Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

TB PARU

Disusun Oleh:
Nurul Atika Haviz
1102018112

Pembimbing:
dr. Ivan Riyanto Widjaja, Sp.A (K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
RSUD KOJA Jakarta Utara
Periode 14 Maret 2022- 28 Mei 2022
Nama : Nurul Atika Haviz Tanda Tangan
Nim
: 1102018112

Dr. Pembimbing : dr. Ivan Riyanto Widjaja, Sp.A (K)

IDENTITAS PASIEN
PASIEN
Nama Lengkap : An. N
Tanggal Lahir : 17 April 2008
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : Belum

ORANG TUA

Ayah
Nama : Tn. N Agama : Islam
Umur : 12 Desember 1975 (46 th) Pendidikan : S1
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2

Ibu
Nama : Ny. Suwati Agama : Islam
Umur : 6 Juni 1979 (42 th) Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Betawi Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Warakas 1 Gg. 25 no 2
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan cara anamnesis dan alloanamnesis pada ibu pasien tanggal 30 maret
2022 pukul 11.30

Keluhan Utama
Batuk sejak 2 bulan yang lalu, dan batuk darah 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Demam naik turun kurang lebih sebulan, Nyeri perut ditengah +, penurunan nafsu makan +,
keringat malam +, saat di IGD pasien muntah 1 x disertai sesak

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan Ibunya ke IGD dengan keluhan batuk darah dari jumat disertai nyeri
perut bagian tengah, Pasien mengeluh batuk selama sebulan dan demam naik turun selama
sebulan. Saat berada di IGD pasien muntah. berat badan sekarang 41,7 Kg dan tiggi 157 cm. ibu
pasien mengatakan anaknya lemas jika beraktifitas serta keringat pada malam hari. Keluhan
serupa pernah dialami Pasien saat berumur 8 tahun tetapi tidak ditindak lanjuti dengan pemberian
obat.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa (+)
 Alergi (-)
 Muntah Darah (+)
 Kejang demam (-)
 Tifoid (-)
 DBD (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien yaitu abangnya sedang menjalani terapi OAT bulan ke 3-4, pasien
merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara, untuk ayah dan ibu pasien serta adiknya yang lain tidak
ada mengalami keluhan serupa, bapak pasien perokok, dapat menghabiskan 1 bungkus rokok
dalam seminggu

Riwayat Sosial
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk

Riwayat kehamilan dan kelahiran kehamilan

Perawatan antenatal Rutin setiap bulan

Penyakit kehamilan Tidak ada

Riwayat Kelahiran

Tempat kelahiran Rumah Sakit

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan


Masa gestasi Cukup bulan (38 minggu)

Keadaan bayi Berat badan lahir : 3000 gram


Panjang badan lahir : 48 cm

Langsung menangis
Tidak ada pucat, biru, kuning, kejang
Tidak ada kelainan bawaan

Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
 Psikomotor

Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri dengan pegangan : 10 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan

Riwayat Imunisasi

Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Tampak lemas
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-tanda Vital :
o Frekuensi nadi : 85x/menit
o Tekanan darah : 100/75 mmHg
o Frekuensi nafas : 22x/menit
o Suhu tubuh : 36,1 ̊c
 Data Antropometri :
o Berat Badan : 41,7 kg
o Tinggi Badan : 157 cm
o Lingkar Kepala : 45 cm
o Lingkar Dada : 43.5 cm
o Lingkar Lengan Atas : 12 cm
 IMT = 41,7/(1,57)2 = 16,9
 Kurva Nellhaus = Normal/normocephal
 Kurva CDC 6-20 tahun, perempuan
PB/U = 157/159 x 100% = 98% → Gizi baik
BB/U = 41,7/46 x 100% = 90% → Gizi baik
 Kesan : Gizi anak baik
Pemeriksaan Sistematis
 Kepala

Bentuk dan ukuran : bulat


Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, distribusi merata
Mata : Simetris, pupil bulat isokor, sklera ikterik -, kornea jernih
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, sekret -/-, tidak ada gangguan
pendengaran
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
Gigi-geligi : Gigi tidak ada yang berlubang
Mulut : Simetris, langit-langit mulut normal
Lidah : Bentuk normal, lidah kotor (-)
Tonsil : Sulit dinilai
Faring : Sulit dinilai
 Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
 Toraks

Dinding toraks: Bentuk simetris kanan dan kiri. Tidak tampak adanya lesi, sikatriks atau
bekas operasi. Dinding thorax teraba simetris saat statis dan dinamis.
Pulmo:
Inspeksi : Pergerakan dada saat pernafasan simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus normal
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor:
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS 4 midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak membuncit, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak
pergerakan peristaltic usus, warna kulit sawo matang
Palpasi : supel, cubitan kulit kembali cepat
Perkusi : nyeri ketuk (-), timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltic

 Anus dan rectum : Tidak dilakukan


 Genitalia : Tidak dilakukan
 Anggota gerak : Akral hangat, deformitas (-)
 Tulang belakang : Tidak ada kelainan
 Kulit : Warna kulit sawo matang, kulit lembab, turgor kulit normal
 Rambut : Warna hitam, distribusi merata, kuat angkat
 Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB
 Pemeriksaan neurologis : Kaku Kuduk (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27/03/2022
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi–Darah lengkap

Hemoglobin 11.6 g/dl 10.5-14.0

Jumlah Leukosit 5.12x 103/µL 6.00-14.00

Hematokrit 34.3 % 32.0-42.0

Jumlah trombosit 316x 103/µL 182-369

Jumlah eritrosit 4.78Juta/ µL 3.80-5.40

MCV 72fL 72-88 Serologi


CRP
MCH 24 pg 24-30
Kuantitatif
MCHC 34 g/dL 32-36

RDW-CV 14.0 % 11.5-15.0 0.01


Hitung Jenis mg/dL

Basofil 0.4 % 0.1-1.2


<0.50
Eosinofil 2.9 % 0.7-5.8

Neutrofil 50.1% 34.0-71.1

Limfosit 39.8 % 19.3-51.7

Monosit 6.8% 4.7-12.5

NLR & ALC Ringkasan

NLR 1.26

ALC 2038/µL

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu 97 mg/dL 60-100(anak)

Natrium (Na) 140 mEq/L 135-147

Kalium (K) 3.44 3.5-5.0

Klorida (Cl) 105 96-108

Imunologi
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk darah , pasien juga mengeluh batuk selama
kurang lebih sebulan dan disertai demam.Saat di IGD pasien muntah sekali, Pasien juga
mengeluhkan sakit perut di bagian tengah sebelum muntah, keadaan pasien tampak lemas. Sesak
juga dirasakan pasien 2 SMRS. Saat malam hari, pasien mudah berkeringat dan akan terasa sesak
saat jalan dengan durasi yang lama. Pada pemeriksaan Fisik tidak ditemukannya pembesaran KGB
di region colli, suara nafas normal dan tidak ditemukan suara tambahan seperti wheezing. Kaku
kuduk negative. Pemeriksaan Lab adanya penuruna HB, MCV, MCH serta hematokrit. Tes
Mantoux (+) 10 mm, scoring TB 7

Diagnosis Kerja

 TB Paru (skor TB = 7)

Diagnosis Banding
 Abses Paru
 Pneumoni

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


 Foto Rontgen Thorax
 Gen Expert

Pronogsis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

Penatalaksanaan
Medikamentosa
 Asering 12 tpm
 As. Traneksemat 3x500 mg
 Ondansentron 3x4 mg
 PZA1x1500
 INH 1x300
 RIF 1x400

Non Medikamentosa dan edukasi


 Selalu memakai masker
 Menjelaskan kepada pasien kalau penyakit yang diderita kemungkinan dapat terjadi lagi,
sehingga kebersihan anak harus terjaga.
 Jelaskan efek samping obat dan jangan sampai putus obat
Follow Up
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Terapi
27/03/2022 Batuk berdarah, N : 80 Hemoptoe Asering 1000
nyeri ulu hati, S : 37,5 C suspek TB ml/u
demam (-) TD : 115/78 Paru, dyspepsia Ranitidin 2 x 50
RR : 26 mg IV
Ondansentron 3
x 4 mg IV
As. Tranexamat
3 x 500 mg IV
Tes PPD & Gen
expert
28/03/2022 Mual, nyeri ulu N : 86 TB Paru Vestein Syr 3x
hati, batuk S : 36,5 C 5 mg
berdahak, (-) TD : 110/80
RR : 24
29/03/2022 Nyeri peruth N : 86 TB Paru Rifampicin 1 x
hilang, Batuk S : 36,5 C 450 mg
berdahak TD : 115/78 INH 1 x 300
RR : 22 mg
PZA 1 x 1500
mg
30/03/2022 Nyeri perut hilang N : 86 TB Paru
S : 36,5 C (Rawat jalan
TD : 108/73 sorenya)
RR : 24
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi TB Paru

Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular akibat infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru. Penyakit ini sangat mudah
menyebar dan menginfeksi orang orang melalui droplets yang mengandung bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya anak-anak terinfeksi TB paru dari orang
dewasa yang tinggal bersama atau memiliki kontak erat.3

Epidemiologi TB Paru

Di Indonesia sendiri jumlah kasus baru TB sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017.
Berdasarkan jenis kelamin insidensi pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Jika dibandingkan berdasarkan usia maka angka prevalensi TB pada anak-anak
< 15 tahun adalah 0,9 % ( 0,2 % < 1 tahun, 0,4 % usia 1-4 tahun, 0,3 % usia 5-14 tahun ).4
Menurut laporan WHO 2016, pada tahun 2015 diperkirakan bahwa terdapat 1 juta
kasus insidensi TB pada anak. Angka kematian tertinggi pada anak-anak berada di rentang
umur 0-4 tahun, dimana pada rentang umur 0-4 tahun memiliki risiko komplikasi TB paru
yang lebih besar contohnya adalah TB meningitis, yang berkaitan dengan peningkatan
angka mortalitas pada TB.5

Etiologi TB Paru

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M.Tuberkulosis.


Bakteri ini dikenal dengan bakteri tahan asam (BTA). Penamaan ini didasarkan pada
kemampuan M.tuberkulosis untuk mempertahankan ikatan dengan fuschin yang disebabkan
oleh tingginya kandungan lipid pada dinding sel. Pewarnaan dengan carbol fushin ini
dikembangkan oleh Ziehl- Neelsen untuk pewarnaan preparat apus M.tuberkulosis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang tumbuh secara lambat di dalam sel
(intrasel). Karakteristik utama mycobacterium yang membedakan dengan bakteri lain adalah
kemampuannya mempertahankan warna merah fuschin saat dilakukan dekolorisasi dengan
asam dan alcohol pada pewarnaan preparat apus. Struktur dinding M.Tuberkulosis bersifat
kompleks dan antigenic. Dinding selnya mempunyai
peranan penting untuk interaksi dengan sel-sel imun pejamu. Substansi antigenic yang
terdapat pada dinding sel tersebut antara lain lipoarabinomanan (LAM), sulfolipid, asam
mikolat, yang mengandung glikolipid, dan lipoprotein 19kDa. Protein yang terdapat pada
dinding bakteri ini yang terikat pada lemak dapat memicu terjadinya reaksi tuberculin.1
Mycobacterium tuberculosis bertransmisi melalui droplets yang mengandung
mikobakteria dan terhirup oleh orang yang belum terinfeksi. Pada anak-anak biasanya
tertular dari orang dewasa yang terinfeksi kuman TB dan tinggal lama bersama. Risiko
terinfeksi semakin besar jika orang dewasa tersebut telah diperiksa bahwa hasil tes batang
tahan asam (BTA) positif dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan infiltrat atau kavitas
pada lobus paru atas.6

Patofisiologi TB Paru

Paru merupakan port d entrée pada lebih dari 99 % kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 µm) akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman Tuberkulosis dapat dihancurkan seluruhnya
oleh mekanisme imunologis non-spesifik, sehingga tidak terjadi reaksi imun spesifik. Akan
tetapi pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman
tuberkulosis yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
tuberkulosis yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB akan membentuk lesi di
tempat tersebut yang disebut focus primer Ghon.7
Dari focus primer Ghon, kuman tuberkulosis menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak diapeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).7

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman yang berkembang
biak hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular.7
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui
dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberculin positif.
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negative. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity,
CMI).7
Setelah imunitas selular terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya akkan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijauan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.7
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat focus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Focus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijauan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga rongga di jaringan paru (kavitas). 7
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui
mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelectasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelectasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.7

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult
hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit
demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain
itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang ginjal, dan lain-lain. Pada
umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula
dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di
kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.7 .

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata


akut(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
Tuberculosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran. Tuberculosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun. Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah
protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan di
dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehinga sejumlah besar kuman TB
akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini
tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.7
Manifestasi Klinis TB Paru

TB paru pada anak-anak mempunyai gejala dan tanda klinis yang tidak spesifik. Pada
beberapa anak dengan TB aktif dapat asimtomatik sehingga sering kali salah mendiagnosis
sebagai TB laten. Gejala utama TB pada anak-anak berupa kelelahan, hilangnya nafsu
makan, keringat dingin pada malam hari, penurunan berat badan dan demam pada malam
hari. Ketika Mycobacterium tuberculosis sudah menginvasi paru, maka timbulah gejala
klinis seperti nyeri dada dan batuk (produktif atau tidak produktif), bisa disertai dengan
hemoptysis tetapi sangat jarang terjadi. Gejala lain yang dapat timbul berupa demam
persisten (> 15 hari dan sering terjadi pada malam hari), penurunan berat badan, anoreksia,
pucat, limfadenopati dan hepatosplenmegali. Batuk persisten (> 3 minggu) merupakan
gejala utama dari tuberkulosis paru pada anak-anak.8,9

Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ
terkait.gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah batuk persisten, berat badan
turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu, dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut
sering dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian,
sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah
diberikan terapi yang adekuat (misalnya pemberian antibiotik atau anti malaria untuk
demam, pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan, dsb).10

i. Gejala sistemik/umum. Gejala-gejala ini menetap walaupun sudah diberikan terapi


adekuat.10
a. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal
tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik dalam waktu 1-2 bulan.
b. Demam lama (lebih dari sama dengan 2 minggu) dan/atau berulang tanpa
sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan
lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lainnya.
c. Batuk lama lebih dari sama dengan 2 minggu. Batuk bersifat non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah). Batuk tidak
membaik dengan pemberian antibiotik atau obat asma (sesuai indikasi).
d. Lesu atau malaise; anak kurang aktif bermain.

ii. Gejala spesifik organ

Pada TB ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas pada organ yang
terkena.10

a) Tuberculosis kelenjar.

• Biasanya di daerah leher (region colli)

• Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tidak nyeri, konsistensi


kenyal, multiple dan kadang saling melekat (konfluens).
• Ukuran besar (>2x2 cm), biasanya pembesaran KGB terlihat jelas
bukan hanya teraba
• Tidak berespon dengan pemberian antibiotik

Biasa terbentuk rongga dan discharge

a) Tuberculosis sistem saraf pusat

• Meningitis TB: gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai


gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena
• Tuberkuloma otak: gejala-gejala adanya lesi desak ruang

b) Tuberculosis sistem skeletal

• Tulang belakang (spondylitis) : penonjolan tulang belakang (gibbus)

• Tulang panggul (koksitis) : pincang, gangguan berjalan, atau tanda


peradangan di daerah panggul
• Tulang lutut (gonitis) : pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas
• Tulang kaki dan tangan (Spina ventosa/daktilitis)

c) Tuberculosis mata

• Konjungtivitis fliktenularis

• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

d) Tuberculosis kulit (skrofuloderma)

• Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge)
e) Tuberculosis organ-organ lain

• Misalnya peritonitis TB, TB ginjal; dicurigai bila ditemukan gejala


gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas yang jelas
dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.10

Diagnosis TB Paru

Pendekatan untuk mendiagnosis TB pada Anak menggunakan Sistem Skoring yang


dikembangkan diuji coba melaui tiga tahap oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan WHO untuk mempermudah penegakan diagnosis
TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem Skoring TB Anak ini
membantu agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat megurangi terjadinya underdiagnosis
maupun overdiagnosis TB. Adapun penilaian/pembobotan pada sistem skoring TB anak
tersebut (Lihat Gambar 2):7

- Parameter uji tuberculin dan kontak erat dengan pasien TB menular


mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
- Uji tuberculin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
- Pasien dengan jumlah skor diatas sama dengan 6 harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap
respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat
dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan peeriksaan lebih lanjut
(Lihat Gambar 3).7

Gambar 2. Alur Diagnosis TB Anak.7


Gambar 3. Sistem Skoring TB Anak.10

Parameter Sistem Skoring :

1. Kontak dengan pasien TB BTA (+) diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil laboratorium
BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
2. Penentuan status gizi :

a. Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname).

b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak usia
≤ 6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes 2016, sedangkan untuk anak usia > 6 tahun
merujuk pada standar WHO yaitu grafik IMT/U.
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 sampai 2
bulan.10
Anamnesis

Dalam mendiagnosis TB pada anak memerlukan kombinasi dari gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang yang relevan, dan tidak boleh hanya berdasarkan pada foto rontgen
dada. Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada; (1) Anak
yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud kontak erat adalah anak yang
tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi
pada pasien TB dewasa; (2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai
dengan TB anak. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinsi penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum
atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.7
Dari anamnesis yang ditemukan berupa gejala-gejala umum dari penyakit TB yang
tidak khas dan keluhan-keluhan spesifik berdasarkan organ. Gejala umum yang dimaksud
berupa: nafsu makan berkurang, berat badan sulit naik, demam subfebris berkepanjangan,
pembesaran kelenjar superfisial (di daerah leher, aksila, inguinal, atau tempat lain), keluhan
respiratori seperti batuk kronik lebih dari 2 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal
(diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena
cairan atau teraba massa dalam perut. Keluhan spesfik organ dapat terjadi bila TB mengenai
organ ekstra pumonal, seperti; benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang
atau pembengkakan sendi. Bila mengenai SSP dapat terjadi irritable, leher kaku, muntah-
munta, penurunan kesadaran. Pada kulit bisa terjadi skrofuloderma, dan pada mata bisa
terjadi lesi flikten. Bisa juga terdapat limfadenopati multiple di daerah colli, aksila, atau
inguinal.12

Pemeriksaan Fisik

Pada sebagian besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisik yang khas. Keluhan yang
didapatkan bisa berdasarkan organ yang terkena seperti pada vertebra, kulit, mata, kelenjar
getah bening, dan sebagainya.12
- Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.
- Tanda-tanda vital : Ditemukan takipneu dan demam sub febris

- Pemeriksaan antropometri : Mengalami gizi kurang atau secara klinis mengalami gizi
buruk.
- Pemeriksaan kelenjar getah bening : Ditemukan benjolan > 1 (multinodul),
berukuran ≥ 1 cm di daerah leher, aksila, inguinal, dll
- Pemeriksaan dada : Penurunan suara nafas, adanya rales.11,12

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (menggunakan pemeriksaan bakteriologis) :10,12

Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis TB, baik


pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum dilakukan pada anak berusia > 5 tahun,
dengan cara berdahak, bilas lambung dan induksi sputum. Spesimen ini nantinya akan
digunakan pada beberapa tes seperti :
- Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum (min 2 kali, sewaktu dan pagi hari)

- Pemeriksaan biakan (merupakan baku emas dalam menemukan kuman penyebab TB),
hasil biakan media padat dapat diketahui 4-8 minggu, sedangkan pada media cair bisa
diketahui dalam 1-2 minggu.
Pemeriksaan skrining :

- Tuberculin Skin Test (TST) atau test Mantoux sangat berguna dalam membantu
menegakkan diagnosis pada TB anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB
tidak jelas. Hasil positif dari tes tuberkulin menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan TB aktif (sakit TB). Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23
kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48 -
72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran
dinyatakan dalam millimeter. Indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif, ukuran 5-9 mm kurang
meyakinkan dan perlu diulang, sedangkan jika ≤ 5 mm dinyatakan negatif.12
Pemeriksaan radiologi :

- Foto rontgen dada, ditemukan adanya sugestif TB diantaranya adalah pembesaran kelenjar
hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura,
atelectasis atau kalsifikasi.12

Gambar 4. Gambaran radiologi pada TB anak13

Diagnosis Banding TB Paru

Diagnosis banding TB paru dengan batuk kronik atau kesulitan bernapas

- Pneumonia : Demam, batuk dengan napas cepat, crackles pada auskultasi, kepala
terangguk- angguk, pernapasan cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, merintih (grunting) dan sianosis.
- Bronkiolitis : Episode pertama wheezing pada anak umur <2 tahun, hiperinflasi dinding
dada, ekspirasi memanjang, gejala pada pneumonia dapat dijumpai, kurang atau tidak
adanya respons terhadap bronkodilator
- Pertusis : Batuk paraoksimal yang diikuti dengan whooping, muntah, sianosis atau apnea,
dengan atau tanpa demam, imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap, klinis baik diantara
episode batuk.
- Abses paru : Suara pernapasan menurun didaerah abses, tidak ada kenaikan berat
badan/anak tampak sakit kronis, foto rontgen dada menunjukkan adanya lesi yang berongga
atau abses.
- Bronkiektasis : Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing, tidak ada kenaikan berat
badan, sputum purulen, napas bau, jari tabuh (clubbing finger).
- Asma : Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk/pilek,
hiperinflasi dinding dada, ekspirasi memanjang dan respons baik terhadap pemberian
bronkodilator.
Tatalaksana TB Paru

Pengobatan utama pada TB paru adalah dengan penggunaan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Regimen terapi yang direkomendasikan adalah pemberian 3 regimen yaitu
INH, rifampisin dan pirazinamid selama 2 bulan awal dan dilanjutkan pemberian INH dan
rifampisin selama 4 bulan berikutnya. Pemberian 4 regimen terapi yang biasa digunakan
dalam pengobatan TB dewasa hanya direkomendasikan kepada anak dengan BTA (+), TB
berat dan TB tipe dewasa.10,14

Tabel 1. Dosis OAT anak.10

Nama Obat Dosis harian Dosis Maksimal


(mg/kgBB/hari) (mg/hari)

Isoniazid (H) 10 (7-15) 300

Rifampisin (R) 15 (10-20) 600

Pirazinamid (Z) 35 (30-40) -

Etambutol (E) 20 (15-25) -

Tabel 2. Panduan OAT dan lama penggunaan pada TB pada anak. 10

Kategori Diagnostik Fase Fase


intensif Lanjutan
TB klinis dengan BTA (-)
TB kelenjar 2 HRZ 4 HR
TB efusi pleura
TB dengan BTA (+)
TB paru kerusakan luas 2 HRZE 4 HR
TB ekstra paru (selain TB
meningitis
dan TB tulang/sendi)
TB tulang/sendi
TB millier 2 HRZE 10 HR
TB meningitis
Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan kepatuhan minum obat, OAT
disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) / fixed dose combination (FDC), paket
KDT untuk anak berisi obat pada fase intensif (rifampisin 75 mg, INH 50 mg dan pirazinamid
150 mg) dan obat pada fase lanjutan (rifampisin 75 mg dan INH 50 mg).10
Tabel 3. Dosis OAT KDT pada TB anak.10

BB (Kg) Fase Intensif Fase lanjutan RH


RHZ (75/50)

(75/50/150)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT dewasa

Pada anak-anak dengan paparan TB tinggi atau kelompok dengan risiko tinggi
memerlukan profilaksis. Profilaksis primer diperlukan untuk mencegah terinfeksi pada
kelompok erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA (+). Profilaksis sekunder
diberikan pada kelompok yang terinfeksi TB namun belum sakit TB. Obat profilaksis yang
diberikan yaitu INH 5 -10 mg/Kgbb/hari. Untuk yang primer diberikan minimal 3 bulan dan
untuk yang sekunder diberikan selama 6-12 bulan.10,14
Pengobatan suportif lainnya diberikan pada kondisi tertentu seperti kortikosteroid yaitu
prednisone dengan dosis 2-4 mg/kg/hari, dengan dosis maksimal 60 mg/hari diberikan
selama 4 minggu lalu di tappering-off dilakukan secara bertahap selama 2 minggu pada TB
meningitis, sumbatan jalan napas akibat endobronkial TB, TB pericarditis, efusi pleura TB,
TB millier dengan gangguan napas berat. Obat piridoksin direkomendasikan pada anak
dengan HIV (+) dan malnutrisi berat dengan dosis 5-10 mg/hari. Pemberian makanan
tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan karena status gizi berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan.10
Prognosis TB Paru

Diagnosis yang tepat dan cepat serta pemberian tatalaksana yang tepat dapat memberikan
angka kesembuhan sekitar 95 %-100% pada TB anak. Pada terapi TB laten efektivitas terapi
hampir mencapai 100 %. Tingkat kematian secara keseluruhan pada TB anak rendah.
Tingkat kematian tertinggi di seluruh dunia terjadi pada anak yang menderita meningitis TB
dan pada sebagian besar anak masih menyisakan gejala. Sekitar 33 % meninggal dan hampir
50 % yang masih bertahan hidup memiliki gejala sisa defisit neurologis.14
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien batuk darah . Ibu pasien mengatakan kalau
BB pasien tidak naik sejak 1 tahun terakhir disertai penurunan nafsu makan. Pasien mengeluh mual.
Sesak dirasakan pasien 2 SMRS. Sebulan terakhir pasien mengeluhkan demam naik turun. Pasien
juga keringat pada malam hari padahal tidak melakukan aktifitas. Riwayat penyakit serupa terjadi
saat 5 tahun yang lalu tepatnya umur pasien 8 tahun. Riwayat imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan
anamnesis dari gejala khas TB pada anak dan gejala sistemik, didapatkan 4 kesamaan dari batuk
non remitten lebih dari 3 minggu, demam lebih dari 3 minggu,BB yang tidak naik serta keringat
pada malam hari.

Keluarga pasien ada riwayat pengobatan TB bulan ke 3 yaitu abang pasien. TB pada anak
biasanya ditularkan oleh orang dewasa, maka dari itu adanya kontak dengan penderita TB
dimasukan dalam scoring TB.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, anak tampak kurus dan lemah. BB: 41,7 kg, umur 13
tahun dan didapatkan status gizi baik. Dari kepala, mata hidung tidak didapat kelainan. Tidak
terdapat kelainan pada thoraks dan abdomen serta ekstermitas. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan scoring TB 7 (mantoux test 3, Demam <2 minggu 1, batuk < 2 minggu 1,serta kontak
TB dewasa dengan BTA meragukan 2). Laboratorium darah rutin didapatkan adanya . Mantoux test
positif (>10 mm). Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penjunjang
DAFTAR PUSTAKA

KEMENKES RI. 2020. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPPL)

Bakhtiar. Pendekatan diagnosis tuberculosis pada anak di sarana pelayanan kesehatan dengan
fasilitas terbatas. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2016; 16 (2).h.122 -8.

Siregar PA, Gurning FP, Eliska, Pratama MY. Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian
tuberculosis paru anak di rsud sibuhuan. Medan: Jurnal Berkala Epidemiologi; 6 (13).h.269-75.
What is tuberculosis (TB) patient education. American Thoracic Society 2017

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Tuberkulosis. Jakarta : 2018
Thomas A. Tania. Tuberculosis in children. Pediatr Clin North Am. 2017 August; 64(4): 893- 909

Holmberg J. P., Temesgen Z., Banerjee R. Tuberculosis in children. Pediatrics in review, April 2019;
40(4): p 168-178

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk teknis manajemen
TB anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Carvalho C.C. Anna, Cardoso A.A. Claudete, Martire M. Terezinha, Migliori B. Giovanni,
Sant’Anna C. Couto. Epidemiological aspects, clinical manifestations, and prevention of
pediatric tuberculosis from the perspective of the end TB strategy. J Bras Pneumol. 2018;
44(2): 134-144

Kitai Ian, Morris K Shaun, Kordy Faisal, Lam Ray. Diagnosis and management of pediatric
tuberculosis in Canada. CMAJ 2017 January 9;189: E11-6.

Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta 2016.
Safithri Fathiyah. Diagnosis TB dewasa dan anak berdasarkan ISTC (International Standard for TB
Care).

Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. IDAI, p.323 -328

Concepcion NDP, Laya BF,Andronikou S,dkk.. Standardized radiographic interpretation of thoracic


tuberculosis in children. Pediatric Radioology. 2017; 47(10): h 1237–48.

Cruz T. Andrea, Starke R. Jeffrey. Pediatric tuberculosis. Pediatrics in Review, 31(1): p 13-26

Anda mungkin juga menyukai