Anda di halaman 1dari 55

PRESENTASI KASUS

Disusun oleh :
Niswatur Rosyidah
41181396100056

Pembimbing :
dr. Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD-KHOM, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK GERIATRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UIN JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Ujian Kasus untuk memenuhi tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. dr. Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD-KHOM, FINASIM selaku pembimbing presentasi


kasus ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di kepanitraan klinik Geriatri.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Geriatri

Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini
sangat kami harapkan.

Demikian, semoga makalah Ujian Presentasi Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang
geriatri.

Jakarta, Januari 2021

Penyusun
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas Pasien


No. RM : 228716
Nama : Tn. M
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Juli 1954
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pondok Aren, Tangerang Selatan
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 27 Januari 2020
Tanggal Periksa : 30 Januari 2020
1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis di bangsal Anyelir kamar 3
bed 2 RSUD Tangerang Selatan.

a. Keluhan Utama
Kelemahan pada sisi tubuh kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan lemah dirasakan pada tangan dan kaki kanan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Kelemahan pada sisi tubuh kanan dirasakan mendadak saat bangun
tidur. Selain itu bicara pasien menjadi pelo dan bibirnya mencong. Pasien lalu
dibawa ke rumah sakit. Saat di rumah sakit pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Muntah 3x berisi makanan  sebanyak setengah gelas setiap kali muntah. Penurunan
kesadaran dan nyeri kepala tidak ada. Keluhan demam, sesak, dan batuk tidak ada.
BAK dan BAB normal tidak ada keluhan.
Pasien diketahui mengalami darah tinggi sejak lebih dari 10 tahun lalu.
Terkadang pasien sering merasakan nyeri kepala dan pegal di daerah tengkuk. Pasien
sesekali kontrol ke Puskesmas jika merasa nyeri kepala dan mendapatkan obat
Amlodipin 1x10 mg. Namun jika obat yang diberi Puskesmas habis, pasien tidak
membelinya kembali karena sudah merasa membaik. Pasien juga mengaku terkadang
lupa minum obat darah tingginya.
Riwayat sering terbangun di malam hari karena sesak tidak ada. Riwayat
menggunakan 2-3 bantal saat tidur tidak ada. Riwayat sering sesak apabila berjalan
jauh tidak ada. Riwayat batuk di malam hari disangkal. Riwayat bengkak di tungkai
bawah tidak ada.
Pasien juga merasa pendengarannya berkurang sejak 5 tahun yang lalu.
Pendengaran berkurang pada kedua telinga. Semakin lama dirasa semakin kurang
jelas mendengar orang lain berbicara sehingga pasien cenderung berteriak ketika
bicara dengan orang lain. Pasien merasa pengelihatannya berkurang sejak 2 tahun
yang lalu. Pengelihatan berkurang pada kedua mata dan dirasa semakin lama semakin
buram. Pandangan buram seperti tertutup kabut putih.
Sebelum sakit saat ini pasien masih dapat berjalan sendiri. Pasien juga masih
dapat melakukan perawatan dirinya secara mandiri (makan, mandi, beribadah). Sejak
3 bulan yang lalu nafsu makan pasien cenderung berkurang, dari sehari 3x menjadi
hanya makan sehari 2x. Selain itu pasien sering tertidur di siang hari dan aktif pada
malam hari. Keluarga sering melihat pasien sedang makan atau duduk-duduk di depan
rumah sambil merokok.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami serangan stroke 1 tahun yang lalu. Saat itu bicara
pasien tiba-tiba pelo kemudian pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat inap.
Setelah pulang rawat pasien tidak pernah lagi kontrol karena merasa sudah membaik.

2 tahun yang lalu pasien menjalani rawat jalan di RSUD Tangerang Selatan
untuk keluhan pengelihatannya. Pasien dikatakan katarak sejak 2 tahun yang lalu.
Namun pasien menolak operasi dengan alasan takut.

Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
konsumsi Amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin. Pasien juga diketahui memiliki
riwayat kolesterol namun tidak konsumsi obat. Riwayat kencing manis tidak
diketahui. Riwayat luka sulit sembuh tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada.
Riwayat alergi makanan mau pun obat tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Kedua orang tua pasien sudah meninggal. Riwayat keluhan serupa pada kedua
orang tua pasien tidak diketahui. Adik kandung pasien menderita hipertensi. Riwayat
darah tinggi pada anggota keluarga lain, kencing manis, dan alergi pada keluarga tidak
diketahui. Istri pasien sudah meninggal sejak 10 tahun yang lalu karena kecelakaan.

e. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien merokok sejak 40 tahun yang lalu. Dalam sehari pasien menghabiskan
satu bungkus rokok. Sampai saat ini pasien belum berhenti merokok. Terakhir
merokok 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat konsumsi alkohol tidak ada.
Pasien saat ini sudah pensiun. Sebelumnya pasien bekerja sebagai satpam. Pasien
mengaku tidak pernah menjaga pola makan dan makanan yang dimakannya. Pasien
mengaku gemar mengonsumsi makanan yang digoreng dan bersantan terutama
“jeroan” sapi. Pasien jarang berolahraga, dan kebanyakan aktifitas pasien dilakukan
di dalam rumah, namun pasien masih sering berinteraksi dengan tetangga sekitar
rumah setiap sore hari.

f. Analisa Keuangan
Keuangan pasien disokong oleh anak-anaknya yang bekerja sebagai wirausaha.
Menurut anak pasien terkadang kesulitan memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari
sehingga harus berhemat. Untuk biaya pengobatan pasien mengikuti program BPJS
kelas 3.

g. Analisa Lingkungan
Pasien tinggal di kampung padat penduduk. Pasien tinggal di rumahnya berlima
bersama anak, menantu, dan 2 cucunya. Rumah tersebut memiliki satu lantai, satu
teras, satu ruang tamu, dua kamar tidur, satu ruang makan yang bergabung dengan
dapur, dan satu kamar mandi.
Pegangan untuk berjalan di rumah tidak ada. Kamar mandi ada di luar kamar
pasien, berjarak sekitar 5 meter dari kamar pasien. Kamar mandi berlantaikan
keramik, sering dibersihkan, dan di dalamnya terdapat toilet jongkok. Pencahayaan
dan ventilasi udara di rumah pasien cukup baik.

Denah Rumah

Genogram

h. Anamnesis Sistem

Sistem Keluhan
Penglihatan Penglihatan buram sejak 2 tahun lalu seperti terhalang oleh kabut
putih pada mata kanan.
Pendengaran Pendengaran berkurang sejak 5 tahun yang lalu
Kardiovaskular Riwayat darah tinggi sejak lebih dari 10 tahun lalu
Paru Tidak ada keluhan
Pencernaan Tidak ada keluhan
Saluran kemih Tidak ada keluhan
Hematologi Tidak ada keluhan

Endokrin Tidak ada keluhan


Saraf Kelemahan sisi kanan tubuh, mulut mencong ke kanan, bicara pelo.
Muskuloskeletal Kelemahan anggota gerak atas dan bawah sisi kanan.
Jiwa Tidak ada keluhan

1.3. Pemeriksaan Fisik

Saat di IGD

Keadaan umum Tampak sakit sedang


Kesadaran Compos mentis, E4M6V5
Tinggi Badan 160 cm
Berat badan 50 kg
Indeks Massa Tubuh 19,5 kg/m2 (normoweight)
Tanda vital
- Tekanan darah 140/90 mmHg
- Frekuensi Nadi 78 kali/menit, regular, isi cukup
- Pernafasan 20 kali/menit
- Suhu 36,5  C

Saat di Ruang Rawat

Keadaan umum Tampak sakit sedang


Kesadaran Compos mentis, Kooperatif. E4M6V5
Tinggi Badan 160 cm
Berat badan 50 kg
Indeks Massa Tubuh 19,5 kg/m2 (normoweight)
Tanda vital
- Tekanan darah 130/90 mmHg
- Frekuensi Nadi 84 kali/menit, regular, isi cukup
- Pernafasan 18 kali/menit
- Suhu 36,5  C

Status Generalis
Kepala
- Bentuk Normosefal
- Wajah Simetris
- Rambut Hitam beruban, jarang, tidak mudah dicabut
- Mata Konjungtiva anemis (-/-); Sklera ikterik (-/-); Pupil bulat isokor;
Reflek cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+); oedem
palpebra (-/-), Shadow test (+/+), arkus sennilis (+/+)
Deviasi septum (-); Epistaksis (-/-); Sekret (-/-);
- Hidung Aurikula normal; MAE lapang
- Telinga Oral hygine kurang baik, gigi kuning, gigi bagian depan masih
- Mulut utuh, beberapa gigi graham sudah tanggal tidak terpasang gigi
palsu; Sianosis (-)
Leher Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran, kuduk kaku (-),
JVP 5-2cmH2O, KGB tidak teraba, Tiroid tidak ada pembesaran
Thoraks
- Paru
- Inspeksi Bentuk normal; simetris; Jejas(-); Massa (-), Retraksi intercostal
(-/-)
- Palpasi Nyeri tekan (-/-); Krepitasi (-/-)
- Perkusi Sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi Vesikuler (+/+), Rhonki basah kasar di basal paru (+/+),
Wheezing(-/-)
- Jantung
- Inspeksi
- Palpasi Ictus kordis tidak terlihat
Ictus kordis teraba di ICS VI linea midclavicula 1 jari medial
- Perkusi sinistra, thrill (-). Heaving (-), lifting (-)
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dekstra, batas kiri
- Auskultasi jantung ICS V linea midclavicular sinistra 1 jari ke lateral
BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi Datar; Jejas (-); Massa (-)
- Auskultasi Bising usus (+) normal
- Palpasi Supel; Nyeri tekan epigastrium (-); Hepar tidak teraba; Lien
tidak teraba
- Perkusi Timpani
Genitalia Tidak diperiksa
Ekstremitas CRT < 2detik, Oedema pretibial (-/-), Sianosis (-/-)

Status Neurologis
GCS E4M6V5
Pupil Bulat isokor, diameter 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Tanda Rangsang
Kaku kuduk (-) Brudzinsky I (-)
Meningeal
Lasegue >70/>70 Brudzinsky II (-)

Kernigue >135/>135

Nervus Kranialis
Kanan Kiri

N.I Normosmia Normosmia

N. II

Visus 4/60 dengan 4/60 dengan


keterbatasan ruang keterbatasan ruang

Lapang pandang Normal Normal

Tes Ishihara Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III, IV, VI

Kedudukan Bola Ortoforia Ortoforia


Mata

Pergerakan Bola Normal ke segala arah Normal ke segala arah


Mata

Pupil Isokor Isokor

Bentuk Bulat Bulat

RCL (+) (+)

RCTL (+) (+)

N. V

Motorik Baik Baik

Sensorik Baik Baik

N. VII
Parese N. VII dextra Parese N. VII dextra
Motorik sentral sentral

Sensorik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VIII

Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Koklearis Baik Baik

N. IX, N. X

Uvula Ditengah Ditengah


Arkus faring Simetris Simetris

N. XI

Mengangkat bahu Normal Normal

Menoleh Normal Normal

N. XII

Pergerakan lidah Deviasi ke kanan Deviasi ke kanan

Atrofi - -

Fasikulasi - -

Tremor - -

Reflek fisiologis Biseps : (+3/+2)


Triseps : (+3/+2)
Patela : (+3/+2)
Tendon achiles : (+2/+2)
Reflek patologis Hoffman-Tromner: (-/-)
Babbinski : (+/-)
Chaddock : (-/-)
Gordon : (-/-)
Gonda : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Schaeffer : (-/-)
Klonus lutut : (-/-)
Klonus tumit : (-/-)
Sistem motorik
333 555
Kekuatan Otot
3 5
333 555
3 5 Trofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Sistem sensorik Sensasi raba : normal
Sensasi nyeri : normal

Gerakan Tremor : (-)


Spontan Khorea : (-)
Abnormal Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Koordinasi Bicara : Komunikasi baik
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Telunjuk-telunjuk : Baik
Test Telunjuk-hidung : Baik
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test tumit-lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sikap Berbaring
Fungsi Vegetatif Miksi : On catheter
Defekasi : On pampers
Sekresi keringat : normohidrosis

Skor Stroke Siriraj

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan


diastolic) – (3x petanda atheroma) – 12

Interpretasi:
Skor > 1 : Perdarahan supra tentorial
Skor -1 s.d 1 : Perlu CT Scan
Skor < -1 : Infark cerebri
Derajat kesadaran : 0 = compos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma
Vomitus : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih: diabetes,
angina, penyakit pembuluh darah

Skor Siriraj pada pasien :


(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3 x 1) – 12 = -4 (Infark serebri)

1.4. Comprehensive Geriatric Assessment


 Pemeriksaan Status Fungsional
Indeks ADL Barthel

Fungsi Skor Max Sebelum sakit Sesudah sakit


Mengendalikan rangsang BAB 2 2 2
Mengendalikan rangsang BAK 2 2 2
Membersihkan diri 1 1 1
Penggunaan jamban 2 2 1
Makan 2 2 1
Berbaring ke duduk 3 3 1
Berpindah/ berjalan 3 3 1
Memakai baju 2 2 1
Naik turun tangga 2 1 0
Mandi 1 1 0
SKOR 20 19 10
20 : mandiri

12-19 : ketergantungan ringan

9-11 : ketergantungan sedang

5-8 : ketergantungan berat

0-4 : ketergantungan total

Dari penilaian indeks ADL di atas diketahui bahwa pasien mengalami


ketergantungan ringan terhadap aktivitas sehari-harinya baik sebelum mau pun
sesudah sakit.
 Pemeriksaan Fungsi Kognitif

Abreviated Mental Test (ABT)

No. Pertanyaan Jawaban Skor

1. Umur .......... tahun Benar 1

2. Waktu / jam sekarang .......... .......... Salah 0

3. Alamat tempat tinggal .......... Benar 1

4. Tahun ini .......... Benar 1

5. Saat ini berada di mana .......... Benar 1

6. Mengenali orang lain di RS Benar 1

7. Tahun kemerdekaan RI .......... Benar 1

8. Nama Presiden RI .......... Benar 1

9. Tahun kelahiran pasien Benar 1

10. Menghitung terbalik (20 s/d 1) .......... Salah 0

Skor AMT

0-3: Gangguan ingatan berat


8
4-7: Gangguan ingatan sedang

8-10: Normal
Mini Mental-Status Examination (MMSE)
Orientasi
1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) 4
2. Kita berada di mana? (negara), (provinsi), (kota), (RS), (lt) 4

Registrasi

3. Sebutkan 3 objek: tiap satu detik, pasien disuruh mengulangi nama ketiga objek 3
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama objek yang disebutkan benar. Ulangi lagi sampai
pasien menyebut dengan benar: buku, pensil, kertas
Atensi dan Kalkulasi

4. Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan 4
setelah 5 jawaban, atau eja secara terbalik kata “B A G U S” (nilai diberi pada
huruf yang benar sebelum kesalahan).
Mengenal Kembali
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas tadi 3

Bahasa
6. Pasien disuruh menyebut: pensil, buku

7. Pasien disuruh mengulangi kata: “Jika tidak, dan atau tapi” 1

8. Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas itu dengan tangan anda, lipatlah 1
menjadi 2, dan letakkan di lantai”
Bahasa
9. Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perintah kalimat “pejamkan mata” 1

10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1

11. Pasien disuruh menggambar bentuk 0

TOTAL 24
Dari
penilaian AMT dan MMSE di atas diketahui bahwa pasien tidak memiliki
gangguan kognitif.
 Pemeriksaan Status Mental

Geriatric Depression Scale (GDS)


No Pertanyaan Jawaban Skor
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya 1
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat Tidak 0
atau kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Tidak 0
4. Apakah anda merasa bosan? Tidak 0
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Tidak 0
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup Ya 1
anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Tidak 0
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke Ya 1
luar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa punya banyak masalah dengan daya Tidak 0
ingat anda dibandingkan dengan kebanyakan orang?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 1
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa kurang dihargai? Tidak 0
13. Apakah anda merasa penuh semangat? Tidak 0
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya Tidak 0
dari anda?
0-4 : Normal
5-8 : depresi ringan TOTAL 4
9-11 : depresi sedang
2-15 : depresi berat

Dari penilaian indeks GDS di atas diketahui bahwa pasien tidak terdapat depresi.
 Analisa Gizi

Mini Nutritional Assessment (MNA)

Selama 3 bulan terakhir Skor Nilai

Nafsu makan berkurang, 0 = Intake menurun 0


gangguan nguyah, 1 = sedang
gangguan menelan 2 = normal

Berat badan menurun 0 = BB menurun > 3 kg 3


1 = Tidak jelas
2 = BB menurun 1-3 kg
3 = Tidak ada penurunan

Mobilitas sekarang 0 = tidur, kursi 2


1 = bisa bangun, tapi tidak bisa
jalan/ keluar rumah
2 = bisa keluar rumah

Stres psikologik atau 0 = yes 0


penyakit akut 2 = no

Masalah Neuropsikologikal 0 = demensia parah atau depresi 2


1 = demensia ringan
2 = tidak ada gangguan

BMI 0 = <19 1
1 = 19-<21
2 = 21-<23
3 = >23

Hasil 8
12-14: status nutrisi normal
8-11: risiko malnutrisi

0-7: malnutrisi

Dari penilaian indeks MNA di atas diketahui bahwa pasien terdapat risiko malnutrisi.

Analisis Gizi
• BB ideal = 90% x (160-100) x 1 kg = 54 kg
• IMT = 50 : 1,602 = 19,5 kg/m2 (normoweight)
• Kebutuhan kalori basal = 30 kal x 50 kg = 1500 kal
• Kebutuhan aktivitas (+10%) = 10% x 1500 = 150 kal
• Usia > 60 tahun (-10%) = 10% x 1500 = 150 kal
• Stress atau infeksi (+20%) = 20% x 1500 = 300 kal

Total kebutuhan kalori/hari = 1500 + 150 – 150 + 300 = 1800 kalori

Distribusi makanan
• Karbohidrat 60% = 60% x 1800 = 900 kal ≈ 270 gr

• Protein 20% = 20% x 1800 = 300 kal ≈ 90 gr

• Lemak 20%= 20% x 1800 = 300 kal ≈ 40 gr

1.5. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium (27 Januari 2020)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.5 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 44 33-47 %
Leukosit 12.1 3.6-11 ribu/ul
Trombosit 229 150-440 ribu/ul
Eritrosit 4.2 3.8-5.2 juta/ul
FUNGSI HATI
SGOT 21 <31 U/l
SGPT 12 <31 U/l
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 21 10-50 mg/dl
Kreatinin darah 0.8 <0.95 mg/dl
GDS 136 <140 mg/dL

ELEKTROLIT
Natrium 140 136-145 mmol/L
Kalium 5.0 3.3-5.1 mmol/L
Klorida 101 98-106 mmol/L

b. Rontgen Thorax (20 Januari 2020)

Interpretasi:

Posisi : Anterior-posterior
Kesan : Kardiomegali left ventricular hypertrophy, elongasi aorta dan suspek
pneumonia
c. CT Scan Kepala (27 Januari 2020)

Interpretasi CT Scan:
Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dengan potongan axial slice 5-10mm, dimulai
didaerah basis sampai vertex tanpa kontras.
1. Jaringan lunak ekstra calvaria dan calvaria dengan bentuk dan densitas normal.
2. Sulci cortical dan fissura sylvii serta fissura interhemisfer tampak normal
3. Ruang sub-arachnoid masih dalam batas normal
4. Bentuk dan posisi ventrikel lateralis kanan dan kiri tampak simetris. Ukuran
ventrikel lateralis, 3 dan 4 dalam batas normal.
5. Infark cerebri di lobus temporal dekstra dan oksipital bilateral
6. Parenkim cerebri lainnya, cerebellum dan pons tidak tampak lesi yang
memberikan densitas patologis
Kesan: Infark cerebri di lobus temporal dekstra dan oksipital bilateral
1.6. Resume

Laki-laki usia 65 tahun datang ke IGD RSUD Tangerang Selatan dengan


keluhan kelemahan pada sisi tubuh kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Kelemahan mendadak saat bangun tidur. Bicara pelo (+), bibir
mencong (+), mual (+), muntah (+) 3x isi makanan sebanyak setengah gelas
setiap muntah. Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), demam (-), sesak
(-), dan batuk (-). BAK dan BAB normal.

Keluhan pelo sebelumnya (+) 1 tahun yang lalu. Darah tinggi (+) sejak 10
tahun yang lalu. Kadang nyeri kepala dan tengkuk. Sesekali berobat ke
Puskesmas, diberi Amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin dikonsumsi.
Pendengaran berkurang sejak 5 tahun yang lalu. Pengelihatan pada kedua
mata buram seperti tertutup kabut putih sejak 2 tahun yang lalu. Nafsu
makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Tidur di siang hari dan
beraktivitas di malam hari. Riwayat diabetes melitus (-), kolesterol (+),
penyakit jantung (-), alergi (-). Adik kandung hipertensi (+). Merokok (+)
sejak 40 tahun yang lalu, dua setengah bungkus dalam sehari. Gemar
konsumsi gorengan, santan, dan jeroan.

Penilaian geriatri komprehensif menunjukkan status fungsional


ketergantungan ringan, risiko malnutrisi, dan instabilitas ringan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, shadow


test (+/+), arkus sennilis (+/+), visus AVOD 4/60 AVOD 4/60, auskultasi
paru rhonki basah kasar di basal paru (+/+), perkusi jantung menunjukkan
kardiomegali. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan parese N.VII dekstra
sentral, parese N.XII dekstra sentral, peningkatan reflex fisiologis,
Babbinski (+/-). Skor siriraj -4 menunjukkan infark serebri. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (12.100/ul). Rontgen
thorax AP menunjukkan kardiomegali, elongasi aorta, dan suspek
pneumonia. CT scan kepala menunjukkan infark serebri di lobus temporal
dekstra dan oksipital bilateral.
1.7. Daftar Masalah

1. Stroke iskemik et causa trombus onset hari ke 3, perawatan hari ke 2


2. Hipertensi grade I tidak terkontrol
3. Community Acquired Pneumonia CURB-65 1
4. Katarak senilis immature ODS
5. Geriatric Syndrome:
- Infection
- Impairment of vision
- Impairment of hearing
- Instabilitas
- Insomnia
- Impecunity

1.8. Diagnosis

- Diagnosis Medik
1. Stroke iskemik et causa trombus onset hari ke 3, perawatan hari ke 2
2. Hipertensi grade I tidak terkontrol
3. Community Acquired Pneumonia CURB-65 1
4. Katarak immature senilis ODS
- Diagnosis Psikiatrik
Tidak ada
- Diagnosis Fungsional
Geriatric Syndrome :
- Infection
- Impairment of vision
- Impairment of hearing
- Instabilitas
- Insomnia
- Impecunity

1.9. Tatalaksana
Tatalaksana Awal di IGD

 Cek keadaan umum dan kesadaran


 Periksa airway, breathing, circulation
 Tirah baring dengan posisi head up 30o
 O2 nasal kanul 3 lpm
 IVFD NaCl 0.9% 500cc/8 jam
 Pemasangan kateter urin  target diuresis 0,5 – 1cc/kgBB/jam
 Aspirin 1x80 mg PO
 Amlodipin 1x10 mg PO
 Omeprazole 2x20 mg PO
 Citicholine 2 x 1000 mg iv
 Levofloxacin 1x750 mg iv

Tatalaksana di Ruang Rawat

Non-Medikamentosa Medikamentosa

 Tirah baring dengan posisi head up  Aspirin 1x80 mg PO


30o  Amlodipin 1x10 mg PO
 IVFD NaCl 0.9% 500cc/8 jam  Omeprazole 2x20 mg PO
 O2 nasal kanul 3 lpm  Citicholine 2 x 1000 mg iv
 Konsultasi TS neurologi  Levofloxacin 1x750 mg iv
 Konsultasi TS rehabilitasi medik
BAB II

ANALISA MASALAH

2.1 Stroke iskemik et causa trombus onset hari ke 3, perawatan hari ke 2

Atas dasar:
Anamnesis - Kelemahan pada sisi tubuh kanan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit.
- Kelemahan pada sisi tubuh kanan dirasakan
mendadak saat bangun tidur.
- Selain itu bicara pasien menjadi pelo dan bibirnya
mencong.
- Riwayat stroke 1 tahun yang lalu.
- Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun lalu namun tidak
terkontrol.
- Pasien juga diketahui memiliki riwayat kolesterol
namun tidak konsumsi obat.
- Riwayat merokok sejak 40 tahun yang lalu sebanyak
dua setengah bungkus rokok, sampai saat ini belum
berhenti merokok.
- Gemar mengonsumsi makanan yang digoreng dan
bersantan terutama “jeroan” sapi.
Pemeriksaan - Skor Siriraj -8,7
Fisik - Hemiparese dekstra
- Parese N. VII dekstra sentral
- Parese N. XII dekstra sentral
- Refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas kanan
- Refleks patologis Babbinski +/-
Pemeriksaan - CT scan kepala: Infark cerebri di lobus temporal
Penunjang dekstra dan oksipital bilateral
Anjuran - Profil Lipid
Pemeriksaan
Dipikirkan - CVD Stroke iskemik et causa trombus onset hari ke
3, perawatan hari ke 2
Tatalaksana Nonmedikametosa
- Tirah baring posisi head up 300
- Rehabilitasi : Melakukan mobilisasi pasif miring ke
kanan dan ke kiri, latihan gerak sendi, latihan duduk
(300-400-600), dan latihan kekuatan otot.
- Diet lunak 1800 kal TKTP
- Konsul TS neurologi
- Konsul TS rehabilitasi medik

Medikamentosa
- Aspilet 1x80 mg PO
- Omeprazole 2x20 mg PO
- Citicholine 2 x 1000 mg iv
Prognosis - Ad Vitam : Bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad malam
- Ad Sanationam : Dubia ad malam

2.2 Hipertensi grade I tidak terkontrol

Atas dasar:
Anamnesis - Pasien sering mengeluh nyeri kepala dan tengkuk.
- Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun lalu namun
tidak terkontrol.
- Konsumsi Amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin.
- Pasien juga diketahui memiliki riwayat kolesterol
namun tidak konsumsi obat.
- Riwayat penyakit keluarga hipertensi ada.
- Riwayat merokok sejak 40 tahun yang lalu sebanyak
dua setengah bungkus rokok, sampai saat ini belum
berhenti merokok.
- Gemar mengonsumsi makanan yang digoreng dan
bersantan terutama “jeroan” sapi.
Pemeriksaan - Tekanan darah saat di IGD 140/90 mmHg
Fisik - Perkusi jantung kardiomegali
Pemeriksaan - Rontgen thorax AP: menunjukkan kardiomegali dan
Penunjang elongasi aorta
Anjuran - EKG
Pemeriksaan
Dipikirkan - Hipertensi grade II
Tatalaksana Nonmedikametosa
- Edukasi: modifikasi gaya hidup
- Dash Diet
- Exercise 3-5x seminggu durasi 30 – 45 menit
Medikamentosa
- Amlodipin 1x10 mg PO
Prognosis - Ad Vitam : Bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad malam
- Ad Sanationam : Dubia ad malam

2.3 Community Acquired Pneumonia CURB-65 1

Atas dasar:
Anamnesis - Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu

Pemeriksaan Fisik - Frekuensi pernapasan 18x/menit


- Auskultasi paru Rhonki basah kasar di basal paru (+/+)
Pemeriksaan - Leukositosis (12.100/ul)
Penunjang
- Rontgen thorax AP: Corakan bronkovaskular meningkat
susp. Pneumonia
- BUN 9.8 mg/dl
Dipikirkan - Community Acquired Pneumonia CURB-65 1

Tatalaksana Nonmedikamentosa:
- Pemberian nutrisi adekuat
- Berhenti merokok
Medikamentosa:
- Levofloxacin tablet 1x750 mg IV
Prognosis - Ad Vitam : Bonam
- Ad Fungsionam : Bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad malam
2.4 Katarak immature senilis ODS

Atas dasar:
Anamnesis - Pengelihatannya berkurang sejak 2 tahun yang lalu.
- Pengelihatan berkurang pada kedua mata dan dirasa
semakin lama semakin buram.
- Pandangan buram seperti tertutup kabut putih.
- Berobat ke rumah sakit dikatakan katarak dan perlu
dioperasi namun pasien menolak
Pemeriksaan Fisik - Shadow test +/+
- AVOD 4/60, AVOS 4/60, dengan keterbatasan ruang
Pemeriksaan -
Penunjang
Anjuran - Funduskopi
Pemeriksaan

Dipikirkan - Katarak sennilis immatur ODS

Tatalaksana - Kontrol Faktor risiko


- Konsul dr. Sp.M untuk penatalaksanaan katarak
dengan ECCE atau FECO.
Prognosis - Ad Vitam : Bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam

2.5 Sindrom Geriatri

Sindrom Manifestasi klinis Tatalaksana

Infection Tidak nafsu makan, leukositosis Pemberian nutrisi yang adekuat,


(12.100/ul), rontgen thoraks: istirahat yang cukup, atasi infeksi
peningkatan corakan (Levofloxacin 1x750 mg IV)
bronkovaskuler susp. pneumonia
Impairment of Pandangan buram seperti Konsul Sp.M untuk
Vision tertutup kabut dengan penurunan penatalaksanaan katarak ODS
visus.
Impairment of Kurang mendengar saat orang Konsul Sp. THT-KL untuk
hearing lain bicara, berteriak saat bicara pemeriksaan audiometri dan
dengan orang lain tatalaksana selanjutnya

Instabilitas Pasien mengalami hemiparese Rehabilitasi :


dekstraju yang membuat pasien - Positioning selama tirah
baring
tidak mampu berjalan,
pandangan buram seperti - Melakukan mobilisasi
pasif miring ke kanan dan ke
tertutup kabut dengan penurunan kiri selama perawatan.
visus, Berg Balance Score
- Latihan gerak sendi pasif
instabilitaas ringan
- Latihan gerak sendi aktif,
latihan memegang benda

- Latihan duduk

Konsul Sp.M untuk


penatalaksanaan katarak ODS.

Immobilisasi Pasien mengalami hemiparese Rehabilitasi : Melakukan


sinistra yang membuat pasien mobilisasi pasif miring ke kanan
hanya berbaring di kasur selama dan ke kiri, latihan gerak sendi,
sakit dan segala aktivitas pasien latihan duduk (300-400-600), dan
harus dibantu latihan kekuatan otot.

Insomnia Sering tertidur saat siang hari, - Berhenti merokok


- Hindari minum kopi
dan terjaga saat malam hari.
- Biasakan bangun pagi
- Kurangi tidur siang
- Suasana yang nyaman untuk
tidur

Inanisi Pasien mengalami penurunan Diet lunak per oral bertahap 1800
nafsu makan kalori, terbagi menjadi 5 porsi
Skor MNA 8 (risiko malnutrisi) makan
Impecunity Dirasa kesulitan memenuhi - Sering kontrol ke
kebutuhan sehari-hari dokter/puskesmas untuk
mendapatkan obat-obat yang
ditanggung oleh BPJS.
- Peningkatkan perilaku
preventif.
- Berhenti merokok.
Analisa Gizi
Food Recall 24 jam sebelum rawat

Bahan Energi
Waktu Menu Jumlah
Makanan (Kalori)

Tepung, gula,
Pisang Goreng pisang, minyak 2 buah 136
Pagi goreng

Kopi Air, kopi 1 gelas 100

Nasi Beras 1 porsi 176

Tempe Tepung, tempe,


1 buah 200
Siang mendoan minyak goreng

Teri, cabe,
Sambal teri 1 porsi 170
minyak goreng

Singkong Singkong,
Sore 2 buah 80
goreng minyak goreng

Nasi Beras 1 porsi 176

Daun singkong,
Tumis daun
cabe, bawang, 1 porsi 141
singkong
Malam minyak goreng

Usus ayam,
Tumis usus
bumbu, minyak 1 porsi 94
ayam
goreng

Total 1256 kal

Analisis Gizi
• BB ideal = 90% x (160-100) x 1 kg = 54 kg
• IMT = 50 : 1,602 = 19,5 kg/m2 (normoweight)
• Kebutuhan kalori basal = 30 kal x 50 kg = 1500 kal
• Kebutuhan aktivitas (+10%) = 10% x 1500 = 150 kal
• Usia > 60 tahun (-10%) = 10% x 1500 = 150 kal
• Stress atau infeksi (+20%) = 20% x 1500 = 300 kal

Total kebutuhan kalori/hari = 1500 + 150 – 150 + 300 = 1800 kal


Distribusi makanan
• Karbohidrat 60% = 60% x 1800 = 1080 ≈ 270 g (900 kal : 4gr/kal karbohidrat)
• Protein 20% =20% x 1800 = 360 kal ≈ 90 g (300 kal: 4 gr/kal protein)

• Lemak 20%= 20% x 1800 = 360 ≈ 40 g (300 kal: 9gr/kal lemak)


Distribusi porsi kalori dalam sehari
 Makan pagi (20%) = 0,2 x 1800 kalori = 360 kalori
 Makanan ringan 1 (15%) = 0,15 x 1800 kalori = 270 kalori
 Makan siang (30%) = 0,3 x 1800 kalori = 550 kalori
 Makanan ringan 2 (10%) = 0,1 x 1800 kalori = 180 kalori
 Makan malam (25%) = 0,25 x 1800 kalori = 270 kalori

Anjuran asupan harian

Makanan/ Protein Lemak Kalori


Waktu Jumlah KH (gr)
Minuman (gr) (gr) (kal)
Nasi putih 1/2 porsi 20 2 0 88
Telur rebus 1 butir 0 7 5 75
Sarapan
Tempe goreng 1 buah 2 2 2 84
pagi
Jeruk 2 buah 12 0 0 48
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
Makana Roti 2 potong 15 3 1 80
n ringan
1 Susu 1 gelas 10 7 6 125
Nasi putih 1 porsi 40 4 0 176
Tahu goreng 1 buah 7 5 0 50

Makan Sayur lodeh 1 porsi 14 6 9 162


siang Pepes ikan
1 potong 1 15 6 143
mas
Jeruk 2 buah 12 0 0 48
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
Makana Apel 1 buah 12 0 0 48
n ringan Biskuit 3 potong 20 2 0 132
2 Susu 1 gelas 10 7 6 125
Nasi putih 1 porsi 40 4 0 88
Ati ayam
1 potong 0 16 4 116
Makan goreng
malam Sambal goreng
kentang 1 porsi 10 8 3 102
Sayur nanga 2 gelas 20 6 0 104
Air putih 1 gelas 0 0 0 0
TOTAL   245 94 42 1794

JADWAL HARIAN PASIEN DI RUMAH


Waktu Kegiatan
04.30-05.30 Bangun tidur dan shalat subuh, dzikir dan mengaji
05.30-06.00 Mandi
06.00-06.30 Latihan fisik
06.30-07.30 Makan pagi dan minum obat (Omeprazole, Citicolin)
07.30-10.00 Beraktivitas
10.00-10.30 Makan ringan 1
10.30-12.00 Beraktivitas
12.00-12.30 Shalat dhuhur
12.30-13.00 Makan siang dan minum obat
13.00-15.00 Tidur siang
15.00-15.30 Shalat ashar
15.30-16.00 Makan ringan 2
16.00-18.00 Latihan fisik
18.00-19.30 Shalat magrib, dzikir dan mengaji kemudian shalat Isya
19.30-20.00 Makan malam dan minum obat (Aspirin, Omeprazole, Citicolin,
Amlodipin)
20.00-21.00 Bercengkrama dengan keluarga
21.00-04.30 Tidur malam
Catatan : Beraktivitas berupa membaca koran, menonton TV, mendengarkan radio, mengikuti
acara pengajian di mesjid, dll

Latihan fisik berupa latihan lingkup gerak sendi, latihan kekuatan otot, latihan
peregangan otot, latihan pernapasan, dll
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Stroke
3.1.1 Fisiologi dan Anatomi Vaskularisasi Otak
Pada orang dewasa, otak merepresentasikan sekitar 2% dari total berat tubuh,
namun menggunakan 20% oksigen dan glukosa total dalam tubuh bahkan saat istirahat.
Neuron hanya dapat mensintesis ATP dari glukosa menggunakan reaksi yang
membutuhkan oksigen. Apabila suatu daerah di otak aktivitasnya meningkat, aliran
darah ke tempat tersebut juga meningkat. Maka, aliran darah yang baik ke otak
sangatlah dibutuhkan. Apabila aliran ke otak terganggu dapat menyebabkan gangguan
neurologis. Gangguan aliran darah ke otak selama 1-2 menit menyebabkan kerusakan
fungsi neuron (neuron impairment) dan apabila gangguan aliran darah berlangsung
selama 4 menit menyebabkan kerusakan permanen pada neuron (permanent injury)1.
Darah mengalir ke otak utamanya melalui arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dua pasang pembuluh darah tersebut saling berhubungan dan membentuk
circulus arteriosus Willisi2.

Gambar 3.1 Sirkulus Willisi

Pada otak besar, arteri yang paing berperan adalah arteri serebri anterior, arteri
serebri media, dan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior mensuplai area
sensorik dan motorik, terutama mengenai daerah kaki. Arteri serebri media mensuplai
area motorik dan sensorik homonkulus daerah lengan, tangan, dan muka. Arteri serebri
posterior mensuplai lobus oksipital dan sebagian batang otak 3.
Struktur di fossa cranii anterior dan medial terutama disuplai oleh arteri carotis
interna (sirkulus anterior), sedangkan fossa cranii posterior diperdarahi oleh arteri
vertebralis (sirkulus posterior). Arteri karotis interna adalah salah satu dari dua cabang
terminal arteri karotis komunis yang pada sisi kanan berasal dari arcus aorta dalam
suatu trunkus brachiocephalica. Arteri karotis komunis sinistra langsung dari arkus
aorta. Arteri karotis membawa 80% darah yang diperlukan otak, terutama memberi
darah dari bagian depan, atas, dan lateral. Suplai utama arteri karotis adalah ke area
supra tentorial yang berisi otak besar. Arteri vertebralis berasal dari arteri subklavia
masing-masing sisi berjalan naik ke leher dalam kanal tulang yang dibentuk oleh
foramina transversae vertebrae cervicalis.. Membawa darah terutama untuk area infra
tentorial yang berisi serebelum, batang otak, serta bagian belakang dan bawah hemisfer
otak3.

Gambar 3.2 Vaskularisasi Otak


3.2 Stroke Iskemik
3.2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional pada otak, baik fokal maupun global
yang terjadi mendadak dan gejalanya berlangsung >24 jam yang disebabkan
oleh gangguan vaskular atau pembuluh darah otak tanpa ada faktor lain selain
vaskular. Definisi lain dari stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO)
merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang timbul secara mendadak (detik-jam) dengan gejala yang sesuai
dengan daerah yang terganggu. Istilah lain stroke yaitu cerebro-vascular
accident (CVA), cerebro-vascular disease (CVD), atau apoplexy5. Sedangkan
definisi stroke menurut WHO stroke dirangkum dalam sebuah kriteria, berikut
kriterianya :
1. Mendadak
2. Lebih dari 24 jam
3. Terdapat defisit neurologis fokal maupun global
4. Disebabkan karena gangguan vaskular
Stroke terbagi dua, stroke perdarahan dan stroke bukan perdarahan.
Stroke bukan perdarahan dikenal dengan stroke iskemik. Stroke iskemik adalah
penurunan perfusi otak yang terjadi mendadak akibat adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak oleh trombus maupun emboli sehingga menyebabkan
defisit neurologis5.
3.2.2 Epidemiologi
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013
(Riskesdas) prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8.3% pada tahun
2007 menjadi 12.1% pada tahun 2013, berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
57,9%. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi yaitu
di Sulawesi Utara sebesar 10,8%. Sedangkan prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yaitu Sulawesi Selatan 17.9% 6.
Prevalensi stroke terjadi semakin tinggi seiring bertambahnya usia,
kelompok usia tertinggi yaitu ≥75 tahun (43%) dan memiliki prevalensi sama
antara laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke berdasarkan penyebab yaitu
81% stroke disebabkan oleh stroke iskemik, sedangkan 19% disebabkan oleh
stroke hemoragik6.

3.2.3 Etiologi
Stroke iskemik bisa disebabkan oleh masalah-masalah yang ada pada
sistem kardio, vaskuler dan hematologi itu sendiri. Kondisi yang berhubungan
dengan iskemia fokal cerebral antara lain :
Kelainan Vaskuler Kelainan Jantung Kelainan Darah
Aterosklerosis Trombus mural Trombositosis
Inflamasi Penyakit jantunr rematik Polisitemia
(SLE, AIDS, arteritis, (PJR)
polyarteritis, dll)
Diseksi a. Carotis atau a. Aritmia Penyakit sickle cell
Vertebralis
Infark lakuner Endocarditis Leukositosis
Migren Prostetic heart valve Hiperkoagulasi
Thrombosis sinus atau vena Atrial myxoma
Drug abuse Paradoxyc embolus

Secara umum, etiologi stroke iskemik dibagi menjadi dua, akibat emboli
atau thrombus. Emboli adalah suatu bekuan darah atau debris yang lepas dari
plak ateromatosa dinding pembuluh darah besar ekstrakranial yang kemudian
terbawa ke lokasi lain contohnya otak lalu menyumbat lumen vaskular.
Penyumbatan pembuluh darah akibat emboli dapat terjadi secara tiba-tiba. Jika
emboli kecil dapat menyumbat kapiler maka terjadi iskemia otak yang
reversible, sedangkan jika emboli menyumbat arteri yang cukup besar secara
total maka iskemia otak luas dan cepat berkembang menjadi daerah infark.
Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkatio karotidis atau
berasal dari jantung. Selain itu juga dapat berasal dari vena perifer yang
terbawa ke aliran otak (emboli paradoksal). Emboli biasanya mengakibatkan
infark luas4.
Trombus diawali dari adanya kerusakan endotel, menyebabkan jaringan
kolagen pembuluh darah terpapar sehingga menimbulkan agregasi trombosit
dan merangsang pengeluaran zat pada granula trombosit. Karena adanya
reseptor pada trombosit sehingga melekat pada kolagen pembuluh darah.
Penyumbatan pembuluh darah parenkim otak akan menyebabkan daerah
tersebut mengalami hipoksia sehingga terbentuk daerah iskemik yang
dikelilingi oleh daerah penumbra. Neuron di hipokampus dan serebelum sangat
sensitif terhadap iskemia, tetapi neuron di batang otak dan medula spinalis
sangan tahan terhadap iskemia4.

3.2.4 Faktor Risiko


Stroke memiliki banyak faktor risiko. Faktor risiko stroke dibagi menjadi
dua yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi 5.
Dapat dimodifikasi Tidak Dapat dimodifikasi
Hipertensi Genetik
a.
Diabetes melitus Usia
Hipertensi Merokok Jenis kelamin
Obesitas Ras
Asam urat
Hiperkolesterol

Risiko stroke trombotik pada orang dengan hipertensi meningkat 4.5


kali dibandingkan orang yang tidak hipertensi. Pada hipertensi, terjadi
perubahan pembuluh darah. Pada arteri kecil, perubahan yang terjadi
adalah penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel.
Proses ini akan terus berlanjut hingga terjadi deposit lipid dan kolesterol
pada tunika muskularis yang membentuk thrombus. Lumen pembuluh
darah menyempit dan berkelok-kelok.
Pada arteriol, akibat hipertensi kronik adalah nekrosis fibrinoid. Hal ini
menyebabkan kelemahan dan herniasi dinding arteriol dan membuat
rupture tunika intima. Akibatnya terjadilah mikroaneurisma (Charcot-
Bouchard) yang rentan rupture menyebabkan perdarahan. Selain itu juga
terjadi pengerasan pada dinding vaskular sehingga terjadi gangguan
autoregulasi. Pembuluh dara jadi sulit vasodilatasi/vasokonstriksi. Hal ini
membuat gangguan perfusi otak.
b. Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes terjadi hiperglikemia. Salah satu komponen
gula yang terakumulasi adalah sorbitol. Sorbitol terakumulasi di dinding
pembuluh arteri sehingga menyebabkan gangguan osmotic dan
bertambahnya kandungan air intrasel. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya oksigenasi.

c. Merokok
Salah satu zat pada rokok adalah nikotin. Nikotin berpengaruh pada
sistem saraf simpatis dan proses trombotik. Nikotin merangsang aktivasi
simpatis sehingga terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan curah
jantung dan peningkatan aliran darah ke otak. Dalam proses trombotik,
nikotin mengaktivasi enzim siklooksigenase, sehingga menurunkan
produksi prostasiklin dan tromboksan. Agregrasi trombosit menjadi
meningkat dan terjadi penyempitan lumen vaskular.

d. Usia dan Jenis Kelamin


Peningkatan usia diasosiasikan dengan peningkatan angka kejadian
aterosklerosis dan atrial fibrilasi, sehingga kejadian pada usia lanjut lebih
banyak. Pada jenis kelamin wanita, khususnya pada usia produktif,
kandungan estrogen dalam tubuh banyak. Estrogen merupakan hormone
yang dapat mencegah terjadinya plak aterosklerosis pada semua pembuluh
darah. Sedangkan pada pria tidak memiliki kadar estrogen yang tinggi.
Sehingga angka kejadian stroke lebih tinggi pada laki-laki dan wanita yang
sudah menopause.

3.2.5 Klasifikasi
Secara garis besar, stroke dibdagi menjadi stroke hemoragik dan non-
hemoragik (atau yang sekarang lebih umum disebut stroke iskemik). Stroke
hemoragic adalah stroke perdarahan, dibagi menjadi perdarahan intraserebral
(ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH). Sedangkan stroke iskemik dibagi
berdasarkan perjalanan penyakitnya. Secara perjalanan penyakitnya stroke
dibagi menjadi6 :

a. Transient Ischaemic Attack (TIA)


Devisit neurologis yang bersifat sementara dan sembuh total tanpa gejala
sisa dalam waktu <24 jam.
b. Reversible Ischaemic Neurologic Deficit (RIND)
Defisit neurologis yang memiliki mekanisme kompensasi dan mampu
memulihkan fungsi neurologis dalam 24 jam – 2 minggu.
c. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang terjadi. Terjadi akibat penyumbatan parsial dari
thrombus pada pembulus darah otak. Progresivitas atau beratnya defisit
neurologis bertambah seiring berjalannya waktu. Umumnya terjadi 2 x
24 jam, sedangkan khusus sistem vestibulobasiler 3 x 24 jam.
d. Completed Stroke
Defisit neurologis yang terjadi dan menetap dan tidak adanya perbaikan
atau menjadi normal dalam waktu 3 minggu.

3.2.6 Patogenesis5,7
Terdapat tiga komponen yang mendasari pathogenesis stroke iskemik.
Thrombus, emboli dan penurunan tekanan perfusi. Thrombosis adalah
penyumbatan lumen vaskular akibat oklusi lokal pembuluh darah. Kelainan
pada vaskular yang dapat membentuk thrombus dan menyebabkan thrombosis
ataralain aterosklerosis, dysplasia fibromuscular, arteritis, diseksi pembuluh
darah dan perdarahan pada plak aterosklerosis yang berisi material lipid.
Material lipid ini akan secara bertahap menutupi lumen vaskular sehingga
terjadi sumbatan.
Untuk menjaga struktur otak tetap hidup dan dapat metabolisme dengan
baik, otak membutuhkan supply aliran darah yang adekuat. Kebutuhan aliran
darah otak normal adalah 40-50 ml/100 g berat otak/menit dan kebutuhan
minimal adalah sekitar 5-8 ml/100 g berat otak/menit.
Transient Ischaemic Attack (TIA) terjadi apabila aliran darah ke otak
terganggu dan menyebabkan terganggunya fungsi otak secara singlet tanpa
adanya kematian sel otak. Pemulihan TIA cepat, seperti pada pemberian
trombolisis spontan. Defisit neurologis hanya terjadi kurang dari 24 jam dan
dapat pulih sempurna.
Jika keadaan iskemia berlanjut terus, defisit neurologis yang terjadi dapat
lebih lama durasinya. Seperti pada RIND, defisit neurologis berlangsung leih
dari 24 jam sampai 2 minggu lalu pulih. Hal ini karena hipoperfusi pada otak
telah berhasil diatasi. Namun apabila thrombus yang terbentuk masih parsial,
masih tinggi kemungkinan sumbatan yang terjadi akan bertambah. Sehingga
deficit neurologis yang terjadi juga semakin memberat. Kejadian inilah yang
disebut stroke in evolution. Apabila keadaan tormbus sudah benar-benar
mengoklusi lumen vaskular, daerah di tempat tersebuta akan terjadi hipoksia.
Keadaan itu bila tidak ditangani akan menjadi complete stroke dengan
gangguan neurologis menetap.
Arteri-arteri pada otak merupakan end artery, sehingga jalur kolateral
normalnya tidak dapat menyediakan darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahakan jaringan otak di distal arteri yang tiba-tiba teroklusi. Akan
tetapi jika suatu arteri menyempit dengan lambat dan progresif, sirkulasi
kolateral dapat terbentuk. Akibatnya infark terlihat lebih kecil dan lebih sedikit
neuron hilang.
Emboli dapat berupa thrombus yang lepas dan menyumbat lumen
vaskular atau berasal dari jantung Embolus terdiri dari agregasi platelet,
thrombus, platelet-trombus, kalsium. Tidak ada mekanisme tunggal yang
mendasari kejadian kardioemboli. Emboli sekunder karena kelainan katup
misalnya atrial fibrilasi terjadi akibat stasis aliran darah. Saat emboli mencapai
sirkulasi serebri akan menyebabkan obstruksi arteri yang memvaskularisasi
otak tersebut sehingga terjadi iskemi pada neuron dan pembuluh darah. Bila
kejadian ini berlanjut akan menjadi infark.
Disekeliling area otak yang mengalami infark biasanya hanya mengalami
gangguan perfusi sementara yang disebut daerah penumbra. Daerah ini masih
bisa diselamatkan dengan reperfusi segera. Jika penumbra tidak dapat
diselamatkan maka akan menjadi infark dan infark akan meluas. Pada daerah
yang iskemik, terjadi penurunan kadar ATP sehingga terjadi kegagalan pompa
kalium/natrium serta peningkatan laktat intraseluler. Kalium akan banyak
masuk kedalam sel sehingga mengakibatkan edema sitotoksik, inflamasi dan
kerusakan DNA.

3.2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari stroke tergantung dari beratnya pembuluh darah
yang tersumbat serta lokasi dari kerusakan pembuluh darah 6 :
a. Arteri cerebri anterior
Hemiparese terutama pada tungkai, parese tungkai terisolasi,
paraparese, gangguan mental terutama jika bilateral. Hemiparese
kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. Gangguan
mental. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. Ketidakmampuan
mengendalikan buang air. Dapat terjadi kejang.
b. Arteri cerebri media
Hemiparese dan hemihipestesia kontralateral, terkadang hemianopsia
homonym kontralateral, gangguan fungsi luhur seperti afasia
motoric/sensorik, akalkulia, apraksia. Pada infark fase akut dapat ditemukan
kepala cenderung menengok ke sisi kontralateral lesi dan fixed gaze
deviation ke sisi kontralateral (deviation conjugee).
c. Arteri oftalmika
Monocular blindness
d. Arteri komunikans posterior
Hemianopsia homonym
e. Arteri khoroidea anterior
Hemiparese dan hemihipestesia kontralateral dan hemianopsia homonym
kontralateral
f. Sindrom vascular thalamik
Terdapat tremor saat istirahat, gerakan motorik koreoatetoik dengan tangan
talamik (postur kontraktur abnormal pada tangan. Selain itu jika mengenai
arteri talamogenikulata maka dapat ditemukan hemiparese kontralateral
sementara, hemianestesia kontralateral, nyeri spontan, hemiataksia,
astereognosis, gerakan koreoatetoik kontralataeral.
g. Sindrom vascular cerebellum
Defisit cerebellar terdiri dari hemiataksia, dysmetria, lateropulsi,
dysdiadokokinesia, nystagmus, vertigo, gangguan keseimbangan.

h. Sistemvertebrobasiler

 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.


 Gangguan koordinasi gerakan tubuh.
 Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
sulit bicara (disartria).
 Kesulitan menelan (disfagia).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap, koma, gangguan daya ingat.
 Gangguan penglihatan seperti diplopia.
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah

3.2.8 Diagnostik5,6,7
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang pertama ditanyakan adalah keluhan utama.
Keluhan utama pada stroke iskemik dapat berupa kelemahan pada salah satu
sisi tubuh, bicara pelo, bibir mencong, liur terus keluar dari mulut, kesulitan
menelan dan lain sebagainya. Jarang ditemukan keluhan utama nyeri kepala
hebat, penurunan kesadarah dan muntah pada stroke iskemik. Hal yang
penting ditanyakan saat anamnesis adalah onset sejak kapan, terjadi saat
sedang istirahat atau beraktivitas, ada progresifitas, atau langsung terjadi
defisit neurologi, keluhan penyerta, riwayat penyakit dahulu terutama yang
menjadi faktor risiko dari tumbulnya stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan kesadaran
Umumnya pada kasus stroke iskemik keadaan umum tampak sakit
sedang. Kesadaran pasien compos mentis dengan GCS 15, namun
tidak menutup kemungkinan kesadarannya somnolen dengan GCS
dibawah 15, hal ini dapat terjadi bila lokasi iskemik di batang otak
atau ada komponen metabolic penyebab penurunan kesadaran.
 Tanda vital
Tekanan darah dapat dijumpai hipertensi atau normal, namun
biasanya hipertensi. Frekuensi nadi dan laju pernapasan beragam,
tergantung kondisi pasien saat datang.
 Status generalis
Dilakukan untuk mencari abnormalitas dari sistem tubuh.
Pemeriksaan mata, mulut, tenggorokan, jantung, dan ekstremitas
dilakukan untuk mencari adanya faktor risiko.
 Status neurologis
Penting dilakukan untuk mencari abnormalitas/deficit neurologis
pada pasien. dapat digunakan sebagai perbandingan sesudah dan
sebelum terapi diberikan.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
 EKG
 CT Scan
Dilakukan untuk memastikan apakah stroke yang terjadi merupakan
mekanisme infark atau suatu perdarahan dan juga untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab lainnya. Selain itu CT scan juga penting untuk
memastikan lokasi dan luas lesi infark.
 MRI
Dilakukan untuk menunjukkan iskemia dalam beberapa menit setelah
onset. Untuk konfirmasi daerah iskemik yang tidak begitu jelas terlihat
saat CT Scan.
 DSA
Visualisasi patologik pembuluh darah otak, untuk diagnostik.

3.2.9 Sistem Skoring8


a. Skor Siriraj
Digunakan untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik tanpa
menggunakan CT Scan.

(2.5xS) + (2xM) + (2xN) + (0.1xD) – (3xA) – 12

Keterangan :

S : Kesadaran (0: sadar, 1: apatis, 2: koma)

M : Muntah (0: tidak muntah, 1: muntah)

N : Nyeri kepala (0: tidak ada, 1: ada)

D : tekanan darah diastolik

Interpretasinya : atheroma yaitu DM dan penyakit jantung


A : faktor
(0: ada, 1: tidak ada)
Skor >1 : Stroke hemoragic
Skor <-1 : Stroke iskemik
Skor -1 s/d 1 : Meragukan, lihat CT Scan
b. Algoritma Gajah Mada
Tiga atau dua positif dari : YA Stroke perdarahan
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Babinsky (+)
TIDAK
Penurunan kesadaran (+) YA Stroke perdarahan
Nyeri kepala (-)
Babinsky (-)
TIDAK
Penurunan kesadaran (-) YA Stroke perdarahan
Nyeri kepala (+)
Babinsky (-)
TIDAK
Penurunan kesadaran (-) YA Stroke iskemik akut
Nyeri kepala (-) atau stroke infark
Babinsky (+)
TIDAK
Penurunan kesadaran (-) YA Stroke iskemik akut
Nyeri kepala (-) atau stroke infark
Babinsky (-)

c. Skor Hassanudin
1 Tekanan darah
Sistol  200, Diastol  110 7.5
Sistol < 200, Diastol < 110 1
2 Waktu terjadinya serangan
Sedang berkegiatan 6.5
Tidak sedang berkegiatan 1
3 Sakit kepala
Sangat hebat 10
Hebat 7.5
Ringan 1
Tidak ada 0
4 Kesadaran menurun
Langsung (bbrp menit s/d 1 jam stlh onset) 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7.5
Sesaat, tapi pulih kembali 6
 24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0
5 Muntah proyektil
Langsung (bbrp menit s/d 1 jam stlh onset) 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7.5
Sesaat, tapi pulih kembali 6
 24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0
Interpretasi :
Non hemoragic stroke < 15
Hemoragic stroke  15

3.2.10 Komplikasi
Komplikasi pada stroke dibagi menjadi komplikasi neurologi dan non
neurologi. Komplikasi neurologi antara lain adalah edema serebri dan
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau
kompresi batang otak, kejang dan transformasi hemorargik. Komplikasi non
neurologi berupa artimia jantung, ulkus dekubitus, pneumonia, edema paru,
stress ulcer pada lambung dan syndrome inappropriate anti-diuretik hormone
(SIDH)6.
3.2.11Pencegahan
Pencegahan primer yaitu mencegah stroke pertama dengan mengobati faktor
resiko predisposisi. Komponen yang terpenting adalah terapi hipertensi arterial
secara efektif. Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi resiko stroke
iskemik hingga 40%. Faktor resiko lain yang dapat dikontrol adalah merokok,
DM, fibrilasi atrium.
Pencegahan sekunder memiliki tujuan mencegah stroke setelah setidaknya
terjadi satu episode iskemia serebri. Pemberian aspirin dosis rendah (100
mg/hari) menurunkan resiko stroke berulang hingga 25%. Anti platelet lain
seperti klopidogrel dan ticlopidine memiliki efek protektif yang lebih nyata
daripada aspirin tetapi harganya lebih mahal. Antikoagulan seperti warfarin
sangat efektif menurunkan resiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium dan
denyut jantung ireguler9.
3.2.12 Tata Laksana10
Pada fase akut stroke iskemik, tatalaksana terutama terarah untuk
membatasi hilangnya neuron irreversible di area iskemik seluas mungkin atau
menyelamatkan bagian penumbra. Cara melakukannya adalah dengan
mengembalikan sirkulasi normal ke area iskemik secepat mungkin dengan
dilakukan rekanalisasi cepat pada pembuluh darah yang tersumbat sesuai etiologi
nya.
Apabila pembuluh darah tersebut tersumbat oleh embolus, maka embolus
dapat cepat diuraikan oleh percepatan sistem fibrinolitik tubuh (Terapi
trombolitik). Zat trombolitik dapat diberikan secara intravena atau intra arterial.
Terapi trombolitik ini hanya efektif bila diberikan sesuai kriteria pemeriksaan
yaitu segera setelah onset dan gejala neurologis. Dalam 3 jam untuk trombolisis
sistemik dan dalam 6 jam untuk trombolisis lokal. Sebelum melakukan terapi
trombolisis harus menyingkirkan adanya perdarahan intracranial dari CT scan
atau MRI.
Selain terapi trombolitik, pada pasien fase akut harus dikontrol faktor
klinisnya dengan baik untuk menghasilkan keluaran yang baik. Tekanan perfusi
yang adekuat harus dipertahankan di area otak yang beresiko. Tekanan darah
arterial harus dikontrol ketat dan pada stroke iskemik tidak diberikan terapi anti
hipertensi kecuali tekanan darah melebihi 220/120 mmHg.
Penatalaksanaan lain adalah mencegah proses metabolik patologis yang
menggunakan oksigen dan energi seperti hiperglikemia dan demam, yang akan
memperburuk keadaan pasien. Memasang nasogastrik tube untuk terapi
parenteral pada pasien yang mengalami disfagia.
Pada pasien dengan infark luas, tanda-tanda peningkatan TIK seperti sakit
kepala, mual muntah, penurunan kesadaran harus diperhatikan dan diterapi. Cara
menurunkan tekanan intracranial dengan tindakan non bedah seperti elevasi
kepala bagian tempat tidur hingga 30 derajat, hiperventilasi dan infus manitol.
Pemberian neuroprotektor berupa citicolin 2-4x 250 mg/hari intravena kemudian
dilanjutkan dengan 2x500-1000 mg per oral.
3.2.13Rehabilitasi
Tujuan dari dari rehabilitasi stroke adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi stroke dan memaksimalkan fungsional. Rehabilitasi stadium akut
yang terutama dilakukan adalah mobilisasi. Rehabilitasi ini dimulai sesudah
prosesnya stabil 24-72 jam sesudah serangan. Sejak awal terapi wicara
diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan dan kesulitan bicara yang
biasanya terganggu pada stadium akut. Peran psikolog penting untuk
mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga 11.

.3. Hipertensi
3.3.1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolic pada seseorang
yang tidak sedang makan obat hipertensi.12
3.3.2. Klasifikasi
3.3.3. Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder.  Hipertensi
esensial meliputi kurang lebih 90 % dari seluruh penderita hipertensi dan sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder.  Dari golongan hipertensi sekunder hanya
50% yang dapat diketahui sebabnya. Oleh karena itu, upaya untuk penanganan
hipertensi esensial lebih mendapatkan prioritas.
Sumber: JNC guideline of hypertension13
3.3.4. Tatalaksana
Pengobatan hipertensi terbagi menjadi non medikamentosa dan medika mentosa.
Dimana pada non medika mentosa dapat dilakukan intervensi dari gaya hidup,
dengan cara:

- Penurunan berat badan hingga IMT 18,5-22,9 m/kg2


- Restriksi diet garam < 6 gram NaCl/hari atau Na < 2,4 g
- DASH-type dietary yaitu dengan banyak sayur, buah, low fat diary product,
rendah lemak saturated dan lemak total
- Penurunan konsumsi alkohol, tidak lebih dari 2 gelas/ hari
- Meningkat aktivitas fisik dengan rekomendasi 3-4 kali/minggu, setidaknya 40
menit/sesi, dengan jenis aktivitas moderate sampai berat misalnya bersepeda,
jogging, renang, dan menari.

Tatalaksana medikamentosa untuk hipertensi berdasarkan JNC VII adalah sebagai


berikut:
Sedangkan diagnosis, tatalaksana, dan target terapi hipertensi menurut JNC VIII sebagai
berikut:

3.3.5. Hipertensi pada Geriatri


Kejadian hipertensi semakin meningkat pada usia diatas 65 tahun. Kelompok
usia ini seringkali sulit untuk dikontrol. Pada pasien dengan usia lanjut,
pengobatan dapat dimulai dari dosis terendah, namun dosis standar atau bahkan
dosis yang lebih tinggi dapat agar tekanan darah dapat sesuai target. 14

3.4. Community Acquired Pneumonia


3.4.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi parenkim paru akibat mikroorganisme. Parenkim
paru meliputi bronkiolus terminalis hingga bronkiolus respiratorius dan alveolus.
Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi bakteri (kecuali Mycobacterium
tuberculosis), jamur, virus, dan parasit.15

3.4.2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan manifestasi klinisnya, pneumonia diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut:

Klinis &
epidemiologi

Pneumonia
Pneumonia Pneumonia Pneumonia pada
Komunitas Nosokomial aspirasi imunokomp
romais

Hospital
Hospital Ventilator
care
acquired associated
associated
pneumonia pneumonia
pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan pneumonia yang didapat dari masyarakat.
Biasanya disebabkan oleh bakteri Gram (+) namun akhir-akhir ini bakteri Gram (-)
juga sering ditemukan sebagai penyebab pneumonia komunitas. Berikut adalah
penyebab pneumonia komunitas menurut ATS/IDSA 2007:

Untuk menilai derajat keparahan pneumonia maka digunakanlah skor CURB-


65, dengan tujuan menentukan apakah pasien butuh rawat inap atau tidak. Skor
CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur. Sistem skor
pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk mengidentifikasikan pasien dengan
tingkat angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor risiko dinilai skor satu. Faktor-
faktor risiko tersebut adalah:
- Confusion, yaitu tingkat kesadaran ditentukan berdasarkan uji mental
- Urea
- Respiratory rate
- Blood pressure
- Usia >65 tahun

3.4.3. Tatalaksana
Pemilihan antibitoik empiris dipilih berdasarkan tenaga medis, keadaan
klinis pasien, resistensi antibiotic, dan penggunaan antibiotic sebelumnya.
Penggunaaan β lactam atau respiratori quinolone merupakan terapi empiris
yang disarankan untuk mild - moderate pneumonia. IDSA/ATS guidline 2007
menrekoemendasikan pemberian β lactam tersendiri atau ditambahkan dengan
makrolid atau respiratori makrolid tersendiri.

3.5. Katarak senilis immature ODS


3.5.1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya. Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak senilis adalah kekeruhan
lensa yang terdapat pada usia diatas 50 tahun .16
3.5.2. Epidemiologi
Berbagai studi cross-sectional melaporkan bahwa prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahun ialah sebanyak 50%. Prevalensi ini meningkat hingga 70% pada
individu di atas 75 tahun.17
3.5.3. Etiologi
Penuaan merupakan penyebab umum katarak. Namun faktor lain yang juga dapat
terlibat dalam pembentukan katarak, yaitu: toksin, trauma, merokok, penyakit
sistemik (seperti diabetes mellitus), dan herediter. Katarak akibat penuaan
merupakan penyebab umum dari gangguan penglihatan. 17 Katarak dapat ditemukan
dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata ataupun sistemik (katarak senil, juvenil,
herediter) atau kelainan kongenital mata. Bermacam-macam penyakit mata dapat
mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa.
Jadi, penyakit intraocular juga bisa mempengaruhi terjadinya katarak.
Katarak senilis merupakan hasil dari proses penuaan normal yang
mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa konsep penuaan seperti teori
putaran biologik, teori imunologis, teori mutasi spontan, teori “A free radical”, dan
teori “A-cross link”. Katarak senilis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
kriteria. Secara klinis, katarak senilis dikenal dalam 4 stadium, yakni stadium
insipien, stadium imatur, stadium matur, stadium hipermatur.16

3.5.4. Klasifikasi
Secara klinis, katarak senilis dikenal dalam 4 stadium, yakni stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur, stadium hipermatur. Berikut pembagian klinis dari
katarak senilis16,17:

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Seluruh

Cairan lensa Normal Bisa Normal Bisa Berkurang


Bertambah (air+massa lensa
keluar)
(air masuk)

Iris Normal Bisa Terdorong Normal Bisa Tremulans

Bilik mata Normal Bisa Dangkal Normal Bisa Dalam


depan

Sudut bilik Normal Bisa Sempit Normal Bisa Terbuka


mata

Shadow test Negatif Bisa Positif Negatif Bisa Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma - Uveitis,


Fakomorfik
Glaucoma
Fakolitik

Pada katarak senilis sebaiknya disingkirkan penyakit mata local dan penyakit
sistemik seperti diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. 16

Pada Katarak insipien kekeruhan dimulai pada tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat
didalam korteks.16

Pada Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Jika mengambil air,
lensa akan menjadi intumesen (pembengkakan lensa), bertambahnya volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Lensa yang
menjadi bengkak dan besar akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa akan memberi
penyulit glaucoma. Intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat.
Lensa yang mencembung daya biasnya akan bertambah, yang memberikan
miopisasi.16,17

Katarak matur adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya mengalami


kekeruhan.17 Bila kondisi intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lenssa (deposit ion Ca).
bilik mata depan akan berkedalaman normal.16

Pada Katarak hipermatur, protein-protein dibagian korteks lensa telah


mencair. Cairan ini bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang
mengerut dengan kapsul keriput. Katarak hipermatur yang nucleus lensanya
mengambang dengan bebas di dalam kantung kapsulnya disebut katarak morgagni. 17

3.5.5. Patofisiologi
Patogenesis katarak sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Pada lensa
katarak secara karakteristik dapat ditemukan agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansiya. Temuan tambahan
mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan
pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Setelah usia pertengahan terjadi proses
kondensasi normal dalam nukleus lensa.17 Semakin tua usia lensa, maka akan
semakin meningkat berat dan ketebalannya namun berkurang daya akomodasinya.
Seiring dengan terbentukya lapisan baru lensa secara konsentrik, teradilah
pengerasan lensa (sklerosis lensa).
Adapun teori yang dipaparkan pada proses terjadinya katarak pada usia lanjut yaitu
meliputi teori putaran biologik, imunologis, teori mutasi spontan, teori “a free
radical” dan teori “a cross link”.16
3.5.6. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis katarak, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Pasien dengan katarak biasanya datang
sendiri ke dokter mata dan mengeluhkan ada katarak. Pada kondisi seperti ini
anamnesis dilakukan mengarah secara langsung. Pasien juga akan mengeluhkan
bagaimana penurunan tajam penglihatan ini mengganggu beberapa kegiatan yang
sebelumnya dapat dikerjakan. Namun ada juga pasien yang baru menyadari
penurunan tajam penglihatan pada saat dilakukan pemeriksaan. Derajat klinis
pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit mata lain,
terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum,
penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak.
Beberapa orang yang klinis katarak cukuo bermakna berdasarkan pemeriksaan
oftalmoskop atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Lainnya megalami penurunan tajam penglihatan yang tidak
sebanding dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati. 17 Setelah itu dapat
dilakukan pemeriksaan status oftalmologi secara lengkap. Untuk lensa bisa dinilai
lebih baik dan lebih detail secara tiga dimensi dengan fokal illumination dengan slit
lamp pada mata yang sudah dilatasi maksimal. Kekeruhan lensa yang sudah matur
bisa didiagnosis dengan melihat adanya pupil putih (leukokoria) dengan mata
biasa.18

3.5.7. Tatalaksana
Berbagai pendekatan non bedah dapat diberikan untuk menambah fungsi
penglihatan pasien dengan katarak misalkan penggunaan kacamata dengan refraksi
yang tepat dapat membantu penglihatan jauh dan dekat. Pada pasien dengan katarak
pada bagian aksial, dilatasi pupil baik secara farmakologi atau laser pupiloplasti
dapat menambah fungsi penglihatan dengan meningkatkan jumlah cahaya yang
masuk melewati bagian perifer lensa.

Terapi farmakologis untuk katarak masih dalam penelitian yang terus berjalan.
Perkembangan dari penelitian tersebut salah satunya ialah obat untuk menghambat
atau bahkan membalik proses pembentukan katarak pada manusia. Inhibitor aldosa
reduktase yang menghambat konversi dari glukosa ke sorbitol menunjukkan dapat
mencegah katarak pada hewan coba. Obat-obatan lain yang mungkin memiliki efek
serupa terhadap katarak antara lain obat penurun sorbitol, aspirin, obat peningkat
glutation. Antioksidan berupa vitamin C, E, beta karoten, dan zink tidak dapat
menghambat perkembangan proses terbentuknya katarak.

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika


tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari, bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan sosial
atau atas indikasi medis lainnya.16

Indikasi yang paling sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu
pasien menginginkan operasi untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien
memiliki katarak bilateral dengan fungsi penglihatan yang signifikan maka operasi
dilakukan pertama pada mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi medis dari
operasi katarak antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke kamera okuli anterior. Tambahan indikasi dari
operasi katarak yaitu apabila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga tidak dapat
dinilai fundus dan dapat mengganggu diagnosis dan manajemen penyakit mata lain
misalkan retinopati diabetik dan glaukoma.4

Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang


katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama
dengan kapsul lensa, atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan
nukleus) dengan meninggalkan kapsul posterior.16

Saat ini metode operasi yang umum dipilih unruk katarak dewasa atau anak besar
adaah dengan ECCE (extra capsular cataract extraction). Penanaman lensa
intraokular merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau
kornea perifer, bagian superior atau temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul
anterior dan nukeus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular
ditempatkan pada kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kaspul
posterior yang masih utuh.17

Fakoemulsifikasi saat ini ialah teknik ECCE yang paling sering digunakan.
Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan
nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui
insisi berukuran 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat. Jika digunakan lensa yang tidak dapat dilipat insisi
dilebarkan hingga 5 mm.17
Keuntungan yang didapat dari bedah insisi kecil ini adalah kondisi intraoperasi
yang lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan
derajat distorsi kornea yang lebih rendah dan mengurangi derajat peradangan
intraokular pasa operasi. Namun teknik fakoemulsifikasi menimbulkan risiko yang
lebih besar terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan
kapsul posterior. Kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks. Setelah tindakan bedah katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi
kekeruhan sekunder pada kapsular posterior yang memerlukan disisi dengan
menggunakan laser YAG:neodymium.17

ICCE (intracapsular cataract extraction) merupakan suatu tindakan


mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya. Metode ini jarang dilakukan saat ini.
Insiden terjadinya ablasio retina pasca operasi jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan ECCE. Namun metode ICCE tetap merupakan suatu prosedur yang berguna,
khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah ekstrakapsular. 16
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, Gerard J dan Bryan Derrickson. Principle of Anatomy and Physiology. Mc-
Graw Hill. 2014

2. Drake, Richard L. Vogl, A Wyne. Mitchell, Adam. Gray dasar-dasar anatomi.


Elsevier; 2014.
3. Ropper, Allan H. Brown, Robert H. Adam’s and Victor’s Principles of neurology 8 th
edition. McGraw Hill; 2005
4. KEMENKES. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balai penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2013
5. Departemen neurologi FKUI. Buku ajar neurologi. Jakarta : FKUI. 2017
6. Munir, Badrul. 2017. Neurologi Dasar Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Malang : Sagung Seto
7. Sudoyo, Aru. 2011. Ilmu Penyakit dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
8. PERDOSSI. Guideline Stroke. Jakarta: PERDOSSI. 2011
9. Toole, J. Cerebrovaskular disorder.4th edition. New York : Raven Press
10. Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Duus Edisi 4. Indonesia : EGC
11. Harsono. 2015. Buku Ajar Neurologi Klinis. UGM : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia
12. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
13. JNC guidline of hypertension
14. Martono H, Pranarka K. Buku ajar boedhi-darmojo geriatrik. Jakarta: Badan penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015
15. PDPI. Pneumonia. 2003
16. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Katarak kongenital. Ed 3. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta. 2010. Hal 201-204

17. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Ed 17.Jakarta: EGC. 2012

18. Lang, Gerhard K. Ophthalmology. Thieme: New York. 2011

Anda mungkin juga menyukai