I. Identitas Pasien
1
II. Anamnesis
Dilakukan secara anamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan ayah pasien pada tanggal
10 Februari 2015
a. Keluhan utama :
Bengkak pada wajah, kedua tangan dan kedua kaki sejak emapat hari SMRS
b. Keluhan tambahan :
Mencret, nafsu makan berkurang
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan seperti nyeri kepala, muntah, pingsan,
pandangan ganda/ buram, lemah pada bagian tubuh, kejang, ataupun sesak nafas. Selain itu,
keluhan nyeri saat BAK, BAK sedikit, panas, BAK berwarna merah segar ataupun merah
seperti cucian daging disangkal. Pasien tidak pernah memiliki riwayat kencing berpasir,
ataupun anyang-anyangan.
Selain bengkak, pasien juga mengatakan terdapat BAB mencret (+) yang baru dialami
hari ini, 1x, konsistensi lembek seperti bubur berwarna kekuningan. Dan pasien juga
mengeluh nafsu makan berkurang.
2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat hiperkolesterol disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat ISK disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Lingkungan:
Tinggal dirumah milik sendiri. Terdapat 4 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Ventilasi
baik, jendela cukup, cahaya matahari cukup masuk rumah, air minum dan air mandi berasal
dari air PAM. Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk. Di sekitar perumahan
sanitasi yang cukup baik terdapat selokan yang jarang dibersihkan. Di rumah pasien tidak
terdapat hewan peliharaan.
3
Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : ± 6 bulan
Tengkurap : ± 3 bulan
Duduk : ± 6 bulan
Berjalan : ± 12 bulan
Bicara : ± 15 bulan
Membaca dan menulis : ± 3 tahun
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia
Riwayat Imunisasi :
BCG : Ya
Polio 1,2,3,4 : Ya
DPT 1,2,3 : Ya
Hepatitis B 1,2 : Ya
Campak : Ya
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
4
Suhu : 36,0° C (axilla)
I. Status generalis
a) Kepala : Normocephale, wajah bengkak (+)
b) Rambut : Warna rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
c) Mata : Konjungtiva anemis ( - /- ), Sklera ikterik ( - / - ),
Edema palpebra (+/+)
d) Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret -/-
e) Telinga : Bentuk normal, Discharge ( - / - )
f) Mulut : Bibir kering ( - ), Bibir sianosis ( - )
g) Tonsil : T1-T1 tenang
h) Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
i) Thorax : Inspeksi
Cor : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Pulmo : Pergerakan kedua hemithorax simetris saat statis
dan dinamis. Retraksi (-)
Palpasi
Cor : Ictus cordis tidak teraba
Pulmo : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Fremitus vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi
Cor : Batas atas jantung ICS 2 line parasternal kanan
Batas kanan jantung ICS 4 linea para sternal kiri
Batas kiri jantung ICS 4 linea midclavicula kiri
Pulmo : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi
Cor : BJ I & II reguler, Gallop ( - ), Murmur ( - )
Pulmo : Bronkoves +/+ , Rhonki-/-, Wheezing -/-
j) Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus ( + ) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
Shifting dullness (-)
5
Palpasi : Undulasi (-) Ballotement (-) hepar dan lien tak teraba
k) Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
l) Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Akral sianosis -/- -/-
Edema -/- +/+
Capillary Refill < 2 detik < 2 detik
Hematologi
Hematokrit 35,2 % 33 – 45 %
Eosinofil 1% 1–5%
Basofil 0% 0–1%
Kimia Darah
6
Protein total 7.7 g/dl 6 – 8 g/dl
Serologi
Urine
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Berat jenis 1,025 1,015 - 1,035
Ph 6 4,5 - 8
Albumin (+) positif Negatif
Glukosa Neg Negatif
Keton Neg Negatif
Bilirubin Neg Negatif
Darah samar +++ Negatif
Nitrit Neg Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Sedimen
Leukosit 4 – 5 /LPB 1 – 4 /LPB
Eritrosit 20 – 25 /LPB 0 -1 /LPB
Epitel (+) positif +
Silinder 0 – 1 /LPK Negatif
Jenis Hyaline Tidak ditemukan
7
Kristal - Negatif
Jenis - Tidak ditemukan
Bakteri - Negatif
Jamur (-) negatif Negatif
Urine
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Berat jenis 1,010 1,015 - 1,035
Ph 5 4,5 - 8
Albumin Neg Negatif
Glukosa Neg Negatif
Keton Neg Negatif
Bilirubin Neg Negatif
Darah samar +++/pos3 Negatif
Nitrit Neg Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Sedimen
Leukosit 3 – 5 /LPB 1 – 4 /LPB
Eritrosit 30 – 40 /LPB 0 -1 /LPB
Epitel (+) positif +
Silinder - Negatif
Jenis Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Kristal - Negatif
Jenis - Tidak ditemukan
Bakteri ++/pos2 Negatif
8
Jamur (-) negatif Negatif
V. Pemeriksaan Anjuran:
- Pemeriksaan komplemen C3
- Foto thorax AP
VI. Diagnosis :
GNAPS
Nefritis IgA
VIII. Penatalaksanaan:
9
Follow Up
T : 36,3 ͦC R : 24 x/
enit
Captopril 3x7,5 mg
Lasix 2x25 mg
10
Tanggal Follow Up Terapi
O: 700+500
B: +300
11
Tanggal Follow Up Terapi
B: -890 *9 jam
12
Tanggal Follow Up Terapi
O/ BLPL
BB: 25 Kg KU : Baik KS : Compos Mentis
Amoxicillin 3x1 tab
TD : 100/60 mmHg N : 96 x/menit
Captopril 3x7,5 mg
T : 35,3 ͦC R : 20 x/menit (pulv)
O: 500+500
B: -520 *9 jam
13
BAB II
ANALISA KASUS
1. Anamnesa :
Pada teori : Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti silitis, atau
pioderma. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah faringitis dan 3-6
minggu setelah infeksi kulit, edema periorbital, gejala nonspesifik, dan urin yang
bewarna gelap.
Pada kasus : Pasien terdapat koreng yang dirasakan pasien 30 hari yang lalu (26
hari sebelum timbulnya bengkak). Bengkak dikeluhkan pasien sejak 4 hari SMRS.
Bengkak pertama kali di kelopak mata, lalu keesokan harinya bengkak pada wajah
sampai ke kedua tangan dan kaki. Selain itu pasien juga mengeluh BAB mencret.
Nafsu makan berkurang. BAK cokelat seperti warna cucian daging (-)
2. Pemeriksaan Fisik :
Pada teori:
Ditemukannya tekanan darah yang tinggi. Bila disertai dengan hipertensi, dapat
timbul nyeri kepala. Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN destruktif) dapat
timbul proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau asites, dan berbagai
14
gangguan fungsi ginjal yang berat. Oliguria,tampak pada 10-50% kasus, pada 15%
output urin <200ml, dan disfungsi ventrikel kiri
Pada kasus: Pada pengukuran tekanan darah pasien TB.L adalah 130/80 mmHg,
dan TD tertinggi adalah 170/100, namun tidak mengeluh adanya nyeri kepala.
Demam (-). Edema hanya pada kelopak mata dan seluruh wajah. BAK cokelat seperti
warna cucian daging (-) dan volumenya sehari sekitar sekitar 750 cc (per 9 jam)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada teori: Dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, dan
pemeriksaan pecitraan.
Laboratorium : Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Serum kreatinin umumnya kembali normal pada
minggu ke emapat, tetapi hematuria dapat bertahan selama 6 bulan dan proteinuria
ringan dapat muncul dalam beberapa tahun. Pada pemeriksaan serologi didapatkan
penurunan komponen serum CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi
ada >90% anak dengan GNA PS. Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas,
hematuria dan proteinuria muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat
eritrosit, leukosit, granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi
lebih terkonsentrasi dan asam.
Pemeriksaan Pencitraan : Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
Pada penelitian Akbar dkk di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus
didaptkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru
68,2 % dan edem paru 48,9%
Pada kasus : pada pasien dikasus selama perawatan tidak dilakukan biakan
tenggorokan. Hanya dilakukan uji serologis terhadap antigen streptococcus yaitu
ASTO. ASTO pada pasien + menunjukkan adanya infeksi Streptococcus. Pada hasil
pemeriksaan urinalisa tanggal 10 Februari 2015 urin kuning keruh menandakan
bahwa telah terjadi penurunan tekanan onkotik yang ditandai dengan protein-albumin
yang +1 pada pemeriksaan urin. Darah samar +3, serta eritrosit 20-25 menunjukkan
15
adanya hematuria pada pasien. Hematuria pada pasien terjadi karena adanya
kerusakan pada membran basalais ginjal. Ginjal merupakan salah satu organ paling
vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil
metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan
sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Selain fungsi
tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan
elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
a. Anatomi palpebra tersusun oleh jaringan kulit yang tipis dan longgar cairan
mudah terakumulasi disana
b. Gravitasi : posisi tidur dalam keadaan sejajar sehingga cairan berkumpul di
daerah orbita
16
Namun penyebab TD pasien mencapai 170/100 adalah makanan padang yang dikonsumsi
pasien.
4. Apakah tatalaksana hipertensi pasien ini sudah tepat? Sudah
Istilah Batasan
Normal TD sistolik dan diastolik <90 persentil menurut umur dan jenis kelamin
Hipertensi Rata-rata TD sistolik dan diastolik >95 persentil menurut umur dan jenis
kelamin pada pengukuran tiga kali berturut-turut
*Jika tekanan darah yang terbaca normal-tinggi untuk umur, tetapi anak lebih tinggi atau
massa otot berlebih untuk umurnya, maka anak ini dianggap mempunyai nilai tekanan
darah yang normal.
Tabel Kriteria Derajat Hipertensi berdasarkan Kenaikan Tekanan Diastolik diatas Tekanan
Diastolik Normal sesuai dengan Umur
Derajat Presentase Umur (tahun)
Hipertensi kenaikan di atas 1-5 6-12
17
batas normal Td D (mmHg) Td D (mmHg)/
Ringan 5-15% 75-85 90-100
Sedang 15-30% 85-95 100-110
Berat 30-50% 95-112 110-120
Krisis >50% >112 >120
Pengobatan hipertensi non-krisis: (1) bila tekanan Diastolik 90-100 mmHg diberikan
Furosemid (2) pada tekanan diastolik 100-120 mmHg diberikan furosemid ditambah captopril
(3) jika tekanan darah diastolik belum turun, ditambah dengan pengobatan antihipertensi
golongan beta bloker atau golongan lain.
Kriteria krisis hipertensi adalah : (1) Tekanan sistolik ≥ 180mmHg dan/atau (2) Diastolik
≥120mmHg, atau (3) setiap kenaikan tekanan darah yang mendadak dan disertai gejala
ensefalopati hipertensif, gagal ginjal, gagal jantung maupun retinopati.
Pengobatan pada krisis hipertensi dapat diberika (1) Nifedipin dengan dosis 0,1
mg/kgBB/kali peroral. Bila tekanan darah tidak turun dinaikkan 0,1/mg/kgBB/kali setiap 30
menit dengan dosis maksimal 10 mg/kali. Bila belum turun ditambahkan furosemid 1
mg/kgBB/kali sebanyak 2x/hari. Pemberian harus disertai pemberian captopril 0,3 mg/kgBB/kali
sebanyak 2-3 kali/hari. (2) klonidin drip diberikan sebanyak 0,002 mg/kgBB/ba jam dalam
100ml Dekstrosa 5%. Deberikan dengan tetesan awal 12 mirkodrip.menit, bila belum turun
dinaikkan 6 mikrodrip/menit setiap 30 meniti, dengan maksimum pemberian 36 mikrodrip/menit.
Bila belum turun ditambah captopril 0,3 mg/kgBB/kali sebanyak 2-3x/hari, maksimum
pemberian 2 mg/kg/kali. Diberikan bersama furosemid 1 mg/kgBB/kali sebanyak 2x/hari.
5. Apa indikasi rawat pasien GNAPS?
Rawat inap ditujukan terhadap penyakit yang mendasari dan komplikasi yang ditimbulkan.
1. Tindakan umum
Istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala edema dan kongesti vaskuler (dispnu,
edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang.
2. Pengobatan terhadap penyakit penyebab
a. GNAPS tanpa komplikasi berat
o Diuretika
18
Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diit rendah garam,
diberikan furosemide 1-2 mg/kg BB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema
dan tekanan darah turun.
o Antihipertensif
Bila hipertensi dalam derajat sedang sampai berat disamping pemberian diuretika
ditambahkan obat antihipertensif oral (propranolol atau kaptopril).
o Antibiotika
Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan GNAPS dengan komplikasi berat
o Kongesti vaskuler (edema paru, kardiomegali, hipertensi)
Pemberian oksigen
Diuretika furosemide parenteral (1-2 mg/kgBB/kali)
Antihipertensif oral (kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali 2-3 kali pemberian/hari)
Bila disertai gagal jantung kongestif yang nyata dapat dipertimbangkan
pemberian digitalis.
o Gagal ginjal akut
o Ensefalopati hipertensi
o Glomerulonefritis progresif cepat (GN kresentik). Merupakan bentuk GNAPS
berat yang ditandai serangan hematuria makroskopis, perburukan fungsi ginjal
yang berlangsung cepat dan progresif, dan pada biopsi ginjal dijumpai gambaran
glomerular crescent.
Disamping penanggulangan hipertensi gagal ginjal diberikan pula pulse
methylprednisolon.
o 15 mg/kgBB metil prednisolon (tidak boleh melebihi 1 gram) perinfus sekitar 60-
90 menit setiap hari selama 5-6 hari. Perlu dipantau
Tanda-tanda fungsi vital (denyut nadi, tekanan darah, pernafasan)
Kadar elektrolit
o Lanjutkan dengan metil prednisolon oral, 2 mg/kgBB/hr selama 1 bulan. Lalu
dosis prednisolon diberikan secara alternate 2 mg/kgBB/ 2 hari selama 1 bulan,
19
kemudian dilanjutkan separo dosis dengan interval 1 bulan, setelah diberikan 0,2
mg/kg sekali 2 hari selama 1 bulan lalu obat dihentikan.
Tindak lanjut :
o Timbang berat badan 2 kali seminggu.
o Ukur masukan cairan dan diuresis setiap hari.
o Ukur tekanan darah 3 kali sehari selama hipertensi masih ada, kemudian 1 kali
sehari bila tekanan darah sudah normal.
o Pemeriksaaan darah tepi dilakukan pada saat penderita mulai dirawat, diulangi 1
kali seminggu atau saat penderita atau saat penderita mau dipulangkan. Urinalisis
minimal 2 kali seminggu selama perawatan. Perlu dilakukan biakan urine untuk
mencari kemungkinan adanya ISK. Bila ditemukan diobati sesuai dengan hasil
sensitifitas.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan saat dirawat dan waktu dipulangkan.
6. Indikasi pulang pasien GNAPS?
• Diuresis normal, biasanya 7-10 hari setelah awal penyakit)
• Hilang sembab
• TD normal kembali
• Fungsu ginjal (Ur, Cr) membaik (biasanya dalam 1 minggu)
• Tidak tampak tanda peningkatan TIK
• Muntah
• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Dapat dimonitoring saat rawat jalan
7. Perlukah dipasang infus pada pasien ini?
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan kebutuhan, sedangkan bila
ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oligouria,maka jumlah cairan
yang diberikan harus dibatasi.
8. Bagaimana memonitoring pasien rawat jalan?
a. 0-6 minggu setelah onset : hipertensi telah terkontrol, edema sudah perbaikan, gros
meaturia semakin membaik, azotemia telah membaik.
b. 8-10 minggu setelah onset : azotemia telah hilang, anemia telah terkoreksi, Hipertensi
telah membaik, C3 dan C4 telah kembali ke nilai normal.
20
c. 3,6,9 bulan setelah onset : Hematuria dan proteinuria telah menghilang sedikit demi
sedikit, tekanan darah telah kembali normal.
d. 12 bulan setelah onset : proteinuria telah menghilang, hematuria mikroskopik telah
menghilang.
e. 2,5 dan 10 tahun setelah onset : urin telah normal, tekanan darah dan kada keratinin
serum telah normal.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.3.1. DEFINISI
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.
3.3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup
A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-
21
14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus
hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes
a. Sterptolisin O
22
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung
dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap
sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh
sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.
b. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat
oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak
bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
23
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan
diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
3.3.3. PATOFISIOLOGI
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.
24
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2
sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin
ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel
endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
25
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
3.3.4. PREVALENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur
5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan
pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki
laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.
26
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-
kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada
berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa
cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
27
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih
belum diketahui dengna jelas.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh
karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin
O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun
beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap
28
lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
3.3.7. DIAGNOSIS
29
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih
lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu
6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang
lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan
hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan
ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA mereda,
namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA.
Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali hematuria mikroskopik
dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya meningkat pada 10-20% dari
jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya
normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.
2. Lupus nefritis
30
Lupus nefritis adalah peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus eritematosus sistemik (SLE),
penyakit dari sistem kekebalan tubuh. SLE biasanya menyebabkan kerusakan pada kulit, sendi,
ginjal, dan otak.
Penyebab dari lupus tidak diketahui. Banyak faktor yang mungkin memainkan peran, termasuk
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus
photosensitivity, ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri abdomen,
asites, splenomegali.
Pemeriksaan laboratorium :
Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi
ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa
proliferatif difusa.
3. Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit pada
glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau dapat
dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal
selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (“end stage”) dengan
kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan gangguan
fungsi ginjal yang irreversible.
31
Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat
menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
3.3.9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
32
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diuretikum diberikan pada glomerulonefritis akut, dengan pemberian furosemid (Lasix)
secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen
3.3.10. KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
33
2. Krisis Hipertensi dan ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
2.3.11. PROGNOSIS
34
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal
ginjal kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Husein Alatas, 2002, Buku Ajar Nefrologi Anak Ed 2, FKUI: IDAI: Jakarta.
2. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, EGC: Jakarta. Hal: 1813-1814
3. Noer MS,Soemyarso N.Hipertensi.Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNAIR Surabaya.
[Internet]. Diunduh dari URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php
35