Anda di halaman 1dari 37

MORBUS HANSEN

Pembimbing : dr. Retno Sawitri, Sp.KK


Oleh: Niswatur Rosyidah / 4118139610005
6

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
2020
DEFINISI
 Penyakit granulomatosa kronis menyerang terutama kulit dan saraf yang disebabkan oleh
patogen intraseluler obligat Mycobacterium leprae yang menginfeksijaringan mukosa kulit
dan saraf perifer yang menyebabkan hilangnya sensasi pada kulit dengan atau tanpa lesi
di kulit. (Fitzpatrick’z ed 9)

 Penyakit infeksi yang kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium lepare yang
bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa
traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI)
EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
 Kuman Penyebab: Mycobacterium leprae  ditemukan oleh G.A Hansen th 1874
 Belum dapat dibiakkan dalam media artifisial
 Ukuran: 3-8nm x 0,5 nm
 Sifat: - Intraselular obligat  hanya dapat berkembangbiak dalam inang
- tahan asam dan alcohol
- Gram positif
 Cara penularan: kontak langsung antar kulit dan inhalasi
 Masa tunas: 40 hari sampai 40 tahun  umumnya beberapa tahun (3,5tahun)
PATOGENESIS
Pada dasarnya, ada 4 pathways pada pathogenesis Morbus Hansen:
1. Melalui filamen saraf di epidermis
2. M. leprae masuk melalui epidermis  sel schwann
3. Fagositosis M. leprae oleh makrofag dermis  menginvasi perineurium  basil masuk ke
sel Schwann
4. Melalui peredaran darah  M. leprae dapat masuk ke saraf melalui kapiler intraneural
(pembesaran sel endotel akan memfasilitasi basil masuk ke system saraf  invasi sel
Schwann)
KLASIFIKASI
GEJALA KLINIS
Indeterminate Leprosy
Semua pasien, kecuali dengan (primary neural
leprosy)

Makula berupa hipopigmentasi pada kulit

Bertahan berbulan-bulan atau bertahun-tahun

Sembuh Spektrum
Spontan gejala klinis
(borderline)
GEJALA KLINIS
TUBERCULOID LEPROSY

Imunitas baik

“polar tuberculoid leprosy”  membentuk plak


(Terjadi pada satu segmen tubuh, hipokrom dan
atau eritematosa, kadang atrofi, disertai papul
atau tuberkel di pinggir lesi)
GEJALA KLINIS
BENTUK LABIL
(BT, BB, BL)

Semua pasien borderline memiliki infiltrasi


pada kulit, bervariasi dari hanya beberapa
sampai banyak lesi, bisa pada satu atau
banyak area tubuh.

BT  “clear infiltrative band” pada pinggir


lesi, menjadi infiltrasi secara difus ke lapisan
terluar.
GEJALA KLINIS
LEPROMATOUS LEPROSY

Kelemahan dari cell-mediated immunity

“polar lepromatous leprosy”  lesi nodular


berlimpah pada seluruh badan yang
berhubungan dengan infiltrasi difus ke
telinga dan wajah  lion’s face
GEJALA KLINIS
LEPROMATOUS LEPROSY
KUSTA HISTOID

Memiliki basil yang lebih banyak dari tipe


lepromatous biasanya (globi)

Berupa nodul mengkilat dan menyebar,


disertai papul, dan tingkat infiltrasi kulit
yang bervariasi
GEJALA KLINIS
MANIFESTASI SARAF

N. Ulnaris N. Medianus
- Anastesia pada ujung jari anterior kelingking - Anastesia ujung jari bagian anterior ibu
dan jari manis jari, telunjuk, dan jari tengah
- Clawing kelingking dan jari manis - Tidak mampu aduksi ibu jari
- Atrofi hipotenar dan otot interoseus - Ibu jari kontraktur
- Atrofi otot tenar

N. Radialis N. Tibialis Posterior


- Anestesia dorsum manus, serta - Anastesia telapak kaki
ujung proksimal jari telunjuk - Claw toes
- Wrist drop - Paralisis otot intrinsic kaki
- Tak mampu ekstensi jari-jari
GEJALA KLINIS
MANIFESTASI SARAF

N. Poplitea Lateralis N. Trigeminus


- Anastesia tungkai bawah, bagian lateral - Anastesia kulit wajah, kornea, dan
- Foot drop konjungtiva mata
- Kelemahan otot peroneus

N. Fasialis
- Lagoftalmus (cabang temporal dan
zigomatikum)
- Kehilangan ekspresi wajah dan tidak
bisa mengatupkan bibir (cabang
bukal, mandibula, dan servikal)
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat
kronik. Reaksi kusta terdiri atas reaksi tipe 1 (reaksi reversal) dan tipe 2 (eritema nodosum leprosum).
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta Reversal Reaksi Eritema Nodosum Leprosum
• Dapat terjadi pada kusta tipe PB maupun • Hanya terjadi pada kusta MB
MB • Biasanya terjadi setelah mendapatkan pengobatan
• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama yang lama (>6bulan)
pengobatan • Keadaan: Ringan hingga berat disertai kelemahan
• Keadaan: umunya baik, demam subfebris, umum dan demam tinggi
atau tanpa demam • Peradangan kulit: Timbul nodul kemerahan, lunak
• Peradangan kulit: Bercak kulit lama menjadi dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai
lebih meradang, bengkak, mengkilat, • Bisa terjadi peradangan pada mata, KGB, sendi,
hangat. ginjal, testis, dll
• Sering terjadi neuritis berupa nyeri tekan
saraf atau gangguan fungsi saraf
DIAGNOSIS BANDING
 Makula hipopigmentasi

Vitiligo tinea versikolor pitiriasis alba


 Plak eritema:

psoriasis

tinea korporis lupus eritematosus


DIAGNOSIS
PB MB
Lesi Kulit • 1-5 lesi • >5 lesi
(macula datar, papul meninggi, • Hipopigmentasi atau eritema • Distribusi simetris
nodus) • Distribusi tidak simetris • Hilangnya sensasi
• Hilangnya sensasi yang jelas kurang jelas

Kerusakan saraf • Hanya satu cabang saraf • Banyak cabang saraf


(menyebabkan hilangnya sensasi
atau kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang
terkena)

WHO 1995
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis (Bedasarkan tanda Kardinal) menurut WHO:
1. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak).
Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu, dan nyeri
2. Penebalan saraf tepi. Dapat/tanpa disertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:
 Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
 Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
 Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam. Bahan pemeriksaan berasal dari apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada
bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi saraf.

Diagnosis tegak  ditemukan minimal 1 tanda kardinal


DIAGNOSIS
 Pemeriksaan Anatesia:
- Jarum  nyeri
- Kapas  raba
- Suhu  Panas dan dingin

 Pemeriksaan saraf otonom:


- Perhatikan ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi
- Tes pensil tinta: menggores tinta mulai tengah lesi ke arah kulit normal  bila ada gangguan,
goresan kulit normal lebih tebal

 Pemeriksaan fungsi motoric:


- Voluntary Muscle Test (VMT): pasien diminta menggerakan anggora gerak sesuai instruksi,
perhatikan apakah dapat melakukan dengan baik dan tanpa bantuanjika gerakan baik 
cek ketahanan, dilakukan perlahan  nilai kekuatan menahan normal, berkurang atau nol
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Sediaan: kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung  diwarnai
dengan ZIEHL-NEELSEN  Tampak merah pada sediaan (BTA)

• Indeks bakteri (IB)


 +1 1-10 BTA dalam 100 LP
 +2 1-10 BTA dalam 10 LP
 +3 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
 +4 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
 +5 101 – 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
 +6 bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan Histopatologi
• Kusta Tuberkuloid: epidermis normal, clear zone subepidermal menghilang, ada proses
granulomatosa (sel ephiteloid), sel datia langhans  tuberkel
• Kusta Lepromatous: epidermis normal hingga rata, jumlah globi yang banyak disertai sel Virchow
• BT: adanya grenz zone di subepidermal, tidak ada granuloma yang jelas, sel langhans dan
limfosit sedikit
• BB: agregat sel epiteloid, limfosit yang tersebar jarang, tidak ada sel raksasa Langhans, dan
semakin banyak basil tahan asam
• BL: subepidermal grenz zone, agregat makrofag, sedikit sel epiteloid, beberapa sel busa
DIAGNOSIS
3. Pemeriksaan Serologi
Dasar: Terbentuknya antibody pada seseorang yang terindeksi M. leparae
• Antibodi spesifik: anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody antiprotein 16 kD serta 35 kD
• Antibdi tidak spesifik: antibody anti-lipoarabinomannan (LAM)
Macam pemeriksaan:
1. Uji MLPA (Mycobacterium leprae Particle Assay)
2. Uji ELISA (Enzym Linked Imuno-sorbent Assay)
3. ML dipstick test ( Mycobacterium leprae dipstick)
4. ML flow test ( Mycobacterium lepare Flow Test)
TATALAKSANA
Medikamentosa
MDT Tipe Pausibasiler
Jenis Obat <10th 10-15 th >15th Ket
Rifampisin 300mg/bulan 450mg/bulan 600mg/bulan Minum depan petugas
Dapson 25mg/bulan 50mg/bulan 100mg/bulan Minum depan petugas
25mg/hari 50mg/hari 100mg/hari Minum di rumah

Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 dosis yang diselesaikan dalam 6-9 bulan

MDT Tipe Multibasiler


Jenis Obat <10th 10-15 th >15th Ket

Rifampisin 300mg/bulan 450mg/bulan 600mg/bulan Minum depan petugas

Dapson 25mg/bulan 50mg/bulan 100mg/bulan Minum depan petugas

25mg/hari 50mg/hari 100mg/hari Minum di rumah

Klofazimin 100mg/bulan 150mg/bulan 300mg/bulan Minum depan petugas

50mg 2x seminggu 50mg setiap 2 hari 50mg/hari Minum di rumah

Lama pengobatan: diberikan sebanyak 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan
REGIMEN MDT
TATALAKSANA
Regimen Alternatif
2. Pasien menolak klofazimin
Dapat diganti:
1. Pasien tidak dapat mengkonsumsi rifampisin • ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari
(alergi, hepatitis, resisten) selama 12 bulan
• Atau rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasin 400 mg/
bulan dan minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan.

3. Pasien yang tidak dapan mengkonsumsi DDS (efek


sindrom dapson)
• MB: MDT lanjut tanpa dapson selama 12 bulan
• PB: dapson diganti klofazimin dengan dosis sama
dengan MDT tipe MB selama 6 bulan

PPK PERDOSKI 2017


TATALAKSANA
Medikamentosa

Pengobatan Reaksi Reversal


 Terdapat neuritis akut  diberikan kortikosteroid  dosis menyesuaiakan
keparahan penyakit  biasanya Prednison 40mg/hari tapering off
TATALAKSANA
Pencegahan Cacat

1. Melaksanakan diagnose kusta dini  pemberian obat lebih cepat.


2. Bila ada gangguan sensibilitas  menggunakan sepatu, menggunakan sarung tangan bila
bekerja dengan benda panas atau tajam, memakai kaca mata untuk melindungi mata
3. Cara merawat kulit sehari-hari memeriksa ada atau tidaknya memar, luka, atau ulkus,
kemudian merendam dan meminyaki kaki dan tangan agar tidak kering
TATALAKSANA
Rehabilitasi

1. Operasi dan fisioterapi  memperbaiki fungsi dan kosmetik meskipun tidak sempurna
2. Memberi lapangan pekerjaan
3. Terapi psikologi
DAFTAR PUSTAKA

Kang, S., Amagai, M., Bruckner, AL., Enk, AH., etc. Fitzpatrick’s Dermathology. 9th Edition.
NewYork: McGrowHill Education.
Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. 2010
PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
PERDOSKI. 2017
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai