Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN OSLER

LIMFADENOPATI COLLI DENGAN GENERAL ANASTESI

Pembimbing:
dr.Satrio, Sp.An

Disusun oleh:
Ni’matur Rabi’ul Ula

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD DR SOESELO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang
berjudul “Tonsilektomi dengan Anestesi Umum” tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Satrio, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat dalam bidang kedokteran, khususnya ilmu anestesi.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAB II ILUSTRASI KASUS ........................................................................................ 3

BAB III LAPORAN ANESTESI................................................................................... 5

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 9

BAB VI KESIMPULAN ............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Limfadenopati adalah gejala penyakit yang ditandai dengan pembengkakan


limfonodus (Kelenjar Getah Bening). Limfadenopati atau hyperplasia limfoid
merujuk pada kelenjar getah bening yang abnormal, baik ukuran, konsistensi, dan
jumlahnya. Kelenjar getah bening (KGB) normal biasanya berdiameter kurang dari
1 cm dan cenderung lebih besar pada dewasa muda. Pembesaran KGB yang
abnormal terjadi bila diameternya >10 mm.1
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh
manusia. Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respon terhadap
proliferasi sel T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi
suatu mikroorganisme. Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan
tubuh yang bertugas untuk menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening.2
Tubuh manusia memiliki kurang lebih 600 KGB. Pada orang normal, KGB
sering teraba di daerah inguinal karena trauma kronik dan infeksi yang sering terjadi
di ekstremitas bawah. Sekitar 55% pembesaran KGB terjadi di daerah kepala dan
leher.2
Sistem aliran kelenjar getah bening leher merupakan hal yang penting untuk
dipelajari karena inflamasi maupun keganasan yang terjadi pada kepala dan leher
akan bermanifestasi ke kelenjar limfe leher. Pada setiap sisi leher terdapat 75 buah
kelenjar limfe, sebagian besar berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis
asesorius.3 Pembesaran kelenjar limfe leher akibat proses metastase keganasan
kepala dan leher merupakan faktor yang berperan penting untuk menentukan
prognosis. Jika ditemukan adanya metastase ke kelenjar limfe leher maka akan
menurunkan five years survival rate sebanyak 50%.3

1
BAB II

ILUSTRASI KASUS

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
No. Rekam Medik : 463700
Alamat : Balapulang Wetan
Diagnosis pre-op : Limfadenopati Colli Dextra
Jenis Pembedahan : Eksisi Limfacolli Dextra
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal Masuk RS : 13 September 2019
Tanggal Operasi : 14 September 2019

II. ANAMESIS
Autoanamnesis
Keluhan utama : adanya benjolan di leher sebelah kanan
sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan tambahan : pasien kadang-kadang merasa meriang,
pusing, dan pegal pada daerah leher.
Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluhkan adanya benjolan di
leher sebelah kanan yang semakin lama
semakin membesar. Benjolan awalnya
dirasakan sejak 3 bulan SMRS, lama

2
kelamaan semakin membesar, berisi cairan,
dan terasa sakit. Tidak ada mual, muntah,
BAB dan BAK normal. Pasien mengaku
sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat
sakit yang sama dan riwayat operasi
sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah memiliki keluhan yang sama,
HT (-), DM (-), Asma (-).
Riwayat penyakit keluarga : (-)
Riwayat kebiasaan : rokok (-), alkohol (-)
Riwayat pengobatan : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

 Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 38,1˚C
Pernapasan : 22 x/menit

 Status Lokalis
 Kepala : Normocephali, wajah simetris, tidak ada deformitas
 Mata : exophtalmus (-/-), edem palpebra (-/-),konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
 Hidung : Bentuk normal, discharge (-), deviasi septum (-)

3
 Telinga : Normotia, MT auricula dekstra intak /intak, CAE
(canalis auditus eksternus) lapang pada kedua telinga, hiperemis -/-
, edema -/-, serumen prop -/-
 Mulut : Hygiene baik, gigi utuh, gigi palsu (-)
 Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-/-),kripta melebar (-/-)
 Leher : pembesaran KGB pada regio cervical anterior (+)
 Toraks : Pernapasan simetris, napas tertinggal (-)
o Jantung : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : SN Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
 Abdomen :
o Inspeksi : Bentuk perut datar, venektasi (-), massa (-)
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar & lien (-)
o Perkusi : timpani pada 4 kuadran
o Auskultasi : bising usus (+)
 Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), deformitas (-),

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Lab - Tanggal : 7/9/2019

Hematologi Rutin Nilai Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 16,9 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit 46 % 40,0 – 52,0
Eritrosit 5,4 10`6/uL 4,5 – 5,90
Leukosit 8,1 10`3/uL 4,5-12,5
APTT TEST 40,5 Detik 25,5-42,1
Golongan Darah O
Rhesus Factor Positif
HbsAg Kuantitatif 0,0 IU/ml 0,000-0,03

4
BAB III

LAPORAN ANESTESI

I. Pre operatif
- Surat Izin Operasi (+), Surat Izin Anestesi (+)
- Puasa (+) dari jam 02.00 malam
- Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
- IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital :
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 82x/menit
 RR : 19x/menit
 Suhu : 36,4o C

II. Premedikasi anestesi


Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan ondansetron 4 mg
bolus IV

III. Pemantauan selama anestesi


Selama operasi dilakukan monitoring secara konstan terhadap keadaan
pasien yaitu reaksi pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya
terhadap fungsi pernapasan dan jantung.
- Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, Tekanan darah setiap 5 menit
- Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan saturasi
oksigen
- Cairan : Monitoring input cairan

5
IV. Monitoring tindakan operasi :
Jam Tindakan Tek. Darah Nadi Saturasi
(mmHg) (x/menit) O2 (%)
08.45 - Pasien dipindah ke meja 120/80 83 99
operasi
- Pemasangan monitoring
saturasi, nadi, tekanan
darah.
- Ondansetron 4 mg/2ml
bolus iv sebagai
premedikasi
08.55 - Kondisi terkontrol dan 120/80 85 99
terpantau
09.00 - Anestesi dimulai 110/70 80 98
- Pemberian Midazolam 5
mg/5 ml, Fentanyl 50
mcg/ml, dan Propofol 100
mg/10 ml
09.15 - Operasi dimulai 110/70 82 99
- Kondisi terkontrol
09.20 - Kondisi terkontrol 120/70 78 98
09.25 - Kondisi terkontrol 120/70 83 98
09.30 - Kondisi terkontrol 110/70 87 99
09.35 - Operasi selesai 110/65 80 99
- Pemberian Ketorolac
- Alat monitoring di lepas,
O2 dihentikan
09.45 - Pasien dipindah ke 110/70 72 99
recovery room dan
Diberikan O2 3 L/menit

6
V. Intraoperatif
Tindakan operasi : Eksisi Limfecolli Dextra
Tindakan anestesi : General Anestesi
Lama operasi : 45 menit (08.50 – 09.35)
Lama Anestesi : 60 menit (08.45 – 09.45)
Jenis Anestesi : General Anestesi
Posisi : Supine
Pernafasan : Dengan mesin
Infuse : Ringer laktat pada lengan kiri 500 cc
Pramedikasi : Ondansetron 4 mg/2ml
Medikasi : Midazolam 5 mg/5ml, Fentanyl 50 mcg/ml,
Propofol 100 mg/10 ml
Cairan : Input : RL 500 cc

VI. Post Operatif


- Pasien ditempatkan di recovery room dan dapat dipindah ke ruangan
setelah memenuhi kriteria
- Observasi tanda vital :
 Kesadaran : Compos mentis
 Tek. Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 72x/menit
 Saturasi : 98%
- penilaian pemulihan kesadaran dengan Aldrette Score

No Kriteria Score Tiba di RR 15 menit


1 Aktivitas motorik:
 Mampu menggerakkan empat 2 2 2
ekstremitas 1

7
 Mampu menggerakkan dua 0
ekstremitas
 Tidak mampu menggerakkan
ekstremitas
2 Respirasi:
 Mampu napas dalam, batuk dan 2 2 2
tangis kuat 1
 Sesak atau pernapasan terbatas 0
 Henti napas
3 Tekanan darah:
 Berubah sampai 20% dari prabedah 2 2 2
 Berubah 20%-50% dari prabedah 1
 Berbubah > 50% dari prabedah 0
4 Kesadaran:
 Sadar baik dan orientasi baik 2 1 2
 Sadar setelah dipanggil 1
 Tak ada tanggapan terhadap 0
rangsangan
5 Warna kulit:
 Kemerahan 2 2 2
 Pucat agak suram 1
 Sianosis 0
Keterangan :
Pasien dapat dipindah ke ruangan jika jumlah nilai ≥ 9

8
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Limfadenopati
A. Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening
dengan ukuran lebih besar dari 1 cm.7 Kepustakaan lain mendefinisikan
limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah
bening.8 Limfadenopati adalah hiperplasia limfoid sebagai respon terhadap
proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah
infeksi suatu mikroorganisme.9

B. Klasifikasi
Limfadenopati dapat dibagi menjadi dua berdasarkan luas daerah
yang terkena, yaitu sebagai berikut : 8
• Generalisata, yaitu limfadenopati pada dua atau lebih regio anatomi yang
berbeda.
• Lokalisata, yaitu limfadenopati yang terbatas hanya pada satu regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan
primer, sekitar 3/4 penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4
sisanya datang dengan limfadenopati generalisata. 7

C. Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38%
sampai 45% anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba.
Limfadenopati adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada
umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila
disebabkan infeksi virus. 10
Berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya
infeksi virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati.

9
Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi
yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi
Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus. 8
Salah satu studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus
limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus
diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan
1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun
memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita
limfadenopati usia <40 tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar
0,4%. 8

D. Etiologi
Secara umum yang dapat menyebabkan timbulnya limfadenopati
dapat disingkat dengan MIAMI, yaitu Malignancies, Infectins, Autoimune
disorders, Miscellaneous and unusual conditions, dan Iatrogenics. Kelenjar
getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan
juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang
swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease,
toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,
limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan oleh
keganasan.8

10
Gambar 3. Penyebab Infeksi pada Limfadenopati Colli 10

Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam


beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk
limfadenopati akibat infeksi stafi lokokus dan streptokokus. Kelenjar getah
bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan
petunjuk adanya infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening
servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok
11
menunjukkan adanya kemungkinan metastasis keganasan kepala dan leher
(orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus). 11

Gambar 4. Aliran Limfe Leher dan Kemungkinan Penyebab Terjadinya


Limfadenopati8

E. Patofisiologi
Apabila jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma
dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan
fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil
akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain.
Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi
arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran
intraendothelial junction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan
pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme

12
pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag,
neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan
agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh
terutama eritrosit agar mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini
akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena kelenjar limfe harus
bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh
yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.12,13
Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma, baik yang timbul
di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama.
Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai
faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan
laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram.
Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi
pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher maupun akibat dari metastase kanker dari organ
di luar leher.12,13

F.Diagnosis
Anamnesis
• Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat
seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode
neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening
servikal, inguinal, dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab
limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak. 8
• Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati.
Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak dengan
penderita infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi
13
limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi
penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten,
seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis,
tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ
dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan
berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak seksual
penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal
yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab
limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma
maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini. Riwayat keganasan
pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial dysplastic nevus
syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.8
• Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih
dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada limfoma
Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%
penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10% penderita
limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis
reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang,
tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.8

Pemeriksaan Fisik
• Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan
14
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa.
Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat
digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan
konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena
infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh
perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar
karena ekspansi tumor yang cepat.8
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai
diameter 1cm, tetapi beberapa literatur menyatakan bahwa kelenjar
epitroklear lebih dari 0,5cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari
1,5 cm merupakan hal yang abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213
penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan
ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar
di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari
2 cm disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala
kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif
untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau
7
sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan pasti
mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan.
Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm merupakan batas
ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada
tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.8
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6
level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan
primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan
tindakan diseksi leher. 15

15
Gambar 8. Level dan Sublevel Kelenjar Limfe Leher 15

Pemeriksaan Penunjang Limfadenopati 7,8


a. Laboratorium :
- Darah lengkap, apusan darah, Laju Endap Darah (LED)
Darah lengkap dan apusan darah berguna untuk melihat adanya
kemungkinan infeksi atau keganasan darah, sedangkan LED untuk
melihat adanya tanda inflamasi.
- Fungsi hati dan analisis urin untuk melihat penyakit sistemik
penyebab limfadenopati, sebagai tambahan dapat diperiksan Laktat
Dehiroginase (LDH), asam urat, kadar kalsium dan fosfat, untuk
melihat tanda keganasan.
- Serologi (toxoplasma, EBV, CMV, HIV,dll)
- Tes mantoux jika dicurigai adanya infeksi tuberculosis.
b. Rontgen Thoraks
Foto rontgen dilakukan apabila dicurigai adanya kelainan di paru
seperti tuberculosis, lymphoma dan neuroblastoma.
c. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Dengan menggunakan USG dapat mengetahui
ukuran, bentuk, gambaran mikronodular, nekrosis intranodular serta ada
atau tidaknya kalsifikasi.
16
d. CT Scan
Pemeriksaan CT – Scan dapat mendeteksi adanya pembesaran KGB
servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
e. Biopsi
Fine Needle Aspiration (FNA) dilakukan untuk menentukan
histologi kelenjar limfe. Pemeriksaan ini cukup akurat karena memiliki
angka sensitifitas 94-100% dan spesifisitas 92-98%. FNA dapat
membedakan keganasan yang berasal dari sel limfoid maupun sel epitelial.16

17
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Limfadenopati Lokal pada KGB


servikal

KGB nyeri dan KGB, tidak keras (bila kenyal


merah mengarah ke limfoma), tidak nyeri
dan terfiksasi

Curiga keganasan Curiga Infeksi

Periksa dengan seksama KGB yang


membesar.
(kulit kepala, rongga hidung an paranasalis,
mulut dan lidah, Leher, Faring dan laring)

Terdapat infeksi seperti: tonsillitis, Tidak terdapat Infeksi


molar ke tiga yang terinfeksi,
faringitis, infeksi pada kulit kepala

Terdapat tumor seperti, karsinoma Tidak terdapat tumor. Periksa lagi


lidah, tumor rongga postnasalis, sebagai limfadenopati umum
tumor laring, karsinoma sel
skuamosa

Dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang

Algoritma 1. Algoritma Diagnosis Limfadenopati Colli

18
G. Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada
penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan
sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan
diagnosis yang belum tepat. 8
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang
biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes
(group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk
dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.8
Apabila penyebab dari limfadenopati colli ini adalah akibat dari
metastasis keganasan kepala – leher dapat dipertimbangkan untuk
melakukan terapi operatif, salah satunya adalah diseksi leher.8
Diseksi Leher
Diseksi leher merupakan tindakan mengangkat kelenjar limfe leher
dan dapat disertai jaringan sekitarnya dengan tujuan menghilangkan sel-sel
kanker yang berada pada kelenjar limfe tersebut. 16
Ada beberapa tipe dari diseksi leher menurut American Head and
Neck Society, yaitu sebagai berikut : 17
1. Diseksi leher radikal (RND) : melakukan pembuangan kelenjar
leher pada level I-V, termasuk struktur non kelenjar yaitu vena
jugularis interna, m. sternokleidomastoid dan nervus spinasi asesori.
2. Diseksi Leher Modifikasi (MND) : seperti RND masih menyisakan
satu atau dua dianata v. jugularis interna, m. sternokleido mastoid
dan nervus aspinalis asesori.

19
3. Diseksi Leher selektif (SND) : Menyisakan satu atau lebih grup dari
kelenjar limfe leher dan tetap mempertahankan 3 strukur non limfari
diatas.
4. Diseksi leher diperluas (Extended ND) : seperti RND namun juga
membuang kelenjar leher diluar grup level I-V dan atau beberapa
struktur diluar struktur non limfatik diatas.

20
BAB VI

KESIMPULAN

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran


lebih besar dari 1 cm. Limfadenopati adalah hiperplasia limfoid sebagai respon
terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi
setelah infeksi suatu mikroorganisme. Secara umum yang dapat menyebabkan
timbulnya limfadenopati dapat disingkat dengan MIAMI, yaitu Malignancies,
Infectins, Autoimune disorders, Miscellaneous and unusual conditions, dan
Iatrogenics. Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada sebagian orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati colli
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna.
Selain akibat adanya infeksi, limfadenopati colli juga dapat diakibatkan oleh
adanya proses keganasan yang mengenai bagian kepala – leher. Kelenjar limfe
regio colli dapat dibagi menjadi 6 level yang masing – masing level memiliki aliran
yang berbeda sehingga apabila terjadi keganasan dapat diprediksi darimana asal
tumor primernya. Penegakan diagnosis limfadenopati colli dilakukan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Biopsi memegang
peranan penting untuk mengetahui histologi dari pembesaran kelenjar limfe.
Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk limfadenopati colli tergantung dari
penyebab yang mendasari. Apabila penyebabnya adalah infeksi maka tatalaksana
yang dapat dilakukan adalah dengan mengobati infeksi tersebut dengan harapan
akan terjadi pengecilan pada kelenjar limfe jika penyebab infeksinya dihilangkan.
Namun apabila penyebab terjadinya limfadenopati ini adalah akibat keganasan
maka terapi operatif dapat dipertimbangkan untuk dilakukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland W, A. N. Kamus Dorland. Terjemahan Huriawati Hartanto. Edisi


pertama. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2002
2. Sherwood. L., Fisiologi Manusia: dari sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC; 2001
3. Soepardi, Efiaty Arsya, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
4. Chong V. Cervical lymphadenopathy. What Radiologist need to know.
International Cancer Imaging Society; 2004 : 4 : 116 - 120
5. Faiz O, Moffat D, editors. At a Glance Anatomi. Germany; 2002 : 122-57
6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Summit, NJ : CIBA-GEIGY Corp;
2007
7. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician; 2002:66:2103-10.
8. Elisabeth. J.C., Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta : Penebit Buku
Kedokteran; 2009.
9. Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis.
Pediatrics in Review; 2000 (21) : 12.
10. Price. A. Sylvia.Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC;
2007

22

Anda mungkin juga menyukai