ASMA BRONKIAL
Oleh:
Syawelleony Rania Zhusto
2207501010010
Pembimbing:
Dr. dr. Bakhtiar, Sp.A, M.Kes
PEMERIKSAAN FISIK
(Ruang Arafah 2, 26 Juli 2022)
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 107/66 mmHg
Laju Nadi : 90x/menit
Laju Napas : 20x/menit
Suhu : 36,9℃
SpO2 : 97%
Status Gizi dan Antropometri (Grafik CDC 2000)
Berat Badan : 22 kg
Tinggi Badan : 127,5cm
Lingkar Lengan Atas : 22 cm
Lingkar Kepala : 49,5 cm
BB/U : 88%
TB/U : 100%
BB/PB : 84%
HA : 8 tahun
BBI : 25 kg
Berdasarkan kurva pertumbuhan CDC, kesan: Gizi baik, berat badan
kurang, perawakan normal.
Sistem Deskripsi
Kulit Tidak ada pucat
Kepala Normosefali
Rambut Hitam, sebaran rambut merata, dan tidak mudah dicabut
Mata Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat, sklera tidak
ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung positif
di kedua mata, refleks cahaya tak langsung positif di kedua
mata. Mata tidak cekung.
Hidung Napas cuping hidung ada, secret ada
Telinga Tidak ada deformitas, tidak ada sekret telinga
Mulut Tidak sianosis, mukosa bibir basah
Faring Tidak hiperemis
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar KGB, tidak ada peningkatan vena
jugularis
Thorax Inspeksi : Simetris, terdapat retraksi dinding dada, tidak ada
jaringan parut.
Palpasi. : Pergerakan statis dan dinais simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi napas vesikular di kedua lapang paru,
wheezing ada, ekspirasi memanjang, rhonki tidak ada
Jantung Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V midclavicularis sinistra
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi: bunyi jantung 1 > bunyi jantung 2, irama reguler,
tidak ada bunyi jantung tambahan
Abdomen Inspeksi : Simetris, tidak tampak distensi, ikteri (-), jejas (-),
kaput medusae (-), pulsasi arteri abdominal (-)
Auskultasi : Peristaltik kesan normal, tidak terdengar bising aorta
abdominal
Palpasi : Soepel, hepar lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani. Tidak ada shifting dullness
Ekstremitas Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, tidak ada sianosis, tidak ada
edema.
Genital Perempuan
Status
Neurologis
Tanda Kaku kuduk (-)
Rangsang Brudzinki sign (-)
Meningeal Laseque (-)
Kernig sign (-)
Nervus Dalam batas normal
Cranialis
Sensorik Dalam batas normal
Motorik Dalam batas normal
Refleks Reflek biscep (+3/+3)
Fisiologis Reflek trisep (+3/+3)
Reflek patella (+3/+3)
Reflek Achilles (+3/+3)
Kesan: Hiperrefleks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (23 Juli 2022)
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hb 13,3 12,0-15,0 g/dl
Ht 37 37-47 %
6 3
Eritrosit 4,9 4,2-5,4 x 10 /mm
3 3
Trombosit 181 150-450 x10 / mm
3 3
Leukosit 13,61 4,5-10,5 x10 /mm
MCV 77 80-100 fL
MCH 27 27-31 pg
MCHC 36 32-36%
RDW 12,8 11,5-14,5 %
MPV 8,4 7,2-11,1 fL
Eosinofil 6 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
N. Batang 0 2-6 %
N. Segmen 49 50-70 %
Limfosit 37 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
AST/SGOT 25 < 31 U/L
ALT/SGPT 10 < 34 U/L
Kalsium 9,1 8,6-10,3 mg/dL
Natrium 143 132-146 mmol/L
Kalium 3,90 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 113 98-106 mmol/L
DIAGNOSIS KERJA
1. Asma serangan ringan sedang episodik intermitten
TATA LAKSANA
1. Suportif
a. Kebutuhan kalori : 1760-1980kkal/hari
b. Kebutuhan protein : 22 gram/hari
c. Kebutuhan cairan : 1540 cc/hari
2. Medikamentosa
a. IV Ampicilin 500 mg/6jam
b. IV Gentamisin 100 mg/24 jam
c. PO Cetirizin 5mg/12 jam
d. Nebule Ventolin 1 amp/8jam
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien
ini didapatkan diagnosis asma bronkial derajat ringan sedang episodik intermitten.
Asma merupakan suatau kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang
menyebabkan terjadinya hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (1). Pencetus serangan asma
dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan iritan yang
dapat menimbulkan respon inflamasi akut(2).
Dari hasil alloanamnesis dengan ibu pasien, didapatkan pasien mengalami
batuk sejak kemarin. Batuk kemungkinan besar terjadi akibat rangsangan pada
saraf sensorik saluran respiratori yang disebabkan oleh mediator inflamasi. Batuk
berulang dapat merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan pada anak.
Mediator inflamasi juga dapat mempengaruhi persepsi sesak napas melalui
pengaruhunya terhadap saraf aferen rangsangan saraf aferen, pada pada keadaan
hiperkapnea atau hipoksemia misalnya, akan merangsang timbulnya hiperventilasi
alveolar dan kerusakan lainnya akibat serangan asma akut(3).
Produksi mukus yang berlebihan merupakan gejala pada penyakit bronkitis
kronis, namun gejala tersebut juga merupakan salah satu karakterstik pasien asma
yang tidak pernah memiliki riwayat merokok ataupun bekerja pada lingkungan
yang berdebu. Survei membuktikan, sebanyak 30% pasien asma kesehariannya
memproduksi sputum dan 70% sisanya hanya memproduksi pada saat serangan
asma timbul(3). Pasien mengalami gejala tersebut <1 kali/bulan dengan lama
serangan < 1 mingggu, gejala memberat saat malam sehingga pasien kesulitan
tidur(1,3). Berdasarkan gejala klinis yang dialami oleh pasien, menunjukkan bahwa
pasien mengalami asma bronkial derajat ringan sedang episodik intermitten.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pernafasan cuping hidung,
ekspirasi memanjang , retraksi dinding dada serta terdengar suara wheezing saat
auskultasi paru. Secara garis besar, gangguan fungsi yang terjadi pada asma
ditimbulkan oleh penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh
struktur saluran pernafasan. Resistensi saluran napas mengalami peningkatan dan
laju ekspirasi maksimal mengalami penurunan, yang mempengaruhi volume paru
secara keseluruhan. Penyempitan saluran napas di daerah perifer menyebabkan
peningkatan volume residu. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan
saluran napas adalah kecendrungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume udara yang lebih besar. Yang kemudian dapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja perapasan agar tetap dapat
mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya
compliance pada kedua paru. Inflasi toraks yang berlebihan mengakibatkan otot
diafragma dan interkostal, secara mekanik mengalami kesulitan sehingga kerjanya
menjadi tidak optimal (lebih dari normal)(4).
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya peningkatan reflek fisiologis
dan reflek patologis Babinski positif. Peningkatan ini terjadi karena pasien
mengalami serebral palsi. Palsi serebral merupakan gangguan fungsi motor dan
postur akibat lesi anatomi otak yang bersifat statis non-progresif pada saat
perkembangan otak, sehingga mengakibatkan perubahan tonus dan kelemahan
otot, gerakan involunter, ataksia atau kombinasi abnormalitas. Anak dengan palsi
serebral spastik memperlihatkan tanda upper motor neuron seperti, kelemahan,
hipertonisitas, hiperefleksia, klonus, refleks patologis, dan kecendrungan
mengalami kontraktur.(5)
Pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin tampak adanya leukositosis
dengan peningkatan jumlah netrofil segmen. Mediator inflamasi secara langsung
maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder
seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga
mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens, tromboksan, PAF dan
protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan
inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.(2)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya ialah
pemeriksaan fungsi paru, pemeriksaan hipereaktivitas saluran napas, pengukuran
tanda inflamasi saluran napas non invasif, pemeriksaan arus puncak ekspirasi, uji
reversibilitas, uji provokasi bronkus dan penilaian status alergi. Pada pemeriksaan
fungsi paru terutama bermanfaat apabila ada manifestasi gejala asma yang tidak
khas. Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.(2)
Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian B₂-agonis kerja cepat
dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat
diulang dua kali dengan selang 20 menit. Jika dengan sekali nebulisasi pasien
menunjukkan respons yang baik (complete response), berarti derajat serangannya
ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien
dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat ß-agonis (hirupan atau oral) yang
diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat
ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan
kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk re-evaluasi
tatalaksana. Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat
pengendali, obat tersebut diteruskan hingga re-evaluasi dilakukan di klinik rawat
jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien
diperlakukan sebagai serangan asma sedang.(6)
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Tujuan khususnya
yaitu:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.(7)
DAFTAR PUSTAKA