Disusun oleh :
Ardhika Prasetya
112018090
Moderator :
dr. D. F. Amirani, SpA
Tutor :
dr. Renya Hiasinta, SpA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H M G
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/ Usia : 7-6-2007 / 12 tahun
Alamat : Kerajinan 1 no 2B Gajah Mada Jakarta Barat
No. rekam medis : 8166XX
Tanggal masuk rawat inap : 31-5-2019
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan Ibu kandung pasien
KELUHAN UTAMA
Badan terasa lemas
RIWAYAT KEHAMILAN
2
Lahir dari ibu G1P1. Selama kehamilan tidak ada sakit. Antenatal Care sebulan sekali sampai
usia 6 bulan.
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat lahir : Rumah sakit
Penolong persalinan : Dokter kebidanan
Cara persalinan : Sectio caesaria
Berat Badan Lahir : 3000 g
Panjang Badan : 49 cm
Usia Gestasi : 40 minggu
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Motorik Kasar
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 9 bulan
Bahasa
Bicara : 2 tahun
Personal Sosial
Berteman baik dengan teman dilingkungannya.
RIWAYAT NUTRISI
Usia
ASI/PASI Buah Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(Bulan)
0-6 bulan ASI + susu formula - - - -
6-8 bulan Susu formula - - Bubur Susu -
8-12 bulan Susu formula - - - Nasi Tim
3
>12 bulan Susu formula - - - Nasi Tim
RIWAYAT IMUNISASI
Jenis Imunisasi Usia
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 2 bulan
DTP 2 bulan 3 bulan 4 bulan
HiB 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia, imunisasi ulangan atau booster belum
RIWAYAT KELUARGA
Anak Pertama dari ibu berumur 35 tahun G1P1A0
Jenis Lahir Mati
No Usia Hidup Abortus Keterangan
Kelamin Mati (sebab)
1 Lahir 2007 L Cukup Bulan
4
III. PEMERIKSAAN FISIK 31 Mei 2019
Tinggi badan : 135 cm
Berat Badan : 27 kg
TANDA VITAL
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 125x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 22x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominotorakal
Suhu : 36,7 oC
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi
Status Gizi ( menurut grafik NCHS untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun) :
BB/U = 27 x 100 % = 67,5% (Gizi Kurang)
40
TB/U =135 x 100 % = 90,6% (Normal)
149
BB/TB = 27 x 100% = 90 % (Normal)
30
BMI = 27 = 14,8 (Sangat kurus)
1,352
5
Kesan: Berat badan kurang.
Gambar 1. Grafik BMI untuk usia laki laki usia 2 tahun sampai 20 tahun.
6
Gambar 2. Grafik NCHS untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun
Status Generalis
Kelainan mukosa/kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (+)
- Sianosis : (-)
- Ikterik : (-)
- Perdarahan : (-)
- Edema : (-)
- Lesi/efloresensi : (-)
- Turgor : Kembali cepat
7
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Kepala
- Ukuran : Normocephali
- Wajah : Facies cooley
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada secret, tidak ada nafas cuping
hidung
- Mulut : Mukosa bibir pucat
Leher
- Tiroid : Tidak teraba
- Trakea : Di tengah
- KGB : Tidak teraba
Thoraks
- Bentuk : Simetris
- Retraksi Suprasternal : Tidak ada
- Retraksi Substernal : Tidak ada
- Retraksi Intercostal : Tidak ada
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 garis midklavikularis sinistra, tidak
kuat angkat, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas kanan jantung pada linea sternalis kanan sela iga ke 4
Batas atas jantung pada linea sternalis kiri sela iga ke 2
Batas bawah jantung pada linea midclavikularis sela iga ke 6
Batas kiri jantung pada linea midclavikularis sela iga ke 5
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, ada murmur, tidak ada gallop
8
Paru
- Inspeksi : Gerak dada simetris tidak ada yang bagian tertinggal pada keadaan
statis dan dinamis.
- Palpasi : Tidak teraba benjolan, vocal fremitus (+), tidak ada krepitasi, tidak ada
fraktur.
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada rhonki,
tidak ada wheezing.
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris.
- Auskultasi : Bising usus 6x/menit, normoperistaltic.
- Palpasi : Supel,teraba hepar 4 jari dibawah arcus costae kanan pada linea
midclavicularis kanan dan 4 jari dibawah processus xyphoideus,
permukaan rata, tidak berbenjol benjol, konsistensi kenyal, ujung
tumpul, nyeri tekan tidak ada, lien teraba pada garis schuffner 4,
konsistensi keras, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit kembali cepat
- Perkusi : Timpani, pekak pada regio hipokondrium kanan, umbilical dan
hipokondrium kiri.
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time kurang dari 3 detik, ekstremitas
atas dan bawah tampak pucat.
9
MCHC 36 30-36 g/dl
V. RESUME
Badan terasa lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai pusing di seluruh
kepala hilang timbul. Pusing membaik saat istirahat, nafsu makan baik, pasien tidak ke dokter
maupun minum obat obatan tertentu. Pasien bisa jalan ke kamar mandi, dan tidak dapat
beraktivitas berat. Riwayat trauma tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada. Tidak ada
demam, tidak ada diare, nafsu makan baik, tidak ada batuk, tidak ada pilek. Buang air kecil
tidak ada keluhan. Usia 2 bulan tiba tiba pucat kemudian dibawa ke Rumah Sakit Dharmais, di
diagnosis thalasemia β mayor. Mendapatkan transfusi darah rutin. Dari hasil pemeriksaan fisik,
ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Hasil
tanda vital terdapat tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 125x/menit, reguler, isi cukup,
Pernafasan 22x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominotorakal, suhu 36,7 oC, konjungtiva
anemis dan sklera ikterik, bibir pucat. Palpasi abdomen teraba hepar 4 jari dibawah arcus costae
kanan pada linea midclavicularis kanan dan 4 jari dibawah processus xyphoideus, permukaan
rata, tidak berbenjol benjol, konsistensi kenyal, ujung tumpul, nyeri tekan tidak ada, lien teraba
pada garis schuffner 4, konsistensi keras, nyeri tekan tidak ada. Dari hasil laboratorium,
hemoglobin 6.3 g/dl, hematokrit 18%, eritrosit 2.4 juta/µL, leukosit 3960/µL, trombosit
130.000/µL, MCV 73 fL, MCH 23 pg.
IX. PENATALAKSANAAN
10
Asam Folat 2x5mg PO
Deferasirox 1x500mg PO
X. PROGNOSIS
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
Sebagian besar informasi tentang thalassemia di Asia berasal dari penelitian yang
dilakukan di India. India adalah rumah bagi 23% dari populasi dunia (sekitar 1,7 miliar).
Prevalensi keseluruhan pembawa thalassemia β telah diperkirakan antara 2,78-4% di India.
Jumlah ini diterjemahkan menjadi sekitar 30-48 juta carrier thalassemia β di India dan sekitar
5-12 juta carrier di Pakistan sebesar 5-7%.5
3.3.1 Thalassemia α
Thalassemia α dikelompokkan ke dalam empat bentuk genotip klasik dengan fenotip
yang berbeda yaitu antara lain :
1. Thalassemia-2- α trait (-α/ α α)
Pada penderita hanya ditemui delesi satu rantai α (-α) yang diwarisi dari salah satu
orang tuanya. Sedangkan rantai- α lainnya yang lengkap (α α) diwarisi dari pasangan
orang tuanya yang normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat yang
fenotipnya tidak memberikan gejala dan tanda (asymptomatic, silent carrier state).
Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.6,7
2. Thalassemia-1- α trait (-α/ -α atau α α/--)
Pada penderita ditemukan delesi dua loki. Delesi ini dapat terbentuk thalassemia-2a- α
trait (-α/ -α) atau thalassemia-1a- α trait heterozigot (αα/--). Fenotip thalassemia-1-α
trait menyerupai fenotip thalassemia α minor.6,7
3. Hemoglobin H disease (--/-α)
Pada penderita ditemukan delesi tiga loki berbentuk heterozigot ganda untuk
thalassemia-2- α dan thalassemia-1-α (--/-α). Pada fetus terjadi akumulasi beberapa
rantai –β yang tidak ada pasangannya (unpaired β-chains). Sedangkan pada orang
dewasa akumulasi unpaired β-chains, yang mudah larut ini membentuk tetramer β4,
yang disebut HbH. HbH membentuk sejumlah kecil inklusi di dalam eritroblast tetapi
tidak berpresipitasi dalam eritrosit yang beredar. Delesi tiga loki ini memberikan
fenotip yang lebih berat. Bentuk kelainan ini disebut HbH disease. Fenotip HbH
disesase berupa thalassemia intermedia ditandai dengan anemia hemolitik sedang-
berat, namun dengan inefektivitas eritropoiesis yang lebih ringan. HbH disease paling
banyak ditemukan di Asia Tenggara.6-8
4. Hydrops fetalis dengan Hb Bart’s (--/--)
Pada fetus ditemukan delesi 4 loki. Pada keadaan embrional ini sama sekali tidak
diproduksi rantai globin-α. Akibatnya, produksi rantai globin-γ, yang disebut Hb Barts
13
(γ4), γ4 ini memiliki afinitas oksigen yang sangat tinggi. Akibatnya, oksigen tidak ada
yang mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops
fetalis), gagal jantung kongestif, dan meninggal dalam uterus.6,7
3.3.2 Thalassemia β
Individu normal memiliki dua alel gen globin-β sehingga genotip thalassemia- β dapat
muncul dalam bentuk homozigot dan heterozigot. Kedua bentuk genotip ini melahirkan
berbagai bentuk genotip thalassemia β. Heterozigositas thalassemia β atau thalassemia β trait.
Homozigositas atau heterozigositas ganda disebut sebagai thalassemia β mayor.6
14
1. Thalassemia-β0, Thalassemia-β+, Thalassemia homozigot dan heterozigot Thalassemia-β0
(β-zero-thalasemia)
Terjadi karena gen normal tidak diekspresikan atau terjadi delesi gen (jarang). Pada
thalassemia homozigot (β0 β0) rantai β tidak diproduksi sama sekali dan hemoglobin A tidak
dapat diproduksi. Pada thalassemia-β+ (β-plus-thalassemia) ekspresi gen β normal menurun,
namun tidak menghilang sama sekali sehingga hemoglobin A masih dapat diproduksi.
Sementara itu, heterozigot ganda dapat memiliki dua gen thalassemia- β+ yang berbeda atau
kombinasi gen thalassemia β0 dan â+.6
2. Thalassemia β trait
Thalassemia β trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia β, seringkali
disebut juga thalassemia β minor. Fenotip kelainan ini secara klinis tidak memberikan gejala
(asimptomatik).6
3. Thalassemia β mayor
Thalassemia β mayor dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda thalassemia β,
menunjukan fenotip klinis berupa kelainan yang berat karena penderita bergantung pada
transfusi darah untuk memperpanjang usia.6 Kedua lokus globin-β mengalami kerusakan dan
dengan pola penurunan resesif.9
4. Thalassemia β intermedia
Thalassemia β intermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia β mayor
dan thalassemia β minor. Penderita thalassemia β intermedia secara klinis dapat berupa
asimptomatik, dan kadang-kadang tidak memerlukan transfusi darah yang umumnya tidak
bertujuan untuk mempertahankan hidup. Fenotipe talasemia intermedia dapat dihasilkan dari
peningkatan 2-3 kali lipat produksi rantai a-globin yang terkait dengan β-heterozigositas.6,9
15
3.5 Patofisiologi Thalassemia
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin
satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis
rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang.
Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai-α atau rantai-β,
yakni berupa rantai-α2β2, maka pada thalassemia-β0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai
β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai-α yang berlebihan (α2). Sedangkan pada
thalassemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang
diproduksi berupa rantai-β yang berlebihan (β4).6
16
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ
dan diakhiri dengan kematian.6
Patofisiologi Thalassemia-β
Metabolisme besi yang abnormal Muatan besi berlebih à kerusakan jaringan hati,
endokrin, miokardium, kulit
Rentan terhadap infeksi spesifik
17
gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan
thalassemia-2a-α homozigot (-α/α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/--) memberi fenotip
seperti thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat
penyakit berat menengah (moderat) yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan
thalassemia-α0-homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s
Hydrops syndrome. Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β, yakni
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi
kedua jenis thalassemia ini.6
Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak
seperti pada thalassemia-β), maka thalassemia- α bermanifestasi pada masa fetus. Kedua, sifat-
sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ dan –β yang
disebabkan oleh defek produksi rantai globin- α sangat berbeda dibandingkan dengan akibat
produksi berlebihan rantai- α sangat berbeda dibandigkan dengan akibat produksi berlebihan
rantai- α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai- α tersebut menyebabkan presipitasi pada
prekursel eritrosit, maka thalassemia- α menimbulkan tetramer yang larut (soluble), yakni γ4,
Hb Bart’s dan β4.6,10
Beberapa perbedaan penting antara thalassemia-α dan thalassemia-β mencakup
kelainan gen sampai dengan manifestasi klinis.
Beberapa Perbedaan Penting antara Thalassemia-α dan Thalassemia-β
Thalassemia-α Thalassemia-β
Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi
Sifat-sifat Tetramer γ4 atau β4, yang larut Agregat rantai-α yang tidak
globin yang larut
berlebihan Pembentukan hemikrom
lambat Pembentukan hemikrom cepat
Band 4.1 tidak teroksidasi Band 4.1 teroksidasi
Terikat kepada band 3 Interaksi kurang dengan band
3
18
Perubahan Jarang Umum
Tulang
19
3.6.2 Thalassemia-β Minor (trait)
Gambaran klinis, Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali ditemukan
pada sedikit penderita.6
Gambaran Laboratoris, Kadar Hb rendah mencapai 3-4 g%. Eritrosit hipokrom, sangat
poikilositosis termasuk sel target, sel teardrop. dan eliptosit (menunjukan defek
hemoglobinisasi dan diseritropoiesis). Fragmen eritrosit dan mikrosferosit terjadi akibat
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Pada darah tepi ditemukan eritrosit strippled dan
20
banyak sel eritrosit bernukleus. MCV terentang antara 50-60 fL. MCH 12 – 18 pg. Nilai MCV
dan MCH yang rendah ditemukan pada thalassemia, dan juga pada anemia defisiensi besi.
MCH lebih dipercaya karena lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan cadangan besi (less
suscpetible to storage changes). Sel darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis,
biasanya wrinkled and folded dan mengandung hemoglobin yang clump.6
Hitung retikulosit berkisar antara 1%-8%, dimana nilai ini kurang berkaitan dengan
hiperplasia eritroid dan hemolysis yang terjadi. Rantai globin-α yang berlebihan dan merusak
membran sel merupakan penyebab kematian prekursor sel darah merah intermedula, sehingga
menimbulkan eritropoiesis inefektif. Elektroforesis Hb menunjukkan terutama HbF, dengan
sedikit peningkatan HbA2. Peningkatan HbA2 dapat memandu diagnosis thalassemia β trait. 1)
Kadar HbA2 mencerminkan derajat kelainan yang terjadi. 2) HbA2 3,6-4,2% pada thalassemia
β+ ringan. HbA2 4-9% pada thalassemia heterozigot β0 dan β+ berat. 4) HbA2 lebih dari 20%
menandakan adanya HbE. Jika hemoglobin yang dominan adalah HbF dan HbE, maka sesuai
dengan diagnosis thalassemia β/HbEHbA dapat tidak ada sama sekali atau menurun. Sumsum
tulang menunjukkan hiperplasia eritroid dengan rasio eritroid dan myeloid kurang lebih 20 : 1.
Besi serum sangat meningkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferritin serum biasanya
meningkat. b. Total hitung dan neutrofil meningkat c. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat
ditemukan leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia.6
21
thalassemia yang tidak bergantung pada transfusi, karena rasio antara rantai-α/rantai-β
lebih seimbang.
Peningkatan kapasitas untuk memproduksi rantai globin-γ dari mekanisme non-delesi
ke bentuk delesi dengan hasil meningkatnya produksi HbF.
Bentuk-bentuk mutasi gen lainnya, seperti delesi thalassemia-δβ, bentuk homozigot
untuk bentuk mutasi tersebut, atau bentuk heterozigot ganda antara thalassemia-δβ dan
mutasi thalassemia-β
Pewarisan bersama antara thalassemia-lokus-α-triple (ααα) dan thalassemia-β-
heterozigot.
Gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang,
sampai dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur
patologik. Muatan besi berlebih dijumpai, walaupun tidak mendapat transfusi darah.
Eritropoiesis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan
turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna.
Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10-20 tahun kemudian pada penderita thalassemia
intermedia yang tidak mendapat transfusi darah.6
3.6.5 Thalassemia-β/Hemoglobin-E
Kelainan Genotip dan gambaran fenotip, Thalassemia-β/Hemoglobin-E (HbE)
umumnya dijumpai di Asia Tenggara, dimana prevalensi kedua mutasi genetik ini cukup tinggi.
Karena HbE kurang diproduksi, sama halnya dengan pada thalassemia-β, maka bila kedua
mutasi gen ini diwariskan bersama, terjadi defisiensi yang nyata produksi rantai globin-β.
Gambaran klinik bervariasi di antara thalassemia intermedia sampai dengan thalassemia yang
bergantung transfusi darah dan tidak dapat dibedakan dengan thalassemia-β-homozigot.6
22
Secara klinis, thalassemia-β dapat diklasifikasikan menjadi thalassemia dependen-
transfusi (TDT) dan thalassemia non dependen transfusi (NTDT) sesuai dengan keparahan
fenotip yang disebabkan oleh rasio ketidakseimbangan globin α dan β yang berasal dari
spektrum luas mutasi yang heterozigot, homozigot atau majemuk.12 Pendekatan skrining
NTDT bergantung pada frekuensi mutasi spesifik di wilayah, sumber daya yang tersedia,
masalah budaya dan agama, dan usia populasi yang ditargetkan. Kesadaran dan pendidikan
publik, pengawasan publik dan skrining populasi, skrining keluarga terutama anak pertama,
skrining pra nikah dan konseling genetik, diagnosis prenatal, dan keluarga berencana adalah
beberapa strategi yang biasa diterapkan dalam program skrining. Ini harus menjadi bagian dari
program umum untuk mendidik dan menyaring populasi berisiko penyakit thalassemia dan
meningkatkan kualitas hidup dan manajemen pasien.13
Meskipun migrasi terjadi ke arah negara-negara yang lebih maju, strategi penyaringan
dan pencegahan membutuhkan implementasi di negara-negara asal thalassemia. Di daerah
dengan insiden thalassemia yang tinggi, perlu adanya skrining universal pada neonatus
direkomendasikan untuk gangguan thalassemia α- dan β. Kemajuan dalam elektroforesis
kapiler dan pengujian molekuler meningkatkan spesifisitas dan ketersediaan mendiagnosis
individu di luar periode neonatal. Kemajuan dalam algoritma yang memanfaatkan indeks sel
darah merah, hemoglobin, dan jumlah retikulosit memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi untuk mutasi α dan β-thalassemia. Pendekatan skrining awal terbaik adalah
menggabungkan analisis sel darah merah (terutama untuk mendeteksi pengurangan ukuran
darah). sel darah merah dan kadar hemoglobin) bersamaan dengan pengukuran tingkat
komponen minor hemoglobin, hemoglobin A2, yang hampir selalu meningkat pada pembawa
β-thalassemia. Namun, keberadaan dua jenis α-thalassemia menimbulkan tantangan skrining
α0-Thalassemia di mana kedua gen α dihapus terkait dengan perubahan sel darah merah
thalassaemia yang khas, sementara α+-thalassaemia di mana hanya satu dari gen ini yang
dihapus menunjukkan perubahan sel darah merah minimal. Dengan demikian, satu-satunya
pendekatan yang benar-benar aman untuk skrining α-thalassemia mungkin dengan analisis
DNA.13
Waktu termudah untuk mendiagnosis penyakit H hemoglobin adalah saat lahir.
Hemoglobin Bart umumnya terlihat pada elektroforesis hemoglobin, tetapi dengan cepat
menghilang setelah lahir. Tingkat hemoglobin Bart sebesar 25% menunjukkan penyakit
hemoglobin H. Tingkat hemoglobin Bart pada saat kelahiran 1-4% dan 4-10% masing-masing
mengindikasikan pembawa α+ - dan α0-thalassemia. Diagnosis definitif membutuhkan
pengujian genetik molekuler. Perlu dicatat bahwa banyak pasien mewarisi mutasi α- dan β-
23
thalassemia. Deteksi mutasi α-thalassemia tidak mengecualikan mutasi β-thalassemia yang
terjadi bersamaan. Pengamatan ini penting untuk prognosis klinis serta konseling genetik.
Varian struktural (hemoglobin E, S, dan C) mudah diidentifikasi oleh berbagai bentuk analisis
hemoglobin. Diagnosis optimal gangguan hemoglobin E berdasarkan DNA. Algoritma untuk
memandu kecurigaan klinis dan diagnosis laboratorium NTDT.13
24
Gambar 3. Algoritma untuk Diagnosis Anemia Mikrositik Hipokrom14
25
Pasien yang ditransfusi adalah pasien yang sudah terdiagnosa thalassemia dengan
kriteria laboratorium yaitu kadar hemoglobin (Hb) < 7 g/dl pada dua pertemuan yang
berbeda dengan jarak waktu pemeriksaan minimal >2 minggu terpisah (tidak termasuk
semua penyebab kontribusi lain seperti infeksi) atau kriteria klinis yang tidak tergantung
dari tingkat hemoglobin pasien yaitu hemoglobin >7 g/dl dengan ciri-ciri pada pasien
seperti perubahan wajah, pertumbuhan yang buruk, dan fraktur tulang.14 Evaluasi sebelum
transfusi dengan menjalani pemeriksaan laboratorium berikut sebelum memulai transfusi
pertama:9
a. Profil besi: feritin serum, serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC)
b. Kimia darah berupa uji fungsi hati; SGOT, SGPT, PT, APTT, albumin, bilirubin
indirek, dan bilirubin direk.
c. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
d. Golongan darah: ABO, Rhesus
e. Marker virus yang dapat ditransmisikan melalui transfusi darah: antigen permukaan
Hepatitis B (HbsAg), antibodi Hepatitis C (anti-HCV), dan antibodi HIV (anti-HIV).
f. Bone age.
Keluarga atau pasien diinformasikan mengenai kegunaan dan risiko transfusi,
kemudian menandatangani persetujuan (informed consent) sebelum transfusi dimulai.
Identifikasi pasien dan kantong darah perlu dilakukan pada setiap prosedur pemberian
transfusi darah sebagai bagian dari upaya patient safety.
26
Tabel 4. Kalkulasi Jumlah Darah yang Diberikan
Tabel 5. Hubungan Antara Jumlah Darah yang Diberikan dengan Kelebihan Besi
3.9.4 Splenektomi
Indikasi splenektomi
Splenektomi adalah intervensi yang disarankan untuk mengurangi konsumsi darah
yang berlebihan dan kelebihan zat besi yang parah. Walaupun regimen transfusi yang ketat saat
ini dan kelasi telah sangat mengurangi kejadian splenomegali dan kelebihan zat besi pada
pasien TDT.14
27
Tabel.6 Indikasi Splenektomi14
28
2. Catatan tahunan penggunaan darah (ml / kg pure red cells) dan pemberian zat besi
harian (mg / kg / hari) harus dilakukan pada setiap pasien.
3. Serum ferritin (SF) - diukur setidaknya setiap 3 bulan (1-3bulan). Nilai target saat ini
antara 500-1000 μg / L
Konsentrasi besi hati (LIC) harus dinilai menggunakan teknik MRI eksternal yang
divalidasi dan distandarisasi. R2 lebih disukai karena metodologinya lebih terstandarisasi dan
telah dilisensikan untuk gunakan dalam praktek klinis rutin. Metode MRI LIC seharusnya tidak
digunakan secara bergantian melainkan berurutan pada pasien. LIC 3-7 mg / g dw adalah tujuan
teraupetik yang ingin dicapai pada TM. Jika nilai LIC dalam kisaran 3-7 mg / g dw:
pemeriksaan dilakukan setiap satu atau dua tahun. Jika LIC> 7 mg / g dw: tahunan. Jika kadar
LIC menurun cepat atau <3 mg / g dw pemeriksaan dilakukan 6 -12 bulan. Sedangkan pada
MRI jantung, bila tingkat besi jantung misalnya: stabil T2 *> 20 milidetik: dua tahun sekali,
T2 * 10-20 milidetik: setiap tahun, T2 * <10 milidetik: 6 bulanan. LIC dan besi jantung harus
dipantau secara teratur dari usia 9 atau lebih muda.14
Terapi Rekomendasi
Deferasirox Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami
(Exjade) transfusi
Deferiprone 75 mg/kg/hari
(Ferriprox)
Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO tidak efektif
29
Tabel 8. Indikasi Kelasi Besi14
Pasien dengan kelasi besi harus dievaluasi setiap 3 bulan dan membuat keputusan
tentang penyesuaian dosis harus memperhitungkan hal-hal berikut ini yaitu masalah dengan
kepatuhan, seperti yang dilaporkan oleh pasien, bukti klinis efek samping, bukti biokimia dan
hematologis toksisitas, serum Ferritin (SF), tes pemantauan tahunan untuk Liver Iron
Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI dan riwayat
kerusakan jaringan terkait besi di masa lalu, termasuk hati, endokrin dan jantung.14
30
Tabel 9. Pencegahan pada Pengobatan Kelasi Besi14
3.11 Program Pencegahan
Program pencegahan secara garis besar berupa edukasi, skrining karier, konseling
genetika pranikah dan diagnosa prenatal. Pertama, edukasi masyarakat mengenai thalassemia
yang merupakan penyakit yang diwariskan dan frekuensi kariernya yang cukup tinggi di
masyarakat. Edukasi lebih baik dilakukan melalui media massa yang sifat penyebarannya luas
dan cepat. Kedua, skrining karier dapat dilakukan di klinik dokter keluarga atau klinik keluarga
berencana. Skrining karier ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada suatu
populasi dan idealnya dilakukan sebelum mempunyai anak. Ketiga, konseling genetika,
konseling ini dilakukan tanpa paksaan dan mengetahui bahwa masing-masing individu atau
pasangan memiliki hak otonomi untuk menetapkan pilihan, untuk mendapat informasi yang
akurat, dan kerahasiaan terjaga secara penuh.15,16
31
pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot.
Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia β+ dan β0 yang tergantung transfusi dan
sindroma Hb Bart’s hydrops. Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu
kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin.
Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi
chorealis sampling). WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu,
karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Teknik lain yang
juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai
sumber DNA janin dari darah perifer ibu. DNA janin dianalisis dengan metode polymerase
chain reaction (PCR).15
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
Intepretasi Kasus
Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis, yaitu : Os sudah
terdiagnosa thalassemia-β mayor sejak usia 2 bulan dan memiliki gejala klinis anemia yaitu
merasa lemas dan pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik pada
pasien ditemukan, wajah tampak pucat dan facies cooley, konjungtiva pucat, bibir tampak
pucat, ekstremitas superior dan inferior tampak pucat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
hepatosplenomegali. Selain itu didapatkan juga data laboratorium yang menunjang anemia
mikrositik hipokrom pada thalassemia- β mayor yaitu Hb: 6,3/dL, MCV 72 fl, MCH 23 pg.
Pada thalassemia β, Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai
globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan
dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini dan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit
menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia6
Anemia lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi eritoid yang terus
menerus (intens) dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum
tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan kembali (exacerbated)
dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi. Pada hati dan limpa yang membesar makin banyak sel darah merah
abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit.
Pasien masuk perawatan ruang thalassemia untuk transfusi berkala setiap bulan.
Adanya riwayat transfusi berulang sejak umur 2 bulan merupakan faktor resiko hemosiderosis.
Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi
yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan meyebabkan
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ
dan diakhiri dengan kematian.3 Pada pasien ini diberikan Exjade (Deferasirox) 1x500mg PO
untuk kelasi besi. Pasien dengan kelasi besi harus dievaluasi setiap 3 bulan dan membuat
keputusan tentang penyesuaian dosis harus memperhitungkan hal-hal berikut ini yaitu masalah
33
dengan kepatuhan, seperti yang dilaporkan oleh pasien, bukti klinis efek samping, bukti
biokimia dan hematologis toksisitas, serum Ferritin (SF), tes pemantauan tahunan untuk Liver
Iron Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI dan riwayat
kerusakan jaringan terkait besi di masa lalu, termasuk hati, endokrin dan jantung.14
Pemberian transfusi PRC 600 cc. PRC leukodepleted dimana terdapat proses
pemisahan buffy coat yang mengandung leukosit dan trombosit dari PRC dengan sedimentasi
atau sentrifugasi sehingga leukosit menurun 60-80% (107-108) dan eritrosit menurun 20-30%
yang mencegah kontaminasi leukosit. Kontaminasi leukosit dapat menyebabkan Transfusion
related acute lung injury (TRALI) yang dipicu oleh anti neutrophil atau antibodi anti-HLA.9
Perlu diperhatikan pada pemberian transfusi berulang dapat terjadi transmisi hepatitis
C virus, hepatitis B virus, dan HIV sehingga perlu dilakukan skrining setiap tahun pada pasien
dengan riwayat transfusi berulang. Selain itu, dapat dilakukan pemberian vaksinasi HBV dan
HAV (termasuk booster HBV pada individu dengan titer HBV rendah pada pasien
thalassemia). 14
34
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis, yaitu : Os sudah
terdiagnosa thalassemia-β mayor sejak usia 2 bulan dan memiliki gejala klinis anemia yaitu
merasa lemas dan pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik pada
pasien ditemukan, wajah tampak pucat dan facies cooley, konjungtiva pucat, bibir tampak
pucat, ekstremitas superior dan inferior tampak pucat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
hepatosplenomegali. Selain itu didapatkan juga data laboratorium yang menunjang anemia
mikrositik hipokrom pada thalassemia- β mayor yaitu Hb: 6,3/dL, MCV 72 fl, MCH 23 pg.
Menunjukkan anemia pada thalassemia merupakan anemia mikrositik hipokrom yang
umumnya memiliki MCV 72 fl dengan MCH 23 pg yang meningkat. Pada kasus ini, diberikan
transfusi PRC 600 cc. PRC leukodepleted yang mencegah kontaminasi leukosit. Perlu
diperhatikan pada transfusi berulang untuk skrining per tahun HBV, HAV dan HIV,
pemeriksaan serum Ferritin (SF)/3 bulan, tes pemantauan tahunan untuk Liver Iron
Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI. Selain itu, pada
transfusi berulang diperlukan terapi kelasi besi untuk mencegah komplikasi kelebihan besi
pada organ yang menimbulkan kerusakan organ.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Hapsari AT, Rujito L. Uji diagnostic indeks darah dan identifikasi molekular karier
talasemia β pada pendonor darah di Banyumas. Jurnal Kedokteran Brawijaya Februari
2015;28(3):234.
2. Svirorakun, H, Singha K, Fuchareon G, Sanchaisuriya K, Fuchareon S. A large cohort of
hemoglobin variants in Thailand: molecular epidemiological study and diagnostic
consideration. PLOS ONE September 2014;9(9):2-4.
3. Sanctis SVD, Kattamis C, Canatan D , Soliman AT, Elsedfy H , et al. β-Thalassemia
distribution in the old world: an ancient disease seen from a historical. Mediter J Hematol
Infect Dis 2017;9:2.
4. Surapon T. Advanced in the study of genetic disorders. China : InTech. 2011. p.101.
5. Hossain MS, Raheem E, Sultana TA, Ferdous S, Nahar N, Islam S, et al. Thalassemias in
South Asia: clinical lessons learnt from Bangladesh. Orphanet Journal of Rare Disease
2017;12(93):1.
6. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta : InternaPublishing.
2015.
7. Howard MR, Hamilton PJ. Haematology : an illustrated colour text. Edinburgh : Elsevier.
2013. p.32-33
8. Shackley BS, Drake TA, Bucth AW, Case studies : chronic microcytic anemia and jaundice
in a 36-year-old male of Burmese Descent. LABMEDICINE February 2010;41(2):78-9
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
tata laksana thalasemia. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. h.22-
7.
10. Cappelini, Cohen A, Porter J, Taher A, Viprakasit V, Guidelines for the management of
transfusion dependent thalassemia (TDT. 3rd Ed. Thalassemia International Federation.
2014. p.13-7.
11. Moeryono HW, Soebroto F, Suryansyah A. Pubertasn terlambat pada anak thalassemia di
RSAB Harapan Kita Jakarta. Sari Pediatri Oktober 2012;14(3):163
12. Cappelini MD, Motta I. New therapeutic targets in transfusion dependent and independent
thalassemiae. American Society of Hematology 2017. p.278.
36
13. Taher A, Musallam K, Cappelini MD. Guidelines for the management of non transfusion
dependent thalassemiae (NTDT). Thalassemiae International Foundation Publication No
22. 2018. p.8-9
14. Farmakis D, Angastinotis D, Eleftheriou A, Cappelini, Cohen A. A short guide for the
management of Transfusion Dependent Thalassemia (TDT). Thalassemiae International
Foundation Publication No 23. 2017. p.21-66
15. Cao A, Kan YW. The prevention of thalassemia. Cold Spring Harb Perspect Med 2012;3:4-
5.
16. Atmakusumah TD, Wahidiyah PA, Sofro AS, Wirawan R, Tjitrasar F, et al. Health
Technology Assesment Indonesia : Pencegahan thalassemia (Hasil kajian HTA tahun
2009). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h. 9-12
37