Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

Penyakit Buerger dikenal juga dengan nama tromboangitis obliterans.


Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Felix von Winiwarter pada tahun
1879 dalam sebuah artikel berjudul “A strange form of endarteritis and
endophlebitis with gangrene of the feet” . Kemudian pada tahun 1908, Leo
Buerger menjelaskan secara akurat dan detail berdasarkan penemuan patologis
pada 11 ekstremitas yang diamputasi akibat penyakit ini.1-3
Sekarang ini, Buerger’s disease (penyakit Buerger) lebih banyak terdapat di
negara-negara berkembang di Asia, dengan insiden tercatat lebih tinggi dibanding
Amerika dan Eropa. Di tahun 1973, Hill dan rekan mencatat analisis dari pasien
Buerger di Jawa sebanyak 106 pasien18. Insiden di Jepang pernah tercatat pada
tahun 1976, sebanyak 3034 pasien atau sekitar 5 per 100.000 penduduk19. Insiden
pada wanita 1-2% tercatat sebelum tahun 1993. Insiden pada wanita meningkat
seiring meningkatnya angka wanita perokok.
Di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia20,
sebelum tahun 1995 prevalensi remaja terhadap rokok hanya 7%. Pada 2010 naik
menjadi 19%. Sebesar 54,1 % orang di atas usia 15 tahun merokok dan 43,3 %
dari jumlah keseluruhan perokok mulai merokok pada rentang usia 14-19 tahun.
Angka ini menunjukkan perkiraan setidaknya ada 65 juta orang yang merokok
setiap hari. Statistik ini memberikan peringatan bahwa kemungkinan prevalensi
penyakit-penyakit pembuluh darah, dalam hal ini penyakit Buerger dapat
meningkat, sehubungan dengan peran dominannya yang utama adalah tembakau.
Penderita penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat
mirip dengan penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain.
Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang
mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh
karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.

1
II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : D3
Agama : Islam
Alamat : Tipar Kidul RT 02/06
No. rekam medis : 091632
Tanggal Masuk RS : 24 April 2018
Bangsal : Camar Atas

B. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 April 2018, pukul 09.00
WIB di bangsal Camar Atas kamar 1.
Keluhan Utama:
Nyeri ujung-ujung jari tangan dan kaki
Keluhan Penyerta:
Ujung-ujung jari tangan menghitam dan terasa dingin
Riwayat Penyakit Sekarang:
Tn. MS, seorang laki-laki berusia 39 tahun datang ke IGD dengan
keluhan nyeri pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Nyeri dirasakan sejak 3
bulan yang lalu. Pasien mengaku pada awalnya 6 bulan yang lalu ujung jari
tangan menjadi pucat pada 1 jari yang kemudian menyebar ke jari lainnya
Selanjutnya jari-jari tangan mulai terasa sedikit nyeri tetapi belum dirasa
mengganggu. Beberapa bulan kemudian nyeri dirasa semakin memberat
sehingga pasien sulit tidur di malam hari dan jari-jari mulai tampak
kehitaman. Jari-jari kaki juga tampak berubah warna menjadi pucat dan
dirasakan nyeri. Selain nyeri pasien mengatakan ujung-ujung jarinya terasa

2
dingin. Pasien sudah 3 kali berobat ke dokter, akan tetapi nyeri dirasakan
semakin memburuk sehingga pasien memutuskan untuk ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal
Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan yang sama disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal
Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal sendiri di kontrakan di Jakarta bekerja sebagai buruh pabrik.
Saat ini pasien belum menikah. Sehari-hari pasien makan nasi dengan lauk
tempe/tahu. Pasien jrang mengkonsumsi daging/seafood. Pasien memiliki
kebiasaan merokok sejak usia 12 tahun dan biasa menghabiskan 2 bungkus
rokok setiap harinya.
Kesan : keadaan sosial ekonomi menengah.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan gizi : Baik, BB: 58 kg, TB: 168 cm

3
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 37.2 C
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : sela iga melebar (-), strem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :
Suara dasar : vesikuler +/+ di seluruh lapang paru
Suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS,
tidak kuat angkat, dan tidak melebar
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, Lien S0
Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral dingin pada ujung jari, terdapat nekrosis pada ujung
digiti 2-5 manus dextra dan digiti 3-4 digiti manus sinistra

4
edema ( ), sianosis (+/+/+/+)
Pulsasi A. Radalis (+/+), pulsasi A.dorsalis pedis (+/+),
pulsasi A. Tibialis posterior (+/+)

5
Pemeriksaan SpO2 pada jari-jari tangan dan kaki pasien menggunakan pulse
oxymetri portable
Manus Dextra SpO2 Manus Sinistra SpO2
Digiti 1 100 Digiti 1 100
Digiti 2 - Digiti 2 -
Digiti 3 - Digiti 3 -
Digiti 4 - Digiti 4 -
Digiti 5 - Digiti 5 -

Pedis Dextra SpO2 Pedis Sinistra SpO2


Digiti 1 - Digiti 1 -
Digiti 2 - Digiti 2 100
Digiti 3 92 Digiti 3 93
Digiti 4 - Digiti 4 100
Digiti 5 - Digiti 5 100

6
Pemeriksaan Ankle Brachial index
Pemeriksaan ABI seharusnya dilakukan dengan menggunakan usg dopler
untuk memastikan tekanan sistolik yang pertama kali terdengar, akan tetapi
pada kasus ini hanya dilakukan pengukuran tekanan darah dengan
menggunakan tensimeter saja.
Sistolik A. Bracialis tertinggi : 140
Sistolik A. Tibialis posterior : 170
ABI = 140/170
= 0.82

Pemeriksaan Allen’s : Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan jika


menggenggam.

7
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 24 April 2018 di RSUD Ajibarang (waktu sampling 21.00)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 15.9 g/Dl 4.0-18.0
Leukosit 16.29 10^3/ul 4.8-10.8
Hematokrit 45.4 % 42.0-52.0
Eritrosit 5.17 10^6/ul 4.7-6.1
Trombosit 500 10^3/ul 150-450
MCV 87.8 Fl 79.0-99.0
MCH 30.8 pg 27.0-.31.0
MCHC 35.0 g/Dl 33.0-37.0
RDW 13.1 % 11.5-14.5
MPV 100 Fl 7.2-11.1
Hitung Jenis
Basofil 0% 0.0-1.0
Eosinofil 4% 2.0-4.0
Batang 0.0% 2.00-5.00
Segmen 72.6% 40.00-70.00
Limfosit 13% 25.0-40.0
Monosit 11% 2.0-8.0
Kimia Klinik
GDS 128 60-160
CK-MB 37.7 0-25
Ureum darah 20 12-50
Kreatinin darah 0.47 0.90-1.30

8
Tanggal 27 April 2018 di RSUD Ajibarang (waktu sampling 05.33)
Kimia Klinik
Kolesterol Total 111 <200
Trigliserid 89 <150
GDP 91 <100
GD2PP 117 <140

Kesan : Dalam batas normal

2. EKG
EKG dilakukan di IGD pada tanggal 24 April 2018

Kesan : Sinus takikardi

3. USG vaskuler
Dilakukan pemeriksaan usg vascular manus dextra pada tanggal 27 April
2018 di RSUD Ajibarang

9
10
E. Diagnosis Banding
1. Tromboangitis Obliterans (buerger disease)
2. Insufisiensi vena kronik
3. Penyakit Raynaud
4. Sindrom CREST

F. Diagnosis Kerja
Tromboangitis Obliterans (buerger disease)

G. Penatalaksanaan di IGD
1. O2 3 lpm nasal kanul
2. IVFD Asering 20 tpm
3. Injeksi ketorolak 30 mg iv
4. Injeksi ranitidin 50 mg iv
5. Injeksi Ceftriaxone 1 gram iv (skin test)
6. Per oral Cilostazol 100 mg
7. Per oral Amitriptilin 25 mg
8. Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai kemungkinan penyakit yang
diderita pasien
2. Memotivasi pasien untuk berhenti merokok

H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

11
I. Follow Up Pasien

HP S O A P
HP1 Nyeri (+) pada KU/Kes : CM Susp. Buerger IVFD Asering 20 tpm
25/04 ujung-ujung jari TD :140/90 mmHg Disease Injeksi ketorolak 30
tangan dan kaki Nadi : 88 x/m mg iv/8 jam
RR : 22 x/m Injeksi ranitidin 50 mg
Suhu : 37.2 °C iv/12 jam
Injeksi Ceftriaxone 1
gram iv/12 jam
Per oral Cilostazol 100
mg/12 jam
Per oral Amitriptilin
25 mg/24 jam
HP 2 Nyeri (+) pada KU/Kes : CM Susp. Buerger IVFD Asering 20 tpm
26/04 ujung-ujung jari TD :130/90 mmHg Disease Injeksi Ketorolak 30
tangan dan kaki Nadi : 80 x/m mg iv/8 jam
RR : 20 x/m Injeksi Ranitidine 50
Suhu : 36.4 °C mg iv/12 jam
Injeksi Ceftriaxone 1
gram iv/12 jam
Per oral Cilostazol 100
mg/12 jam
Per oral Amitriptilin
25 mg/24 jam
- Cek GDP, GD2PP,
kolesterol total,
Trigliserid
- USG vaskuler

12
HP 3 Nyeri (+) pada KU/Kes : CM Susp. Buerger IVFD Asering 20 tpm
27/04 ujung-ujung jari TD :120/90 mmHg Disease Injeksi Ketorolak 30
tangan dan kaki Nadi : 80 x/m mg iv/8 jam
RR : 20 x/m Injeksi Ranitidine 50
Suhu : 36 °C mg iv/12 jam
Injeksi Ceftriaxone 1
gram iv/12 jam
Per oral Cilostazol 100
mg/12 jam
Per oral Amitriptilin
25 mg/24 jam
Per oral miniaspi 1
tab/24 jam

Hasil USG vaskuler :


Susp. Gambaran
atherosclerosis dd
buerger disease
HP 4 Nyeri ujung-ujung KU/Kes : CM Susp. Buerger IVFD Asering 20 tpm
28/04 jari tangan dan kaki TD :120/90 mmHg Disease Injeksi Ketorolak 30
berkurang Nadi : 80 x/m mg iv/8 jam
RR : 20 x/m Injeksi Ranitidine 50
Suhu : 36 °C mg iv/12 jam
Injeksi Ceftriaxone 1
gram iv/12 jam
Per oral Cilostazol 100
mg/12 jam
Per oral Amitriptilin
25 mg/24 jam
Per oral miniaspi 1
tab/24 jam

13
HP 5 Nyeri ujung-ujung KU/Kes : CM Susp. Buerger IVFD Asering 20 tpm
29/04 jari tangan dan kaki TD :110/70 mmHg Disease Injeksi Ketorolak 30
berkurang Nadi : 88 x/m mg iv/8 jam
RR : 20 x/m Injeksi Ranitidine 50
Suhu : 36.2 °C mg iv/12 jam
Injeksi Ceftriaxone 1
gram iv/12 jam
Per oral Cilostazol 100
mg/12 jam
Per oral Amitriptilin
25 mg/24 jam
Per oral miniaspi 1
tab/24 jam
HP 6 Nyeri ujung-ujung KU/Kes : CM Susp. Buerger PO cilostazol 100
30/04 jari tangan dan kaki TD :130/80 mmHg Disease mg/12 jam
berkurang Nadi : 80 x/m PO miniaspi 1 tab/24
RR : 20 x/m jam
Suhu : 36.5 °C PO Cefixime 100
mg/12 jam
PO Ranitidin 150
mg/12 jam
PO morfin 1 tab/12
jam
PO Gabapentin 1
tab/12 jam

Rujuk Poli Jantung


RSMS

14
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Buerger merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik
yang ditandai dengan fenomena oklusi pembuluh darah, inflamasi segmental
pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.2,4,5

B. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger belum diketahui dengan pasti. Merokok
merupakan faktor utama onset dan progresifitas penyakit ini. Hipersensitivitas
seluler penderita penyakit Buerger meningkat setelah pemberian injeksi ekstrak
tembakau. Selain itu dibandingkan dengan aterosklerosis terjadi peninggian
titer antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin
pembuluh darah.2-7 Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1
yang bersifat vasokonstriktor poten, peningkatan kadar molekul adhesi, dan
sitokin yang berperan terhadap proses infl amasi.4,8 Faktor genetik merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini. Beberapa peneliti
telah mendokumentasikan peningkatan antigen HLAA9 dan HLA-Bw5 atau
HLA-B8, B35, dan B40 pada penderita Eropa dan Asia Timur.3,9

C. Epidemiologi
Diawali pada tahun 1879 von Winiwater21 dari Jerman yang
mengeluarkan sebuah artikel yang berjudul A Strange Form of Endarteritis and
Endophlebitis with Gangrene of the feet dengan melaporkan penemuan
patologis pada pasien dengan riwayat nyeri lebih dari 10 tahun yang akhirnya
berakibat gangren dan harus diamputasi. Hasil patologi anatomi menunjukkan
endarteritis dan endophebitis yang berbeda dengan gambaran histopatologis
atherosklerotik pada umumnya. Leo Buerger22 dari New York, Amerika
Serikat, yang pertama memberikan publikasi pertama dengan artikel Presenile
Spontaneous Gangrene. Artikel ini memberikan gambaran histopatologi

15
penyakit Buerger dan untuk pertama kali memperkenalkan istilah
thromboangitis obliterans.
Pada Simposium Internasional penyakit Buerger di Bad Gastein, Austria
pada tahun 1986, Cachovan23 melaporkan rata-rata angka penyakit Buerger
diantara penderita peripheral arterial occlusive disease di Eropa sebesar 1-3%,
Swiss sebesar 0,5-5%, Jerman sebesar 1,2-5,6%, Perancis sebesar 4%, Belgia
sebesar 0,5%, Italia sebesar 0,25%, Inggris sebesar 3,3%, Polandia dan
Cekoslowakia sebesar 11,5%, Yugoslavia sebesar 39%, Israel sebesar 80%,
India sebesar 45-63%, sebesar 16-66% di Korea dan Jepang. Terlihat
prevalensi di Eropa hanya di bawah 5%.
Di India, tahun 1980 Nigam24 et al melaporkan terdapat 63% (107 kasus)
penyakit Buerger pada total seluruh kasus limb ischemik (169 kasus) selama 3
tahun. Kasus penyakit Buerger pada wanita merupakan kasus yang tidak lazim,
suatu kasus serial terdahulu menunjukkan hanya 1% pada wanita tetapi suatu
epidemiologi investigasi berikutnya di Jepang hampir 20 tahun kemudian
menunjukkan 3,4% pasien yang di diagnosa penyakit Buerger adalah wanita,
sedangkan di Indonesia angka prevalensi penyakit Buerger belum pernah ada
lagi yang tercatat, terakhir yang tercatat dilakukan oleh Hill pada tahun 1973.

D. Patofisiologi
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri
dari tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.5,7,10,12
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofi l polimorfonuklear
(PMN), mikroabses, dan multinucleated giant cells. Meskipun infl amasi
terjadi pada semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal
pembuluh darah tetap dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan
antara penyakit Buerger dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis
sistemik lain.
2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.
3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada
fase ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia

16
pembuluh darah, dan fi brosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi
sangat sulit dibedakan dari penyakit pembuluh darah kronik lain.

E. Manifestasi Klinik
Gejala awal pasien penyakit Buerger sering terlewatkan. Pasien sering
tidak ingat kapan keluhan yang paling pertama dikeluhkan. Beberapa keluhan
pertama adalah intermitten claudication, rasa dingin, paresthesia, perubahan
warna kulit. Intermitten claudication dikeluhkan sebagai sensasi kram yang
menetap atau sering nyeri yang seperti diremas. Nyeri bertambah secara
graduil pada saat pasien melakukan aktifitas. Shigeniko Shionoya25
menyebutnya sebagai foot claudication,yang berhubungan dengan oklusi arteri
infra poplitea, sedangkan calf claudication disebutkan jika progres perjalanan
penyakit sudah mencapai segmen suprapoplitea.
Penyakit Buerger biasanya dimulai dengan iskemi dari distal arteri kecil
dan vena. Ketika perjalanan penyakit berlanjut maka akan melibatkan arteri
yang lebih proksimal. Pada pasien dengan lesi di ekstremitas superior,
intermitten claudication jarang dikeluhkan karena kolateral yang baik dan
massa otot yang lebih sedikit jika dibandingkan ekstremitas inferior. Keluhan
lain berupa rest pain, manifestasinya berupa keluhan nyeri dan mati rasa yang
sering menganggu saat tidur. Nyeri dirasakan biasanya di ujung kaki atau di
head metatarsal.
Thrombophlebitis migrans merupakan karakteristik gambaran inflamasi
dari penyakit Buerger. Lesi ini bersifat akut, gambarannya seperti kemerahan,
indurasi dan gambaran seperti garis beberapa sentimeter, lesi ini bertahan
selama 2 – 3 minggu dan muncul sebelum onset iskemi pada ekstremitas.
Pasien biasanya tidak ingat pernah mengeluh adanya lesi ini walaupun lesi ini
adalah episode karakteristik yang patognomonik dari penyakit Buerger.
Gangren dan ulserasi adalah keluhan yang paling banyak membuat
masalah, pasien biasanya tidak menyadari adanya pencetusnya oleh karena itu
disebut sebagai spontaneous gangrene. Didahului oleh trauma kecil yang tak
disadari seperti tekanan pada dasar kuku ketika berjalan atau barang yang
terjatuh mengenai kaki. Hal-hal tersebut memprovokasi gangren karena

17
jaringan yang iskemik tidak dapat merespon reaksi inflamasi terhadap trauma
tersebut. Gangren biasanya mengenai satu jari pada awalnya diawali mengenai
ujung jari kemudian kemudian dapat disusul beberapa jari yang lain dalam
beberapa waktu perjalanan penyakit ini. Hirai26 dan rekan dalam penelitiannya
mengemukakan lokasi nekrotik pada 68 pasien, didapatkan pada jari kaki
pertama didapatkan pada 38 pasien (terbanyak).
Demikian pada kasus rekuren,terbanyak didapatkan pada jari kaki
pertama. Dalam penelitian yang sama dikatakan bahwa angka insiden gangren
didapatkan lebih tinggi jika terdapat lesi pada ekstremitas atas dan terdapat
adanya thrombophlebitis migrans. Studi yang lain yang dilakukan di Jepang
oleh Sasaki S13 dan rekan pada tahun 1993 dari 749 pasien menentukan
distribusi keterlibatan arteri. Hasilnya dipakai menjadi dasar (yang dianut saat
ini) jenis arteri yang terlibat pada pasien penyakit Buerger. Didapatkan hasil
yaitu 42 pasien (5,1%) arteri pada ekstremitas superior saja yang terlibat, 616
pasien (74,7%) pada ekstremitas inferior saja, 167 pasien ( 20,2%) keterlibatan
arteri pada superior dan inferior. Arteri yang paling sering terlibat adalah arteri
tibialis anterior 41,4%, tibialis posterior 40,4% pada ekstremitas inferior,
sedang ekstremitas superior, arteri ulnaris 11,5%. Pada studi ini keterlibatan
ekstremitas superior adalah 25 % dari studi yang lain angka ini lebih tinggi.
Shionoya, melaporkan dalam serial kasus yang diteliti, keterlibatan 2
ekstremitas terdapat 16%, 3 ekstremitas 41% dan 4 ekstremitas pada 43%.
Oleh karena kecenderungan lebih dari 1 ekstremitas yang terlibat, maka sering
dilakukan arteriografi lebih dari satu ekstremitas.25

F. Penegakan Diagnosis
1. Kriteria Shionoya
Yang termasuk kriteria ini yaitu riwayat merokok, usia belum 50 tahun,
memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal, flebitis migrans pada salah
satu ekstremitas atas dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis selain
merokok. Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan
diagnosis.1,5,6,10

18
2. Kriteria Ollin
Yang termasuk kriteria ini sebagai berikut2 :
a. Berumur antara 20-40 tahun
b. Merokok atau memiliki riwayat merokok
c. Ditemukan iskemi ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio,
nyeri saat istirahat, ulkus iskemik atau gangren dan didokumentasikan
oleh tes pembuluh darah non-invasif
d. Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi,
dan diabetes mellitus dengan pemeriksaan laboratorium
e. Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang
diketahui dari echokardiografi atau arteriografi
f. Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada
ekstremitas yang terlibat dan yang tidak terlibat
3. Kriteria Mills dan Poter6
Kriteria eksklusi:
a. Sumber emboli proksimal
b. Trauma dan lesi lokal
c. Penyakit autoimun
d. Keadaan hiperkoagubilitas
e. Aterosklerosis: Diabetes, Hiperlipidemia, Hipertensi, Gagal Ginjal.
Kriteria mayor:
a. Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
b. Pecandu rokok
c. Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal
brakial
d. Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri
segmental dan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.
e. Kriteria minor:
f. Phlebitis superfi sial migran Episode berulang trombosis lokal vena
superfi sial pada ekstremitas dan badan
g. Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud

19
Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme
arteriola perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin.
Sindrom ini paling sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung,
telinga dan lidah dalam bentuk respons trifasik11 yaitu pucat karena
vasokonstriksi arteriol prekapiler, Sianosis karena vena terisi penuh oleh
darah yang terdeoksigenasi, eritema karena reaksi hiperemi.
h. Melibatkan ekstremitas atas
i. Klaudikasio saat berjalan
4. Kriteria scoring Papa dkk.
Papa dkk. mengembangkan sistem scoring untuk memudahkan diagnosis,
terdapat pada tabel berikut :

Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis


penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
diagnosis adalah sebagai berikut1-8,10:
1. Darah lengkap, hitung platelet
2. Tes fungsi hati
3. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
4. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
5. Profi l lipid
6. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
7. Penapisan autoimun:

20
a. Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit Buerger
biasanya normal.
b. Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.
c. Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal.
d. Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk sindrom
CREST dan Scl 70 (penanda serologis untuk skleroderma).
8. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
a. Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III
b. Antibodi antifosfolipid
c. Faktor V Leiden
d. Prothrombin
e. Homosisteinemia
USG Doppler, echokardiografi , Computed Tomograghy (CT) scan dan
Magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk menyingkirkan sumber
emboli proksimal. USG Doppler dan pletismografi diperlukan untuk
mengetahui adanya oklusi distal. Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan
gambaran lesi oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang (medium)
diselingi gambaran segmen normal, tanda Martorell atau gambaran kolateral
pembuluh darah seperti “corkscrew,” “spider legs,” or “tree roots” meskipun
gambaran ini dapat juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST
(Calcinosis, Raynaud’s phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactyly
and telangiectasia), di arteri proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma
dan sumber emboli lain1,12

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang
dapat dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang
memperburuk penyakit, memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau
ekstremitas, mengurangi rasa sakit akibat iskemi, mengobati tromboflebitis,
memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.3

21
1. Terapi non bedah
a. Berhenti merokok merupakan salah satu cara mengatasi progresivitas
penyakit.1-17
b. Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu
menghambat agregasi platelet.
c. Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi
penyakit ini.2,5
d. Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1
sehingga memiliki kemampuan vasodilatasi. Pada peneltian de Haro
dkk. (2012) menghasilkan perbaikan kondisi klinis penyembuhan ulkus
dan gambaran angiografi. 4 Bosentan selama 28 hari lebih efektif
dibandingkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat istirahat dan
penyembuhan ulkus (Flesinger dkk. 1990).13
e. Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan
etiopatologi penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Saha
dkk. (2001) menunju kan bahwa obat ini dapat meningkatkan 20 kali
lipat jarak klaudikasio dan menghilangkan nyeri pada saat istirahat.13
f. Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti infl amasi non
steroid mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.3
g. Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF). Isner
dkk. (1998) menyuntikkan total 4000 μg VEGF165 plasmid DNA
dengan dua kali penyuntikan intramuskular (2000 μg VEGF165
plasmid DNA pada awal dan 2000μg VEGF165 plasmid DNA pada
akhir minggu keempat) memberikan hasil menjanjikan dalam
penyembuhan ulkus akibat iskemi dan menghilangkan nyeri saat
istirahat.14
h. Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell
(WBMSC) menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus,
menghilangkan nyeri iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko
amputasi tungkai.15
i. Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan
penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal

22
penghantar nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat
bersamaan terjadi peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibisi
serabut saraf simpatis.16
Menurut Panduan Praktis Klinis (PPK) Perki tahun 2015, tatalaksana
non bedah kasus penyakit Buerger adalah :
a. Perawatan luka
b. Pengobatan infeksi
c. Cilostazole 2-3 kali 50 mg/hari
d. Beraprost sodium (2-3 x 20 mcg)
e. Dipyridamole 3x50-75 mg
f. Pentoxyfilin

2. Terapi Bedah
a. Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat
saraf simpatis.13
b. Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat
merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan
nyeri saat istirahat.17
c. Operasi bypass arteri menunjukkan hasil baik.2

H. Prognosis
Kematian akibat penyakit Buerger ini sangat jarang. Antara tahun 1999-
2007, dalam data CDC, Penyakit Buerger menjadi penyebab kematian pada
117 penderita di Amerika Serikat. Namun, prognosis semakin memburuk pada
penderita yang tetap melanjutkan konsumsi tembakau2,4 Secara lebih rinci4 :
1. Pada pasien yang menghentikan konsumsi tembakau, 94% diantaranya
terhindar dari amputasi
2. Pada pasien yang menghentikan konsumsi tembakau sebelum penyakit
berkembang menjadi iskemik pada tungkai, angka amputasi hampir
mendekati 0%
3. Pada pasien yang tetap mengkonsumsi tembakau, angka kejadian amputasi
43% dalam 8 tahun

23
IV. KESIMPULAN

Penyakit Buerger merupakan penyakit inflamasi segmental pembuluh darah


arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. Penyakit ini berbeda dengan
vaskulitis lain dan memerlukan ketelitian diagnosis. Penyebab penyakit ini belum
diketahui tetapi faktor merokok, imunitas dan genetik saling berkaitan dan diduga
berperan penting terhadap progresifi vitas penyakit ini. Belum ada pemeriksaan
laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis pasti. Sampai saat ini belum
ada terapi spesifik. Penanganan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi progresivitas, mengurangi komplikasi; dapat dilakukan dengan
pendekatan non bedah dan bedah. Deteksi dini sangat membantu mengatasi gejala
dan dapat mengurangi komplikasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Lazarides MK, Georgiadis GS, Papas TT, Nikolopoulos ES. Diagnostic


Criteria and Treatment of Buerger’s Disease: A Review. Int J Low Extrem
Wounds 2006;5(2):89-95.
2. Olin JW. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). N Engl J Med
2000;343(12):864-9.
3. Szuba A, Cooke JR. Thromboangiitis obliterans an update on Buerger’s
disease. West J Med 1998;168:255-60.
4. De Haro J, Acin F, Bleda S, Varela C, Esparza L.Treatment of thromboangiitis
obliterans (Buerger’s disease) with bosentan. BMC Cardiovasc Disord
2012;14(12):1-7.
5. Vijayakumar A, Tiwari R, Prabhuswamy VK. Thromboangiitis obliterans
(Buerger’s disease)-current practices. Int J Infl am 2013;2013:1-9.
6. Mills JL Sr.Buerger’s Disease in the 21st Century: Diagnosis, Clinical
Features, and Therapy. Semin Vasc Surg 2003;16(3):179-89.
7. Piazza G , Creager MA. Thromboangiitis obliterans. Circulation
2010;121(16):1858-61.
8. Azizi M, Boutouyrie P, Bura-Rivière A, Peyrard S, Laurent S, Fiessinger
JN.Thromboangiitis obliterans and endothelial function. Eur J Clin Invest
2010;40(6):518-26.
9. McLoughlin GA, Helsby CR, Evans CC, Chapman DM. Association of HLA-
A9 and HLA-B5 with Buerger’s disease. Br Med J 1976;2(6045):1165-6.
10. Arkkila PET. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). Orphanet J Rare
Dis 2006;14:1-5
11. Saigal R, Kansal A, Mittal M, Singh Y, Ram H. Raynaud’s phenomenon. J
Assoc Physicians India 2010;58:309-13.
12. Dimmick SJ, Goh AC, Cauzza E, Steinbach LS, Baumgartner I, Stauff er E,
Voegelin E, Anderson SE. Imaging appearances of Buerger’s disease
complications in the upper and lower limbs. Clin Radiol 2012;67(12):1207-11.
13. Paraskevas KI, Liapis CD, Briana DD, Mikhailidis DP. Thromboangiitis
obliterans (Buerger’s disease): searching for a therapeutic strategy. Angiology
2007;58(1):75-84.
14. Isner JM, Baumgartner I, rauh G, Schainfeld R, Blair R, Manor O, Razvi S,
Symes JF.Treatment of thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease) by
intramuscular gene transfer of vascular endothelial growth factor: Preliminary
clinical results. J Vasc Surg 1998;28(6):964-73.
15. Lee KB, Kang ES, Kim AK, Kim MH, Do YS, Park KB, Park HS, Um SH,
Cho SW, Kim DI. . Stem cell therapy in patients with thromboangiitis
obliterans: assessment of the long-term clinical outcome and analysis of the
prognostic factors. Int J Stem Cells 2011;4(2):88-98.

25
16. Swigris JJ, Olin JW, Mekhail NA: Implantable spinal cord stimulator to treat
the ischemic manifestations of thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease).
J Vasc Surg 1999;29:928-35.
17. Inan M, Alat I, Kultu R, Harma A, Germen B. Successful treatment of
Buerger’s disease with intramedullary k-wire: the results of the first 11
extremities. Eur J Vasc Endovasc Surg 2005;29:277- 80.
18. Hill GL, Moeliono J, Tumewu F,et al. The Buerger syndrome in Java: A
description of the clinical syndrome and some aspects of its aetiology. Br J
Surg. 1973;60:606-13.
19. Buerger’s Disease Research Committee of Ministry of Health and Welfare of
Japan: Annual Report. Tokyo, 1976.
20. Riset Kementerian Kesehatan Indonesia, Angka prevalensi perokok Indonesia.
2010.
21. Von Winiwarter F. Ueber eine eigenthumliche form von endarteritis und
endophlebitis mit gangran des fusses. Arch Klin Chir 1879;23:202-26.
22. Buerger L. Thromboangiitis obliterans: A study of the vascular lesions leading
to presenile spontaneous gangrene. Am J Med Sci 1908;136:580.
23. Cachovan M. Epidemiologie und geographische Verteilungsmuster der
Thromboangiitis obliterans. In: Heidrich H ed. Thromboangiitis obliterans
Morbus Winiwarter-Buerger. Stuttgart: Georg Thieme, 1998, p 31-6.
24. Nigam R, Narayanan PS, Sharma SR, Beohar PC, Saha MM. Thromboangiitis
obliterans and arteriosclerosis obliterans as cause of limb ischemia in
Delhi.Ind J Surg 1980;42:9-15
25. Shionoya S. Buerger’s disease. Pathology, diagnosis and treatment. University
of Nagoya Press 1990;6:101-7.
26. Hirai M, Ban I, Nakata Y, Matsubara J, Shinjo K, Miyazaki H, Kawai S,
Shionoya S. Buerger’s disease and toe ulceration. Geka 1976;38:285-9.

26

Anda mungkin juga menyukai