Pembimbing:
dr.Satrio, Sp.An
Disusun oleh:
Ni’matur Rabi’ul Ula
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang
berjudul “Tonsilektomi dengan Anestesi Umum” tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Satrio, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan laporan kasus ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat dalam bidang kedokteran, khususnya ilmu anestesi.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
No. Rekam Medik : 463700
Alamat : Balapulang Wetan
Diagnosis pre-op : Limfadenopati Colli Dextra
Jenis Pembedahan : Eksisi Limfacolli Dextra
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal Masuk RS : 13 September 2019
Tanggal Operasi : 14 September 2019
II. ANAMESIS
Autoanamnesis
Keluhan utama : adanya benjolan di leher sebelah kanan
sejak 3 bulan yang lalu
Keluhan tambahan : pasien kadang-kadang merasa meriang,
pusing, dan pegal pada daerah leher.
Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluhkan adanya benjolan di
leher sebelah kanan yang semakin lama
semakin membesar. Benjolan awalnya
dirasakan sejak 3 bulan SMRS, lama
2
kelamaan semakin membesar, berisi cairan,
dan terasa sakit. Tidak ada mual, muntah,
BAB dan BAK normal. Pasien mengaku
sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat
sakit yang sama dan riwayat operasi
sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah memiliki keluhan yang sama,
HT (-), DM (-), Asma (-).
Riwayat penyakit keluarga : (-)
Riwayat kebiasaan : rokok (-), alkohol (-)
Riwayat pengobatan : (-)
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 38,1˚C
Pernapasan : 22 x/menit
Status Lokalis
Kepala : Normocephali, wajah simetris, tidak ada deformitas
Mata : exophtalmus (-/-), edem palpebra (-/-),konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
Hidung : Bentuk normal, discharge (-), deviasi septum (-)
3
Telinga : Normotia, MT auricula dekstra intak /intak, CAE
(canalis auditus eksternus) lapang pada kedua telinga, hiperemis -/-
, edema -/-, serumen prop -/-
Mulut : Hygiene baik, gigi utuh, gigi palsu (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-/-),kripta melebar (-/-)
Leher : pembesaran KGB pada regio cervical anterior (+)
Toraks : Pernapasan simetris, napas tertinggal (-)
o Jantung : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : SN Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
o Inspeksi : Bentuk perut datar, venektasi (-), massa (-)
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran hepar & lien (-)
o Perkusi : timpani pada 4 kuadran
o Auskultasi : bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), deformitas (-),
4
BAB III
LAPORAN ANESTESI
I. Pre operatif
- Surat Izin Operasi (+), Surat Izin Anestesi (+)
- Puasa (+) dari jam 02.00 malam
- Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
- IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 19x/menit
Suhu : 36,4o C
5
IV. Monitoring tindakan operasi :
Jam Tindakan Tek. Darah Nadi Saturasi
(mmHg) (x/menit) O2 (%)
08.45 - Pasien dipindah ke meja 120/80 83 99
operasi
- Pemasangan monitoring
saturasi, nadi, tekanan
darah.
- Ondansetron 4 mg/2ml
bolus iv sebagai
premedikasi
08.55 - Kondisi terkontrol dan 120/80 85 99
terpantau
09.00 - Anestesi dimulai 110/70 80 98
- Pemberian Midazolam 5
mg/5 ml, Fentanyl 50
mcg/ml, dan Propofol 100
mg/10 ml
09.15 - Operasi dimulai 110/70 82 99
- Kondisi terkontrol
09.20 - Kondisi terkontrol 120/70 78 98
09.25 - Kondisi terkontrol 120/70 83 98
09.30 - Kondisi terkontrol 110/70 87 99
09.35 - Operasi selesai 110/65 80 99
- Pemberian Ketorolac
- Alat monitoring di lepas,
O2 dihentikan
09.45 - Pasien dipindah ke 110/70 72 99
recovery room dan
Diberikan O2 3 L/menit
6
V. Intraoperatif
Tindakan operasi : Eksisi Limfecolli Dextra
Tindakan anestesi : General Anestesi
Lama operasi : 45 menit (08.50 – 09.35)
Lama Anestesi : 60 menit (08.45 – 09.45)
Jenis Anestesi : General Anestesi
Posisi : Supine
Pernafasan : Dengan mesin
Infuse : Ringer laktat pada lengan kiri 500 cc
Pramedikasi : Ondansetron 4 mg/2ml
Medikasi : Midazolam 5 mg/5ml, Fentanyl 50 mcg/ml,
Propofol 100 mg/10 ml
Cairan : Input : RL 500 cc
7
Mampu menggerakkan dua 0
ekstremitas
Tidak mampu menggerakkan
ekstremitas
2 Respirasi:
Mampu napas dalam, batuk dan 2 2 2
tangis kuat 1
Sesak atau pernapasan terbatas 0
Henti napas
3 Tekanan darah:
Berubah sampai 20% dari prabedah 2 2 2
Berubah 20%-50% dari prabedah 1
Berbubah > 50% dari prabedah 0
4 Kesadaran:
Sadar baik dan orientasi baik 2 1 2
Sadar setelah dipanggil 1
Tak ada tanggapan terhadap 0
rangsangan
5 Warna kulit:
Kemerahan 2 2 2
Pucat agak suram 1
Sianosis 0
Keterangan :
Pasien dapat dipindah ke ruangan jika jumlah nilai ≥ 9
8
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Limfadenopati
A. Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening
dengan ukuran lebih besar dari 1 cm.7 Kepustakaan lain mendefinisikan
limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah
bening.8 Limfadenopati adalah hiperplasia limfoid sebagai respon terhadap
proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah
infeksi suatu mikroorganisme.9
B. Klasifikasi
Limfadenopati dapat dibagi menjadi dua berdasarkan luas daerah
yang terkena, yaitu sebagai berikut : 8
• Generalisata, yaitu limfadenopati pada dua atau lebih regio anatomi yang
berbeda.
• Lokalisata, yaitu limfadenopati yang terbatas hanya pada satu regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan
primer, sekitar 3/4 penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4
sisanya datang dengan limfadenopati generalisata. 7
C. Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38%
sampai 45% anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba.
Limfadenopati adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada
umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila
disebabkan infeksi virus. 10
Berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya
infeksi virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati.
9
Infeksi mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi
yang penting, tetapi kebanyakan disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi
Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus. 8
Salah satu studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus
limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus
diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan
1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun
memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan penderita
limfadenopati usia <40 tahun yang memiliki risiko keganasan hanya sekitar
0,4%. 8
D. Etiologi
Secara umum yang dapat menyebabkan timbulnya limfadenopati
dapat disingkat dengan MIAMI, yaitu Malignancies, Infectins, Autoimune
disorders, Miscellaneous and unusual conditions, dan Iatrogenics. Kelenjar
getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan
juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang
swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease,
toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,
limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan oleh
keganasan.8
10
Gambar 3. Penyebab Infeksi pada Limfadenopati Colli 10
E. Patofisiologi
Apabila jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma
dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan
fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil
akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain.
Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi
arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran
intraendothelial junction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan
pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme
12
pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag,
neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan
agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh
terutama eritrosit agar mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini
akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena kelenjar limfe harus
bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh
yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.12,13
Mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma, baik yang timbul
di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama.
Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai
faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini
menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan
laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram.
Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi
pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher maupun akibat dari metastase kanker dari organ
di luar leher.12,13
F.Diagnosis
Anamnesis
• Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat
seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode
neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening
servikal, inguinal, dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab
limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak. 8
• Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati.
Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak dengan
penderita infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi
13
limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi
penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten,
seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis,
tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ
dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan
berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak seksual
penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal
yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab
limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma
maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini. Riwayat keganasan
pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial dysplastic nevus
syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.8
• Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih
dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada limfoma
Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%
penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10% penderita
limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis
reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang,
tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.8
Pemeriksaan Fisik
• Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan
14
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa.
Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat
digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan
konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena
infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh
perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar
karena ekspansi tumor yang cepat.8
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai
diameter 1cm, tetapi beberapa literatur menyatakan bahwa kelenjar
epitroklear lebih dari 0,5cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari
1,5 cm merupakan hal yang abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213
penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan
ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar
di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari
2 cm disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala
kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif
untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau
7
sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan pasti
mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan.
Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm merupakan batas
ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada
tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.8
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6
level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan
primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan
tindakan diseksi leher. 15
15
Gambar 8. Level dan Sublevel Kelenjar Limfe Leher 15
17
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang
18
G. Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada
penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan
sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan
diagnosis yang belum tepat. 8
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang
biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes
(group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk
dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.8
Apabila penyebab dari limfadenopati colli ini adalah akibat dari
metastasis keganasan kepala – leher dapat dipertimbangkan untuk
melakukan terapi operatif, salah satunya adalah diseksi leher.8
Diseksi Leher
Diseksi leher merupakan tindakan mengangkat kelenjar limfe leher
dan dapat disertai jaringan sekitarnya dengan tujuan menghilangkan sel-sel
kanker yang berada pada kelenjar limfe tersebut. 16
Ada beberapa tipe dari diseksi leher menurut American Head and
Neck Society, yaitu sebagai berikut : 17
1. Diseksi leher radikal (RND) : melakukan pembuangan kelenjar
leher pada level I-V, termasuk struktur non kelenjar yaitu vena
jugularis interna, m. sternokleidomastoid dan nervus spinasi asesori.
2. Diseksi Leher Modifikasi (MND) : seperti RND masih menyisakan
satu atau dua dianata v. jugularis interna, m. sternokleido mastoid
dan nervus aspinalis asesori.
19
3. Diseksi Leher selektif (SND) : Menyisakan satu atau lebih grup dari
kelenjar limfe leher dan tetap mempertahankan 3 strukur non limfari
diatas.
4. Diseksi leher diperluas (Extended ND) : seperti RND namun juga
membuang kelenjar leher diluar grup level I-V dan atau beberapa
struktur diluar struktur non limfatik diatas.
20
BAB VI
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22