Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

TB PARU KASUS BARU +


GOUT ARTHRITIS FASE KRONIK

Oleh
dr. Nadira Rahil Rachmawani
dr. Riestya Abdiana
dr. Anisa Wahyuni
dr. Nofia Dian Ardiani S

Pembimbing
dr. Nurwan Saputra, Sp.PD

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT MARDI WALUYO
METRO - LAMPUNG
2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyusun Laporan Kasus yang berjudul TB Paru Kaus Baru + Gout Arthritis
Fase Kronik. Laporan Kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam
Program Internsip Dokter Indonesia. Kepada dr. Nurwan Saputra, Sp.PD, sebagai
dokter pembimbing kami dalam kegiatan PIDI ini, kami ucapkan terima kasih atas
segala pengarahan dan bimbingan yang diberikan, sehingga laporan ini dapat saya
susun dengan cukup baik.

Saran dan masukan dari pembaca sangat membantu untuk kemajuan dan kebaikan
kurikulum pembelajaran kami, dan itu sangat kami butuhkan. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat serta dapat dijadikan referensi dikemudian hari,dan dapat
memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Metro, 08 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN...........................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................11
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................49

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah
kesehatan terutama di negara berkembang, baik dari segi morbiditas maupun
mortalitas. Pada tahun 2018, diperkirakan 10 juta orang di dunia telah terkena TB.
Sebanyak 57% dari total kasus TB tejadi pada pria (usia ≥15 tahun), 32% pada
wanita dan 11% pada anak-anak (≤15 tahun). Penyakit ini apabila tidak diobati
atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan
kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga kesehatan atau lembaga
kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal.

Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu
penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam
tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh
manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian. Penyakit asam urat atau
disebut dengan gout arthritis terjadi terutama pada laki-laki, mulai dari usia
pubertas hingga mencapai puncak usia 40-50 tahun, sedangkan pada perempuan,
persentase penderita asam urat mulai didapati setelah memasuki masa menopause.
Kadar asam urat tubuh ditentukan oleh keseimbangan produksi dan ekskresi. Pada
tubuh seseorang sebenarnya sudah mempunyai asam urat dalam kadar normal,
apabila produksi asam urat di dalam tubuh seseorang itu meningkat dan ekskresi
asam urat melalui ginjal dalam bentuk urin menurun dapat berakibat terjadinya
hiperurisemia.

1
BAB II
STATUS PESIEN

No. Rekam Medik : 00.xx.xx.xx


Masuk RS : 24 September 2020

Anamnesis
Alloanamnesis dari pasien

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 Tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat :Lampung Timur

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk sejak ±2 bulan lalu dan memberat dalam 1 minggu
SMRS

2. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan keluhan batuk sejak ±2 bulan lalu dan dirasakan
memberat dalam 1 minggu SMRS. Pasien mengatakan batuk terkadang kering
dan terkadang terdapat dahak. Batuk darah (-). Batuk dirasakan terus menerus
selama 2 bulan. Sesak (-). Selain itu pasien juga merasakan badannya lemas.
Selama 2 bulan ini pasien tidak nafsu makan. Pasien mengatakan berat
badannya turun selama keluhan batuk muncul. Awalnya berat badan pasein 80
kg dan saat ini 60 kg. Demam juga dirasakan oleh pasien. Demam hilang
timbul dan semakin dirasakan pada sore hari disertai keringat. BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Selain keluhan tersebut, terdapat juga benjolan-benjolan

2
pada tubuh pasien. Pasien mengatakan memiliki riwayat sakit asam urat sejak
tahun 2008. Awalnya muncul benjolan pada kaki kanan pasien. Benjolan
terasa nyeri dan jari kaki sulit digerakkan. Pasien lalu pijat dan merasakan
benjolannya sedikit berkurang. Pasien mengatakan benjolan pada tubuh pasien
terutama pada persendian di bagian kaki sering muncul apabila pasien merasa
kelelahan. Pasien sudah berobat untuk keluhannya tetapi keluhannya sering
kali hilang timbul. Pasien sering mengkonsumsi seafood karena bekerja di
perusahaan seafood. 2 tahun lalu pasien mengeluhkan benjolan semakin
banyak dan hingga ke bagian tangan dan hidung serta telinga. Pasien
mengatakan benjolan terasa nyeri dan jari jari kaki serta tangan tidak dapat
digerakkan. Namun sekarang pasien tidak ada keluhan mengenai benjolan
yang ada ditubuhnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien memiliki riwayat asam urat
 Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat trauma disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi

5. Riwayat Pengobatan
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Keadaan Gizi : Baik

Kesadaran : Compos mentis


GCS : Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6

3
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/mnt, teraba kuat
Pernafasan : 20x/mnt
Suhu : 37.00C
SpO2 : 98%

Status Generalis
Kepala
Muka : Simetris, normochepal
Rambut : Dalam batas normal, allopecia (-)
Ubun-ubun besar` : tidak cekung, tidak menonjol
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), pupil isokor
Telinga : Tofus (+), simetris, secret (-)
Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering(-)
Kesan : Pemeriksaan kepala dalam batas normal
Leher
Bentuk : Simetris
Trakea : Deviasi (-)
KGB : Pembesaran KGB (+)
Kesan : Terdapat pembesaran KGB

THORAX
JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba normal
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

PARU-PARU
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)

4
Palpasi : Fremitus detra et sinistra sama, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (+/-), wheezing (-/-)
Kesan : Pemeriksaan thorax terdapat ronki pada hemithorax dextra

ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, organomegali (-), NTE (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen didapatkan perut papan

EKSTREMITAS
Superior : Tofus, sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Tofus, sianosis (-/-), edema (-/-)

FOTO PASIEN

5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hematologi
Dilakukan pada tanggal 24 September 2020
Indikator Hasil Nilai Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 9.3 g/dl 12 – 16 g/dl
Leukosit 11.180/mikroliter 4.400 - 11.300/mikroliter
Eritrosit 3.3 juta/mikroliter 4,1 – 5,1 /mikroliter
Hematokrit 27 % 35 – 47 %
Trombosit 483.000/mikroliter 150.000 – 450.000
/mikroliter
MCV 82 fL 80 – 100 fL
MCH 28 pg 26 – 34 pg
MCHC 34 g/dL 32 – 36 g/dL
Differential Count
Eosinofil 0%
Basofil 0%
Neutrofil batang 0%
Neutrofil 83%
segmen
Limfosit 9%

6
Monosit 8%
Blast 0%
LED 124 mm/jam
Kimia klinik
Ureum 82 mg% 15-59 mg%
Kreatinin 82 mg% 40.67-1.17 u/l
GDS 71 mg% 70 – 180 mg%

Tanggal 25 September 2020


Indikator Hasil Nilai Rujukan
Kimia Klinik
Asam urat 12,1 mg%
Preparat BTA
Preparat BTA Ditemukan BTA (+1)

B. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen thorax

7
DIAGNOSA BANDING
1. TB Paru
2. Bronkiektasis
3. Bronkitis kronis
4. Ca paru
5. Arthritis gout kronik
6. Psudogout
7. Gout fase interkritikal

DIAGNOSA KERJA
TB Paru kasus baru + Gout Arthritis Fase Kronik

PENATALAKSANAAN (di IGD)


Medikamentosa :

8
 IVFD RL 500cc/12 jam
 Ambroxol syr 3xC1
 Paracetamol tab 3x1
 Neurodex tab 2x1
 Curcuma tab 2x1

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Hari/ Tanggal Catatan Instruksi
25/09/2020 S/ Batuk berdahak P/ Terapi lanjutkan
09.30 WIB O/ Status present - CaCO3 tab 2x1
TD : 130/80 mmHg
- Asam folat tab 2x1
Nadi : 78x/menit
RR : 26x/menit - Terapi lain
teruskan
EKG
- Cek lab asam urat
A/ TB Paru + Gout arthritis +
- Cek BTA sputum
CKD
26/09/2020 S/ Batuk berdahak P/ Terapi lanjutkan
10.00 WIB O/ Status present - Allopurinol
TD : 130/80 mmHg
1x300mg
Nadi : 78x/menit
RR : 24x/menit - Kolkisin 1x0.5mg
- Meloxicam
EKG
1x15mg
A/ TB Paru + Gout arthritis +
CKD
27/09/2020 S/ Batuk berkurang, KU P/ Terapi lanjutkan
09.00 WIB perbaikan - Boleh pulang
O/ Status present
- Ambroxol syr
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 78x/menit 3x1C
RR : 22x/menit
- Paracetamol tab
EKG 3x500mg

9
A/ TB Paru + Gout arthritis + - Allopurinol tab
CKD
1x300mg
- Kolkisin 1x0.5mg
- Meloxicam tab
1x15mg
- Rencana
pengobatan TB
kategori 1
2(HRZE)/4(HR)3

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU
A. Defisini
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel
yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang


disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas
kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang
organ Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani,
2011).

Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang
ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain
yang rentan (Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah
basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam
atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus
ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang
bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi
lingkungan (Ginanjar, 2010).

11
B. Etiologi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


dari kelompok Mycobacterium yaituMycobacterium tuberculosis.Secara
umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah
sebagai berikut:
 Berbentuk batang dengan panjang 1 -10 mikron, Iebar 0,2-0,6 mlkron.
 Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen.
 Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
 Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
 Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
 Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
 Dalam dahak pada suhu antara 30 - 37°C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
 Kuman dapat bersifat dormant ("tidur" I tidak berkembang)

C. Patofisiologi
Patofisiologi dari TB sebagai berikut :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang
terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.

12
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia.


Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut
meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang
dapat dilihat pada tabel berikut:

13
D. Klasifikasi Tuberkulosis
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir
3. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).
4. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
5. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up

14
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
6. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai
pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat
ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

F. Penegakan Diagnosis
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB Paru
pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan
mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara
bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan
secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-
tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter
yang telah terlatih TB.

Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara kllnis dilakukan setelah


pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon)
yang tidak memberikan perbaikan klinis.Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
dengan pemeriksaan serologis.

15
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada
TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun under
diagnosis.Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji
tuberkulin.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung:


 Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS
(Sewaktu - Pagi - Sewaktu):
 Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan
contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.

G. Penatalaksanaan
Prinsip Pengobatan TB

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.Pengobatan
yang adekuat harus memenuhi prinsip:
 Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
 Diberikan dalam dosis yang tepat
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

Tahapan Pengobatan TB:Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan


tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud:
 Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap iniadalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari

16
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,
harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu.
 Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah teradlnya
kekambuhan.

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.


Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru

17
Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal


Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal ginjal atau
gangguan fungsi ginjal yang berat: 2 HRZE/4 HR.H dan R diekskresi melalui
empedu sehingga tidak perlu dilakukan perubahan dosis. Dosis Z dan E harus
disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal. Dosis pemberian 3 x /minggu
bagi Z : 25 mg/kg BB dan E : 15 mg/kg BB.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu diberikan
tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati perifer.
Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila harus diberikan, dosis yang
digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau 3 x /minggu dengan maksimum dosis 1 gr
untuk setiap kali pemberian dan kadar dalam d arah harus selalu dipantau.

Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya


pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko untuk

18
mengalami efek samping obat pada pengobatan pasien TB dengan gagal
kronis lebih besar dibanding pada pasien TB dengan fungsi ginjal yang masih
normal. Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien
dengan gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan. Sebagai acuan, tingkat
kegagalan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

19
Salah satu efek samping utama pirazinamid adalah hiperurisemia dengan atau
tanpa asam urat. Hiperurisemia selama terapi dengan pirazinamid karena
penghambatan ekskresi asam urat oleh asam pirazinoat, metabolit utama
pirazinamid, terjadinya gout klinis pada pasien yang menerima kemoterapi
untuk tuberkulosis membuat kami menyelidiki kemungkinan hubungan antara
gejala hiperurisemia dengan terapi pirazinamid. Seperti yang dilaporkan
sebelumnya dalam literatur bahwa asam urat serum meningkat pada pasien
yang menerima pirazinamid tetapi tidak pada pasien yang diobati dengan obat
anti-TB lain. Alasan yang mendorong kami untuk melakukan pemantauan
kadar asam urat serum dan gejala pada terapi pirazinamid karena,
hiperurisemia yang terkait dengan artralgia, nyeri artikular dan
pembengkakan, yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan terhadap terapi.

GOUT ARTHRITIS

20
A. Definisi
Gout merupakan penyakit progresif yang diakibatkan karena adanya deposisi
kristal monosodium urat (MSU) di sendi, ginjal, dan jaringan ikat lainnya
sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung kronik. Apabila
penanganan gout tidak efektif, maka kondisi ini dapat berkembang menjadi
gout kronis, terbentuknya tofus, dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan
pada fungsi ginjal yang berat, serta penurunan kualitas hidup.

B. Epidemiologi
Secara epidemiologi artritis gout lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Estimasi prevalensi menyatakan bahwa sebesar
5,9% artritis gout terjadi pada laki-laki dan 2% terjadi pada perempuan. Pada
laki-laki kadar asam urat meningkat pada masa pubertas, dan puncak onset
artritis gout pada dekade keempat hingga keenam masa kehidupan. Namun
artritis gout pada laki-laki juga dapat terjadi lebih awal jika mereka memiliki
predisposisi genetik dan memiliki faktor resiko. Sedangkan pada wanita,
kadar asam urat meningkat pada saat menopause, dan puncak onsetnya pada
dekade keenam hingga kedelapan masa kehidupan.

C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa
kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila
konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat
menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout
tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara
mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap
dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya
serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang, penumpukan
kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian
perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan
Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.

21
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat
dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout
atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat
serangan akut. Dengan demikian, gout ataupun pseudogout dapat timbul
pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat 21% pasien gout
dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperatur, pH, dan ke larutan
urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat
menjelaskan mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua
tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal monosodium urat pada
metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang
berulang-ulang pada daerah tersebut.

 Aktivasi komplemen
Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur klasik
dan jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1
tanpa peran immunoglobulin. Pada keadaan monosodium urat tinggi,
aktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur
klasik terhambat. Aktivasi C1 melalui jalur klasik menyebabkan aktivasi
kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman factor (Faktor XII)
yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan C3
aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel
mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah untuk dikenal,
yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh neutrofil, monosit dan
makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan
aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran
sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan
membrane attack complex (MAC). Membrane ini merupakan komponen
akhir proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion chanel yang
bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan
bahwa melalui jalur aktivasi cascade komplemen kristal urat menyebabkan

22
proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang
neutrofil dan makrofag.

 Aspek selular
Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan sel utama
dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator
kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-6 dan GM-CSF (Granulocyte-
Macrophage Colony- Stimulating Factor). Mediator ini menyebabkan
kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat
mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara sehingga menimbulkan
respon fungsional sel dan gene expression. Respon fungsional sel radang
tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidasi gene
expression. Sel radang melalui jalur signal transduction pathway dan
berakhir dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen
berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi
lain. Signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu: dengan
mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung
menyebabkan gangguan nonspesifik pada membrane sel. Ikatan dengan
reseptor pada sel membrane akan bertambah kuat apabila kristal urat
berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan immunoglobulin
(Fc dan IgG) datau dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat
mengadakan ikatan cross-link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor
adhesion molecule (integrin), nontyrosin kinase, reseptor Fc, komplemen
dan sitokin serta aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second
messenger akan mengaktifkan transcription factor.

D. Diagnosis
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga fase, yaitu:
a. Hiperurisemia tanpa gejala klinis,
b. Artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal),
dan
c. Artritis gout kronis

23
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum >6.8
mg/dl, yang berarti telah melewati batas solubilitasnya di serum. Periode ini
dapat berlangsung cukup lama dan sebagian dapat berubah menjadi artritis
gout.

Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai sendi
metatarsophalangeal (MTP) 1 yaitu sekitar 80−90 % kasus, yang secara
klasik disebut podagra. Onset serangan tiba-tiba, sendi yang terkena
mengalami eritema, hangat, bengkak dan nyeri. Serangan artritis akut kedua
dapat dialami dalam 6 bulan sampai dengan 2 tahun setelah serangan
pertama. Serangan akut kedua dan seterusnya dapat mengenai lebih dari satu
persendian, dapat melibatkan tungkai atas, durasi serangan lebih lama,
interval antar serangan lebih pendek dan lebih berat. Serangan artritis akut
yang tidak terobati dengan baik akan mengakibatkan artritis gout kronis yang
ditandai dengan inflamasi ringan pada sendi disertai destruksi kronis pada
sendi-sendi yang mengalami serangan artritis akut.

Pada pemeriksaan fisik akan dijumpai deformitas sendi dan tofus pada
jaringan (kristal MSU dikelilingi sel mononuclear dan sel raksasa). Artritis
gout kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama artritis gout akut
pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik.

Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut


American College of Rheumatology (ACR)/European League against
Rheumatism (EULAR). Langkah–langkah dalam menggunakan kriteria
ACR/EULAR Tahun 2015 pada Tabel 1, sebagai berikut:

24
Tabel 1. Kriteria Gout dari ACR/EULAR 2015
Kriteria Kategori Skor
Klinis
Pola keterlibatan sendi/bursa Pergelangan kaki atau telapak 1
selama episode simptomatik kaki (monoartikular atau
oligoartikular tanpa
keterlibatan sendi MTP-1)

Sendi MTP-1 terlibat dalam 2


episode simptomatik, dapat
monoartikular maupun
oligoartikular

Karakteristik episode
simptomatik 1 karakteristik 1
 Eritema 2 karakteristik 2
3 karakteristik 3
 Tidak dapat menahan nyeri akibat
sentuhan atau penekanan
pada sendi yang terlibat
 Kesulitan berjalan atau tidak

25
dapat mempergunakan
sendi yang terlibat

Terdapat ≥ 2 tanda episode 1 episode tipikal 1


simptomatik tipikal dengan atau Episode tipikal rekuren 2
tanpa terapi
 Nyeri < 24 jam
 Resolusi gejala ≤ 14 hari
 Resolusi komplit di antara
episode simptomatik Ditemukan tofus 4

Bukti klinis adanya tofus


Nodul subkutan yang tampak
seperti kapur di bawah kulit yang
transparan, seringkali dilapisi
jaringan vaskuler, lokasi tipikal:
sendi, telinga, bursa olekranon,
bantalan jari, tendon (contohnya
achilles)
Laboratoris
Asam urat serum dinilai dengan <4 mg/dL (<0.24 mmol/L) -4
metode urikase. Idealnya 6−8 mg/dL (<0.36− <0.48 2
dilakukan saat pasien tidak mmol/L)
sedang menerima terapi penurun 8−<10 mg/dL (0.48− 3
asam urat dan sudah > 4 minggu <0.60mmol/L)
sejak timbul episode simptomatik ≥10 mg/dL (≥0.60 mmol/L) 4
(atau selama fase interkritikal)

Analisis cairan sinovial pada MSU negatif -2


sendi atau bursa yang terlibat
Pencitraan
Bukti pencitraan deposisi urat Terdapat tanda deposisi urat 4
pada sendi atau bursa
simptomatik: ditemukan double-
contour sign positif pada
ultrasound atau DECT
menunjukkan adanya deposisi
urat Terdapat bukti kerusakan 4
sendi
Bukti pencitraan kerusakan sendi
akibat gout: radiografi
konvensional pada tangan
dan/atau kaki menunjukkan
minimal 1 erosi

26
Penerapan praktek klinis dalam mendiagnosis gout dapat dibantu oleh
rekomendasi dibawah ini:
Rekomendasi diagnosis
1. Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum >
6.8 mg/dl
2. Serangan artritis gout akut ditandai dengan nyeri hebat, nyeri sentuh/tekan,
onset tiba-tiba, disertai bengkak dengan atau tanpa eritema yang mencapai
puncak dalam 6−12 jam pada satu sendi (monoartritis akut). Manifestasi
klinis gout yang tipikal, yaitu podagra berulang disertai hiperurisemia.
3. Diagnosis definitif gout ditegakkan apabila ditemukan kristal MSU pada
cairan sendi atau aspirasi tofi.
4. Penemuan kristal MSU dari sendi yang tidak mengalami radang dapat
menjadi diagnosis definitif gout pada fase interkritikal.
5. Direkomendasikan pemeriksaan rutin kristal MSU terhadap semua sampel
cairan sendi bersumber dari sendi dengan inflamasi terutama pada kasus
yang belum terdiagnosis.
6. Diagnosis gout akut, gout fase interkritikal, gout kronis dapat ditegakkan
dengan kriteria ACR/EULAR 2015.
7. Harus dilakukan evaluasi terhadap faktor risiko gout, penyakit
komorbiditas termasuk gambaran sindrom metabolik (obesitas,
hiperglikemia, hiperlipidemia, hipertensi).
8. Gout dan artritis septik bisa merupakan kejadian koinsiden, sehingga pada
saat dicurigai terjadi artritis septik harus dilakukan pemeriksaan
pengecatan Gram dan kultur cairan sendi, walaupun telah didapatkan
kristal MSU.
9. Kadar asam urat serum merupakan faktor risiko penting gout, namun nilai
kadarnya dalam serum tidak dapat memastikan maupun mengeksklusi
adanya gout oleh karena banyak orang mengalami hiperurisemia namun
tidak menderita gout, disamping itu pada serangan gout akut sangat
mungkin terjadi saat kadar serum akan normal.
10. Ekskresi asam urat dari ginjal sebaiknya diukur kadarnya pada pasien gout
dengan kondisi khusus, terutama pada mereka yang memiliki riwayat

27
keluarga, gout onset muda yaitu usia <25 tahun atau yang memiliki
riwayat batu ginjal.
11. Pemeriksaan radiografi dapat memberikan gambaran tipikal pada gout
kronis dan sangat berguna untuk melakukan diagnosis banding. Namun,
tidak banyak manfaat untuk mengkonfirmasi diagnosis pada fase dini atau
gout akut.

E. Tatalaksana
Prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout
1. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang
memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk
tatalaksana terhadap penyakit komorbid.
2. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal,
menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis buatan,
makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood berlebihan, serta
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah lemak, dan latihan fisik
teratur.
3. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama yang
berpengaruh terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, stroke, penyakit arteri perifer, obesitas, hipertensi,
diabetes, dan merokok.

Hiperurisemia tanpa gejala klinis


Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum
pengelolaan hiperurisemia dan gout. Penggunaan terapi penurun asam urat
pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih kontroversial. The European
League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague of
Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak

28
merekomendasikan penggunaan terapi penurun asam urat dengan
pertimbangan keamanan dan efektifitas terapi tersebut. Sedangkan
rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism, menganjurkan
pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimptomatik
dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam urat serum >8 dengan faktor
risiko kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit jantung iskemik).

Gout Akut
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien
harus diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan
penanganan awal serangan gout akut. Pilihan obat untuk penanganan awal
harus mempertimbangkan ada tidaknya kontraindikasi obat, serta pengalaman
pasien dengan obat-obat sebelumnya.

Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam adalah
kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg. Terapi
pilihan lain diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan
aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan OAINS tidak boleh
diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal berat dan juga
tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapat terapi penghambat P-
glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin atau klaritromisin.
Algoritme pemilihan terapi pasien gout selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 1.

Serangan gout akut dapat dipicu oleh :


1. Perubahan kadar asam urat mendadak. Peningkatan mendadak maupun
penurunan mendadak kadar asam urat serum dapat memicu serangan
artritis gout akut. Peningkatan mendadak kadar asam urat ini dipicu oleh
konsumsi makanan atau minuman tinggi purin. Sementara penurunan
mendadak kadar asam urat serum dapat terjadi pada awal terapi obat
penurun asam urat.

29
2. Obat-obat yang meningkatkan kadar asam urat serum, seperti:
antihipertensi golongan thiazide dan loop diuretic, heparin intravena,
siklosporin.
3. Kondisi lain seperti trauma, operasi dan perdarahan (penurunan volume
intravaskular), dehidrasi, infeksi, dan pajanan kontras radiografi.

Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai


terapinya pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam
terapi rutin obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat penurun
asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan akut reda. Terdapat
studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan kekambuhan pada
pemberian alopurinol saat serangan akut, tetapi hasil penelitian tersebut
belum dapat digeneralisasi mengingat besar sampelnya yang kecil dan hanya
menggunakan alopurinol. Indikasi memulai terapi penurun asam urat pada
pasien gout adalah pasien dengan serangan gout ≥2 kali serangan, pasien
serangan gout pertama kali dengan kadar asam urat serum ≥ 8 atau usia <40
tahun.

Fase Interkritikal dan Gout Kronis


Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua serangan gout
akut. Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta memiliki faktor
risiko perlu mendapatkan penanganan sebagai bentuk upaya pencegahan
terhadap kekambuhan gout dan terjadinya gout kronis. Pasien gout fase
interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar asam urat dan
terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun kadar asam
urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin oksidase
(alopurinol dan febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenecid).

Alopurinol adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar asam urat,
diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai
dosis maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang

30
diberikan melebihi 300 mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi. Jika
terjadi toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi urikosurik
dengan probenecid 1−2 gr/hari. Probenecid dapat diberikan pada pasien
dengan fungsi ginjal normal, namun dikontraindikasikan pada pasien dengan
urolitiasis atau ekskresi asam urat urin ≥800 mg/24jam. Pilihan lain adalah
febuxostat, yang merupakan inhibitor xantin oksidase non purin dengan dosis
80−120 mg/hari. Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat urikosurik
atau peglotikase dapat diberikan pada pasien gout kronis dengan tofi yang
banyak dan/atau kualitas hidup buruk yang tidak dapat mencapai target kadar
asam urat serum dengan pemberian dosis maksimal obat penurun asam urat
tunggal.

Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6 mg/dL,
dengan pemantauan kadar asam urat dilakukan secara berkala. Pada pasien
dengan gout berat (terdapat tofi, artropati kronis, sering terjadi serangan
artritis gout) target kadar asam urat serum menjadi lebih rendah sampai <5
mg/dL. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk membantu larutnya kristal
monosodium urat (MSU) sampai terjadi total disolusi kristal dan resolusi
gout. Kadar asam urat serum <3 mg/dL tidak direkomendasikan untuk jangka
panjang.

Semua pilihan obat untuk menurunkan kadar asam urat serum dimulai dengan
dosis rendah. Dosis obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan
dipertahankan sepanjang hidup. Sebagai contoh alopurinol dimulai dengan
dosis 100 mg/hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat setelah
4 minggu. Bila target kadar asam urat belum tercapai maka dosis alopurinol
ditingkatkan sampai target kadar asam urat tercapai atau telah mencapai dosis
maksimal.

Setiap pasien gout yang mendapatkan terapi penurun kadar asam urat berisiko
mengalami serangan gout akut, terutama pada awal dimulainya terapi
penurun asam urat. Semakin poten dan semakin besar dosis obat penurun

31
asam urat, maka semakin besar pula risiko terjadinya serangan akut. Oleh
sebab itu, untuk mencegah terjadinya serangan akut gout direkomendasikan
untuk memberikan terapi profilaksis selama 6 bulan sejak memulai terapi
penurun kadar asam urat. Profilaksis yang direkomendasikan adalah kolkisin
dengan dosis 0.5–1 mg/hari, dosis harus dikurangi pada gangguan fungsi
ginjal. Bila terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap kolkisin, dapat
dipertimbangkan pemberian OAINS dosis rendah sebagai terapi profilaksis
selama tidak ada kontraindikasi.

Rekomendasi Pengelolaan Gout Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal


Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar asam
urat serum (misalnya: probenecid dan alopurinol) harus memperhatikan
bersihan kreatinin. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat dan
mengalami serangan gout akut dapat diberikan kortikosteroid oral dan injeksi
intraartikuler. Bila nyeri masih belum teratasi dapat ditambahkan analgesia
golongan opioid. Alopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu paruh yang
panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis alopurinol disesuaikan dengan
bersihan kreatinin (sesuai lampiran 4). Febuxostat dapat diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan tidak membutuhkan penyesuaian
dosis apabila bersihan kreatinin >30 ml/ menit.

Pemberian kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien dengan


gangguan fungsi ginjal yang memiliki bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73
m2. Sedangkan pada pasien yang memiliki bersihan kreatinin 30─60
ml/min/1.73m2 dosis yang diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien dengan bersihan
kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2 dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2─3 hari, dan
pemberian kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan kreatinin <10
ml/min/1.73m2.

32
F. PERUBAHAN GAYA HIDUP
Tatalaksana optimal untuk penyakit gout membutuhkan tatalaksana
farmakologi maupun non farmakologi. Tatalaksana non farmakologi meliputi
edukasi pasien, perubahan gaya hidup dan tatalaksana terhadap penyakit
komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus.
a. Diet
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gout
diantaranya faktor genetik, berat badan berlebih (overweight), konsumsi
obat-obatan tertentu (contoh: diuretik), gangguan fungsi ginjal, dan gaya
hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol dan minuman berpemanis).
Hindari makanan yang mengandung tinggi purin dengan nilai biologik
yang tinggi seperti hati, ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan
yang harus dibatasi konsumsinya antara lain daging sapi, domba, babi,
makanan laut tinggi purin (sardine, kelompok shell􀏔ish seperti lobster,
tiram, kerang, udang, kepiting, tiram, skalop). Alkohol dalam bentuk bir,
wiski dan fortified wine meningkatkan risiko serangan gout. Demikian
pula dengan fruktosa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada
minuman ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan kadar asam urat
serum. Sementara konsumsi vitamin C, dairy product rendah lemak seperti
susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan kopi menurunkan risiko

33
serangan gout. Informasi mengenai rekomendasi diet pada pasien gout
dapat dilihat pada lampiran 5.

Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat tubuh yang ideal.
Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain pengaturan
makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko serangan gout.
Asupan air minum >2 liter per hari disarankan pada keadaan gout dengan
urolithiasis. Sedangkan saat terjadi serangan gout direkomendasikan untuk
meningkatkan asupan air minum minimal 8 – 16 gelas per hari. Keadaan
dehidrasi merupakan pemicu potensial terjadinya serangan gout akut.

b. Latihan fisik
Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama 30−60
menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi,
dan ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk menjaga berat
badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan metabolisme yang
menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang berlebihan dan berisiko
trauma sendi wajib dihindari.

c. Lain-lain
Disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok.

BAB IV
PEMBAHASAN

1. Apakah penegakan diagnosis sudah tepat?


a. Laki-laki, usia 40 tahun, datang ke IGD RSMW dengan keluhan utama
batuk sejak 2 bulan, berdasarkan anamnesis Pasien datang dengan keluhan
batuk sejak ±2 bulan lalu dan dirasakan memberat dalam 1 minggu
SMRS. Pasien mengatakan batuk terkadang kering dan terkadang terdapat

34
dahak. Batuk darah (-). Batuk dirasakan terus menerus selama 2 bulan.
Sesak (-). Selain itu pasien juga merasakan badannya lemas. Selama 2
bulan ini pasien tidak nafsu makan. Pasien mengatakan berat badannya
turun selama keluhan batuk muncul. Awalnya berat badan pasein 80kg
dan saat ini 60kg. Demam juga dirasakan oleh pasien. Demam hilang
timbul dan semakin dirasakan pada sore hari disertai keringat. BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kedaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah awal
masuk 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, isi dan kualitas cukup, pernapasan
20 x/menit, suhu 37 berat badan 60 kg, tinggi badan 160 cm. Pemeriksaan
kepala, leher terdapat pembesaran KGB (+), pemeriksaan paru didapatkan
ronki (+/-), jantung dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan
supel, nyeri tekan epigastrium, hepar lien tidak teraba membesar, dan
timpani pada perkusi. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan ptekie,
akral hangat, CRT < 2 detik. Pada pemeriksaan laboratorium,
didapatkan Hb : 9,3 , Ht : 27 , trombosit 483.000, LED : 124 mm/jam
dan pemeriksaan BTA sputum ditemukan BTA (+1). Pasien didiagnosis
TB paru kasus baru. Berdasarkan pdpersi, kriteria diagnosis TB paru
sesuai dengan didapatkan 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif lalu dikatakan kasus
baru karena pasien belum pernah minum OAT sebelumnya.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,

35
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.

Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB Paru


pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila
pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto
toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB.

Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara kllnis dilakukan setelah


pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon)
yang tidak memberikan perbaikan klinis.Tidak dibenarkan mendiagnosis
TB dengan pemeriksaan serologis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto


toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik
pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun
under diagnosis.Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan
pemeriksaan uji tuberkulin.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung:


 Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak
SPS (Sewaktu - Pagi - Sewaktu):
 Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari
pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.

36
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir
3. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi).
4. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
5. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
6. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

b. Kasus : anamnesis  terdapat benjolan-benjolan pada tubuh pasien.


Pasien mengatakan memiliki riwayat sakit asam urat sejak tahun 2008.
Awalnya muncul benjolan pada kaki kanan pasien. Benjolan terasa nyeri
dan jari kaki sulit digerakkan. Pasien lalu pijat dan merasakan benjolannya
sedikit berkurang. Pasien mengatakan benjolan pada tubuh pasien terutama
pada persendian di bagian kaki sering muncul apabila pasien merasa
kelelahan. Pasien sudah berobat untuk keluhannya tetapi keluhannya
sering kali hilang timbul. Pasien sering mengkonsumsi seafood karena
bekerja di perusahaan seafood. 2 tahun lalu pasien mengeluhkan benjolan
semakin banyak dan hingga ke bagian tangan dan hidung serta telinga.
Pasien mengatakan benjolan terasa nyeri dan jari jari kaki serta tangan

37
tidak dapat digerakkan. Namun sekarang pasien tidak ada keluhan
mengenai benjolan yang ada ditubuhnya. Pemeriksaan fisik  terdapat
benjolan pada persendian tangan dan kaki, pada hidung dan telinga.
Pemeriksan penunjang  asam urat 12.1mg%

Sumber : Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga fase, yaitu


Hiperurisemia tanpa gejala klinis, Artritis gout akut diselingi interval
tanpa gejala klinis (fase interkritikal), dan Artritis gout kronis.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat
serum >6.8 mg/dl, yang berarti telah melewati batas solubilitasnya di
serum. Periode ini dapat berlangsung cukup lama dan sebagian dapat
berubah menjadi artritis gout. Artritis gout kronis berkembang dalam 5
tahun dari onset pertama artritis gout akut pada sekitar 30% pasien yang
tidak terobati dengan baik.

Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut


American College of Rheumatology (ACR)/European League against
Rheumatism (EULAR). Langkah–langkah dalam menggunakan kriteria
ACR/EULAR Tahun 2015 pada Tabel 1, sebagai berikut:

38
Penerapan praktek klinis dalam mendiagnosis gout dapat dibantu oleh
rekomendasi dibawah ini:
Rekomendasi diagnosis
1. Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat
serum > 6.8 mg/dl
2. Serangan artritis gout akut ditandai dengan nyeri hebat, nyeri sentuh/tekan,
onset tiba-tiba, disertai bengkak dengan atau tanpa eritema yang mencapai
puncak dalam 6−12 jam pada satu sendi (monoartritis akut). Manifestasi
klinis gout yang tipikal, yaitu podagra berulang disertai hiperurisemia.
3. Diagnosis definitif gout ditegakkan apabila ditemukan kristal MSU pada
cairan sendi atau aspirasi tofi.
4. Penemuan kristal MSU dari sendi yang tidak mengalami radang dapat
menjadi diagnosis definitif gout pada fase interkritikal.
5. Direkomendasikan pemeriksaan rutin kristal MSU terhadap semua sampel
cairan sendi bersumber dari sendi dengan inflamasi terutama pada kasus
yang belum terdiagnosis.

39
6. Diagnosis gout akut, gout fase interkritikal, gout kronis dapat ditegakkan
dengan kriteria ACR/EULAR 2015.
7. Harus dilakukan evaluasi terhadap faktor risiko gout, penyakit
komorbiditas termasuk gambaran sindrom metabolik (obesitas,
hiperglikemia, hiperlipidemia, hipertensi).
8. Gout dan artritis septik bisa merupakan kejadian koinsiden, sehingga pada
saat dicurigai terjadi artritis septik harus dilakukan pemeriksaan
pengecatan Gram dan kultur cairan sendi, walaupun telah didapatkan
kristal MSU.
9. Kadar asam urat serum merupakan faktor risiko penting gout, namun nilai
kadarnya dalam serum tidak dapat memastikan maupun mengeksklusi
adanya gout oleh karena banyak orang mengalami hiperurisemia namun
tidak menderita gout, disamping itu pada serangan gout akut sangat
mungkin terjadi saat kadar serum akan normal.
10. Ekskresi asam urat dari ginjal sebaiknya diukur kadarnya pada pasien gout
dengan kondisi khusus, terutama pada mereka yang memiliki riwayat
keluarga, gout onset muda yaitu usia <25 tahun atau yang memiliki
riwayat batu ginjal.
11. Pemeriksaan radiografi dapat memberikan gambaran tipikal pada gout
kronis dan sangat berguna untuk melakukan diagnosis banding. Namun,
tidak banyak manfaat untuk mengkonfirmasi diagnosis pada fase dini atau
gout akut.

2. Apakah tatalaksana pasien sudah tepat?


Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa sebagai berikut:
 IVFD RL 500cc/12 jam
 Ambroxol syr 3xC1
 Paracetamol tab 3x1
 Allopurinol tab 1x300mg
 Kolkisin 1x0.5mg
 Meloxicam tab 1x15mg
 Pengobatan TB dari puskesmas

40
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru

Selain itu ditemukan pada pasien terdapat peningkatan nilai ureum dan
creatinin, sehingga harus dipantau apakah terapi OAT yang diberikan akan
semakin memperparah fungsi ginjal dari pasien, sehingga kita tinjau kembali
pengguanaan OAT khusus pada pasien dengan gangguan ginjal.

41
Perhitungan Kreatinin Clearance
(140-umur)xBB = (140-40)x60 = 39,68  Tingkat 3
Cr x 72 2.1 x 72

Selain itu pasien juga memiliki penyakit Artritis Gout kronik dimana salah
satu efek samping utama pirazinamid adalah hiperurisemia dengan atau tanpa
asam urat. Hiperurisemia selama terapi dengan pirazinamid karena
penghambatan ekskresi asam urat oleh asam pirazinoat, metabolit utama
pirazinamid, terjadinya gout klinis pada pasien yang menerima kemoterapi
untuk tuberkulosis membuat kami menyelidiki kemungkinan hubungan antara
gejala hiperurisemia dengan terapi pirazinamid. Seperti yang dilaporkan
sebelumnya dalam literatur bahwa asam urat serum meningkat pada pasien
yang menerima pirazinamid tetapi tidak pada pasien yang diobati dengan obat
anti-TB lain. Perlu dilakukan pemantauan kadar asam urat serum dan gejala
pada terapi pirazinamid karena, hiperurisemia yang terkait dengan artralgia,

42
nyeri artikular dan pembengkakan, yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan
terhadap terapi. Dikhawatirkan pirazinamid yang merupakan OAT pada
pasien memperparah gout kronik yang dialami pasien. Namun berdasarkan
literature, ditemukan bahwa, Allopurinol berkhasiat dalam menurunkan kadar
asam urat serum yang diinduksi Pirazinamid pada pasien TBC, dan
dimungkinkan untuk melanjutkan OAT tanpa menarik Pirazinamid pada
pasien yang mengalami hiperurisemia karena hal itu.

Ambroxol merupakan obat batuk mukolitik yaitu obat yang digunakan


sebagai pengencer dahak. Ambroxol bekerja dengan cara memecah serat
asam mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer dan mengurangi
adhesi lendir pada dinding tenggorokan sehingga mempermudah pengeluaran
lendir pada saat batuk. Pemberian ambroxol pada pasien ini sudah tepat untuk
mengobati batuk pada pasien.

Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara dengan


OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol menghambat prostaglandin dengan
cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan
COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX.
Sebagai antipiretik, paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi
prostaglandin di sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal yang disebabkan
oleh pirogen. Pemberian paracetamol pada pasien ini sudah tepat untuk
mengobati demam pada pasien.

Penggunaan Kolkisin 1x0.5mg dan allopurinol 1x300mg pada pasien


dengan kadar asam urat serum 12.1 mg%  Alopurinol adalah obat pilihan
pertama untuk menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100
mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimal 900
mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi 300
mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi.

43
Dosis obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan dipertahankan
sepanjang hidup. Sebagai contoh alopurinol dimulai dengan dosis 100
mg/hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat setelah 4 minggu.
Bila target kadar asam urat belum tercapai maka dosis alopurinol ditingkatkan
sampai target kadar asam urat tercapai atau telah mencapai dosis maksimal.

Pada pasien didapatkan GFR 39.68 ml/mnt/1.73m2, sehingga pemberian


pengobatan untuk Gout arthritis harus disesuaikan dengan fungsi ginjal
pasien. Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar
asam urat serum (misalnya: probenecid dan alopurinol) harus memperhatikan
bersihan kreatinin. Alopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu paruh
yang panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis alopurinol disesuaikan
dengan bersihan kreatinin.

Berdasarkan tabel di atas, dengan GFR pasien 39.68 ml/mnt/1.73m2, maka


untuk dosis awal allopurinol yang dapat diberikan yaitu 50mg/hari. Tetapi
pada kasus, karena pasien sudah pernah mendapatkan allopurinal dan pasien
sudah memiliki riwayat gout selama 8 tahun, maka allopurinol diberikan
dengan dosis 1x300mg.

44
Kemudian, setiap pasien gout yang mendapatkan terapi penurun kadar asam
urat akan berisiko mengalami serangan gout akut, terutama pada awal
dimulainya terapi penurun asam urat. Semakin poten dan semakin besar dosis
obat penurun asam urat, maka semakin besar pula risiko terjadinya serangan
akut. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya serangan akut gout
direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis selama 6 bulan sejak
memulai terapi penurun kadar asam urat. Profilaksis yang direkomendasikan
adalah kolkisin dengan dosis 0.5–1 mg/hari, dosis harus dikurangi pada
gangguan fungsi ginjal. Bila terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap
kolkisin, dapat dipertimbangkan pemberian OAINS dosis rendah sebagai
terapi profilaksis selama tidak ada kontraindikasi.

Pemberian kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien dengan


gangguan fungsi ginjal yang memiliki bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73
m2. Sedangkan pada pasien yang memiliki bersihan kreatinin 30─60 ml/
min/1.73m2 dosis yang diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien dengan bersihan
kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2 dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2─3 hari, dan
pemberian kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan kreatinin <10
ml/min/1.73m2. Dengan GFR 39.68 ml/mnt/1.73m2, maka pemberian dosis
kolkisin pada pasien 1x0.5mg, sehingga terapi yang diberikan sudah sesuai
dengan sumber.

Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6 mg/dL,
dengan pemantauan kadar asam urat dilakukan secara berkala. Pada pasien
dengan gout berat (terdapat tofi, artropati kronis, sering terjadi serangan
artritis gout) target kadar asam urat serum menjadi lebih rendah sampai <5
mg/dL. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk membantu larutnya kristal
monosodium urat (MSU) sampai terjadi total disolusi kristal dan resolusi
gout. Kadar asam urat serum <3 mg/dL tidak direkomendasikan untuk jangka
panjang.

45
DAFTAR PUSTAKA

Donald PR, Maritz JS, Diacon AH. Pyrazinamide pharmacokinetics and efficacy
in adults and children. Tuberculosis. 2012;92:1-8.

Kementerian Kesehatan Rl. 2014. buku Pedoman Nasional Pengendalian TB.


Jakarta.

Mahantesh A, Hanumantharayappa B, Madhava Reddy P, and Archana Swamy P.


2014. Effect of Pyrazinamide induced Hyperuricemia on Patient Compliance
undergoing DOTS Therapy for Tuberculosis. Gautham College of Pharmacy.
India

Meenu Pichholiya, Arvind Kumar Yadav, SK Luhadia, Jameela Tahashildar, ML


Aseri. 2016. A comparative study of efficacy and safety of febuxostat and
allopurinol in pyrazinamide-induced hyperuricemic tubercular patients.
Department of Pharmacology, Geetanjali Medical College, Udaipur, Rajasthan.
India

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2018. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan


Gout. Jakarta : Perhimpunan Reumatologi Indonesia

46

Anda mungkin juga menyukai