Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PRESENTASI KASUS
DEMAM DENGUE

Pembimbing:

DR. dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A (K)

Oleh:

Niswatur Rosyidah

41181396100056

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah presentasi kasus dengan judul “Demam Dengue” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa kita junjungkan kehadirat Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. dr. Debbie Latupeirissa,
Sp. A (K) selaku pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menyusun
makalah presentasi kasus ini.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak agar terdapatnya perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-
rekan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan kepaniteraan klinik.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Ilustrasi Kasus
Bab II. Tinjauan Pustaka
A. Definisi
B. Etiologi dan Transmisi
C. Epidemiologi
D Patogenesis
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan Fisik
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Tatalaksana

Bab III. Analisa Kasus


Daftar Pustaka
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN (masuk RSF tgl: 25 November 2020)


Identitas Pasien
 Nama : An. PAF
 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 1 tahun 9 bulan
 Agama : Islam
 Alamat : Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
 Pendidikan : Belum sekolah
Orang Tua
 Nama ayah : Tn. H
 Usia : 28 tahun
 Agama                    : Islam
 Alamat                   : Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
 Pekerjaan               : Buruh pabrik
 Nama ibu : Ny. SJ
 Usia : 26 tahun
 Agama                    : Islam
 Alamat                    : Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
 Pekerjaan                : Ibu Rumah Tangga
 Hubungan dengan orang tua        : Anak kandung

II. ANAMNESIS
Anamnesis secara alloanamnesis pada pasien dan ibunya pada tanggal 30/11/2020
 Keluhan Utama
Demam yang mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 9 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3
hari SMRS, demam mendadak tinggi, suhu saat diukur 39o C. Demam dirasakan terus-
menerus dan hanya turun beberapa saat setelah diberikan obat paracetamol oleh ibunya,
namun demam muncul lagi. Demam tidak disertai menggigil. Tidak ada batuk dan pilek, dan
mual muntah. Keluhan sesak juga disangkal. Tidak ada nyeri perut. Keluhan kejang
disangkal. Saat demam tampak lemas dan rewel. Pasien tidak mau makan dan minum hanya
sedikit-sedikit.
Ibu pasien menyangkal adanya bintik-bintik merah pada kulit, gatal pada kulit tidak
ada, riwayat bibir kering dan berdarah tidak ada. Gusi berdarah dan mimisan disangkal.
Buang Air Kecil (BAK) normal, jumlah seperti biasanya, warna kuning jernih, tidak nyeri.
Buang Air Besar (BAB) normal, setiap hari pasien BAB, sulit BAB dan mencret disangkal.
Riwayat berpergian dari luar kota disangkal. Pasien tidak pernah jajan sembarangan.

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
 Riwayat alergi (-) alergi obat (-)
 Riwayat di gigit tikus (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam rumah atau keluarga terdekat pasien tidak ada yang mengalami keluhan
seperti pasien.

 Riwayat Lingkungan dan sosial


Pasien tinggal di lingkungan perumahan padat penduduk. Rumah cukup luas, jendela
ada, sinar matahari ada, halaman tidak ada. Selokan ada di depan rumah. Nyamuk di rumah
cukup banyak. Riwayat orang sekitar rumah banyak anak kecil juga yang mengalami demam
seperti pasien, namun ibu pasien tidak mengetahui apakah karena DBD atau bukan.
 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada
Riwayat mengkonsumsi obat Tidak ada
obatan selama kehamilan
KELAHIRAN Perawatan antenatal Baik, kontrol tiap bulan
Tempat kelahiran Rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 39 minggu
Keadaan bayi •          Berat lahir = 2350 gram
•          Panjang = 49 cm
•          Langsung menangis (√)
•          Kelainan bawaan (-)
 Riwayat Tumbuh-Kembang
 Tumbuh gigi : Usia 6 bulan
 Tengkurap : Usia 4 bulan
 Duduk : Usia 6 bulan
 Jalan : Usia 12 bulan

 Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI sejak lahir sampai sekarang, mulai diberikan pendamping ASI saat
usia 6 bulan. Saat ini makan 3 kali sehari dengan nasi porsi sedang, sayur, lauk pauk seperti telur
dan ikan, ayam dan daging sebanyak 2 x dalam seminggu.

 Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi kata ibu pasien selalu datang sesuai jadwal ke posyandu, namun
tidak hafal imunisasi apasaja yang sudah dilakukan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 30 November 2020
 Keadaan umum:
- Kesan sakit : Sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
 Status Gizi
Berat Badan(BB): 7,6kg Tinggi Badan(TB): 75cm Usia(U): 1 tahun 9 bulan
- BB/U : -3SD  BB kurang
- TB/U : -3SD < Zscore < -2SD perawakan pendek
- BB/TB     : -3SD < Zscore < -2SD  gizi kurang
Kesan : Gizi kurang
BBI: 9,1kg
Kebutuhan kalori: 9,1 x 100 = 910 kkal
 Tanda Vital
Frekuensi nadi             : 110kali/menit (isi cukup, kuat, dan regular)
    Frekuensi Napas          : 24kali/menit
     Suhu Tubuh                 : 36,7oC diukur pada dahi
 Kepala
- Bentuk  : Normocephali (LK= 46cm), deformitas (-).
- Wajah : Bentuk simetris, tidak tampak pucat.
- Rambut : Lurus, hitam, kelebatan sedang, distribusi merata.
 Mata
- Exophthalmus        : Tidak ada                  
- Enopthalmus             : Tidak ada
- Kelopak                         : Edema (-), ptosis (-)         
- Lensa                          : Jernih
- Konjungtiva                : Anemis - / -                
- Sklera                            : Ikterik - / -                
- Gerakan mata             : Normal                              
- Nistagmus                   : Tidak ada                  
- Pupil                             : Bulat isokor, RCL +/+ RCTL+/+
- Air mata : Ada
 Telinga
- Daun telinga : Normotia
- Liang Telinga : Serumen -/-, secret-/-
- Membran timpani : Tidak dapat di observasi
 Hidung
- Pernapasan cuping hidung (-)
- Bentuk normal, tidak ada deviasi septum
- Mukosa tidak hiperemi
- Sekret hidung (-)
- Tidak ada epistaksis
 Bibir
- Simetris
- Mukosa lembab
- Sianosis (-)
- Pucat (-)
- Bibir kering
 Mulut dan tenggorokan
- Uvula ditengah, palatum dan faring tidak hiperemis
- Tidak ada labiopalatoschizis.
- Tonsil T1- T1 tenang
 Leher
- KGB : Tidak teraba membesar 
- Tiroid : Tidak teraba membesar
- Trakea : Lurus di tengah
 Thorax
- Tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
- Tidak ada penonjolan atau pembengkakan lokal.
- Tidak ada pelebaran pembuluh darah
- Tidak ada hiperpigmentasi
- Retraksi suprasternal (-)
- Retraksi epigastrium (-)
- Pulsasi ictus cordis tidak tampak
- Letak areola mamae simetris
 Jantung
- Inspeksi          : Tidak tampak pulsus iktus kordis
- Palpasi : Iktus kordis di sela iga V di sebelah medial midclavicula kiri.
- Perkusi            : Tidak dilakukan
- Auskultasi       : Bunyi jantung  I dan II regular, murmur (-), Gallop(-)
 Paru
- Inspeksi          : Simetris kanan kiri dalam kondisi statis dan dinamis
- Palpasi : Nyeri tidak ada, pelebaran sela iga tidak ada. Gerakan
simetris kanan dan kiri
- Perkusi            : Sonor pada paru kanan dan kiri                                      
- Auskultasi       : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-.
 Abdomen
- Inspeksi          : datar, simetris, petechie(-)
- Auskultasi      : Bising Usus (+) normal
- Palpasi           : supel,  NT epigastrium (-), turgor baik
 Hati           : Tidak teraba pembesaran
 Limpa        : Tidak teraba pembesaran
 Ginjal        : Ballotemen - / -
- Perkusi           : Timpani, shifting dullness (-)
 Genitalia
Tidak tampak kelainan
 Kelenjar
- Submandibula  : Tidak teraba
- Cervical            : Tidak teraba 
- Supraklavikula : Tidak teraba  
- Ketiak             : Tidak teraba  
- Lipat paha       : Tidak teraba
 Ekstremitas: akral hangat, edema(-), sianosis(-), pucat(-), CRT<2detik
 Kulit
- Warna                           : Kuning langsat
- Jaringan parut              : Tidak ada                              
- Pigmentasi                       : -
- Pertumbuhan rambut    : Merata                                  
- Lembab / kering         : Lembab
- Suhu raba                    : Hangat                                  
- Turgor                           : Baik
- Keringat Umum              : +  
- Petechiae : Tidak ada
- Ikterus                            : (-) 
-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 25/11/2020
Nilai Normal Keterangan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,8-15,6 g/dl 12.6 g/dl Normal
Hematokrit 35-43% 40% Normal
Leukosit 6,0-17,5 ribu/ul 5800/uL Menurun
Trombosit 229-553 ribu/ul 207.000/uL Menurun
Eritrosit 3,60-5,20 juta/uL 5,13 juta/uL Normal
VER 73,0-101,0 fl 78,1 fl Normal
HER 23.0-31,0 pg 24,5 pg Normal
KHER 28,0-32,0 g/dl 31,4 g/dl Normal
HITUNG JENIS
Basofil 0-1 % 0% Normal
Eosinofil 1-5% 0% Menurun
Netrofil 25-60% 19% Menurun
Limfosit 25-50% 61% Meningkat
Monosit 1-6% 5% Normal
GULA DARAH SEWAKTU
GDS 60-100mg/dl 90 Normal
ELEKTROLIT
Na 135-147 mmol/L 134mmol/L Menurun
K 3,1-5,1 mmol/L 4,85 mmol/L Normal
Cl 95-108 mmol/L 109 mmol/L Meningkat
SERO-IMUNOLOGI
CRP Kuantitatif <1.0 mg/dl <0.4
NS 1 Negatif Positif

IV. RESUME
Pasien perempuan usia 1 tahun 9 bulan dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS,
demam mendadak tinggi, suhu 39˚C. Demam terus-menerus, turun sesaat dengan pemberian
paracetamol namun naik lagi. Demam disertai tidak mual, nyeri perut. Pasien jadi tidak mau
makan dan lemas. Demam tidak disertai batuk dan pilek. Di lingkungan rumah pasien banyak
yang menderita demam juga.Pada skrining gizi didapatkan anak dengan Gizi kurang, perawakan
pendek, dan BB kurang. Pemeriksaan Fisik keadaan umum, tampak sakit sedang , suhu 36,7oC.
Pemeriksaan Lab :
- Trombositopenia
- Leukopenia
- NS-1 positif
- Hiponatremia

V. DIAGNOSIS KERJA
- Demam Dengue (hari ke-8)

VI. DIAGNOSIS BANDING


- -
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Darah lengkap/24jam
- Monitor tanda vital/ 6 jam

VIII. PENATALAKSANAAN
- Bedrest, rawat ruang biasa
- Cairan rumatan Ringer Laktat 10cc/kgBB/24 jam  760cc/24 jam
- Paracetamol IV 3x100mg
- Lab DL/24 jam
- Cek tanda vital /6 jam
- Observasi tanda-tanda perdarahan

IX. FOLLOW UP
S O A P
01 Demam (-), mual KU/Kes ; Demam 1. IVFD RL 760/
Desembe (-), muntah (-). composmentis. dengue 24 jam
r 2020 Pasien terakhir HR : 108x/menit (hari ke- 2. Darah Lengkap/
reguler, isi cukup, kuat. 24 jam
pukul BAK dan BAB 9)
RR : 24x/menit 3. Paracetamol iv
07:00 normal, sudha T : 36,70C 3x100mg jika
mau makan, Mata : CA -/-,SI -/- air demam
minum sudah mata (-)
mulai banyak. THT : faring hiperemis
Anak mulai aktif (-), Tonsil T1-T1, sekret
nasal (-)
Leher : KGB tidak
teraba
Jantung : BJ 1,II
reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru : suara napas
vesikuler +/+, Rh (-/-),
Wh (-/-)
Abdomen: datar, supel,
turgor kembali normal,
BU (+) normal, hepar
ttm, limpa ttm,
Ekskremitas: akral
hangat, edem(-),
CRT<2 detik

02 Demam(-), KU/Kes ; TSS/CM Demam 1. Aff infus


Desembe mual(-), HR : 110x/menit dengue 2. Keadaan umum
r 2020 muntah(-), reguler, isi cukup, kuat. (hari ke-
baik dan sudah
Pukul mencret (-) anak RR : 26x/menit 10)
07:00 mau makan dan T : 36,70C mau makan 
minum. Sudah Mata : CA -/-,SI -/- boleh pulang
tidak rewel dan THT : NCH (-), faring
aktif hiperemis (-), Tonsil
T1-T1
Leher : KGB ttm
Jantung : BJ 1,II
reg,Murmur (-), Gallop
(-)
Paru : Sn ves kanan
melemah, Rh (-/-), Wh
(-/-)
Abdomen: datar, supel,
turgor cukup, BU (+)
normal, hepar ttm,
limpa ttm
Ekskremitas: akral
hangat, edem(-),
CRT<2 detik

HEMATOLOGI 25/11/20 26/11/20 29/11/20 30/11/20 01/12/20 02/12/20


Hemoglobin 12.6 g/dl 13,5 g/dl 11,3 g/dl 10,7g/dl 11,2g/dl 13g/dl
Hematokrit 40% 41% 33% 33% 32% 40%
Leukosit 5800/uL 4.400/uL 3600/uL 3400/uL 3700/uL 6100/uL
Trombosit 207.000/uL 177.000/uL 145.000/uL 166.000/uL 251.000/uL 411.000/uL
Eritrosit 5,13 juta/uL 5.29juta/uL 4.38 juta/uL 4.31juta/uL 4.34juta/uL 5.17juta/uL
VER 78,1 fl 78,1fl 75.7 fl 75.7fl 74.7 fl 76.7 fl
HER 24,5 pg 25,5pg 25,8pg 24.9pg 25.8pg 25.1pg
KHER 31,4 g/dl 32,7g/dl 34,1g/dl 32.9g/dl 34.5g/dl 32.8g/dl
Laboratorium
SERO-IMUNOLOGI 02/12/2020
Anti Dengue IgG Negatif Negatif
Anti Dengue IgM Positif Negatif

X. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam dengue adalah sindrom yang disebabkan oleh infeksi beberapa jenis arthropod,
dengan karakteristik demam bifasik, mialgia atau artralgia, rash, leukopenia, dan limfadenopati.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu sindrom yang lebih berat, sering kali fatal
ditandai dengan demam dan disebabkan oleh virus dengue. Pada demam berdarah ini terjadi
gangguan hemostasis, permeabilitas kapiler dan pada kasus lebih berat dapat terjadi kehilangan
protein yang banyak (dengue shock syndrome)1.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-
3 dan Den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes alpbopticus2.

B. ETIOLOGI DAN TRANSMISI


Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari
famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Infeksi pada salah satu serotipe akan membuat tubuh membentuk imunitas terhadap
serotipe yang sama tetapi tidak untuk melawan serotipe lainnya.2
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama dari virus dengue. Nyamuk dewasa
bersembunyi di dalam ruangan dan mulai mengigit sepanjang siang hari. Nyamuk tersebut
berkembang biak di sekitar tempat tinggal manusia pada tempat-tempat penampungan air atau
tempat yang terdapat genangan air antara lain vas, kaleng bekas, dan barang-barang bekas
lainnya yang dapat menapung air hujan. Vektor lain untuk virus dengue adalah nyamuk Aedes
albopictus, yang terutama di Asia dan menyebar juga di Amerika Latin1,.
Nyamuk yang belum terinfeksi virus ketika mengigit individu yang terinfeksi virus,
dimana virus sudah berada dalam darah (viremia). Virus kemudian akan berkembang di dalam
tubuh nyamuk selam 1 sampai 2 minggu dan sampai ke kelenjar saliva nyamuk dan dapat
ditransmisikan ke dalam tubuh manusia melalui saliva ketika nyamuk menggigit3.
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul3.

C. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue endemik di daerah Asia, dimana suhu panas dan cara
penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti sangat besar. Infeksi virus
dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk transmisi virus dengue, keganasan (virulensi)
virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit virus dengue dipengaruhi iklim
dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32oC) dengan kelembaban tinggi, nyamuk Aedes
aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Secara keseluruhan tidak
terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada
anak perempuan daripada anak laki-laki. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam
berdarah dengue tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara
September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.3,4
Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada
tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007)8.

D. PATOGENESIS
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai
komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang
paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel
endotel dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain
sitokin, peningkatan aktivasi sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila
aktivasi sel imun tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin,
dan mediator inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut
akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan
gejala infeksi virus dengue6.
Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang sangat beragam dan
berperan penting dalam respons imun tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi,
secara umum sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respon
fisiologis, terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi
dalam jumlah yang sangat banyak dan reaksinya berlebihan, akan merugikan penjamu6.
Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat penyakit.
Infeksi yang berat dalam hal ini DBD (apalahi SSD) ditandai dengan pengingkatan jenis dan
jumlah sitokin yang sering disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm atau cytokine tsunami).
Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan saling memengaruhi satu
dengan yang lainnya berupa kaskade. Sitokin yang peranannya paling banyak dikemukakan yaitu
TNF-a, IL-1B, IL-6, IL-8, dan IFN-gamma. Mediator lain yang sering dikemukakan mempunyai
peran penting dalam menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin CXCL-9, CXCL-10 dan
CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-gamma6.
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Stegomyia aegypti
dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh
memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary
heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-
antibodi dengan konsentrasi tinggi.6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog
maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antbodi dependent enchancement (ADE), suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemik dan syok.4,6
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen
antibodi yang kaan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi pleura,asites). Syok yang tidak ditangani secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia.6
Selain mengaktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan.4,6
Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan
pada DBD akibat trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi
trombosit, kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang
terjadi.6
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah memposisikan tubuh
host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria
untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive
Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas
otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada
sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat
perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard.4,6

Setelah masa inkubasi, perjalanan penyakit infeksi dengue akan memasuki 3 fase yakni
fase demam, kritis dan resolusi atau pemulihan.2,3,6
a. Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipiretik. Suhu tubuh bisa mencapai 40 oC dan dapat terjadi
kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia, arthralgia, dan
sakit kepala. Pada beberapa pasien dapat didapatkan gejala nyeri tenggorok, infeksi
pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga dikeluhkan. Sulit
membedakan demam karena infeksi dengue dengan demam non dengue pada fase
awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket meningkatkan kemungkinan
demam dengue.
Gambar 2.2 Fase Infeksi Dengue

Sumber : Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

b. Fase kritis
Hari ke 3-7 adalah fase kritis, ditandai dengan akhir dari fase demam. Anak
terlihat seakan sehat. Namun pada fase ini dapat menjadi awal terjadinya syok.
Dimana kebocoran plasma bisa terjadi kurang dari 24-48 jam.
Progresif leukopenia diikuti penurunan jumlah trombosit mendahului terjadinya
kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran plasma akan
membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami kebocoran plasma sebaliknya
karena kehilangan volume plasma. Asites dan efusi pleura bisa terdeteksi tergantung
dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.

c. Fase resolusi
Fase ini dimulai dalam waktu 24-48 jam setelah pasien dapat melewati fase kritis,
keadaan umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil. Semua nilai lab
kembali normal secara perlahan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat
menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam
ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang
lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)7.
Periode inkubasi 1 sampai 7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak yang lebih kecil penyakit ini mungkin tidak khas atau ditandai
dengan demam 1-5 hari, faringitis, rinitis, batuk ringan dan ruam makulopapular. Infeksi lebih
jelas terutama pada anak besar dan dewasa yaitu demam yang tiba-tiba; dengan peningkatan
temperature yang cepat 39,5oC-41,1oC (103-195oC), biasanya disertai nyeri frontal atau nyeri
retroorbital9.
Manifestasi klinis simtomatik infeksi virus dengue diklasifikasikan oleh WHO yaitu1:
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan)
Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri
kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama2.
3. Demam Berdarah Darah (dengan atau tanpa renjatan)
Setelah masa inkubasi intrinsik rata-rata 4-6 hari (kisaran 3-14 hari), berbagai non-
spesifik, gejala konstitusional dan sakit kepala, sakit punggung dan malaise umum dapat
berkembang. Biasanya, awal demam dengue mendadak dengan kenaikan suhu yang tajam dan
sering dikaitkan dengan wajah memerah dan sakit kepala. Kadang-kadang, menggigil disertai
kenaikan suhu yang mendadak. Setelah itu, mungkin ada nyeri retroorbital pada gerakan mata
atau tekanan mata, fotofobia, sakit punggung, dan sakit pada otot dan sendi / tulang. Gejala
umum lainnya termasuk anoreksia dan sensasi rasa berubah, sembelit, nyeri kolik dan nyeri
perut, nyeri menjalar di daerah inguinal, sakit tenggorokan dan depresi umum. Gejala ini
biasanya bertahan dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Perlu dicatat bahwa gejala-gejala
dan tanda-tanda demam dengue sangat bervariasi dalam frekuensi dan tingkat keparahan2.
Saat demam suhu tubuh biasanya antara 39 ° C dan 40 ° C, dan demam mungkin bifasik,
yang berlangsung 5-7 hari di sebagian besar kasus. Ruam yang difus flushing dapat diamati pada
wajah, leher dan dada selama dua sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin
makulopapular atau rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau keempat. Menjelang akhir
periode demam atau segera setelah penurunan suhu badan sampai yang normal, ruam umum
memudar dan kelompok lokal dari petechiae mungkin muncul pada dorsum kaki, tangan dan
lengan. Ruam sembuh ini ditandai dengan terimpit petechiae yang sekitarnya pucat, area tersebar
dari kulit normal. Manifestasi perdarahan yaitu perdarahan kulit dimana ditemukan uji tourniquet
positif dan / atau petechiae. Pendarahan seperti epistaksis besar, hypermenorrhea dan perdarahan
gastrointestinal jarang terjadi di demam dengue, diperparah dengan trombositopenia3,11.
Pada laboratorium klinis, demam dengue di daerah endemis, tes tourniquet positif dan
leukopenia (WBC ≤5000 sel / mm3) dapat membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi
dengue dengan nilai prediksi positif 70% -80%11.

Temuan laboratorium selama demam dengue episode akut adalah sebagai berikut:
 Jumlah WBC biasanya normal pada awal demam; kemudian leukopenia
berkembang dengan menurunnya neutrofil dan berlangsung selama periode
demam.
 Jumlah trombosit biasanya normal, seperti komponen lain dari mekanisme
pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100.000-150.000 sel / mm3) adalah
biasa dan sekitar setengah dari semua pasien demam dengue miliki hitung
trombosit di bawah 100.000 sel / mm3, tapi trombositopenia berat (<50 000 sel /
mm3) jarang terjadi.
 Serum biokimia biasanya normal tetapi enzim hati dan Aspartat Amino
Transferase (AST) mungkin meningkat.
 Perlu dicatat bahwa penggunaan obat-obatan seperti analgesik, antipiretik, anti-
muntah dan antibiotik dapat mengganggu fungsi hati dan pembekuan darah
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau
sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul
pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam
merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang
dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan,
terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang
disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus
dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak
dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang
dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites6,8.

Demam Berdarah Dengue (DBD)


Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual,
dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering
adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas
suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah3,8.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah,
dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan
gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit
terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering
disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok5.

Tabel 2.1 Klasifikasi infeksi dengue dan tingkat keparahan

Sumber : WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO,
Regional Office for South-Easr Asia; 2011.

Gejala umum yang dapat ditemukan pada infeksi dengue, antara lain2,3,9:
a. Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan pemberian antipiretik. Suhu tubuh dapat mencapai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam.
b. Tanda-tanda perdarahan
Dapat ditemukan ptekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Ptekie
merupakan tanda perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari
pertama tetapi dapat juga pada hari ke 3,4 maupun hari ke 5 demam. Perdarahan lain
seperti epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis serta hematuria dapat
didapatkan
c. Hepatomegali
Umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit. Pembesaran hepar
bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.
d. Nyeri sendi
Pada demam berdarah dengue dapt disertai dengan gejala nyeri pada tulang yang
disebabkan oleh replikasi virus dan dekstruksi seluler pada sumsum tulang.
e. Syok
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu terjadinya
hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai menurun hingga
normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal syok, mekanisme kompensasi
yang mempertahankan tekanan darah normal sistolik juga menyebabkan takikardi dan
vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi pada kulit menyababkan akral menjadi
dingin dan lambatnya cappilary reffill6.
Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menandakan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan
atau sementara. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi yakni kulit teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut, pasien menjadi
gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba. Sesaat sebelum syok
seringkali pasien mengeluh nyeri perut6,9.
Syok ditandai dengan :
- Denyut nadi cepat dan lemah
- Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun
menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
- Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolaps sirkulasi.
- Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)
- Hipotensi
- Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
- Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam
waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat pergantian cairan yang
memadai. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul.
Nyeri abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita sindrom syok
dengue. Gejala ini patut diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan
gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai
prognosis buruk6,9.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih).
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari
organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah
sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah diastolik meningkat akibat peninggian
resistensi arteriol sistemik6,9.
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer
dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi
vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal
untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refill) yang melambat > 2 detik10.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi
yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme
berlangsung secara anaerob. Jalur anaerob akan menyebabkan penumpukan asam
laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah
berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan
sirkulasi membuang CO26,9.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme
energy dependent Na-K-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel
terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir
dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta
sistem koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi
trombosit dan pembentukan trombus disertai kemungkinan terjadinya perdarahan6,9.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator vaskular, antara lain histamin,
serotonin, sitokin (terutama tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin oxydase
yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor).
Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan
stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan
karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan
akibat volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin
berkuarang diserai timbulnya depresi miokard5,9.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan
darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refill
time bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam)
dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran) 9,10.
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut,
sehingga terjadi kerusakan atau kematian sel dan disfungsi sistem pada banyak organ.
Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar,
sintesis ATP yang baru hanya terjadi 2% per jam, sehingga dengan demikian tubuh
akan kehabisan energi. Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka
metabolisme menjadi metabolisme anaerob yang tidak efektif dan hanya
menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolisme anaerob dengan
oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan
menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolisme anaerob ini akan terjadi penumpukan
asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energi
yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan pompa ion
pada dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi
akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya
terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan banyak organ
dan renjatan yang ireversible. Kematian akan terjadi walaupun sistem sirkulasi dapat
dipulihkan kembali9.
Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan
kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem
organ lain9.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan10:
 Hepatomegali.
 Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal.
 Fase kritis hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun dan dapat
merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan dan pada DBD merupakan tanda awal
syok.
 Perdarahan dapat berupa uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
hematemesis dan/atau melena.
 Tanda-tanda syok:
o Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.
o Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang tidak teraba.
o Tekanan darah turun
o Akral dingin, capillary refill time menurun (<3detik)
o Diuresis menurun sampai anuria.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Viremia dengue pada pasien berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3 hari sebelum
timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh hari penyakit. Selama periode ini
virus dengue, asam nukleat dan antigen virus yang beredar dapat dideteksi9.
Respon antibodi terhadap infeksi tergantung pada jenis imunoglobulin; dan IgM dan IgG
imunoglobulin isotipe adalah nilai diagnostik pada dengue. Antibodi IgM dapat dideteksi pada
hari 3-5 setelah onset penyakit, meningkat cepat sekitar dua minggu dan menurun ke tingkat
tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat rendah pada akhir
minggu pertama, meningkat kemudian menetap untuk jangka waktu lama (selama bertahun-
tahun). Karena IgM antibodi muncul terlambat, yaitu setelah lima hari dari onset demam, tes
serologi berdasarkan antibodi ini yang dilakukan selama lima hari pertama dari penyakit klinis
biasanya negatif2.
Selama infeksi dengue sekunder (ketika telah terinfeksi oleh virus dengue), titer antibodi
meningkat pesat. Antibodi IgG yang terdeteksi pada tingkat tinggi, bahkan dalam tahap awal,
dan bertahan dari beberapa bulan untuk periode seumur hidup. Kadar antibodi IgM secara
signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu, rasio IgM / IgG
umumnya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder.
Trombositopenia biasanya diamati antara hari ketiga dan kedelapan penyakit diikuti oleh
perubahan hematokrit lainnya2.
Gambar 2.3 Metode Diagnostik Deteksi Infeksi Dengue

Sumber : WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO, Regional Office
for South-Easr Asia; 2011

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah


trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam5.
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke
22.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam
berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah
kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi
sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5
pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai
keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer2.
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG5,2.

H. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai,
cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis
dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang
penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit
diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu
singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak
pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan
Warning sign2:
 Tidak ada perbaikan klinis atau memburuknya situasi sebelum atau selama
transisi ke fase demam atau sebagai penyakit berkembang.
 Muntah persisten, tidak minum.
 Sakit perut parah.
 Letargi dan / atau kegelisahan, perubahan perilaku mendadak.
 Perdarahan: Epistaksis, tinja hitam, hematemesis, perdarahan menstruasi yang
berlebihan, gelap urin berwarna (haemoglobinuria) atau hematuria.
 Pusing.
 Pucat, tangan dan kaki dingin dan berkeringat.
 Kurang / tidak ada output urin selama 4-6 jam.

Pemantauan pasien dengue / DBD selama periode kritis (trombositopenia sekitar 100 000
sel / mm3).
Periode kritis DBD mengacu pada periode kebocoran plasma yang dimulai sekitar waktu
penurunan suhu badan sampai yg normal atau transisi dari demam ke fase demam.
Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif dari kebocoran plasma, tetapi juga dapat
diamati pada pasien dengan demam dengue. Hematokrit yang meningkat 10% di atas dasar
merupakan indikator tujuan awal kebocoran plasma. Terapi cairan intravena harus dimulai pada
pasien dengan asupan oral yang buruk/ peningkatan lebih lanjut pada hematokrit dan orang-
orang dengan warning sign2.
Parameter yang harus diperhatikan:
 Kondisi Umum, nafsu makan, muntah, pendarahan, tanda dan gejala lainnya.
 Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin karena merupakan indikator
awal syok serta mudah dan cepat untuk dilakukan.
 Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan
darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien tanpa syok dan 1-2
jam pada pasien syok.
 Serial hematokrit harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam jam
dalam kasus stabil dan harus lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau
mereka yang dicurigai perdarahan. Perlu dicatat bahwa hematokrit harus
dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak mungkin, maka harus
dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak selama infus bolus.
 Urine output (jumlah urin) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam dalam
kasus rumit dan pada setiap jam pada pasien dengan mendalam / syok yang lama
atau orang-orang dengan kelebihan cairan. Selama periode ini jumlah output urine
harus sekitar 0,5 ml / kg / h (berdasarkan pada berat badan ideal).
Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DBD antara lain sebagai berikut11:
 Isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada bayi
sangat muda <6 bulan usia di antaranya 0,45% natrium klorida dapat
digunakan.
 Larutan koloid Hyperonkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40
atau strach solutions dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma
besar serta mereka yang tidak respon terhadap kristaloid (seperti yang
direkomendasikan). Iso-oncotic colloid solutions seperti plasma dan hemaccel
mungkin tidak efektif.
 Sebuah volume pemeliharaan + 5% dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.
 Lamanya terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 sampai 48 jam bagi
mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki syok, durasi
terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60
sampai 72 jam. Hal ini karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki
masa kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami durasi yang
lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai panduan
untuk menghitung volume cairan.

Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan IV
berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel dibawah membandingkan tingkat infus IV
pada anak-anak dan orang dewasa sehubungan dengan terapi pemeliharaan2.

Tabel 2.2 Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Sumber : WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO,
Regional Office for South-Easr Asia; 2011.

Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada profilaksis


transfusi trombosit). Dapat dipertimbangkan pada orang dewasa dengan hipertensi sebagai
pernyakit dasar dan trombositopenia sangat parah (kurang dari 10 000 sel / mm3) 2.
Tabel 2.3 Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Sumber : WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO,
Regional Office for South-Easr Asia; 2011.

Manajemen pasien dengan warning sign


Hal ini penting untuk memverifikasi apakah tanda-tanda peringatan adalah karena
DSS atau penyebab lain seperti gastroenteritis akut, refleks vasovagal, hipoglikemia, dll.
Kehadiran trombositopenia dengan bukti kebocoran plasma seperti naiknya hematokrit dan
efusi pleura membedakan DHF / DSS dari penyebab lain. Kadar glukosa darah dan tes
laboratorium lainnya dapat diindikasikan untuk mencari penyebab. Manajemen DHF / DSS
rinci di bawah ini. Untuk penyebab lain, cairan IV dan pengobatan suportif dan simptomatik
harus diberikan sementara pasien berada di bawah observasi di rumah sakit. Mereka dapat
dikirim pulang dalam waktu 8 sampai 24 jam jika mereka menunjukkan pemulihan yang
cepat dan tidak dalam masa kritis (yaitu ketika jumlah trombosit mereka> 100 000 sel /
mm3) 9.
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:
 Tirah baring, selama masih demam.
 Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
 Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan
gastritis, perdarahan, atau asidosis.
 Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
 Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai
gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
BAB III
ANALISA KASUS

Pasien didiagnosis demam dengue atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
yaitu:

I. ANAMNESIS
Hasil anamnesis yang mendukung ke arah diagnosis adalah :
 Demam mendadak tinggi, terus menerus, sejak 3 hari SMRS
 Demam disertai gejala lemas dan tidak mau makan
 Tidak terdapat bintik-bintik merah pada kulit
 Tidak ada keluhan gusi berdarah, mimisan atau BAB berwarna hitam
 Di lingkungan pasien banyak anak yang menderita demam juga
 Nyamuk dilingkungan rumah cukup banyak
 Pasien belum pernah terkena penyakit seperti ini sebelumnya

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit sedang, komposmentis, status gizi kurang,
nadi 110 kali/menit, frekuensi napas 24 kali/menit, suhu tubuh 36,7oC, pada pemeriksaan
paru, jantung, dan abdomen dalam batas normal.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG:


Pada pemeriksan laboratorium ditemukan adanya trombositopenia, leukopenia, dan NS-1
positif. Dan IgM Anti Dengue positif

IV. PEMBAHASAN
Demam yang timbul akibat infeksi virus bersifat mendadak dan tinggi. Pada infeksi
bakteri ataupun virus dapat mengeluarkan pirogen eksogen ataupun pirogen endogen yang
berasal dari sel imun tubuh. Pirogen ini dapat meningkatkan “set point” di hipotalamus
yang merupakan termoregulator sehingga timbul demam. Salah satu bentuk klasik dari
Demam Dengue adalah ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari7.
Pada pasien tidak ada salah satu tanda plasma leakage seperti efusi pleura dan asites
seperti suara napas vesikuler melemah atau perkusi redup pada lapang paru, karena
perembesan plasma dari inravaskular ke ekstravakular yaitu rongga pleura dan rongga
abdomen. Sesuai dengan patogenesis DBD, karena berbagai aktivasi komplemen
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari
inravaskular ke ekstravaskular7.
Pada pasien terjadi trombositopenia sejak hari ke 3 hingga hari ke 8 demam. Dan ini
sejalan dengan literatur, karena trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Sesuai dengan salah satu teori mengenai patogenesis demam dengue,
sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu
sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia7.
Pada pasien juga terjadi leukopenia sejak hari ke 3 hingga ke 9 demam. Jumlah
leukosit biasanya menurun dengan dominasi neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam,
jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara
relative meningkat.
Hasil pemeriksaan NS1 pada hari ke3 demam pada pasien juga positif. Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Dalam literatur, dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai
hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder
Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai
keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer2
Pada hari ke-10 demam, pasien diperiksa antibodi IgM dan IgG, dan positif pada IgM.
Hal ini karena antibodi IgM dapat dideteksi pada hari 3-5 setelah onset penyakit, meningkat
cepat sekitar dua minggu dan menurun ke tingkat tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.
Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat rendah pada akhir minggu pertama, meningkat
kemudian menetap untuk jangka waktu lama (selama bertahun-tahun). Karena IgM antibodi
muncul terlambat, yaitu setelah lima hari dari onset demam, tes serologi berdasarkan
antibodi ini yang dilakukan selama lima hari pertama dari penyakit klinis biasanya negative.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang sudah dilakukan terhadap pasien,
dapat disimpulkan diagnosis pasien adalah demam dengue. Pada demam dengue terjadi
demam akut yang berlangusng selama 2-7 hari, suhu tubuh tinggi yaitu 39-40 oC, demam
mendadak tinggi, tipe demam bifasik yaitu terdapat fase demam dan fase turun demam.
Pada demam dengue biasa ditemukan keluhan nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi, nyeri
retroorbital, tetapi pada pasien anak yang tidak kooperatif hanya dapat dilihat dari apakah
anak tersebut rewel atau tidak yang menandakan terasa tidak enak pada tubuhnya
Perbedaan antara demam dengue dengan demam berdarah dengue yaitu terdapat pada
kebocoran plasma yang terjadi. Tanda klinis kebocoran plasma adalah terdapat
hemokonsentrasi, efusi pleura, serta asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia. Pada
pasien jumlah hematokrit masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya suara napas vesikuler yang melemah atau perkusi sonor yang
menandakan adanya efusi pleura. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan perut buncit
serta adanya gelombang cairan dalam abdomen.

Penatalaksanaan:
- Bedrest, rawat ruang biasa
- Cairan rumatan Ringer Laktat: 10cc/kgBB/24 jam  760cc/24 jam
- Paracetamol iv 3x100mg
- Lab DL/24 jam
- Cek tanda vital /6 jam
- Observasi tanda-tanda perdarahan
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiaji AH, Badriul H, Sety H, Nikmah SI, Ellen PG, Eva DH. Pedoman Pelayanan
Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Hal 141-9
2. WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever. New Delhi: WHO, Regional Office for South-Easr Asia. 2011. Hal 1-
34.
3. Rezeki, Sri, Moedjito, I, Choirufatah, Alex. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi
Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.2014.
hal 5-30.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and
Epidemiology. CDC : 2009.
5. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Stanton, Bonita F, Geme, Joseph W, Schor, Nina
F., Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Vol. II. E/15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2001. Hal 1134-5
6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Update
Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FK-UI RSCM. 2012
7. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. WHO. 2009
8. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2005. Hal 19-34.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta.
Badan Penerbit IDAI. 2010.
10. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison of three fluid
solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med 2005; 353:877–89.
11. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal.1731-5.

Anda mungkin juga menyukai