Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS ANESTESI

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN SDH

Disusun oleh: - Ineke Anggreani, S.Ked - Rivaldi Jovian, S.Ked (20070710010) (20070710011)

Pembimbing: dr. Tjangeta Liempy, Sp.An dr. Eka Purwanto, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE 7 JANUARI 2 FEBRUARI 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul General Anestesi pada Pasien SDH dengan baik dan tepat waktu. Tujuan penulisan laporan kasus ini agar pembaca dapat mengenal mengenai tindakan anestesi pada pasien yang dilakukan tindakan kraniotomi. Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mengalami beberapa kesulitan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tjangeta Liempy, Sp.An sebagai dokter pembimbing yang telah menuntun penulis sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Sebagai seorang mahasiswa, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar laporan kasus ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang. Akhir kata, harapan penulis semoga laporan kasus yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 14 Januari 2013

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................. i Daftar Isi ...................................................................................................................... ii Daftar Gambar ............................................................................................................ iii Bab I Pendahuluan ...................................................................................................... 1 Bab II Laporan Kasus .................................................................................................. 2 Bab III Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 16 Bab IV Pembahasan Kasus ........................................................................................ 30 Bab V Kesimpulan ..................................................................................................... 35 Daftar Pustaka

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

ii

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Daftar Gambar

Gambar 3. 1 Anatomi otak ....................................................................................... 18 Gambar 3. 2 Sirkulus Wilisi .................................................................................... 20 Gambar 3. 3 Hukum Monroe-Kellie ........................................................................ 21 Gambar 3. 4 Glasgow Coma Scale .......................................................................... 22

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

iii

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Bab I Pendahuluan

Cedera akibat trauma merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Untuk cedera kepala diperkirakan sebanyak 1,4 juta orang meninggal di Amerika setiap tahunnya, 50.000 pasien meninggal langsung ditempat sebelum dapat dibawa ke rumah sakit. Pada penanganan pasien dengan trauma kepala, seluruh tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi unsur keterlewatannya evaluasi unsur vital. Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Pertimbangan utama dalam memilih obat anestesi, atau kombinasi obat-obatan anestesi, adalah pengaruhnya terhadap TIK. Karena semua obat yang menyebabkan vasodilatasi serebral mungkin berakibat peninggian TIK. Maka dari itu laporan kasus ini dibuat dengan harapan dapat memberikan informasi bagi para pembaca agar dapat memilih tindakan anestesi yang tepat pada pasien-pasien cedera kepala yang dilakukan kraniotomi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Bab II Laporan Kasus

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Usia Alamat Agama No. MR : Tn. A : laki-laki : 20 tahun : Cileduk, Tangerang : Islam : 31 06 83

ANAMNESIS [Alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal 13 Januari 2013]

Keluhan utama: Nyeri kepala akibat terjatuh sejak 13 jam SMRS.

Riwayat penyakit sekarang: Pasien rujukan dari RS Pasar Rebo. Pasien jatuh dari ketinggian 2 meter jam 3 dini hari. Pasien langsung jatuh ke aspal dengan kepala terbentur terlebih dahulu. Saat itu, ia langsung dibawa ke RS Pasar Rebo dengan keadaan tidak sadarkan diri. Pasien tidak mengingat kejadian saat ia jatuh. Dikarenakan ICU penuh, pasien dirujuk ke RSMC. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri bahu kanan dan kiri, punggung bagian atas. Pasien tidak mengeluhkan sesak. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 4x, 3 sendok makan/muntah, berupa makanan dan darah.

Riwayat penyakit dahulu: Pasien belum pernah menjalani prosedur pembedahan. Riwayat alergi terhadap obatobatan atau makanan tertentu disangkal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Riwayat penyakit keluarga: Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, dan asma dalam keluarga disangkal.

Riwayat obat-obatan: Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, suplemen, atau vitamin tertentu, baik dari dokter ataupun beli sendiri. Riwayat alergi terhadap obat-obatan disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 13 Januari 2013) Status Generalis: Keadaan umum Kesadaran : nampak sakit berat : compos mentis (GCS E4V5 M6) GCS di RS Pasar Rebo: E2 V3 M5 Tanda-tanda vital TD HR : Suhu : 37.50C RR : 20 x/menit : 120/70 mmHg : 66 x/menit

Head to Toe Examination Kepala Mata : Lesi (+), massa (-) : Palpebra dextra edema, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil bulat anisokor 4 mm/3 mm. Telinga Hidung Mulut Leher : ADS tampak simetris, lesi (-), discharge (-) : Deviasi septum (-), discharge (-) : Mukosa bibir lembab, lesi (-) : Pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-) deviasi trakea (-), lessi (-), massa (-) Pulmo : Inspeksi : Dada tampak simetris saat statis dan dinamis, lessi (-), massa (-), retraksi (-) Palpasi Perkusi Auskultasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama : Kedua lapang paru sonor : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-),

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

wheezing (-/-) Cor : Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba pada ICS IV, linea midklavikularis kiri. Perkusi Auskultasi Abdomen : Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi : Batas jantung normal : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : Perut datar, lessi (-), massa (-) : Bising usus (+) normal : Supel, nyeri tekan (-) : Timpani abdomen Ekstremitas : Akral hangat, lessi (-), massa (-), edema (-), capillary refill < 2 detik pada seluruh lapang

Status Lokalis : Regio frontalis dextra Regio zygomaticum dextra Regio glenohumerale dextra Tampak perban kassa, perdarahan (-), setelah dibuka Inspeksi : tampak VE multipel dan hecting 1 jahitan, perdarahan aktif (-), luka kotor Palpasi : Nyeri tekan (+) Tampak VE berukuran 4x3 cm, perdarahan aktif (-), edema (+), hematoma (-), luka kotor Tampak VE berukuran 2x2 cm, luka kotor, perdarahan (-), hematoma (-), edema (-)

Inspeksi : Palpasi

: Nyeri tekan (+)

Inspeksi : Palpasi

: Nyeri tekan (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit 13.2 38 18.9 13 17 37 54 5 10 g/dL % 103/L

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Basofil Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit

0 1 3 78 12 6 195 10 2.00 5.00 B/+ 156 23 10 24 0,7

01 24 35 50 70 25 40 26 150 400 0 10 13 26

% % % % % % 103/L mm/ jam Menit Menit

Thrombosit LED Waktu Perdarahan Waktu Pembekuan Golongan Darah Glukosa Sewaktu SGOT SGPT Ureum Creatinin

< 200 < 50 < 50 20 - 50 <1

mg/dL /L /L mg/dL mg/dL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

EKG Kesan: normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

CT scan kepala non kontras Kesan: SDH temporal sextra

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

X-Ray Thorax AP Kesan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan

DIAGNOSA ASA grade III CKS + SDH temporal dextra

PENATALAKSANAAN Kraniotomi dengan general anestesi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

LAPORAN ANESTESI Diagnosis Pre.Op : Tanda-tanda Vital :


TD Rr BB : : : 130/70 mmHg 20 x/m 55 kg HR Suhu TB : : : 78 x/m 36.8 0C

CKS + SDH temporal dextra Rencana Tindakan Kraniotomi Rencana Anestesi General Anestesi : :

Obat-obat dikonsumsi Tidak ada

yang

sedang :

Tanggal Operasi Kamar Operasi No. Ahli Bedah Ahli Anestesi Riwayat Komplikasi Tidak ada Anestesi

: 14/1/13 : 3 : Dr. Yossi, Sp.BS : Dr. Tjangeta Liempy, Sp.An dan : Riwayat Alergi Tidak ada :

Jalan nafas/ Gigi geligi/ Leher

Anamnesa dari Keluarga pasien

Jalan nafas bebas, pernafasan spontan. Gigi palsu (-). Mallampati score sulit dinilai. Leher cukup panjang. Anamnesis Respiratory
Asma Bronchitis COPD Dyspnea Orthopnea Productive cough Recent URI SOB Tuberculosis Pneumonia Ya Tidak Jumlah ...

Komentar
Merokok :

Diagnosis Penunjang
CT scan kepala non kontras

SDH temporal dextra ECG Normal X Ray COR dan pulmo baik Pulmonary Studies

bungkus per hari Alkohol :

Cardiovascular
Abnormal ECG Angina ASHD CHF Dysrythmia Hypertension MI Murmur Pacemaker Rheumatic Fever -

Ya Tidak

Others

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

10

Laporan Kasus Anestesi


Excercise Tolerance Valvular disease -

General Anestesi pada Kraniotomi

Gastrointestinal and Hepatology


Bowel obstruction Cirrhosis Hepatitis/ Jaundice Hiatal Hernia/ Reflux Nausea and Vomitting Ulcers -

Neuro/ Musculoskeletal
Artritis Back Problems Neuromuscular Dis CVA/ Stroke/ TIA Paralysis Paresthesia Syncope
Loss of conciousness

Pemeriksaan Lab
-

Muscle weakness -

DJD

+ -

+ Headache/ ICP + Seizures +

Renal/ Endocrine
Diabetes Renal Failure/ Dialysis Thyroid Disease Urinary Retention Urinary Tract Infection Weight Loss/ Gain -

Other
Anemia Immunosuppresed Cancer 1 6

Patient ASA
2
E

Bleeding Tendencies Pregnancy -

Sickle Cell Disease/ Traits Chemotherapy Recent Steroids -

Dehydration -

Transfusion History Hemophillia -

Riwayat

Operasi :

Pasien puasa sejak pukul 00.00 ( 8 jam);

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

11

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi


Premedikasi : : Pukul 08.35 SA 0.25 mg; Midazolam 2,5 mg; Fentanyl 50 g Rute Hasil : : Intravena Baik

Sebelumnya
Jenis Operasi 1 2 3 : Jenis Anestesi 1 2 3 :

Obat

PERI-OPERATIF Alat dan bahan disiapkan

Jam Tindakan 08.35 Pasien diinduksi dengan anestesi inhalasi O2 : Halothane = 5 L : 4 Vol% melalui sungkup wajah (face mask). dipasangkan satu IV line lagi pada kaki kanan (tangan kanan sudah terpasang IV line) dan keduanya diberikan cairan RL pulse oxymetry dipasang di ibu jari tangan kiri pasien dan layar monitor dinyalakan. tekanan darah 145/65 mmHg, laju nadi 72 kali per menit. disuntikkan SA 0,25 mg dan Midazolam 2,5 mg. disuntikan Fentanyl 50 g IV sebagai analgetik. rumatan anestesi dilakukan melalui face mask menggunakan gas anestesi N2O : O2 : Halothane : Enflurane = 2L : 3L : 1.5 Vol% : 2 Vol%. diberikan Propofol 110 mg dan noveron 30 mg. Kemudian dilakukan intubasi dengan memakai ETT nomor 7, cuff (+). tekanan darah 102/58 mmHg, laju nadi 122 kali per menit. diberikan dexamethason 5 mg, ondansentron 4 mg, dan transamin 500 mg. tekanan darah 108/54 mmHg, laju nadi 108 kali per menit. tekanan darah 83/42 mmHg, laju nadi 108 kali per menit. cairan RL di tangan habis, diganti kolf RL yang baru (II) tekanan darah 110/82 mmHg, laju nadi 108 kali per menit. tekanan darah 116/72 mmHg, laju nadi 102 kali per menit. tekanan darah 109/60 mmHg, laju nadi 120 kali per menit. diberikan Noveron 10 mg cairan RL kaki habis, diganti kolf RL yang baru (III) tekanan darah 96/55 mmHg, laju nadi 108 kali per menit. tekanan darah 98/52 mmHg, laju nadi 102 kali per menit. tekanan darah 95/58 mmHg, laju nadi 102 kali per menit. tekanan darah 110/70 mmHg, laju nadi 115 kali per menit. tekanan darah 99/52 mmHg, laju nadi 104 kali per menit.

08.40 08.45 08.50 08.55 09.00 09.05

09.10 09.15 09.20 09.25 09.30

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

12

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

09.35 tekanan darah 110/60 mmHg, laju nadi 98 kali per menit. diberikan Noveron 10 mg dan fentanyl 25 g 09.40 tekanan darah 106/52 mmHg, laju nadi 106 kali per menit. 09.45 tekanan darah 104/58 mmHg, laju nadi 100 kali per menit. cairan RL di tangan habis, diganti Manitol 400 mL 09.50 tekanan darah 105/58 mmHg, laju nadi 98 kali per menit. cairan RL di kaki habis, diberikan NaCl 200 mL sebelum dilakukan transfusi 09.55 tekanan darah 102/60 mmHg, laju nadi 102 kali per menit. 10.00 tekanan darah 108/62 mmHg, laju nadi 105 kali per menit. 10.05 tekanan darah 98/54 mmHg, laju nadi 105 kali per menit. diberikan Noveron 10 mg 10.10 tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi 110 kali per menit. 10.15 tekanan darah 99/58 mmHg, laju nadi 108 kali per menit. 10.20 tekanan darah 108/62 mmHg, laju nadi 103 kali per menit. kolf NaCl diganti PRC 195 mL 10.25 tekanan darah 101/62 mmHg, laju nadi 101 kali per menit. 10.30 tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi 104 kali per menit. 10.35 tekanan darah 98/60 mmHg, laju nadi 104 kali per menit. 10.40 tekanan darah 96/60 mmHg, laju nadi 102 kali per menit. 10.45 tekanan darah 98/58 mmHg, laju nadi 98 kali per menit. 10.50 tekanan darah 98/58 mmHg, laju nadi 98 kali per menit. 10.55 tekanan darah 96/56 mmHg, laju nadi 95 kali per menit. 11.00 tekanan darah 95/55 mmHg, laju nadi 95 kali per menit. 11.05 tekanan darah 98/62 mmHg, laju nadi 95 kali per menit. diberikan Noveron 10 mg 11.10 tekanan darah 102/66 mmHg, laju nadi 97 kali per menit. 11.15 tekanan darah 98/60 mmHg, laju nadi 98 kali per menit. 11.20 tekanan darah 97/63 mmHg, laju nadi 89 kali per menit. diberikan Ranitidin 50 mg PRC habis, diberikan NaCl 200 mL 11.25 tekanan darah 98/62 mmHg, laju nadi 87 kali per menit. 11.30 tekanan darah 96/60 mmHg, laju nadi 82 kali per menit. 11.35 tekanan darah 100/62 mmHg, laju nadi 80 kali per menit. 11.40 tekanan darah 95/65 mmHg, laju nadi 81 kali per menit. 11.45 tekanan darah 96/53 mmHg, laju nadi 80 kali per menit. kolf NaCl diganti WB 1 pack 11.50 tekanan darah 100/63 mmHg, laju nadi 79 kali per menit. diberikan transamine 500 mg 11.55 tekanan darah 104/60 mmHg, laju nadi 84 kali per menit.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

13

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

12.00 tekanan darah 106/68 mmHg, laju nadi 76 kali per menit. 12.05 tekanan darah 108/67 mmHg, laju nadi 74 kali per menit. diberikan Ketorolac 30 mg dan Tramadol 100 mg sebagai analgetik 12.10 tekanan darah 105/68 mmHg, laju nadi 82 kali per menit. 12.15 tekanan darah 115/70 mmHg, laju nadi 78 kali per menit. 12.20 tekanan darah 106/64 mmHg, laju nadi 72 kali per menit. 12.25 tekanan darah 118/82 mmHg, laju nadi 80 kali per menit. 12.30 tekanan darah 116/75 mmHg, laju nadi 69 kali per menit. diberikan Prostigmin 1 mg WB habis, diganti NaCl Pukul 12.30: pasien dipindahkan ke ICU.

POST ANESTHETIC RECOVERY (ALDRETTE) SCORE


TIME
Activity Able to move 4 extremities Able to move 2 extremities Able to move 0 extremities Respiration Able to deep breath and cough freely Dyspnea or limited breathing Apneic Conciousness Fully awake Arousable on calling Not responding Colour Pink Pale, dusky, blotchy, jaundiced, other Cyanotic Circulation BP 20% of pre-anesthetic level BP 20-50% of pre anesthetic level BP > 50% of pre anesthetic level
2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Adm 0

1 1

5 1

10 1

15 2

Total

Intruksi Post Operatif: Tidur dalam ekstensi kepala 45o Puasa sampai BU (+) Cek DL, AGD, elektrolit post op IVFD: RL 20 tpm Mannitol 4 x 125 cc

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

14

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Medikasi o I.V. Cefaflox 2 x 1 gr o Inj. Gentamycin 1 x 160 mg o Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul o Inj. Transamine 3 x 500 mg o Vit. K 3 x 1 ampul o Serfac 2 x 500 mg o Novalgin drip 10 mg/ 1 kolf o Ikaphen 3 x 1 ampul

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

15

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Bab III Tinjauan Pustaka

Pada penanganan pasien dengan trauma kepala, seluruh tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi unsur keterlewatannya evaluasi unsur vital. Jika telah terjadi suatu trauma kepala, tidak ada satu hal pun yang dapat dilakukan untuk mengubahnya. Yang dapat dilakukan adalah meminimalisir kerusakan yang muncul dari komplikasi sekunder[1].

Anatomi dan Fisiologi Kepala A. Anatomi Kepala 1. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea

aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum[1].

2. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

16

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

a. Dura mater Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinussinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). b. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquorserebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. c. Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

17

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

3. Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan[3].

Gambar 3. 1 Anatomi otak Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

18

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

4. Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, kemudian menuju akuaduktus sylvii menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

5. Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

6. Perdarahan Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis[1].

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

19

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Gambar 3. 2 Sirkulus Wilisi

B. Aspek Fisiologis pada kepala Berbeda dengan organ tubuh lainnya, jaringan otak terdapat dalam rongga tulang tengkorak yang sifatnya tertutup, kaku, dan tidak elastik. Sebagai dampaknya, kompartemen intrakranial ini hanya dapat mentoleransi sedikit saja peningkatan volume sebelum terjadi peningkatan intrakranial yang dramatis. Konsep ini dijabarkan dalam hukum Monroe-Kellie yang menegaskan bahwa total volume intrakranial adalah tetap, karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya, yaitu volume jaringan otak (Vbr), volume cairan serebrospinalis (Vcsf) dan volume darah (Vbl). Pada orang dewasa, volume intrakranial normalnya sekitar 1500ml dimana 85-90% merupakan jaringan otak, 10% merupakan volume darah intravaskular serebral dan sisanya kurang dari 3% merupakan volume cairan serebrospinal. Saat terjadi cedera kepala dan timbul edema pada jaringan otak, volume relatif jaringan otak akan bertambah. Karena volume intrakranial sifatnya tetap, maka tekanan dalam kompartemen intrakranial (Intracranial Pressure) akan meningkat kecuali
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

20

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

bila terjadi mekanisme kompensasi, misalnya dengan terjadinya penurunan volume dari komponen intrakranial lainnya. Hal ini akan erat kaitannya dengan konsep perubahan tekanan intrakranial[2].

Gambar 3. 3 Hukum Monroe-Kellie

Klasifikasi Trauma Kepala Secara sederhana, trauma kepala dibagi berdasar mekanisme, keparahan dan morfologi. Berdasar mekanisme, trauma kepala dibagi menjadi trauma tumpul atau tajam. Berdasarkan keparahan cedera, trauma kepala dibagi dalam ringan (GCS 1415), sedang (GCS 9-13) atau berat (GCS 3-8). Karenanya penilaian kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale sangatlah penting pada pasien-pasien dengan cedera kepala.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

21

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Gambar 3. 4 Glasgow Coma Scale

Kemajuan teknologi pencitraan telah memungkinkan pengklasifikasian kerusakan otak berdasarkan morfologinya menjadi fokal dan difus, walaupun mungkin saja terdapat keduanya. Berdasarkan morfologinya trauma kepala dapat dibagi menjadi: 1. Fraktura tengkorak a. Kalvaria 1. Linear atau stelata 2. Depressed atau nondepressed 3. Terbuka atau tertutup b. Dasar tengkorak 1. Dengan atau tanpa kebocoran CNS 2. Dengan atau tanpa paresis N VII 2. Lesi intrakranial
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

22

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

a. Fokal 1. Epidural 2. Subdural 3. Intraserebral b. Difusa 1. Komosio ringan 2. Komosio klasik 3. Cedera aksonal difusa

Subdural Hematoma Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya sekitar 60%[4], namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif[3]. Berdasarkan patogenesisnya perdarahan ini tidaklah selalu disebabkan oleh cedera kepala, namun dapat pula karena hal lain, misalnya pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah subdural, atau dapat pula terjadi karena adanya kelainan pembekuan darah. Berdasarkan perjalanan waktu terjadinya gejala akibat perdarahan ini, hematoma subdural dibagi menjadi tiga, yakni: 1. Hematoma subdural akut Merupakan hematoma subdural dengan gejala klinis yang timbul segera atau beberapa jam atau bahkan sampai 3 hari setelah terjadinya trauma. Umumnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah arteri yang menyertai fraktur tulang tengkorak. Pada pemeriksaan CT scan akan didapatkan gambaran

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

23

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

hiperdens berbentuk konkaf atau disebut juga sebagai cresentic sign. Akan tetapi seandainya penderita mengalami anemia berat, atau darah bercampur dengan cairan serebrospinal maka gambaran dapat menjadi isodens atau bahkan hipodens 2. Hematoma subdural subakut Hematoma yang terjadi memberikan gejala setelah 4 sampai 10 hari pasca trauma. Pada pemeriksaan dengan CT scan gambaran perdarahan yang dijumpai umumnya lebih tebal dibandingkan dengan hematoma akut, dan akan memberikan campuran gambaran hipodens, isodens. 3. Hematoma subdural kronik Pada keadaan ini gejala klinis muncul baru setelah lebih dari 10 hari, bahkan sampai beberapa bulan setelah terjadinya cedera kepala. Hematoma ini umumnya dialami oleh penderita lanjut usia atau peminum alcohol kronis dimana telah terjadi atrofi jaringan otak sehingga jarak permukaan korteks dan sinus vena menjadi lebih lebar dan sebagai dampaknya menjadi lebih rentan terhadap guncangan. Pada pemeriksaan dengan CT scan akan dijumpai gambaran hematoma hipodens, hal ini disebabkan karena kandungan besi dalam darah itu telah difagositosis.

Manajemen Pasien dengan Trauma Kepala Pasien yang datang dengan trauma kepala, khususnya yang dalam keadaan koma, memerlukan penatalaksanaan segera dengan prioritas yang sesuai. Pada cedera kepala sering terjadi gangguan terhentinya pernafasan yang sementara. Apnea yang berlangsung lama sering merupakan penyebab kematian langsung di tempat kecelakaan. Aspek yang sangat penting pada penatalaksanaan segera penderita cedera kepala berat ini adalah Intubasi endotrakeal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2[5].

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

24

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat. Walaupun hal ini dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi, tindakan hiperventilasi ini tidak selalu menguntungkan. Hiperventilasi dapat dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat yang menunjukkan perburukan GCS atau timbulnya dilatasi pupil. pCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg (3,3-4,7 kPa). Hipotensi dan hipoksia adalah penyebab utama terjadinya perburukan pada penderita cedera kepala berat. Karenanya bila terjadi hipotensi maka harus segra dilakukan tindakan untuk menormalkan tekanan darahnya. Hipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri keduali pada stadium terminal medulla oblongata sudah mengalami gangguan. Yang lebih sering terjadi adalah bahwa hipotensi merupakan adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Penyebab lainnya adalah Trauma Medula Spinalis (Tetraplegia atau Paraplegia), kontusio jantung atau tamponade jantung dan tension pneumothorax. Pada pasien dengan trauma kepala, seringkali anamnesis tidak didapat dari pasien melainkan dari keluarga atau orang lain yang melihat kejadian trauma tersebut. Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain adalah : Terjadinya penurunan kesadaran Terjadinya amnesia pasca trauma Penyebab trauma Keluhan nyeri kepala dan muntah

Pada pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ialah : Kesadaran dan tanda vital Refleks pupil dan pergerakan bola mata Kelemahan pada ekstremitas Tanda fraktur basis cranii Laserasi dan hematoma

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

25

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya adalah : Pemeriksaan lab rutin Pemeriksaan radiologis, berupa foto rontgen kepala dan bagian tubuh lain yang diperlukan. Jika tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan dengan CT scan atau MRI.

Anestesi pada cedera kepala Pertimbangan utama dalam memilih obat anestesi, atau kombinasi obatobatan anestesi, adalah pengaruhnya terhadap TIK. Karena semua obat yang menyebabkan vasodilatasi serebral mungkin berakibat peninggian

TIK,pemakaiannya sedapat mungkin harus dicegah. Satu yang terburuk dalam hal ini adalah ketamin, yang merupakan vasodilator kuat dan karenanya secara umum dicegah penggunaannya pada pasien cedera kepala. Semua obat anestesi inhalasi dapat meninggikan aliran darah serebral secara ringan hingga berat. Obat inhalasi volatil seperti halotan. enfluran dan isofluran, semua meninggikan aliran darah serebral, namun mereka mungkin aman pada konsentrasi rendah. Isofluran paling sedikit kemungkinannya menyebabkan vasodilatasi serebral. Nitrous oksida berefek vasodilatasi ringan yang mungkin secara klinik tidak bermakna, dan karenanya dipertimbangkan sebagai kepala[6]. Kombinasi yang umum digunakan adalah nitrous oksida (50-70 % dengan oksigen), relaksan otot intravena, dan tiopental. Penggunaan hiperventilasi dan mannitol sebelum dan selama induksi dapat mengaburkan efek vasodilatasi dan membatasi hipertensi intrakranial pada batas tertentu saat kranium mulai dibuka. Bila selama operasi pembengkakan otak maligna terjadi, yang refraktori terhadap obat yang baik untuk digunakan pada pasien cedera

hiperventilasi dan mannitol, tiopental (Pentothal) pada dosis besar (5-10 mg/kg) harus digunakan. Obat ini dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pasien hipovolemik, karenanya harus digunakan hati-hati. Sebagai pilihan terakhir,

penggunaan hipotensi terkontrol, dengan trimetafan (Arfonad) atau nitroprussida (Nipride) dapat dipertimbangkan. Pada setiap keadaan, penting untuk memastikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

26

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

penyebab pembengkakan otak, seperti kongesti vena akibat kompresi leher dan adanya hematoma tersembunyi baik ipsi atau kontralateral dari sisi kraniotomi[5].

Definisi Peningkatan Tekanan Intrakranial Peningkatan tekanan intrakranial adalah peningkatan tekanan otak normal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan cairan serebrospinal. Juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan dalam masalah otak yang disebabkan oleh lesi (seperti tumor) atau pembengkakan di dalam materi otak itu sendiri. Peningkatan tekanan intrakranial adalah masalah medis serius. Tekanan itu sendiri dapat merusak sistem saraf pusat dengan menekan struktur otak yang penting dan dengan membatasi aliran darah melalui pembuluh darah yang memasok otak. Penyebab umum termasuk: Aneurisma pecah dan pendarahan subarachnoid, tumor otak, pendarahan otak hipertensi, pendarahan, cedera kepala parah.

Manifestasi Klinik a. Muntah b. Sakit kepala c. Perubahan kepribadian d. Diplopia e. Papil edema f. Pembesaran lingkar kepala g. Ubun ubun besar membonjol h. Trias Cushing :bradikardi, hipertensi,pernafasan ireguler. i. Herniasi otak

Diagnosa a. Anamnesa b. Tanda vital : suhu, pola dan laju pernafasan, tekanan darah , tekanan dan frekwensi nadi c. Pemeriksaan Fisik d. Pemeriksaan neurologis lengkap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

27

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

e. Tingkat kesadaran f. Syaraf cranial g. Fungsi motorik : tonus otot, kekuatan h. Reflek fisiologis dan patologis i. Pemeriksaan penunjang CT Scan/ MRI kepala

j. Pemeriksaan lain seperti darah rutin, studi koagulasi atas indikasi.

Penatalaksanaan Tujuan a. Menurunkan tekanan intracranial b. Memperbaiki aliran darah otak c. Mencegah dan menghilangkan herniasi Tatalaksana a. Mengurangi volume komponen-komponen otak 1. Volume darah o Hiperventilasi o Pemberian obat-obatan anestesi menyebabkan vasokonstriksi . o Analgesik,sedative o Mencegah hipertemi ( menurunkan metabolisme otak ) 2. Jaringan otak o Manitol o Deksametason 3. Cairan serebrospinal o Furosemide o Asetazolamid b. Mempertahankan fungsi metabolik otak o Tekanan O2 90-120 mmHg o Atasi kejang o Jaga keseimbangan elektrolit dan metabolic o Kadar Hemoglobin dipertahankan 10 mg/dl.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

28

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

o Mempertahankan MAP dalam batas normal c. Menghindari keadaan yang dapat meningkatkan tekanan intracranial 1. Pengelolaan pemberian cairan
o

Keseimbangan cairan Diuresis > 1ml/kgbb/jam

2. Posisi kepala

Penatalaksanaan intracranial

intubasi

pada

pasien

dengan

peningkatan

tekanan

Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP. Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan usus. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar. Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan disertai dengan fleksi pada leher akan menyebabkan penekanan pada vena jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

29

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Bab IV Pembahasan Kasus

Pada 13 Januari 2013, Tn. A terjatuh dari ketinggian 2 meter dan tidak sadarkan diri. Pasien langsung dibawa oleh keluarga pasien ke RS Pasar Rebo. Pasien langsung jatuh ke aspal dengan kepala terbentur terlebih dahulu. Pasien tidak mengingat kejadian saat ia jatuh. Dikarenakan ICU penuh, pasien dirujuk ke RSMC. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri bahu kanan dan kiri, punggung bagian atas. Pasien tidak mengeluhkan sesak. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 4x, 3 sendok makan/muntah, berupa makanan dan darah. Dari pemeriksaan fisik, GCS pada saat di RS Pasar Rebo E2 V3 M5, yang menandakan merupakan cedera kepala sedang (CKS). Kesadaran pasien saat di RSMC adalah compos mentis (GCS: E4 V5 M6). Selain itu, ditemukan VE dan nyeri tekan pada regio frontalis dextra, zygomaticus dextra, dan glenohumeralre dextra. Pada regio frontalis dextra, terdapat hecting 1 jahitan. Pada pemeriksaan penunjang CT scan kepala non kontras didapatkan SDH pada temporal kanan. Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis CKS dan SDH temporal dextra. Diagnosis ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana SDH adalah kraniotomi. Setelah mendapat persetujuan dari orang tua pasien (informed consent), pasien dijadwalkan untuk dilakukan kraniotomi pada 14 Januari 2013 pukul 8 pagi. Untuk kepentingan operasi, dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi berupa darah lengkap dan BT/CT (x-ray thorax sudah dilakukan di RS Pasar Rebo). Persiapan pre-operatif yang dilakukan pada Tn. A meliputi: anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan puasa yang sesuai dengan teori yang ada. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada Tn. A, meliputi darah lengkap dan BT/CT. Analisa hasil darah ditemukan leukosit meningkat yang menunjukkan sedang terjadi peradangan atau infeksi, sedangkan hasil darah yang lain baik. Hasil pemeriksaan x-ray thorax adalah cor dan pulmo baik, tidak tampak adanya kelainan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

30

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Untuk kepentingan anestesi, pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan tanda-tanda vital dan penilaian jalan nafas. Dari pemeriksaan tersebut ditemukan bahwa tanda-tanda vital baik. Berat badan pasien 55 kg, dan jalan nafas bebas, nafas spontan, gigi palsu (-), leher cukup panjang. Mallampati score sulit dinilai karena pasien tidak kooperatif. Untuk perihal puasa, pasien diinstruksikan untuk puasa 8 jam sebelum operasi. Menurut literatur, pasien dewasa umumnya puasa selama 6-8 jam. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dna untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi intravena. Pantangan masukan oral (puasa) pada paasien ini sesuai dengan literatur. Tindakan bedah yang akan dilakukan pada kasus ini adalah kraniotomi dengan teknik anestesi general anestesi. Alasannya dilakukan teknik general anestesi adalah tindakan dilakukan di kepala. Golongan obat premedikasi yang diberikan pada kasus ini adalah midazolam, atropine, dan fentanyl. Tetapi pada kenyataannya, obat premedikasi ini diberikan pada saat di ruang operasi sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan teori yang ada dimana seharusnya pemberian obat-obatan premedikasi -1 jam sebelum obatobatan medikasi diberikan. Dosis midazolam yang diberikan sebesar 2,5 mg, dosis atropine sebesar 0,25 mg, dan dosis fentanyl 50 g. Menurut literatur, seharusnya pemberian dosis midazolam (0,05-0,1 mg/kgBB) sebesar 2,75-5,5 mg, dosis atropine (0,01-0,02 mg/kgBB) sebesar 0,08-0,2 mg, dan dosis fentanyl untuk premedikasi (10-50 g/kgBB) sebesar 55-275 g (berat badan pasien 55 kg). ASA menentukan monitoring standar untuk anestesia: Standar 1 : selama anestesia, pasien harus diawasi oleh personel anestesi yang berkualitas. Standar 2 : selama anestesia, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan suhu harus dievaluasi secara berkala Tambahan : kapnometri

Dari ketentuan ASA, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 hal yang harus diperhatikan pada standar 2, yaitu:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

31

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

1. Oksigenasi Pada kasus ini, monitoring oksigenasi telah dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetry untuk mengetahui kadar SaO2. 2. Ventilasi Ventilasi aktif yang diberikan pada Tn. A menggunakan ETT yang disambungkan dengan ventilator. Monitoring ventilasi pada kasus ini dengan cara inspeksi abdomino-thorakal. 3. Sirkulasi Pada kasus ini, monitoring sirkulasi yang dilakukan adalah pemantauan nadi dan tekanan darah. 4. Suhu Pada kasus ini, tidak dilakukan pengukuran suhu tubuh secara berkala.

Pasien diinduksi dengan cara inhalasi menggunakan N2O, O2, halotan, dan enflurance melalui intubasi ETT. Cairan diberikan RL, NaCl, dan mannitol serta darah PRC dan whole blood. Obat-obatan medikasi yang diberikan pada kasus ini, antara lain: Propofol 110 mg bolus iv diberikan untuk induksi Dosis propofol (menurut literatur): 2-3 mg/kgBB Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosisi yang seharusnya diberikan sebesar 110-165 mg dosis yang diberikan sesuai. Noveron 30 mg bolus iv untuk awal dan 10 mg untuk rumatan diberikan untuk relaksasi otot Dosis noveron (menurut literatur): dosis awal 0,6-1 mg/kgBB; dosis rumatan 0,10,2 mg/kgBB Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosisi yang seharusnya diberikan sebesar: untuk dosis awal 33-55 mg dan dosis rumatan 5,5-11 mg dosis awal yang diberikan tidak sesuai, sedangkan dosis rumatan yang diberikan sesuai. Dexamethasone 5 mg bolus iv untuk peradangan Dosis dexamethason (menurut literatur): 0,1-0,5 mg/kg.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

32

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosis yang seharusnya diberikan sebesar: 5,5-12,5 mg. dosis yang diberikan sesuai. Ondansentron 4 mg bolus iv diberikan untuk mengobati rasa mual Dosis ondansentron (menurut literatur): 0,05-0,1 mg/kgBB Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosisi yang seharusnya diberikan sebesar 2,75-5,5 mg dosis yang diberikan sesuai. Transamin 500 mg bolus iv diberikan untuk menghentikan perdarahan Dosis transamin (menurut literatur): 500-1000 mg IV Maka dosis yang diberikan sesuai. Fentanyl 25 g bolus iv diberikan sebagai anti nyeri Dosis fentanyl (menurut literatur): 1-2 g/kg. Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosis yang seharusnya diberikan sebesar: 55-110 mcg. dosis yang diberikan tidak sesuai. Ranitidin 50 mg bolus iv diberikan untuk mengobati gastritis Dosis ranitidin (menurut literatur): 50 mg setiap 6-8 jam Maka dosis yang diberikan sesuai. Ketorolac 30 mg bolus iv diberikan untuk analgetik Dosis ketorolac (menurut literatur): 10-30 mg untuk dewasa, dapat diulang setiap 4-6 jam, dosis maksimal 90 mg Makan dosis yang diberikan sesuai. Tramadol 100 mg drip iv diberikan untuk analgetik Dosis tramadol (menurut literatur): 50-100 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, dosis maksimal 400 mg/hari Maka dosis yang diberikan sesuai. Prostigmin 1 mg bolus iv diberikan untuk reversal relaksasi otot Dosis prostigmin (menurut literatur): 0,04-0,08 mg/kgBB Jika berat Tn. A 55 kg, maka dosisi yang seharusnya diberikan sebesar 2,2-4,4 mg dosis yang diberikan tidak sesuai.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

33

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

POST ANESTHETIC RECOVERY (ALDRETTE) SCORE


TIME
Activity Able to move 4 extremities Able to move 2 extremities Able to move 0 extremities Respiration Able to deep breath and cough freely Dyspnea or limited breathing Apneic Conciousness Fully awake Arousable on calling Not responding Colour Pink Pale, dusky, blotchy, jaundiced, other Cyanotic Circulation BP 20% of pre-anesthetic level BP 20-50% of pre anesthetic level BP > 50% of pre anesthetic level
2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Adm 0

1 1

5 1

10 1

15 2

Total

Pasien dipindahkan ke ICU setelah operasi selesai karena pasien memerlukan alat bantu napas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

34

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

Bab V Kesimpulan

Tn. A datang ke UGD RSMC dengan rujukan dari RS Pasar Rebo. Pasien terjatuh dari ketinggian 2 meter dan tidak sadarkan diri pukul 3 dini hari (13 jam sebelum masuk RSMC). Saat itu, pasien langsung dibawa oleh keluarga pasien ke RS Pasar Rebo. Pasien langsung jatuh ke aspal dengan kepala terbentur terlebih dahulu. Pasien tidak mengingat kejadian saat ia jatuh. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri bahu kanan dan kiri, punggung bagian atas. Pasien tidak mengeluhkan sesak. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebanyak 4x, 3 sendok makan/muntah, berupa makanan dan darah. Dari pemeriksaan fisik, GCS pada saat di RS Pasar Rebo E2 V3 M5, yang menandakan merupakan cedera kepala sedang (CKS). Pada pemeriksaan penunjang CT scan kepala non kontras didapatkan SDH pada temporal kanan. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis CKS dan SDH temporal dextra. Tatalaksana SDH adalah kraniotomi. Guna mengurangi volume perdarahan otak yang dapat menyebabkan herniasi otak (Hukum Monroe-Kelly). Golongan obat premedikasi yang diberikan pada kasus ini adalah midazolam, atropine, dan fentanyl. Obat premedikasi tidak diberikan -1 jam sebelum obatobatan medikasi diberikan. Dosis obat premedikasi tidak sesuai literatur. Pasien diinduksi dengan cara inhalasi menggunakan N2O, O2, halotan, dan enflurance melalui intubasi ETT. Cairan diberikan RL, NaCl, dan mannitol serta darah PRC dan whole blood. Obat-obatan medikasi yang diberikan pada kasus ini, yaitu propofol 110 mg (sesuai), noveron 30 mg untuk awal dan 10 mg untuk rumatan (dosis awal tidak sesuai, dosis rumatan sesuai), dexamethasone 5 mg (sesuai), ondansentron 4 mg (sesuai), transamin 500 mg (sesuai), fentanyl 25 g (tidak sesuai), ranitidin 50 mg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

35

Laporan Kasus Anestesi

General Anestesi pada Kraniotomi

(sesuai), ketorolac 30 mg (sesuai), tramadol 100 mg (sesuai), prostigmin 1 mg (tidak sesuai). Dari hasil evaluasi Aldrette Score, pasien mencapai skor 8 sebelum dibawa ke ICU. Pasien dirawat di ICU karena pasien memerlukan alat bantu napas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 7 Januari 2 Februari 2013

36

Daftar Pustaka

1. Eka J. Cedera Kepala. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Jakarta 2005. Hal: 53-62, 7-9. 2. Andradi S. Penatalaksanaan Konservatif Cedera Kepala. Dalam Wahjoepramono EJ, Siahaan YM, editor. Kegawatdaruratan Saraf dan Bedah Saraf. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, 2004. h.13-27 3. Allan R, Martin S. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 9. McGraw Hill Professional. 2009. Hal 230-239 4. Barlow P, Teasdale G: Prediction of outcome and the management of severe head injuries: The attitudes of neurosurgeons. Neurosurgery 19:989-991,1986 5. Said,A Latief. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. 6. Morgan GE et al. Clinical Anesthesiology. Edisi 4. McGraw-Hill Companies, Inc. 2006. 144-149

Anda mungkin juga menyukai