Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Pendekatan Klinis dan Tatalaksana Pada


Thalassemia β Mayor

Disusun oleh :
Ardhika Prasetya
112018090

Moderator :
dr. D. F. Amirani, SpA

Tutor :
dr. Renya Hiasinta, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT KEPRESIDENAN PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
PERIODE 27 MEI – 11 AGUSTUS 2019
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H M G
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/ Usia : 7-6-2007 / 12 tahun
Alamat : Kerajinan 1 no 2B Gajah Mada Jakarta Barat
No. rekam medis : 8166XX
Tanggal masuk rawat inap : 31-5-2019
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan Ibu kandung pasien

KELUHAN UTAMA
Badan terasa lemas

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Badan terasa lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai pusing di seluruh kepala
hilang timbul. Pusing membaik saat istirahat, nafsu makan baik, pasien tidak ke dokter maupun
minum obat obatan tertentu. Pasien bisa jalan ke kamar mandi, dan tidak dapat beraktivitas
berat. Riwayat trauma tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada. Tidak ada demam, tidak
ada diare, nafsu makan baik, tidak ada batuk, tidak ada pilek. Buang air kecil tidak ada keluhan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Usia 2 bulan tiba tiba pucat kemudian dibawa ke Rumah Sakit Dharmais, di diagnosis
thalasemia Beta mayor dan mendapatkan transfusi darah rutin setiap bulan.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DAN LINGKUNGAN SEKITAR


Riwayat anemia pada ibu pasien, tante, dan nenek dari pihak ibu pasien.

RIWAYAT KEHAMILAN

2
Lahir dari ibu G1P1. Selama kehamilan tidak ada sakit. Antenatal Care sebulan sekali sampai
usia 6 bulan.
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat lahir : Rumah sakit
Penolong persalinan : Dokter kebidanan
Cara persalinan : Sectio caesaria
Berat Badan Lahir : 3000 g
Panjang Badan : 49 cm
Usia Gestasi : 40 minggu

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Motorik Kasar
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 9 bulan
Bahasa
Bicara : 2 tahun

Motor Halus dan Kognitif


Menulis : 7 tahun
Membaca : 5 tahun
Prestasi belajar : Ranking 3 di sekolah

Personal Sosial
Berteman baik dengan teman dilingkungannya.

RIWAYAT NUTRISI
Usia
ASI/PASI Buah Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(Bulan)
0-6 bulan ASI + susu formula - - - -
6-8 bulan Susu formula - - Bubur Susu -
8-12 bulan Susu formula - - - Nasi Tim

3
>12 bulan Susu formula - - - Nasi Tim

DIATAS USIA 1 TAHUN


Makanan biasa
Nasi : 2x sehari
Sayur : Bayam, wortel, capcay 1x sehari
Daging : Ayam, sapi 2x sehari
Telur : 1x sehari
Tahu : 2x sehari
Tempe : 2x sehari
Susu (Takaran) : Susu dancow 200cc

RIWAYAT IMUNISASI
Jenis Imunisasi Usia
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 2 bulan
DTP 2 bulan 3 bulan 4 bulan
HiB 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia, imunisasi ulangan atau booster belum

RIWAYAT KELUARGA
Anak Pertama dari ibu berumur 35 tahun G1P1A0
Jenis Lahir Mati
No Usia Hidup Abortus Keterangan
Kelamin Mati (sebab)
1 Lahir 2007 L  Cukup Bulan

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien tinggal di perumahan, rumah sendiri. Kondisi rumah cukup bersih, ketersediaan
air cukup baik, air minum dari air galon isi ulang. Daerah sekitar lingkungan rumah bersih.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK 31 Mei 2019
Tinggi badan : 135 cm
Berat Badan : 27 kg

TANDA VITAL
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 125x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 22x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominotorakal
Suhu : 36,7 oC
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi
 Status Gizi ( menurut grafik NCHS untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun) :
BB/U = 27 x 100 % = 67,5% (Gizi Kurang)
40
TB/U =135 x 100 % = 90,6% (Normal)
149
BB/TB = 27 x 100% = 90 % (Normal)
30
BMI = 27 = 14,8 (Sangat kurus)
1,352

5
Kesan: Berat badan kurang.
Gambar 1. Grafik BMI untuk usia laki laki usia 2 tahun sampai 20 tahun.

6
Gambar 2. Grafik NCHS untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun

Status Generalis
Kelainan mukosa/kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (+)
- Sianosis : (-)
- Ikterik : (-)
- Perdarahan : (-)
- Edema : (-)
- Lesi/efloresensi : (-)
- Turgor : Kembali cepat

7
Kelenjar getah bening : Tidak teraba

Kepala
- Ukuran : Normocephali
- Wajah : Facies cooley
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada secret, tidak ada nafas cuping
hidung
- Mulut : Mukosa bibir pucat

Leher
- Tiroid : Tidak teraba
- Trakea : Di tengah
- KGB : Tidak teraba

Thoraks
- Bentuk : Simetris
- Retraksi Suprasternal : Tidak ada
- Retraksi Substernal : Tidak ada
- Retraksi Intercostal : Tidak ada

Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 garis midklavikularis sinistra, tidak
kuat angkat, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas kanan jantung pada linea sternalis kanan sela iga ke 4
Batas atas jantung pada linea sternalis kiri sela iga ke 2
Batas bawah jantung pada linea midclavikularis sela iga ke 6
Batas kiri jantung pada linea midclavikularis sela iga ke 5
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, ada murmur, tidak ada gallop

8
Paru
- Inspeksi : Gerak dada simetris tidak ada yang bagian tertinggal pada keadaan
statis dan dinamis.
- Palpasi : Tidak teraba benjolan, vocal fremitus (+), tidak ada krepitasi, tidak ada
fraktur.
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada rhonki,
tidak ada wheezing.
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris.
- Auskultasi : Bising usus 6x/menit, normoperistaltic.
- Palpasi : Supel,teraba hepar 4 jari dibawah arcus costae kanan pada linea
midclavicularis kanan dan 4 jari dibawah processus xyphoideus,
permukaan rata, tidak berbenjol benjol, konsistensi kenyal, ujung
tumpul, nyeri tekan tidak ada, lien teraba pada garis schuffner 4,
konsistensi keras, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit kembali cepat
- Perkusi : Timpani, pekak pada regio hipokondrium kanan, umbilical dan
hipokondrium kiri.

Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time kurang dari 3 detik, ekstremitas
atas dan bawah tampak pucat.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium, Tanggal Pemeriksaan: 31 Mei 2019
Jenis Hari/Tanggal Nilai Rujukan
Pemeriksaan 31/5/19
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.3 9.5-13.5 g/dl
Hematokrit 18 29-41%
Eritrosit 2.4 3.1-4.5 juta/ µL
Leukosit 3960 5.000-19.500/µL
Trombosit 130.000 150.000-400.000/µL
MCV 72 74-108 fL
MCH 23 25-35 pg

9
MCHC 36 30-36 g/dl

V. RESUME
Badan terasa lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai pusing di seluruh
kepala hilang timbul. Pusing membaik saat istirahat, nafsu makan baik, pasien tidak ke dokter
maupun minum obat obatan tertentu. Pasien bisa jalan ke kamar mandi, dan tidak dapat
beraktivitas berat. Riwayat trauma tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada. Tidak ada
demam, tidak ada diare, nafsu makan baik, tidak ada batuk, tidak ada pilek. Buang air kecil
tidak ada keluhan. Usia 2 bulan tiba tiba pucat kemudian dibawa ke Rumah Sakit Dharmais, di
diagnosis thalasemia β mayor. Mendapatkan transfusi darah rutin. Dari hasil pemeriksaan fisik,
ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Hasil
tanda vital terdapat tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 125x/menit, reguler, isi cukup,
Pernafasan 22x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominotorakal, suhu 36,7 oC, konjungtiva
anemis dan sklera ikterik, bibir pucat. Palpasi abdomen teraba hepar 4 jari dibawah arcus costae
kanan pada linea midclavicularis kanan dan 4 jari dibawah processus xyphoideus, permukaan
rata, tidak berbenjol benjol, konsistensi kenyal, ujung tumpul, nyeri tekan tidak ada, lien teraba
pada garis schuffner 4, konsistensi keras, nyeri tekan tidak ada. Dari hasil laboratorium,
hemoglobin 6.3 g/dl, hematokrit 18%, eritrosit 2.4 juta/µL, leukosit 3960/µL, trombosit
130.000/µL, MCV 73 fL, MCH 23 pg.

VI. DIAGNOSA BANDING


 Anemia et causa defisiensi besi
 Anemia et causa penyakit kronik

VII. DIAGNOSA KERJA


 Thalassemia β Mayor

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan darah lengkap


 Serum Feritin, TIBC, SI

IX. PENATALAKSANAAN

 Transfusi PRC 600ml


 Vitamin E 2x200 IU PO

10
 Asam Folat 2x5mg PO
 Deferasirox 1x500mg PO

X. PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia ad bonam


Qua ad fuctionam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Thalassemia


Thalassemia didefinisikan sebagai sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin yang
menimbulkan penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi sebagian (parsial) atau
menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi thalassemia yang jenisnya
sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya antara lain adalah thalassemia α,
thalassemia β, thalassemia δβ, dan heterozigot ganda thalassemia α atau β dengan varian
hemoglobin thalassemik.6

3.2 Epidemiologi Thalassemia

Menurut studi mikromapping di Thailand pada tahun 2012, didapatkan prevalensi


thalassemia α0 sebesar 5,8%, thalassemia α+ sebesar 31.4% dan β-thalassemia sebesar 0.9%.
Penelitian lain dari Khon Kaen University di Thailand sejak tahun 2002-2012 didapatkan 636
(2.4%) spesimen darah sebagai carrier thalassemia. 142 (22.4%) diantaranya sebagai carrier
thalassemia α dan 451 sebagai carrier thalassemia β.2

Distribusi utama thalassemia meliputi perbatasan laut Mediterania, sebagian besar


Afrika, Timur Tengah, Sub Benua India, dan Asia Tenggara atau dikenal dengan “Thalassemia
Belt”.3,4 Frekuensi carrier thalassemia β di daerah ini berkisar dari 1 hingga 20% dan mungkin
lebih tinggi. Frekuensi thalassemia α ringan bervariasi dari 10 hingga 20% di bagian Afrika
Sub-Sahara, hingga 40% atau lebih di beberapa populasi Timur Tengah dan India, hingga
mencapai 80% di Papua Nugini. Secara global, diperkirakan ada 270 juta carrier dengan
hemoglobin abnormal dan thalassemia, yang 80 juta di antaranya carrier thalassemia β.
Thalassemia banyak terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah.3

12
Sebagian besar informasi tentang thalassemia di Asia berasal dari penelitian yang
dilakukan di India. India adalah rumah bagi 23% dari populasi dunia (sekitar 1,7 miliar).
Prevalensi keseluruhan pembawa thalassemia β telah diperkirakan antara 2,78-4% di India.
Jumlah ini diterjemahkan menjadi sekitar 30-48 juta carrier thalassemia β di India dan sekitar
5-12 juta carrier di Pakistan sebesar 5-7%.5

3.3 Klasifikasi Thalassemia

3.3.1 Thalassemia α
Thalassemia α dikelompokkan ke dalam empat bentuk genotip klasik dengan fenotip
yang berbeda yaitu antara lain :
1. Thalassemia-2- α trait (-α/ α α)
Pada penderita hanya ditemui delesi satu rantai α (-α) yang diwarisi dari salah satu
orang tuanya. Sedangkan rantai- α lainnya yang lengkap (α α) diwarisi dari pasangan
orang tuanya yang normal. Penderita kelainan ini merupakan pembawa sifat yang
fenotipnya tidak memberikan gejala dan tanda (asymptomatic, silent carrier state).
Kelainan ini ditemukan pada 15-20% populasi keturunan Afrika.6,7
2. Thalassemia-1- α trait (-α/ -α atau α α/--)
Pada penderita ditemukan delesi dua loki. Delesi ini dapat terbentuk thalassemia-2a- α
trait (-α/ -α) atau thalassemia-1a- α trait heterozigot (αα/--). Fenotip thalassemia-1-α
trait menyerupai fenotip thalassemia α minor.6,7
3. Hemoglobin H disease (--/-α)
Pada penderita ditemukan delesi tiga loki berbentuk heterozigot ganda untuk
thalassemia-2- α dan thalassemia-1-α (--/-α). Pada fetus terjadi akumulasi beberapa
rantai –β yang tidak ada pasangannya (unpaired β-chains). Sedangkan pada orang
dewasa akumulasi unpaired β-chains, yang mudah larut ini membentuk tetramer β4,
yang disebut HbH. HbH membentuk sejumlah kecil inklusi di dalam eritroblast tetapi
tidak berpresipitasi dalam eritrosit yang beredar. Delesi tiga loki ini memberikan
fenotip yang lebih berat. Bentuk kelainan ini disebut HbH disease. Fenotip HbH
disesase berupa thalassemia intermedia ditandai dengan anemia hemolitik sedang-
berat, namun dengan inefektivitas eritropoiesis yang lebih ringan. HbH disease paling
banyak ditemukan di Asia Tenggara.6-8
4. Hydrops fetalis dengan Hb Bart’s (--/--)
Pada fetus ditemukan delesi 4 loki. Pada keadaan embrional ini sama sekali tidak
diproduksi rantai globin-α. Akibatnya, produksi rantai globin-γ, yang disebut Hb Barts

13
(γ4), γ4 ini memiliki afinitas oksigen yang sangat tinggi. Akibatnya, oksigen tidak ada
yang mencapai jaringan fetus, sehingga terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops
fetalis), gagal jantung kongestif, dan meninggal dalam uterus.6,7

Genotip dan Fenotip Thalassemia- α

Bentuk Thalassemia- α Genotip Fenotip

Thalassemia-2- α trait (-α/ α α) Asimtomatik

Thalassemia-1- α trait: Menyerupai thalassemia-α-minor


- Thalassemia-2a- α trait (-α/- α)
- Thalassemia-1a- α trait (α α/--)
Hemoglobin H disease (--/α α) Thalassemia intermedia

Hydrops fetalis dengan Hb (--/--) Hydrops fetalis = meninggal in utero


Bart’s
Tabel 1. Genotip dan Fenotip Thalassemia- α6

3.3.2 Thalassemia β
Individu normal memiliki dua alel gen globin-β sehingga genotip thalassemia- β dapat
muncul dalam bentuk homozigot dan heterozigot. Kedua bentuk genotip ini melahirkan
berbagai bentuk genotip thalassemia β. Heterozigositas thalassemia β atau thalassemia β trait.
Homozigositas atau heterozigositas ganda disebut sebagai thalassemia β mayor.6

Genotip dan Fenotip Thalassemia B

Bentuk thalassemia β Genotip Fenotip

Thalassemia- β0 (β-zero- Thalassemia homozigot (β0 Bervariasi (ringan s/d


thalassemia) β0 ) berat)

Thalassemia- β+ (β-plus- Mutasi gen bervariasi Bervariasi (ringan s/d


thalassemia) heterozigot berat)

Thalassemia- β0 dan thalassemia- β+ Heterozigot ganda : 2 β0


berbeda atau 2 β+ berbeda
atau β0 dan β+

Tabel 2. Genotip dan Fenotip Thalassemia- β6

14
1. Thalassemia-β0, Thalassemia-β+, Thalassemia homozigot dan heterozigot Thalassemia-β0
(β-zero-thalasemia)
Terjadi karena gen normal tidak diekspresikan atau terjadi delesi gen (jarang). Pada
thalassemia homozigot (β0 β0) rantai β tidak diproduksi sama sekali dan hemoglobin A tidak
dapat diproduksi. Pada thalassemia-β+ (β-plus-thalassemia) ekspresi gen β normal menurun,
namun tidak menghilang sama sekali sehingga hemoglobin A masih dapat diproduksi.
Sementara itu, heterozigot ganda dapat memiliki dua gen thalassemia- β+ yang berbeda atau
kombinasi gen thalassemia β0 dan â+.6
2. Thalassemia β trait
Thalassemia β trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia β, seringkali
disebut juga thalassemia β minor. Fenotip kelainan ini secara klinis tidak memberikan gejala
(asimptomatik).6
3. Thalassemia β mayor
Thalassemia β mayor dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda thalassemia β,
menunjukan fenotip klinis berupa kelainan yang berat karena penderita bergantung pada
transfusi darah untuk memperpanjang usia.6 Kedua lokus globin-β mengalami kerusakan dan
dengan pola penurunan resesif.9
4. Thalassemia β intermedia
Thalassemia β intermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia β mayor
dan thalassemia β minor. Penderita thalassemia β intermedia secara klinis dapat berupa
asimptomatik, dan kadang-kadang tidak memerlukan transfusi darah yang umumnya tidak
bertujuan untuk mempertahankan hidup. Fenotipe talasemia intermedia dapat dihasilkan dari
peningkatan 2-3 kali lipat produksi rantai a-globin yang terkait dengan β-heterozigositas.6,9

3.4 Patogenesis Thalassemia


Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Pada thalassemia, mutasi gen globin
ini dapat berupa berupa perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan
produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai
globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters gen α
dan β berupa bentuk delesi atau non delesi.6

15
3.5 Patofisiologi Thalassemia
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin
satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis
rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang.
Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai-α atau rantai-β,
yakni berupa rantai-α2β2, maka pada thalassemia-β0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai
β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai-α yang berlebihan (α2). Sedangkan pada
thalassemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang
diproduksi berupa rantai-β yang berlebihan (β4).6

3.5.1 Patofisiologi Thalassemia-β


Pada thalassemia-β dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi
berlebihan rantai α. Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi
rantai globin α2γ2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi α2β2 (HbA). Hal
ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ tidak pernah dapat
mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan
ciri khas thalassemia-β. Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai
globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan
dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini dan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit
menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia.6
Anemia lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi eritoid yang terus
menerus (intens) dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum
tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan kembali (exacerbated)
dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang membesar makin
banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem
fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi.
Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan meyebabkan

16
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ
dan diakhiri dengan kematian.6

Patofisiologi Thalassemia-β

Hal yang terjadi Akibatnya/Manifestasinya

Mutasi primer terhadap produksi Sintesis globin yang tidak seimbang


globin :
Anemia
Rantai globin yang berlebihan
terhadap
Metabolisme dan ketahanan hidup
(survival)
Eritrosit

Eritrosit abnormal terhadap fungsi Anemia, splenomegali, hepatomegali, dan kondisi


organ hiperkoagubilitas

Anemia terhadap fungsi organ Produksi eritropoietin dan ekspansi sumsum


tulang, defomirtas skeletal, gangguan
metabolisme, dan perubahan adaptif fungsi
kardiovaskular

Metabolisme besi yang abnormal Muatan besi berlebih à kerusakan jaringan hati,
endokrin, miokardium, kulit
Rentan terhadap infeksi spesifik

Sel seleksi Peningkatan kadar HbF, heterogenitas populasi sel


darah merah

Modifiers genetik sekunder Variasi fenotip, khususnya melalui respons HbF


Variasi metabolisme bilirubin, besi dan tulang

Pengobatan Muatan besi berlebih, kelainan tulang, infekksi


yang ditularkan lewat darah, toksisitas obat

Riwayat evolusioner Variasi dari latar belakang genetik : respons


terhadap infeksi
Tabel 3. Patofisiologi Thalassemia-β6

3.5.2 Patofisiologi Thalassemia-α


Patofisiologi Thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalassemia-
β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya

17
gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan
thalassemia-2a-α homozigot (-α/α) atau thalassemia-1a-α heterozigot (αα/--) memberi fenotip
seperti thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat
penyakit berat menengah (moderat) yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan
thalassemia-α0-homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s
Hydrops syndrome. Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β, yakni
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi
kedua jenis thalassemia ini.6
Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa (tidak
seperti pada thalassemia-β), maka thalassemia- α bermanifestasi pada masa fetus. Kedua, sifat-
sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-γ dan –β yang
disebabkan oleh defek produksi rantai globin- α sangat berbeda dibandingkan dengan akibat
produksi berlebihan rantai- α sangat berbeda dibandigkan dengan akibat produksi berlebihan
rantai- α pada thalassemia-β. Bila kelebihan rantai- α tersebut menyebabkan presipitasi pada
prekursel eritrosit, maka thalassemia- α menimbulkan tetramer yang larut (soluble), yakni γ4,
Hb Bart’s dan β4.6,10
Beberapa perbedaan penting antara thalassemia-α dan thalassemia-β mencakup
kelainan gen sampai dengan manifestasi klinis.
Beberapa Perbedaan Penting antara Thalassemia-α dan Thalassemia-β

Thalassemia-α Thalassemia-β

Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi

Sifat-sifat Tetramer γ4 atau β4, yang larut Agregat rantai-α yang tidak
globin yang larut
berlebihan Pembentukan hemikrom
lambat Pembentukan hemikrom cepat
Band 4.1 tidak teroksidasi Band 4.1 teroksidasi
Terikat kepada band 3 Interaksi kurang dengan band
3

Sel darah merah Hidrasi berlebihan Dehidrasi


Kaku Kaku
Membran hiperstabil Membran tidak stabil
p50 menurun p50 menurun

Anemia Terutama hemolitik Terutama diseritropoietik

18
Perubahan Jarang Umum
Tulang

Besi berlebih Jarang Umum


Tabel 3. Perbedaan Penting antara Thalassemia-α dan Thalassemia-β6
3.6 Manifestasi Klinis Thalassemia-β
Manifestasi Klinis Thalassemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom
yang baru ditentukan, yakni6,10

- thalassemia-β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom


- thalassemia-β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah
- thalassemia-β intermedia : gejala di antara thalassemia-β mayor dan minor
- pembawa sifat tersembunyi thalassemia-β (silent carrier)
Pada anamnesis perlu ditanyakan:9
a.Pucat kronik; usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan.
b.Pada thalassemia β/HbE usia awitan pucat umumnya didapatkan pada usia yang lebih tua.
c.Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan transfusi berkala.
d.Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.
e.Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.
f. Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling banyak di Indonesia ditemukan di
Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar 8%.
g. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

3.6.1 Pembawa Sifat Tersembunyi Thalassemia-β (silent carrier)


-Kelainan Genotip
Pembawa sifat tersembunyi adalah penderita thalassemia dengan variasi mutasi β yang
heterogen, dimana hanya sedikit terjadi gangguan produksi rantai-β, sehingga dihasilkan rasio
yang hampir normal antara rantai globin β dan α, tanpa menyebabkan kelainan hematologis.6
-Gambaran Fenotip
Tampilan klinis normal dan kemungkinan adanya mikrositosis yang sangat ringan.
Adanya pembawa sifat tersembunyi diketahui saat studi keluarga (saudara kandung dan
keluarga dekat) pada anak dengan sindroma thalassemia-β yang lebih berat daripada orang
tuanya yang menunjukkan thalassemia-β trait.3

19
3.6.2 Thalassemia-β Minor (trait)
Gambaran klinis, Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali ditemukan
pada sedikit penderita.6

Gambaran Laboratoris, pada penderita thalassemia-β minor biasanya ditemukan


anemia hemolitik ringan yang tidak bergejala (asimtomatik). Kadar hemoglobin terentang
antara 10-13 g% dengan jumlah eritrosit normal atau sedikit tinggi. Darah tepi menunjukkan
gambaran mikrositik hipokrom poikilositosis, sel target dan eliptosit, termasuk kemungkinan
ditemukannya peningkatan eritrosit stippled. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid
ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2
tinggi (antara 3,5%-8%). Kadar HbF biasanya terentang antara 1-5%. Pada bentuk varian
lainnya yang jarang, ditemukan HbF berkisar antara 5-20%.6

3.6.3 Thalassemia- β Mayor


Gambaran Klinis Thalassemia- β mayor biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan
sampai dengan 2 tahun dengan klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan
hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi
peningkatan hepatosplemegali, icterus, perubahan tulang yang nyata karena rongga sumsum
tulang mengalami ekspansi akibat hyperplasia eritorid yang ekstrim. Wajah menjadi khas,
berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas, serta jarak kedua mata melebar.
Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat. Gizi kurang dan hiperpimentasi kulit.9
Faktor-faktor yang dikatakan memiliki kontribusi dalam etiologi dari kegagalan tubuh
kembang anak thalassemia adalah adanya anemia kronis, toksisitas dari terapi kelasi besi
deferoxamine, peningkatan konsumsi energi karena digunakan untuk hematopoiesis dan kerja
jantung, defisiensi zat gizi seperti kalori, asam folat, zinc, dan vitamin A, gangguan
homeostasis kalsium, dan kelainan pada tulang, serta disfungsi hepar dan pankreas.11

Gambaran Radiologis menunjukkan gambaran khas “hair on end”. Tulang panjang


menjadi tipis akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis.6

Gambaran Laboratoris, Kadar Hb rendah mencapai 3-4 g%. Eritrosit hipokrom, sangat
poikilositosis termasuk sel target, sel teardrop. dan eliptosit (menunjukan defek
hemoglobinisasi dan diseritropoiesis). Fragmen eritrosit dan mikrosferosit terjadi akibat
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Pada darah tepi ditemukan eritrosit strippled dan

20
banyak sel eritrosit bernukleus. MCV terentang antara 50-60 fL. MCH 12 – 18 pg. Nilai MCV
dan MCH yang rendah ditemukan pada thalassemia, dan juga pada anemia defisiensi besi.
MCH lebih dipercaya karena lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan cadangan besi (less
suscpetible to storage changes). Sel darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis,
biasanya wrinkled and folded dan mengandung hemoglobin yang clump.6
Hitung retikulosit berkisar antara 1%-8%, dimana nilai ini kurang berkaitan dengan
hiperplasia eritroid dan hemolysis yang terjadi. Rantai globin-α yang berlebihan dan merusak
membran sel merupakan penyebab kematian prekursor sel darah merah intermedula, sehingga
menimbulkan eritropoiesis inefektif. Elektroforesis Hb menunjukkan terutama HbF, dengan
sedikit peningkatan HbA2. Peningkatan HbA2 dapat memandu diagnosis thalassemia β trait. 1)
Kadar HbA2 mencerminkan derajat kelainan yang terjadi. 2) HbA2 3,6-4,2% pada thalassemia
β+ ringan. HbA2 4-9% pada thalassemia heterozigot β0 dan β+ berat. 4) HbA2 lebih dari 20%
menandakan adanya HbE. Jika hemoglobin yang dominan adalah HbF dan HbE, maka sesuai
dengan diagnosis thalassemia β/HbEHbA dapat tidak ada sama sekali atau menurun. Sumsum
tulang menunjukkan hiperplasia eritroid dengan rasio eritroid dan myeloid kurang lebih 20 : 1.
Besi serum sangat meningkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferritin serum biasanya
meningkat. b. Total hitung dan neutrofil meningkat c. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat
ditemukan leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia.6

3.6.4 Thalassemia- β Intermedia


Thalassemia-β intermedia adalah penderita thalassemia yang dapat mempertahankan
hemoglobin minimum ± 7g% atau lebih tinggi tanpa mendapat transfusi. Ketidakseimbangan
sintesis rantai-α dan –β berada di antara thalassemia trait dan mayor, sehingga fenotip klinis
menyerupai gambaran di antara fenotip thalassemia mayor yang sangat bergantung pada
transfusi darah dan thalassemia trait yang asimtomatik.6

Kelainan Genotip penderita thalassemia-β intermedia dapat menunjukkan kelainan-


kelainan genotip yang berbentuk antara lain :6
 Homozigot untuk mutasi yang menyebabkan penurunan ringan ekspresi globin-β
 Heterozigot ganda untuk mutasi ringan atau mutasi yang menyebabkan pengurangan
yang lebih nyata ekspresi globin-β
 Pewarisan bersama (co-inheritance) dengan thalassemia-α, yang menyebabkan bentuk
homozigot mutasi thalassemia-β yang lebih berat, namun dapat tetap berbentuk

21
thalassemia yang tidak bergantung pada transfusi, karena rasio antara rantai-α/rantai-β
lebih seimbang.
 Peningkatan kapasitas untuk memproduksi rantai globin-γ dari mekanisme non-delesi
ke bentuk delesi dengan hasil meningkatnya produksi HbF.
 Bentuk-bentuk mutasi gen lainnya, seperti delesi thalassemia-δβ, bentuk homozigot
untuk bentuk mutasi tersebut, atau bentuk heterozigot ganda antara thalassemia-δβ dan
mutasi thalassemia-β
 Pewarisan bersama antara thalassemia-lokus-α-triple (ααα) dan thalassemia-β-
heterozigot.

Gambaran Laboratoris, morfologi eritrosit pada thalassemia intermedia menyerupai


thalassemia mayor. Elektroforesis Hb dapat menunjukkan HbF 2-100%, HbA2 sampai dengan
7%, dan HbA 0-80% bergantung pada fenotip penderita. HbF didistribusikan secara heterogen
dalam peredaran darah.6

Gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang,
sampai dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan fraktur
patologik. Muatan besi berlebih dijumpai, walaupun tidak mendapat transfusi darah.
Eritropoiesis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga menyebabkan peningkatan
turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna.
Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10-20 tahun kemudian pada penderita thalassemia
intermedia yang tidak mendapat transfusi darah.6

3.6.5 Thalassemia-β/Hemoglobin-E
Kelainan Genotip dan gambaran fenotip, Thalassemia-β/Hemoglobin-E (HbE)
umumnya dijumpai di Asia Tenggara, dimana prevalensi kedua mutasi genetik ini cukup tinggi.
Karena HbE kurang diproduksi, sama halnya dengan pada thalassemia-β, maka bila kedua
mutasi gen ini diwariskan bersama, terjadi defisiensi yang nyata produksi rantai globin-β.
Gambaran klinik bervariasi di antara thalassemia intermedia sampai dengan thalassemia yang
bergantung transfusi darah dan tidak dapat dibedakan dengan thalassemia-β-homozigot.6

3.7 Pendekatan Diagnosis Thalassemia

22
Secara klinis, thalassemia-β dapat diklasifikasikan menjadi thalassemia dependen-
transfusi (TDT) dan thalassemia non dependen transfusi (NTDT) sesuai dengan keparahan
fenotip yang disebabkan oleh rasio ketidakseimbangan globin α dan β yang berasal dari
spektrum luas mutasi yang heterozigot, homozigot atau majemuk.12 Pendekatan skrining
NTDT bergantung pada frekuensi mutasi spesifik di wilayah, sumber daya yang tersedia,
masalah budaya dan agama, dan usia populasi yang ditargetkan. Kesadaran dan pendidikan
publik, pengawasan publik dan skrining populasi, skrining keluarga terutama anak pertama,
skrining pra nikah dan konseling genetik, diagnosis prenatal, dan keluarga berencana adalah
beberapa strategi yang biasa diterapkan dalam program skrining. Ini harus menjadi bagian dari
program umum untuk mendidik dan menyaring populasi berisiko penyakit thalassemia dan
meningkatkan kualitas hidup dan manajemen pasien.13
Meskipun migrasi terjadi ke arah negara-negara yang lebih maju, strategi penyaringan
dan pencegahan membutuhkan implementasi di negara-negara asal thalassemia. Di daerah
dengan insiden thalassemia yang tinggi, perlu adanya skrining universal pada neonatus
direkomendasikan untuk gangguan thalassemia α- dan β. Kemajuan dalam elektroforesis
kapiler dan pengujian molekuler meningkatkan spesifisitas dan ketersediaan mendiagnosis
individu di luar periode neonatal. Kemajuan dalam algoritma yang memanfaatkan indeks sel
darah merah, hemoglobin, dan jumlah retikulosit memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi untuk mutasi α dan β-thalassemia. Pendekatan skrining awal terbaik adalah
menggabungkan analisis sel darah merah (terutama untuk mendeteksi pengurangan ukuran
darah). sel darah merah dan kadar hemoglobin) bersamaan dengan pengukuran tingkat
komponen minor hemoglobin, hemoglobin A2, yang hampir selalu meningkat pada pembawa
β-thalassemia. Namun, keberadaan dua jenis α-thalassemia menimbulkan tantangan skrining
α0-Thalassemia di mana kedua gen α dihapus terkait dengan perubahan sel darah merah
thalassaemia yang khas, sementara α+-thalassaemia di mana hanya satu dari gen ini yang
dihapus menunjukkan perubahan sel darah merah minimal. Dengan demikian, satu-satunya
pendekatan yang benar-benar aman untuk skrining α-thalassemia mungkin dengan analisis
DNA.13
Waktu termudah untuk mendiagnosis penyakit H hemoglobin adalah saat lahir.
Hemoglobin Bart umumnya terlihat pada elektroforesis hemoglobin, tetapi dengan cepat
menghilang setelah lahir. Tingkat hemoglobin Bart sebesar 25% menunjukkan penyakit
hemoglobin H. Tingkat hemoglobin Bart pada saat kelahiran 1-4% dan 4-10% masing-masing
mengindikasikan pembawa α+ - dan α0-thalassemia. Diagnosis definitif membutuhkan
pengujian genetik molekuler. Perlu dicatat bahwa banyak pasien mewarisi mutasi α- dan β-

23
thalassemia. Deteksi mutasi α-thalassemia tidak mengecualikan mutasi β-thalassemia yang
terjadi bersamaan. Pengamatan ini penting untuk prognosis klinis serta konseling genetik.
Varian struktural (hemoglobin E, S, dan C) mudah diidentifikasi oleh berbagai bentuk analisis
hemoglobin. Diagnosis optimal gangguan hemoglobin E berdasarkan DNA. Algoritma untuk
memandu kecurigaan klinis dan diagnosis laboratorium NTDT.13

Gambar 2. Algoritma untuk Diagnosis NTDT13


Sedangkan berikut ini algoritma anemia mikrositik hipokrom yang banyak terutama
pada thalassemia β mayor (TDT).

24
Gambar 3. Algoritma untuk Diagnosis Anemia Mikrositik Hipokrom14

3.8 Komplikasi Thalassemia


Komplikasi yang terjadi pada thalassemia dapat diakibatkan oleh proses penyakitnya
atau oleh pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit thalassemia mencakup: kardiomiopati,
ekstramedullary hematopoiesis, kolelitiasis, splenomegali, hemokromatosis, kejadian
trombosis (hiperkoagulasi, risiko aterogenesis, lesi iskemik cerebral asimtomatis), ulkus
maleolar,deformitas dan kelainan tulang (osteoporosis).6

3.9 Tatalaksana Thalassemia


3.9.1 Transfusi darah
Indikasi transfusi darah :9

25
Pasien yang ditransfusi adalah pasien yang sudah terdiagnosa thalassemia dengan
kriteria laboratorium yaitu kadar hemoglobin (Hb) < 7 g/dl pada dua pertemuan yang
berbeda dengan jarak waktu pemeriksaan minimal >2 minggu terpisah (tidak termasuk
semua penyebab kontribusi lain seperti infeksi) atau kriteria klinis yang tidak tergantung
dari tingkat hemoglobin pasien yaitu hemoglobin >7 g/dl dengan ciri-ciri pada pasien
seperti perubahan wajah, pertumbuhan yang buruk, dan fraktur tulang.14 Evaluasi sebelum
transfusi dengan menjalani pemeriksaan laboratorium berikut sebelum memulai transfusi
pertama:9
a. Profil besi: feritin serum, serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC)
b. Kimia darah berupa uji fungsi hati; SGOT, SGPT, PT, APTT, albumin, bilirubin
indirek, dan bilirubin direk.
c. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
d. Golongan darah: ABO, Rhesus
e. Marker virus yang dapat ditransmisikan melalui transfusi darah: antigen permukaan
Hepatitis B (HbsAg), antibodi Hepatitis C (anti-HCV), dan antibodi HIV (anti-HIV).
f. Bone age.
Keluarga atau pasien diinformasikan mengenai kegunaan dan risiko transfusi,
kemudian menandatangani persetujuan (informed consent) sebelum transfusi dimulai.
Identifikasi pasien dan kantong darah perlu dilakukan pada setiap prosedur pemberian
transfusi darah sebagai bagian dari upaya patient safety.

3.9.2 Jenis produk darah yang digunakan


Pasien-pasien dengan thalassemia mayor (TM) harus menerima PRC leukodepleted
dengan kadar hemoglobin minimum 40g. Pengurangan 1 X 106 atau kurang leukosit per unit
diambil sebagai ambang kritis untuk menghilangkan reaksi merugikan yang dikaitkan dengan
kontaminasi sel darah putih. Penyaringan pra-penyimpanan whole blood adalah metode yang
lebih disukai untuk leukoreduksi.14

3.9.3 Program Transfusi


Perawatan yang direkomendasikan pada TDT yaitu transfusi biasanya diberikan setiap
dua hingga lima minggu untuk mempertahankan tingkat hemoglobin pra-transfusi 9-10,5 g / dl
dan mencapai hemoglobin pasca transfusi 14-15g/dl. Regimen transfusi ini mendorong
pertumbuhan normal, memungkinkan aktivitas fisik normal, cukup menekan aktivitas sumsum
tulang pada kebanyakan pasien, dan meminimalkan akumulasi besi.

26
Tabel 4. Kalkulasi Jumlah Darah yang Diberikan

Tabel 5. Hubungan Antara Jumlah Darah yang Diberikan dengan Kelebihan Besi

3.9.4 Splenektomi
Indikasi splenektomi
Splenektomi adalah intervensi yang disarankan untuk mengurangi konsumsi darah
yang berlebihan dan kelebihan zat besi yang parah. Walaupun regimen transfusi yang ketat saat
ini dan kelasi telah sangat mengurangi kejadian splenomegali dan kelebihan zat besi pada
pasien TDT.14

27
Tabel.6 Indikasi Splenektomi14

Splenomegali masif yang menyebabkan Klinisi perlu mencermati kemungkinan


splenomegali yang disebabkan pemberian tranfusi darah yang tidak adekuat. Pada kondisi
tersebut ukuran limpa dapat mengecil dengan transfusi darah adekuat dan kelasi besi yang
intensif selama beberapa bulan kemudian dilakukan evaluasi ulang apakah tindakan
splenektomi dapat dihindari. Mengingat risiko komplikasi splenektomi yang berat, maka
splenektomi sedapat mungkin dihindari dan hanya dilakukan dengan indikasi yang kuat.9
Pasien yang terindikasi splenektomi sedapat mungkin menunda splenektomi hingga
pasien berusia 5 tahun untuk mengurangi risiko terjadinya sepsis berat pasca tindakan.
Persiapan splenektomi dan vaksinasi 9
a. Pastikan catatan medis pasien lengkap dengan memperhatikan jumlah darah yang
telah ditransfusikan dan riwayat pemakaian kelasi besi.
b. Nilai apakah pasien memiliki masalah kardiak, endokrin, dan gangguan metabolik.
Permasalahan yang ada dikoreksi terlebih dahulu.
c. Nilai Hb optimal sebelum operasi adalah 10-12 g/dL.
d. Pasien mendapatkan penjelasan kemungkinan infeksi setelah operasi, sehingga
penting untuk melengkapi catatan imunisasi pasien; pneumokokus, Hib, meningitis.
e. Pasien yang akan menjalani operasi, dipertimbangkan juga untuk menjalani biopsi
hati, dan kolesistektomi. Bila perlu pasien menjalani USG praoperasi untuk membantu
menentukan batu empedu. Prosedur dilakukan bersamaan.
f. Pascaoperasi pasien diharuskan untuk mengonsumsi antibiotik profilaksis dan
memiliki kartu splenektomi.

3.10 Indikasi Kelasi Besi


Terapi kelasi besi biasanya dimulai setelah semua kriteria berikut terpenuhi yaitu sudah
melakukan 10-12 transfusi atau serum ferritin> 1000 μg /l pada dua pembacaan berurutan
dengan jarak 2 minggu, usia >2 tahun. Pemantauan transfusi yang menyebabkan kelebihan besi
sangat penting untuk kelasi besi yang efektif dan aman yang disesuaikan dengan kebutuhan
spesifik individu yaitu:14
1. Usia memulai transfusi reguler dan terapi kelasi besi harus didokumentasikan untuk
setiap pasien.

28
2. Catatan tahunan penggunaan darah (ml / kg pure red cells) dan pemberian zat besi
harian (mg / kg / hari) harus dilakukan pada setiap pasien.
3. Serum ferritin (SF) - diukur setidaknya setiap 3 bulan (1-3bulan). Nilai target saat ini
antara 500-1000 μg / L
Konsentrasi besi hati (LIC) harus dinilai menggunakan teknik MRI eksternal yang
divalidasi dan distandarisasi. R2 lebih disukai karena metodologinya lebih terstandarisasi dan
telah dilisensikan untuk gunakan dalam praktek klinis rutin. Metode MRI LIC seharusnya tidak
digunakan secara bergantian melainkan berurutan pada pasien. LIC 3-7 mg / g dw adalah tujuan
teraupetik yang ingin dicapai pada TM. Jika nilai LIC dalam kisaran 3-7 mg / g dw:
pemeriksaan dilakukan setiap satu atau dua tahun. Jika LIC> 7 mg / g dw: tahunan. Jika kadar
LIC menurun cepat atau <3 mg / g dw pemeriksaan dilakukan 6 -12 bulan. Sedangkan pada
MRI jantung, bila tingkat besi jantung misalnya: stabil T2 *> 20 milidetik: dua tahun sekali,
T2 * 10-20 milidetik: setiap tahun, T2 * <10 milidetik: 6 bulanan. LIC dan besi jantung harus
dipantau secara teratur dari usia 9 atau lebih muda.14

Obat Kelasi Besi pada Penderita Thalassemia

Terapi Rekomendasi

Deferasirox Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami
(Exjade) transfusi

30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi

10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang


rendah

Deferoxamine 20-40 mg/kg (anak-anak), ≤ 50-69 mg/kg (dewasa)


(Desferal)
Pada pasien anak < 3 tahun, direkomendasikan untuk mengurangi
dosis dan melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tulang

Deferiprone 75 mg/kg/hari
(Ferriprox)
Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO tidak efektif

Tabel 7. Obat Kelasi Besi pada Thalassemia6

29
Tabel 8. Indikasi Kelasi Besi14
Pasien dengan kelasi besi harus dievaluasi setiap 3 bulan dan membuat keputusan
tentang penyesuaian dosis harus memperhitungkan hal-hal berikut ini yaitu masalah dengan
kepatuhan, seperti yang dilaporkan oleh pasien, bukti klinis efek samping, bukti biokimia dan
hematologis toksisitas, serum Ferritin (SF), tes pemantauan tahunan untuk Liver Iron
Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI dan riwayat
kerusakan jaringan terkait besi di masa lalu, termasuk hati, endokrin dan jantung.14

30
Tabel 9. Pencegahan pada Pengobatan Kelasi Besi14
3.11 Program Pencegahan
Program pencegahan secara garis besar berupa edukasi, skrining karier, konseling
genetika pranikah dan diagnosa prenatal. Pertama, edukasi masyarakat mengenai thalassemia
yang merupakan penyakit yang diwariskan dan frekuensi kariernya yang cukup tinggi di
masyarakat. Edukasi lebih baik dilakukan melalui media massa yang sifat penyebarannya luas
dan cepat. Kedua, skrining karier dapat dilakukan di klinik dokter keluarga atau klinik keluarga
berencana. Skrining karier ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada suatu
populasi dan idealnya dilakukan sebelum mempunyai anak. Ketiga, konseling genetika,
konseling ini dilakukan tanpa paksaan dan mengetahui bahwa masing-masing individu atau
pasangan memiliki hak otonomi untuk menetapkan pilihan, untuk mendapat informasi yang
akurat, dan kerahasiaan terjaga secara penuh.15,16

Gambar 4. Algoritma Skrining Karier15

Keempat, diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan


pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita
hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis

31
pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot.
Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia β+ dan β0 yang tergantung transfusi dan
sindroma Hb Bart’s hydrops. Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu
kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin.
Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi
chorealis sampling). WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu,
karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Teknik lain yang
juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai
sumber DNA janin dari darah perifer ibu. DNA janin dianalisis dengan metode polymerase
chain reaction (PCR).15

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Intepretasi Kasus
Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis, yaitu : Os sudah
terdiagnosa thalassemia-β mayor sejak usia 2 bulan dan memiliki gejala klinis anemia yaitu
merasa lemas dan pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik pada
pasien ditemukan, wajah tampak pucat dan facies cooley, konjungtiva pucat, bibir tampak
pucat, ekstremitas superior dan inferior tampak pucat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
hepatosplenomegali. Selain itu didapatkan juga data laboratorium yang menunjang anemia
mikrositik hipokrom pada thalassemia- β mayor yaitu Hb: 6,3/dL, MCV 72 fl, MCH 23 pg.
Pada thalassemia β, Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai
globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan
dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini dan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit
menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia6
Anemia lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong (drive) proliferasi eritoid yang terus
menerus (intens) dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum
tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan kembali (exacerbated)
dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung (shunting) darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi. Pada hati dan limpa yang membesar makin banyak sel darah merah
abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit.
Pasien masuk perawatan ruang thalassemia untuk transfusi berkala setiap bulan.
Adanya riwayat transfusi berulang sejak umur 2 bulan merupakan faktor resiko hemosiderosis.
Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi
yang diberikan secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan meyebabkan
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ
dan diakhiri dengan kematian.3 Pada pasien ini diberikan Exjade (Deferasirox) 1x500mg PO
untuk kelasi besi. Pasien dengan kelasi besi harus dievaluasi setiap 3 bulan dan membuat
keputusan tentang penyesuaian dosis harus memperhitungkan hal-hal berikut ini yaitu masalah

33
dengan kepatuhan, seperti yang dilaporkan oleh pasien, bukti klinis efek samping, bukti
biokimia dan hematologis toksisitas, serum Ferritin (SF), tes pemantauan tahunan untuk Liver
Iron Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI dan riwayat
kerusakan jaringan terkait besi di masa lalu, termasuk hati, endokrin dan jantung.14
Pemberian transfusi PRC 600 cc. PRC leukodepleted dimana terdapat proses
pemisahan buffy coat yang mengandung leukosit dan trombosit dari PRC dengan sedimentasi
atau sentrifugasi sehingga leukosit menurun 60-80% (107-108) dan eritrosit menurun 20-30%
yang mencegah kontaminasi leukosit. Kontaminasi leukosit dapat menyebabkan Transfusion
related acute lung injury (TRALI) yang dipicu oleh anti neutrophil atau antibodi anti-HLA.9
Perlu diperhatikan pada pemberian transfusi berulang dapat terjadi transmisi hepatitis
C virus, hepatitis B virus, dan HIV sehingga perlu dilakukan skrining setiap tahun pada pasien
dengan riwayat transfusi berulang. Selain itu, dapat dilakukan pemberian vaksinasi HBV dan
HAV (termasuk booster HBV pada individu dengan titer HBV rendah pada pasien
thalassemia). 14

34
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis, yaitu : Os sudah
terdiagnosa thalassemia-β mayor sejak usia 2 bulan dan memiliki gejala klinis anemia yaitu
merasa lemas dan pusing sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik pada
pasien ditemukan, wajah tampak pucat dan facies cooley, konjungtiva pucat, bibir tampak
pucat, ekstremitas superior dan inferior tampak pucat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
hepatosplenomegali. Selain itu didapatkan juga data laboratorium yang menunjang anemia
mikrositik hipokrom pada thalassemia- β mayor yaitu Hb: 6,3/dL, MCV 72 fl, MCH 23 pg.
Menunjukkan anemia pada thalassemia merupakan anemia mikrositik hipokrom yang
umumnya memiliki MCV 72 fl dengan MCH 23 pg yang meningkat. Pada kasus ini, diberikan
transfusi PRC 600 cc. PRC leukodepleted yang mencegah kontaminasi leukosit. Perlu
diperhatikan pada transfusi berulang untuk skrining per tahun HBV, HAV dan HIV,
pemeriksaan serum Ferritin (SF)/3 bulan, tes pemantauan tahunan untuk Liver Iron
Concentration (LIC) dan konsentrasi zat besi jantung menggunakan MRI. Selain itu, pada
transfusi berulang diperlukan terapi kelasi besi untuk mencegah komplikasi kelebihan besi
pada organ yang menimbulkan kerusakan organ.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Hapsari AT, Rujito L. Uji diagnostic indeks darah dan identifikasi molekular karier
talasemia β pada pendonor darah di Banyumas. Jurnal Kedokteran Brawijaya Februari
2015;28(3):234.
2. Svirorakun, H, Singha K, Fuchareon G, Sanchaisuriya K, Fuchareon S. A large cohort of
hemoglobin variants in Thailand: molecular epidemiological study and diagnostic
consideration. PLOS ONE September 2014;9(9):2-4.
3. Sanctis SVD, Kattamis C, Canatan D , Soliman AT, Elsedfy H , et al. β-Thalassemia
distribution in the old world: an ancient disease seen from a historical. Mediter J Hematol
Infect Dis 2017;9:2.
4. Surapon T. Advanced in the study of genetic disorders. China : InTech. 2011. p.101.
5. Hossain MS, Raheem E, Sultana TA, Ferdous S, Nahar N, Islam S, et al. Thalassemias in
South Asia: clinical lessons learnt from Bangladesh. Orphanet Journal of Rare Disease
2017;12(93):1.
6. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta : InternaPublishing.
2015.
7. Howard MR, Hamilton PJ. Haematology : an illustrated colour text. Edinburgh : Elsevier.
2013. p.32-33
8. Shackley BS, Drake TA, Bucth AW, Case studies : chronic microcytic anemia and jaundice
in a 36-year-old male of Burmese Descent. LABMEDICINE February 2010;41(2):78-9
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
tata laksana thalasemia. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. h.22-
7.
10. Cappelini, Cohen A, Porter J, Taher A, Viprakasit V, Guidelines for the management of
transfusion dependent thalassemia (TDT. 3rd Ed. Thalassemia International Federation.
2014. p.13-7.
11. Moeryono HW, Soebroto F, Suryansyah A. Pubertasn terlambat pada anak thalassemia di
RSAB Harapan Kita Jakarta. Sari Pediatri Oktober 2012;14(3):163
12. Cappelini MD, Motta I. New therapeutic targets in transfusion dependent and independent
thalassemiae. American Society of Hematology 2017. p.278.

36
13. Taher A, Musallam K, Cappelini MD. Guidelines for the management of non transfusion
dependent thalassemiae (NTDT). Thalassemiae International Foundation Publication No
22. 2018. p.8-9
14. Farmakis D, Angastinotis D, Eleftheriou A, Cappelini, Cohen A. A short guide for the
management of Transfusion Dependent Thalassemia (TDT). Thalassemiae International
Foundation Publication No 23. 2017. p.21-66
15. Cao A, Kan YW. The prevention of thalassemia. Cold Spring Harb Perspect Med 2012;3:4-
5.
16. Atmakusumah TD, Wahidiyah PA, Sofro AS, Wirawan R, Tjitrasar F, et al. Health
Technology Assesment Indonesia : Pencegahan thalassemia (Hasil kajian HTA tahun
2009). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h. 9-12

37

Anda mungkin juga menyukai