biopsi yang

14
memberikan informasi sitologi, belum menjadi gold standart untuk diagnosis
definitif.
e. Core Biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga dapat
diperoleh spesimen silinder jaringan tumor. Core biopsy dapat membedakan tumor
yang noninvasif dengan yang invasif serta grade tumor. Core biopsy dapat
digunakan untuk membiopsi kelainan yang tidak dapat dipalpasi, tetapi terlihat pada
mamografi.
f. Biopsi Terbuka
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamogradi terlihat adanya kelainan
yang mengarah ke tumor maligna, hasil FNAB atau core biopsy yang meragukan.
Bila hasil mamografi positif tetapi FNAB negatif, biopsi terbuka perlu dilakukan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat disekitar massa tumor dan biopsi insisional hanya mengambil
sebagian massa tumor untuk kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.
Needle localization excisional biopsy (NLB) adalah biopsi eksisional yang
dilakukan dengan panduan jaruna dan kawat yang diletakkan dalam jaringan
payudara pada lokasi lesi berdasarkan hasil mamografi.
g. Bone Scan, Foto Toraks dan USG Abdomen
Bone scan bertujuan untuk evaluasi metastasis di tulang. Foto toraks dan
USG abdomen rutin dilakukan untuk melihat adanya metastasis di paru, pleura,
mediastinum, tulang-tulang dada dan organ visceral (terutama hepar).
h. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah guna kepentingan
pengobatan dan informasi kemungkinan adanya metastasis (transmirase, alkali-
fosfatase, kalsium darah, penanda tumor “CA 15-3:CEA”).
Pemeriksaan enzim transmirase penting dilakukan untuk memperkirakan
adanya metastasis pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium untuk
memprediksi adanya metastasis pada tulang. Pemeriksaan kadar kalsium darah
rutin dikerjakan terutama pada kanker payudara stadium lanjut.

15
Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-3 dan CEA (dalam kombinasi)
lebih penting gunanya untuk menentukan rekurensi dari kanker payudara,dan
belum merupakan penanda diagnosis ataupun skrining.
4. Grading
Keganasan payudara dibagi menjadi tiga grade bedasarkan derajat
diferensiasinya. Gambaran sitology nucleus sel tumor dibandingkan dengan
nucleus sel epitel payudara normal. Grade I artinya berdiferensiasi buruk, grade II
diferensiasi sedang, dan grade III diferensiasinya baik.
Grading histologi (disebut juga Bloom-Ricardson grade) menilai
formasi tubulus, hiperkromatik nucleus, dan derajat mitosis sel tumor dibandingkan
dengan histologi normal sel-sel payudara. Grade histologi ini uga dibagi tiga namun
dengan urutan yang terbalik disbanding grade nuclear yaitu, Grade I berdiferensiasi
baik, grade II berdiferensiasi sedang, grade III berdiferensiasi buruk.

5. Staging
AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan
penentuan stadium dan derajat tumor ganas payudara menurut system TNM.
Klafikasi stadium klinis:
Stadium 0 : TisN0M0
Stadium 1 : T1N0M0
Stadium IIA : T0N1M0, T1N1M0, T2N0M0
Stadium IIB : T2N1M0, T3N0M0
Stadium IIIA : T0N2M0, T1N2M0, T2N2M0, T3N1, T3N2M0
Stadium IIIB : T4N0M0, T4N1M0, T4N2M0
Stadium IIIC : T apapun, N3 M0
Stadium IV : T apapun, N apapun, M1

Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologik berdasarkan the American


Joint Committee on Cancer (AJCC), tahun 2017 sebagai berikut :
- In situ Carcinomas
a. Ductal carcinoma in situ
b. Paget disease

16
- Invasive Carcinomas
a. Not otherwise specified (NOS)
b. Ductal
c. Inflammatory
d. Medullary, NOS
e. Medullary with lymphoid stroma
f. Mucinous
g. Papillary (predominantly micropapillary pattern)
h. Tubular
i. Lobular
j. Paget disease and infiltrating
k. Undifferentiated
l. Squamous cell
m. Adenoid cystic
n. Secretory
o. Cribriform

Gambar 3. Histological Classification of Tumours of the Breast.

17
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak.
Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi.Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif
dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh..
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya.Tipe pertama, dengan perkembangan lebih
lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.Sel ini disebut solid, papillary
atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di
awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak
beraturan.

Gambar 4: Ductal carcinoma in situ (A) dan sel-sel kanker menyebar keluar dari
duktus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

18
b) Lobular carcinoma in situ (LCIS)
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi
air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada
National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki
peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 5: Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
1. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke
KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras.
Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya
membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih
kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering
berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4%
dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara
herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat

19
terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan
bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat
limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau
alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik
terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon.
Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik
dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari
kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya
muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua.
Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita
dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan
jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan
frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate
mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita
perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati
100%.

II. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma.Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam

20
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.
3. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy,
mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan
adanya kanker invasif.
2.8 Penatalaksanaan Kanker Payudara2,3
Tatalaksana kanker payudara meliputi terapi utama yang berupa
pembedahan dan terapi tambahan yang berupa kemoterapi, radioterapi, terapi
hormone, targeting therapy, terapi rehabilitasi medic, serta terapi paliatif.
1. Terapi Utama
a. Pembedahan
Merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara.
Berbagai jenis operasi pada kanker payudara memiliki kerugian dan keuntungan
yang berbeda-beda.
1) Classic Radical Mastectomy adalaah operasi pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, otot
pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini
dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral tanpa ada
metastasis jauh.
2) Modified Radical Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor
dan fasia pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada
stadium dini dan lokal lanjut.

21
3) Mastektomi total/sederhana
Seluruh payudara diangkat, tetapi tidak termasuk kelenjar getah bening di
bawah lengan atau jaringan otot di bawah payudara.
4) Lumpektomi
Operasi ini hanya menghilangkan benjolan payudara dan beberapa jaringan
normal di sekitarnya. Pengobatan radiasi biasanya diberikan setelah operasi
jenis ini.
5) BCS (Breast Conserving Surgery)
Merupakan tindakan operasi yang dapat dilakukan apabila penderita masih
ingin mempertahankan payudaranya. BCS merupakan pilihan apabila tumor
tidak multipel,tidak terletak di sentral, mamografi tidak memperlihatkan
adanya tanda keganasan lain yang difus : penderita belum pernah
mendapatkan terapi radiasi di dada, dapat kontrol teratur, dan tersedia
sarana radio terapi yang memadai.
2. Terapi Tambahan
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk
menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau
mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat
sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat
lokal/setempat. Obat sitostotika dibawa melalui aliran darah atau diberikan
langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini
sulit mencapai sistem saraf pusat. Ada 3 jenis kemoterapi yaitu adjuvant,
neoadjuvan, dan primer (paliatif).
1) Terapi adjuvant diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti
pembedahan atau radiasi. Tujuan terapi adalah untuk memusnahkan sel-sel
kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
2) Terapi neoadjuvan diberikan mendahului/ sebelum pengobatan/ tindakan
yang lain seperti pembedahan atau penyinaran. Tujuannya adalah untuk
mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan
lebih berhasil.

22
3) Terapi primer sebagai pengobatan utama pada tumor ganas yang diberikan
pada kanker yang bersifat kemosensitif.
Regimen yang sering digunakan mengandung kombinasi siklofosfamid (C),
metotreksat (M), dan 5-FU (F). Oleh karena doksorubisin merupakan salah
satu zat tunggal yang paling aktif, zat ini sering digunakan dalam kombinasi
tersebut.
b. Radioterapi
Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA
dengan gangguan proses replikasi dan menurunkan risiko rekurensi lokal dan
berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker
payudara.
c. Terapi hormonal
Adjuvan hormonal terapi diindikasikan hanya pada payudara yang
menunjukkan ekspresi positif dari estrogen reseptor (ER) dana atau progesterone
reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause, status kgb aksila maupun
ukuran tumor.
d. Terapi Target (Biologi)
Terapi ini ditujukan untuk menghambat proses yang berperan dalam
pertumbuhan sel-sel kanker. Terapi untuk kanker payudara adalah tra stuzumab
(Herceptin), Bevacizumab (Avastin) dan Lapatinib ditosylate (Tykerb).

- Penatalaksanaan menurut stadium:


1. Kanker payudara stadium 0 (TIS / T0, N0M0)
Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan histopatologi. Lokasi
didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologik.
2. Kanker payudara stadium dini / operabel (stadium I dan II, tumor <= 3 cm)
Dilakukan tindakan operasi :
• Mastektomi
• Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan tertentu)
Terapi adjuvan operasi (Kemoterapi adjuvant) bila :
• Grade III
• TNBC

23
• Ki 67 bertambah kuat
• Usia muda
• Emboli lymphatic dan vaskular
• KGB > 3
Radiasi bila :
• Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
• Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
• Tumor sentral / medial
• KGB (+) > 3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
 Radiasi eksterna diberikan dengan dosis awal 50 Gy. Kemudian diberi
booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy. 6
Indikasi BCT :
• Tumor tidak lebih dari 3 cm
• Atas permintaan pasien
• Memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Tidak multipel dan/atau mikrokalsifikasi luas dan/atau terletak sentral
• Ukuran T dan payudara seimbang untuk tindakan kosmetik
• Bukan ductal carcinoma in situ (DCIS) atau lobular carcinoma in situ
(LCIS)
• Belum pernah diradiasi dibagian dada
• Tidak ada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau skleroderma
• Memiliki alat radiasi yang adekuat

3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)


a) Operabel (IIIA)
 Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant dengan/tanpa
hormonal, dengan/tanpa terapi target
 Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi adjuvant,
dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target
 Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT atau
mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target.

24
b) Inoperabel (IIIB)
• Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi + hormonal terapi
• Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi + kemoterapi +
radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi target
• Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi dengan/ tanpa radiasi adjuvan
dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi target
• Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal 50 Gy.
Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy.
4. Kanker payudara stadium lanjut
Prinsip :
• Sifat terapi paliatif
• Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi hormonal)
• Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

2.9 Prognosis Kanker Payudara


Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukkan
oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita
keganasan payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker
payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya triple negative yaitu
grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR negatif, dan respone reseptor
permukaan sel HER-2 juga negatif. Persentase harapan hidup lima tahun penderita
payudara dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Stadium Persentasi harapan hidup 5 tahun

0 100%

I 100%

IIA 92%

IIB 81%

IIIA 67%

25
IIIB 54%

IIIC ??

IV 20%

2.10 Definisi Neurofibromatosis


Neurofibromatosis yang juga dikenal sebagai von recklinghausen disease,
merupakan suatu kelainan genetic yang memberi efek pada berbagai organ tubuh,
terutama kulit dan sistem saraf. Beberapa terjadi saat lahir, tetapi yang lain terjadi
setelah dewasa. Terdapat tiga bentuk neurofibromatosis, yaitu NF1, NF2, dan
Schwannomatosis.
Neurofibromatosis (NF) 1 atau yang dikenal sebagai peripheral
neurofibromatosis merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar
1/3000-4000 orang. NF1 memiliki ciri khas berupa banyak bercak lahir, dan tumor
pada sistem saraf dan otak. NF1 merupakan suatu penyakit autosomal dominant
yang diturunkan. Namun ditemukan 50% penderita yang tidak berhubungan dengan
turunan keluarga dan merupakan hasil dari suatu mutasi gen, yaitu suatu perubahan
baru yang tidak ditemukan pada anggota keluarga yang lain.
Neurofibromatosis (NF) 2 yang diketahui sebagai central
neurofibromatosis atau bilateral acoustic neurofibromatosis ditemukan sekitar
10% dari seluruh penderita NF dengan insiden 1/150.000 jiwa. Tumor pada saraf
pendengaran yang biasanya mengenai kedua telinga (auditory nerve). Penderita
NF2 dapat juga memunyai lesi yang lain, seperti tumor otak dan spinal cord.
Mayoritas penderita NF2 hasil dari mutasi gen dengan perubahan yang baru, dan
tidak ditemukan pada anggota keluarga yang lain. Schwannomatosis adalah suatu
bentuk lain dari NF yang jarang. Jenis ini baru dikenal dan tidak seperti NF1 dan
NF2.
Neurofibromatosis tipe I memiliki ciri khas berupa café-au-lait spots,
perkembangan bagian mata yang disebut iris Lisch nodules, lesi rubbery pada kulit
yang disebut neurofibroma. Lesi ini dapat terjadi juga pada dermatofibromas,
multiple optic nerve gliomas, bilateral plexiform neurofibroma, dan malignant
peripheral nerve sheath tumor.

26
2.11 Epidemiologi Neurofibromatosis
NF 1 merupakan salah satu kelainan genetic yang terbanyak, dengan insiden
1 dari 3000-4000 orang.1 NF 1 atau von Recklinghausen’s disease merupakan suatu
penyakit autosomal dominant dengan distribusi kelamin yang sama, dan
predisposisi etnik yang tidak jelas.
Sekitar 50% dari kasus NF1 timbul secara sporadic karena terjadi mutasi baru. NF1
merupakan satu dari kebanyakan kelainan single gene. Kelainan ini memunyai turunan
fenotipe yang tinggi, sehingga orang tua yang tidak memberikan efek, memunyai risiko
rekuren yang rendah. Kebanyakan NF1 dapat dideteksi pada bayi dengan berdasarkan pada
suatu kelainan kulit yang biasanya makin jelas dengan pertambahan usia, terutama setelah
pubertas.
Hampir 100% NF1 menunjukan penetrasi pada usia delapan tahun. Sindroma ini
disebabkan oleh mutasi gen dari kromosom 17q11. dengan kode protein besar disebut
neurofibromin. Bagian dari protein ini, yaitu GTPase-activator yang berperan sebagai
signal transduction melalui perubahan yang menguntungkan dari bentuk aktif GTP-bound
dari ras dan menghubungkan G-protein kebentuk inaktif GDP-bound. Fungsi gen NF1
sebagai gen supresi tumor dalam inaktivasi ke dua allel diperlukan untuk tumorigenesis.
Penderita dengan NF1 lahir dengan hanya satu kopi normal dari gen dan, yang lain
mutasi atau hilang menyebabkan inaktif allel ke dua dan secara teori cukup untuk
pembentukan tumor. NF2 suatu turunan pada autosomal dominant dengan insiden
1:37.000, dan tanpa adanya predileksi kelamin. Umumnya penderita NF2 memberikan
gejala pada usia pubertas, namun onset usianya sangat bervariasi. Onset gejala pada usia
menengah sekitar tujuh belas tahun biasanya dengan tinnitus dan/atau hilangnya
pendengaran akut akibat tumor vestibular.
2.12 Patofisiologi Neurofibromatosis
NF1 dan NF2 adalah penyakit yang diturunkan. Jika salah satu orangtua
memiliki NF1, masing-masing anak-anak mereka memiliki kesempatan 50%
memiliki penyakit. NF1 juga mucul pada keluarga yang tidak memiliki riwayat
NF1. Dalam kasus ini, hal itu disebabkan oleh perubahan gen baru (mutasi) dalam
sperma atau sel telur. NF1 disebabkan oleh masalah dengan gen untuk protein yang
disebut neurofibromin. Neurofibromin menghasilkan gen yang berfungsi sebagai
penekan tumor.

27
2.13 Manifestasi Klinis Neurofibromatosis
Karena kedua NF1 dan NF2 merupakan kelainan multisistem maka penderita
selalu datang berobat dengan gejala dan tanda yang tidak langsung menunjukan suatu
tumor sistem saraf.
Pada NF1 adanya café-au-lait macule dan axillary freckling selalu menjadi sumber
pertimbangan karena klinisnya tidak serius. Lesi ini dihasilkan dari dari koleksi pigmen
melanin terutama di abdominal, tetapi tanpa disertai komponen tumor. Melanocytic iris
hamartomas menyerupai lesi Lisch nodule. Lesi ini bertambah selama remaja tanpa disertai
penglihatan yang terganggu namun lebih dari 90% menghilang setelah pubertas.
Displasia kongenital dari tulang panjang terutama tibia cenderung
menyebabkan fraktur patologis yang sulit penyembuhannya. Pseudoartrosis sangat
sulit untuk dikoreksi dan beberapa penderita memerlukan amputasi. Osseous
dysplasia dapat juga melibatkan tulang sphenoid sebagai proses kongenital atau
didapat yang cenderung menyebabkan herniasi lobus temporalis ke orbita dan pada
beberapa kasus menimbulkan pulsasi proptosis dan kejang. Karena beberapa
penderita memperlihatkan kerusakan progresif terhadap deformitas ini, maka
intervensi operasi dilakukan terbatas pada anak-anak dengan proptosis yang berat
dan disertai orbital plexiform neurofibroma atau intractable seizures akibat
keterlibatan lobus temporalis. Pada kasus yang jarang, rekonstruksi menggunakan
split-thickness calvarial grafts atau rib grafts bisa bermanfaat.
Pada NF2 manifestasi nonneural yang paling serius adalah posterior
subcapsular cataracts. Kelainan ini ditemukan sebesar 85% dari penderita NF2 dan
selalu bertambah dengan usia. Karena lesi ini dapat mengancam penglihatan
shingga diperlukan pemeriksaan mata dan mungkin operasi katarak bila indikasi.
Penderita dengan hilangnya satu penglihatan akibat lesi ini, maka diperlukan
perhatian dan pengawasan untuk mencegah kerusakan penglihatan mata yang satu
lagi. Pengwasan juga dilakukan pada fungsi saraf wajah untuk mempertahankan
mata tertutup dan mencegah kerusakan cornea.
2.14 Diagnosis Neurofibromatosis
A. Anamnesis
Sebagian besar diagnosis NF1 berdasarkan pemeriksaan klinis yang
memperlihatkan gambaran berupa caféau-lait spot, Lisch nodules (pigmentasi iris
hamartoma), axillary dan inguinal freckling, skeletal lesions, seperti sphenoid wing

28
dysplasia dan penipisan cortex tulang panjang, dan optic glioma, serta meningginya
insiden Central Nervous System (CNS), dan tumor sistemik lainnya. Seringnya
perubahan warna kulit yang timbul terjadi sebelum remaja (95% dari penderita
dengan NF1). Dermal neurofibroma timbul dari sel schwann dan terjadi sekitar
99% dari penderita. Tumor ini timbul selama remaja dengan pertambahan jumlah
dan ukurannya sesuai usia. Beberapa gejala yang lain termasuk macrocephaly,
perubahan pada pembuluh darah, tubuh pendek, scoliosis, dan gangguan
pendengaran.
- Diagnosis NF1 jika ditemukan dua atau lebih kriteria ini, yaitu:
1. Enam atau lebih café au lait spot atau makula hiperpigmentasi (diameter ≥ 5
mm sebelum pubertas dan > 15 mm setelah pubertas).
2. Dua atau lebih neurofibroma dari segala tipe dengan satu atau lebih plexiform
neurofibroma.
3. Bintik-bintik (Freckling) pada axilla atau daerah inguinal (tanda Crowe’s).
4. Dua atau lebih Lisch nodule (iris hamartoma), sering diidentifikasi hanya
melalui lampu slit oleh seorang optamologis.
5. Suatu tumor jaras optik.
6. Lesi tulang, seperti sphenoid wing dysplasia, atau penipisan cortex tulang
panjang, dengan atau tanpa pseudoarthrosis.
7. Keturunan tingkatan pertama (orang tua, saudara kandung, atau anak cucu)
dengan NF1 melalui kriteria tersebut di atas.

B. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis yang paling cepat muncul pada anak-anak dengan NF tipe 1
adalah bercak-bercak hiperpigmentasi (multiple café-au-lait spots). Bercak ini
mungkin sudah ada pada saat lahir, atau mucul seiring dengan berjalannya waktu,
semakin berkembang dengan penambahan ukuran dan jumlah. Pada orang dewasa,
bercak-bercak ini cenderung menghilang dan tidak tampak begitu jelas pada saat
pemeriksaan.
Bintik-bintik pada daerah aksila dan inguinal jarang muncul pada saat lahir,
tetapi muncul pada saat kanak-kanak hingga dewasa. Neurofibroma subkutan dan
kutan jarang terlihat pada anak-anak, tapi muncul pada anak-anak menjelang
dewasa. Lesi yang dalam dapat terdeteksi hanya melalui palpasi, sedangkan lesi

29
kutan awalnya muncul sebagai papul kecil pada badan, ekstremitas, kulit kepala,
ataupun wajah. Pubertas atau kehamilan dapat berhubungan dengan peningkatan
jumlah dari neurofibroma dimana terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dari lesi
yang telah ada.
Neurofibroma pleksiform pertumbuhannya lebih difus dimana dapat
menjadi invasif secara lokal dan agak dalam; hal ini berhubungan dengan erosi
tulang dan nyeri. Pleksiform neurofibroma dapat diikuti oleh hiperpigmentasi atau
hipertrikosis. Dapat juga terjadi gangguan pada penglihatan seperti, kehilangan
kemampuan melihat yang tidak dapat dikoreksi sebagai kelainan yang paling sering
muncul, kehilangan lapangan pandang yang tidak kentara, kesulitan diskriminasi
gambar, saraf optikus yang pucat, atau proptosis dapat terjadi tanpa kehilangan
ketajaman penglihatan. Beberapa anak-anak yang menuju dewasa dan orang
dewasa menunjukkan daya lihat yang semakin buruk sebagai efek sekunder dari
pertumbuhan optic nerve glioma yang lambat. Sehingga pemeriksaan penglihatan
harus dilakukan secara kontiniu pada anak-anak hingga dewasa. Pada orang dewasa
mungkin saja mengalami optic nerve glioma yang terdeteksi secara tidak sengaja
dari CT Scan atau MRI otak.
Walaupun Lisch Nodule dapat terlihat secara langsung ataupun tidak
langsung saat menggunakan optalmoskop, khususnya pada orang-orang yang
irisnya berwarna merah, mereka biasanya tidak dapat dengan jelas dilihat tanpa
menggunakan slitlamp. Abnormalitas dari koroid dengan tampilan yang tidak
sempurna dapat juga dilihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan cahaya
infrared monokromatik. Perubahan pembuluh darah retina juga ditemui pada
beberapa pasien dengan NF tipe 1.
Displasia tulang sfenoid biasa nyata gejala, tetapi dapat juga berhubungan
dengan herniasi melalui kelainan tulang. Pada pasien dengan neurofibroma
pleksiform pada kelopak mata, displasia tulang sfenoid ipsilateral dapat terjadi.
Pseudoartrosis kongenital pada saat lahir dapat terjadi dimana tulang tibia tampak
membengkok.

30
Penipisan dan angulasi dari tulang panjang dapat terjadi pada masa kanak
dan dewasa dengan penonjolan pada tibia anterior dan deformitas yang progresif.
Skoliosis dengan atau tanpa kifosis dapat menjadi bukti pada saat anak-anak atau
dewasa. Ketika scoliosis ditemukan pada anak-anak umur di bawah 10 tahun, maka
prognosisnya akan menjadi lebih buruk dan akan berkembang dengan cepat. Jika
ditemukan pada usia dewasa, harus dilakukan pemeriksaan berkala, dan pada
umumnya membutuhkan intervensi dari ortopedi.

Gambar 6. Seorang anak laki-laki 4 tahun dengan café-au-lait spots.

Gambar 7. Axilla Freckling.

31
Gambar 8. Multiple Neurofibroma..

Gambar 9. Lisch Nodule

32
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis NF tipe 1 biasanya dibuat secara klinis, bagaimanapun tes
molekular dapat juga berguna untuk pasien yang lebih muda dengan penampilan
klinis tunggal seperti ditemukannya café-au-lait spots tanpa adanya riwayat
keluarga sebelumnya. Runtunan gen neurofibromin menawarkan tingkat deteksi
yang paling tinggi dan mendekati kira-kira 95% pada penderita yang terkena, 97 %
pasien dengan NF 1 yang positif diharapkan dapat memenuhi kriteria klinis pada
umur 8 tahun. Jika tidak memenuhi kriteria atau bertimpaan, maka perlu dipikirkan
sindrom Legius, dan tes molekular dilakukan untuk konfirmasi.
2. Pencitraan
Skrining rutin otak dengan pencitraan (neuroimaging) pada pasien dengan
NF tipe 1 masih kontroversi. Hal ini disebabkan oleh sedikit bukti kalau deteksi
awal akan menurunkan tingkat kehilangan daya penglihatan. Beberapa klinisi
mengutamakan untuk melakukan pemeriksaan CT Scan atau MRI pada anak-anak
atau dewasa pada saat didiagnosis, kemudian diikuti dengan pemeriksaan lainnya
hanya jika masalah neurologisnya muncul. MRI adalah jenis pencitraan yang lebih
diutamakan untuk kasus NF tipe 1. MRI sering mendeteksi objek terang yang tidak
teridentifikasi (unidentified bright objects) pada parenkim otak pada pasien dengan
NF tipe 1.
3. Pemeriksaan Histologis
Neurofibroma adalah tumor yang biasanya terdiferensiasi dengan baik dan
mengandung sel spindle panjang seperti pleomorphic fibroblast-like cells. Sel
inflamasi jarang ditemukan. Kadang-kadang suatu neurofibroma mengalami
transformasi menjadi neurofibromasarcoma. Tidak seperti neurofibroma,
neurofibrosarcoma di ciri-ciri kan dengan hiperseluler dengan sel raksasa,
peningkatan jumlah mitosis, dan proliferasi vaskular.
2.15 Tatalaksana Neurofibromatosis
Karena manifestasi NF 1 dan NF 2 bervariasi dan kompleks, pendekatan
yang interdisipliner tidak bisa dihindari. Pemeriksaan skrining dua tahunan di masa
kecil dan kemudian setiap tahun sangat dianjurkan. Pemeriksaan harus mencakup
pengukuran lingkar kepala serta pemeriksaan tekanan darah karena beresiko

33
pheochromocytoma dan kelainan ginjal. Di masa kanak-kanak, perilaku dan
perkembangan harus dievaluasi secara hati-hati untuk tanda-tanda
ketidakmampuan belajar dan kecurigaan Attention deficit hyperactivity disorder
(ADHD).
Secara umum, pasien dengan NF 1 dan NF 2 harus menjalani pemeriksaan
neurologis tahunan dan pemeriksaan optalmologi. Terapi dari tumor biasanya
adalah operasi. Meskipun jinak, eksisi lengkap tumor sering menjadi pilihan terapi
karena lokasi yang dekat dengan saraf. Harus dicatat bahwa eksisi tumor beresiko
tinggi untuk mengalami kekambuhan. Untuk NF2, total reseksi bedah vestibular
schwannomas adalah pilihan terapi yang cocok dan dapat mengontrol pertumbuhan
tumor. Namun, karena sering terjadi multilobulating dan infiltrasi tumor, kadang-
kadang terjadi kerusakan pada saraf cochlear atau saraf wajah yang beresiko tinggi
mengalami kerusakan permanen pada pendengaran dan kerusakan lainnya.
Tidak ada pengobatan khusus untuk neurofibromatosis. Umumnya
dibiarkan jika tidak mengganggu. Dilakukan pembedahan jika hanya ditemukan
satu benjolan. Jika ditemukan banyak benjolan, diperlukan persiapan lebih matang
untuk pembedahannya (eksisi paliatif), untuk menilai lebih lanjut saraf yang
mungkin terlibat. Bila neurofibroma tidak mengenai serabut saraf besar, saraf yang
mengandung tumor biasanya dioperasi. Bila terkena serabut saraf besar maka, maka
tumor dipisahkan dari serabut saraf lalu kemudian diangkat atau dibiarkan bila tidak
ada keluhan.
2.16 Prognosis Neurofibromatosis
Prognosis untuk pasien neurofibromatosis tergantung pada jenisnya, lokasi,
onset dan jumlah tumor tersebut. Diagnosa dan pengobatan dini (pembedahan atau
radiasi) dapat mengurangi tingkat kematian.

34
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. SB
TTL : 05-09-1977
Umur : 42 tahun
Alamat : Supiori
Suku : Biak
Agama : Kristen Protestan
No.RM : 46 22 29
Tanggal MRS : 02-08-2019

3.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama: Keluarnya nanah pada payudara kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Supiori dengan keluhan keluar
nanah pada payudara kanan yang terjadi selama beberapa bulan.
Awalnya muncul benjolan pada ketiak kanan sejak ± 1 tahun lalu.
Benjolan sebesar kelereng, konsistensi keras, terdapat perdarahan aktif
dan tidak nyeri. Benjolan semakin membesar dan lama kelamaan pecah,
keluar nanah lalu menjadi borok. Lalu dilakukan operasi masektomi
radikal modifikasi pada tanggal 2 Juli 2019. Kemudian pasien juga
mengeluh muncul benjolan di payudara kiri setelah ± 3 minggu operasi.
Mual (-), Muntah (-), Demam (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah melakukan Operasi mastektomi radikal
modifikasi telah dilakukan pada tanggal 2 juli 2019 di RS Supiori.
Riwayat penyakit Jantung, Diabetes Melitus dan darah tinggi disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan ada anggota keluarga yang memiliki penyakit sama
seperti pasien sekarang. Riwayat keluarga dengan kebutuhan khusus

35
disangkal. Riwayat penyakit Jantung, Diabetes Melitus dan darah tinggi
disangkal.
e. Riwayat Operasi
Pernah operasi masektomi radikal modifikasi pada payudara kanan
tanggal 2 Juli 2019.
f. Riwayat Pengobatan
Disangkal.
g. Riwayat menstruasi
Siklus haid teratur. Pasien mengatakan pertama menstruasi usia 11
tahun dan saat ini masih mengalami menstruasi.
h. Riwayat pernikahan
Menikah usia 20 tahun dan melahirkan anak pertama usia 22 tahun.
i. Riwayat Kontrasepsi
Saat ini masih menggunakan KB susuk 1 tahun.
j. Riwayat Alergi
Disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Frekuensi Nadi : 82 x/menit
 Sp O2 : 99 %
 Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36.8˚ C

36
Status Generalis
PEMERIKSAAN HASIL
Kepala Normocephali, rambut hitam terlihat sedikit
Konjungtiva anemis (+/+), reflex cahaya langsung (+/+),
Mata
isokor D=S, sclera ikterik(-/-)
Telinga Normotia, liang telinga lapang (+/+)
Hidung Deformitas(-), sekret(-)
Leher KGB teraba membesar pada supraklavikula sinistra
Normochest, simetris (+), ikut gerak nafas (+), tampak
Toraks
bercak hiperpigmentasi. Papul (+)
Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Bentuk simetris, bising usus normal,
Shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri tekan (-),
Abdomen
Hepar/Lien tidak teraba. tampak bercak hiperpigmentasi.
Papul (+)
Ekstremitas Akral: Hangat, Kering, Merah, CRT <2”, oedem (-/-)
Status Lokalis Regio Mammae Dextra
PEMERIKSAAN HASIL
Inspeksi Tampak bekas operasi berbentuk linear ukuran 15 cm, pus (-),
perdarahan aktif (-). Tampak papul-papul pada permukaan
kulit area sekitar bekas operasi. Abses (-). Tampak makula
hiperpigmentasi.
Palpasi Teraba massa di sekitar bekas operasi, konsistensi keras,
permukaan tidak rata, batas tidak jelas dan nyeri tekan (+),

Status Lokalis Regio Mammae Sinistra

PEMERIKSAAN HASIL
Inspeksi Tidak tampak massa, peau d’orange (+), skin dimpling (+),
retraksi puting (-), discharge (-) abses (-), pus (-), darah (-).
Tampak makula hiperpigmentasi. Tampak papul-papul.

37
Palpasi Teraba massa diameter 4 cm, terfiksir, konsistensi kenyal,
permukaan tidak rata dan batas tegas. Nyeri tekan (+)

Foto Klinis Pasien

3.4 Pemeriksaan Penunjang


- Laboratorium, 02-08-2019
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin + Diff
Hb 7,2 11,0-14,7 g/dL
HCT 23,8 41,5-52,1 %
Leukosit 8,16 3,37-8,38 103/uL
Trombosit 377 140-400 103/uL
Eritrosit 3,75 3,69-5,46 106/uL
Hitung Jenis Leukosit
Sel Basofil 0,9 0,3-1,4 %
Sel Eosinofil 6,6 0,6-1,4 %

38
Sel Neutrofil 65,9 39,8-70,5 %
Sel Limfosit 15,4 23,1-49,9 %
SelMonosit 11,2 4,3-10,0 %
KOAGULASI
PT 9,8 10,2 – 12,1 s
APTT 34,7 24,8 – 34,4 s
KIMIA DARAH
SGOT 16,3 ≤ 40 U/L
SGPT 23,6 ≤ 41 U/L
BUN 14,7 7-18 mg/dL
Kreatinin 0,61 ≤ 0,95 mg/dL

- Foto Rontgen Thoraks PA

39
- Pemeriksaan Sitologi FNAB, 20-2-2019

- Pemeriksaan Sitologi FNAB, 06-08-2019

40
3.5 Diagnosa Kerja
- Invasive Ductal Carcinoma Mammae Dextra T4cN3aM0 post MRM.
- Metastasis kulit, metastase kontralateral
- Neurofibromatosis NF1
3.6 Penatalaksanaan
 Pengobatan
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Omeprazole 2x1
- Inj. Antrain 3x1
- Inj. Neurobion 2x1 amp
- Diet TKTP
- Extra susu nutrican 2x100gr
- GV
 Rencana Tindakan
- Transfusi PRC 3 kolf
- Kemoterapi
3.7 Prognosis
Ad vitam : Dubia
Ad functionam : Dubia
Ad sanationam : Dubia

3.8 Follow Up
TGL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN

S :Nyeri pada bekas operasi (+) - IVFD RL 20 Tpm

O : KU: TSS, Kes: CM - Inj. Omeprazole 2x1


TD: 110/80 mmHg, - Inj. Antrain 3x1
3-8-2019 N: 82 x/menit, - Inj. Neurobion 2x1 amp
RR 20 x/menit, - Transfusi PRC 3 kolf
SB 36.4◦ C - GV
A:carcinoma ductal mammae dextra - Pro kemoterapi
Post MRM - Co. jantung

41
- Diet TKTP extra susu nutrican
2x100 gr

S :Nyeri pada bekas operasi (+) - IVFD RL 20 Tpm

O : KU: TSS, Kes: CM - Inj. Omeprazole 2x1


TD: 120/70 mmHg, - Inj. Antrain 3x1
N: 70 x/menit, - Inj. Neurobion 2x1 amp
4-5-2019 RR 20 x/menit, - Transfusi PRC 3 kolf
SB 36.5◦ C - GV
SpO2 98% - Pro kemoterapi
A:carcinoma ductal mammae dextra - Diet TKTP extra susu nutrican
Post MRM 2x100 gr

S :Nyeri pada bekas operasi (+) - IVFD RL 20 Tpm

O : KU: TSS, Kes: CM - Inj. Omeprazole 2x1


TD: 110/70 mmHg, - Inj. Antrain 3x1
N: 76 x/menit, - Inj. Neurobion 2x1 amp
RR 20 x/menit, - Transfusi PRC 3 kolf (post 1
5-8-2019
SB 36.5◦ C kolf)
SpO2 98% - GV
A: carcinoma ductal mammae dextra - Pro kemoterapi
Post MRM, - extra susu nutrican 2x100 gr
Meta kulit, meta kontralateral - Konsul dr. Yosinta Pro FNAB
S :Nyeri pada bekas operasi (+) - IVFD RL 20 Tpm
O : KU: TSS, Kes: CM - Inj. Omeprazole 2x1
TD: 110/70 mmHg, - Inj. Antrain 3x1
N: 78 x/menit, - Inj. Neurobion 2x1 amp
RR 20 x/menit,
6-8-2019 - Transfusi PRC 2 kolf
SB 36.5◦ C
- GV
SpO2 98%
- Pro kemoterapi
A: carcinoma ductal mammae dextra
- Diet TKTP
Post MRM,
- extra susu nutrican 2x100 gr
Meta kulit, meta kontralateral
S :Nyeri pada bekas operasi (+) - IVFD RL 20 Tpm
7-8-2019 O : KU: TSS, Kes: CM - Inj. Omeprazole 2x1
TD: 110/70 mmHg, - Inj. Antrain 3x1

42
N: 62 x/menit, - Inj. Neurobion 2x1 amp
RR 20 x/menit, - Transfusi PRC 2 kolf
SB 36.5◦ C - GV
SpO2 99% - Pro kemoterapi
A: carcinoma ductal mammae dextra - Diet TKTP
Post MRM, - extra susu nutrican 2x100 gr
Meta kulit, meta kontralateral - cek Bilirubin Direct/indirect
- foto thorax
- USG abdomen

43
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa, pasien diketahui mengeluh keluar nanah pada


payudara kanan yang terjadi selama beberapa bulan. Awalnya muncul benjolan
pada ketiak kanan sejak ± 1 tahun lalu. Benjolan sebesar kelereng, konsistensi
keras, terdapat perdarahan aktif dan tidak nyeri. Benjolan semakin membesar dan
lama kelamaan pecah, keluar nanah lalu menjadi borok. Lalu dilakukan operasi
masektomi radikal modifikasi pada tanggal 2 Juli 2019. Kemudian pasien juga
mengeluh muncul benjolan di payudara kiri setelah ± 3 minggu operasi. Di
keluarga pasien, ada yang pernah menderita kanker payudara.
Berdasarkan literatur, faktor risiko terjadinya kanker payudara pada wanita
usia kurang dari 45 tahun dan meningkat pada wanita usia lebih dari 50 tahun.
Risiko semakin tinggi jika di keluarga ada yang pernah menderita kanker payudara.
Pasien pertama kali haid usia 11 tahun. Hal ini juga menjadi faktor risiko dimana
riwayat haid dini < 12 tahun meningkatkan kejadian keganasan pada payudara.
Pasien juga diketahui masih menggunakan KB susuk 1 tahun. Dari literatur
diketahui, penggunaan KB dalam jangka panjang juga dapat menjadi faktor risiko
wanita mengalami kanker payudara.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Status generalis didapatkan konjungtiva anemis oculi dextra et sinistra dan
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di supraklavikula sinistra. Dari
pemeriksaan status lokalis pada regio mammae dextra, dari inspeksi tampak bekas
operasi berbentuk linear ukuran ± 15 cm dan tampak papul-papul di sekitar area
bekas operasi. Juga tampak makula hiperpigmentasi. Pus, darah dan abses tidak ada.
Dari palpasi, teraba massa di sekitar bekas operasi, konsistensi keras, permukaan
tidak rata, batas tidak jelas disertai nyeri tekan.
Pada regio mammae sinistra, dari inspeksi tidak tampak massa, terdapat
peau d’orange dan skin dimpling, tidak terdapat retraksi puting, pus, darah dan
abses. Tampak juga makula hiperpigmentasi. Dari palpasi teraba massa dengan
diameter 4 cm, terfiksir, konsistensi kenyal, permukaan tidak rata dan batas tegas
disertai nyeri tekan.

44
Berdasarkan pemeriksaan fisik di atas, sesuai dengan literatur, dimana pada
kanker payudara dari inspeksi dapat ditemukan perubahan kulit berupa peau
d’orange, kemerahan, dimpling, edema, ulserasi dan nodul satelit. Kelainan puting
susu seperti retraksi, erosi, krusta dan adanya discharge.
Pada palpasi maka akan teraba massa, konsistensi, permukaan, bentuk dan
batas-batas massa, jumlah serta mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara,
kulit, m. Pektoralis dan dinding dada dapat ditentukan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik juga didapatkan bercak-berak
hiperpigmentasi (café-au-lait spot) dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi di
regio thoraks dan abdomen. Ditemukan juga neurofibroma pada regio thoraks,
abdomen, fasial, dan brachii sinistra. Dua tanda klinis tersebut termasuk dalam
kriteria diagnosis dari tujuh tanda klinis neurofibromatosis NF1.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan darah lengkap. Hasil yang bermakna yaitu kadar hemoglobin 7,2 g/dL.
Dari foto rontgen thoraks, tampak dalam batas normal. Tidak ada coin lesion, yang
menandakan adanya metastasis paru. Pada pasien dilakukan pemeriksaan sitologi
berupa fine needle aspiration biopsy (FNAB)/biopsi jarum halus. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan sel ganas, diketahui berupa keganasan epitel residif dengan
perluasan ke kulit dan mammae kontralateral kesan suatu karsinoma lobular.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang di atas, maka sesuai dengan literatur.
Dimana pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan berupa anemia, atau metastasi ke hati dan ginjal. Foto thoraks dilakukan
untuk mengevaluasi ada tidaknya metastasis ke paru. Pemerikasaan FNAB
merupakan pemeriksaan sitologi yang memiliki sensitivitas 89-95%. Pemeriksaan
ini termasuk dalam triple diagnosis, diantaranya, yaitu pemeriksaan klinis yang
teliti, pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan sitologi. Jika dari ketiga
pemeriksaan ini menyatakan keganasan maka berarti terapi definitif dapat
dilakukan. Apabila salah satu dari triple diagnosis tidak menunjukkan keganasan
maka dilakukan pemeriksaan histopatologi intra operatif dengan potong beku
(Frozen section).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka pasien ini didiagnosa dengan Invasive Ductal Carcinoma Mammae Dextra

45
T4cN3aM0 post MRM dan metastasis kulit serta metastase kontralateral dan
neurofibromatosis NF1. Dari staging tumor tersebut dapat diketahui T4c adalah
terdapat 4a dan 4b sekaligus. Dimana 4a berarti sudah menyebar ke dinding thoraks
dan 4b disertai udem kulit mammae (termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau
nodul satelit di mamme ipsilateral. N3a berarti sudah ada metastasis ke kelenjar
limfe infraklavikular dan M0 berarti tidak terdapat metastase jauh. Berdasarkan
klinis termasuk dalam stadium IIIC, dengan kriteria T apapun, N3 M0.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah IVFD RL 20 tpm, Inj. Omeprazol
2x1, Inj. Antrain 3x1, Inj. Neurobion 2x1 amp, Diet TKTP, Extra susu nitrican
2x100 gram dan rawat luka. Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah transfusi
PRC 3 kolf dan kemoterapi.
Menurut literatur, terapi neurofibromatosis NF1 tidak ada terapi khusus.
Terapi pembedahan pada benjolan hanya jika ditemukan satu benjolan. Jika
didapatkan banyak benjolan, diperlukan persiapan lebih banyak untuk
pembedahannya (eksisi paliatif). Namun jika tidak menganggu dan tanpa keluhan
lebih sering dibiarkan. Untuk terapi kanker payudara lanjut dengan metastase hanya
bersifat paliatif. Karena kanker payudara pada stadium ini tidak dapat
disembuhkan. Survival ratenya kurang dari 2 tahun setelah diagnosis. Pada stadium
ini penyakit sudah menyebar luas, terapi utama adalah sistemik berupa kemoterapi
atau hormonal terapi. Pada ER/PR positif, terapi hormonal merupakan terapi utama,
sedangkan pada ER/PR negatif terapi pilihan adalah kemoterapi dan pemberiannya
juga tergantung kondisi penderita secara keseluruhan oleh karena efek samping
obat-obat kemoterapi perlu diperhatikan.

46
BAB V

KESIMPULAN

1. Pasien wanita, usia 42 tahun, datang dengan keluhan keluar nanah pada
payudara kanan yang terjadi selama beberapa bulan. Awalnya muncul
benjolan pada ketiak kanan sejak ± 1 tahun lalu. Benjolan sebesar kelereng,
konsistensi keras, terdapat perdarahan aktif dan tidak nyeri. Benjolan
semakin membesar dan lama kelamaan pecah, keluar nanah lalu menjadi
borok.
2. Riwayat operasi masektomi radikal pada payudara kanan tanggal 2 Juli
2019.
3. Faktor risiko pada pasien yaitu umur < 45 tahun, ada riwayat keluarga, usia
pertama haid < 12 tahun dan penggunaan KB jangka panjang.
4. Dari pemeriksaan status lokalis, pada regio mammae dextra inspeksi tampak
bekas operasi berbentuk linear ukuran ± 15 cm dan tampak papul-papul di
sekitar area bekas operasi. Tampak warna kulit merah kehitaman, pus, darah
dan abses tidak ada. Dari palpasi, teraba massa di sekitar bekas operasi,
konsistensi keras, permukaan tidak rata, batas tidak jelas disertai nyeri
tekan.
5. Regio mammae sinistra, dari inspeksi tidak tampak massa, terdapat peau
d’orange dan skin dimpling, tidak terdapat retraksi puting, pus, darah dan
abses. Dari palpasi teraba massa dengan diameter 4 cm, terfiksir, konsistensi
kenyal, permukaan tidak rata dan batas tegas disertai nyeri tekan.
6. Hasil pemeriksaan FNAB didapatkan sel ganas, diketahui berupa keganasan
epitel residif dengan perluasan ke kulit dan mammae kontralateral kesan
suatu karsinoma lobular.
7. Pasien ini didiagnosa dengan Invasive Ductal Carcinoma Mammae Dextra
T4cN3aM0 post MRM dan metastasis kulit serta metastase kontralateral
dengan neurofibromatosis NF1.
8. Kriteria diagnosis neurofibromatosis NF1 ditegakkan jika ada 2 tanda klinis
atau lebih dari tujuh tanda klinis NF1.

47
9. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah IVFD RL 20 tpm, Inj. Omeprazol
2x1, Inj. Antrain 3x1, Inj. Neurobion 2x1 amp, Diet TKTP, Extra susu
nitrican 2x100 gram dan rawat luka. Rencana tindakan yang akan dilakukan
adalah transfusi PRC 3 kolf dan kemoterapi.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan nasional penanganan


kanker: Kanker payudara. 2015. Jakarta: Bakti husada; hal.1-22.
2. Suyatno & Pasaribu ET. Bedah Onkologi: Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-
2. Jakarta: Sagung Seto. 2014.
3. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2011.
4. Jr King, Zamora AC. Neurofibromatosis. Elvesier. 2006:92-97.
5. Chalasani, P. (2016). Breast Cancer. Medscape. Retrieved June 19, 2016,
from http://emedicine.medscape.com/article/1947145-overview#a6
6. Wong, E., Chaudhry, S., & Rossi, M. (2015, April 24). Breast Cancer.
Retrieved June Sunday, 2016, from McMaster Pathophysiology Review:
http://www.pathophys.org/breast-cancer/
7. Mintian, Yang, Wang Yi. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis. Ed.2. Jakarta:
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
8. Manuaba, Wibawa Tjakra. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid.
Jakarta: Sagung Seto.
9. Brunicardi F. Charles, et al.2010. Schwartz’s Priciple of Surgery. Ed 10.
New York: Mc-GrawHill
10. Sjamsuhidajat R, et al. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: ECG
11. Gerber PA, Antal AS, Neumann NJ. Neurofibromatosis. Eur J Med Res.
2009 March;14:102-105.
12. Dorland WA. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. Ed.31.
Jakarta:EGC, 2010.
13. Gareth D, Evans R. Neurofibromatosis type 2 (NF2): A Clinical and
Molecular Review. Orph J Rare Dis. 2009 June; 4(16):1-11.
14. Hsieh DT. Neurofibromatosis Type 1 and 2. 2014. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview (Accessed 9
September 2019)

49

Anda mungkin juga menyukai