Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

“Pasien Wanita 26 Tahun Pompholyx”


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh:
Afriyani Syamsir (2019086016267)

Pembimbing:
dr.Rani, Sp.KK, M.Kes, FINSDV

SMF KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
PAPUA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul :
“Pasien Wanita 26 Tahun Dengan Pompholyx”

Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Kulit dan Kelamin Rumah
Sakit Umum Jayapura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura

yang dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal :
Tempat :

Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian SMF Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

dr. Rani, Sp.KK, M.Kes, FINSDV


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Dyshidrotic Hand Eczema disebut juga sebagai pompholyx,dyshidrotic

hand dermatitis, dan palmoplantar eczema. Eksema Vesikular Palmoplantar

(palmoplantar eczema) adalah dermatitis endogen akut atau kronis pada tangan

dan kaki dengan karakteristik klinis berupa vesikel kecil sampai besar dan

gambaran histologis vesikel spongiotik.1.2

Penyakit ini ditandai dengan lesi pruritus yang dapat berlangsung kronik

atau berulang selama beberapa bulan hingga tahun. Etiologi pasti dari penyakit ini

belum diketahui, namun ada beberapa faktor eksaserbasi. Alergi terhadap nikel

merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan dishidrosis. Selain itu,

sebanyak hampir 40% kasus menunjukkan hiperhidrosis juga dapat menyebabkan

dishidrosis terutama pada musim panas.2

Eksema Vesikular Palmoplantar terbagi atas 4 kategori :

pompholyx,chronic vesiculobullous hand dermatitis,hyperkeratotic hand

dermatitis,dan id reactions. Kategori pertama yaitu pompholyx adalah istilah yang

digunakan pada kondisi akut dari eksema vesikular palmoplantar dan sering

terjadi pada musim semi dan musim gugur, serta dapat berhubungan dengan

stress. Cheiropompholyx dan podopompholyx adalah istilah yang digunakan jika

mengenai bagian telapak tangan atau telapak kaki. Kategori kedua yaitu chronic

vesiculobullous hand dermatitis,atau disebut juga dyshidrotic hand eczema atau

dyshidrotic hand dermatitis, biasanya ditandai dengan vesikel-vesikel kecil pada

sisi lateral jari-jari. Kategori ketiga yaitu hyperkeratotic hand dermatitis

umumnya terjadi pada daerah sentral dari telapak tangan. Kategori keempat yaitu
id reactions adalah dermatitis vesikulobullosa yang umumnya timbul pada sisi

lateral jari-jari yang disebabkan oleh infeksi di tempat lain dari tubuh.3

1.2 Epidemiologi

Perbedaan dalam definisi dan klasifikasi mempersulit penilaian insidens

sebenarnya. Pompholyx merupakan manifestasi hand dermatitis yang paling

sedikit, pada studi satu populasi, prevalensi pompholyx selama 1 tahun sebesar

0,5%. Pada studi yang sama,prevalensi hyperkeratotic hand dermatitis sebanyak

2% dari seluruh penyakit dermatosis tangan.3

Dalam satu studi di Swedia, pompholyx merupakan 6% (51 dari 827) dari

kasus hand eczema. Sedangkan Burton JL pada tahun 1992 menemukan

pompholyx pada  5-20% kasus hand eczema. 1

Studi di India menunjukkan bahwa pompholyx memiliki frekuensi tertinggi

pada kelompok usia 21-40 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki.4

1.3 Etiopatogenesis

Penyebab pasti terjadinya dishidrosis masih belum diketahui.Sebagian besar

kasus adalah idiopatik 7.Selain reaks id, penyebab langsung dari dermatitis

vesikular palmoplantar pada tangan jarang diketahui.Walaupun teori lama

mengenai dishidrosis yang menyatakan disfungsi kelenjar keringat telah ditolak,

namun terminologi dishidrosis masih digunakan 1,3.

Pada beberapa kasus didapatkan kaitan mengenai distribusi lesi dengan

hyperhidrosis palmoplantar yang makin memberat di cuaca panas dan keluhan

yang berkurang denganmeringankan hyperhidrosis secara simpatektomi. Namun,

hyperhidrosis belum dapat dikategorikan penyebab langsung terjadinya

dishidrosis5.
Beberapa faktor penyebab yang berhubungan dengan pompholyx, antara

lain atopi, kontak alergi, stress psikologis dan cuaca panas. 3 Pada suatu studi

meunjukkan bahwa riwayat atopi pribadi atau keluarga didapatkan pada 54 dari

131 pasien pomfoliks. Schwanitz menyatakan bahwa atopi dapat disimpulkan

menjadi salah satu faktor penting terjdadinya dishidrosis. Kontak langsung

dengan allergen dapat menyebabkan timbulnya reaksi vesikular palmar. Beberapa

allergen tersebut yaitu primin, isopropyl paraphenylenediamine,

benzoisothiazolones dan dichromates.Bahan seperti parfum, wewangian dan

balsem dapat dipertimbangkan sebagai alergen potensial 5.

Pompholyx pernah dilaporkan terjadi setelah penggunaan piroxicam dan

menelan beberapa bahan metal seperti nikel, kobal, dan krom ,dan setelah terapi

immunoglobulin intravena. Dishidrosis yang berkaitan dengan terapi

immunoglobulin intravena biasanya bergejala dalam beberapa hari setelah

infuse8.

Suatu studi menunjukkan bahwa bahan metal yang tertelan dapat memicu

dan memperberat eksema vesikular palmoplantar. Pola eksema pada tangan yang

serupajuga didapatkan pada pasien yang sensitif terhadap nikel .Infeksi jamur

pada tubuh, biasanya pada kaki, dapat memicu eksema pada telapak kaki. Pada

beberapa kasus pomfoliks didapatkan berkaitan dengan infeksi jamur dermatofit.

Infeksi bakteri juga dapat menjadi salah satu faktor, terutama jika eksema

vesikular diiringi dengan timbulnya pustul pada telapak tangan atau kaki. Peran

stress psikologis pada pasien dishidrosis masih sulit dinilai. Pada beberapa pasien

didapatkan berhubungan dengan episode stress, namun belum dapat dinilai

korelasinya. Pompholyx dapat terjadi pada orang-orang yang rentan stress, namun
perlu diperhatikan bahwa pompholyx sendiri dapat menyebabkan stress, terutama

jika mengganggu pekerjaan 5 .

Pada beberapa pekerja yang terpapar cairan berlebihan pada tangan seperti

penggunaan sarung tangan lebih dari 2 jam per hari atau mencuci tangan lebih

dari 20 kali per hari merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadinya eksema

pada tangan 6.

1.4 Gambaran Klinis

a. Pompholyx3

 Pada pompholyx akut timbul banyak vesikel yang dalam pada telapak

tangan, bagian lateral jari-jari tangan dan terkadang timbul pada telapak

kaki dengan pola yang simetris (lihat gambar 4.1)

Gambar 4.1

 Timbul lepuhan “tapioca-like appeareance” yang didahului oleh rasa gatal

dan tidak nyaman10( lihat gambar 4.2)


Gambar 4.2

 Lepuhan ini dapat bersatu, mengering dan sembuh tanpa pecah (Lihat

Gambar 4.3)

Gambar 4.3

 Lepuhan bisa rupture secara spontan dan meninggalkan erosi yang kering.

Fase akut biasanya diikuti dengan deskuamasi (lihat gambar 4.4)


Gambar 4.4

 Self-limited dalam 2-3 minggu dan biasanya berulang kembali. Infeksi

bakteri sekunder pada phompolyx dapat menyebabkan selulitis.

b. Dermatitis Vesikobullosa Kronik(chronic vesicobullous hand dermatitis)3

Dermatitis Vesikobullosa Kronik lebih sering dijumpai dibandingkan

pompholyx dan lebih sulit untuk diobati karena sering kambuh.

 Vesikel kecil berukuran 1-2mm yang berisi cairan yang jernih

berlokalisasi di bagian lateral jari-jari, telapak tangan dan telapak kaki

seperti pada phompolyx (lihat gambar 4.2)

 Karena kondisinya sudah kronis, gejala klinisnya sudah berubah dan

terlihat pecah-pecah (fissured) dan tampak hyperkeratosis (lihat gambar

4.1 dan 4.5)


Gambar 4.5

 Pada kasus yang sudah lebih lama, kuku dapat menjadi distrofik 6

 Pola dihidrosiform mungkin dapat terlihat selama eksaserbasi 6

c. Dermatitis Hiperkeratosis(hyperkeratotic hand dermatitis)3

 Biasanya pada laki-laki usia muda-lanjut

 Secara umum nampak dengan plak hyperkeratosis kronik yang gatal (lihat

gambar 4.5)

d. Reaksi Id (id reactions)3

 Vesikel eritematous pada bagian lateral jari-jari dan telapak tangan dan

terasa gatal (lihat gambar 4.6)

Gambar 4.6
 Munculnya mendadak dan merupakan respon terhadap proses inflamasi,

khususnya pada infeksi jamur.

 Reaksi id dikatakan sebagai reaksi alergi terhadap jamur atau antigen

yang diproduksi selama proses inflamasi, oleh karena itu mengobati

infeksi yang mendasarinya dapat memulihkan reaksi id ini.

1.5 Pemeriksaan penujang

a. Laboratorium

Dalam mendiagnosis ekzema palmoplantar vesikular, pemeriksaan pertama

adalah untuk menilai kaki untuk mengeluarkan kemungkinan diagnosis

dermatofit. Kedua, pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) di tangan harus

mengeklusi diagnosis tinea manum. Dan tes patch digunakan untuk mengeluarkan

kemungkinan diagnosis dermatitis kontak atau reaksi sistemik untuk kontak

alergen.3 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk ekzema

palmoplantar vesikuler, walaupun kadar IgE meningkat pada pasien dengan

riwayat atopi.1

b. Histopatologi

Gambaran histopatologi tergantung dari kronisitas penyakit. Lesi primer

berbentuk vesikel yang muncul sebagai vesikel spongiotik intraepidermal yang

tidak melibatkan acrosyringia di kedua mikroskop konvensional dan elektron.

Infiltrat limfosit berada di epidermis dengan campuran infitrat yang terlihat juga

pada dermis.3 Pada tahap yang lebih kronis, ada beberapa gambaran yaitu

parakeratosis, akantosis, hiperplasia epidermis yang tidak teratur dengan kurang


atau tidak adanya spongiosis.9 Epidermisnya juga nampak tebal dan lapisan

tanduk diatasnya juga lebih tebal.7

(a) Ekzema Akut (b) Ekzema Subakut (c) Ekzema likenifikasi

kronik

Gambar 5.1 Histopatologi pada ekzema 5

1.6 Diagnosis

Dalam mendiagnosis ekzema palmoplantar vesikuler biasa berdasarkan

gambaran klinis, riwayat penyakit dan kadang-kadang histopatologi. Tes Patch

biasanya berguna untuk membedakannya dari gangguan palmoplantar lainnya

atau dalam mengeliminasi faktor lain yang memperburuk seperti paparan iritan

dan alergi kontak. Penyakit ini terjadi selama beberapa minggu dengan gejala

adanya rasa gatal pada vesikel baru dan rasa nyeri pada fissura dan lesi sekunder

akibat infeksi. Gambaran ruam pada onset awal adalah vesikel yang berukuran

kecil (1 mm), tampak seperti “tapioca-like” dengan susunan cluster. Bulla

kadang-kadang dapat dijumpai. Pada onset lanjut, dijumpai papul, likenifikasi,

fisura yang nyeri dan erosi akibat pecahnya vesikel. Lesi sekunder akibat infeksi

dikarakteristikkan dengan pustul, krusta, selulitis, limfangitis, dan limfadenipati

yang sangat nyeri. Distribusi dari ruam adalah 80% pada tangan dan kaki, dimana

tempat predileksi dimulai dari bagian lateral jari-jari, telapak tangan, telapak kaki,
dan pada keadaan lanjut pada bagian dorsal jari-jari. Berbagai kondisi kulit pada

tangan dan kaki yang sangat sulit untuk dibedakan dengan dermatitis

vesikobullous manus. Beberapa diagnosa juga dapat berdampingan.3

1.7 Diagnosis Banding

Dermatitis kontak alergi secara klinik tidak dapat dibedakan dengan ekzema

di tangan lainnya, dan tes patch harus dipertimbangkan untuk pasien dengan

penyakit yang berulang, atipikal atau terus-menerus.7 Dermatitis iritan biasanya

terjadi setelah mencuci, menggunakan sabun yang keras atau kulit tangan tidak

cukup lembab. Bentuk penyakitnya simetris dan kronis dan mempengaruhi

punggung jari dan sela jari.3

Gambar 7.1 Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis atopik pada tangan dikaitkan dengan beberapa faktor yaitu:

dermatitis tangan sebelum umur 15 tahun, ekzema yang persisten di badan, kulit

kering dan gatal ketika dewasa, dan dermatitis atopik yang meluas ketika masa

kanak.7 Lokasi biasanya pada punggung tangan terutama di jari dengan gambaran

lesi eritem, vesikel, krusta , eksoriasi, dan skuama.3


Gambar 7.2 Dermatitis Atopik

Infeksi paling sering dari tinea, bisa meniru dermatitis tangan

endogen.Pemeriksaan KOH mungkin berguna dalam mengesampingkan infeksi

tinea primer. Dalam kasus-kasus kronis dermatitis tangan, infeksi jamur dan

bakteri dapat menyertai, dan pengobatan dapat mengakibatkan peningkatan gejala

klinis.3

Gambar 7.3 Tinea Pedis dan Tinea Manuum

Psoriasis dan dermatitis psoriasiform biasanya dapat dibedakan dengan lesi yang

berbatas tegas, numular, atau plak bersisik dan relatif kurang gatal.Dermatitis tangan

psoriasiform dapat terjadi tanpa riwayat keluarga. Diagnosis dibuat terutama

berdasarkan gambaran klinik dan histopatologi.3


Gambar 7.4 Psoriasis

Keratolisis exfoliativa merupakan penyakit kronis, asimptomatis dan

pengelupasan kulit yang bukan akibat dari proses peradangan di telapak tangan

maupun kaki yang sering terjadi selama musim panas. Hal ini diduga lebih sering

terjadi pada orang dengan hiperhidrosis. Kondisi ini biasanya self-limited dan

asimptomatis, dan hanya membutuhkan emolien.3

Gambar 7.5 Keratolisis Exfoliativa


1.8 Tatalaksana

1. Farmakoterapi

Topikal Fisik Sistemik


Lini Kortikosteroid Ultraviolet A-1 Prednisone
Pertama3
Psoralen & Ultraviolet Cyclosporine
A
Narrowband ultraviolet Mycophynolate
B mofetil
Methotrexate
Alitretinoin
Lini Agen Pengering Grenz Ray Entanercept
Kedua3 (Drying Agents)
Tacrolimus Iontophoresis
Pimecrolimus Sympathectomy
Retinoids Intradermal botulinum
toxin
Calcipotriene
Lini azathioprine
Ketiga3

a) Terapi topikal3

 Steroid topikal yang poten biasanya digunakan sebagai firstline pengobatan

namun meningkatkan peluang terjadinya infeksi sekunder

 Agen pengering topical seperti Domeboro, larutan Burow (alumunium

subacetate) atau potassium permanganate baik pada keadaan akut.

 Topikal tacrolimus sama efektifnya dengan ointment momenthasone furoate

0.1% pada pasien dengan pompholyx vesikuler pada telapak tangan

dansetelah 2 minggu pengobatan terlihat DASI (Dyshidrotic Ezcema Area

and Severity Index) berkurang lebih dari 50%

 Topikal retinoid dan calcipotriene berfungsi untuk maturasi sel epidermal

baik untuk hyperkeratosis palmar eksema.


b) Terapi Sistemik3

 Prednisone baik untuk pompholyx dan vesikular dermatitis kronik.

 Cyclosporine pada dosis 3mg/kg/hari dan 5mg/kg/hari telah diteliti mampu

untuk mengobati kronik vesikuler dermatitis, namun jika cyclosporine

dihentikan gejalanya biasanya kembali terjadi

 Mycophynolate mofetil pada dosis 2-3mg/kg/hari telah dilteliti mampu

untuk pengobatan vesikuler dermatitis kronik.

 Methotrexate telah tebukti mampu untuk mengobati vesikuler eczema

kronik pada dosis rendah yaitu 12.5-22.5 mg/minggu

 Ultraviolet B, topikal, sistemik dan “bathwater” psoralen serta Ultraviolet

A dengan atau tanpa PUVA bisanya digunakan pada eksema vesikuler

kronik yang parah

 Penelitian menunjukkan bahwa terapi menggunakan Ultraviolet A-1

memiliki hasil yang hamper sama dengan penggunaan PUVA, selain itu

efek samping PUVA seperti reaksi fototoksik dan resiko karsinogenik

berkurang dengan penggunaan Ultraviolet A-1

 Alitretinoin merupakan novel retinoid dengan efek anti-inflamasi

merupakan pegobatan terbaru untu eksema palmoplantar yang masih

diteliti. Ini merupakan obat satu-satunya yang diterima sebagai pengobatan

eczema pada tangan yang tidak merespon pada obat steroid topical

c) Terapi Radiasi dan Imunoterapi3

 Terapi menggunakan Etanercept dilaporkan berhasil mengobati eksema

dishidrosis sebelum akhirnya relaps setelah 4 bulan


 Azathioprine terbukti manjur untuk mengobati paien phompolyx pada suatu

studi, namun pada penelitian lain melaporkan bawha penggunaanya dapat

memicu myelotoksisitas

 Superficial radiotherapy (Grenz Ray) terbukti sukses mengobati beberapa

pasien dengan eksema kronik yang resisten.

d) Terapi Lain

 Iontophoesis, sympathectomy dan toksin botulinum intradermal merupakan

terapi yang efektif untuk kasus hyperhidrosis dan telah diteliti untuk

pengobatan dermatitis vesikuler kronik3

 Toksin botulinum A baik digunakan pada kasus dermatitis vesikuler yang

sulit sembuh terutama pada pasien-pasien kondisinya diperparah dengan

hiperhidrosis, selain itu penggunaan toksin botulinum A efeknya lebih

tahan lama dibandingkan obat topikal lain seperti kortikosteroid2

2. Non-farmakoterapi7

 Sebisa mungkin hindari kontak dengan detergen dan sabun

 Mencuci tangan dengan menggunakan air hangat dan sabun bebas bahan

pembersih

 Setelah mencuci tangan gunakan emoilenuntuk mencegah evaporasi air dan

menjaga tangan tetap lembut

1.9 Pencegahan

Pencegahan adalah bagian penting dari terapi pada kebanyakan kasus,

terutama bila terdapat faktor resiko. Menghindari alergen yang ditemui juga dapat

membantu, seperti makanan dan tanaman; alergen seperti sabun. Menggunakan

sarung tangan vinil bukan lateks yang dianjurkan karena bahan tersebut rendah
dalam memberikan alergi.Tes Patch dapat dipertimbangkan pasien untuk

mengidentifikasi alergen. Modifikasi paparan lingkungan terhadap faktor resiko

seperti gesekan dan udara dingin. Sering menggunakan emolien khususnya krim

pelindung yang dapat membantu untuk mempertahan fungsi normal kulit.

Mempertahan diet rendah Kobalt telah disarankan untuk mengurangi jumlah

kejadian dishidrotik.3

1.10 Prognosis

Dishidrosis merupakan penyakit yang jinak bisa berlangsung kronis dan

sering kambuh tetapi dapat terjadi remisi spontan dalam 2 sampai 3 minggu. 7

Interval dalam serangan bisa terjadi dalam minggu hingga bulan. Pada beberapa

orang pompholyx dapat menjadi kronik.Adapun infeksi sekunder yang dapat

mempersulit yaitu pustul, krusta, selulitis, limfangitis, dan limfadenipati dengan

nyeri hebat.3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. AS

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bhayangkara

Pendidikan : S1

Agama : Islam

Status : Mahasiswa

2.2 Anamnesa

a. Keluhan Utama : Kulit gatal dijari tangan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Nn.AS datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dok II


Jayapura, dengan keluhan gatal di kedua jari tangan. Rasa gatal sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya rasa gatal dirasakan di jari manis kanan
kemudian kelingking kanan pasien juga mengeluhkan rasa gatal dan awalnya
berbentuk berupa gelembung-gelembung kecil namun karena rasa gatal ia
menggaruknya. Pasien juga mengeluhkan kadang jarinya berasa kering dan
pecah-pecah hal tersebut hilang timbul. Pernah diobati namun timbul lagi.

c. Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada

 Riwayat alergi disangkal

 Riwayat kontak dengan pasien lain (-)

 Riwayat sakit kulit lainnya (-)


d. Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama (-)

 Riwayat alergi disangkal ,

 Riwayat ibu menderita DM (-)

e. Riwayat sosial dan kebiasaan

Pasien merupakan mahasiswa profesi dokter yang sedang menjalani

coass di RSUD Jayapura, tinggal di rumah keluarga bersama 1 orang teman

tetapi mereka tidak memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status generalis

- Keadaan umum : Tampak sakit ringan

- Kesadaran : Compos mentis

- Keadaan gizi : Normal

- Berat badan : 61 kg

- Tinggi badan : 162 cm

- Tekanan darah : 110/80 mmHg

- Nadi : 88 x/m

- Respirasi : 22 x/m

- Suhu : 36,60C

1. Kepala dan Leher


 Kepala : Normocephal, simetris, rambut berwarna hitam, mudah
rontok .
 Muka : Simetris.
 Mata : Exoftalmus (-/-), konjungtiva anemis(-/-), sclera ikterik (-/-),

edema palpebra (-/-).


 Hidung : Deformitas (-), deviasi (-), secret (-/-).
 Telinga : Normal, tidak ada kelainan kulit
 Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), oral candidiasis (-),

stomatitis (-), caries (-).


 Leher : Perubahan warna kulit (-), tidak tampak benjolan dan tidak

teraba benjolan/ pembesaran KGB lokal.


2. Thoraks :

o Paru

 Inspeksi : Simetris, Ikutgeraknafas

 Palpasi : Vocal fremitus D=S

 Perkusi : Sonor di kedualapangparu

 Auskultasi : Suaranapasvesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)

o Jantung

 Inspeksi : Iktuskordistidakterlihat

 Palpasi : Iktuskordisteraba

 Perkusi : Pekak

 Auskultasi : Bunyi jantung I-II Reguler, Gallop (-), Murmur (-)

3. Abdomen

o Inspeksi : Datar

o Auskultasi : Bisingusus (+) Normal

o Palpasi : Supel, Nyeritekan (-), Hepar/Lien: tidak teraba

o Perkusi : Timpani

4. Ekstremitas atas : Akral hangat, kering, merah, tidak ada edema, tidak sianosis, CRT

< 2 detik
5. Ekstremitas bawah : Akral hangat, kering, merah, tidak ada edema, tidak sianosis,

CRT <2 detik

Status Dermatologis

 Distribusi : Regional

 Lokasi : Regio Manus Dextra digiti IV dan V

 Efloresensi : Skuama halus

 Bentuk lesi : Tidak Teratur

Gambar 1. Regio Manus Dextra digiti IV dan V

2.4 Diagnosis Kerja

Pompholyx

2.5 Diagnosis banding

1. Dermatitis kontak alergika

2. Dermatitis Kontak Iritan


3. Dermatitis Atopik

4. Palmaris Pustulosis

2.6 Pemeriksaan penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk penyakit ini namun

patch test bisa dilakukan untuk menyingkirkan dermatitis kontak atau reaksi

sistemik terhadap alergen. Kadar IgE mungkin akan meningkat pada pompholyx.

2.7 Penatalaksanaan

Non medikamentosa

1. Memberitahukan bahwa penyakit pasien kemungkinan besar akan berulang.

2. Memberitahukan kepada pasien bahwa penyakit pasien bukan penyakit yang

berbahaya.

3. Memberitahukan kepada pasien untuk menjaga kebersihan untuk

menghindari infeksi.

4. Memberitahukan kepada pasien untuk me-manage stress yang dirasakan

pasien.

5. Memberitahukan pasien untuk memakai obat sesuai anjuran dokter.

Medikamentosa

Pasien diberikan Cetirizin yang sebagai anti histamine dan clobetasol

proprionate sebagai topical kortikosteroid untuk mengurangi rasa gatal.


2.8 Prognosis

 Quo ad vitam : Dubia ad bonam

 Quo ad functionam : Dubia ad bonam

 Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. HD Pusponegoro E. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2015.p.151-152.
2. Schultz R.Botulinum Toxin A for the Treatment of Dyshidrotic Hand Eczema.School
of Physician Assistant Studies.2014;6-13.
3. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. McGraw Hill; 2012.
p188,187-194.
4. Handa S,Kaur I,Gupta T,Jindal R.Hand Eczema : Correlation of morphologic
patterns,atopy,contact sensitization and disease severity.Indian J DermatolVenerol
Leprol.2012(78);153-158.
5. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.
8th ed. Blackwell Publishing: 2010. p23.16-23.17,23.4.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. Elsevier Publishing: 2011. p72-73.
7. Leung AKC, Barankin B, Hun KL. Dyshidrotic Eczema. Enliven: Pediatr Neonatol
Biol. 2014(1); 1-3.
8. Lee KC, Ladizinski B. Dyshidrotic eczema following intravenous immunoglobulin
treatment.CMAJ. 2013; 185(11).
9. Gelmetti CN.Chapter 39 : Pompholyx. In : Irvine A,Hoeger P,Yan A,editors.
Harper’s Textbook of Pediatric Dermatology,3 rd ed. Blackwell Publishing. 2011.
p.39.
10. Bolognia JL,Jorizzo JL,Rapini RP. Dyshidrosis. Dermatology Second Edition Vol. 1.
New York : Mosby Elsevier. 2008. p.543.

Anda mungkin juga menyukai