TB PARU
Disusun Oleh:
Nurul Atika Haviz
1102018112
Pembimbing:
dr. Ivan Riyanto Widjaja, Sp.A (K)
IDENTITAS PASIEN
PASIEN
Nama Lengkap : An. N
Tanggal Lahir : 17 April 2008
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : Belum
ORANG TUA
Ayah
Nama : Tn. N Agama : Islam
Umur : 12 Desember 1975 (46 th) Pendidikan : S1
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2
Ibu
Nama : Ny. Suwati Agama : Islam
Umur : 6 Juni 1979 (42 th) Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Betawi Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan cara anamnesis dan alloanamnesis pada ibu pasien tanggal 30 maret
2022 pukul 11.30
Keluhan Utama
Batuk sejak 2 bulan yang lalu, dan batuk darah 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Demam naik turun kurang lebih sebulan, Nyeri perut ditengah +, penurunan nafsu makan +,
keringat malam +, saat di IGD pasien muntah 1 x disertai sesak
Riwayat Sosial
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk
Riwayat Kelahiran
Langsung menangis
Tidak ada pucat, biru, kuning, kejang
Tidak ada kelainan bawaan
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri dengan pegangan : 10 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Riwayat Imunisasi
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
o Frekuensi nadi : 85x/menit
o Tekanan darah : 100/75 mmHg
o Frekuensi nafas : 22x/menit
o Suhu tubuh : 36,1 ̊c
Data Antropometri :
o Berat Badan : 41,7 kg
o Tinggi Badan : 157 cm
o Lingkar Kepala : 45 cm
o Lingkar Dada : 43.5 cm
o Lingkar Lengan Atas : 12 cm
IMT = 41,7/(1,57)2 = 16,9
Kurva Nellhaus = Normal/normocephal
Kurva CDC 6-20 tahun, perempuan
PB/U = 157/159 x 100% = 98% → Gizi baik
BB/U = 41,7/46 x 100% = 90% → Gizi baik
Kesan : Gizi anak baik
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Dinding toraks: Bentuk simetris kanan dan kiri. Tidak tampak adanya lesi, sikatriks atau
bekas operasi. Dinding thorax teraba simetris saat statis dan dinamis.
Pulmo:
Inspeksi : Pergerakan dada saat pernafasan simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus normal
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor:
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS 4 midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak membuncit, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak
pergerakan peristaltic usus, warna kulit sawo matang
Palpasi : supel, cubitan kulit kembali cepat
Perkusi : nyeri ketuk (-), timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltic
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27/03/2022
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi–Darah lengkap
NLR 1.26
ALC 2038/µL
Kimia Klinik
Imunologi
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk darah , pasien juga mengeluh batuk selama
kurang lebih sebulan dan disertai demam.Saat di IGD pasien muntah sekali, Pasien juga
mengeluhkan sakit perut di bagian tengah sebelum muntah, keadaan pasien tampak lemas. Sesak
juga dirasakan pasien 2 SMRS. Saat malam hari, pasien mudah berkeringat dan akan terasa sesak
saat jalan dengan durasi yang lama. Pada pemeriksaan Fisik tidak ditemukannya pembesaran KGB
di region colli, suara nafas normal dan tidak ditemukan suara tambahan seperti wheezing. Kaku
kuduk negative. Pemeriksaan Lab adanya penuruna HB, MCV, MCH serta hematokrit. Tes
Mantoux (+) 10 mm, scoring TB 7
Diagnosis Kerja
TB Paru (skor TB = 7)
Diagnosis Banding
Abses Paru
Pneumoni
Pronogsis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Asering 12 tpm
As. Traneksemat 3x500 mg
Ondansentron 3x4 mg
PZA1x1500
INH 1x300
RIF 1x400
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular akibat infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru. Penyakit ini sangat mudah
menyebar dan menginfeksi orang orang melalui droplets yang mengandung bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya anak-anak terinfeksi TB paru dari orang
dewasa yang tinggal bersama atau memiliki kontak erat.3
Epidemiologi TB Paru
Di Indonesia sendiri jumlah kasus baru TB sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017.
Berdasarkan jenis kelamin insidensi pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Jika dibandingkan berdasarkan usia maka angka prevalensi TB pada anak-anak
< 15 tahun adalah 0,9 % ( 0,2 % < 1 tahun, 0,4 % usia 1-4 tahun, 0,3 % usia 5-14 tahun ).4
Menurut laporan WHO 2016, pada tahun 2015 diperkirakan bahwa terdapat 1 juta
kasus insidensi TB pada anak. Angka kematian tertinggi pada anak-anak berada di rentang
umur 0-4 tahun, dimana pada rentang umur 0-4 tahun memiliki risiko komplikasi TB paru
yang lebih besar contohnya adalah TB meningitis, yang berkaitan dengan peningkatan
angka mortalitas pada TB.5
Etiologi TB Paru
Patofisiologi TB Paru
Paru merupakan port d entrée pada lebih dari 99 % kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 µm) akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman Tuberkulosis dapat dihancurkan seluruhnya
oleh mekanisme imunologis non-spesifik, sehingga tidak terjadi reaksi imun spesifik. Akan
tetapi pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman
tuberkulosis yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
tuberkulosis yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB akan membentuk lesi di
tempat tersebut yang disebut focus primer Ghon.7
Dari focus primer Ghon, kuman tuberkulosis menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak diapeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).7
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman yang berkembang
biak hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular.7
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui
dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberculin positif.
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negative. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity,
CMI).7
Setelah imunitas selular terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya akkan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijauan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.7
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat focus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Focus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijauan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga rongga di jaringan paru (kavitas). 7
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui
mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelectasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelectasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.7
TB paru pada anak-anak mempunyai gejala dan tanda klinis yang tidak spesifik. Pada
beberapa anak dengan TB aktif dapat asimtomatik sehingga sering kali salah mendiagnosis
sebagai TB laten. Gejala utama TB pada anak-anak berupa kelelahan, hilangnya nafsu
makan, keringat dingin pada malam hari, penurunan berat badan dan demam pada malam
hari. Ketika Mycobacterium tuberculosis sudah menginvasi paru, maka timbulah gejala
klinis seperti nyeri dada dan batuk (produktif atau tidak produktif), bisa disertai dengan
hemoptysis tetapi sangat jarang terjadi. Gejala lain yang dapat timbul berupa demam
persisten (> 15 hari dan sering terjadi pada malam hari), penurunan berat badan, anoreksia,
pucat, limfadenopati dan hepatosplenmegali. Batuk persisten (> 3 minggu) merupakan
gejala utama dari tuberkulosis paru pada anak-anak.8,9
Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ
terkait.gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah batuk persisten, berat badan
turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu, dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut
sering dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian,
sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah
diberikan terapi yang adekuat (misalnya pemberian antibiotik atau anti malaria untuk
demam, pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan, dsb).10
Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas pada organ yang
terkena.10
a) Tuberculosis kelenjar.
c) Tuberculosis mata
• Konjungtivitis fliktenularis
• Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge)
e) Tuberculosis organ-organ lain
Diagnosis TB Paru
1. Kontak dengan pasien TB BTA (+) diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil laboratorium
BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
2. Penentuan status gizi :
a. Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname).
b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak usia
≤ 6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes 2016, sedangkan untuk anak usia > 6 tahun
merujuk pada standar WHO yaitu grafik IMT/U.
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 sampai 2
bulan.10
Anamnesis
Dalam mendiagnosis TB pada anak memerlukan kombinasi dari gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang yang relevan, dan tidak boleh hanya berdasarkan pada foto rontgen
dada. Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada; (1) Anak
yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud kontak erat adalah anak yang
tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi
pada pasien TB dewasa; (2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai
dengan TB anak. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinsi penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum
atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.7
Dari anamnesis yang ditemukan berupa gejala-gejala umum dari penyakit TB yang
tidak khas dan keluhan-keluhan spesifik berdasarkan organ. Gejala umum yang dimaksud
berupa: nafsu makan berkurang, berat badan sulit naik, demam subfebris berkepanjangan,
pembesaran kelenjar superfisial (di daerah leher, aksila, inguinal, atau tempat lain), keluhan
respiratori seperti batuk kronik lebih dari 2 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal
(diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena
cairan atau teraba massa dalam perut. Keluhan spesfik organ dapat terjadi bila TB mengenai
organ ekstra pumonal, seperti; benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang
atau pembengkakan sendi. Bila mengenai SSP dapat terjadi irritable, leher kaku, muntah-
munta, penurunan kesadaran. Pada kulit bisa terjadi skrofuloderma, dan pada mata bisa
terjadi lesi flikten. Bisa juga terdapat limfadenopati multiple di daerah colli, aksila, atau
inguinal.12
Pemeriksaan Fisik
Pada sebagian besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisik yang khas. Keluhan yang
didapatkan bisa berdasarkan organ yang terkena seperti pada vertebra, kulit, mata, kelenjar
getah bening, dan sebagainya.12
- Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.
- Tanda-tanda vital : Ditemukan takipneu dan demam sub febris
- Pemeriksaan antropometri : Mengalami gizi kurang atau secara klinis mengalami gizi
buruk.
- Pemeriksaan kelenjar getah bening : Ditemukan benjolan > 1 (multinodul),
berukuran ≥ 1 cm di daerah leher, aksila, inguinal, dll
- Pemeriksaan dada : Penurunan suara nafas, adanya rales.11,12
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan biakan (merupakan baku emas dalam menemukan kuman penyebab TB),
hasil biakan media padat dapat diketahui 4-8 minggu, sedangkan pada media cair bisa
diketahui dalam 1-2 minggu.
Pemeriksaan skrining :
- Tuberculin Skin Test (TST) atau test Mantoux sangat berguna dalam membantu
menegakkan diagnosis pada TB anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB
tidak jelas. Hasil positif dari tes tuberkulin menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan TB aktif (sakit TB). Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23
kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48 -
72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran
dinyatakan dalam millimeter. Indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif, ukuran 5-9 mm kurang
meyakinkan dan perlu diulang, sedangkan jika ≤ 5 mm dinyatakan negatif.12
Pemeriksaan radiologi :
- Foto rontgen dada, ditemukan adanya sugestif TB diantaranya adalah pembesaran kelenjar
hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura,
atelectasis atau kalsifikasi.12
- Pneumonia : Demam, batuk dengan napas cepat, crackles pada auskultasi, kepala
terangguk- angguk, pernapasan cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, merintih (grunting) dan sianosis.
- Bronkiolitis : Episode pertama wheezing pada anak umur <2 tahun, hiperinflasi dinding
dada, ekspirasi memanjang, gejala pada pneumonia dapat dijumpai, kurang atau tidak
adanya respons terhadap bronkodilator
- Pertusis : Batuk paraoksimal yang diikuti dengan whooping, muntah, sianosis atau apnea,
dengan atau tanpa demam, imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap, klinis baik diantara
episode batuk.
- Abses paru : Suara pernapasan menurun didaerah abses, tidak ada kenaikan berat
badan/anak tampak sakit kronis, foto rontgen dada menunjukkan adanya lesi yang berongga
atau abses.
- Bronkiektasis : Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing, tidak ada kenaikan berat
badan, sputum purulen, napas bau, jari tabuh (clubbing finger).
- Asma : Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk/pilek,
hiperinflasi dinding dada, ekspirasi memanjang dan respons baik terhadap pemberian
bronkodilator.
Tatalaksana TB Paru
Pengobatan utama pada TB paru adalah dengan penggunaan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Regimen terapi yang direkomendasikan adalah pemberian 3 regimen yaitu
INH, rifampisin dan pirazinamid selama 2 bulan awal dan dilanjutkan pemberian INH dan
rifampisin selama 4 bulan berikutnya. Pemberian 4 regimen terapi yang biasa digunakan
dalam pengobatan TB dewasa hanya direkomendasikan kepada anak dengan BTA (+), TB
berat dan TB tipe dewasa.10,14
(75/50/150)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT dewasa
Pada anak-anak dengan paparan TB tinggi atau kelompok dengan risiko tinggi
memerlukan profilaksis. Profilaksis primer diperlukan untuk mencegah terinfeksi pada
kelompok erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA (+). Profilaksis sekunder
diberikan pada kelompok yang terinfeksi TB namun belum sakit TB. Obat profilaksis yang
diberikan yaitu INH 5 -10 mg/Kgbb/hari. Untuk yang primer diberikan minimal 3 bulan dan
untuk yang sekunder diberikan selama 6-12 bulan.10,14
Pengobatan suportif lainnya diberikan pada kondisi tertentu seperti kortikosteroid yaitu
prednisone dengan dosis 2-4 mg/kg/hari, dengan dosis maksimal 60 mg/hari diberikan
selama 4 minggu lalu di tappering-off dilakukan secara bertahap selama 2 minggu pada TB
meningitis, sumbatan jalan napas akibat endobronkial TB, TB pericarditis, efusi pleura TB,
TB millier dengan gangguan napas berat. Obat piridoksin direkomendasikan pada anak
dengan HIV (+) dan malnutrisi berat dengan dosis 5-10 mg/hari. Pemberian makanan
tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan karena status gizi berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan.10
Prognosis TB Paru
Diagnosis yang tepat dan cepat serta pemberian tatalaksana yang tepat dapat memberikan
angka kesembuhan sekitar 95 %-100% pada TB anak. Pada terapi TB laten efektivitas terapi
hampir mencapai 100 %. Tingkat kematian secara keseluruhan pada TB anak rendah.
Tingkat kematian tertinggi di seluruh dunia terjadi pada anak yang menderita meningitis TB
dan pada sebagian besar anak masih menyisakan gejala. Sekitar 33 % meninggal dan hampir
50 % yang masih bertahan hidup memiliki gejala sisa defisit neurologis.14
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien batuk darah . Ibu pasien mengatakan kalau
BB pasien tidak naik sejak 1 tahun terakhir disertai penurunan nafsu makan. Pasien mengeluh mual.
Sesak dirasakan pasien 2 SMRS. Sebulan terakhir pasien mengeluhkan demam naik turun. Pasien
juga keringat pada malam hari padahal tidak melakukan aktifitas. Riwayat penyakit serupa terjadi
saat 5 tahun yang lalu tepatnya umur pasien 8 tahun. Riwayat imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan
anamnesis dari gejala khas TB pada anak dan gejala sistemik, didapatkan 4 kesamaan dari batuk
non remitten lebih dari 3 minggu, demam lebih dari 3 minggu,BB yang tidak naik serta keringat
pada malam hari.
Keluarga pasien ada riwayat pengobatan TB bulan ke 3 yaitu abang pasien. TB pada anak
biasanya ditularkan oleh orang dewasa, maka dari itu adanya kontak dengan penderita TB
dimasukan dalam scoring TB.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, anak tampak kurus dan lemah. BB: 41,7 kg, umur 13
tahun dan didapatkan status gizi baik. Dari kepala, mata hidung tidak didapat kelainan. Tidak
terdapat kelainan pada thoraks dan abdomen serta ekstermitas. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan scoring TB 7 (mantoux test 3, Demam <2 minggu 1, batuk < 2 minggu 1,serta kontak
TB dewasa dengan BTA meragukan 2). Laboratorium darah rutin didapatkan adanya . Mantoux test
positif (>10 mm). Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penjunjang
DAFTAR PUSTAKA
KEMENKES RI. 2020. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPPL)
Bakhtiar. Pendekatan diagnosis tuberculosis pada anak di sarana pelayanan kesehatan dengan
fasilitas terbatas. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2016; 16 (2).h.122 -8.
Siregar PA, Gurning FP, Eliska, Pratama MY. Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian
tuberculosis paru anak di rsud sibuhuan. Medan: Jurnal Berkala Epidemiologi; 6 (13).h.269-75.
What is tuberculosis (TB) patient education. American Thoracic Society 2017
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Tuberkulosis. Jakarta : 2018
Thomas A. Tania. Tuberculosis in children. Pediatr Clin North Am. 2017 August; 64(4): 893- 909
Holmberg J. P., Temesgen Z., Banerjee R. Tuberculosis in children. Pediatrics in review, April 2019;
40(4): p 168-178
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk teknis manajemen
TB anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Carvalho C.C. Anna, Cardoso A.A. Claudete, Martire M. Terezinha, Migliori B. Giovanni,
Sant’Anna C. Couto. Epidemiological aspects, clinical manifestations, and prevention of
pediatric tuberculosis from the perspective of the end TB strategy. J Bras Pneumol. 2018;
44(2): 134-144
Kitai Ian, Morris K Shaun, Kordy Faisal, Lam Ray. Diagnosis and management of pediatric
tuberculosis in Canada. CMAJ 2017 January 9;189: E11-6.
Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta 2016.
Safithri Fathiyah. Diagnosis TB dewasa dan anak berdasarkan ISTC (International Standard for TB
Care).
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. IDAI, p.323 -328
Cruz T. Andrea, Starke R. Jeffrey. Pediatric tuberculosis. Pediatrics in Review, 31(1): p 13-26