Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya. Demam berkepanjangan adalah suatu
kondisi suhu tubuh lebih dari 38°C yang menetap selama lebih dari 8 hari dengan
penyebab yang sudah atau belum diketahui. Angka kejadian dan mortalitas tidak sebesar
penyakit lainnya, tetapi masih terdapat masalah dalam menegakkan diagnosis dan
mencari penyebab. Berbagai penelitian yang dilakukan di dunia tentang penyebab
demam berkepanjangan hampir selalu menemukan tiga penyebab terbanyak dari
penyebab demam berkepanjangan yaitu infeksi, keganasan dan penyakit jaringan ikat
meskipun penyebab spesifiknya dapat berbeda. Kasus infeksi merupakan penyebab
terbanyak dari demam berkepanjangan pada anak.
Kesulitan dalam mencari penyebab timbulnya demam berkepanjangan disebabkan oleh
banyak faktor terutama karena penyebab yang beraneka ragam. Sampai saat ini, lebih
dari 200 penyebab demam berkepanjangan yang telah dilaporkan. Hal ini menyulitkan
para klinisi dalam mendiagnosis penyebab demam berkepanjangan dalam waktu yang
relatif singkat. Penyebab demam berkepanjangan sering kali berbeda, tergantung
wilayah geografi tempat pasien tinggal saat mengevaluasi penyakit yang diderita. Faktor
lainnya adalah kecenderungan anamnesis tidak lengkap dan tidak sistematis serta
pemeriksaan fisis yang kurang akurat sehingga hal-hal penting yang seharusnya dapat
mendukung diagnosis tidak ditemukan.

BAB II
LAPORAN KASUS

1
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An.AA Nama Ayah :N


Umur : 4 tahun 9 bulan Umur : 31 than
Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam
Alamat : Jl. Pepaya II Pekerjaan : Buruh

Nama Ibu : NN
Masuk RS : 07/01/2020 Umur : 28 tahun
Jam : 22.38 WIB Pekerjaan : Wirausaha

II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis ibu pasien)
1. Keluhan Utama: Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien diantar oleh orangtuanya ke IGD RSUD
Koja dengan keluhan demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Demam timbul tiba-tiba, naik turun tanpa pola yang jelas. Demam tidak disertai
menggigil. Keluhan disertai penurunan nafsu makan sehingga pasien sering
merasa lemas. BAK dan BAB pasien normal. Batuk, pilek, mual dan muntah
disangkal pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien memiliki riwayat dirawat selama 7 hari
karena hipokalemia 1 tahun yang lalu.
1. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada.

2. Riwayat makanan: Menurut keterangan ibu pasien, pasien diberikan


ASI hingga usia dua tahun. Kemudian diberikan makanan pendamping ASI sejak
usia 6 bulan.
3. Riwayat kehamilan: Perawatan antenatal rutin, tidak ada penyakit
saat kehamilan.

2
4. Riwayat kelahiran: Lahir spontan dibantu oleh bidan, cukup bulan,
BBL 2600 gr, PB 49 cm, langsung menangis, tidak ada kelainan bawaan.
5. Riwayat imunisasi:
BCG: Lahir
DPT: 2 bulan | 3 bulan | 4 bulan
Polio: Lahir | 2 bulan | 3 bulan | 4 bulan
Campak: 9 bulan
Hepatitis B: Lahir | 2 bulan | 3 bulan | 4 bulan
6. Riwayat tumbuh kembang:
Pertumbuhan gigi pertama: 7 bulan
Tengkurap: 4 bulan
Duduk: 6 bulan
Berdiri: 12 bulan
Berbicara: 12 bulan
Membaca dan menulis: belum bisa
Gangguan perkembangan mental/ emosi: tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK:


08/01/2020 jam 20.00 WIB
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda tanda vital
Frekuensi nadi : 109 x/m
Frekuensi napas : 29 x/m
Suhu : 38,7oC
4. Status Gizi:
Klinis : Tampak kurus, tidak ada edema
Antropometri :
Berat Badan (BB) : 9 kg
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 88 cm

3
Lingkar kepala : 42.5 cm
Lingkar lengan atas : 9 cm
BB/U : -3 SD (gizi buruk)
TB/U : -3 SD (sangat kurus)
BB/TB : -3 SD (sangat pendek)
BMI : 11,6
BBI : 17,7 kg
Lingkar kepala : Mikrosefali

A. Pemeriksaan Khusus
1. Rambut dan kulit kepala: Hitam, tipis, tidak mudah rontok, tidak ada lesi
1. Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor,
reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif
2. Telinga: Normotia, tidak terdapat sekret
3. Hidung: Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada penapasan cuping
hidung.
4. Bibir: Lembab, tidak sianosis
5. Gigi geligi: Tidak ada lubang
6. Mulut: Tidak ada perdarahan, mukosa lembab, tidak ada sianosis
7. Lidah: Tidak atrofi, letak di tengah, tidak ada coated tongue, tidak ada
glossitis
8. Tonsil: T1 - T1, tidak hiperemis
9. Faring: Tidak hiperemis
10. Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
11. Toraks:
Dinding toraks: Sawo matang, bentuk simetris, tidak ada retraksi, tidak
ada pectus excavatum, tidak ada pectus carinum, tidak ada barrel
chest.
a. Paru
Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus simetris kanan dan kiri

4
Perkusi: sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi
b. Jantung
Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
Palpasi : tidak teraba thrill
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada murmur dan gallop.
c. Abdomen:
Inspeksi: tidak ada massa atau bekas luka operasi
Palpasi : supel, turgor kulit baik
Perkusi: timpani di seluruh lapang perut
Auskultasi: bising usus normal (4x/ menit)
12. Anus dan rektum: tidak ada luka di sekitar anus
13. Anggota gerak: akral teraba hangat, CRT kurang dari 2 detik, normotonus,
tidak atrofi, tidak ada edema
14. Tulang belakang: tidak ada kelainan, tidak ada benjolan
15. Kulit: turgor kulit elastis, tidak ada purpura, tidak sianosis
16. Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran
17. Pemeriksaan neurologis: GCS 15 (normal)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium:
Darah lengkap (08/01/2020 00.07)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hemoglobin 12.0 gr/dL 11.5-14.5
Hematokrit 35.6 % 33.0-43.0
Leukosit 10.68 10^3/uL 4.0-12.0
Trombosit 237 10^3/uL 182-369
Kimia Klinik :

5
Elektrolit
Natrium (Na) 141 mEq/L 135-147
Kalium (K) 2.84 mEq/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 102 mEq/L 96-108

Glukosa Sewaktu 114 mg/dL 60-100


Serologi
Widal
S. typhi O (+) 1/80 (-) Negatif
S. paratyphi AO (-) Negatif (-) Negatif
S. paratyphi BO (-) Negatif (-) Negatif
S. paratyphi CO (-) Negatif (-) Negatif

Darah lengkap (09/01/2020 10.52)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hemoglobin 13.2 gr/dL 11.5-14.5
Hematokrit 38.7 % 33.0-43.0
Leukosit 6.42 10^3/uL 4.0-12.0
Trombosit 227 10^3/uL 182-369
Eritrosit 5.22 juta/uL 4.00-5.30
MCV 74 fl 76-90
MCH 25 pg 25-31
MCHC 34 g/dL 32-36
RDW-CV 14.0 % 11.5-15.0
LED 74 mm/jam 0-20
Hitung jenis
Eosinofil 6.2 % 0.7-5.8

6
Basofil 0.6 % 0.1-1.2
Neutrofil 36.2 % 34.0-71.1
Limfosit 50.6 % 19.3-51.7
Monosit 6.4 % 4.7-12.5

Urinalisa (09/01/2020 16.13)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Urin lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Kuning pucat
Kekeruhan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.010 1.002-1.035
pH 7.5 4.6-8.0
Protein (-) Negatif (-) Negatif
Glukosa (-) Negatif (-) Negatif
Keton (-) Negatif (-) Negatif
Bilirubin (-) Negatif (-) Negatif
Darah Samar (-) Negatif (-) Negatif
Leukosit esterase (-) Negatif (-) Negatif
Nitrit (-) Negatif (-) Negatif
Urobilinogen 0.2 EU 0.1-1.0
Mikroskopis
Leukosit 6.2 /LPB <10
Eritrosit 0.6 /LPB <3
Silinder (-) Negatif (-) Negatif
Sel Epitel 1+
Kristal (-) Negatif (-) Negatif
Bakteria (-) Negatif (-) Negatif

7
Jamur (-) Negatif (-) Negatif

V. RESUME
Pasien berumur 3 tahun diantar oleh ibunya dengan keluhan demam 10 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan tinggi terus menerus. Ada keluhan mual
dan muntah sebelumnya. Tidak ada keluhan batuk dan pilek. Pasien bab cair 2 kali/hari
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak terdapat ampas, lendir atau darah. Tidak
ada keluhan dalam buang air kecil. Orang tua pasien mengeluh bahwa anaknya susah
makan dan minum.
Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran
composmentis, dengan tanda vital pasien seperti nadi, yaitu 70 kali per menit, suhu
37,8°C, dan frekuensi pernafasan 28 kali per menit. Berat badan 10 kg dan tinggi badan
84 cm.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Prolonged fever

VII. DIAGNOSIS BANDING


Infeksi saluran kemih
Demam typhoid
Malaria
Tuberculosis
Infeksi bakteri akut

VIII. Rencana pengelolaan


1. Rencana pemeriksaan :
Pada kasus ini rencana pemeriksaan yang dilakukan adalah mantoux test.

1. Rencana pengobatan :

8
Pasien diberikan KAEN 3B 800cc/ hari, PCT syrup 4 x 3/4 ml, ranitidine 2 x 10
mg, ceftazidime 3 x 300 mg.

2. Rencana Pemantauan :
➢ Pantau tanda tanda vital pasien
➢ Pantau gejala penyakit penyerta

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 09/01/2020
S/ Pasien masih demam hari ke 15. Keluhan disertai batuk berdahak. Nafsu makan mulai
membaik.

O / 1. Keadaan Umum: tampak sakit sedang


2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda tanda vital
Frekuensi nadi : 100 x/m
Frekuensi napas : 24 x/m
Suhu : 37,2oC
A/ Prolonged fever
P/ KAEN 3B 800 cc/ hari
PCT syrup 4 x 3/4 ml
Ranitidine 2 x 10 mg
Ceftazidime 3 x 300 mg
OBH 3 x 5 ml
Cek darah lengkap & hitung jenis, urin lengkap

Tanggal 10/01/2020

9
S/ Pasien masih mengeluh demam hari ke 16. Keluhan masih disertai batuk berdahak.
Nafsu makan mulai membaik.

O / 1. Keadaan Umum: tampak sakit ringan


2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda tanda vital
Frekuensi nadi : 113 x/m
Frekuensi napas : 26 x/m
Suhu : 36,6oC
A/ Prolonged fever
P/ KAEN 3B 800 cc/ hari
PCT syrup 4 x 3/4 ml
Ranitidine 2 x 10 mg
Ceftazidime 3 x 300 mg
OBH 3 x 5 ml
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Demam
3.1.1 Definisi
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan
pusat pengatur suhu dihipotalamus yang dipengaruhi oleh IL 1. Pengaturan suhu pada
keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas.1
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang diakibatkan oleh kenaikan titik ambang
regulasi panas hipotalamus. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi
berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh hospes dan pada akhirnya terbentuk
pirogen endogen yang kemudian terjadi produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan secara
langsung mengubah titik ambang suhu hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas
dan konservasi panas.2
Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center tahun 2000,
disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38 oC, dan aksila di atas

10
37,5oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5oC, dan hiperpireksia jika
suhu > 41,1oC.3
Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:1
➢ Demam Septik: pada demam ini suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari .
Sering disertai dengan kelihan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan demam hektik.
➢ Demam Remiten: Pada tipe ini suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada
demam septik.
➢ Demam Intermiten: Pada tipe ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
➢ Demam Kontinyu : Pada tipe ini variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tangka demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
➢ Demam Siklik :Pada tipe ini terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Demam pada anak dapat digolongkan menjadi:


1. Demam singkat dan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga
diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan
atau tanpa uji laboratorium.
2. Demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat
dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnostik tetapi uji laboratorium
dapat menegakkan etiologi.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya.

11
3.1.2 Patogenesis Demam
Demam ditimbulkan oleh suatu senyawa tertentu yang dinamakan pirogen, yaitu pirogen
eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh
pejamu, yang dapat menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang
dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen diproduksi oleh berbagai jenis sel di
dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong
pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (IL-1β, IL-1, IL-6), Tumor Nekrosis
Faktor (TNF-α, TNF- β) dan interferon.3
Pirogen endogen secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem
sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengemdalian suhu tubuh, pirogen
endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2
(PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk
suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian
mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke
pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat
dan terjadi demam.1

3.2 (Fever of Unknown Origin/FUO)


3.2.1 Definisi
Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 – 38oC,
terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa diketahui
sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Suatu keadaan dimana seorang
pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas
38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu
minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis
lainnya. Penyebab FUO, sesuai golongan penyakitnya antara lain : infeksi (40%),
neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%) dan yang tidak
diketahui penyebabnya (10%). FUO dapat dibagi dalam 4 kelompok:4

12
1. FUO klasik : adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostik non invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang
dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO nosokomial : penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di
rumah sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah diperiksa secara
intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
- Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK)
- Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
- Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika,
sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
- Lain-lain : kondisi granulomatosis
- Kondisi yang tak terdiagnosis
3. FUO neutropenik : penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil <500 ul
dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3
hari tanpa hasil yang jelas.
3. FUO HIV : penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4 minggu
pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau penderita yang
dirawat di RS yang mengalami demam >3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan
tanpa hasil yang jelas.

FUO dapat digunakan pada anak dengan :4


1. Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu untuk
remaja
2. Demam tercatat selama perawatan di rumah sakit
3. Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan
dimulai, pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan.

Menurut Petersdorf dan Beeson5, yang disebut FUO ialah:


1. Suhu melebihi 38.3°C pada beberapa saat
2. Durasi penyakit lebih dari 3 minggu

13
3. Gagal mencapai diagnosis walaupun sudah dipantau selama 1 minggu
perawatan di rumah sakit

3.2.2 Etiologi
Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada anak, ialah
penyakit infeksi (50%), diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%), neoplasma (7%),
inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi meliputi sindrom
virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus urinarius, gastrointestinal,
osteomielitis, mononukleosis, abses, bruselois dan malaria, sedangkan penyakit
vaskular-kolagen meliputi artritis reumatoid, SLE dan vaskulitis. 6 Keganasan yang
sering menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah leukemia, limfoma dan
neuroblastoma. Penyebab demam berkepanjang dalam 6 kelompok, yaitu infeksi (45-
55%) keganasan (12-20%) gangguan jaringan ikat (10-15%) gangguan hipersensitifitas
kelainan metabolik yang jarang terjadi, dan factitious fever.

Infeksi Virus Sindrom virus (meningitis


aseptik, ensefalitis,
gastroenteritis)
Infeksi mononukleosus
Hepatitis
Sitomegalovirus
Bakteri Infeksi saluran kemih
(sistitis, pielonefritis)
Pneumonia
Tonsilitis
Sepsis
Enteric fever
Osteomielitis
Tuberkulosis
Abses hati, perinefrik,
periapendikal, otak,
subdiafragma, pelvis
sinusitis, mastoiditis
Leptospirosis
Endokarditis

Lain-lain Histoplasmosis
Malaria

14
Toksoplasmosis
Blastomikosis
Penyakit kolagen Rheumatoid artritis juvenile
Lupus erimatosus
Demam reumatik
Neuroblastoma

Neoplasma Leukemia limfoblastik akut


Leukemia mieloblastik akut
Penyakit hodgkin
Limfoma
Neuroblastoma

Sarkoidosis
Iktiosis
Pneumonia aspirasi
Drug fever
Miscellaneous Eritema multiform
Salisilism
Mucocutaneus lymph node
syndrome
Tirotoksikosis

Tabel 1. Berbagai penyakit sebagai penyebab demam tanpa kausa jelas pada anak3

3.2.3 Pendekatan Diagnostik


Secara klasik, memberikan beberapa pedoman penting dalam menghadapi demam
berkepanjang pada anak, yaitu :7
1. Pada umumnya anaknya yang menderita demam tanpa kausa jelas tidak
menderita penyakit yang jarang terjadi, tetapi penyakit yang biasa dijumpai yang
mempunyai manifestasi klinis yang atipik (tidak khas, tidak lazim).
2. Penyakit infeksi dan penyakit vaskular-kolagen (bukan neoplasma) merupakan
penyebab terbanyak demam tanpa kausa jelas pada anak.
3. Anak dengan demam tanpa kausa jelas mempunyai prognosis lebih baik daripada
dewasa.

15
4. Pada anak yang menderita demam tanpa kausa jelas, observasi pasien terus
menerus serta pengulangan anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali
bermanfaat.
5. Adanya demam harus dibuktikan dengan pengukuran suhu pada rawat inap di
rumah sakit.
6. Perlu difikirkan kemungkinan demam yang disebabkan oleh obat.
7. Di Amerika Serikat, penyakit infeksi yang seringkali dikategorikan pada demam
tanpa kausa jelas adalah tuberkulosis, bruselosis, salmonelosis, dan penyakit
riketsia.8

Untuk mencari etiologi demam tanpa kausa jelas, seorang dokter perlu memiliki
wawasan luas dan melakukan pendekatan yang terorganisasi dengan mempertimbangkan
umur anak, tipe demam, daerah tinggal anak atau pernahkah bepergian ke daerah
endemis penyakit tertentu dan sebagainya. Pendekatan tersebut memerlukan anamnesis
lengkap dan rinci. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis lengkap dan teliti serta berbagai
pemeriksaan penunjang yang dimulai dengan pemeriksaan rutin seperti darah tepi, feses
dan urin lengkap.
Behrman membuat beberapa tahapan algoritmik dalam penatalaksanaan demam yaitu :9
1. Tahap pertama, anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium tertentu. Setelah
itu dievaluasi untuk menentukan apakah ada gejala dan tanda spesifik atau tidak.
2. Tahap kedua, dapat dibagi 2 kemungkinan, yaitu :
a. Bila ditemukan tanda dan gejala fokal tertentu maka dilakukan
pemeriksaan tambahan yang lebih spesifik yang mengarah pada penyakit
yang dicurigai.
b. Bila tidak ada tanda dan gejala fokal, maka dilakukan pemeriksaan ulang
darah lengkap

A dan B kemudian dievaluasi untuk dilanjutkan ke tahap 3.


3. Tahap ketiga, terdiri dari pemeriksaan yang lebih kompleks dan terarah,
konsultasi ke bagian lain dan tindakan invasif dilakukan seperlunya.

Lorin dan Feign melakukan pendekatan melalui dua tahap, yaitu evaluasi klinis dan
laboratorium. Evaluasi klinis mengutamakan anamnesis dan pemeriksan fisis

16
selengkapnya dan serinci mungkin yang dilakukan dengan cermat dan berhati-hati serta
berulang-ulang. Pemeriksaan juga perlu diulang karena kemungkinan berubah setelah
beberapa hari setelah terdapat tanda atau gejala klinis yang jelas yang sebelumnya tidak
ada. Evaluasi laboratorium harus dikerjakan langsung, selengkap mungkin, mengarah ke
diagnosis yang paling mungkin dan diulang seperlunya. Dengan cara ini diperoleh
sejumlah data yang digunakan sebagai data dasar dan dievaluasi untuk menentukan
tindakan diagnosis selanjutnya. Bila anak dalam keadaan kritis pemeriksaan harus
dilakukan secepatnya. Kadang-kadang demam telah hilang sebelum diagnosis pasti
ditegakkan dan sebelum prosedur diagnosis invasif dilakukan.10
Lorin dan Feign menulis tentang petunjuk diagnosis pada anak dengan FUO. Untuk
penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan selengkap mungkin, sedangkan pemeriksaan
laboratorium dilakukan secara bertahap. Jacobs dkk mengusulkan pendekatan diagnosis
FUO dengan melakukan pencatatan timbulnya demam untuk memastikan bahwa demam
tersebut tidak disengaja. Anamnesis dilakukan selengkap mungkin, pemeriksaan fisis
terinci dan berulang-
ulang mungkin dapat
menemukan
hal yang yang
sebelumnya
tidak ditemukan dan
merupakan
kunci diagnosis.
Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
secara bertahap dan
dari yang rutin sampai
yang paling canggih
seperti CT scan dan
MRI.

17
3.2.4 Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan selengkap dan seteliti mungkin serta berulang kali dalam
beberapa hari oleh karena seringkali pasien atau orang tua mengingat suatu hal yang
sebelumnya lupa diberitahukannya.1
1. Umur

18
Umur harus diperhatikan, oleh karena pada anak dibawah 6 tahun sering
menderita infeksi saluran kemih (ISK), infeksi lokal (abses, osteomielitis) dan
juvenile rheumatoid arthritis (JRA). Sedangkan anak yang lebih besar sering
menderita tuberkulosis, radang usus besar, penyakit autoimun dan keganasan.
2. Karakteristik demam

Karakteristik demam (saat timbul, lama dan pola/tipe) dan gejala non-spesifik
seperti anoreksia, rasa lelah, menggigil, nyeri kepala, nyeri perut ringan dapat
membantu diagnosis. Pola demam dapat membantu diagnosis, demam
intermitten terdapat pada fase piogenik, tuberkulosis, limfoma dan JRA,
sedangkan demam yang terus menerus dapat terjadi pada demam tifoid. Demam
yang relaps dijumpai pada malaria, rat-bite fever, infeksi borelia dan keganasan.
Demam yang rekurens lebih dari satu tahun lamanya mengarah pada kelainan
metabolik, SSP atau kelainan pada pusat pengontrol temperatur dan defisiensi
imun.
3. Data epidemiologi

Riwayat kontak dengan binatang (anjing,kucing,burung,tikus) atau pergi ke


daerah tertentu perlu ditanyakan, demikian pula latar belakang genetik pasien
perlu diketahui serta terpaparnya pasien dengan obat (salisilism).

3.2.5 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus FUO diperlukan pemeriksaan fisis lengkap, kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Sumber demam mungkin terlihat
dengan melakukan palpasi pada sendi yang bengkak. Pemeriksaan fisis tidak hanya pada
hari pertama, tetapi sebaiknya diulang sampai diagnosis ditegakkan. Pembesaran
kelenjar getah bening regional dapat timbul akibat proses infeksi lokal, sedangkan
pembesaran kelenjar getah bening umum mungkin disebabkan infeksi sistemik meliputi
keganasan dan berbagai proses inflamasi.1
Adanya artralgia, artritis, mialgia atau sakit pada anggota gerak mengarah pada penyakit
vaskular-kolagen. Apabila ditemukan kelainan bunyi jantung harus dipikirkan
endokarditis, gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, adanya darah pada tinja atau

19
kehilangan berat badan mengarah ke inflamasi di usus besar.nyeri perut atau adanya
massa mungkin timbul menyertai ruptur appendiks. Ikterus mengarah kepada hepatitis,
sedangkan ruam menunjukkan penyakit vaskular-kolagen, keganasan atau infeksi.
Faringitis, tonsilitis atau abses peritonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau infeksi
mononukleosis, CMV atau leptospirosis.
Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan terutama pada saat pasien demam. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah :
· Keadaan umum dan tanda vital
· Kulit
· Mata
· Sinus
· Orofaring
· Kelenjar limfe
· Abdomen
· Muskuloskeletal
· Saluran kemih

3.2.6 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang untuk menegakkan penyebab
demam sangat diperlukan. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak serentak.
Luasnya pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan derajat penyakit pasien.

1 Anamnesis lengkap
2 Pemeriksaan fisis
3 Pemeriksaan penunjang

20
· Foto toraks
· Darah perifer lengkap, hitung jenis & morfologi
· Hapusan darah tebal
· Laju endap darah dan atau C-reactive protein
· Urinalisis
Tahap I · Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin
(likuor serebrospinal, feses, cairan tubuh lain bila
terdapat indikasi)
· Biakan darah, urin, feses, hapusan tenggorok
· Uji tuberkulin
· Uji fungsi hati

· Pemeriksaan uji serologik : terhadapa salmonella,


toksoplasma, leptospira, mononukleosis, virus
Tahap II sitomegalo, histoplasma
· USG abdomen, kepala (bila ubun-ubun besar
masih terbuka)

· Aspirasi sumsum tulang


· Pielografi intravena
· Foto sinus paranasal
· Antinuclear antibody (ANA)
Tahap III · Enema barium
· Skaning
· Limfangiogram
· Biopsi hati
· Laparatomi

Tabel 2. Tahapan diagnosis demam tanpa kausa jelas pada anak3

Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi bila
penyakit lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara bertahap.
Pemeriksaan awal dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung jenis,
trombosit, feses lengkap dan urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah, biakan darah,
biakan urin, kalau perlu dilakukan hapusan tenggorok.
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, apalagi bila
disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan darah perifer perlu
dikonsultasikan kepada ahli hematologi/onkologi serta dilakukan pungsi sumsum tulang.

21
Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung jenis mengarah pada mononukleosis atau
infeksi virus sedangkan neutropenia berat pada pasien sakit ringan sampai sedang bisa
disebabkan oleh berbagai infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED
menunjukkan adanya infeksi dan penyakit vaskular kolagen. Anemia hemolitik bisa
terdapat pada penyakit vaskular-kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non
hemolitik mengarah pada penyakit kronis atau keganasan. Piuria dan bakteriuria
menunjukkan infeksi saluran kemih, hematuria menunjukkan kemungkinan endokarditis.
Pemeriksaan fototoraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan foto mastoid dan
sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi tertentu. Uji untuk HIV
seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik lain dapat dilakukan untuk
shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi mononukleosis, CMV,
toksoplasmosis dan bebrapa infeksi jamur. CT scan dapat membantu mengidentifikasi
lesi di kepala, leher, dada, rongga peritoneum, hati, limpa, kelenjar getah bening intra
abdominaldan intra toraks, ginjal, pelvis dan mediastinum. CT scan atau USG juga dapat
membantu dalam melakukan biopsi atau aspirasi pada daerah yang dicurigai terdapat
lesi. Cara ini dapat mengurangi laparotomi eksplorasi atau torakostomi. Biopsi kadang-
kadang dapat membantu menegakkan FUO.7
Dalam pencarian etiologi FUO, ESR (erythrocyte sedimentation rate) harus dievaluasi.
Adanya peningkatan ESR disertai anemia kronik sering dihubungkan dengan giant cell
arteritis atau polymyalgia rheumatica. C reactive protein (CRP) sebaiknya diperiksa
karena merupakan indikator spesifik terhadap respon metabolik terhadap inflamasi pada
fase akut. ANA (anti nuclear antibody), antineutrophil sytoplasmic antibody, faktor
reumatoid dan krioglobulin serum harus dinilai untuk menegakkan penyakit vaskuler
kolagen lainnya dan vaskulitis. PPD (purified protein derivative) diperiksa untuk
menskrining pasien tuberkulosis dengan FUO.3
Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki
peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi
intensif telah dilakukan tanpa memberiksan hasil maka tes-tes yang invasif seperti
punksi lumbal maupun biopsi sumsum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat
dipertimbangkan sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan.

22
Keterangan tambahan
➢ Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius
➢ Kultur
o Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik
o Kultur urin
o Kultur sputum dan feses  dapat membantu keberadaan penyakit paru
maupun gastrointestinal
o Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan
steril; seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal,
hepar, sumsum tulang, dan nodus limfe.
➢ Serologi
o Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil
yang signifikan, seperti adanya antibodi spesifik terhadap
mikroorganisme infeksi. Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari
pemeriksaan serologi adalah Brucellosis, infeksi CMV, infeksi
mononucleosis EBV, infeksi HIV, amebiasis, toxoplasmosis, dan
klamidia.
o Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan
SLE.
o Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar
tiroksin, dan LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi
tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme.

3.2.7 Pengobatan
3.2.7.1 Risiko terapi percobaan
Menurut pendapat umum, sebaiknya terapi percobaan tidak boleh diberikan pada saat
sedang mencari penyebab demam tanpa kausa jelas. Pendapat ini berdasarkan bahwa
obat yang diberikan akan mempersulit pemeriksaan lebih lanjut, kadang-kadang dapat
sangat menganggu. Beberapa antibiotik seringkali menyebabkan reaksi hipersensitivitas
yang berakibat menimbulkan demam, timbulnya ruam kulit, kelainan darah atau
kadangkala menyebabkan kegagalan fungsi organ tertentu. Antibiotik spektrum luas

23
juga dapat mengurangi kepekaan terhadap pemeriksaan biakan. Hal ini terutama terjadi
pada demam enterik (salmonelosis, shigelosis) dan streptococcus pyogenes. Pemberian
antibiotik salep pada abses tidak dapat menyembuhkan tanpa dilakukan drainase,
sehingga demam tidak akan segera turun. Pemberian obat antituberkulosis (rifampisin
atau streptomisin) akan mempengaruhi hasil biakan bakteri piogenik. Tetrasiklik dan
kotrimoksazol akan menghambat sebagian pertumbuhan parasit malaria atau protozoa
lain sehingga manifestasi klinisnya menjadi tidak khas lagi. Hal lain yang penting adalah
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid dapat menghambat respons imun sehingga
menganggu hasil uji serologik dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (misalnya uji
tuberkulin). Dengan menghambat respons inflamasi dan memberikan perbaikan semu,
maka kortikosteroid dapat menyebabkan infeksi tetap berlangsung dan cenderung
menjadi berat sehingga mudah terjadi penyulit seperti perforasi dan meluasnya infeksi.

1 Mengurangi kepekaan pemeriksaan biakan


2 Mengubah perjalanan penyakit, tetapi tidak sembuh
3 Reaksi samping obat mengecohkan penyakit dasar
4 Kortikosteroid menurunkan kepekaan uji serologik
5 Kortikosteroid menyebabkan perjalanan penyakit lain parah tanpa gejala klinis
yang jelas

Tabel 3. Risiko pemberian terapi percobaan

3.2.7.2 Kegunaan terapi percobaan


Di dalam kenyataannya, pemberian terapi percobaan tidak dapat dihindarkan. Setelah
dilakukan pemeriksaan dengan seksama (klinis dan laboratorium) kita dapat menduga
diagnosisnya, walaupun seringkali tidak terbukti. Apabila dugaan diagnosis terhdapa
infeksi yang spesifik, maka terapi percobaan dapat dibenarkan, dengan memberikan
antibiotik spektrum sempit tetapi relevan untuk mikroorganisme patogen yang diduga.
Apabila dugaan diagnosis tersebut memang benar, maka pada tindak lanjut pemberian
terapi percobaan harus sesuai dengan hasil yang diharapkan. Pengobatan juga harus
segera diberikan apabila keadaan umum pasien sangat berat dan kritis, tetapi spesimen

24
pemeriksaan harus diambil terlebih dahulu sebelum pengobatan diberikan. Penting pula
diingat bahwa pemberian pengobatan harus sesuai panduan baik dosis maupun lama
pemberian, jangan sekali-kali mengganti antibiotik setiap saat tanpa panduan yang jelas.
Bagan suhu merupakan salah satu alat pemantau terpenting dari awal keberhasilan
pengobatan. Pemeriksaan penunjang lain seperti CRP atau LED dapat dipergunakan
untuk memantau. Untuk penyakit kolagen, LED atau kadar auto antibodi dapat
dipergunakan sebagai alat pemantau. Di samping itu, indikator non spesifik seperti
perbaikan nafsu makan atau peningkatan berat badan perlu diperhatikan.1
Kegagalan pengobatan pada terapi percobaan ternyata hanya sekitar 5%, seperti yang
dilaporkan oleh para penulis. Separuh kasus tampak mengalami perbaikan klinis,
walaupun demam masih meneteap tetapi keadaan umum tidak memburuk, dalam hal
demikian penyakit kegansan seringkali merupakan penyebab demam. Dapat
disimpulkan, bahwa pemeriksaan pada demam tanpa kausa jelas harus dilakukan secara
sistematik, walaupun pada umumnya pengobatan berhasil memuaskan dan jarang
berakhir dengan kegagalan.1

3.2.8 Diagnosis Banding


1. Infeksi bakteri
a. ISK e. Endokarditis infektif
b. Sepsis f. Pneumonia
c. Enteric fever g. Pyelonefiris
d. Tuberkulosis
2. Infeksi Virus
a. Cytomegalovirus c. HIV
b. Virus hepatitis d. Infeksius mononukleosis
3. Infeksi Parasit
a. Malaria
b. Toxoplasmosis
4. Penyakit kolagen
a. Juvenile rheumatoid arthritis
b. Systemic lupus erythematosus

25
5. Neoplasma
a. Hodgkin’s disease c. Leukimia mieloblastik akut
b. Leukimia limfoblastik akut d. Limfoma
6. Penyakit lain
a. Demam obat
b. Tirotoksikosis
c. Hypothalamic central fever

3.2.9. Prognosis
Perbedaan yang jelas pada FUO dewasa dan anak adalah prognosisnya. Prognosis FUO
pada anak lebih bagus daripada orang dewasa, hal ini dikarenakan perbedaan kausanya.
Penelitian pada FUO anak yang dilakukan dari tahun 1970 menunjukkan angka
mortalitas 6% hingga 9%. Tetapi dengan perubahan kausa FUO pada anak, penelitian
yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hasil yang pasti pada kasus dewasa dan
anak-anak.

BAB IV
ANALISA KASUS

Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 –
38oC, terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa
diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Suatu keadaan
dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu
badan diatas 38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti
selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan
penunjang medis lainnya.
Pada pasien ini terlihat adanya gejala demam berkepanjangan lebih dari 2 minggu,
secara patologis demam terjadi akibat adanya pirogen eksogen merupakan senyawa yang

26
berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin
atau mikroba itu sendiri. Bakteri gram negatif memproduksi pirogen eksogen berupa
polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri gram positif tertentu dapat
pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin.
Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang
dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis
sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong
pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1B, interleukin-1,
interleukin-6), tumor nekrosi faktor (TNF-TNF-B) dan interferon. Pirogen endogen yang
dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya secara langsung atau
dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus.
Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan
metabolik, antar lain sintesis prostagladin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat
pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk
suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat
produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk
mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam.
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan demam berkepanjangan (prolonged
fever) terdiri dari pemeriksaan penunjang dasar dan pemeriksaan penunjang lanjutan.
Pemeriksaan penunjang dasar yaitu pemeriksaan darah tepi, hitung jenis leukosit, laju
endap darah, urinalisa, rontgen dada, serta pemeriksaan serologi HIV. Berdasarkan hasil
tersebut didapatkan bahwa pemeriksaan darah tepi dan hitung jenis dilakukan pada
semua kelompok penyebab demam berkepanjangan. Pemeriksaan penunjang lanjutan
pada pasien dengan demam berkepanjangan sangatlah beraneka ragam. Pemilihan
pemeriksaan penunjang lanjutan tersebut dilakukan berdasarkan diagnosis kerja namun
ternyata tidak seluruh pasien dengan diagnosis kerja demam berkepanjangan dilakukan
seluruh pemeriksaan. Kuman terbanyak yang ditemukan pada biakan darah, biakan urin
dan biakan feses adalah masing-masing Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli
dan Escherichia coli pathogen.
Pada pasien ini keluhan demam disertai dengan adanya penurunan nafsu makan
pasien dan batuk berdahak. Untuk mengetahui penyebab demam dilakukan pemeriksaan

27
darah rutin, didapatkan kalium yang rendah. Pasien diketahui mempunyai riwayat
hipokalemia. Kemudian dilakukan pemeriksaan Widal untuk mengetahui apakah pasien
mengalami thypoid fever, hasilnya S. typhi O positif dengan titer 1/80. Pada
pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis selanjutnya didapatkan peningkatan LED
dan eosinofil. Sedangkan dari hasil pemeriksaan urinalisa lengkap, didapatkan sel epitel
1+. Pasien masih mengalami demam, namun penyebab dari demam berkepanjangan
(prolonged fever) yang dialami pasien masih belum diketahui.
Pada pasien ini terapi terakhir yang diberikan adalah KAEN 3B 800 cc/ hari, PCT
syrup 4 x 3/4 ml, OBH 3 x 5 ml dan Ceftazidime 3 x 300 mg. Pasien dianjurkan untuk
melakukan Mantoux test, namun belum dilakukan sampai saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi ke 2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 21-55.
2. Anochie, Ifeshinachi P. Mechanisms of fever in human. Int J Microbiol Immunol Res.
2013; 2: 37-43.
3. Cunha BA, et al. Fever of unknown origin: a clinical approach. The American Journal
of Medicine. 2015; 128: 10.
4. Long SS, Pickering LK, Prober CG. Pediatric infections diseases. Third edition. New
York: Elsevier Churchill Livingstone; 2008.
5. Chounchane S. Prolonged fever in children. Arch Pediatr. 2004; 11: 1319-25.
6. IDAI. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Jakarta: IDAI; 2011. h.4-9.
7. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia;
2009. h.183-4.
8. Mir T, Dhobi GN, Koul AN, Saleh T. Clinical profile of classical fever of unknown
origin (FUO). Caspian J Intern Med. 2014; 5: 35–9.
9. Berhman S. Prolong fever of unknown origin. Edisi ke-2. Philadelphia: BC Decker
Inc; 1991. h. 10-11.
10. Lorin MI. Fever: pathogenesis and treatment. Textbook of pediatric infectious
disease. Edisi ke 3. Philadelphia: Saunders; 1992. h. 148-52.

28
29

Anda mungkin juga menyukai