Anda di halaman 1dari 8

Arus Globalisasi Melunturkan Budaya Islam di

Indonesia

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Pendidikan Agama Islam

Dosen: Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf

Nama mahasiswa: Kharisma Agung Ibnuaji (NIM: 113160058)

Fakultas Teknologi Mineral Jurusan Teknik Perminyakan

UPN Veteran

Tahun Akademik 2016/2017


Arus Globalisasi Melunturkan Budaya Islam di Indonesia

I. Pendahuluan

Konsep yang dibawa Rasulullah SAW sudah tidaklah sepenuhnya diimplementasikan


dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap mukmin dalam hidupnya. Bahkan tidak sedikit
kaum muslimin yang tidak mengetahui serta meninggalkan nilai-nilai islam dan lebih
memilih pola kehidupan hedonism (mementingkan dunia). Budaya Islam yang dimiliki
umat Muslim dalam beberapa kasus semakin tergeser tergantikan bentuk budaya baru yang
dikembangkan oleh pemikiran manusia biasa.
Menurut Matthew (1869) dalam Wikipedia, budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Budaya agama menurut Hilman Hadikusuma adalah hasil karya yang timbul
dari akal pikiran dan perilaku manusia dalam bentu-bentuk nyata, dengan maksud agar
emosi keagamaan tetap bergelora. Hadits-hadits Rasulullah menjadi salah satu sumber
untuk dijadikannya budaya, seperti mengucapkan salam bila bertemu, menghormati yang
lebih tua, memuliakan tamu, bertakziyah, dan lain-lain.
Globalisasi merupakan salah satu yang memberikan andil besar dalam melunturnya
budaya Islam. Tidak bisa dipungkiri bahwa batas-batas antar negara sekarang semakin
semu. Maka dalam makalah ini, akan dibahas tentang mengapa globalisasi memegang
peranan dalam melunturkan nilai-nilai dan budaya Islam dan tantangan di masa depan.
II. Pembahasan
a. Konsep Kebudayaan dalam Islam
Definisi budaya menurut KBBI adalah pikiran; akal budi; adat
istiadat: sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju);
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Kebudayaan
menurut KBBI ialah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat
Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam untuk kehidupan yang
ideal. Jadi, Islam bukanlah kebudayaan akan tetapi dapat melahirkan kebudayaan.
Maka tidak bisa dibalik, seperti budaya melahirkan agama. Kebudayaan merupakan
hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka
Islam adalah realitas pewahyuan dari Tuhan dan Sunnah Rasul. Kebudayaan akhlak
karimah yang muncul sebagai implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana
keduanya merupakan sumber ajaran agama Islam, sumber norma dan sumber
hukum Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian kebudayaan Islam dapat
dipilah menjadi tiga unsur prinsip, yaitu kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya
orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran Islam, dan merupakan
pencerminan dari ajaran Islam.
Al-Faruqi (2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam
adalah “Kebudayaan Al-Qur’an“, karena semuanya berasal dari rangkaian wahyu
Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
salam diutus untuk mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan memperbaiki akhlak manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang baik.” Islam memegang peranan untuk memberikan petunjuk kepada manusia
dalam menumbuhkembangkan akal budi manusia, sehingga diperoleh kebudayaan
yang memenuhi aturan dan norma agama untuk mewujudkan manusia yang beradab
dan peradaban yang Islami.
b. Nilai-Nilai Islam pada Budaya di Indonesia
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam berasal dari jazirah Arab.
Dalam perilaku kehidupan beliau, maka terdapat nilai-nilai budaya lokal.
Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka sangat dimungkinkan apa
yang dicontohkan oleh nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang
dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan modern dan disesuaikan dengan muatan
budaya lokal masing-masing.
Islam adalah agama universal, sempurna, lentur, elastis dan selalu dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman. Islam dibawa oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam kepada seluruh manusia dalam segala
aspek kehidupan, termasuk dalam bidang sosial politik. Beliau membebaskan
manusia dari kegelapan peradaban menuju cahaya keimanan. Universalisme Islam
yang dimaksud adalah bahwa risalah Islam ditujukan untuk semua umat, segenap
ras dan bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat. Maka risalah Islam bukan
risalah untuk bangsa tertentu yang beranggapan bahwa mereka bangsa yang
terpilih, karena semua manusia harus tunduk kepadanya. Risalah Islam adalah
hidayah dan rahmat Allah untuk segenap manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S. al-Anbiyā (21): 107 yang artinya,”Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Universalisme Islam merupakan suatu ajaran yang diterima oleh seluruh
umat Islam sebagai akidah. Persoalan universalisme Islam dapat dipahami secara
lebih jelas melalui sifatal-waqi’iyyah (berpijak pada kenyataan obyektif manusia).
Ajaran universal Islam mengenai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara akan
terwujud secara substansial, tanpa menekankan simbol ritual dan tekstual. Ajaran
Islam bukanlah agama “baru”, melainkan agama yang sudah dikenal dan dijalankan
oleh umat manusia sepanjang zaman, karena sejak semula telah terbit dari fitrahnya
sendiri. Islam sebagai agama yang benar, agama yang sejati dan mengutamakan
perdamaian. Sebagai agama rahmah li al-‘ālamīn, agama Islam mampu
mengakomodasi semua kebudayaan dan peradaban manusia di seluruh dunia
dengan tentunya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Pada awal-awal masuknya dakwah islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit
membedakan mana ajaran islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam
menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku
ajaran Islam. Para wali Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan budaya
setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan
menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam perkembangannya, Islam di nusantara dengan wataknya yang moderat
dan apresiatif terhadap budaya lokal, serta memihak pada warga setempat dalam
menghadapi tantangan, menyebabkan Islam diterima sebagai agama, dan menjadi
agama mayoritas di Indonesia. Bukti nyata dari proses persenyawaan antara Islam
dan budaya lokal, dapat ditemukan dalam bentuk karya Babad, hikayat, lontara,
sastra suluk, mitologi. Kemudian dari segi bentuk arsitektur bangunan-bangunan
atap masjid Demak yang berlapis sembilan “dari Meru” pra Islam, kemudian diganti
oleh Sunan Kalijaga menjadi tiga yang melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan.
Dua ciri paling utama dalam kesenian Islam yakni arabesk dan kaligrafi,
paling sedikit memengaruhi budaya Indonesia. Selain itu, dalam proses Islamisasi
di nusantara, penyebaran agama dan kebudayaan Islam tidak menghilangkan
kebudayaan lokal dan tidak menggunakan kekuatan militer dalam upaya proses
Islamisasi. Menurut sejarah, proses Islamisasi dilakukan secara damai melalui jalur
perdagangan, kesenian, perkawinan dan pendidikan. Islamisasi juga terjadi melalui
proses politik, khususnya pada pemikiran politik Soekarno yang membuka lebar
bagi golongan Islam untuk mengislamkan negara dengan wilayah pengaruh yang
relatif besar.

c. Globalisasi dan Lunturnya Budaya Islam di Indonesia


Kata globalisasi menurut Wikipedia adalah proses integrasi internasional
yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-
aspek kebudayaan lainnya. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya globalisasi
adalah sebagai berikut: majunya ilmu pengetahuan pada teknologi transportasi,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan kerja sama ekonomi
Internasional.
Lunturnya budaya Islam tidak lepas dari globalisasi. Nilai-nilai Islam yang
melekat pada budaya di Indonesia mulai luntur digantikan dengan budaya kebarat-
baratan (dari segi fashion, film, makanan, dan lain sebagainya). Adapun yang terasa
belum lama ini, anak muda banyak yang mengadopsi budaya Korea dari lagu-lagu
korea dan tren boy band & girl band (yang pada akhirnya juga meredup).
Bagaimana dengan budaya dengan nilai-nilai Islam? Melihat dan menyadari
yang terjadi di sekitar kita, dimana mulai banyak budaya yang bernilaikan Islam
mulai tergantikan dengan kecanggihan teknologi dan budaya asing yang masuk.
Berikut beberapa contoh budaya Islam di Indonesia yang mulai luntur:
1. Budaya door to door untuk mengunjungi (sila ukhuwah) tetangga setelah shalat
Id pada hari Raya Idul Fitri mulai mengikis
Masyarakat sudah jarang yang melakukannya karena sudah bertemu di Masjid.
Sebenarnya budaya halal bi halal mengunjungi rumah ke rumah untuk
mempererat tali persaudaraan dan menumbuhkan keakraban.
2. Budaya murid menghormati guru banyak yang menyepelekan
Dalam Islam terdapat adab-adab sebelum menuntut ilmu dan saat menuntut
ilmu. Namun, banyak pemuda zaman sekarang telah melupakan bahkan tidak
tahu tentang adab-adab tersebut. Sangat miris ketika ada kasus tentang guru
yang dilaporkan oleh murid SMP karena mencubit, kemudian murid tersebut
dengan bangga berfoto sambil merokok.
3. Silaturahmi cukup dengan media sosial, tidak bertemu secara langsung
Memang tidak dipungkiri, perkembangan teknologi memudahkan dalam
berkomunikasi di dunia maya tanpa bertemu di dunia maya. Dapat
berkomunikasi dengan antar pulau Tetapi kecanggihan tersebut tidak dipungkiri
bahwa komunikasi dengan tulisan dapat menyebabkan salah paham atau
perbedaan penafsiran yang dapat merusak hubungan pertalian saudara.
4. Akad jual beli dengan saling berbicara penjual dan pembeli mulai tergantikan
dengan sistem ambil barang yang sudah tertera harga dan bayar di kasir
Seharusnya akad jual beli dilakukan dengan saling berbicara, misalnya
menanyakan harga dan sebagainya, tetapi sekarang digantikan dengan ambil
sendiri dan bayar di kasir.

d. Tantangan di Masa Depan


Kemodernitas kehidupan masyarakat serta bergulirnya waktu, menjadikan
tantangan umat Islam agar senatiasa memproteksi diri agar tidak kehilangan jati diri
sebagai umat Islam. Kebudayaan barat dan negara lainnya yang mudah masuk, tidak
dapat semuanya diadopsi umat Islam. Jangan sampai terjadi degradasi moral di
masyarakat. Budaya yang mulai luntur pun hendaknya diperhatikan dan diupayakan
untuk melestarikan budaya tersebut.
III. Penutup
a. Kesimpulan
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia
yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban. Melunturnya budaya yang bernuansakan Islam
hendaknya kita sadari untuk kembali dipraktikan selama tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam. Kemodernitas kehidupan masyarakat serta bergulirnya
waktu, menjadi tantangan bagi umat Islam agar senatiasa memproteksi diri agar
tidak kehilangan jati diri sebagai umat Islam.

b. Saran
Kebudayaan Islam yang mulai luntur seharusnya menumbuhkan kesadaran
untuk melestarikan kebudayaan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Dengan kecanggihan teknologi dan berbagai tantangannya, sebagai
pemuda muslim hendaknya kita dapat memfilter hal-hal negatif dari globalisasi
sehingga tidak kehilangan jati diri sebagai pemuda Islam.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://alanrayfarandy.blogspot.co.id/2013/06/budaya-islam-sejati-dimanakah-
kini.html
2. http://www.majelisdakwah.com/islam-sebagai-sumber-budaya-dan-peradaban.html
3. http://kbbi.web.id/budaya
4. Makbuloh Deden. 2013. Pendidikan Agama Islam Arah Baru pengembangan Ilmu dan
Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pers
5. Amin Rifqi. 2011. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Yogyakarta: CV SUCI UTAMA
6. Wahyuddin dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai