Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS PANJANG

BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh:

Savina Madliena

NPM 1102018025

Pembimbing:

Letkol CKM (K). dr. Endah Pujiastuti, Sp.A, M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT TK.II MOH. RIDWAN MEURAKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 31 OKTOBER 2022 S.D. 7 JANUARI 2023


BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas
A. Identitas Pasien
Nama : An. M
No. RM : 455882
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 28 Maret 2022
Usia : 9 bulan 28 hari
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur
Tanggal dan Jam masuk RS : 21 Januari 2023
Pembiayaan : BPJS

B. Identitas Orang tua


Nama Ayah : Tn. Tony Kurniawan
Nama Ibu : Ny. Listia Gustiani
Usia Ayah : 29 tahun
Usia Ibu : 26 tahun
Pekerjaan Ayah : TNI
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Agama Ayah : Islam
Agama Ibu : Islam
Status : Menikah
Alamat : Cibubur, Jakarta Timur

2
C. Riwayat Kelahiran
Persalinan : G2P1A0
Usia gestasi : 36 minggu
Lahir secara : SC
Berat lahir : 3,100 gram

D. Riwayat Perkembangan

Usia Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Personal


Sosial
0-3 Menendang- Kemampuan Ooo/aaa Tersenyum
bulan nendang kaki menyatukan
Mengepal tangan kedua tangan
dan membukanya Menggenggam
Memasukan tangan tangan
ke mulut Mengikuti
pergerakan benda
dengan mata
Kesan: Tidak ada keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan

E. Riwayat Imunisasi
Lengkap

F. Riwayat Nutrisi
0-6 bulan : ASI eksklusif

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal
21 Januari 2023.

A. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 3 hari SMRS.

3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli anak RS. TK II Moh Ridwan Meuraksa dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
didahului batuk berdahak dan pilek sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.
Dahak berwarna hijau tidak bercampur darah. Batuk dirasakan terus
menerus, lebih sering kambuh saat pasien tidur di malam hari dan terdengar
bunyi grok grok terutama saat dingin. Ibu pasien mengatakan pasien sempat
kejang 1 kali 5 hari smrs, ibu pasien juga sempat mengeluhkan 4 hari smrs
pasien BAB cair, berwarna kuning 3x sehari selama 2 hari, dua hari
setelahnya ibu pasien juga mengeluhkan pasien demam tinggi. Pasien
menjadi rewel, gelisah dan nafsu makannya berkurang. Karena sesak
bertambah parah, ibu pasien kemudian membawa pasien ke rumah sakit.
Riwayat tersedak air susu disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat TB : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Syok : disangkal
Riwayat Kejang Demam : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat TB : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Syok : disangkal
Riwayat Kejang Demam : disangkal

4
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
E. Keadaan Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, pasien saat ini tinggal bersama
ayah ibu dan dan kakak pertamanya,pasien anak ke 2 dari dua bersaudara.
Status ekonomi pasien dalam keadaan cukup, keluarga pasien dapat
memenuhi semua kebutuhan sehari-hari pasien seperti makan untuk
keluarga maupun kebutuhan di keluarga. Ibu pasien rutin membakar obat
nyamuk setiap malam dan ayah pasien merokok.
1.3. Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS : E4M6V5)
Suhu : 36 oC
HR : 130x/menit
RR : 50x/menit
SpO2 : 95%
BB : 8,5 kg
PB : 70 cm
IMT : 22.64 kg/m2
B. Status Gizi
1. BB/U : 0 SD s.d 1 SD (Gizi baik)

5
2. TB/U : -1 SD s.d 0 SD (Normal)

3. BB/TB : 1 SD s.d 2 SD (Normal)

6
4. BMI : 1 S s.d 2 SD (Normal)

C. Status Generalis
1. Kulit

7
Warna : sawo matang
Pucat : (-)
Jaringan Parut : (-)
Turgor : normal
Sianosis : (-)

2. Kepala
Bentuk : normochepal
Rambut : hitam, tidak mudah rontok

3. Mata
Konjungtiva anemis : (-)
Sklera ikterik : (-)
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : RCL (+/+) RCTL (+/+)
Palpebra : cekung (-/-) edema (-)

4. Telinga
Bentuk : normal
Pendengaran : dalam batas normal
Darah dan sekret : tidak ditemukan

5. Hidung
Bentuk : normal
Nafas cuping hidung : (-)
Septum deviasi : tidak ditemukan
Sekret : (-)

6. Mulut
Lidah : thypoid tongue (-)

8
Tonsil : t1-t1, hiperemis (-)

7. Leher
Trakea : tidak deviasi
Kelenjar : ada pembesaran, NT (-)

8. Paru-paru
Inspeksi : simetris, retraksi (+)
Perkusi : sonor pada kedua paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (+/+), whezzing (-/-)

9. Jantung
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

10. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : tympani pada seluruh lapang abdomen, shifting
dullnes (-)
Palpasi : NT (+), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
kembali cepat

11. Ektremitas
Akral : hangat, CRT <2dtk
Tonus : normal
Sianosis : (-)
Edema : (-)

1.4. Pemeriksaan Penunjang


- Foto thoraks PA

9
- Pemeriksaan Laboratorium

2/11/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 9.7 g/dL 10.7-14.7
Leukosit 8.1 ribu/uL 5-14.5
Hematokrit 28 % 31-43

10
Trombosit 649 ribu/uL 184-440

3/11/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 9.9 g/dL 10.7-14.7
Leukosit 10.5 ribu/uL 5-14.5
Hematokrit 29 % 31-43
Trombosit 660 ribu/uL 184-440
1.5. Diagnosis Kerja
Bronchopneumonia
Anemia

1.6 Diagnosis Banding


Asma
Tuberkulosis

1.6. Tatalaksana
- Kaen 1b 15 tpm mikrodrip
- Inj. Ampicilin 4x250mg
- Inj. Gentamisin 1x35mg
- Puyer batuk 3x1

1.7. Rencana Pemeriksaan Penunjang


 Hapusan darah tepi
 Analisa Gas Darah (AGD)
 Elektrolit

1.8. Follow Up

Tgl 4 November 2022

S/ Batuk berdahak berkurang, pilek berkurang, demam (-), sesak (-), muntah (-)
BAB dan BAK dalam batas normal.

11
O/ Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Suhu : 36.4

HR : 110x/menit

RR : 22x/menit

SpO2 : 97%

A/ Bronchopneumonia + anemia

P/ Infus KaEn 1b 15 tpm mikrodrip

Inj. Ampicilin 4x250mg

Inj. Gentamisin 1x35mg

Puyer batuk 3x1

1.9. Edukasi
 Edukasi penyakit : bronchopneumonia adalah penyakit
yang dapat dicegah dan dapat disembuhkan
 ASI eksklusif
 Imunisasi lengkap
 Mengurangi polusi udara di dalam ruangan

1.10. Prognosis
• Quo ad Vitam : ad bonam
• Quo ad Fungsional : ad bonam
• Quo ad Sanationam : ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit
peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011)

2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)

2.3 Etiologi

13
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,
2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :

- Virus: Virus paraininfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,


Cytomegalovirus.
- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.

c. Pada anak-anak :

- Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV


- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
- Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar – dewasa muda :

- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis


- Bakteri : Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin.
b. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis

14
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak
ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk


terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum
berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit ini.

2.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi
dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih
relevan (Bradley et.al., 2011).

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru


 Pneumonia lobaris
 Pneumonia interstitialis
 Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
 Pneumonia yang didapat dari masyarakat : Community acquired
pneumonia (CAP)
 Pneumonia yang didapat dari rumah sakit : hospital-based pneumonia
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
 Pneumonia bakteri
 Pneumonia virus
 Pneumonia mikoplasma
 Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit

15
 Pneumonia tipikal
 Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
 Pneumonia akut
 Pneumonia persisten

2.5 Patofisiologi
Perjalanan penyakit bronkopneumonia dimulai dari terhisapnya bakteri,
virus, jamur, dan aspirasi benda asing kedalam paru perifer melalui saluran
pernapasan atas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang
mempermudah proliferasi dan menyebarkan kuman.
Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani
beberapa stadium, yaitu:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Permulaan peradangan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel mast
yang mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan
prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam

16
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat
kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat
berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses
kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat
diselamatkan.

2.6 Manifestasi Klinis


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnoe, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia ditemukan hal-hal :

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,


interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

17
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba terbuka.

 Pneumonia berat :
- Retraksi dinding dada (+)
- Nafas cepat (+)
 Pneumonia :
- Retraksi dinding dada (+)
- Nafas cepat (+)
< 2 bulan : ≥ 60x/mnt
2 bulan – 2 tahun : ≥ 50x/mnt
12 bulan – 5 tahun : ≥ 40x/mnt
 Bukan pneumonia :
- Retraksi dinding dada (-)
- Nafas cepat (-)

18
2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,
2011) :
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Demam
3. Rhonki basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infltrat difus
5. Leukositosis
Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofill yang predominan.

Pemeriksaan radiologi :

 Difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular


 Infiltrate kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
 Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

Pemeriksaan laboratorium :

 Peningkatan jumlah leukosit.


Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan
bakterial.
- Infeksi virus leukosit normal atau meningkat tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan
- Bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil
yang predominan.
 Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

19
 Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang


atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.


c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak


diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis.
Pneumonia ringan : Amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :


1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan
epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

20
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemberian antibiotik :

 Rawat jalan
- Amoksisilin : 25- 50mg/kgBB 2 kali sehari
- Kotrimoksazol 4 - 12mg/kgBB 2 kali sehari
 Rawat inap
- Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dibagi 6 jam + Gentamisin 5
mg/kgBB/hari satu kali sehari
- Ampicillin 100mg/kgBB/hari dibagi 6 jam + Kloramfenikol
100mg/kgBB/hari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus


dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok
usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan - 5 tahun)

a. beta laktam amoksisillin


b. amoksisillin-asamklavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)

21
3. Anak usia sekolah (> 5 tahun)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak
menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam, ganti dengan antibiotik
lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya
perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

2.9 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi (Bradley et.al., 2011).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.


http://emedicine.medscape.com/article/967822- overview. (9 Marert 2013)
2. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.fl., Harrison
C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.fl., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

23
4. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF,
et al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1.
Edisi ke-1. Netherland: Elseiver Saunders; 2005.

24

Anda mungkin juga menyukai