Anda di halaman 1dari 45

Case Based Discussion

Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan – Sedang

Disusun Oleh :
Diniya Siwi
112022239

Pembimbing :
dr. Riza Mansyoer, Sp.A(K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Koja Jakarta Utara
Periode 19 Juni – 26 Agustus 2023
BAB I
LAPORAN KASUS
Tanggal pemeriksaan : Sabtu, 24 Juni 2023
1. IDENTITAS PASIEN

Inisial Pasien : An. A


Tanggal Lahir (umur) : 2 Maret 2023 (3 bulan 22 hari)

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat : Jl. Lagoa, Jakarta Utara
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : -
Tanggal masuk : 23 Juni 2023
Tanggal keluar : 27 Juni 2023

2. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. R Nama Ibu : Ny. R

Tanggal Lahir (umur) : 8 Desember Tanggal Lahir (umur) : 8 November


2002 (20 tahun) 2002 (20 tahun)

Suku Bangsa : Betawi Suku Bangsa : Betawi

Alamat : Jl. Lagoa, Jakarta Utara Alamat : Jl. Lagoa, Jakarta Utara

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : IRT


3. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama : Anak mengalami diare >5x dihari tersebut
Keluhan Tambahan : muntah 6x, dan demam
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Seorang anak perempuan atas nama an.A berusia 4 bulan datang ke IGD RSUD Koja
tanggal 23 Juni 2023 jam 16.30 diantar oleh orangtuanya dengan keluhan diare >5x sehari di hari
tersebut. Diare dirasakan sejak pagi hari. Konsistensi diare cair, tanpa ampas, berlendir, tidak ada
bercak darah, tidak berbau, dan volume kira – kira ¼ gelas aqua mineral tiap BAB. Faktor
memperberat diare seperti pemberian susu selain susu yg anak minum disangkal. Faktor
memperingan gejala berupa pengobatan belum dilakukan untuk diare. Keluhannya lainnya berupa
muntah 6x di hari tersebut. Menurut ibunya, setiap susu masuk anak selalu muntahkan lagi.
Muntah cair kadang berisi susu tanpa lendir. Keluhan lainnya dirasakan berupa demam 2 hari
smrs. Demam dialami 38 - 38,5 ̊c dirumah, sifat demam terus meningkat sejak pagi hari hingga
sebelum masuk IGD dan belum diberikan obat. Saat sebelum datang ke IGD anak terkesan
gelisah dan rewel.
Anak belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, di keluarga juga tidak ada
yang mengalami hal serupa seperti pasien. Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit kronis. Pasien tidak pernah ada riwayat dirawat sebelumnya.
Keseharian pasien hanya minum ASI dari botol dan dot botol yang sebelumnya direbus
dengan air panas. Namun menurut ibunya, dalam kurun waktu 1 mingguan ini botol dan dot
tersebut sering terjatuh ke lantai saat anak sedang menyusu secara tidak sadar lalu langsung
diberikan ke anak tanpa di basuh dan jarang dibersihan terlebih dulu. Ibunya berkata jika dot
botol tersebut juga sudah kusam karena belum diganti sejak anak berusia 1 bulan. Tidak ada
riwayat bepergian ke luar kota dalam kurun waktu 1 bulanan ini, dan tidak ada menginap atau
tinggal di tempat lain selain dirumah. Daerah sekitar tempat tinggal pasien merupakan daerah
padat penduduk dan sumber air didapat dari PAM. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap
obat, makanan, maupun cuaca tertentu.

4. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Perawatan antenatal : Pasien rutin kontrol setiap bulan ke bidan

Penyakit kehamilan : Tidak ada

Tempat kelahiran : Rumah sakit


Penolong persalinan : Dokter

Cara persalinan : Sectio cessaria

Masa gestasi : Cukup bulan (38 minggu)

Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis, tidak ada pucat, sianosis, kuning, kejang, tidak ada
kelainan bawaan. Tidak ada cacat lahir.
Berat badan lahir : 2700 gram
Panjang badan lahir : 48 cm

5. RIWAYAT PERKEMBANGAN
 Pertumbuhan gigi pertama : -
 Psikomotor :
o Tengkurap : -
o Duduk : -
o Berdiri : -
o Berjalan : -
o Berbicara (Ooo/Aah, tertawa. Berteriak) : 3 bulan

6. RIWAYAT IMUNISASI
 Hepatitis B 3x usia 0, 2, dan 3
 Polio 2x usia 2 dan 3
 BCG 1x usia 1 bulan
 DPT 2x usia 2 dan 3

*Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

7. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang dan lemas
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda – tanda vital:
o Tekanan darah : -
o Frekuensi nadi : 120x/menit
o Frekuensi nafas : 33x/menit
o Suhu tubuh : 38,0 c̊
 Data antropometri :
o Berat badan : 5,1 kg
o Panjang badan : 59 cm
o Lingkar kepala : 38 cm
o Lingkar lengan atas : 10 cm
 Grafik WHO :
o IMT : 5,1/(0,59)2 = 23,1 (normal)
o Kurva Nellhaus : Normal/normochepal
o Kurva WHO Girl Birth to 2 years
 BB/U : -2 < z score < 0 → normal
 TB/U : -2 < z score < 0 → normal
 BB/TB : -1 → normal
 IMT/U : -2 < z score < -1→ normal
 Kesan : Gizi anak baik

-2 < z score < 0


-2 < z score < 0

-1 < z score < 0


-2 < z score < -1
8. PEMERIKSAAN SISTEMATIS
 Kepala
o Bentuk dan ukuran : bentuk kepala normal, rambut warna hitam, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, Ubun ubun besar normal.
o Mata : mata cekung +/+, pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik
-/-
o Telinga : normotia, secret -/-, tidak ada gangguan pendengaran
o Hidung : bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
o Bibir : mukosa bibir kering, sianosis (-)
o Mulut : simetris, langit – langit normal
o Lidah : bentuk normal, lidah kotor (-), deviasi pada lidah (-)
o Tonsil dan faring : sulit dinilai
 Leher : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
 Toraks
o Dinding toraks : bentuk simetris kanan dan kiri. Tidak tampak adanya lesi, sikatrik
atau bekas operasi
 Paru :
o Inspeksi : pergerakan dada saat bernafas simetris, tidak ada bagian dada yang
tertinggal
o Palpasi : nyeri tekan (-)
o Auskultasi : suara nafas vasikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
 Jantung
o Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicularis sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : supel, lesi (-), benjolan (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (+), tidak ada pembesaran organ (-)
o Auskultasi : Bising usus (meningkat)  20x/menit
 Anus dan rectum : (+) ada
 Genitalia : Dalam batas normal
 Anggota gerak : Akral hangat, edema (-), deformitas (-)
 Tulang belakang : Tidak ada kelainan
 Kulit : Warna kulit sawo matang, kulit lembab, turgor kulit lambat
 Rambut : Warna hitam, distribusi merata, kuat angkat
 Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB
 Pemeriksaan neurologis : Tidak dilakukan

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 23/06/2023

Hematologi – Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 11.7 g/dL 10.5 – 14.0 g/dL
Leukosit *15.000 6000 - 14000
Hematokrit 33,1% 32% - 42%
Trombosit *383.000 182.000 – 369.000
Kimia Klinik
Natrium (Na) *130 mEq/L 135 – 147 mEq/L
Kalium (K) 3.69 mEq/L 3.5 – 5.0 mEq/L
Klorida (Cl) 105 mEq/L 96 – 108 mEq/L
Glukosa sewaktu *193 mg/dL 60 – 100 mg/dL

Tanggal 24/06/2023

Analisis Gas Darah Hasil Nilai Rujukan


pH 7.436 7.350 – 7.450
p CO2 *19.3 mmHg 32.0 – 45.0 mmHg
pO2 *125.8 mmHg 95.0 – 100.0 mmHg
HCO3 *13.1 mEq/L 21.0 – 28.8
BE *-11.3 mmol/L -2.5 - +2.5
Saturasi O2 98% 94 – 100%
Kimia Klinik
Natrium (Na) 137 mEq/L 135 – 147 mEq/L
Kalium (K) 3.60 mEq/L 3.5 – 5.0 mEq/L
Klorida (Cl) *113 mEq/L 96 – 108 mEq/L
Glukosa sewaktu 67 mg/dL 60 – 100 mg/dL

Tanggal 25/06/2023

Analisis Gas Darah Hasil Nilai Rujukan


pH *7.504 7.350 – 7.450
p CO2 *21.5 mmHg 32.0 – 45.0 mmHg
pO2 *182.8 mmHg 95.0 – 100.0 mmHg
HCO3 *17.1 mEq/L 21.0 – 28.8 mEq/L
BE *-6,2 -2.5 - +2.5
Saturasi O2 99% 94 – 100%
Kimia Klinik
Natrium (Na) 136 mEq/L 135 – 147 mEq/L
Kalium (K) 3.96 mEq/L 3.5 – 5.0 mEq/L
Klorida (Cl) *109 mEq/L 96 – 108 mEq/L
Glukosa sewaktu 67 mg/dL 60 – 100 mg/dL

10. RINGKASAN
Seorang pasien anak perempuan an. A usia 3 bulan datang ke igd rsud koja 23 juni 2023
karena diare 6x/hari. Diare dirasakan dari pagi dengan konsistensi cair, tanpa ampas, berlendir,
tidak ada bercak darah, tidak berbau, dan kira - kira volume diarenya 1/4 gelas aqua mineral tiap
bab. Keluhan lainnya muntah 6x dari pagi dan tidak bisa minum susu. Terdapat demam 38 - 38,5
sejak pagi. Anak belum pernah menderita seperti ini sebeumnya. Di rumah tidak ada yang
mengalami hal serupa. Kebiasaan anak sehari - hari dirumah dan minum susu asi dari botol dan
dot botol. Tidak ada riwayat bepergian dan menginap jauh diluar rumah. Riwayat alergi
disangkal. Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia.
Pemeriksaan fisik tampak keadaan umum sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas 33x/menit, dan suhu tubuh 38,0. Grafik who kesan
anak dengan gizi baik. Mata tampak sedikit cekung, mukosa bibir kering, dan turgor kulit lambat.
Anak tampak gelisah, rewel, dan lemas.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap dengan trombosit 383.000 meningkat,
leukosit 15.000 g/dL dan natrium 130 mEq/L dan glukosa sewaktu 193 meningkat. Hasil lainnya
dalam batas normal.

11. DIAGNOSA KERJA


Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan – sedang ec bakteri

12. DIAGNOSA BANDING


Gastroenteritis akut ec bakteri
 Dasar diagnosis mendukung: Terdapat gejala BAB cair >3x /24 jam dengan jumlah >200ml/
hari. BAB cair yang disertai lendir (+) warna kuning kehijauan. Demam (+) dan pada
pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis
 Dasar diagonosis tidak mendukung: pada pasien tidak terdapat gejala berupa diare berdarah
dan berbau amis atau busuk dan konsistensi lembek Pasien terdapat mual dan muntah.
Riwayat kontak dengan hewan (E.Coli dan salmonella), riwayat makanan belum matang
(salmonella), dan penginapan anak.

Gastroenteritis akut ec virus


 Dasar diagnosis mendukung: Terdapat gejala BAB cair >3x /24 jam dengan jumlah >200ml/
hari. BAB cair yang disertai lendir (+) warna kuning.
 Dasar diagonosis tidak mendukung: pada pasien tidak terdapat gejala berupa diare berdarah
dan berbau amis atau busuk dan pasien mengalami demam. Riwayat kontak dengan hewan
(E.Coli dan salmonella), riwayat makanan belum matang (salmonella), dan penginapan anak.

Gastroenteritis akut ec parasit


 Dasar diagnosis mendukung: Terdapat gejala BAB cair >3x/24 jam jumlah >200ml/hari.
Konsistensi cair (watery), warna kuning, tidak didapatkan darah.
 Dasar diagnosis tidak mendukung: pada pasien tidak memiliki gejala seperti anoreksia, tinja
sangat bau busuk/amis, diare berwarna cucian beras riwayat perjalanan disangkal, pasien
mengalami demam dan tidak ada sumber air yang tercemar.

13. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan elektrolit
 Pemeriksaan feses lengkap

14. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

15. PENATALAKSANAAN
Tanda diare dengan dehidrasi ringan sedang, bila terdapat 2 tanda dibawah ini atau lebih:
- Keadaan umum : tampak gelisah atau rewel
- Mata : cekung
- Rasa haus : seperti kehausan
- Turgor kulit : turgor Kembali lambat
 Medikamentosa
o Terapi resusitasi: Asering 50cc/jam diberikan selama 1 jam
o Terapi maintenance: KN1B 100 cc/kg  500 cc/hari  demam 38,5  550 cc/hari
o Ondancentron 2x0,6mg PO
o Zinc tab 1x 10mg, ½ tab/hari PO
o Cefotaxime 3x250mg IV
o Paracetamol drip 4x50mg IV

 Nonmedikamentosa
o Hygiene yang merawat pasien harus diperhatikan, harus cuci tangan sebelum makan &
setelah membersihkan kotoran pasien.
o Meningkatkan penggunaan air bersih.
o Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan disekitar tempat tinggal.
o Meningkatkan frekuensi makan pada pasien walaupun hanya sedikit-sedikit makannya.
o Menjelaskan kepada orang tuapasien bahwa penyakit yang diderita kemungkinan dapat
berulang untuk itu harus tetap menjaga kebersihan.
o Memberikan cairan oralit setiap BAB
o Mengkonsumsi zinc sehari 1 kali selama 10-14 hari berturut turut tidak boleh berhenti
16. FOLLOW UP
Tanggal S O A/P
23/06/2023 - Demam (+) - KU : TSS A: GEA dengan Dehidrasi
- Mual dan muntah >5x - S: 38,8 ringan sedang
- BAB cair >5x lendir +, - Nadi: 122x/m P:
- Nafas: 32x/m
ampas (-) - Infus Asering 550cc/hari
- Mulut: mukosa mulut
- Nafsu makan menurun - Ondansentron 2x0,6 mg
kering
- Rewel IV
- Abdomen: bising usus - Zink 1x10 mg PO
- BAK sedikit meningkat, supel
- Tidak dapat masuk - Kulit: turgor menurun
makanan - Ekstremitas: akral hangat
24/06/2023 - Demam (+) - KU : TSS A: GEA dengan Dehidrasi
- Mual (+) - S: 37,8 ringan sedang
- Muntah (+) - Nadi: 130x/m Hipoglikemi
- Nafas: 30x/m
- BAB cair 4x, lendir +, P:
- GDS 27 (14:00)
ampas sedikit - GDS 67 (18:00) - Bolus D10 5 ml dan
- Rewel - CRT >2 sec ganti Infus D10
- Nafsu makan menurun - Mulut: mukosa mulut 600cc/hari (14:00)
kering - Infus 1/5NS 600cc/hari
- Abdomen: bising usus (18:00)
meningkat, supel - Ondansentron 3x0,8 mg
- Kulit: turgor menurun IV
- Ekstremitas: akral hangat - Zink 1x10 mg PO
- Cefotaxime 3x250mg IV
- Cek AGD, Igm
Salmonella, cek GDS

25/06/2023 - Demam (-) - KU : TSS A: GEA dengan Dehidrasi


- Mual (+) - S: 37,3 ringan sedang
- Muntah (-) - Nadi: 120x/m P:
- Nafas: 30x/m
- BAB ampas + cair 2x, - Infus KAEN 1B
- GDS 101g/dL
lendir sedikit 550cc/hari
- Mulut: mukosa mulut
- Anak aktif - Ondansentron 3x0,8 mg
kering
- Nafsu makan membaik IV
- Abdomen: bising usus - Zink 1x10 mg PO
meningkat, supel
- Cefotaxime 3x250mg IV
- Kulit: turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat
26/06/2023 - Demam (-) - KU : TSS A: GEA dengan Dehidrasi
- Mual (-) - S: 37,0 ringan sedang
- Muntah (-) - Nadi: 120x/m P:
- Nafas: 30x/m
- BAB ampas 1x, cair (-) - Infus KAEN 1B
- GDS: 98 g/dL
- Anak aktif 550cc/hari
- Mulut: mukosa mulut
- Nafsu makan membaik - Ondansentron 3x0,8 mg
lembab IV
- Abdomen: bising usus
- Zink 1x10 mg PO
normal, supel - Cefotaxime 3x250mg IV
- Kulit: turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat
27/06/2023 - Demam (-) - KU : TSS A: GEA dengan Dehidrasi
- Mual (-) - S: 37,0 ringan sedang
- Muntah (-) - Nadi: 120x/m P:
- Nafas: 30x/m
- BAB ampas 1x, cair (-) - Infus KAEN 1B
- GDS: 98 g/dL
- Anak aktif 550cc/hari
- Mulut: mukosa mulut
- Nafsu makan membaik - Ondansentron 3x0,8 mg
lembab IV
- Abdomen: bising usus
- Zink 1x10 mg PO
normal, supel - Cefotaxime 3x250mg IV
- Kulit: turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastroenteritis


Gastroenteritis adalah peradangan pada saluran pencernaan (termasuk lambung dan usus) yang
umumnya disebabkan karena infeksi virus atau bakteri, dan pada kasus yang lebih jarang karena parasit
dan jamur. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang
berkonsistensi cair ataupun setengah cair dan kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya.
Disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. 1
Gastroenteritis Akut merupakan perubahan pada frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer atau kedua-duanya dalam waktu kurang
dari 14 hari. Umumnya disertai dengan beberapa gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit
perut, kadang-kadang disertai demam.1

2.2 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen telah
dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang disarana
kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1

Tabel 1. Etiologi Diare Akut3


Infeksi
1. Enteral
 Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entreo
colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, VNAG, Staphylococcus aureus,
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteis, dll
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus
(CMV), echovirus , virus HIV
 Parasit – Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporadium
parvum, Balantidium coli.
 Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S. Sterocoralis,
cestodiasis dll
 Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diartthea: E.Coli, Giardia
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
 Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus, S. aureus,
Streptococcus anhaemohytivus, dll
 Alergi: susu sapi, makanan tertentu
 Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa),
disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang trigliserida, protein:
asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows
milk, vitamin &mineral

Imunodefisiensi
Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)

Tabel 2. Etiologi Diare kronik berdasarkan patofisiologi3


Jenis Diare Etiologi
1. Diare osmotik A. Eksogen
1. Makanan cairan yang aktif osmotik, sulit diabsorbsi seperti
katartik sulfat dan fosfat, antasida, laktulosa dan sorbitol
2. Obat-obatan lain: kolkisin, paraamino asam salisilac,
antibiotika, anti kanker, anti depresan, anti hipertensi, anti
konvulsan, obat penurun kolesterol, obat diabetes mellitus,
diuretika, theofilin
B. Endogen
1. Kongenital: kelainan malabsorpsi spesifik, penyakit
malabsorpsi umum
2. Diare sekretorik 2. Didapat: kelainan malabsorpsi spesifik, penyakit
malabsorpsi umum
A. Infeksi
B. Neoplasma: Gastrinoma, sindrom Zollinger Ellison, Ca meduler
tirois, Adenoma Vilosa, Kolera pankreatik/vasoaktif intersinal
polypeptide (vipoma), yumor/sindrome karsinoid
C. Hormon & Neurotransmiter:Secretine, Prostaglandin E,
Cholecystokinine, Kolinergik, Serotonin, Calcitonine, Gastric
Inhibitory Polipeptide, Glukagon, Substansi P
D. Katartik: hidroksi asam empedu (asam dioksilat dan
kenodioksilat) dan hidroksi asam lemak (resinoleat kastroli)
E. Kolitis mikroskopik (limfositik), kolagen
F. Lain-lain: Dioctyl natrium sulfosuccinaat, diare asam empedu
3. Malabsorbsi asam karena pasca kolesistektomi, reseksi ileum terminal, alergi
empedu, malansorbsi makanan, enterokolitis iskemik
lemak A. Maldigesti intraluminal: Sirosis hati, obstruksi saluran empedu,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Bacterial overgrowth),
insufisiensi eksokrin pankreas, insufisiensi endokrin pankreaik
kronik, fibrosis kistik, somatostatinoma
B. Malabsorpsi mukosa: Obat, penyakit infeksi, penuakit sistem
imun (systemic mastocytosis, gastroenteritis eosinofilik), spru
tropik, spru seliak, dermatitis herpetiformis, penyakit Whipple,
Abetalipoprote inemia
C. Obstruksi pasca mucosa: limflangiektasia intestinal kongenital
atau didapat karena trauma, limfoma, karsinoma atau penyakit
4. Defek pada sistem Whipple
pertukaran D. Campuran: sindrom usus pendek (short bowel), penyakit
anion/transport metabolik (tirotoksikodid, indufisiensi adrenal, malnutrisi
elektrolit aktif di protein-kalori), enterokolitis radiasi
enterosit A. Infeksi usus
5. Motilias dan waktu B. Kongenital:
transit usus abnormal 1. Diare klorida kongenital
2. Diare karena kelainan transpor Na+ usus
6. Gangguan Sindrom kolon iritabel (psikogen), hipertiroid, diabates melitus
permeabilitas usus dengan polineuropati otonom, skleroderma, amiloidosis, pasca
reseksi lambung dan vagotomi, sindrom karsinoid, obat
7. Eksudasi cairan, prostigmin
elektrolit dan mukus A. Penyakit seliak
berlebihan B. Penyakit usus inflamatorik
C. Infeksi usus
Kolitis ulseratif, Penyakit Srohn, Amubiasis, Shigelasis,
Kampilobakteriasis, Yersiniasis, Enterokolitis radiasi, Gandidiasis,
TB usus, Kanker usus, Kolitis pseudomembran

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada orang
dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus diare
mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan
di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per tahun.
Di Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi data
mortalitas nasional melaporkan lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun,
51% kematian terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare masih merupa kan penyebab kematian
anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju. 1
Berdasarkan hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2014, insidensi diare nasional sebesar 270/1.000
penduduk, dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebelumnya, pada Riskesdas 2013 telah
diketahui bahwa insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah
sebesar 3,5% dan 7,0%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%),
DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi
terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%). 1

2.4 Klasifikasi
Jenis-jenis Gastroenteritis menurut jenis-jenis gastroenteritis : 2
1. Gastroenteritis akut adalah gastroenteritis yang seranganya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari. Gastroenteritis akut diklasifikasikan :
a. Gastroenteritis non inflamasi, gastroenteritis ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan
gastroenteritis cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen jarang
atau bahkan tidak sama sekali.
b. Gastroenteritis inflamasi, gastroenteritis ini disebabkan invasi bakteri dan pengeluaran sitoksin di
kolon. Gejala klinis di tandai dengan mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
dan dehidrasi. Secara makroskopis terdapat lendir dan darah pada pemeriksaan feces rutindan
secara mikroskopis terdapat sel leukosit polimorfonuklear.
2. Gastroenteritis kronik yaitu gastroenteritis yang berlangsung selama lebih 14 hari. Mekanisme
terjadinya gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi gastroenteritis sekresi,
gastroenteritis osmotic, gastroenteritis eksudatif, dan gangguan motiltas.
a. Gastroenteritis sekresi, gastroenteritis dengan volume feces banyak biasanya disebabkan oleh
gangguan transport cairan akibat peningkatan produksi dan sekresi air dan elektrolit namun
kemampuan absorbs mukosa ke usus ke dalam lumen usus menurun. Penyebabnya adalah toksin
bakteri (seperti toksin kolera), pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, dan hormone
intestinal.
b. Gastroenteritis osmotic, terjadi bila terdapat partikel yang tidakdapat diabsorbsi sehingga
osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke lumen usus sehingga terjadilah
gastroenteritis.
c. Gastroenteritis eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar, inflamsi dan eksudasi dapat terjadi akibat inflamasi bakteri atau non infeksi
atau akibat radiasi.
d. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit
makanan/minuman di usus menjadi lebih cepat. Pada kondisi tirotoksin, sindroma usus iritabel
atau diabetes militus bisa muncul gastroenteritis ini.

2.5 Patofisiologi
Gastroenteritis terjadi ketika seseorang melakukan kontak fecal-oral, menelan air atau makanan
yang terkontaminasi, dan dari orang ke orang. Hal tersebut merupakan cara paling umum untuk tertular
infeksi dan menjadikannya penyebab utama wabah. Penyakit ini dikaitkan dengan kebersihan yang buruk
dan juga tingkat kemiskinan. Gastroenteritis ditularkan dari orang ke orang yang menyebar atau menelan
makanan dan minuman yang terkontaminasi (“keracunan makanan”). Daging yang dimasak atau diproses
(ayam, sapi, babi) dan makanan laut yang kurang matang, atau disimpan secara tidak tepat dan makanan
laut merupakan sumber umum bakteri patogen. Menelan makanan yang mengandung toksin yang
dihasilkan oleh kontaminan bakteri (misalnya, Staphylococcus aureus dalam es krim atau Bacillus cerus
dalam nasi yang dipanaskan kembali) menyebabkan muntah atau diare yang cepat (atau keduanya). Air
dapat terkontaminasi dengan bakteri, virus, atau protozoa termasuk Giardia lamblia, cryptosporidium, V
cholerae, dan Entamoeba histolytica, yang menyebabkan disentri amuba. Dengan meningkatnya tingkat
perjalanan dan imigrasi ke luar negeri, dokter di negara maju semakin banyak melihat anak-anak dengan
“traveler’s diarrhea” yang disebabkan oleh berbagai organisme yang biasanya tidak terlihat di
lingkungan tersebut.
Patofisiologi tergantung pada organisme yang menyebabkan penyakit. Gastroenteritis dapat
disebabkan oleh racun seperti Staphylococcus aureus, sementara agen lain dapat meningkatkan sekresi
yang menyebabkan dehidrasi, misalnya Salmonella. Sitotoksin seperti Shigella dan Clostridium difficile
dapat menyerang jaringan yang lebih rentan dan menyebabkan diare inflamasi. Agen produksi
enterotoksin menyebabkan diare noninflamasi; virus sering menghancurkan permukaan vili, dan parasit
melekat pada mukosa. Pada kasus diare inflamasi, terdapat cairan, protein, dan leukosit yang masuk ke
lumen interstitial. Virus seperti adenovirus dapat langsung menginvasi mikrovilus atau melalui
endositosis yang bergantung pada kalsium, menyebabkan hilangnya kemampuan untuk menyerap. Pada
tingkat molekuler, agen mempengaruhi lumen interstisial dengan mengaktifkan transduksi sinyal
intraseluler enterosit, yang mempengaruhi sitoskeleton sel inang. Ini akan mengubah aliran air dan
elektrolit melintasi enterosit. Untuk diare toksik, terjadi peningkatan cAMP dan penghambatan aborsi
NaCl. Ketika infiltrasi terjadi, kerusakan histologis akan mengurangi glukosa, Na terstimulasi, dan
penyerapan NaCl elektronetral.
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofiologi, antara lain : 1). Osmolaritas intraluminal
yang meninggi, disebut diare osmotik ; 2). Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
; 3). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi ; 4). Malabsorbsi asam empedu ; 5). Defek sistem
pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit ; 6). Motilitas dan waktu transit usus abnormal ; 7).
Gangguan permeabilitas usus ; 8).inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
Diare osmotik : diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen usus
halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik (MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase,
malabsorbsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik : diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun elektrolit dari
usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume
tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum.
Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau
Escherichia coli,penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi garam
empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat, dll).
Diare infeksi : infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan
usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa).
Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut
diare toksigenik. Misalnya enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Vibrio cholerae/eltor, yang mana
enterotoksin yang dihasilkan merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang kemudian
membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif
anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium serta kalium. Mekanisme absorbsi ion
natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium (diiringi
oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensai ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari gastroenteritis yakni:
 Diare
 Nyeri Perut
 Mual dan muntah
Gastroenteritis secara klinis muncul sebagai diare mendadak dengan atau tanpa muntah
pada anak yang sehat. Selain itu, perubahan konsistensi feses yang tiba-tiba menjadi encer atau
cair juga menunjukkan gastroenteritis. Namun, karena gejala tersebut merupakan gejala
umum, maka gejala tersebut dapat disalahartikan sebagai infeksi non-enterik lain atau
gangguan gastrointestinal non-infeksi, seperti kolitis ulserativa, penyakit Crohn, atau penyakit
celiac. Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan durasi diare dan muntah pada anak
penderita gastroenteritis, yang umumnya adalah sebagai berikut:9
 Diare: Berlangsung selama 5-7 hari, dan berhenti dalam 2 minggu dalam banyak kasus
 Muntah: Berlangsung selama 1-2 hari, dan berhenti dalam 3 hari dalam banyak kasus
Selain dua gejala utama tersebut, gastroenteritis juga seringkali disertai dengan demam
dan sakit perut. Gambaran infeksi ekstraintestinal juga dapat terlihat, yang meliputi tampilan
toksik, gangguan makan, hepatosplenomegali, dan pneumonia. Seperti disebutkan sebelumnya,
tingkat dan keparahan gejala ini sangat dipengaruhi oleh jenis agen infeksius.
Nyeri di perut adalah salah satu keluhan pediatrik utama untuk kunjungan dokter.
Gastroenteritis merupakan kondisi non-bedah yang paling umum yang terlibat dalam nyeri
perut akut. Mekanisme patofisiologinya dapat berhubungan langsung dengan reseptor nyeri
visceral, yang terletak di permukaan serosa, di mesenterium, di dalam otot usus, dan mukosa
organ berongga. Reseptor nyeri ini dipicu dengan adanya rangsangan mekanik dan kimiawi,
seperti peregangan, ketegangan, dan iskemia. Akibatnya, nyeri perut difus sebelum diare dan
nyeri perut kram yang parah berkembang. Selain itu, intensitas dehidrasi yang menyertainya
ditunjukkan oleh tanda-tanda klinis tertentu, seperti penurunan berat badan, pengisian kapiler
yang berkepanjangan, turgor yang buruk, output urin yang berkurang, dan pernapasan
abnormal memerlukan tindakan medis segerauntuk menghindari komplikasi yang tidak
diinginkan.10
Gastroenteritis viral dan bakterial akut tidak dapat secara definitif dibedakan
berdasarkan alasan klinis saja. Diare berdarah, lendir, dan demam tinggi cenderung dikaitkan
dengan penyebab bakteri, sedangkan gastroenteritis viral akut lebih sering disertai dengan
manifestasi pernapasan dan muntah yang berlangsung lama. Infeksi virus merusak enterosit
usus halus dan menyebabkan demam ringan dan diare encer tanpa darah. Infeksi rotavirus
bersifat musiman di daerah beriklim sedang, memuncak pada akhir musim dingin, tetapi terjadi
sepanjang tahun di daerah tropis. Strain rotavirus bervariasi menurut musim dan secara
geografis di dalam negara. Usia puncak infeksi adalah antara 6 bulan dan 2 tahun, dan cara
penyebarannya melalui jalur fekal-oral atau pernapasan. Patogen bakteri seperti Campylobacter
jejuni dan Salmonella spp menginvasi lapisan usus kecil dan besar dan memicu peradangan.
Anak-anak dengan gastroenteritis bakterial lebih cenderung mengalami demam tinggi dan
mungkin terdapat darah dan sel darah putih di tinja. Patogen bakteri terkadang menyebar secara
sistemik, terutama pada anak kecil. Infeksi oleh Escherichia coli penghasil toksin Shiga atau
Shigella dysenteriae dapat menyebabkan kolitis hemoragik (dengan diare berdarah yang parah),
yang mungkin dipersulit oleh sindrom uremik hemolitik. Sindrom ini endemik di seluruh dunia
dan ditandai dengan onset akut anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, gangguan
ginjal akut, dan keterlibatan multisistem. Demam enterik (karena Salmonella typhi dan S para-
typhi) menyebabkan penyakit parah pada anak kecil, ditandai dengan demam tinggi, diare atau
konstipasi, leucopenia, dan terkadang keterlibatan sistem saraf pusat, termasuk ensefalopati,
yang merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Toksin Vibrio cholerae menyebabkan sekresi
klorida dan air dari usus kecil tetapi tidak merusak mukosa usus; hal tersebut menghasilkan
tinja "air beras" yang memiliki kandungan natrium tinggi tetapi tidak mengandung darah atau
sel darah putih.5
Infeksi protozoa atau campuran menunjukkan insiden tinja yang mengandung darah
dan/atau lendir yang lebih tinggi, dibandingkan dengan rotavirus. Nyeri perut, meskipun lebih
sering terjadi pada infeksi bakteri, juga dapat diamati pada infeksi Shigella, Salmonella, dan
Campylobacter.11
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Jarang + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu + Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang + Sepsis + Meteorismus Infeksi +
sistemik

2.7 Mekanisme Diare


Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pertimbangan diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. pembagian diare menurut lama diarenya
a. diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang
tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal,
diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat
juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.

2.8 Cara Penularan & Faktor Risiko


Pada umumnyanya cara penularan diare melalui fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang – barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan bayi.
2. Tidak memadainya penyediaan air bersih.
3. Pencemaran air oleh tinja.
4. Kurangnya sarana kebersihan (MCK).
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
6. Penyiapan & penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak
baik.

2.9 Diagnosis
 Anamnesis
o Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna & konsistensi tinja, lendir
dan/darah dalam tinja.
o Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demama, sesak, kejang, kembung.
o Jumlah cairan yang masuk selama diare.
o Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi makanan
yang tidak biasa.
o Penderita diare disekitarnya & sumber air minum.

 Pemeriksaan Fisis
o Keadaan umum, kesadaran, tanda vital.
o Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun.
o Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut, dan
lidah.
o Berat badan
o Tanda gangguan keseimbangan asam basa & elektrolit, seperti napas cepat dan dalam
(asidosis metabolic)l kembung (hipokalsemia), kejang (hipo atau hypernatremia).
o Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai beberapa kriteria diantaranya menurut
WHO 1995 dan sistem skoring – Maurice King :

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, *Haus, ingin minum *Malas minum atau tidak
tidak haus banyak bisa minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kemballi lambat *Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat
sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
Terapi: Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Penentuan deraja dehidrasi menurut system pengangkaan – Maurice King


Nilai untuk gejala yang ditemukan
Bagian tubuh yang diperiksa
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau,
apatis, ngantuk koma/ syok
Kekenyalan kulit Normal
Sedikit, kurang Sangat kurang

Mata Normal
Sedikit cekung Sangat cekung

UUB Normal
Sedikit, cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering &


Kering
sianosis
Denyut nadi/mnt Kuat <120 Sedang (120-140) lemah >140
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan.

Nilai :
o 0–2 : ringan
o 3–6 : sedang
o 7 –12 : berat

 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare
akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja : Pemeriksan feses adalah tes yang dilakukan pada sampel feses atau tinja untuk
mendiagnosis sejumlah penyakit pada sistem pencernaan. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adanya infeksi yang berasal dari bakteri, virus, atau parasit, dan berbagai
penyakit.
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enenterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
P.shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada
S.typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya,
pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien
yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis
dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum
atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran
cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosi
dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja
cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat
membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh
karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk
mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba
hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen


Test Laboratorium Organisme diduga / identifikasi
Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika, Cryptosporodium,
I. Belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Stongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standar E. coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Spesial Y. enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, C. difficile, E.. coli, O 157
:H7
Enzym imunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. Lamblia, enteric adenovirus, C.
difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella
Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus yang virulen
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome,
diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan
prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada
salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat
berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam
menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory
enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium.

2.10 Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Adapun program
LINTAS DIARE yaitu : 1) Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah, 2) Zinc diberikan
selama 10 hari berturut-turut, 3) Teruskan pemberian ASI dan Makanan, 4) Antibiotik Selektif, 5)
Nasihat kepada orang tua/pengasuh.2
1. Rehidrasi Oral
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat
penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap
dengan baik oleh usus penderita diare.

2. Pemberian Zinc
Zinc merupakan salah satu mikro nutrient yang penting dalam tubuh, zinc dapat
menghambat enzim INOS (Induible Nitric Oxide synthase), dimana eksresi enzim ini meningkat
selama gastroenteritis dan mengakibatkan hipersekresi epitel dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian gastroenteritis (Kemenkes RI,
2011).
Pemberian zinc selama gastroenteritis terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan gastroenteritis, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian gastroenteritis pada 3 bulan berikutnya, berdasarkan bukti ini
semua anak gastroenteritis harus di beri zinc segera saat anak mengalami gastroenteritis dosis
pemberian zinc pada anak dan balita yakni:
a. Umur <6 bulan :1/2 tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
b. Umur >6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
c. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun gastroenteritis sudah berhenti, cara
pemberian tablet zinc: larutan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak gastroenteritis (Kemenkes RI, 2011).
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence
based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat
menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh
dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran
penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun
atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus
halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical,
dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan
dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki
banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang
rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi
dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

3. Pemberian Makanan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita diare
akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur
dan bergiziakan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan
risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa: Pertama, bagi
ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan meningkatkan
pemberian ASI selama diare dan selama masapenyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih);
Kedua, dukung ibu untuk memberikan ASI 14 eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika
bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formulaberikan konseling kepada ibu agar
kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki
antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi; Ketiga, anak berusia 6
bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai
umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan
keluarga secara bertahap; dan Keempat, setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena
kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang
tidak rasional adalah timbulnyagangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh
antibiotik. Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare
karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh
dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian oralit, zinc,
ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika
anak mengalami hal-hal beikut ini: buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang,
mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, dan
tidak membaik dalam 3 hari.

A. Rencana Terapi A (Penanganan Diare Dirumah)


Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah :

1. Beri Cairan Tambahan (sebanyak anak mau)


a) Jelaskan kepada ibu :
- Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan
tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan.
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini : oralit, cairan makanan (kuah sayur), atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit di rumah, jika :
- Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam
kunjungan ini
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah
parah.

b) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri 6 bungkus


oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
c) Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang
harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari
:
< 2 tahun : 50 – 100 ml setiap kali BAB
> 2 tahun : 100 – 200 ml setiap kali BAB

Edukasi kepada ibu :

- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering.


- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi
dengan pemberian secara perlahan.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet Zinc
Pada anak berusia > 2 bulan, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis :
< 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
> 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari.
3. Lanjutkan pemberian makan/ASI
4. Kapan harus kembali ke dokter

B. Rencana Terapi B (Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan dengan Oralit)


Beri Oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam
1. Tentukan jumlah Oralit untuk 3 jam pertama :
Umur Berat Badan Jumlah Cairan (mL)
s/d 4 bulan <6 200-400
4-12 bulan 6-10 400-700
12-24 bulan 10-12 700-900
2-5 tahun 12-19 900-1400

Jumlah Oralit yang diperlukan : 75 mg/kg BB.


- Jika anak menginginkan oralit > pedoman diatas, berikan sesuai
kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
- Untuk anak < 6 bulan tidak menyusu, beri juga 100-200 mL air
matang selama periode ini.
- Mulailah memberikan makan segera setelah anak ingin makan
- Lanjutkan pemberian ASI.

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan Oralit.


- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi dengan
pemberian secara perlahan.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Berikan tablet Zinc selama 10 hari.
Setelah 3 jam :
- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
- Tunjukkan cara menyiapkan Oralit di rumah.
- Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di
rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam Rencana Terapi A.
- Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah (Rencana A)
-
C. Rencana Terapi C (Dehidrasi Berat)
 Dehidrasi berat
- Rehidrasi intravena, 100 cc/KgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat
(jika tidak ada, gunakan salin normal) dengan ketentuan berikut:
Pertama, berikan 30 Selanjutnya, 70 cc/KgBB
cc/KgBB dalam: dalam:
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur ≥12 bulan 30 menit 2 ½ jam

Diikuti rehidrasi oral jika sudah dapat minum, dimulai 5 cc/KgBB/jam


selama proses rehidrasi.
- periksa kembali status hidrasi anak setiap 15-30 menit, klasifikasikan ulang
derajat dehidrasi setelah 3 jam (untuk anak) atau 6 jam (untuk bayi).
Tatalaksana selanjutnya diberikan sesuai derajat dehidrasi tersebut.
- Jika tidak ada fasilitas intravena, pasang pipa nasogastrik dan beri
20 cc/KgBB /jam selama 6 jam atau rujuk segera ke rumah sakit

2.11 Edukasi
a. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral
mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar
dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Sumber air bersih yaitu air yang tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup.
Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber
pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat
pembuangan sampah dan air limbah lebih dari 10 meter. Minum menggunakan air yang direbus
dan mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
b. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
c. Kebersihan jamban
Toilet dan pembuangan tinja yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
2) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3) Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
4) Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vector penyakit lainnya
5) Tidak menimbulkan bau
6) Mudah dipelihara

2.12 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial
jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

2.13 Komplikasi
Komplikai utama pada gastroenteritis akut, teruama pada anak dan lanjut usia, kehilangan cairan
kelainan elektrolit. Kehilangan cairan bisa tejadi secara mendadak pada diare akut karena kolera,
sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses bisa menyebabkan
terjadinya hipokalemia dan asodosis metabolic. Komplikasi yang bisa muncul pada gastroenteritis akut
yang tidak ditangani. Komplikasi yang dimaksud antara lain: dehidrasi, kejang, malnutrisi dan
hipoglikemi. Senada dengan itu, mengatakan bahwa komplikasi yang bisa muncul akibat gastroenteritis
yang tidak diatasi seperti dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik), renjatan
hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, bradikardi, lemah, perubahan pada
elektro kardiagram), hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder, kejang, dan malnurisi energi, protein
(karena selain diare dan muntah, penderitanya juga mengalami kelaparan).
BAB III
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis, pasien bab sebanyak > 5 kali sehari sejak pagi hari dengan konsistensi cair,
tanpa ampas, berlendir (+), tidak berbau dan tidak ada bercak darah dengan volume kira - kira 1/4 gelas
aqua mineral tiap bab serta dengan adanya muntah terus menerus. Dengan keadaan ini dapat ditentukan
bahwa diare yang terjadi pada pasien ini adalah diare akut dikarenakan sesuai dengan definisinya.
Anak pada kasus ini menderita diare akut dehidrasi ringan sedang ec bakteri. Perlu dibedakan
penyebab diare akibat bakteri, virus, dan parasite yaitu:
1. Diare akut ec bakteri  toksin dalam bakteri akan penurunkan absorbs natrium melalui vili
lalu sekresi klorida dari kripta meningkat dan terjadi sekresi air dan elektrolit. Toksin bakteri
tersebut menempel pada vili mukosa usus menyebabkan perubahan strutur epitel usus akhirnya
terjadi pengurangan kapasitas penyerapan cairan. Umumnya pada diare akan berlendir dan
berdarah. Darah disebabkan karena terjadi invasi dan kerusakan sel epitel mukosa di colon dan
distal ileum lalu terjadi mikroabses dan ulkus superfisial karena toksin bakteri tersebtu
merusak jaringan yang akhirnya terjadi melena.
2. Diare akut ec virus  terbanyak pada anak disebabkan oleh rotavirus. Virus tersebut akan
berkembang biak dalam epitel vili usus halus dan merusak sel epitel serta pemendekan vili.
Terjadi hipersekresi dan virus tersebut berkembang biak dalam usus halus lalu mengeluarkan
toksin dan menyebabkan diare. Umumnya pada diare akibat virus tidak berlendir dan tidak
berdarah.
3. Diare akut ec parasite  parasite yang menjadi penyebab diare ini bisa Giardia lamblia dan
cryptosporidium, dan Entamoeba histolitica. Parasite tersebut menginvasi epitel mukosa colon
lalu menyebabkan pemendekan vili. Akhrinya penyerapan di usus jadi berkurang. Terjadi
mikroabses dan ulkus. Invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala dan tanda – tanda, meskipun
kista amoeba dan tropozoit ada dalam tinjanya.
Pada anamnesis, ibu pasien mengatakan sebelum anak diare dalam kurun waktu 1 mingguan ini botol
dan dot tersebut sering terjatuh ke lantai saat anak sedang menyusu secara tidak sadar lalu langsung
diberikan ke anak tanpa di basuh dan jarang dibersihan terlebih dulu. Ibunya berkata jika dot botol
tersebut juga sudah kusam karena belum diganti sejak anak berusia 1 bulan. Cara penularan diare pada
umumnya melalui fekal - oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen
atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang - barang yang tercemar tinja penderita atau
lingkungan tempat tinggal yang tercemar dengan patogen tersebut atau dapat juga melalui kontak tidak
langsung melalui lalat sebagai vektornya.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan
lemah, kesadaran kompos mentis, frekuensi nadi 122x/menit, frekuensi nafas 32x/menit, CRT < 2 detik.
dinilai berdasarkan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 masuk ke dalam dehidrasi ringan - sedang (B)
dan menurut Maurice-King memiliki nilai 3 yaitu derajat dehidrasi sedang. Pemeriksaan fisik mata
cekung, mukosa bibir kering, bising usus meningkat, dan turgor kulit lambat. Turgor kulit melambat
dikarenakan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan menurunan volume darah dan
penurunan cairan dalam intestinal. Akhirnya integritas kulit terganggu menyebabkan turgor kulit jadi
menurun/lambat pada kasus anak ini. Namun, seiring berjalannya terapi rehidrasi yang diberikan, turgor
kulit anak perlahan membaik dan normal.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah dan kadar elektrolit. Menurut hasil laboratorium darah
lengkap didapatkan leukositosis 15000/µL. Hal tersebut dikarenakan adanya proses inflamasi yang
berasal dari peningkatan asam lambung yang menyebabkan iritasi pada lambung. Proses lambung tersebut
iritasi akhirnya menyebabkan proses inflamasi dan bakteri tersebut invasi ke dalam jaringan lambung.
System kekebalan tubuh merespon adanya proses inflamasi tersebut dan mereka bekerja sama untuk
membunuh pathogen yang masuk ke dalam jaringan lambung tersebut. System kekebakalan tubuh berupa
white blood count atau leukosit yang terbagi atas sel granulosit (Neutrofil, Eosinofil, dan Basofil) dan sel
agranulosit (Limfosit dan Monosit). Ketika ada pathogen tersebut, monosit merespon dan memfagositosis
bakteri lalu memproduksi sitokin (IL-3 dan IL-5) dan kemokin. Selain itu, eosinophil mengaktifkan sel
imunnya berupa sel mast yang memproduksi histamin, adanya histamin ini menyebabkan vasodilatasi sel
endotel yang akhirnya leukosit dapat masuk ke dalam jaringan. Di dalam jaringan tersebut ditemukan
adanya pathogen dan mereka bekerja sama untuk menghancurkan pathogen tersebut. Siklus ini akan terus
berputar selama pathogen dalam jaringan tersebut belum hancur atau bisa dikatakan semakin banyak
bakteri yang menginvasi di jaringan semakin banyak pula leukosit yang mengalir dalam darah.
Selain peningkatan jumlah leukosit, terdapat juga peningkatan trombosit (trombositosis).
Peningkatan ini saling berhubungan dengan peningkatan leukosit hanya saja pada trombosit ini yang
berfungsi sebagai proses pembekuan darah dan perbaikan pembuluh darah yang mengalami kerusakan
minor, sehingga mencegah terjadinya kehilangan darah dari pembuluh darah. Pada saat terjadi
vasodilatasi sel endotel dimana struktur tersebut dibentuk oleh jaringan ikat kolagen yang membentuk
struktur pembuluh darah. Adanya inflamasi, trombosit bekerja untuk membantu sekresi sitokin dan
kemokin sebagai mediator inflamasi. Semakin banyaknya bantuan yang diberikan oleh trombosit,
semakin banyak pula trombosit yang dihasilkan. Maka dari itu terjadi peningkatan trombosit pada kasus
ini. Seiring berjalannya waktu, adanya sel endotel yang bervasodilatasi lama kelamaan akan menutup
dengan proses hemostasis.
Hasil analisa gas darah (AGD) pada pasien saat hari perawatan ke – 2 didapatkan pH 7,430,
penurunan bikarbonat 13,1 meq/L, penurunan kadar CO2 19,3 mEq/L, dan penurunan base excess -11,3
mmol/L. Hal ini disebut dengan asidosis metabolic. Perjalanan diare hingga menyebabkan hal seperti
hasil AGD tersebut dengan adanya peningkatan kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan
kehilangan bikarbonat akhirnya tubuh mengkompensasi dengan hiperventilasi yaitu nafas kussmaul
(nafas cepat dan dalam). Namun pada hasil AGD diatas pH normal tetapi masih terjadi penurunan
bikarbonat dan CO2 dikarenakan adanya proses kompensasi. Jadi, pada asidosis metabolic yang
seharusnya penurunan bikarbonat dan kadar CO2 normal menjadi penurunan bikarbonat dan kadar CO2
turun dari hasil kompensasi yang dilakukan oleh tubuh atau disebut juga asidosis metabolic
terkompensasi sempurna. Tepat dengan hasil base deficit sebesar -11,3 mmol/L asidosis metabolic
dinyatakan ada karena kekurangan basa.
Pada pasien diare, hiponatremia dapat terjadi disebabkan oleh kombinasi hilangnya natrium dan air
dan retensi air untuk mengkompensasi hilangnya volume. Hiponatremi berkaitan dengan hipoosmolalitas
sehingga kehilangan natrium pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada cairan
ekstrasel akan menyebabkan konsentrasi natrium klorida plasma rendah. Seperti pada pasien ini
hiponatremia terjadi pada dehidrasi hipoosmotik karena pada akhirnya volume cairan ekstrasel akan
berkurang dan cairan intrasel akan meningkat dan osmolalitas cairan ekstra sel dan intrasel berkurang.
Jika kehilangan NaCl tetap berlangsung menyebabkan menurunnya osmolalitas cairan ekstrasel dan
terjadi perpindahan dari ekstrasel ke intrasel.
Pada pasien saat datang mengalami demam sejak 2 hari baru disertai dengan diare dan mual muntah
pada 1 hari smrs. Demam tersebut akibat dari proses inflamasi dari toksin – toksin bakteri/pathogen yang
masuk ke dalam jaringan sebelum terjadinya diare. Bakteri tersebut menginvasi ke dalam jaringan
lambung dan jaringan tersebut mengalami inflamasi. Sel kekebalan tubuh yaitu sel darah putih akan
merespon hal tersebut dengan mengaktifkan bradykinin dan histamin. Histamin menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga sel darah putih berkumpul dan terisolasi, maka dari itu kadang di
beberapa infeksi akan timbul pembengkakan sebagai respon dari isolasi sel darah putih agar tidak
menyebar luas ke bagian tubuh lain. Dari sel darah putih tersebut berkumpul akan melepaskan sitokin
berupa pyrogen endogen dan eksogen (toksin atau mikroorganisme atau pathogen) lalu merangsang
pelepasan Interleukin-1 dan 6. IL-1 dan IL-6 akan masuk ke pembuluh darah sampai menembus ke sawar
darah otak dan membentuk prostaglandin. Di otak prostaglandin merangsang endotel hipotalamus untuk
meningkatkan set point di hipotalamus. Akibatnya tubuh akan mengalami hipertermi/demam.
Perjalanannya adalah suhu tubuh normal 36,5°C – 37,5°C. Namun ketika set point tersebut dibuat pada
kasus ini 38°C akhirnya otak akan beranggapan bahwa tubuh perlu suhu panas lebih agar dapat mencapai
set point tersebut. Cara tubuh merespon panas tersebut ada 2 cara:
1. Respon tubuh menggigil  saat menggigil otot akan terus bekerja dan berkontraksi,
metaboliste otot beserta tubuh akan meningkat menyebabkan suasana tubuh akan panas.
2. Vasokonstriksi kulit  mengisolasi suhu tubuh agar panas tubuh tidak keluar.
Adapun mekanisme demam dengan jalur non prostaglandin yaitu dari berkumpulnya sel darah putih
mengaktivasi MIP-1 (Macrophage Inflammatory Protein-1 Alpha) yang dibentuk oleh makrofag dari sel
mast dan monosit. Lalu merangsang nervus vagus dan mengirimkan sinyal ke system saraf pusat hingga
menuju ke hipotalamus. Selanjutnya menetapkan set point demam di hipotalamus anterior.
Tujuan dari peningkatan suhu berkaitan dengan struktur bakteri. Sel tubuh bakteri/dinding sel bakteri
salah satunya tersusun dari protein. Protein tersebut sensitive terhadap perubahan suhu. Semakin suhu
tubuh naik, dinding sel bakteri berupa protein akan lisis sehingga suhu akan bekerja sama membantu sel
darah putih/leukosit untuk melawan bakteri.
Demam pada pasien ini perlu dibedakan antara demam yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
Jika disebabkan oleh dehidrasi dikarenakan saat dehidrasi tubuh kehilangan cairan dan elektrolit,
sehingga banyak kehilangan cairan ekstraseluler akibatnya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akan
menyebabkan tubuh menerima respon demam dari hipotalamus. dengan rehidrasi akan membuat demam
mereda. berbeda dengan akibat infeksi, perlu menggunakan antibiotik untuk menanggulangi demam
tersebut
Dengan pemberian antipiretik untuk kasus ini yaitu paracetamol dapat menurunkan set point demam
di hipotalamus sehingga seiring perawatan yang dijalani anak pada kasus ini suhu akan Kembali normal.
Pasien pada kasus ini mengalami proses mual dan muntah. Mual merupakan respon dari masuknya
bakteri melalui sesuatu yang tercemar yaitu pada kasus ini karena botol susunya terkontaminasi dengan
bakteri. Lalu masuk sampai ke lambung dan mengalami peningkatan asam lambung yang menyebabkan
perasaan tidak nyaman di perut terjadilah mual.
Ketika bakteri tersebut menginvasi jaringan lambung selain mendatangkan system kekebalan
tubuh/leukosit, sinyal tersebut dibawa ke pusat muntah oleh N. vagus melalui gastrointestinal bagian atas.
Lalu pada gastrointestinal bagian bawah dibawa oleh N. trigeminus, N. facialis, N. Glossofaring, N.
vagus, dan N. hipoglosus (refleks muntah) sehingga terjadi sensasi dan Gerakan sekresi organ tubuh yang
menyebabkan pengaktifan otot – otot abdomen dengan spasme diagfagma dan otot sehingga otot
abdomen akan menekan ke atas dan otot diafragma menekan ke bawah (seperti di press). Akibat adanya
spasme tersebut akan terjadi 2 hal: 1. Tanpa pengeluaran isi lambung (mual disertai retching/muntah
tanpa isi) dan 2. Disertai pengeluaran isi lambung (mual disertai muntah). Otot tersebut berkontraksi
memberikan dorongan untuk muntah dan impuls tersebut menuju pusat muntah yaitu N. hipoglosus
(medulla oblongata) disini untuk menciptakan refleks muntah. Fasenya Nausea – Retching – Vomiting.
Penyebab emesis karena system korteks (melihat sesuatu/bau yang menjijikan atau faktor
emosional), system vestibular yang tidak seimbang (mabuk perjalanan), perifer saraf sensorik (Iritasi GIT,
renal/biliary stones, dan myocardial infraction) dan CTZ (obat emetogenic, racun, dan uremia). Pada
kasus ini melibatkan system perifer saraf sensorik yaitu dengan mengiritasi gastrointestinal.
Mual dan muntah ini dapat dicegah dengan pemberian tatalaksana obat berupa Ondansentron pada
kasus ini. Mekanisme obat tersebut adalah melalui emesis berupa perifer saraf sensorik (GI Tract) yaitu
reseptor dopamine, serotonin, cannabinoid-1 (CB-1) dan Neurokinin-1 (NK-1). Ondansentron merupakan
entiemetik yang termasuk dalam kelompok antagonis reseptor serotonin (reseptor 5HT3) jadi tugasnya
adalah menekan reseptor serotonin tersebut. Dampaknya mual dan muntah akan berkurang dengan
konsumsi obat tersebut.
Tujuan penggunaan antibiotic cefotaxime pada kasus ini untuk menghambat sintesis dinding sel
bakteri. Cefotaxime adalah antibiotic golongan sefalosporin dengan mekanisme menghambat polimerasi
dan perlekatan peptidoglikan pada dinding sel. Sehingga dengan pemberian antibiotic ini akan
menghambat pertumbuhan bakteri yang menyerang anak pada kasus ini dan perlahan leukosit dan
trombosit akan Kembali dengan normal.
Pada pasien didapatkan awal masuk dengan hiperglikemia sebesar 193 mg/dl. Namun saat perawatan
hari ke-2 terjadi hipoglikemia sebesar 67 mg/dl. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan osmolaritas
pada pasien hiperglikemia dengan terapi rehidrasi sebelum dan sesudah terapi rehidrasi. Hiperosmolaritas
menstimulasi proses diuresis osmotic dalam tubuh sehingga cairan dan elektrolit intrasel keluar ke
ekstrasel. Perpindahan cairan ini menyebabkan sel mengalami penurunan komposisi cairan tubuh dan
menyebabkan dahidrasi. Pada saat anak ini sudah diberikan rehidrasi terjadi penurunan glukosa akibat
efek adanya terapi cairan karena terapi cairan ini juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa
bergantung pada insulin, dan menurunkan kadar hormone insulin sehingga memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana awal terapi resusitasi cairan berupa asering 50cc/jam diberikan
selama 1 jam, cairan rumatan berupa kn3b 550cc/hari pada keadaan demam, antiemetik ondansentron
2x0,6mg po, zink 1x10mg 1/2 tab/hari po, cefotaxime 3x250 mg iv, dan paracetamol drip 4x50mg iv.
Prinsip tatalaksana diare adalah rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah, 2) zinc diberikan
selama 10 hari berturut-turut, 3) teruskan pemberian asi dan makanan, 4) antibiotik selektif, 5) nasihat
kepada orang tua/pengasuh. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare, maka zinc rutin diberikan pada pasien diare. Koreksi hiponatremia pada
kasus ini tidak dilakukan karena masih > 125 meq/l. Pemberian cairan rumatan untuk mengembalikan
kadar natrium.
Pasien dan keluarga perlu diedukasi tentang langkah promotif/ preventif berupa pemberian asi,
kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
imunisasi dilengkapi, penyediaan air minum yang bersih, selalu memasak makanan sebelum dikonsumsi.
Prognosis pasien ad bonam dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas
dan mortalitas yang minimal.
BAB IV
KESIMPULAN

Saat ini diare masih menjadi maslah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia
karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Kematian terutama disebabkan karena penderita
mengalami dehidrasi berat dan tidak ditangani dengan tepat. Diare pada anak merupakan penyakit yang
umumnya diakibatkan beberapa faktor seperti faktor lingkungan, sosiodemografi dan faktor perilaku.
Penatalaksaan kasus diare pada anak mempunyai tujuan untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat
diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi, gangguan elektrolit, hingga kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan: LINTAS Diare. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
3. Simadibrata M. Diare akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata,
Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-VI. Jakarta: Interna
Publishing.2014.h.1901-36.
4. William W., Hay Jr. Myron J.L., Judith M. 2007. Lange Current Diagnosis & Treatment
in Padiatrics. 18th Edition. America.
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h. 481-6.
6. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta :UKK Gastroenterohepatologi. IDAI 2011; 87-120

Anda mungkin juga menyukai