Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

16 November 2021
Nama peserta ujian : Izzatun Nisa
Pembimbing : dr. Eka Destianti Edward, M.Ked (Ped) Sp.A(K)

Nama : Darmiyati Zainun Fitri


Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 17 tahun 5 bulan 16 hari
Tanggal lahir : 30 Mei 2004
Alamat : Peunia Kaway XVI, Aceh Barat
Rekam medis : 1-08-71-26
Tanggal pemeriksaan : 16 November 2021

Pasien diterima oleh peserta ujian tanggal 16 November 2021, 11.30 WIB

ANAMNESIS (alloanamnesis dari ibu pasien dan autoanamnesis)

Keluhan utama
Pucat

Keluhan tambahan
Lemas, nyeri sendi kedua lutut.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan pucat sejak 1 minggu SMRS. Keluhan pucat
disertai dengan nyeri sendi lutut kanan dan kiri. Nyeri terjadi setiap saat dan
tidak dipicu oleh aktivitas yang berat. Sejak keluhan tersebut muncul, pasien
belum mengonsumsi obat apapun untuk mengurangi keluhannya. Pasien
sudah pernah mengalami keluhan yang serupa sejak 11 tahun yang lalu.
Pasien dengan diagnosa thalassemia sejak usia 6 tahun di rumah sakit umum
Meulaboh. Saat ini pasien berencana untuk melakukan transfusi darah yang
sudah dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali.

1
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sering mengalami keluhan pucat serta nyeri sendi. Pasien didiagnosis
thalassemia beta sejak usia 6 tahun (11 tahun yang lalu). Pasien dengan
riwayat kuning, perut buncit serta mimisan berulang. Pasien juga memiliki
riwayat transfusi darah rutin setiap bulan sejak terdiagnosis thalassemia.

Kesan: Terdapat riwayat penyakit dahulu yang relevan dengan kondisi


penyakit sekarang.

Riwayat penyakit keluarga


Adik kandung pasien dengan penyakit thalassemia, terdiagnosis sejak usia 4
tahun.
Kesan: Terdapat faktor risiko genetik thalassemia dari orangtua pasien

Riwayat kehamilan dan persalinan


Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke puskesmas.
Riwayat demam dan sakit berat saat kehamilan disangkal. Saat hamil ibu
rutin mengonsumsi vitamin dari dokter. Pasien merupakan anak kedua dari
empat bersaudara, lahir spontan pervaginam. Berat badan lahir 3000 gram
cukup bulan. Segera menangis setelah lahir. Tidak ada riwayat kuning serta
rawatan di NICU.
Kesan: tidak ada faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit yang
dialami pasien

Riwayat imunisasi
Pasien mendapat imunisasi dasar secara lengkap sampai usia 9 bulan.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat nutrisi
Usia 0-6 bulan : ASI dan pisang dilembutkan
Usia 6-12 bulan : ASI dan bubur tim
Usia 12-24 bulan : ASI dan nasi keluarga
Saat ini nafsu makan pasien baik, pasien makan teratur 3x sehari makanan
berat diselingi snack ringan, tidak mengonsumsi daging merah dan sayuran

2
hijau sesuai dengan anjuran dokter. Sayuran yang dikonsumsi pasien yaitu
kentang, wortel, tomat.
Kesan: ASI eksklusif tidak terpenuhi. Pemenuhan nutrisi pasien saat ini
baik.

Riwayat Pertumbuhan
Berat badan pasien saat ini 38 kg dengan tinggi badan 149 cm.
Kesan: Terdapat masalah pertumbuhan pada pasien.

Perkembangan
Tengkurap usia : 6 bulan
Duduk usia : 9 bulan
Berdiri usia : 12 bulan
Berjalan usia : 12 bulan
Bicara usia : 18 bulan
Saat ini pasien kelas 2 MTsN, mampu bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya dengan baik.
Kesan: terdapat permasalahan perkembangan.

Status Pubertas
Saat ini pasien berusia 17 tahun belum menstruasi dan belum tumbuh rambut
pada pubis.
Kesan: Terdapat masalah keterlambatan pubertas pada pasien.

Riwayat pemenuhan kebutuhan dasar


Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pasien mendapat
perhatian serta kasih sayang dari keluarganya, segala kebutuhan sehari-hari
dan kesehatan terpenuhi dengan baik oleh orang tua pasien.
Kesan: pemenuhan kebutuhan dasar asah, asih, dan asuh terpenuhi
dengan baik pada pasien.

Riwayat sosial ekonomi & kondisi lingkungan


Selama ini pasien tinggal bersama dengan orang tua. Tempat tinggal pasien
merupakan bangunan permanen memiliki ventilasi dan pencahayaan yang

3
baik. Sumber air minum pasien berasal dari PDAM dan sumber listrik dari
PLN. Ayah pasien berprofesi sebagai pedagang rempah-rempah. Fasilitas
kesehatan terjangkau dari rumah pasien.

Kesan: kondisi ekonomi dan lingkungan cukup baik.

Ringkasan perawatan di RSUZA


Pasien datang dengan keluhan pucat sejak 1 minggu SMRS. Keluhan pucat
disertai dengan nyeri sendi lutut kanan dan kiri. Nyeri terjadi setiap saat dan
tidak dipicu oleh aktivitas yang berat. Sejak keluhan tersebut muncul, pasien
belum mengonsumsi obat apapun untuk mengurangi keluhannya. Pasien
sudah pernah mengalami keluhan yang serupa sejak 11 tahun yang lalu.
Pasien dengan diagnosa thalassemia sejak usia 6 tahun di rumah sakit umum
Meulaboh. Saat ini pasien berencana untuk melakukan transfusi darah yang
sudah dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali.

Pasien sering mengalami keluhan pucat serta nyeri sendi. Pasien didiagnosis
thalassemia beta sejak usia 6 tahun (11 tahun yang lalu). Pasien dengan
riwayat kuning, perut buncit serta mimisan berulang. Pasien juga memiliki
riwayat transfusi darah rutin setiap bulan sejak terdiagnosis thalassemia.

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap di laboratorium didapatkan anemia


hipokrom mikrositer dengan penurunan hemoglobin, hematokrit, eritrosit,
MCV, MCH serta terdapat peningkatan RDW.

4
PEMERIKSAAN FISIK

(Ruang Thursina 1, Centra Thalassemia, 16 November 2021 pukul 11.30


WIB, saat pasien diterima oleh peserta didik)

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Skala nyeri : 3/ RFLACC

Tanda Vital
Laju nadi : 97 kali/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Laju napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 °C
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Saturasi O₂ : 99 %

Status gizi & antropometri (kurva CDC)


Berat badan (BB) : 38 kg
Tinggi badan (TB) : 149 cm
BMI : 17,11 kg/m2
Lingkar Lengan atas : 19 cm
BB/U : 68,4 % (BB kurang)
TB/U : <p5 (pendek)
BMI/U : <p5 (Gizi kurang)
Height Age : 11 tahun 5 bulan
BBI : 55,5 kg
Kesimpulan : gizi kurang
Kebutuhan kalori : 2608,5 kkal/hari
Kebutuhan protein : 55,5 gram/ hari
Kebutuhan cairan : 1860 cc/ hari
Berdasarkan kurva pertumbuhan CDC kesan: Gizi Kurang

5
Pemeriksaan fisik pada tanggal 8 September 2021 pukul 11.40 WIB

Sistem Deskripsi
Warna kulit hitam gelap (hiperpigmentasi), ujung jari pucat,
Kulit
tidak tampak ikterik
Kepala Normotia, tidak ada luka
Rambut Hitam, sebaran rambut merata, dan mudah dicabut
Konjungtiva palpebra inferior pucat, sklera tidak ikterik, pupil
Mata bulat isokor 2 mm/2 mm, refleks cahaya langsung positif di
kedua mata, refleks cahaya tak langsung positif di kedua mata.
Hidung Tidak ada napas cuping hidung, tidak ditemukan secret
Telinga Tidak terdapat deformitas, tidak ada sekret telinga
Mulut Tidak sianosis, mukosa bibir dan mulut dalam batas normal
TVJ tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah
Leher
bening
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada
Palpasi. : Pergerakan simetris statis dan dinamis.
Thorax Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi napas vesikular di kedua lapang paru, tidak
ada ronkhi dan wheezing
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada linea midclavicularis
sinistra ICS 5
Jantung Perkusi : batas atas di ICS III parasternal
batas kiri di ICS V, 1 jari medial midclavicula kiri
batas kanan di ICS IV parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, tidak terdapat murmur
Inspeksi : tidak tampak distensi
Palpasi : teraba hepatomegaly 3 cm dari arcus costae,
splenomegaly pada schuffner 3, tidak ada nyeri
tekan pada seluruh lapangan abdomen,
Abdomen
Perkusi : pekak pada lumbal kiri, selebihnya timpani pada
seluruh lapangan abdomen, tidak ada shifting
dullness
Auskultasi : peristaltik kesan normal
Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler < 2 detik, tampak
Ekstremitas
pucat, tidak sianosis
Genital Perempuan, belum terdapat rambut pubis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan 16 Nov 2021 Rujukan
Hb 7,1* 12-15 g/dl
Ht 20* 37-47 %
Eritrosit 3,1* 4,2-5,4 x 106/mm3
Trombosit 153 150-450 x103/ mm3
Leukosit 7,8* 4,5-10,5 x103 /mm3
MCV 66* 80-100 fL
MCH 23* 27-31 pg
MCHC 35 32-36%
RDW 29,0* 11,5-14,5 %
Eosinofil 1 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
N. Batang 0* 2-6 %
N. Segmen 53 50-70 %
Limfosit 39 20-40 %
Monosit 7 2-8 %

Kesan: dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia hipokrom


mikrositer
DAFTAR MASALAH
1. Pucat
2. Pubertas terlambat
3. Gizi kurang

DIAGNOSIS KERJA
1. Thalassemia beta mayor
2. Gizi kurang

TATALAKSANA

1. Thalassemia beta mayor


 Diagnosis : Anamnesis dan pemeriksaan tes darah
 Terapi : Transfusi PRC 1 kolf, Kalsirox 1x500 mg
 Edukasi : Rutin transfusi dan minum obat teratur, hindari makanan
yang banyak mengandung zat besi tinggi seperti sayuran hijau dan
daging merah.

2. Gizi Kurang
 Diagnosis : Pemeriksaan kurva CDC 2000
 Terapi : Vitamin E 1x400 IU, Profolat 1x0,4 mg
 Edukasi : Mengenai penyakit, jenis makanan yang mengandung
karbohidrat, protein dan gizi mikro yang diperlukan.

PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad functionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan pucat sejak 1 minggu SMRS. Keluhan pucat
disertai dengan lemas dan nyeri sendi lutut kanan dan kiri. Nyeri terjadi setiap saat
dan tidak dipicu oleh aktivitas yang berat. Sejak keluhan tersebut muncul, pasien
belum mengonsumsi obat apapun untuk mengurangi keluhannya. Pasien sudah
pernah mengalami keluhan yang serupa sejak 11 tahun yang lalu. Ibu pasien
mengatakan bahwa keluhan ini memberat jika pasien terlambat melakukan
transfusi darah. Pasien terdiagnosis thalassemia sejak usia 6 tahun (11 tahun yang
lalu) di rumah sakit umum Meulaboh. Pasien dengan riwayat kuning, perut
membesar serta mimisan berulang. Saat ini pasien berencana untuk melakukan
transfusi darah yang sudah dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali.
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap di laboratorium didapatkan anemia
hipokrom mikrositer dengan penurunan hemoglobin (7,1 mg/dL), hematokrit,
eritrosit, MCV, MCH serta terdapat peningkatan RDW.
Pasien didiagnosis dengan thalassemia beta mayor, gizi buruk serta
keterlambatan pubertas. Pasien diberikan transfusi PRC 1 kolf, kalsirox 500 mg
/hari PO, profolat 0,4 mg /hari PO serta vitamin E 400 IU /hari PO. Untuk
mengatasi gizi buruk, pasien diedukasi untuk asupan nutrisi harian 2608,5
kkal/hari, dengan asupan protein 55,5 gram/hari.

A. Thalassemia
Thalassemia adalah penyebab umum anemia mikrositik hipokromik yang
timbul dari berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai globin hemoglobin.
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik (penurunan jumlah sel darah
merah karena adanya penghancuran sel darah merah secara berlebihan) herediter
yang diturunkan secara resesif. Secara klinis dibedakan atas thalassemia mayor
dan minor. Penyakit ini ditandai dengan adanya kelainan sintesis rantai globin.
Jika sintesis rantai globin terjadi penurunan maka akan menyebabkan anemia dan
mikrositosis karena sintesis hemoglobinnya menurun1. Thalassemia β terjadi
akibat berkurangnya sintesis rantai globin β hemoglobin atau tidak diproduksi
sama sekali.2 Dari seluruh populasi di dunia sekitar 5% ialah carrier thalassemia.
Setiap tahun terdapat lebih dari 332.000 kasus kehamilan yang mempunyai
kelainan hemoglobin, diantaranya yang mengalami thalassemia mayor ada sekitar
56.000 orang, juga untuk anak yang masih dapat bertahan hidup dengan
membutuhkan transfusi darah rutin yaitu lebih dari 30.000 dan yang meninggal
saat proses kelahiran sebanyak 5.500 anak itu disebabkan oleh penyakit
Thalassemia Menurut World Health Organization 2016 (WHO).3
Thalassemia diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Pewarisan
bentuk heterozigot menyebabkan thalassemia minor atau sifat thalassemia (carrier
Thalassemia), biasanya tidak bergejala (asimtomatik) atau hanya bergejala ringan.
Pewarisan bentuk homozigot menyebabkan thalassemia mayor dengan anemia
hemolitik yang berat. Permasalahan thalassemia akan muncul jika carrier
thalassemia menikah dengan carrier thalassemia sehingga 25% dari keturunannya
akan mengalami thalassemia mayor, 50% kemungkinan anaknya menderita
thalassemia minor dan hanya 25% kemungkinan anaknya mempunyai darah
normal.4
Presentasi klinis dari thalassemia mayor terjadi antara 6 dan 24 bulan. Bayi
yang terjangkit menjadi gagal tumbuh dan semakin pucat. Dapat terjadi masalah
makan, diare, iritabilitas, serangan demam berulang, dan pembesaran perut yang
progresif yang disebabkan oleh pembesaran limpa dan hati.1
Pasien dengan beta-thalassemia trait umumnya tidak terdapat temuan fisik
yang tidak biasa. Pada pasien dengan beta-thalassemia mayor, temuan fisik
berkaitan dengan anemia berat, erythropoiesis yang tidak efektif, hematopoiesis
ekstramedulla, dan kelebihan zat besi akibat transfusi dan peningkatan penyerapan
zat besi.2 Pada pasien ini didapatkan klinis yang berkaitan dengan anemia seperti
konjungtiva pucat dan kulit pada ujung jari pucat, serta riwayat kuning. Kulit
tampak pucat akibat anemia dan ikterus merupakan akibat dari hiperbilirubinemia.
Pasien ini juga memiliki klinis yang khas dari thalassemia yaitu facies cooley
yang terjadi akibat tengkorak serta tulang lainnya mengalami deformasi sekunder
akibat hiperplasia eritroid dengan ekspansi intrameduler dan penipisan tulang
kortikal. Sehingga thalassemia beta dapat menyebabkan pembesaran rahang atas,
yang menyebabkan penampilan yang dikenal sebagai chipmunk face, seiring
dengan peningkatan ruang antara gigi, overbite, dan maloklusi. Pembengkakan
kelenjar ludah yang menyakitkan dan mulut kering dapat terjadi, yang mengarah
untuk mengurangi perlindungan saliva dan peningkatan laju kerusakan gigi.2,3
Pemeriksaan perut dapat mengungkapkan perubahan pada hati, kandung empedu,
dan limpa. Pasien ini ditemukan hepatosplenomegali yang berhubungan dengan
hematopoiesis ekstrameduler yang signifikan. Pasien yang telah menerima
transfusi darah mungkin mengalami hepatomegali atau hepatitis kronis karena
kelebihan zat besi. Kantung empedu mungkin mengandung batu bilirubin yang
terbentuk sebagai akibat dari keadaan hemolitik seumur hidup pasien.
Splenomegali biasanya diamati sebagai bagian dari hematopoiesis ekstrameduler
atau sebagai respon hipertrofik yang berhubungan dengan hemolisis
ekstravaskular. Kadar Feritin mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan zat
besi terbesar di dalam tubuh terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang. Zat besi
yang berlebihan akan disimpan dan jika diperlukan bisa dimobilisasi kembali.
Pada penyakit hati akut ataupun kronis kadar ferritin meningkat karena terdapat
pelepasan ferritin dari sel hati yang rusak dan pengambilan ferritin dalam sel hati
terganggu, itu terjadi karena kadar ferritin tebesar di dalam tubuh tempatnya
adalah di hati. Kadar ferritin normal antara 20g/L sampai 200g/L.1,2,3
Transfusi secara terus menerus pada pasien thalassemia bisa menyebabkan
terjadi penumpukan atau penimbunan zat besi dalam tubuh terutama pada hati,
jantung, dan organ endokrin.5 Hal tersebut dapat berakibat pada klinis
hiperpigmentasi kulit pada pasien thalassemia. Pasien ini sudah terdapat
hiperpigmentasi pada seluruh kulitnya. Selain itu, penimbunan zat besi pada organ
endokrin juga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah di kelenjar endokrin.
Di sidi lain, kondisi anemia dapat mengganggu pertumbuhan anak sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti postur tubuh yang pendek.6
Sedangkan nutrisi adalah faktor lingkungan yang sangat penting dalam
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya penyakit anemia yang membesar
juga menimbulkan penurunan nafsu makan dan menyebabkan kurangnya asupan
gizi kedalam tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan gizi yaitu
pertumbuhan yang terhambat dengan gizi kurang atau gizi buruk.5

Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien thalassemia adalah delayed
puberty. Pubertas dikatakan terlambat jika tidak terdapatnya tanda-tanda seks
sekunder (pembesaran payudara) pada anak perempuan setelah usia 13 tahun, atau
tidak bertambahnya volume testis menjadi ≥ 4ml pada anak lelaki setelah usia 14
tahun. Pemeriksaan status pubertas secara klinis dilakukan dengan menggunakan
skala maturitas Tanner, dan sebaiknya dilakukan secara berkala 1 kali setahun
mulai usia ≥10 tahun. Pada pasien ini, di usianya yang sudah hampir menuju 18
tahun, pasien belum mengalami menstruasi. Selain itu, pasien juga belum tumbuh
rambut pada pubis (skala maturitas Tanner 3). Penyebab pubertas terlambat pada
thalassemia mayor adalah kegagalan poros hipotalamus-hipofisis yang
mengakibatkan sekresi gonadotropin (LH dan FSH) menurun. Akibatnya
rangsangan terhadap gonad juga menurun yang mengakibatkan sekresi hormon
seks berkurang. Ada berbagai faktor yang dapat mengganggu poros hipotalamus-
hiposifis tersebut antara lain malnutrisi, derajat penyakit sistemik dan masalah-
masalah spesifik yang terdapat pada thalassemia mayor seperti anemia kronis dan
penimbunan besi.4
Gambar 1. Facies cooley serta hiperpigmentasi kulit pada pasien thalassemia

Setelah didapatkan temuan klinis yang mengarah pada thalassemia, dapat


dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu pemeriksaan laboratorium darah
tepi lengkap dan elektroforesis hemoglobin. Hasil pemeriksaan darah pada pasien
thalassemia akan didapatkan anemia hipokrom mikrositer. Hal itu terjadi pada
pasien ini. Pada pasien didapatkan hemoglobin yang rendah (7,1 g/dL), MCV
rendah (66 fL) serta MCH rendah (23 pg). Anemia hipokrom mikrositer adalah
anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. Anemia hipokrom mikrositer
pada pasien ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Hb dibawah normal. Saat
pemeriksaan darah rutin didapatkan nilai MCV dan MCH juga dibawah normal.5
Gambar 2. Alur Diagnosis Thalassemia5

B. Tatalaksana Thalassemia
Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit
thalassemia. Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
transfusi darah, kelasi besi, nutrisi dan suplementasi, splenektomi, transplantasi
sumsum tulang, vaksinasi serta dukungan psikososial. Pada laporan kasus kali ini
akan dibahas tatalaksana sesuai yang dilakukan pada pasien ini yaitu terapi
suportif transfusi darah, kelasi besi serta dukungan asupan nutrisi dan
suplementasi.5

Gambar 3. Tatalaksana pasien thalassemia5

1. Transfusi Darah
Keputusan untuk memulai transfusi pada pasien yang terdiagnosis
thalassemia harus didasarkan pada adanya anemia berat (Hb <7 g / dl selama lebih
dari dua minggu, tidak termasuk penyebab lain yang berkontribusi seperti infeksi).
Namun, juga pada pasien dengan Hb> 7 g / dl, faktor-faktor lain harus
dipertimbangkan, termasuk perubahan wajah, pertumbuhan yang buruk, bukti
ekspansi tulang dan peningkatan splenomegali.1 Target yang ingin dicapai dari
transfusi adalah kadar Hb sebelum transfusi 9-10.5 g/dL dan kadar Hb setelah
transfusi 13-14 g/dL supaya mencegah gangguan pertumbuhan, deformitas tulang
dan kerusakan organ, sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan pasien
dapat beraktivitas dengan normal.1 Target transfusi jangka panjang adalah untuk
mempertahankan nilai Hb pasien pada nilai 9-10 g/dl.2 Frekuensi transfusi
biasanya dilakukan setiap dua sampai empat minggu. Interval yang lebih pendek
dapat mengurangi kebutuhan darah secara keseluruhan tetapi tidak sesuai dengan
output kualitas hidup yang dapat diterima. Jumlah darah yang akan ditransfusikan
tergantung pada beberapa faktor termasuk berat badan pasien, target peningkatan
kadar Hb dan nilai hematokrit. Secara umum, jumlah sel darah merah yang
ditransfusikan tidak boleh melebihi 15 sampai 20 ml/kg/ hari (8-15 ml/kg/),
diinfuskan dengan kecepatan maksimum 5 ml/kg/jam, untuk menghindari
peningkatan volume darah yang cepat.1,6

Gambar 4. Algoritme tatalaksana transfusi darah5

2. Kelasi Besi
Medikamentosa yang dapat diberikan adalah iron chelation (kelasi besi)
yang digunakan untuk membuang zat besi yang berlebihan dalam tubuh pasien
thalassemia yang rutin menjalani transfusi. Terapi kelasi besi dimulai segera
setelah pasien mendapatkan 10-20 kali transfusi darah atau ketika kadar ferritin >
1000 ng/ml. 6
Obat pertama yang tersedia untuk pengobatan kelebihan zat besi adalah
deferoxamine (DFO), sebuah kelasi besi yang tidak diserap secara oral dan oleh
karena itu perlu pemberian parenteral, biasanya sebagai infus subkutan 8 sampai
12 jam setiap malam, 5-7 malam seminggu. Dosis rata-rata adalah 20-40 mg/ kg
berat badan untuk anak-anak dan 30-50 mg/ kg berat badan untuk dewasa. Obat
Deferiprone (DFP) juga merupakan obat kelasi besi, yang berkerja aktif secara
oral yang memiliki tingkat efektifitas lebih baik dalam menurunkan myocardial
siderosis pada thalassemia mayor. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 75-100
mg/kg/hari dengan jadwal pemberian 3x/hari. Obat Deferasirox (DFX) adalah
kelator besi sekali sehari, yang diberikan secara oral, program uji klinis besar
membuktikan efektif pada orang dewasa dan anak-anak. Dosis awal DFX yang
direkomendasikan untuk kebanyakan pasien adalah 20 mg / kg / hari, meskipun
dapat diubah menjadi 10 atau 30 mg / kg / hari tergantung pada jumlah transfusi
yang diterima pasien dan apakah tujuan terapeutiknya adalah untuk mengurangi
atau menjaga kadar zat besi tubuh. 1
Gambar 5. Algoritme tatalaksana kelasi besi5

3. Nutrisi dan Suplementasi


Pasien thalassemia umumnya mengalami defisiensi nutrisi akibat proses
hemolitik, peningkatan kebutuhan nutrisi, dan morbiditas yang menyertainya
seperti kelebihan besi, diabetes, dan penggunaan kelasi besi. Idealnya pasien
thalassemia menjalani analisis diet untuk mengevaluasi asupan kalsium, vitamin
D, folat, trace mineral (kuprum/ tembaga, zink, dan selenium), dan antioksidan
(vitamin C dan E). Pemeriksaan laboratorium berkala mencakup glukosa darah
puasa, albumin, 25-hidroksi vitamin D, kadar zink plasma, tembaga, selenium,
alfa- dan gamma-tokoferol, askorbat, dan folat. Tidak semua pemeriksaan ini
didapatkan di fasilitas kesehatan. Analisis Cochrane menyebutkan belum ada
penelitian uji acak terkontrol yang melaporkan keuntungan pemberian
suplementasi zink pada thalassemia yang berkaitan dengan kadar zink darah.
Namun pemberian suplementasi zink memberikan manfaat yang bermakna pada
kecepatan tinggi tubuh dan densitas tulang.7
Suplementasi vitamin D yang direkomendasikan adalah 50.000 IU sekali
seminggu pada pasien dengan kadar 25-hidroksi vitamin D di bawah 20 ng/dL,
diberikan hingga mencapai kadar normal. Suplemen kalsium diberikan pada
pasien dengan asupan kalsium yang rendah. Rekomendasi diet berbeda pada tiap
pasien bergantung pada riwayat nutrisi, komplikasi penyakit, dan status tumbuh
kembang. Hindari suplementasi yang mengandung zat besi. Diet khusus diberikan
pada pasien dengan diabetes, intoleransi laktosa, wanita hamil, dan pasien dalam
kelasi besi. Konsumsi rokok dan alkohol harus dihindari. Rokok dapat
menyebabkan remodeling tulang terganggu, dan dapat mengakibatkan
osteoporosis. Konsumsi alkohol menyebabkan proses oksidasi besi terganggu dan
memperberat gangguan fungsi hati.5
Nutrien yang perlu diperhatikan pada pasien thalassemia adalah zat besi.
Makanan yang banyak mengandung zat besi atau dapat membantu penyerapan zat
besi harus dihindari, misalnya daging merah, jeroan, dan alkohol. Makanan yang
rendah zat besi, dapat mengganggu penyerapan zat besi, atau banyak mengandung
kalsium dapat dikonsumsi lebih sering yaitu sereal dan gandum. Pendapat lain
menyebutkan pasien dalam terapi kelasi besi tidak perlu membatasi diet dari
makanan tertentu, karena dikhawatirkan dapat semakin mengurangi kualitas hidup
pasien.7
Stres oksidatif dan defisiensi anti-oksidan umum terjadi pada thalassemia
walaupun tanpa kondisi kelebihan besi. Rendahnya kadar enzim superoksid
dismutase (SOD) yang berperan untuk mengatasi stres oksidatif dan tingginya
radikal oksigen bebas dapat mengurangi kadar vitamin E pada pasien thalassemia.
Vitamin E berperan untuk mengurangi aktifitas platelet dan mengurangi stres
oksidatif. Vitamin E dapat pula melindungi membran eritrosit sehingga tidak
mudah lisis dan secara bermakna meningkatkan kadar Hb. Suplementasi vitamin
E 10 mg/kg atau 2x200 IU/hari selama 4 minggu dipercaya dapat meningkatkan
kadar Hb dan askorbat plasma, dan dapat menjaga enzim antioksidan pada
eritrosit sehingga kadarnya mendekati nilai normal. Vitamin C berperan untuk
memindahkan besi dari penyimpanan di intraselular dan secara efektif
meningkatkan kerja DFO. Vitamin C dengan dosis tidak lebih dari 2-3 mg/kg/hari
diberikan bersama desferoksamin untuk meningkatkan ekskresi besi.8
Pemberian asam folat direkomendasikan pula, karena defisiensi zat ini
umum terjadi. Pemberiannya terutama pada pasien yang merencanakan
kehamilan. Asam folat diberikan dengan dosis 1-5 mg/kg/hari atau 2x1 mg/hari.
Folat dapat diberikan pada pasien thalassemia sejak awal walau pasien belum
mendapat transfusi rutin. Penelitian lain menyebutkan asam folat hanya diberikan
pada pasien bila kadar Hb pratransfusinya <9 g/dL, karena belum terjadi
eritropoiesis hiperaktif sehingga tidak memerlukan asam folat untuk pembentukan
eritrosit.
Pada pasien ini mengalami gizi buruk, dan diberi terapi suplementasi
profolat (asam folat) 1x1 tab, serta vitamin E 1x1 tab 400 IU. Pasien juga
dianjurkan untuk menghindari makanan yang dapat membantu penyerapan zat
besi seperti daging merah dan sayuran hijau. Pasien dianjurkan untuk
mendapatkan asupan protein dari daging putih seperti ikan ataupun protein nabati.
Sayuran berwarna cerah juga aman dikonsumsi oleh pasien.
Gizi buruk adalah suatu keadaaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < -3 standar
deviasi WHO-NCHS.7 Penentuan statsu gizi dilakukan berdasarkan berat badan
(BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB), (BB/PB atau BB/TB).
Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk
anak kurang 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.8
Tatalaksaana yang digunakan pada gizi buruk ialah 10 tatalaksan pada gizi
buruk:7
Gambar 6. Sepuluh Langkah Tatalaksana Anak Gizi Buruk

C. Pengelolaan Keterlambatan Pubertas pada Pasien Thalassemia


Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien thalassemia adalah delayed
puberty. Penyebab pubertas terlambat pada thalassemia mayor adalah kegagalan
poros hipotalamus-hipofisis yang mengakibatkan sekresi gonadotropin (LH dan
FSH) menurun. Akibatnya rangsangan terhadap gonad juga menurun yang
mengakibatkan sekresi hormon seks berkurang. Ada berbagai faktor yang dapat
mengganggu poros hipotalamus-hiposifis tersebut antara lain malnutrisi, derajat
penyakit sistemik dan masalah-masalah spesifik yang terdapat pada thalassemia
mayor seperti anemia kronis dan penimbunan besi.5
 Penimbunan besi di kelenjar hipofisis merupakan penyebab primer pubertas terlambat
pada thalassemia mayor. Akibat penimbunan besi di dalam sel-sel kelenjar hipofisis
terjadi kerusakan dan kematian sel sehingga sekresi gonadotropin menurun.
 Anemia kronis. Landau dan kawan-kawan mendapatkan bahwa penderita thalassemia
mayor yang jarang mendapat transfusi darah dengan kadar hemoglobin berkisar antara
5,4-6,3 g/dl hanya mengalami perkembangan pubertas yang minimal atau tidak sama
sekali dibandingkan dengan penderita yang kadar hemoglobinnya lebih tinggi.
 Malnutrisi. Umumnya penurunan berat badan oleh sebab apapun juga hingga
mencapai kurang dan 80% berat badan ideal dapat menyebabkan defisiensi
gonadotropin. Peningkatan kembali berat badan dapat mengembalikan fungsi
hipotalamus-hipofisisgonad dalam jangka waktu yang bervariasi. 4
Dalam pengobatan thalassemia mayor dengan pubertas terlambat, langkah-
langkah pertama yang harus diperhatikan adalah memperbaiki status nutirisi,
meningkatkan keadaan kesehatan secara umum, dan pemberian transfusi serta
terapi kelasi yang adekuat. Sedangkan untuk mengatasi hipogonadisme dianjurkan
terapi pengganti hormonal. Pada anak wanita terapi pengganti hormonal diberikan
pada yang telah berusia lebih dan 13 tahun dengan usia tulang lebih dari 11 tahun.
Pada anak lakilaki terapi diberikan pada yang telah berusia lebih dari 14 tahun
dengan usia tulang lebih dan 12 tahun.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Galanello R, Origa R. Beta-thalassemia. Vol. 5, Orphanet Journal of Rare


Diseases. 2010.
2. Advani P, Besa EC. Beta Thalassemia. Medscape. 2019. p. 1–16.
3. Nienhuis AW, Nathan DG. Pathophysiology and clinical manifestations of the β-
thalassemias. Vol. 2, Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine. 2012.
4. Pramita D, Batubara JR. Pubertas Terlambat pada Thalassemia Mayor. Sari
Pediatr. 2016;5(1):4.
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1/2018 Tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Thalasemia.
6. Aggarwal R, Aggarwal M, Prakash A. Thalassemia: An overview. J Sci Soc.
2014;41(1):3.
7. Salsabila N, Rukmi R, Perdani W, Ayu N, Irawati V. Nutrisi Pasien Thalassemia
(Nutrition for Thalassemia Patients). J Kedokt. 2019;8:178–83.
8. Arijanty L, Nasar SS. Masalah Nutrisi pada Thalassemia. Sari Pediatr.
2016;5(1):21.
Lampiran 1 Skema alur pikir

Pasien anak perempuan 17 tahun 5 bulan

Pucat dan lemas memberat dalam 1 minggu terakhir

Pemeriksaan fisik : facies cooley, conjungtiva anemis,


kulit hiperpigmentasi, hepatosplenomegali
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium
ditemukan anemia hipokrom mikrositer

Thalassemia beta mayor

Farmakologi Non- farmakologi


• Kelasi besi • Transfusi PRC
• Multivitamin • Edukasi asupan
nutrisi
Lampiran 2. Kurva Pertumbuhan CDC 2000

Height age
TB/U

BBI

BB/U
BMI/U

Anda mungkin juga menyukai