NAMA : ANNI
STAMBUK : N 111 14 019
PEMBIMBING : dr. CHRISTINA KOLONDAM, Sp.A
PENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol
dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel
leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi
jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. [1]
1
awal, jumlah leukosit awal, usia, jenis kelamin dan kelainan jumlah kromosom
juga mempengaruhi prognosis.[3]
Gizi buruk adalah Keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang
ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada <-3SD tabel
baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Z-score. Gizi buruk secara klinis
terdiri atas marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.[10]
BAB II
2
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. MY
Jenis kelamin : laki laki
Lahir pada tanggal/umur : 10 September 2011/ 3 tahun 8 bulan
Berat waktu lahir : 3000 gram
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Bugis
Nama ibu : Jariya Umur : 30 tahun
Nama ayah : Kahar Umur : 35 tahun
Pekerjaan ayah : PNS
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Reformasi, Kab. Pasang Kayu
Telp no : -
Pasien masuk dengan keluhan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, berlendir (+), beringus (+), kadang-kadang pasien juga merasa sesak.
Saat batuk biasanya keluar cairan dari telinga. Mual (-), muntah (+) berupa
sedikit makanan, sakit perut (-). BAB kadang berwarna coklat kehitaman,
encer (-), BAK lancar, warna biasa. Pasien juga mengeluhkan demam naik
turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, kejang (-), gusi berdarah
(-), mimisan (-). Pasien merasa lemas, nyeri pada kaki dan tidak bisa berjalan.
Menurut orang tua penderita sedikit tampak pucat selama sakit disertai nafsu
makan menurun dan terjadi penurun berat badan 4 kg.
3
Penyakit yang sudah pernah di alami :
- Morbili : -
- Varicella : -
- Pertussis : -
- Diare : -
- Cacing : -
- Batuk / pilek : Sering dialami
- Lain lain : Riwayat dirawat di RSUP Dr Wahidin
Sudirohusodo Makassar bulan Maret dengan diagnosis Leukemia
limfositik akut
- Tengkurap : 3 bulan
- Duduk : 6 bulan
- Berdiri : 1 tahun 1 bulan
- Berjalan : 1 tahun 3 bulan
Anamnesis makanan sejak bayi sampai sekarang
ASI : lahir 2 tahun
Susu formula : 6 bulan sekarang
Bubur : 6 bulan
Nasi : 9 bulan sekarang
Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar lengkap (BCG, Hepatitis, DPT, Polio, Campak)
III. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 106 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37C
Respirasi : 37 kali/menit
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 95 cm
Status gizi : Gizi buruk
BB/TB : < -3SD
TB/U : 0 (-2) SD
BB/U : < -3 SD
3. Kulit : Pucat (+)
4
4. Kepala: Bentuk : Normocephal
5. Leher
6. Toraks
Bentuk dada : normal
Retraksi intercostal : tidak ada
Paru-paru :
7. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Palpasi : Hati : pembesaran (-)
Lien : pembesaran (+) Schuffner 4
Ginjal : tidak teraba
8. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada
9. Genitalia : normal
10. Otot-otot : hipotrofi (-)
5
WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 3,8 14-18 g/dl
Sel darah merah 1,4 4,7-6,1 juta /ul
Sel darah putih 4,4 4,8-10,8 ribu/ul
Hematokrit 10,7 42 52 %
Trombosit 12 150-450 ribu/ul
MCV 79,3 80-99 fl
MCH 28,1 27-31 pg
MCHC 35,5 33-37 g/dL
6
+, dan terdapat splenomegali schuffner IV. Hasil pemeriksaan darah rutin
didapatkan leukosit 4,4 x 103/uL, eritrosit 1,4 x 106/uL, hemoglobin 3,8 g/dl,
hematokrit 10,7 %, trombosit 12 x 10 3/uL. Pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang : Leukemia limfositik akut.
VI. Diagnosis
Pansitopenia ec leukemia limfoblastik akut + bronkopneumonia + Gizi buruk
VII. Terapi
- IVFD Asering 16 tetes/menit
- Ceftriaxon 300mg/12jam/iv
- Paracetamol sirup 3 x 1 cth
- Elkana (multivitamin dan mineral) sirup 1 x 1 cth
- Edotin (Erdosteine) 2 x cth
- Transfusi PRC 100 cc 2 kali
- Konsul gizi
Tatalaksana gizi buruk
o 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% melalui oral
o B complex 1 x 1 tablet
o Vitamin C 1 x 2 tablet
o Vitamin A 200.000 IU
o Asam folat 5 mg hari pertama
Asam folat 1 mg hari kedua, dan seterusnya
o F75 110 cc tiap 2 jam
o Observasi tanda vital tiap 2 jam
VIII. Anjuran pemeriksaan
- Foto thorax
Follow up
7
o Tekanan darah : 90/60 mmHg
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (+), ikterik (-)
c. Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sclera Ikterik (-/-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, vokal fremitus kanan = kiri, Rhonki +/+
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular
f. Abdomen : Bentuk cembung, peristaltik (+) kesan normal, timpani
(+), Spleenomegali Schuffner 4
Darah rutin : WBC 3,6 x 103/uL, RBC 3 x 106/uL, HGB 8,6 g/dl, HCT
24,4%, PLT 15 x 103/uL.
Assesment (A) : ALL + Bronkopneumonia + gizi buruk
Plan (P) :
- IVFD Asering 16 tetes/menit
- Ceftriaxon 300mg/12jam/iv
- Paracetamol sirup 3 x 1 cth
- Elkana sirup 1 x 1 cth
- Edotin 2 x cth
- Transfusi trombosit 1 kantong
- Konsul gizi
F75 160 cc tiap 3 jam
Pemberian makanan lunak (bubur) sebanyak 5 kali dalam sehari
8
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, vokal fremitus kanan = kiri, Rhonki +/+
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular
f. Abdomen : Bentuk cembung, peristaltik (+) kesan normal, timpani
(+), Spleenomegali Schuffner 4
Darah rutin : WBC 3,9 x 103/uL, RBC 3,1 x 106/uL, HGB 8,8 g/dl, HCT 25
%, PLT 17 x 103/uL.
Assesment (A) : ALL + Bronkopneumonia + gizi buruk
Plan (P) :
- IVFD Asering 16 tetes/menit
- Ceftriaxon 300mg/12jam/iv
- Paracetamol sirup 3 x 1 cth
- Elkana sirup 1 x 1 cth
- Edotin 2 x cth
- Konsul gizi
F100 250 cc tiap 4 jam
Pemberian makanan lunak (bubur) sebanyak 5 kali dalam sehari
9
Assesment (A) : ALL + Bronkopneumonia + gizi buruk
Plan (P) :
- IVFD Asering 16 tetes/menit
- Ceftriaxon 300mg/12jam/iv
- Paracetamol sirup 3 x 1 cth
- Elkana sirup 1 x 1 cth
- Edotin 2 x cth
- Konsul gizi
F100 250cc tiap 4 jam
Pemberian makanan lunak (bubur) sebanyak 5 kali dalam sehari
10
BAB III
DISKUSI
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan merasa lemas, nyeri pada kaki
dan tidak bisa berjalan. Menurut orang tua penderita sedikit tampak pucat selama
sakit disertai nafsu makan menurun dan terjadi penurun berat badan 4 kg. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kulit pucat, konjungtiva anemis dan splenomegali
schuffner IV. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Selain itu, pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang
dilakukan di RSUD dr. Wahidin Makassar didapatkan:
- Selularitas : hiperseluler
- Eritropoietik : aktivitas menurun, ditemukan prekursor eritroid satu-satu
- Leukopoietik : aktivitas meningkat, ditemukan prekursor limfoid,
monoton sel-sel limfoblast, ratio inti sitoplasma meningkat, anak inti tidak
jelas
11
- Trombopoietik: aktivitas menurun, ditemukan megakariosit satu-satu
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alvolus dan
jaringan interstisial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme. Bila
perenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh
alveolus satu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris. Bila proses tersebut
tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak-bercak
tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia.[8,9]
Pada kasus ini, pasien mengalami batuk berlendir, demam, napas cepat dan
kadang-kadang mengalami sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipnea dan
bunyi rhonki, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita bronkopneumonia.
Untuk menangani bronkopneumonia pada pasien diberikan terapi antibiotik
golongan sefalosporin berupa ceftriaxon serta antipiretik paracetamol sebagai
penurun panas. Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak usia 4 bulan-5
tahun yaitu bakteri Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,
Streptococcus pneumoniae dan virus Adeno, virus Influenza, virus Parainfluenza.
Pemilihan antibiotik lini pertama pada bronkopneumonia dapat menggunakan
golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif
terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin.
12
Pasien pada kasus ini juga mengalami gizi buruk berdasarkan pengukuran
menggunakan Z score. Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup
lama yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada
<-3SD tabel baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Z-score. Gizi buruk
secara klinis terdiri atas marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.[10,11]
Penanganan gizi buruk yang dilakukan terdiri atas 10 langkah, yaitu:
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi
Pasien diberikan 50 mL cairan glukosa 10% melalui oral.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi (pasien tidak mengalami hipotermi)
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi (pada pasien tidak terjadi dehidrasi)
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
Pada pasien ini terdapat penyakit penyerta yaitu bronkopneumonia sehingga
diberikan antibiotik golongan sefalosporin
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Pada pasien ini diberikan :
o B complex 1 x 1 tablet
o Vitamin C 1 x 2 tablet
o Vitamin A 200.000 IU
o Asam folat 5 mg hari pertama
Asam folat 1 mg hari kedua, dan seterusnya
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Pada fase stabilisasi energi yang dibutuhkan adalah 80-100
kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 gr/kgBB/hari, dan cairan 130
ml/kgBB/hari. Pada pasien energi yang dibutuhkan adalah 800-1000
kkal/kgBB/hari, protein 10-15gr/kgBB/hari, dan cairan
1300ml/kgBB/hari.
Fase transisi energi yang dibutuhkan adalah 100-150 kkal/kgBB/hari,
protein 2-3 gr/kgBB/hari, dan cairan 150 ml/kgBB/hari. Pada fase ini,
kebutuhan energi pasien adalah 1000-1500 kkal/kgBB/hari, protein 20-
30gr/kgBB/hari, dan cairan 1500 ml/kgBB/hari
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan makanan untuk tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Pada kasus ini, selain didiagnosis bronkopneumonia dan gizi buruk, pasien
juga didiagnosis leukemia limfoblastik akut.
13
Leukemia limfoblastik akut merupakan keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid atau sel progenitor limfoid di sumsum tulang disertai anemia,
febris, perdarahan dan infiltrasi sel ganas ke organ lain. Lebih dari 80% kasus, sel
sel ganas berasal dari limfosit B, sisanya merupakan bentuk leukemia sel.
TLeukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan
terdiri dari 2 tipe yaitu LLA 82% dan LMA 18%. [1,2,3]
Pada kasus ini, belum diketahui secara pasti penyebab anak mengidap LLA,
kerena menurut pengkuan orang tua anak tidak memiliki cacat genetik dan dalam
keluarga tidak ada yang mengidap penyakit keganasan. Selain itu, tidak terdapat
masalah selama kehamilan maupun saat persalinan. LLA sering dihubungkan
dengan gangguan genetik, penyebab utama LLA sampai saat ini masih belum
diketahui. Faktor lingkungan yang memperberat resiko terjadinya LLA adalah
pemaparan terhadap radiasi ion dan elektromagnetik. Selain itu beberapa jenis
virus juga berkaitan dengan insiden LLA, terutama HTLV (virus leukemia T
manusia). Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak dengan gangguan
imnunodefisiensi kongenital seperti Wiscott-Aldrich Syndrome, Congenital
Hypogammaglobulinemia dan Ataxia-Telangiectasia. [12,13]
Secara klinis presentasi dari LLA sangat bervariasi, tidak spesifik dan
singkat bahkan terkadang ada yang bersifat asimtomatik dan terdeteksi ketika
melakukan pemeriksaan rutin. Kebanyakan pasien mendapati keluhan seperti
14
demam selama 3 4 minggu sebelum terdiagnosa, bersifat intermiten. Selain itu
juga disertai keluhan karena kegagalan sumsum tulang seperti :
Patofisiologi leukemia
15
menunjukkan adanya inhibisi eritropoiesis normal akibat peningkatan sel
leukemia di sumsum tulang. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang dan pemeriksaan imunophenotype. Pada pasien ini telah
dilakukan pemeriksaan aspirasi susmsum tulang dan didapatkan keadaan
hiperseluler, penurunan aktivitas eritropoietik dan trombopoietik, peningkatan
aktivitas leukopoietik, ditemukan prekursor limfoid, monoton sel-sel limfoblast.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan pasien mengalami leukemia
limfoblastik akut.
Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, imunophenotipe sangat
membantu menentukan diagnosa leukimia. Antibodi monoklonal merupakan
penemuan yang sangat spesifik. Pada pemeriksaan imunophenotipe ditemukan
85% LLA adalah sel B dan 15% adalah sel T dimana klasifikasi imunologik
tersebut masih dapat pengelompokan subgroup yang menunjukkan sel B yang
lebih imature yang disebabkan pre-B sel menunjukkan prognosis yang berbeda
dari B sel yang lebih matang. Pre B-sel dikaitkan dengan prognostik yang buruk
dan kemungkinan relaps, sedangkan sel B pada umumnya menunjukkan prognosis
yang lebih baik dibanding sel-T.[4]
Klasifikasi LLA yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
sistem FAB (French-American-British), yaitu :[6]
L1: sel sel limfoblas kecil dengan sitoplasma sempit, anak inti tidak
tampak dengan kromatin homogen
L2: Limfoblas lebih besar dengan sitoplasma lebih luas, kromatin lebih
kasar, satu atau lebih anak inti
L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik dan bervakuol, anak inti banyak,
kromatin berbercak.
Pasien ini tergolong dalam LLA-L1 karena pada pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang didapatkan ratio inti sitoplasma meningkat dan anak inti tidak jelas.
16
obat-obat anti leukimia sehingga diharapkan bahwa sumsum tulang akan
membentuk lagi sel-sel hemopoetik normal. [5]
Terapi leukimia terdiri dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara lain7:
1. Terapi spesifik (kemoterapi)
Protokol Indonesia 2006 adalah protokol yang buat oleh Unit Kelompok
Kerja Hematologi Onkologi Indonesia dan ditetapkan oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia untuk terapi pasien tersebut LLA. Protokol terbagi menjadi 2
skema berdasarkan kelompok risiko. Terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi,
pemeliharaan) untuk kelompok SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk
kelompok HR. Fase induksi meliputi pemberian obat-obat methotrexate,
vincristine, L-asparaginase, daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6
minggu.
a. Fase Induksi
Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini
diberikan prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin, L-
Asparaginase, dan Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar
diberikan dengan dosis 40 mg/m, untuk resiko tinggi diberikan
Dexametasone dengan dosis 6 mg/m, diberikan per oral pada minggu
ke-0 sampai minggu ke 6. Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m
secara intravena. Diberikan pada minggu pertama sampai minggu ke
enam. Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
dari umur pada minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam kali
dalam dosis 6000 U/m secara intravena pada minggu ke 4 dan 5.
Daunorubicine diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis
30 mg/m.
b. Fase Konsolidasi
Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-
Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m pada minggu
ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara intratekal
dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10, dan 12. Metotrexate
dosis tinggi diberikan bersama dengan Leucovorin rescue, diberikan pada
minggu ke 8, 10 dan 12.
c. Fase Re-Induksi
17
Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari
Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung
umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine diberikan
dalam dosis 1,5 mg/m secara intravena, diberikan pada minggu ke-14
sampai minggu ke-17. Dexametasone diberikan per oral dengan dosis 6
mg/m pada minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine diberikan secara
intravena dalam dosis 75 mg/m diberikan secara intravena empat kali
pada minggu ke-15 dan empat kali pada minggu ke-17. L-Asparaginase
diberikan secara intravena empat kali pada minggu ke-15 dan 17.
d. Fase Maintenance
Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan
Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m pada
minggu-minggu yang tidak diberikan 6- Merkaptopurine dan Metotrexate
bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5 mg/m secara
intravena.
2. Terapi suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk
penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi. [3,6]
Pada kasus ini, pasien hanya mendapatkan terapi suportif yaitu transfusi
PRC untuk mengatasi keadaan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan serta pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Selain itu, pasien
juga diberikan terapi simptomatik yaitu antipiretik dan mukolitik karena pasien
mengalami batuk dan demam. Pasien belum mendapatkan terapi spesifik
(kemoterapi) karena pihak keluarga belum bersedia.
18
Pada anak anak dengan leukemia limfoblastik akut yang mendapatkan
kemoterapi juga dapat mengalami komplikasi, sel yang lisis dalam jumlah besar
akan menyebabkan hiperurisemia, hyperkalemia dan hiperfosfatemia yang dapat
menjadi nefropati, atau gagal ginjal juga bisa karena infiltrasi langsung dari
leukemia. Pengobatan sistemik maupun sistem saraf pusat dapat menyebabkan
leukoensefalopati, mikroangiopati, kejang maupun gangguan intelektual pada
beberapa anak.[1]
19
DAFTAR PUSTAKA
20
6. Schwartz WM, Leukositosis dalam Pedoman Klinis Pediatri 2005 : 441 445
7. Windiastuti E & Mulawi C. 2002. Gangguan Metabolik pada Leukemia
Limfositik Akut dengan Hiperleukositosis. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 1:
31 35.
8. Priyanti ZS, dkk. 2002. Pneumonia komuniti: Pedoman
diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
9. Danusantoso H. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
Penerbit hipokrates
10. Pusat data dan informasi departemen kesehatan Republik Indonesia 2006.
Glosarium data & informasi kesehatan..
11. WHO Severe Acute Malnutrition:
http://www.who.int/nutrition/topics/malnutrition/en/
12. Corwin, E.J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
hlm. 170.
13. Gustaviani R.,Sudoyo. 2007. Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hlm.189-192.
21