Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS


PEMBIMBING:
dr. HARIS DWI SETIAWAN, SP. PD

PENDAMPING:
dr. LUSI DWIYANTI

DISUSUN OLEH:
dr. NURUL AFWI SEPTIANI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI
KABUPATEN TEGAL
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome)
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, di Rumah Sakit Umum Daerah Soeselo Slawi, Jawa tengah.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada konsulen pembimbing, yakni dr. Haris Dwi
Setiawan, Sp. PD, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini, serta dokter pendamping, dr. Lusi Dwiyanti, yang telah
membimbing penulis selama mengikuti program internship.
PENDAHULUAN

Latar Belakang
 
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di
dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik. Obat dan vaksin untuk mengatasi masalah ini belum
ditemukan, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya di bidang kesehatan tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, politik,
budaya dan demografi (Depkes RI 2006).

Di dunia populasi terinfeksi HIV terbesar adalah di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta),
dan di Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang. Tingginya populasi orang
terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini.
(UNAIDS, 2019)
Di Indonesia jumlah kasus HIV mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282
kasus. Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Untuk
kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus. (Ditjen P2P, 2019)
Data dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal jika temuan kasus baru HIV/AIDS di Kabupaten
Tegal sepanjang tahun 2021 sampai dengan bulan November lalu mencapai 82 orang dari total sampel
sebanyak 26.304 orang. Jumlah ini relatif lebih rendah dari temuan kasus baru HIV/AIDS tahun 2020 yang
mencapai 157 orang. Menurunkan infeksi baru dan tidak ada lagi kematian terkait HIV serta tidak ada stigma
dan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di tahun 2030 menjadi target besar penanggulangan
HIV.
STATUS PASIEN

 Identitas pasien:

 Nama : Ny. W
 Usia : 37 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Prupuk Utara 002/004 Margasari, Tegal
 Jaminan : JKN Non-PBI
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Tanggal masuk RS : 16 Agustus 2022
 Tanggal periksa : 16 Agustus 2022
ANAMNESIS

 Keluhan Utama :
Demam, sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS, sesak napas sejak 2 hari SMRS, terkadang
batuk keluar darah, (+), pilek sejak 1 minggu SMRS, mual dan muntah 4 kali. Paisen juga mengeluh
nyeri kepala. Tidak ada keluhan BAB dan BAK. Penurunan berat badan yang signifikan dalam 3 bulan
terakhir, napsu makan juga menurun.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Pasien sedang dalam pengobatan ARV tiga bulan terakhir


 Riwayat darah tinggi : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riyawat asma : disangkal
 Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal
 Riwayat penyakit kuning : disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

 Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa


 Pasien menikah dua kali dengan suami yang pertama bercerai, pekerjaan suami

terdahulu merupakan supir truk distribusi barang teman satu kantor, kemudian
menikah kembali dengan suami yang sekarang sekitar 1 tahun pekerjaan suami
sekarang merupakan sopir truk kayu.
PEMERIKSAAN FISIK

 Status present
 Status general
 Tekanan darah : 103/69 mmHg
• Kepala : Normocephali
 Nadi : 98 kali/menit, teratur, teraba • Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil isokor
penuh • THT : discharge (-), dbn
 Suhu aksila : 36,5°C • Mulut : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), dbn
 Pernafasan : 26 kali/menit, teratur • Leher : KGB teraba membesar

 Saturasi O2 : 98%
 BB : 52 Kg
 Thorax:
Jantung :
Paru : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Inspeksi : gerak nafas tampak simetris Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea axilaris
Palpasi : gerak nafas teraba simetris anterior
Perkusi : sonor +/+ Perkusi :
Auskultasi : vesicular +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Batas atas : linea parasternal sinistra ICS III
Batas kanan : linea parasternal dextra ICS IV
Batas kiri : linea axillaris anterior sinistra ICS
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
 Abdomen  Ekstremitas

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, tidak ada Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2s, edema
caput medusae / spider naevi -/-/-/-, macula eritem +/+/+/+, motorik 5/5/5/5
Auskultasi : BU (+) 4x/menit Kolumna vertebralis : dalam batas normal
Palpasi : nyeri tekan (-) Gerak leher / tubuh : dalam batas normal
Hepar : tidak ada pembesaran
Lien : tidak ada pembesaran
Vesika urinaria: tidak ada pembesaran
Perkusi : timpani
RESUME MEDIS

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Soeselo dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS, sesak napas sejak 2 hari
SMRS, terkadang batuk keluar darah (+), pilek sejak 1 minggu SMRS, mual dan muntah 4 kali. Paisen juga
mengeluh nyeri kepala. Tidak ada keluhan BAB dan BAK.

Pada pemeriksaan fisik umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, kooperatif, tanda-tanda
vital tekanan darah 103/69 mmHg, nadi 98 kali/menit, teratur, teraba penuh, suhu aksila 36,5 °C, pernafasan 26
kali/menit, teratur, saturasi O2 98%. Pemeriksaan lain pada leher terdapat benjolan KGB, pada ektremitas atas
dan bawah terdapat macula eritem. Pada riwayat keluarga suami pertama dan kedua pasien bekerja sebagai
sopir.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hasil Lab tanggal 16 Agustus 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,2 g/dL 13,2 – 17,3 g/dL
Hematokrit 39% 40-52 %
Leukosit 11.700 /uL (H) 3.800 – 10.600 /uL
Eritrosit
Trombosit
4.600.000 /uL
308.000 /uL
4.400.000 – 5.900.000 /uL
150.000 – 400.000 /uL
 Hasil Lab tanggal 17 Agustus 2022
MCV 85 fl 80 – 100 fl
MCH 29 pg 26 – 34 pg
IMUNOLOGI    
MCHC 34 g/dL 32 – 36 g/dL Anti HIV Reaktif Non reaktif
Diff. Count    
Eosinofil 0.10 2.00 – 4.00%
Basofil
Neutrofil
0,20
83.00
0 – 1%
50-70%
 Hasil Lab tanggal 18 Agustus 2022
Limfosit 9,90 25-40%
Monosit 6.80 2-8%
Netrofil Limfosit Ratio 8.38 <3.13
IMUNOLOGI    
Molekular TB MTS NOT DETECTED  
MPV 9.0 fL

RDW-SD 36.5 fL

RDW-CV 12.0 %
Kimia Darah    
Ureum 21,0 mg/dL 17,1 – 42,8 mg/dL
Kreatinin 0,54 mg/dL 0,40 – 1,00 mg/dL

SGOT 19 U/L 12 – 33 U/L


SGPT 9 U/L 6.0 – 30.0 U/L
HASIL FOTO THORAX (Tanggal 17 Agustus 2022)

 Cor : Ukuran dan bentuk normal


 Pulmo : Tak tampak di kedua lapang pulmonal,
corakan bronkovaskular normal
 Sinus costophrenikus kanan dan kiri tajam
 Hemidiaghphragma kanan kiri normal
 Trachea di tengah
 Sistema tulang baik

Kesimpulan: Cor dan Pulmo tak tampak kelainan


DIAGNOSIS

 Diagnosis Awal: Febris Akut dengan Vomitus


 Diagnosis lanjutan: HIV-AIDS (B.20) dan Skrofuloderma
PENATALAKSANAAN
 Tatalaksana Lanjutan dr. Haris Dwi Setiawan, Sp. PD
 Medikamentosa :
Tatalaksana Awal di IGD
 Infus RL 30 tpm
 Medikamentosa :
 INJ. Clanexin 2x1 gr
 Infus RL 20 tpm  INJ. Omeprazole 2x40 mg
 INJ. Ceftriaxone 2x1 gr  INJ. Ondancentrone 3x4 mg
 INJ. Pamol 3x1 gr
 INJ. Omeprazole 1x40 mg
 Po. Norflam 2x1
 INJ. Ondancentrone 2x1 amp  Po. Sukralfat Syrup 3x1 Cth
 Non Medikamentosa :  
 Non Medikamentosa :
 Menjelaskan dan edukasi penyakit kepada
 Menjelaskan dan edukasi penyakit kepada pasien
pasien  Menjelaskan risiko terhadap keluarga dan menyarankan
keluarga untuk melakukan screening HIV
PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad Malam


Quo ad functionam : dubia ad Malam
FOLLOW UP PASIEN

HARI KE 1 HARI KE 2
Nama : Ny. W Tekanan Darah : 101/65 mmHg Nama : Ny. W Tekanan Darah : 101/65 mmHg
Kamar : Jatayu F HR : 99 kali/menit Kamar : Jatayu F HR : 99 kali/menit
Usia : 37 tahun RR : 24 kali/menit; Suhu: 36,6 Co
Usia : 37 tahun RR : 24 kali/menit; Suhu: 36,6oC
Tgl Follow Up : 17 Agustus 2022 SpO2 : 96% Tgl Follow Up : 18 Agustus 2022 SpO2 : 96%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini :,lemas, sesak, demam naik turun, mual S/Permasalahan/Keluhan hari ini :,lemas, sesak, demam naik turun, mual
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
  Ny. W. 37 tahun, dengan Febris akut,   Ny. W. 37 tahun, dengan Febris akut, Skrofuloderma,
Skrofuloderma, HIV HIV

  T/
  T/
Infus RL 30 tpm - Infus RL 30 tpm.
INJ. Clanexin 2x1 gr - O2 4 lpm nasal canul
- Clanexi 3x1 gr
INJ. Omeprazole 2x40 mg
- Omz 2x40 mg
INJ. Ondancentrone 3x4 mg - Ondancentron 3x4 mg
INJ. Pamol 3x1 gr - Pct 3x1
- Gentamicin 2x1sue
Po. Norflam 2x1
 
Po. Sukralfat Syrup 3x1 Cth
 
FOLLOW UP PASIEN

HARI KE 3 HARI KE 4
Nama : Ny. W Tekanan Darah : 107/75 mmHg
Nama : Ny. W Tekanan Darah : 98/64 mmHg
Kamar : Jatayu F HR : 99 kali/menit
Kamar : Jatayu F HR : 95 kali/menit
Usia : 37 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,6oC
Usia : 37 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,7 C
o
Tgl Follow Up : 20 Agustus 2022 SpO2 : 97%
Tgl Follow Up : 19 Agustus 2022 SpO2 : 98%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : lemas, demam (-)
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : lemas, demam naik turun, mual berkurang O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis
O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis   Ny. W, 37 tahun, HIV, Skrofuloderma
  Ny. W, 37 tahun, HIV, Skrofuloderma   T/
  T/   Infus RL 20 tpm
  Infus RL 30 tpm R 1x450 mg
Cotrimoxazole 1x960 mg H 1x 300 mg

Cetirizine 1x10 mg E 1x1000 mg


Z 1x1000 mg
Terapi lanjut
B6 1x20 mg
Alpranax 1x0,5 mg
Terapi lanjut
FOLLOW UP PASIEN

HARI KE 5
Nama : Ny. W Tekanan Darah : 98/64 mmHg
Kamar : Jatayu F HR : 95 kali/menit
Usia : 37 tahun RR : 22 kali/menit; Suhu: 36,7oC
Tgl Follow Up : 21 Agustus 2022 SpO2 : 98%
S/Permasalahan/Keluhan hari ini : lemas, demam naik turun, mual, terasa gatal dan panas disekitar leher

O/Kesadaran : CM; GCS : E4M6V5 A/ Diagnosis


  Ny. W, 37 tahun, HIV, Skrofuloderma

  T/
  Infus RL 20 tpm
Terapi lanjut
TINJAUAN PUSTAKA

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel
darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul
karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Penderita HIV
memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah
virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan
penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi
oportunistik dengan berbagai komplikasinya. (Pusdatin, 2020)
HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu Ibu), semen dan cairan vagina. HIV juga dapat
ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan dan persalinan. Orang tidak
dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari seperti mencium, berpelukan, berjabat
tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air. (WHO, 2019)
ETIOLOGI

 HIV merupakan virus RNA dari famili Retrovirus dan


subfamili Lentiviridae. Dikenal ada dua serotipe HIV
yaitu HIV-1 dan HIV-2. Secara morfologis HIV-1
berbentuk bulat yang terdiri atas bagian inti (core) dan
selubung (envelope). Molekul RNA dikelilingi suatu
kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang
mengandung protein. Komponen membran luar tersusun
dari dua lapis lipid dan terdapat glikoprotein spesifik
menyerupai jarum yang terdiri atas gp120, yang mampu
berinteraksi dengan reseptor CD4 dan core reseptor
CXCR4 dan CCR5 yang terdapat pada sel target, dan
gp41 yang mendorong terjadinya fusi membran HIV
dengan membran sel target.
TRANSMISI INFEKSI HIV

HIV merupakan virus sitopatik dari famili retrovirus. Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3
cara, yaitu:
1. Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui)
2. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)
3. Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilitas kurang di perhatikan
terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ,
tindakan hemodialisis, perawatan gigi)
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS HIV AKUT

1. Constitusional : demam, lemah otot, menggigil, keringat malam, nafsu makan menurun, berat badan
menurun.
2. Lymphatik : limpadenopati, terutama di leher, mastoid, ketiak
3. Hidung Tenggorokan : nyeri menelan, sakit tenggorokan
4. Gastrointestinal : mual, muntah, dieare
5. Neurologi : sakit kepala, nyeri dan kaku pada leher, photophobia
6. Musculoskeletal : bengkak, myalgia
 Gejala Minor :
Gejala Mayor : 1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
1. Berat badan turun lebih dari 10 % dalam 1 bulan 2. Dermatitis generalisata yang gatal
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Herpes Zooster berulang
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan 4. Kandidiosis Orofaring
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi 5. Herpes Simpleks kronis progresif
5. Demensia / ensefalopati HIV 6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin Wanita
PENILAIAN KLINIS

Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan meliputi penentuan stadium klinis infeksi
HIV, mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV di masa lalu, mengidentifikasi penyakit yang
terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan, mengidentifikasi kebutuhan terapi ARV dan infeksi
oportunistik, serta mengidentifikasi pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan
terapi.
STADIUM KLINIS

Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Penurunan berat badan > 10% Sindroma wasting HIV
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
bulan Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis oral atau vaginal Kandidosis esophageal
Oral hairy leukoplakia TB Extraparu*
TB Paru dalam 1 tahun terakhir Sarkoma kaposi
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll) Retinitis CMV*
TB limfadenopati Abses otak Toksoplasmosis*
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut Encefalopati HIV
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni Meningitis Kriptokokus*
kronis (<50.000/ml) Infeksi mikobakteria non-TB meluas
PENILAIAN IMUNOLOGI

Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam menilai status imunitas odha dan
memudahkan kita untuk mengambil keputusan dalam memberikan pengobatan ARV. Tes CD4 ini juga
digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting diingat bahwa meski tes CD4
dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini tidak boleh menjadi penghalang atau menunda pemberian
terapi ARV. CD4 juga digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Pemeriksaan jumlah limfosit total
(Total Lymphocyte Count – TLC) dapat digunakan sebagai indikator fungsi imunitas jika tes CD4 tidak
tersedia namun TLC tidak dianjurkan untuk menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar menentukan
kegagalan terapi ARV.
INFEKSI OPORTUNISTIK HIV

 Skrofuloderma, atau dikenal dengan tuberculosis colliquativa cutis, adalah penyakit tuberkulosis kulit akibat
infeksi kronis dari Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Skrofuloderma adalah jenis tuberkulosis kutis yang paling
sering ditemukan, terutama pada anak-anak dan orang tua. Lesi yang muncul berupa nodul (1 atau multipel), tidak
nyeri, dan pertumbuhan lesi biasanya sifatnya lambat. Lesi lama kelamaan bisa membentuk ulkus pada permukaan
nodul, hingga akhirnya terbentuk fistula atau sinus yang mengeluarkan materi atau cairan serosa, purulen, atau
kaseosa. Lesi dari skrofuloderma paling sering muncul di area servikal, aksila, inguinal, preaurikula,
postaurikula, submandibula, atau oksipital. (Ganesan A, 2017)
 Skrofuloderma perlu kejelian dan ketelitian untuk mendiagnosis dalam menilai lesi, hal ini karena lesi
yang muncul pada kasus skrofuloderma bisa mirip dengan lesi-lesi infeksi kulit lain. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk membantu penegakkan diagnosis mencakup pemeriksaan
histopatologi, tes tuberculin, kultur jaringan, dan Polymerase Chain Reaction/PCR. Respon positif
terhadap pengobatan tuberkulosis (TB) juga dapat membantu menegakkan diagnosis. (Gunawan H,
2018)
PENATAKSANAAN SKROFULODERMA

 Penatalaksanaan skrofuloderma sama seperti infeksi tuberkulosis pada umumnya, yaitu dengan pemberian obat
antituberkulosis (OAT) tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif, pengobatan menggunakan 4
regimen, yaitu isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, dan ethambutol yang diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan
menggunakan 2 regimen, yakni isoniazid dan rifampicin yang diberikan selama 4 bulan. (Ganesan A, 2017)
PENATALAKSANAAN ODHA SECARA UMUM

a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV


b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS seperti
jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi’s, limfoma, kanker serviks
c. Pengobatan suportif yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain
seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.
Rekomendasi memulai terapi ARV berdasar CD4 penderita
dewasa WHO, 2006

CD4 (sel/mm3) Rekomendasi terapi


<200 Mulai terapi ARV pada semua stadium klinis
200-350 Pertimbangkan untuk memulai terapi sebelum
CD4 turun <200 sel/mm3
>350 Jangan memulai ARV dulu
Rekomendasi memulai terapi ARV menurut WHO (2002)

Bila pemeriksaan CD4 dapat dilakukan:


- Klinis stadium IV, tanpa memperhitungkan jumlah CD4
- Klinis stadium, I,II atau III dengan CD4 <200/mm3
Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan:
- Klinis stadium IV, tanpa memperhitungkan jumlah
limfosit total
- Klinis stadium II atau III dengan limfosit total
≤1200/mm3
Perbedaan Pedoman Nasional Terapi ARV tahun 2007 dan 2011
ARV YANG TERSEDIA DI INDONESIA

Saat ini ada tiga golongan :

 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NsRTI): obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk
zidovudine (ZDV atau AZT), lamivudine (3TC), didanosine (ddI) zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan abacavir (ABC).
 Non-Nucleside Reserve Trancriptase Inhibitor (NNsRTI): obat ini berbeda dengan NRTI walaupun juga menghambat proses
perubahan RNA menjadi DNA. Obat dalamgolongan ini termasuk nevirapine (NVP), efavirenz (EFV), dan delavirdine (DLV).
 Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam animo menjadi
protein yang lebih kecil. Obat dalam golonganini termasuk indinavir (IDV), nelfinavir (NFV), saquinavir (SQV), ritonavir
(RTV), amprenavir (APV), dan lopinavir/ritonavir (LPV/r).
 Saat ini regimen pengbatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat
beberapa regimen yang dapat digunakan, dengan keunggulan dan kerugiannya masing-masing.
Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi
zidovudin (ZDV)/lamivudin (3TC) dengan niverapin (NVP). Obat ARV juga diberikan pada beberapa
kondisi khusus seprti pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang
mengandung virus HIV dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi.

Obat ARV yang ada di Indonesia


Beberapa infeksi portunistik pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua
macam pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis sekunder.
 Profilaksis Primer adalah pemberian pengobatan pencegahan untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah
diderita
 Profilaksis Sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang ditujukan untuk mencegah berulangnya
suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya.
PENCEGAHAN
PROGNOSIS

HIV/ AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total. Tetapi angka kematian dapat ditekan, harapan
hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang lengkap.
ANALISA HASIL

Pasien Ny. W, usia 37 tahun datang ke IGD dengan keluhan Pasien datang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS,
sesak napas sejak 2 hari SMRS, terkadang batuk keluar darah (+), pilek sejak 1 minggu SMRS, mual dan muntah 4 kali.
Paisen juga mengeluh nyeri kepala. Pasien dalam pengobatan ARV selama tiga bulan di puskesmas Jatibarang.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, pada leher terdapat benjolan yang terasa nyeri, dan
pada kedua ektremitas terdapat macula eritem, berat badan menurun drastic dalam tiga bulan terakhir. Dari hasil
Laboratorium pemeriksaan imunologi anti HIV menunjukan hasil reaktif, dan pada hasil Foto Thorax tidak ada
kelainan. Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini dapat didiagnosis dengan HIV dan Skrofuloderma karena
terdapat keluhan, hasil pemeriksaan, dan juga hasil laboratorium darah yang memperkuat diagnosis pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Jakarta. 2006.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, 2021 https://kasus-baru-hiv-aids-di-kabupaten-tegal-2021-.25194.html
3. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
4. Ganesan A, Kumar G. Scrofuloderma: a rare cutaneous manifestation of tuberculosis. J Indian Acad Oral Med Radiol. 2017; 29(3): 223-26.
5. Gunawan H, Achdiat PA, Hindritiani R, et al. Various cutaneous tuberculosis with rare clinical manifestations: a case series. Int J Mycobacteriol. 2018; 7(3): 288-91

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2012.
7. Mello RB, Vale ECSD, Baeta IGR. Scrofuloderma: a diagnostic challenge. An Bras Dermatol. 2019;94(1):102-104.

8. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds.Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
9. Nasronudin. HIV dan AIDS pendekatan biologi molekuler klinis dan sosial. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga University. 2007.
10. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovital Pada Orang Dewasa tahun 2011
11. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987 – 2006. Jakarta. 2006.
12. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan Republik Indonesia, https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-2020-HIV.pdf
13. Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006 – 2011. Available at Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia. 2011.
14. Siklus Hidup HIV Available at http://www.odhaindonesia.org/ 2011
15. Santos JB, Figueiredo AR, Ferraz CE, et al. Cutaneous tuberculosis: epidemiologic, etiopathogenic and clinical aspects - part I. An Bras Dermatol. 2014;89(2):219-228.
16. Transmisi HIV. Available at url:http://www.pppl.depkes.go.idIMS_dan_HIV_-_Lembar_Balik.pdf 2005
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai