Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Meningitis

Pembimbimg :
dr. Hj. Heka Majasari, Sp. A

Disusun oleh :
Ikhlima Pramista Janaria (2015730057)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D. W.
Umur : 1 Tahun 5 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pasar Batik Girimulya
Ayah : Tn. A
Usia : 37 tahun
Ibu : Ny. D
Usia : 28 tahun
Tanggal MRS : 25 Agustus 2019
Tanggal Pemeriksaan : 26 Agustus 2019

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanmnesis dan alloanamnesis pada 26 Agustus 2019

Keluhan Utama : Kejang sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang dengan keluhan kejang 1 hari SMRS, kejang terjadi saat os sedang
menonton televisi > 5 kali sehari dengan durasi kejang ± 5 menit dan jeda antara
kejang pertama dan kejang selanjutnya sekitar 5 menit. Sebelum kejang pasien sadar.
Saat kejang kedua tangan dan kaki kelojotan dengan mata mendelik ke atas
kemudian setelah kejang pasien tidak sadar. Sebelum kejang tidak demam tetapi
demam timbul setelah kejang. 1 minggu sebelumnya os muntah-muntah > 10 kali
sehari disertai BAB cair 3 kali sehari dengan konsistensi cair tanpa ampas tetapi
disertai lendir tanpa darah. Nafsu makan os berkurang 3 hari yang lalu. Ibu os
mengeluh bahwa saat ini os menjadi gelisah dan rewel. Ibu os menyangkal adanya
batuk, sesak napas dan kontak dengan penderita TBC.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang 3 bulan yang lalu. Kejang terjadi saat sedang bermain dan tanpa
demam.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu os menyangkal adanya riwayat TB, dan kejang pada keluarga.

Riwayat Pengobatan
Os belum pernah berobat ke dokter.

Riwayat Alergi
Os tidak alergi makanan, obat, cuaca, maupun debu.

Riwayat kelahiran
Os lahirkan di bidan secara spontan dengan usia kehamilan 9 bulan. Saat lahir, os
langsung menangis. BBL: 3000 gram.

Riwayat Perkembangan
Perkembangan os sama seperti sebayanya. Tidak ada keterlambatan dalam
perkembangan.
Kesan: Perkembangan sesuai dengan usia.

Riwayat Imunisasi
BCG = 1x (Usia 1 bulan)
Hep B = 4x ( Saat lahir, Usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
Polio = 4x (Usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
DPT = 3x (Usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
Hib = 3x (Usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan)
Pasien belum di imunisasi MR
Kesan = Imunisasi tidak lengkap
Riwayat Pemberian Makanan
0-6 bulan : ASI Eksklusif
7 bulan – 12 bulan : ASI + bubur + buah lunak
13 bulan – saat ini : ASI + makanan keluarga
Saat ini kesehariannya makan 3 x sehari. Kebutuhan kalori os tiap hari 1080
kkal/hari.
Os makan ¾ porsi dewasa dengan varian 4 sehat 5 sempurna
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Delirium

Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 130 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 38,2 ◦ C

Status Antropometri
BB : 8 kg
TB : 76,5 cm
BB / U : 8/10.6 x 100% = 74% (gizi kurang)
TB / U : 76.5/80 x 100% = 95% (normal)
BB / TB : 8/10.6 x 100% = 74% (gizi kurang)
Kesan : gizi kurang

Status Generalis
Kepala : Rambut tidak mudah dicabut, terdistribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) oedema palpebra (-/-) mata
cekung (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Telinga : Serumen (-/-)
Mulut : coated tongued (-), tonsil hiperemis (-) T1-T1
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Pemeriksaan KGB

• Submental (-)
• Submandibular (-)
• Preauricular (-)
• Posterior auricular (-)
• Cervical (-)
• Supraclavicular (-)
• Aksila (-)
• Inguinal (-)

Paru :
 Inspeksi : simetris (pergerakan dinding dada simetris)
 Palpasi : simetris
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikular pada kedua lapang paru, tidak terdapat rhonchi
maupun wheezing
Jantung :
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V line midklavikula sinistra
 Perkusi :
Batas atas : ICS II
Batas kiri : line midklavikula sinistra
Batas kanan : linea parasternal dextra
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur(-), gallop –
Abdomen :
 Inspeksi : Distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : kontur simetris supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Hati, lien, ginjal tidak teraba. Tidak teraba adanya massa.
 Perkusi : Suara timpani
Ektremitas :
 Atas : akral hangat , capillary refill time < 2 detik, edema -/-
Tidak terdapat clubbing finger (jari tabuh)
 Bawah : akral hangat , capillary refill time < 2 detik, edema -/-
 Tidak terdapat nyeri otot dan sendi
 Tubuh tidak tampak kuning.
Status Neurologis :
 Rangsang meningeal :
 Kaku kuduk : +
 Brudzinski I : -
 Brudzinski II : -
 Brudzinski III : -
 Kernig sign : -
 Lasegue sign : -
 Saraf otak :
 Pupil isokor Ø 4 mm
 Refleks cahaya langsung +/+
 Refleks cahaya tak langsung +/+
 Pemeriksaan motorik :

 Pemeriksaan sensorik :
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Nyeri + + + +
Raba + + + +

 Refleks fisiologis :
 Refleks bisep : ↑/↑
 Refleks trisep : ↑/↑
 Refleks patella : ↑/↑
 Refleks brachioradialis : ↑/↑
 Refleks achilles : ↑/↑
 Refleks patologis :
 Refleks babinski : +/+ (kedua ibu jari dorsifleksi)
 Refleks oppenheim : -/-
 Refleks chaddock : +/+ (kedua ibu jari dorsifleksi)
 Refleks schaefer : -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 25 Agustus 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Lengkap
Haemoglobin 14.3 11.5 – 13.5 g/dl
Hematokrit 43.4 32 – 42 %
Eritrosit 5.66 4 – 5.2 10^6/µL
Leukosit 18 4.5 – 10.5 10^3/µL
Trombosit 245 150 – 450 10^3/µL
MCV 76.6 80 – 94 fL
MCH 25.3 27 – 31 Pg
MCHC 33 33 – 37 %
RDW-SD 41.1 37 – 54 fL
PDW 15.6 9 – 14 fL
MPV 8.3 8 – 12 fL
Differential
Limfosit % 11.3 26 – 36 %
Monosit % 3.4 4–8 %
Neutrofil % 84.5 47 – 62 %
Eosinofil % 0.1 1–3 %
Basofil % 0.7 <1 %
Absolut
Limfosit # 0.91 1 – 1.51 10^3/µL
Monosit # 0.28 0.16 – 1 10^3/µL
Neutrofil # 11.5 2.1 – 8.4 10^3/µL
Eosinofil # 0.01 0.02 – 0.50 10^3/µL
Basofil # 0.05 0.00 – 0.10 10^3/µL
Kimia Klinik
Glukosa Rapid Sewaktu 50 <180 mg/dl
Elektrolit
Natrium 135.1 135 – 148 mEq/L
Kalium 3.73 3.5 – 5.3 mEq/L
Calcium ion 1.34 1.15 – 1.29 mmol/L

Glukosa Rapid Sewaktu 77 <180 mg/dl


E. RESUME
An. D 1 tahun 5 bulan mengeluh kejang 1 hari SMRS. Kejang terjadi saat os sedang
beraktifitas. Kejang terjadi > 5 kali sehari dengan durasi 5 menit. Sehari seteah
kejang os demam. Jeda waktu antara kejang pertama dan kejang selanjutnya 5 menit.
Tipe kejang yang dialami os adalah tonik klonik. Sebelum kejang os sadar dan
setelah kejang tidak sadar. Vomitus 1 minggu yang lalu > 10 kali sehari disertai diare
3 kali sehari ampas (-), lendir (+) dan darah (-). Penurunan nafsu makan 3 hari yang
lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran delirum, kaku kuduk (+), refleks
fisiologis meningkat, refleks patologis seperti babinski dan chaddock (+).
Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis (18 10^3/µ/L), dan hiperkalsemia
1.34 mmol/L.

F. DIAGNOSA
 Meningitis bakterialis DD/ meningitis serosa
Ensefalitis
KEP 1

G. TATALAKSANA
 IVFD RL 3 cc/kgBB/jam
 Injeksi ceftriaxone
 Injeksi deksametason
 Manitol
 Paracetamol 4 x ¾ cth
 Zink 1 x 20 mg
 Oksigen nasal kanul 1 lpm

H. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 CT SCAN kepala dengan kontras
 Pungsi lumbal
 Purufied Protein Dervate / PPD test
 Rontgen Toraks

I. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad functionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP

26/08/2019
S : Kejang 1 hari yang lalu > 5 kali kelojotan seluruh tubuh disertai muntah > 10 kali
dan diare sebanyak 3 kali sehari.
O : KU tampak sakit sedang
Kesadaran : delirium
TTV : TD : 100/60 mmHg, RR : 28 kali/menit, Nadi : 130 kali/menit
Suhu : 38oC
 Kepala : rambut tidak mudah dicabut dan terdisribusi merata
 Mata : CA -/- SI -/- mata cekung -/-
 Hidung : sekret -/- PCH -/-
 Mulut : bibir kering (-)
 Leher : pembesaran KGB -/-
 Thorax : simetris
 Pulmo : retraksi dada (-), vesikular +/+, ronki -/- wheezing-/-
 Cor : BJ 1/II reguler, mumur (-), gallop (-)
 Abdomen : BU (+/N), kontur datar simetris supel, turgor kulit kembali cepat
 Ekstremitas : akral hangat, crt < 2 detik
 Status neurologis :
 Kaku kuduk +
 Refleks fisiologis :
 Refleks bisep : +++/+++
 Refleks tricep : +++/+++
 Refleks pattella : +++/+++
 Refleks patologis :
 Refleks babinski : +/+
 Refleks chaddock : +/+
 Refleks oppenheim : -/-
 Pemeriksaan motorik :

A : KDK ec susp elektrolit imbalance + meningitis + epilepsi


P:
 IVFD RL 3 cc/KgBB/jam
 Injeksi cefotaxime 3 x 425 mg (H.1)
 Injeksi gentamisin 1 x 40 mg (H.1)
 Injeksi stesolid 4,25 (bolus perlahan bila kejang )
 Injeksi deksametason 3 x ½ ampul (H.1)
 Paracetamol 4 x ¾ cth
 Zink syr 1 x 20 mg
 NGT dekompresi bila bersih DC sufor 8 x 20 cc
 Oksigen nasal kanul 1 lpm
 Rencana periksa → feses, urin dan fungsi ginjal

27/08/2019
S : Kejang (-) BAB cair 3 kali sehari tanpa muntah. BAB konsistensi cair, ampas
sedikit, lendir (+) dan darah (-).
O : KU tampak sakit sedang
Kesadaran : delirium
TTV : TD : 100/60 mmHg, RR : 28 kali/menit, Nadi : 126 kali/menit
Suhu : 36.8oC
 Pada pemeriksaan fisik head to toe hasilnya masih sama dengan tanggal
26/08/2019 kecuali pemeriksaan motorik :
 Pemeriksaan motorik :
A : KDK ec susp elektrolit imbalance + meningitis + epilepsi
P:
 IVFD RL 3 cc/KgBB/jam
 Injeksi cefotaxime 3 x 425 mg (H.2)
 Injeksi gentamisin 1 x 40 mg (H.2)
 Injeksi stesolid 4,25 (bolus perlahan bila kejang )
 Injeksi deksametason 3 x ½ ampul (H.2)
 NGT sufor 8 x 20 cc
 Paracetamol 4 x ¾ cth
 Zink syr 1 x 20 mg
 Oksigen nasal kanul 1 lpm
 Rencana : CT SCAN kepala dengan kontras tanggal 30/08/2019
 Lab tanggal 27/08/2019:
 Urin : leukosit 25/1+ , keton 15/1+.
 Mikroskopis urin : leukosit 1-3 LPB
 Mikroskopis feses : leukosit 0 – 1 LPB
 Fungsi ginjal : ureum 19 mg% dan kreatinin 0.3 mg%

28/08/2019
S : Kejang (-) BAB cair 2 kali sehari tanpa muntah. BAB konsistensi cair, ampas
sedikit, lendir (+) dan darah (-).
O : KU tampak sakit sedang
Kesadaran : delirium
TTV : TD : 100/60 mmHg, RR : 26 kali/menit, Nadi : 118 kali/menit
Suhu : 36.8oC
 Pada pemeriksaan head to toe masih sama dengan tanggal 27/08/2019 tetapi
terdapat perubahan pada pemeriksaan motorik.
 Pemeriksaan motorik :
A : KDK ec susp elektrolit imbalance + meningitis + epilepsi
P:
 IVFD RL 3 cc/KgBB/jam
 Injeksi cefotaxime 3 x 425 mg (H.3)
 Injeksi gentamisin 1 x 40 mg (H.3)
 Injeksi stesolid 4,25 (bolus perlahan bila kejang )
 Injeksi deksametason 3 x ½ ampul (H.3)
 NGT sufor 8 x 20 cc
 Paracetamol 4 x ¾ cth
 Zink syr 1 x 20 mg
 Oksigen nasal kanul 1 lpm
 Rencana : CT SCAN kepala dengan kontras tanggal 30/08/2019
 Lab tanggal 27/08/2019:
 Urin : leukosit 25/1+ , keton 15/1+.
 Mikroskopis urin : leukosit 1-3 LPB
 Mikroskopis feses : leukosit 0 – 1 LPB
 Fungsi ginjal : ureum 19 mg% dan kreatinin 0.3 mg%

29/08/2019
S : Kejang (-) BAB cair 1 kali sehari tanpa muntah. BAB konsistensi cair, ampas
sedikit, lendir (+) dan darah (-).
O : KU tampak sakit sedang
Kesadaran : delirium
TTV : TD : 100/60 mmHg, RR : 26 kali/menit, Nadi : 116 kali/menit
Suhu : 36.5oC
 Kepala : rambut tidak mudah dicabut dan terdisribusi merata
 Mata : CA -/- SI -/- mata cekung -/-
 Hidung : sekret -/- PCH -/-
 Mulut : bibir kering (-)
 Leher : pembesaran KGB -/-
 Thorax : simetris
 Pulmo : retraksi dada (-), vesikular +/+, ronki -/- wheezing-/-
 Cor : BJ 1/II reguler, mumur (-), gallop (-)
 Abdomen : BU (+/N), kontur datar simetris supel, turgor kulit kembali cepat
 Ekstremitas : akral hangat, crt < 2 detik
 Status neurologis :
 Kaku kuduk +
 Refleks fisiologis :
 Refleks bisep : +++/+++
 Refleks tricep : +++/+++
 Refleks pattella : +++/+++
 Refleks patologis :
 Refleks babinski : +/+
 Refleks chaddock : +/+
 Refleks oppenheim : -/-
 Pemeriksaan motorik :

A : KDK ec susp elektrolit imbalance + meningitis + epilepsi


P:
 IVFD RL 3 cc/KgBB/jam
 Injeksi cefotaxime 3 x 425 mg (H.3)
 Injeksi gentamisin 1 x 40 mg (H.3)
 Injeksi stesolid 4,25 (bolus perlahan bila kejang )
 Injeksi deksametason 3 x ½ ampul (H.3)
 Paracetamol 4 x ¾ cth
 Zink syr 1 x 20 mg
 Oksigen nasal kanul 1 lpm
 NGT lepas, coba menetek
 Diet bubur saring
 Rencana : periksa feses ulang dan CT SCAN kepala dengan kontras tanggal
30/08/2019
 Lab tanggal 27/08/2019:
 Urin : leukosit 25/1+ , keton 15/1+.
 Mikroskopis urin : leukosit 1-3 LPB
 Mikroskopis feses : leukosit 0 – 1 LPB
 Fungsi ginjal : ureum 19 mg% dan kreatinin 0.3 mg%
 Keluarga meminta pulang paksa.
BAB II
PENDAHULUAN

Meningitis adalah peradangan pada leptomeningens yang dapat diakibatkan


oleh bakteri, virus atau jamur. Classic triad dari meningitis adalah demam, leher
kaku, sakit kepala dan perubahan status mental. Insidens tertinggi meningitis
bakterialis terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Penyebab paling sering
adalah Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitis. Vaksinasi berhasil
mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal. 1
Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus,
patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Streptococcus haemolyticus
grup b, Listeria monocytogenes dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-anak,
patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza. 2
Meningitis bakteri merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP), terutama
menyerang anak usia < 2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan.
Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus tiap tahunnya dengan tingkat
mortalitas pasien berkisar antara 2% - 30% di seluruh dunia. Kasus meningitis
bakteri di Indonesia mencapai 158/100.000 kasus per tahun, dengan etiologi
Haemophilus influenza tipe b (Hib) 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000. Pasien
dengan meningitis bakteri yang bertahan hidup berisiko mengalami komplikasi.
Komplikasi utama meningitis bakteri terjadi karena adanya kerusakan pada area
tertentu di otak. Secara umum, 30% - 50% pasien yang bertahan hidup dari
meningitis dapat mengalami gangguan saraf. 2
A. MENINGITIS
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak : 2
1. Meningitis serosa : meningitis yang ditandai dengan jumlah sel dan
protein yang meningkat pada cairan serebrospinal disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering ditemui adalah
Mycobacterium tuberkulosa. Penyebab lain yang dapat ditemukan adalah
Toxoplasma gondii dan Ticketsia.
2. Meningitis purulenta : meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun
virus. Penyebab lain adalah Diplococcus pneumonia (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus haemolyticus grup A,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia colli,
Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa.
Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :
1. Meningitis Bakterialis
Peradangan meningen yang disertai bukti terdapat bakteri dalam
likuor serebrospinal (LSS). Meningitis bakterialis bentuk atipik adalah
meningitis bakterialis dengan kelainan LSS yang minimal sehingga sulit
dibedakan dengan meningitis aseptik, dapat ditemukan pada anak yang
mendapat terapi antibiotik (meningitis during antibiotic
therapy/meningitis bacterialis partial treatment), stadium awal meningitis
bakterialis, atau akrena terdapat proteksi parsial dari imunisasi
Haemophilus influenza type B. 3
Meningitis bakterial adalah suatu peradangan pada selaput otak,
ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan
serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan
serebrospinal. 4
Penyebab meningitis bakterial adalah :
 Pada neonatus : Escherichia coli, Streptococcus grup b,
Streptococcus pneumonia, dan Staphylococus sp.
 Pada usia 2 bulan – 4 tahun : Haemophilus influenzae tipe b,
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.
 Pada usia > 4 tahun : Streptococcus pneumonia, dan
Neisseria meningitidis.
 Patofisiologi Meningitis :
Proses ini dimulai setelah adanya bakterimia atau embolus septik,
yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat
dengan jalan menembus sawar darah otak melalui tempat-tempat yang
lemah yaitu mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan
media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar
glukosa yang tinggi. Setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal
maka bakteri akan melakukan perbanyakan diri dengan mudah karena
kurangnya pertahanan humoral dan aktifitas fagositosis dalam cairan
serebrospinal kemudia tersebar secara pasif mengikuti cairan
serebrospinal melalui sistem ventrikel keseluruh ruang subarakhnoid. 4

Gambar 1. Patofisiologi meningitis.


Produk-produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel
dan makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan mikroglia)
memproduksi mediator inflamasi IL-1 dan TNF. Mediator inflamasi
berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya
mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis
bakterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate anti diuretic
hormon (SIADH) diduga disebabkan oleh arena proses peradangan
akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopresin
endogen sistem supraoptik-hipofise meskipun dalam keadaan
hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipervolemia, oliguria dan
peningkatan osmolaritas urin meskipun osmolaritas serum menurun,
sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu mengantuk,
iritabel dan kejang.4
Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadi akibat
hipoksia sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada
meningitis bakterial adalah peradangan selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bahan-bahan toksik bakteri. Peradangan selaput otak
akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya terjadi
refleks kontraksi otot-otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit,
sehingga timbul tanda kernig dan brudzinski serta kaku kuduk.
Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak
adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala.
Gejal-gejala tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial, dan bila disertai dengan distorsi dari nerve roots, maka
timbul hiperestasi dan fotofobia. 4
Pada fase akut, bahan-bahan toksik bakteri mula-mula
menimbulkan hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi
neutrifl ke ruang subarachnoid dan selanjutnya menimbulkan kongesti
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah
adhesi sel fagosit dan pmn, serta merangsang sel pmn menembus sel
endotel melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri,
sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subarachnoid
yang cepat dan meluas dan cenderung terkumpul di daerah konveks
otak cairan serebrospinal diabsorpsi oleh vili arachnoid, di dasar dan
fisura sylvii serta sisterna basalis dan sekitar serebelum. 4
Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel pmn yang
memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel pmn digantikan oleh
sel limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah
banyak, dan pada saat ini terjadi ekudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-
2, mulai muncul sel fibroblas yang berperan dalam proses organisasi
eksudat sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak yang
menyebabkan perlekatan-perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah
sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan
bila terjadi di aquaductus sylvii, foramen luschka dan magendi maka
akan terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama
arteri subarachnoid juga mengalami pembengkakan, proliferasi sel
endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan adventitia sehingga
timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang
menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus
nekrosis dan trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada
lumen pembuluh darah, sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran
darah otak menurun dan dapat menyebabkan infark. 4
Infark vena dan arteri yang luas akan menyebabkan hemiplegia,
dekortikasi atau deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang
yang timbul selama beberapa hari pertama dirawat tidak mempengaruhi
prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang yang menetap lebih
dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat
dengan penyakit yang sudah berlangsung lama serta kejang fokal akan
menyebabkan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang
yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh
darah otak yang serius dan infark serebri sedangkan kejang timbul
sebelum dirawat sering menyebabkan gangguan pendengaran atau tuli
yang menetap. 4
Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis
iskemik korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi
pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kuman akan
mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dan gangguan fungsi
motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke3 – 4, dan jarang
timbl setelah minggu I – II. Selain itu juga menimbulkan gangguan
sensorik dan gangguan intelektual berupa retardasi mental dan
gangguan tingkah laku, gangguan fungsi intelektual merupakan akibat
kerusakan otak karena proses infeksinya. Kerusakan langsung pada
selaput otak dan vena di duramater atau arachnoid yang tromboflebitis,
robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi arachnoid yang
menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul ke dalam ruang
subarachnoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang
menimbulkan manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang
dan muntah. 4
Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak
meningkat akan menyebabkan edema vasogenik, karena pleiositosis
dan toksin akan menyebabkan terjadinya edema sitotoksik dan karena
aliran cairan serebrospinal terganggu / hidrosefalus akan menyebabkan
terjadinya edema interstitial. 4
Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi
absorbsi dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga
menyebabkan edema otak dan vaskulitis, kelainan saraf kranial pada
meningitis bakterial disebabkan karena adanya peradangan lokal pada
perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf kranial
terutama saraf VI, III dan IV, ataksia ringan, paralisis saraf kranial VI
dan VII merupakan akibat infiltrasi kuman ke selaput otak di basal
sehingga menimbulkan kelainan batang otak. 4
Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradangan
ke mastoid, sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan
pendengaran tipe konduktif. Kelainan saraf kranial II yang berupa
pailitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga disebabkan
karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta
kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh
trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan
peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi
ini merupakan petunjuk prognosis buruk karena meninggalkan
manifestasi sisa dan retardasi metal. 4
 Manifestasi Klinis :
Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit
didiagnosis, gambaran klinis tidak khas. Demam pada meningitis bayi
baru lahir hanya terjadi pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien
tampak lemah dan malas, tidak mau minum, muntah-muntah, kesadaran
menurun, ubun-ubun besar tegang, dan menonjol, leher lemas, respirasi
tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus jika sepsis. Secara umum
apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai
adanya meningitis. 4
Adanya gejala sauran napas atas yang mendahului merupakan
kondisi yang sering ditemukan. Awitan yang cepat merupakan salah
satu ciri S. Pneumonia dan N. Meningitidis. Indikasi terjadinya
inflamasi meningens adalah timbulnya gejala sakit kepala, iritabilitas,
mual, kaku kuduk, letargi, fotofobia dan muntah. Umumnya juga
timbul demam. Ditemukannya tanda kernig dan brudzinski positif pada
anak berusia > 12 bulan merupakan bukti adanya iritasi meningens. 5
 Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik yang menonjol dari meningitis adalah
pemeriksaan neurologis : 3
Pemeriksaan kesadaran secara kualitatif dan kuantitatif
Pemeriksaan rangsang meningeal :
 Kaku kuduk : tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
kemudian kepala pasien di fleksikan dan
diusahakan dagu mencapai dada (kaku kuduk
positif jika terdapat tahanan).
 Kernig sign : pemeriksa memfleksikan persedian
panggul hingga terbentuk sudut 90o kemudian di
ekstensikan pada persendian lutut. Biasanya
ekstensi dapat mecapai sudut 135o (positi jika
terdapat tahanan sebelum terbentuknya sudut 135o)
 Lasegue sign : pemeriksa mengangkat mengangkat
lurus satu tungkai pasien, kemudian dibengkokkan
pada persedian panggul hingga terbentuk sudut 70o
(positif jika terdapat tahanan sebelum mencapai
sudut 70o)
 Brudzinski 1 : pemeriksa memfleksikan kepala
pasien sampai mencapai dada maka positif jika
kedua tungkai fleksi.
 Brudzinski 2 : pemeriksa memfleksikan pada
persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu
berada dalam keadaan lurus, pemeriksaan
dikatakan positif jika tungkai kontralateral juga
fleksi.
 Brudzinski 3 : pemeriksa menekan os.
Zygomatikum maka terjadi fleksi pada kedua
lengan.
 Brudzinski 4 : pemeriksa menekan symphisis pubis
maka akan terjadi fleksi pada kedua tungkai.
 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi : 5
 Pungsi lumbal
 Pemeriksaan hematologi (leukositosis)
 PCR (untuk mendeteksi infeksi enterovirus dan herpes
simpleks)
 EEG (untuk mengkonfirmasi adanya ensefalitis).

Bakteri Virus Jamur Tuberkulosis


Hitung > 1000 mm3 < 100 mm3 Bervariasi Bervariasi
leukosit (predominan (predominan (awalanya (didominasi
PMN) limfosit) didominasi limfosit dan
PMN, monosit)
kemudian
berganti
didominasi
sel
mononuklear)
Protein ↑ (100-500mg/dL) Normal / ↑ (20-500 ↑ (100-500
sedikit mg/dL) mg/dL) dapat
meningkat lebih tinggi
jika ada
obstruksi
CSS
Tekanan Meningkat Normal atau Meningkat Umumnya ↑
sedikit tetapi dapat
meningkat juga ↓ akibat
obstruksi
CSS
Warna Keruh – purulen Jernih xantokrom
cairan
Glukosa ↓ ( < 40%) Normal turun Turun
Tabel 1. Hasil perbedaan analisis LCS 5
Sementara perbedaan meningitis purulenta dan serosa adalah : 2
Meningitis purulenta Meningitis serosa (aseptik)
(bakterial) radang bernanah radang selaput otak
pada arachnoid dan piamater arachnoid dan piamater yang
yang meliputi otak dan disertai cairan otak yang
medula spinalis. jernih (serous).
Etiologi Bakteri non spesifik : Mycobacterium tuberculosa,
Diplococcus pneumonia, virus ( herpes simpleks dan
Neisseria meningitis, herpes zoster), Toxoplasma
Streptococcus haemolyticus, gondhii dan ricketsia.
Staphylococcus aureus,
haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae dan
Pseudomonas aeruginosa.
Gejala Klinis  Sifatnya akut atau  Dapat ditemukan
langsung kronis kejang
 Demam ↑  Kesadaran apatis
 Nyeri kepala hebat  Refleks pupil lambat
menjalar ke tengkuk  Pemeriksaan fisik
 Kesadaran mulai ditemukan rangsang
menurun (dari meningeal positif.
delirium hingga
koma)
 Pada pemeriksaan
fisik terdapat
rangsang meningeal
positif atau
kelumpuhan saraf.
Hasil  Jumlah PMN  Jumlah sel
laboratorium meningkat mononuklear
 Warna CSS biasanya meningkat
kuning keruh  Warna CSS biasanya
 Kadar glukosa < jernih / tidak keruh
70mg/dL  Pada meningitis TB :
LED meningkat
 Kadar glukosa CSS
< 50mg/dL

 Komplikasi yang dapat terjadi adalah :


 Penatalaksanaan : 5
Terapi untuk meningitis bakterial bertujuan mensterilisasi CSS
dengan antibiotik dan mempertahankan perfusi serebral dan sistemik
agar tetap adekuat.
Tabel 1. Terapi antibiotik inisial 5
Usia Rekomendasi Terapi Alternatif Terapi
Bayi baru lahir (0 – 28 Sefotaksim atau Gentamisin ditambah
hari) seftriakson ditambah ampisilin.
dengan ampisilin dengan Seftazidim ditambah
atau tanpa gentamisin. ampisilin.
Bayi > 1 bulan – anak Seftriakson atau Sefotaksim atau
balita (1 bulan – 4 sefotaksim ditambah seftriakson ditambah
tahun) vankomisin. rifampin.
Anak dan remaja (5-13 Seftriakson atau Sefepim atau seftazidim
tahun) dan dewasa sefotaksim ditambah ditambah vankomisin.
vankomisin.

Pilihan terapi antibiotik yang juga dapat diberikan pada pasien


meningitis bakterial adalah : 4
 Ampisilin 200-300 mg/kgbb/hari (tunggal 400 mg)
 Kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari (neonatus 50
mg/kgbb/hari)
 Sefuroksim 250 mg/kgbb/hari
 Sefotaksim 200 mg/kgbb/hari (neonatus 0-7 hari 100
mg/kgbb/hari)
 Seftriakson 100 mg/kgbb/hari
 Seftazidim 150 mg/kgbb/hari (neonatus 60-90
mg/kgbb/hari)
 Gentamisin (neonatus 0 – 7 hari) 5 mg /kgbb/hari
 Amikasin 10-15 mg/kgbb/hari.
Terapi deksametason (0.6 – 0.8 mg/kgBB/hari) dibagi menjadi 2
– 3 dosis selama 2 hari sebagai terapi tambahan dimulai tepat sebelum
atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotik. Hal ini secara
bermakna akan mengurangi insidens gangguan fungsi pendengaran dan
defisit neurologis akibat meningitis. 5
Terapi suportif yang dapat diberikan : 4
 Pemberian cairan mengandung Na dan CI 40 mEq/L, K
35 mEq/L, dan 20 mEq/L laktat atau asetat (dibatasi
1.000 – 1.200 mL/m2/24 jam apabila penderita tidak syok
atau dehidrasi untuk hari pertama).
 Apabila BB stabil dan konsentrasi Na normal (140
mEq/L) diberikan cairan rumatan 1.500 – 1.700
mL/m2/24 jam. (catat masukin dan keluaran cairan)
 Bila terjadi tekanan tinggi intrakranial : peninggian
kepala 30o , pemberian manitol (0.5 g) selama 30 menit,
deksametason 10 – 12 mg/m2/hari terbagi dalam 4 dosis
tidak lebih dari 4 atau 5 hari.
 Antikonvulsan bila kejang.
 Nutrisi melalui nasogastrik.
2. Meningitis viral umumnya disebabkan oleh virus enterovirus termasuk
coxsackie virus, echovirus dan pada pasien yang tidak mendapatkan
vaksinasi virus polio. Eksresi dan transmisi melalui feses terjadi
berkelanjutan dan bertahan selama beberapa minggu. virus enterovirus
dan arbovirus merupakan penyebab utama terjadinya meningoensefalitis.
Virus lain yang dapat menyebabkan meningitis adalah virus herpes
simpleks, virus Epstein Barr, sitomegalovirus, virus limfositik, korio-
meningitis dan human immunodeficiency virus (HIV). Virus mumps
adalah salah satu penyebab tersering pada anak yang belum divaksinasi. 5
3. Meningitis Serosa :
Meningitis serosa biasanya paling sering disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi
primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan
hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium,
usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 2
Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu bentuk TB pada
sistem saraf pusat yang sering ditemukan pada anak dan merupakan TB
dengan gejala klinis yang berat yang dapat mengancam nyawa atau
meninggalkan gejala sisa pada anak. 6
Gejala yang umum ditemukan adalah demam lama, sakit kepala,
diikuti kejang dan penurunan kesadaran. Gejala meningitis TB timbul
lambat selama beberapa minggu dan dapat dibagi menjadi 3 stadium : 6
 Stadium 1 berlangsung 1 – 2 minggu dengan gejala tidak
spesifik seperti demam, sakit kepala, mengantuk dan malaise,
dan tidak terdapat gangguan neurologis.
 Stadium 2 dimana gejala timbul tiba-tiba seperti penurunan
kesadaran, kejang, kaku kuduk, muntah, hipertoni, gangguan
saraf otak, brudzinski dan kernig (+) serta gejala neurologi
lainnya.
 Stadium 3 terdapat gangguan keasadaran yang lebih dalam,
hemiplegi atau paraplegi, hipertensi, deserebrasi dan sering
menimbulkan kematian.
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
pemeriksaan rangsang meningeal, yaitu : 6
 Kaku kuduk
 Kernig sign
 Brudzinski I (leher)
 Brudzinski II
 Brudzinski III
 Brudzinski IV
 Lasegue sign
 Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah : 1
 Foto toraks
 Tes tuberkulin
 CT SCAN dengan kontras sesuai indikasi
 geneXpert
 Penatalaksaan meningitis TB pada anak adalah memberikan terapi
empiris pengobatan TB ditambahkan kortikosteroid. Berikut pedoman
terapi TB pada anak : 6

Gambar 2. Pedoman Terapi TB Pada Anak.

Gambar 3. Dosis OAT KDT pada TB anak.

Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dengan gangguan


kesadaran dan dampak neurologis dengan dosis 2 mg/kgBB sekali sehari
pada pagi hari. 6

B. ENSEFALITIS
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan
sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus
pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak. 1
Penyebab Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga
yang non- infektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated
encephalitis. Penyebab ensefalitis paling sering adalah infeksi karena virus.
Beberapa contoh termasuk : 1
 Herpes virus
 Flavivirus
 Rabies
Klasifikasi ensefalitis adalah : 7
1. Ensefalitis Supurativa
Ensefalitis supurativa biasanya disebabkan oleh bakteri
staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Proses peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang,
abses di dalam paru, bronkiektasis, empiema, fraktur terbuka,
trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi
dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses.
Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan
astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah
abses yang masuk ventrikel.
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1) Demam
2) Kejang
3) Kesadaran menurun : Bila berkembang menjadi abses serebri
akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,
muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit
neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
2. Ensefalitis Virus
Ensefalitis virus dapat disebabkan oleh dua tie virus yaitu virus DNA
dan RNA, seperti : 7
 Virus RNA :
 Paramikso virus : parotitis virus
 Rabdovirus : virus rabies
 Flavivirus
 Virus DNA :
 Herpes virus : herpes varicella-zoster, herpes
simpleks dan sitomegalovirus
 Virus Epstein-Barr
 Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis ensefalitis virus biasanya dimulai dengan demam,
nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun,
timbul serangan kejang, kaku kuduk, dan hemiparese.
2. Ensefalitis Fungi
Ensefalitis fungi biasanya diakibatkan oleh jamur Candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan
Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada
sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang
menurun. 2
3. Ensefalitis Toksoplasma
Ensefalitis toksoplasma adalah ensefalitis tersering pada pasien
HIV. Pasien HIV yang seropositif terhadap infeksi toksoplasma
memiliki peningkat resiko reaktivasi infeksi dan dapat berkembang
menjadi ensefalitis toksoplasma. Adanya defisit neurologis yang
bersifat progresif pada pasien HIV positif dengan CD4 < 100 sel/uL
serta pencitraan yang sesuai denagn lesi fokal multipel di otak harus
dicurigai ke arah toksoplasma.7
Gejala dan tanda klinis : gejala klinis pada pasien dengan
ensefalitis toksoplasma umumnya onsetnya subakut dengan gejala
dan tanda paling sering seperti nyeri kepala, demam, hemiparese,
penurunan kesadaran dan kejang. Toksoplasmosis juga dapat
menyerang mata (korioretinitis toksoplasma).
Diagnosis :
 Analisis cairan otak
 CT scan atau MRI dengan kontras : biasanya terdapat gambaran
asymmetric target sign yaitu abses menyengat kontras berbentuk
cincin.
Tatalaksana : 7
 Pemberian profilaksis primer pada pasien HIV dengan CD4 <100
sel/uL dengan serologi toksoplasma yang positif dan diberikan TMP-
SMX ( trimetoprim-sulfametoksazol) 960 mg satu kali sehari
 Terapi fase akut : diberikan pirimetamin ditambah dengan
sulfadiazin dan leukovorin. Pemberian terapi akut sebaiknya tidak
dihentikan selama minimal 3-6 minggu. Terapi rumatan diberikan
hingga CD4 >200 sel/uL selama 6 bulan berturut-turut setelah
pemberian ARV. Terapi tambahan seperti kortikosteroid
deksametason dapat diberikan pada pasien yang memiliki lesi fokal
serta edema dan tanda herniasi. Pemberian harus dievaluasi dan
dihentikan karena adanya potensi imunosupresi.
NAMA OBAT DOSIS AWAL DOSIS RUMATAN
Sulfadiazin 1-2 g/6 jam 1-2 jam/6 jam selama 6
minggu
Pirimetamin 200mg satu kali BB <60 kg : 50 mg/hari
BB >60 kg : 75 mg/hari
Asam folinat 10-20 mg/hari 10-20 mg/hari
Klindamisin 600 mg/6 jam 600 mg/ 6 jam
TMP-SMX 960 mg/12 jam 960 mg/12 jam

C. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping
itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat
muncul selama perawatan. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit
banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya
mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan
oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada prognosis virus
entero.
Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %. Dari
penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa.
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih menderita retardasi mental, epilepsi dan
masalah tingkah laku. 7
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, M & frotscher, M. Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi V. Penerbit


kedokteran : EGC. 2016.
2. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi (Konsep Klinis dan
Proses-Proses Penyakit). Edisi 6, Volume 2. EGC. 2013
3. Garna, H & Nataprawira, H. M. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke-5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. 2014.
4. Soetomenggolo, T. S & Ismail, S. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2000.
5. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 7th. 2015.
Pennsylvania. Elsevier.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Manajemen
dan Tatalaksana TB Anak. 2016.
7. Aninditha, Tiara & Wiratman, Winugroho. Buku Ajar Neurologi. Jilid 2.
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.

Anda mungkin juga menyukai