Anda di halaman 1dari 128

Sakit Kepala

Kel 3
Benson Safira F.
Febri Laurent S.L. Solita
Y.
Maxius G. Syifa R.
Definisi dan Klasifikasi Sakit Kepala
Febri Laurent Susilowati Larosa
1606827574
Definisi Sakit Kepala
Sakit kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah
kepala, termasuk meliputin daerah wajah dan tengkuk leher (Perdossi, 2013).

Menurut HIS, sakit kepala merupakan rasa sakit yang terletak di bagian atas
garis orbitomeatal.

Sakit kepala atau cephalgia adalah sakit yang dirasakan di daerah kepala
atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah
kepala (Goadsby, 2002).
Klasifikasi Sakit Kepala Menurut IHC
Primary headache •Sakitkepala merupakan diagnosis utama, bukandisebabkankarenaadanyapenyakitlain
(sakit kepala •Sakit kepala
tidakdisertaiadanyapenyebabstrukturalorganikataupunsuatupenyakityangmendasarinya
yang

primer)

Secondary
headache (sakit •Sakitkepala merupakan gejala ikutan karenaadanya penyakit lain, seperti:sinus,hipertensi,
radang,premenstrual disorder,dll.

kepala sekunder)
Painful cranial neuropathies
and
otherfacialpains(Nyerikepalad •Neuropati cranial menggambarkan jenis sakit kepala yang terjadi karena saraf di leher, kepala dan
bagian atas meradang dan menjadi sumber rasa sakit kepala ataupun nyeri wajah
enganneuropatikranial,nyeri
wajahlaindannyerikepalalainn
ya)
Primary Headache (Sakit Kepala Primer)

Sakit kepala primer masih dibagi


berdasarkan profil gejalanya
menjadi :
1. Migraine
2. Trigeminal autonomic
cephalagias (TACs)
3. Tension Type Headache (TTH)
Migraine
• Migrain adalah gangguan otak episodik dengan serangan sakit
kepala yang
berhubungan dengan mual, muntah, dan hipersensitivitas terhadap
cahaya, suara, dan bau.
• Prevalensi 18% pada wanita, 6% pada pria
• Puncak prevalensi: 20-40 tahun
• 75%-80% penderita migrain memiliki riwayat keluarga mengidap
migrain/nyeri kepala
Migraine

Migraine with Migrainewithout


aura aura

Choronic Complication of
migraine migraine
Migrainwithout aura
• Sakitkepalaberulang,berlangsungselama4-72 jam
• Cirikhas:sakitpadabagianunilateraltanpa disertai gejala aura
• Berdenyutdenganintensitassedanghinggaberat

Migrainwith aura
• Setidaknya1gejalaauramunculdanberlangsungselama5-60menit
• Auraakandisertaisakitkepalasetelah60menit
• Sakitpadabagianunilateral
Chronic Migraine

• Sakitkepalamuncul15hariataulebihdalamsebulanselama3bulan.
• Setidaknya8haridalamsebulanadalahmigrain.
Komplikasi Migrain

Statusmigrainosus
• Migrainselamalebihdari72jamdanmelemahkantubuh.

Persistent aura without infarction


• Gejalaaurabertahanselama1mingguataulebihtanpainfarkpadaneuroimaging.

Migrainousinfarction
• Satuataulebihgejalaauraberhubungandenganlukaotakiskemikpadatempatyangditunjukkanneuroimaging.

Migraine aura-triggered seizure


• Seizure yangdirangsangolehseranganmigraindenganaura.
Trigeminal Autonomic Cephalagias (TACs)

Cluster Paroxysmal Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks


Hemicrania
Headache hemicrania continua
• Unilateral (supraorbital, orbital, temporal) • Nyeripadaorbital, supraorbital,dan/atautemporal • Serangannya sedang sampai berat • Unilateral
• Serangannya berat yangberatsecaraunilateraldalam2-30menit, terjadi beberapa kali dalam • Unilateral • Munculselama>3bulan,denganeksaserbasiintensitassedanghinggatin
• 15-180menit sehari • Terjadi satu ggi
• Memenuhi gejala ipsilateral • Serangannya diatas 5 kali perhari dan sangat sering kalisehari,disertaidenganlakrimasi(produksiairmataberlebihan)dankeme • Gelisah,akanterasasakitjikamelakukangerakan.
• Terjadi sehari sekali sampai 8 kali. • Serangannya dapat dicegahdenganindomethacin rahanpadamataipsilateral. • Dapatdicegahdenganindomethacin.
• 1-600detik
Tension Type Headache (TTH)
 (TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti tekanan atau
ketegangan di dalam dan disekitar kepala yang berasal dari jaringan
myofascial.
 Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan nyeri akibat kontraksi
menetap otot- otot kulit kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa kencang
seperti pita di sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah
oksipitoservikalis.
Infrequent episodic Frequent episodic Chronic tension-type Probable tension-type
tension-type headache tension-type headache headache headache
10 episode serangan dalam 10 episode serangan dalam 1- 15 >15 hari/bulannya >15 hari/bulan selama > 3
hari/bulan dalam waktu
<1 hari/bulan (atau <12 dalam waktu > 3 bulan bulan (atau > 180
paling tidak selama 3 bulan (atau
hari/ tahun) 12 -180 hari pertahunnya) hari/tahun), nyeri kepala
(atau >180 hari/tahun) berlangsung

Nyeri kepala berakhir Nyeri kepala berakhir Sakit tidak meningkat Selama sekian jam paling
dalam 30 menit sampai 7 dalam 30 menit sampai 7 tidak 2 jam atau terus
karena aktivitas rutin menerus kontinyu, bilateral,
hari bilateral, menekan hari, bilateral, menekan,
mengikat. mengikat rasa menekan/mengikat.

Tidak berdenyut, ringan atau Tidak berdenyut, ringan Frekuensi sakit kepala Ringan atau sedang, tidak
sedang, tidak ada mual/ atau sedang, ada mual/ ada mual/muntah,
muntah, mungkin ada
yang sangat tinggi per
muntah, mungkin ada mungkin ada
fonofobia/ fotofobia. fonopobia/ fotopobia,
harinya fotopobia/ fonopobia,

Sama sekali tidak ada Sama sekali tidak ada Disebabkan oleh penyakit ETTH Sama sekali tidak ada
hubungannya dengan penyakit hubungannya dengan penyakit hubungannya dengan penyakit
nyeri kepala lain nyeri kepala lain nyeri kepala lain
KlasifikasiTension-
TypeHeadache

Infrequent Frequentepisodic Probable


Chronic tension-
episodic tension- tension-type tension-type
type headache
type headache headache headache
Secondary Headache
(Sakit Kepala Sekunder)
Sakit kepala yang merupakan gejala ikutan karena
adanya kondisi atau penyakit lain.
Tipe Sakit Kepala Sekunder yang Spesifik
SakitKepalaRebound
• Disebabkankarenaseringnyamenggunakanobatperedanyeri

SakitKepalaThunderclap
• Membuatpenderitanyamengalamisakitkepalayangparah,terjadisecaratiba-
tiba,dandenganpenyebabdasarberpotensifatalsepertipendarahandiotak.

SakitKepalaSpinal
• Disebabkanolehkurangnyacairanserebrospinalsetelahanestesiatautrauma.
Klasifikasi Sakit Kepala Sekunder Menurut IHS
Sakitkepalakarenaada Sakitkepalakarenaadany Sakitkepalakarenagang
agangguanpadapembulu guanintracranial non-
nyacederapadabagian hdarahkranialatauleher,s vaskular,sepertitumord
kepaladan/atauleher epertistroke ankanker

Sakitkepalakarenainfek
Sakitkepalakarenasubst
si,sepertiflu,
ansikimiaatauobat- Sakitkepalakarenaadanyagangguanpadatengkorak,leher,mata,telinga,hidung,
sinus,gigi,mulut,ataupunstrukturwajahlain
meningitis,
obatan
HIV/AIDS,dll

Sakitkepalakarenaadan
yagangguanhomeostasi Sakitkepalakarenaada
s,sepertiperubahanling nyagangguankejiwaan
kunganfisik
Pembahasan Kasus Pemicu Nomor 1&2
Kasus :
DY (30 tahun) dengan riwayat sakit kepala yang selalu kambuh. Sakit kepala muncul saat
beraktivitas dan selalu diawali dengan gangguan visual dan diakhiri dengan muntah.
1. Apa yang terjadi pada DY!
2. Sakit kepala seperti apa dengan keluhan di atas?
Pembahasan :
Berdasarkan keluhan yang dialami oleh DY, pasien didiagnosis menderita sakit kepala primer, yaitu
migraine with aura (migrain dengan aura). Hal ini dikarenakan, sakit kepala yang dialami oleh DY,
selalu diawali dengan gangguan visual, dimana gangguan visual termasuk dalam salah satu gejala
aura (tanda-tanda yang dirasakan sebelum terjadi migrain). Selain gangguan visual, gejala aura
dapat pula berupa gangguan sensoris, gangguan motorik, dan gangguan bicara/bahasa. Selain itu,
migrain dengan aura juga ditandai dengan pasien yang mengalami muntah, sama seperti yang
dialami oleh DY.
PATOFISIOLOGI
Migraine
Fase Migraine
Gambaran klinik pada migraine dapat dibagi
atas 4 fase:

FaseProdromal FaseAura

FaseSerangan FasePostdromal
1. Fase Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase postdromal yang
berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala
pada fase ini adalah kepala terasa ringan, irritable,
depresi/euphoria, tidur berlebihan dan ingin makan makanan
tertentu seperti makanan manis.
2. Fase Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan
pasien. Khas pasien melihat seperti melihat kilatan lampu blits
(photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan hilangnya
sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating
scotoma). Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau
tusukan jarum pada lengan, dysphasia. Fase ini berlangsung antara
5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai aura.
3. Fase Serangan
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat.
Biasanya hanya pada salah satu sisi kepala tetapi dapat juga
pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya
(photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering
memburuk saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat
ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72 jam.
4. Fase Postdromal
Setelah nyeri kepala hilang. Saat ini nyeri kepala mulai mereda
dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini pasien
akan merasakan lelah, irritable, konsentrasi menurun, nyeri
pada ototnya.
Teori Mekanisme Migraine

Patofisiologi dari migraine masih belum jelas,


namun ada dua teori yang menjelaskan terjadinya
migraine.
• Teori pertama adalah teori vaskular yang
menyebutkan bahwa pada serangan migrain terjadi
vasodilatasi arteri ekstra kranial.
• Teori kedua adalah teori neurologi yang
menyebutkan bahwa migren adalah akibat
perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang
berbeda dan dimediasi perubahan sistem
neurotransmisi.
Sistem Trigemino-vaskular
• Sensitisasi nyeri terdapat di reseptor meningeal dan neuron trigeminal
sentral. Sebagian besar pembuluh darah intracranial mendapatkan
inervasi sensoris dari ganglion trigeminal, dan menghasilkan
neuropeptide yang akan mengaktivasi nosiseptor-nosiseptor
(neuropeptida:CGRP, Subs P, NKA, PACAP, NO, PGEI2, bradikinin,
serotonin dan ATP).

• Mekanisme aktivasi sist. trigeminovaskular tdk sepenuhnya


dimengerti. Diduga diatur oleh noradrenergik dan neuron serotonergik
di dalam batang otak. Oleh karena itu, terjadinya migrain berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara aktivitas neuron serotonergik dan
noradrenergik dalam batang otak.
• Modulasi melalui kimia-biokimiawi, mekanik, ionik atau sinaptik dan
neurovaskuler akan merangsang serat saraf
C serta aktivasi akson trigemino-vaskuler. Semua ini mengakibatkan
pelepasan bahan P (P substance ), neurokinin A (NKA), dan calsitonin
gene-related peptide (CGRP). Senyawa tersebut berasal dari ganglion
nervus trigeminus sesisi.

• Substansi P, NKA, dan CGRP mengakibatkan ekstravasasi protein


plasma, sedangkan substansi P dan NKA menimbulkan vasodilatasi.

• Neutotransmitter peptidainduksi inflamasi steril yang aktifkan


nociceptive afferent trigeminal pada pemb darah produksi nyeri.

• Transmisi nyeri juga berjalan ke sentral menuju otak dan aktifkan


nukleus-nukleus di otak yg menyebabkan tjdnya beberapa gejala. C/:
mual, muntah.
• Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah ini mengakibatkan aliran darah
berkurangreaksi hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi sel
saraf menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktivitas sel saraf menurun
menimbulkan gejala scotoma. Peristiwa tersebut disebut dengan cortical spreading
depression (CSD). CDS menyebabkan hiperemia di dalam durameter, edema neurogenik di
dalam meningens, dan aktivasi neuronal di dalam Trigeminal Nucleus Caudalis (TNC)
ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migrain tersebut mempunyai konstribusi pada aktivasi
trigeminal, yang mencetuskan timbulnya nyeri kepala.

• Pada serangan migrain, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem trigeminovaskular,
dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peningkatan Ca sebagai
penghantar yang menaikkan aktivasi protein kinase seperti, serotonin, bradykinine,
prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzim NOS. Proses tersebutlah yang menjadikan adanya
penyebaran nyeri, allodynia, dan hiperalgesia pada penderita migrain.
5-HT sebagai mediator dalam
patogenesis migraine
• Plasma dan konsentrasi platelet dari 5-HT
bervariasi pada berbagai fase berbeda
dari serangan migraine.
• Konsentrasi urin dari 5-HT dan
metabolitnya meningkat selama banyak
serangan migraine.
• Migraine biasanya diresepkan dengan
obat yang menghasilkan pengeluaran 5-
HT dari tempat intraselular. (reserpine,
fenfluramine)
Faktor Pencetus Migrain
• Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), emosional,
makanan seperti buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang
mengandung alkohol, hawa terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, dan bau atau suara yang
tidak menyenangkan.
• Faktor intrinsik adalah perubahan hormonal pada wanita dimana
nyeri kepala berhubungan dengan hari tertentu siklus menstruasi.
Hanya didapatkan 3 dari 600 penderita yang mengalami migrain
pada saat menstruasi. Pemberian pil KB dan waktu menopause juga
sering mempengaruhi serangan migrain.
Patofisiologi
Cluster Headache and Tension-Type
Headache
Cluster Headache

• Cluster
Headache akan
terjadi jika 3
system terlibat ,
yaitu :
1.Trigeminovascular
System
2.Parasympatic
nerve fibres
3.Hypotalamus
1.Trigeminovascular
System
• Tipe neuron yaitu
pseudounipolar , yang
terbagi menjadi 2 bagian :
– Akson perifer :
memproyeksikan ke
durameter & pembuluh
kranial
– Cabang pusat :
memproyeksikan ke
kompleks
trigeminocervical di
batang otak
• Setelah aktivasi saraf
trigeminal , aferen
perivaskular
melepaskan CGRP
(calcitonin gene-related
peptide) , yaitu
vasodilator kuat yang
momodulasi aktivitas
neuron trigeminal
nociceptive
2.Parasympathetic nerve
fibres
(Trigeminal autonomic reflex)
• Ada aktivitas refleks dari aliran
parasimpatik dari SSN via saraf
wajah (VIIth cranial) , terutama
melalui pterygopalatine
(sphenopalatine )ganglion , yang
bekerja sbg sistem umpan balik
positif untuk melebarkan
pembuluh darah (vasodilatasi)
dan lebih lanjutnya akan
mengiritasi ujung trigeminal .
3.Hypotalamus
Tension-type Headche (TTH)
• Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang
menekan (pressing/ tightening), mengikat, bersifat ringan hingga
sedang yang terjadi pada periode singkat (episodik) atau terus-
menerus (kronis)
• Gejala pada TTH sangat sedikit, seperti tidak adanya muntah ,mual ,
aktivitas rutin tidak berdampak buruk ,dll yang terdapat pada sakit
kepala migrain
• Patofisiologi sakit kepala jenis TTH belum jelas , tetapi ada klaim
bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi , yaitu
– Mekanisme perifer ( nosisepsi dari jaringan miofasial perikarnial) –> ETTH
– Mekanisme sentral ( peningkatan eksitabilitas dari SSP) –> CTTH
Patofisiologi TTH
Con’d
Faktor Pencetus TTH
• Faktor Psikologi
• Faktor Lingkungan
• Faktor Stress (F.utama)
• Faktor tekanan mental (F.utama)
• Nitric Oxide (NO)
• Faktor Genetik : Pada CTTH , resiko keturunan
menderita CTTH meningkat 3x lipat
Terapi Non Farmakologi
Febri Laurent Susilowati Larosa
1606827574
Terapi Non Farmakologi
• Chiropractic  dilakukan dengan cara pelurusan tulang belakang dengan
menariknya melalui kaki, sehingga darah dapat mengalir bebas atau lancar.
• Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
• Akupuntur  terapi menggunakan jarum-jarum yang ditusukkan pada titik-titik
tertentu untuk mengendorkan saraf dan otot yang menegang.
• Berbaring di tempat gelap  cahaya yang terlalu terang dapat memicu saraf pada
mata untuk melakukan kontraksi, sehingga jika kontraksi tersebut terjadi maka
rasa sakit kepala akan menjadi lebih parah.
• Pijat atau mencium minyak angin  untuk membuat otot menjadi rileks kembali.
• Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah : ‰
 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi.
 Menghindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.
Terapi Farmakologi
Maxius G.
Safira F. R.
Syifa R.
Anti-
emeti
k
Metoclopramide
Domperidone
Ondansetron

OPIOID
Anti-
depresa
n
Inhibitory System GABA & Excitatory
System
(Obat Anti Epilepsi)
Na Blocker
• Phenytoin
• Carbamazepin
• Asam Valproat
Phenytoin
Interaksi Obat

AsamValproat
Karbamazepin
Fenobarbital
49
Carbamazepin
INTERAKSI OBAT
Asam Valproat, Phenytoin, Phenobarbital
dapat menginduksi enzim
CYP3A4meningkatkan metabolisme
Asam Valproat, Lamotrigine, Tiagabine,
Topiramatemenurunkan konsentrasi Asam
Valpoat, Lamotrigine, Tiagabine, Topiramate
EFEK SAMPING
Diplopia
Ataksia
Gangguangastrointestinalringan
Ketidakstabilan
Mengantuk
Hiponatremia
Asam Valproat
Interaksi obat
AsamValproatmenggeserphenytoindariproteinplasma

Valproatemenginhibisimetabolismeobatsepertifenobarbital,fenitoin,dancarbamazepine

Inhibisimetabolismefenobarbitaldapatmeningkatkantingkatbarbituratdanmenyebabkanpingsanataukoma.

Valproatemengurangiklirensdarilamotrigine
Calcium Bloker

• Ethosuximide
Ethosuximide
Noradrenaline
alpha-1 adrenergic antagonist
• Indoramine
• Oxetorone
Beta Blockers
Menghambat pelepasan norepinefrin melalui mediasi beta-1 agonis aksi, sehingga
mengurangi hiperaktivitas katekolaminergik pusat.
Merupakan Antagonis 5-HT1A dan 5-HT2B receptors, mengurangi rangsangan saraf.

Menghalangi reseptor beta adrenergik menghasilkan penghambatan dilatasi arteri.

Menghalangi trombosit untuk melekat bersama-sama dan dengan demikian


melepaskan zat yang menyebabkan pembuluh darah mengerut dan melebar.
Memiliki sifat stabilisasi membran
Interaksi
Calcium channel blockers and digoxin (Lanoxin)
dapat menurunkan tekanan darah sampai tahap
berbahaya.
Propranolol mengurangi metabolisme thioridazine
(Mellaril), meningkatkan konsentrasi thioridazine in
tubuh dan berpotensi menyebabkan detak jantung
Antagonis
abnormal. histamin, cimetidine (Tagamet), telah
terbukti meningkatkan efek beta blocker dengan
menghambat kerusakan dalam hati. Dosis beta
blocker harus dikurangi
Anti-emetik
Metoclopramide
Ondansentron
• The use of ondansetron : a selective serotonin
5-HT3 receptor antagonist
NSAID
Mekanisme Kerja NSAID
• Menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) baik
COX-1 maupun COX-2.
• COX merupakan enzim yang berperan penting dalam jalur
metabolisme asam arakhidonat dan bertanggung jawab
atas biosintesis prostaglandin dan autokoid tertentu yang
berkaitan.
• Penghambatan pada COX-2 mengakibatkan adanya aksi
analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi sedangkan
penghambatan pada COX-1 mengurangi efek samping pada
saluran pencernaan.
Penggolongan NSAID
Berdasarkan Struktur Kimia
• Salicylates: Aspirin (acetyl ester), Diflunisal (defluorophenyl)
• Para-aminophenol derivative: Acetaminophen
• Acetic acid derivatives: Indomethacin (methylated indole),
Sulindac (sulfoxide prodrug), Etodolac (pyranocarboxylic
acid), Tolmetin (heteroaryl acetate derivative), Ketorolac
(pyrrolizine carboxylate) dan Diclofenac (phenylacetate
derivatives)
• Fenamates (N-phenyl-anthranilates): Mefenamic acid,
Meclofenamate dan Flufenamic acid
• Propionic acid derivatives: Ibuprofen, Naproxen, Fenoprofen,
Ketoprofen, Flurbiprofen dan Oxaprozin
• Enolic acid derivatives: Piroxicam, Meloxicam dan
Penggolongan NSAID
Berdasarkan Waktu Paruh
• Short Acting Non-Steroidal Anti-
Inflammatory Drugs: Ibuprofen, Diclofenac,
Ketoprofen, dan Indomethacin
• Long Acting Non-Steroidal Anti
Inflammatory Drugs: Naproxen, Meloxicam,
dan Piroxicam
NSAID
• Nyeri
Indikasi • Demam
•• Ibu hamil dan menyusui
Peradangan(Inflamasi)
• Penderitadenganulkus atau
pendarahan usus, sakit
lambung, rasa panas dalam
Kontraindik perut
asi • Penderita dengan tekanan
darah tinggi, penyakit
jantung, hati,danginjal
•• Sakit perut●Anemia
Penderita yang
• Diare
alergiterhadapAINS
EfekSamping • Mual
• Anemia
INTERAKSI OBAT
No. Kombinasi Obat Interaksi Obat
ACE akan mencegah pemecahan
NSAID dan
kinin yang akan menstimulasi
1. Angiotensin-Converting
produksi prostaglandin dan
Enzyme
menyebabkan bradikardi
NSAID menekan fungsi normal
2. NSAID dan warfarin trombosit dan memungkinkan
terjadinya pendarahan
NSAID dan obat NSAID meningkatkan tekanan
3.
hipertensi darah pasien hipertensi
NSAID dan Meningkatkan keparahan ulkus
4.
kortikosteroid lambung
Farmakokinetik
• NSAID mudah diabsorpsi dari
saluran GIT. Cmaxterjadi setelah
Absorpsi 1-4 jam.
• Adanya makanan dapat
• Volume
menurunkan distribusi sangat
tingkat absorpsi.
rendah (kurang dari 0,2 L/kg).
Distribusi • NSAID terikat pada protein
• sekitar 95-99%,
Metabolisme biasanya
NSAID dilanjutkan
albumin.
famili oleh CYP3A atau CYP2C
Metabolism dari enzim P450 di hati.
e • Rute metabolisme hepatik: Fase
• ITotal
diikuti fase tubuh
klirens II dan fase II dari
kurang
(glukoronida
200 ml/menit.langsung).
Ekskresi • Ekskresi renal melalui filtrasi
glomerulus atau melalui sekresi
Contoh NSAID
Aspirin, Ibuprofen dan
Naproxen
Aspirin
Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Penggunaa
Samping n
325-650 mg -Nyeri -Ibu hamil Gangguan Sebelum
tiap 4-6 jam ringan -Anak dibawah pencernaan atau
sampai 12 tahun dan -Sakit perut sesudah
sedang anak sedang -Mengalami makan
-Demam disusui perdarahan
-Ulkus atau memar
lambung di beberapa
-Hemofilia bagian
tubuh
Farmakokinetika
Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi

-Di saluran cerna, -Di sirkulasi, 80- -Aspirin -Melalui ginjal


kemudian 90% terikat dihidrolisis jadi sebanyak 5,6-
dihidrolisis dengan protein asam salisilat di 35,6%
menjadi asam pasma GIT dan sirkulasi -Waktu paruh
salisilat -Hampir ke darah eliminasi 15-20
-Kadar puncak seluruh cairan -Waktu paruh : 2- menit
dalam plasma tubuh & jaringan 4,5 jam ( dosis
tercapai dalam 1-2 terapetik); 18-36
jam jam (dosis
berlebih)
-80% asam salisilat
pada dosis kecil
dimetabolis di
hepar
Ibuprofen
Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Penggunaa
Samping n
400-800 mg -Demam -Ibu hamil -Trombosit- Sesudah
tiap 6 jam dan nyeri -Penderita ulkus openia makan
pada anak peptikum -Ruam
-Nyeri - -Inflamasi
ringan Hipersensitifitas saluran
sampai Ibuprofen atau pencernaan
berat NSAID lainnya -Pandangan
kabur
-Nyeri dada
dan sesak
Farmakokinetika
Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi

Mudah dicerna 90-99% terikat Terjadi di hati Diekskresikan


melalui saluran di protein melalui urin
pencernaan plasma dalam bentuk
utuh dan
metabolit inaktif
Naproxen
Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Penggunaa
Samping n
220 mg tiap -Nyeri -Ibu hamil -Sakit perut Sesudah
6-8 jam -Peradang- -Pasien yang -Diare makan
an mempunyai -
-Demam riwayat alergi Penglihatan
-Pasien dengan kabur
masalah ginjal -Telinga
terasa
berdengung
.
Farmakokinetika
Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi

Mudah dicerna -Didistribusikan Mengalami 80%


melalui saluran ke jaringan glukuronidasi diekskresikan
pencernaan tubuh melintasi (45-55%) dan via urin dan
plasenta dan sulfasi (30-35%) sekitar 3%
memasuki ASI di hati diekskresikan
-Protein plasma dalam bentuk
mengikat sekitar utuh
25%
Analgesik Opioid
Mekanisme Kerja Analgesik Opioid
• Terdapat tiga tipe reseptor opioid klasik, yaitu Reseptor μ (Mu), Reseptor δ (delta),
dan reseptor κ (kappa).
• Reseptor μ memiliki efek analgesik, depresan pernafasan, sedasi, dan memodulasi
hormon dan neurotransmitter.
• Reseptor δ juga memiliki efek analgesik dan memodulasi hormon dan
neurotransmitter.
• Reseptor κ memiliki efek analgesik, miosis, dan sedatif.
• Secara klinis, sebagian besar opiod yang digunakan relatif selektif dengan reseptor
μ. Opiod bekerja dengan menutup kanal ion Ca2+ pada saraf prasinaps sehingga
menghambat kalsium ke dalam sel sehingga mengurangi dan menghambat
pelepasan neurotransmitter (glutamat), asetilkolin, serotonin, dan substansi P yang
menyebabkan transmisi rangsang nyeri menjadi terhambat. Opioid juga
mendorong hiperpolarisasi neuron postsinaps dengan cara membuka kanal K+.
Analgesik Opioid
• Nyeri ringan, sedang sampai parah
Indikasi • Edema paru
• Tambahandalamanastesi

• Ibu hamil
• Pasiendengancederakepala
Kontraindika • Pasiendengangangguanfungsiparu
si • Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
hati
• Pasiendenganpenyakitendokrin

• Gelisah dan hiperaktif


• Mualdanmuntah
Efek Samping • Hipotensi
• Konstipasi
INTERAKSI OBAT

• Sedatif hipnotik: Peningkatan depresi sistem saraf pusat,


depresi terutama pernapasan.
• Penenang antipsikotik: Peningkatan sedasi. Efek variabel
pada depresi pernapasan. Aksentuasi efek kardiovaskular
(tindakan antimuskarinik dan α-blocking).
• Inhibitor monoamine oxidase: Kontraindikasi relatif
terhadap semua analgesik opioid karena tingginya insiden
koma hyperpyrexic; hipertensi juga telah dilaporkan.
Farmakokinetik
• Opioid diserap dengan baik bila
diberikan melalui rute subkutan,
Absorpsi intramuskular, dan rute oral. Namun
dosis oral perlu lebih tinggi karena akan
mengalami first pass metabolism.
• Opoid terikat pada protein plasma dan
terlokalisasi dalam konsentrasi tinggi di
Distribusi jaringan perfusi seperti otak, paru –
paru, ginjal, hati, limpa.

Metabolism • Opoid sebagian besar dikonversi


menjadi metabolit polar (kebanyakan
e glukoronat) yang mudah diekresi ginjal.

• Opioid dieksresikan melalui urin


Ekskresi dan sebagian kecil ditemukan di
empedu.
Contoh Analgesik Opioid
Morfin
Morfin
Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Penggunaan
Samping
-Oral, -Meng- -Hipersensitivitas -Mual dan Sebelum dan
sublingual, hilangkan -Ileus paralitik muntah sesudah
buccal: 5-30 rasa sakit -Depresi -Sedatif, makan
mg setiap 3- pada pasien pernapasan euphoria,
4 jam jika yang -Asma bronkial disforia
diperlukan memerlukan -Kerusakan -Mengin-
-Tablet lepas analgesik gastrointestinal duksi bradi-
lambat: opioid -Gagal jantung kardi dan
Dosis max. hipotensi
1600 mg sekunder
oral/hari -Konstipasi
-Intravena: 1- -Depresi
2,5 mg pernapasan
Farmakokinetika
Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi

Bioavailabilitas Vd = 1-6 L/kg -90% di hati -7-10% diekskresi


30% -Dikonversi ke melalui feses
bentuk -Cl = 20-30
dihidromorfin, mL/menit
normorfin,
morfin-3-
glukoronida, dan
morfin-6-
glukoronida
-Hampir semua
dikonversi
menjadi
metabolit
glukoronida,
hanya 5% yang
Gap Junction
Gap Junction
• Studi terbaru menunjukkan bahwa saluran gap junction
tampaknya terlibat dalam patofisiologi migrain dengan
aura.
• Tonabersat dipilih untuk uji klinis sebagai agen anti-migrain.
• Studi praklinis menunjukkan bahwa tonabersat
menghambat depresi penyebaran kortikal (CSD) dan
neurogenik inflamasi pada model binatang migrain.
• CSD adalah gelombang aktivitas listrik yang bergerak di
seluruh korteks serebral dan diusulkan untuk memicu
migrain aura dan menyebabkan sakit kepala migrain.
• Dalam perjalanan waktu uji coba model hewan,
ditampilkan tonabersat untuk menghambat
sambungan gap neuronal-glial di ganglion trigeminal
(TGG), menunjukkan bahwa senyawa ini dapat
mencegah perifer sensitisasi dalam ganglion.
• Hasil uji klinis dan studi farmakokinetik menunjukkan
tonabersat itu lebih cocok sebagai obat profilaksis
harian untuk migrain dengan serangan aura dari pada
pengobatan migrain akut
Tonabersat
Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Samping
15, 25, 40 dan Profilaksis sakit -Hipersensitivi-tas -Mual
80 mg kepala migrain -Ileus paralitik -Pusing
-Depresi pernapasan -Kelelahan
-Asma bronkial -Infeksi saluran
-Kerusakan pernapasan atas
gastrointestinal -Infeksi saluran
-Gagal jantung kemih
Terapi Nyeri Kepala Secara
Farmakologi
Safira Rizky Fidiana
160687923
Triptan
Triptan
• Triptan atau agonis reseptor serotonin (5-HT1
reseptors) digunakan sebagai terapi lini pertama untuk
pasien moderate sampai severe migraine dan sebagai
terapi penyelamatan ketika pengobatan non-selektif
tidak efektif.
• agonis selektif reseptor 5-HT1B dan 5-HT1D.
• Generasi pertama : sumatriptan
• generasi kedua : zolmitriptan, naratriptan, rizatriptan,
almotriptan, frovatriptan, dan eletriptan
Mekanisme
Triptan meredakan migrain dengan 3 cara,
1. normalisasi dilates arteri intracranial dengan
vasokonstriksi,
2. inhibisi peripheral neuronal, dan
3. inhibisi transmisi melalui second-order
neurons dari trigeminocervical complex.
Profil Farmakokinetik Triptan
Dosis Triptan
Triptan
Efek Samping
Paresthesias (kesemutan), fatigue (kelelahan), pusing,
kemerahan, sesasi hangat, dan mengantuk. Efek samping lokal
dilaporkan terjadi di rute subkutan (pada daerah injeksi) dan
intranasal yakni nasal discomfort.
Kontraindikasi
Triptan kontraindikasi dengan pasien yang memiliki riwayat
penyakit jantung iskemik (angina dan myocardial infaction),
hipertensi tak terkontrol, penyakit serebrovaskular, migrain
hemiplegik dan basilar.
Triptan
• Triptan tidak boleh diberikan dalam 24 jam bersamaan
dengan derivat ergotamin
• Pemberian sumatriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan dalam
2 minggu pengobatan dengan monoamine oxidase
inhibitors (MAO inhibitor) tidak direkomendasikan.
• Pengobatan bersamaan dengan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs) atau serotonin-norepinephrine
reuptake inhibitors (SNRIs) (misalnya duloxetine,
venlafaxine, dan sibutramine) dapat menyebabkan sindrom
serotonin.
Contoh Sediaan
Ergot Derivatives
Ergot Derivatives
• Ergotamin tartat dan dihidroergotamin digunakan untuk pengobatan
moderate to severe migraine.
• reseptor non selektif agonis 5-HT1 yang mengkonstriksi pembuluh
darah intracranial dan ihibisi berkembangnya inflamasi neurogenic pada
sistem trigeminovaskular.
• ergot derivates juga dilaporkan terlibat dalam central inhibition dari
jalur trigeminovascular.
• memiliki aktivitas pada reseptor α-adrenergik, β-adrenergik, and
dopaminergik. Pada dosis terapetik, ergot derivates juga dapat
konstriksi vena dan ateri.
• Ergotamine mempunyai efek paling efektif pada pemberian pada tahan
awal migrain.
Dosis
Ergot Derivatives
Efek Samping
• Mual dan muntah, abdominal pain, lemas, kelelahan,
kesemutan, nyeri otot, diare,dan sesak.

Kontraindikasi
• Pasien dengan gagal ginjal dan hati, penyakit pada pembuluh
darah perifer dan serebral, hipertensi tak terkontrol, sepsis, dan
pada wanita hamil. Dihidroergotamin tidak menyebabkan nyeri
kepala, tetapi dosis yang digunakan untuk ergotamine tartrat
harus dipantau untuk mencegah berbagai komplikasi.
Ergot Derivatives
Interaksi Obat
• Alkaloid ergot tidak boleh digunakan dalam 24 jam
apabila sedang mengonsumsi triptan dan obat lain
yang menyebabkan vasokonstriksi.
• Terjadi vasospasme parah seiring terapi dengan
ergotamine dan protease inhibitor. Hal ini terjadi
karena efek inhibisi oleh inhibitor protease pada
isoenzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4) dan
meningkatnya kadar ergotamin dalam darah.
Contoh Sediaan
Antidepresan
antidepresan
Antidepre
san
Antidepresan
Algoritme
Terapi
Algoritma Terapi Sakit Kepala
Febri Laurent Susilowati Larosa
1606827574
1. Hasil diagnosis pasien yang berupa migrain
2. Pasien diberikan edukasi terlebih dahulu mengenai sakit kepala secara umum dan memberi tahu
faktor-faktor pemicunya
3. Mengukur tingkat keparahan sakit kepala yang diderita pasien dan menentukan penanganan yang
terbaik berupa terapi non farmakolgi maupun terapi farmakologi (abortif atau profilaksis)
4. Jika sakit kepala disertai muntah-muntah, maka diberikan antiemetik (mis. Prochlorperazine atau
metoclopramide) 15-30 menit sebelum terapi oral atau non-oral (suppositoria, nasal spray, atau
injeksi)
5. jika sakit kepala masih terholong ringan sampai sedang, dapat diberikan analgesik sederhana
(acetaminophen/aspirin/caffeine) atau obat golongan NSAID (aspirin/ibuprofen/naproxen) sebagai
lini pertama
6. Jika belum memberikan efek, maka diberikan analgesik kombinasi (midrin atau kombinasi
asetaminofen, aspirin, dan kafein)
7. Jika masih belum memberikan efek, diberikan obat golongan triptan
8. Jika triptan masih beum efektif, maka diberikan obat golongan opioid yang dikombinasikan dengan
analgesik dan butorphanol nasal spray

Sedangkan jika sakit kepala sudah tergolong parah maka langsung diberikan dihidroergotamin atau
ergotamin tartrat. Bila masih belum efektif maka diberikan juga kombinasi opioid dan analgesik serta
butorphanol nasal spray
1. Terapi profilaksis di berikan jika terapi pertama tidak memberikan efek.
2. Jika pasien sakit kepala pada saat menstruasi maka pasien diberikan NSAID atau
triptan
3. Jika tidak memberikan efek maka diberikan antagonis beta adrenergik.
4. Jika masih tidak berhasil maka diberikan trisiklik anti depresan.
5. Jika tidak berhasil diganti dengan antikonvulsan.
6. Jika masih tidak berhasil lakukan konsultasi kepada dokter spesialis.
7. Untuk hipertensi atau angina, depresi atau insomnia memiliki alur yang mirip
dengan sakit kepala akibat menstruasi.
8. Sedangkan untuk kejang dan penyakit bipolar, diberikan obat antikonvulsan, jika
tidak berhasil diberikan obat antagonis beta adrenergik, jika tidak memberikan efek
dirujuk ke dokter spesialis.
Algoritma
Terapi
Tension-Type
Headache
1. Sama seperti algoritma tipe sebelumnya bahwa, Algoritma terapi Tension-Type
Headache (TTH) didahului dengan menentukan apakah sakit kepala yang dialami
pasien termasuk kategori TTH atau bukan.
2. Jika pasien mengalami sakit kepala jenis TTH dalam waktu yang belum terlalu lama,
maka di berikan pengobatan akut (Aspirin, NSAID, Midrin, Acetaminophen).
3. Jika terapinya sukses , maka hal selanjutnya adalah menentukan apakah pasien
tersebut perlu diberikan treatment profilaksis atau tidak.
4. Jika tidak, maka terapi dianggap selesai .Jika perlu, maka diberikan Amitriptyline, TCA,
Venfalaxine XR, dan Adjunctive therapy.
5. Jika treatment profilaksis berhasil, maka melanjutkan terapi tersebut sedangkan jika
tidak berhasil, diberikan treatment profilaksis yang lain.
6. Sedangkan jika dari awal terapi tidak sukses, maka pasien langsung diberikan
tratment profilaksis namun selain obat Amitriptyline, TCA, Venfalaxine, dan
Adjunctive therapy).
Algoritma
Terapi
Cluster
Headache
1. Terlebih dahulu ditentukan apakah pasien termasuk pada gejala cluster atau tidak.
2. Jika iya maka tentukan apakah gejala tersebut termasuk kedalam siklus cluster. jika
pasien tidak termasuk dalam siklus tipe cluster,maka diberikan edukasi serta
konsultasi terlebih dahulu mengenai penyakit tersebut.
3. Jika pasien termasuk dalah siklus cluster maka diberikan pengobatan akut berupa
oxygen, Sumatriptan SQ dan intranasal, Zolmatriptan intranasal,DHE, prophylactic
treatmen lalu Bridging treatment dan maintenance prophylaxis.
4. Jika terapi sukses maka lanjutkan terapi tersebut. Jika tidak maka lanjutkan dan
memodifikasi pengobatan akut dan prophylacticnya.
5. Jika masih tidak memberikan efek maka pasien harus dirujuk pada dokter spesialis.
Referensi
• Ashina ,S. ; Bendtsen,L. & Ashina M. 2012. Patophysiology of migraine and tension-
type headache. Techniques in Regional Anaesthesia and Pain Management 16 : 14-18
• Dipiro C V, Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL. Pharmacotherapy Handbook.
Seventh. The MvGraw-Hill Companies; 2009.
• Goodman & Gilman. (2006). The Pharmacological Basis of Therapeutics. ed. 11. USA:
The McGraw-Hill. Laurence, brunton. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis
of Therapeutic 12th ed. New York: McGraw Hill Medical
• Headache, Diagnosis and Treatment of. (2016). Icsi.org. Retrieved from
https://www.icsi.org/guidelines__more/catalog_guidelines_and_more/catalog_guidel
ines/catalog_neurological_guidelines/headache
• Jay ,G.W. & Barkin ,R.L. . 2017. Primary Headache Disorders- Part 2 : Tension-type
headache and medication overuse headache. Disease-a-Month 63 : 342-367
• Ikawati, Z. (2009). Sakit Kepala. Yogyakarta. Retrieved from
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/headache.pdf
• International Headache Society. (2013). The International Classification of
Headache Disorders, 3rd edition (beta version). (2013) (3rd ed.). Retrieved from
http://www.ihs-classification.org/_downloads/mixed/International-Headache-
Classification-III-ICHD-III-2013-Beta.pdf
• Lancet Neurol .2009;8 : 755-64 : Patophysiology of trigeminal autonomic
cephalalgias.
• http://eprints.undip.ac.id/56222/3/SyifaSabillaJatmiputri_22010113120106_Lap.K
TI_Bab2.pdf
• Sarrouilhe, D., Dejean, C., & Mesnil, M. (2014). Involvement of gap junction channels in the
pathophysiology of migraine with aura. Frontiers in Physiology, 5 dalam
scihub.tw/10.3389/fphys.2014.00078

Anda mungkin juga menyukai