FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
2.2. Spray Drying untuk Ekstrak Herbal .............................. Error! Bookmark not defined.
2.3. Prinsip Kerja Spray Drying ........................................... Error! Bookmark not defined.
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.4. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi literatur
dengan mengambil data dari berbagai macam sumber, baik dari buku maupun
literatur dari internet.
5
BAB 2
ISI
6
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Spray Drying
Kelebihan:
• Peralatan digunakan yang relatif sederhana
• Pengeringan cepat dan menghasilkan partikel yang berbentuk sferis dan lebih
seragam
• Makanan yang peka terhadap panas, produk biologis, dan obat-obatan dapat
dikeringkan pada tekanan atmosfer dan suhu rendah.
• Proses spray drying berlangsung cepat oleh karena itu, degradasi termal,
denaturasi dan kehilangan nutrisi pada bahan akan sangat minim sehingga
mungkin digunakan untuk pengeringan terhadap bahan sensitif panas
Kekurangan:
• Membutuhkan investasi modal awal yang besar
• Membutuhkan tenaga teknis yang terlatih untuk pengerjaan dan pemeliharaan
yang baik
• Pengendapan signifikan dari produk atau partikel yang sangat halus pada
dinding ruang pengering.
• Tidak dapat diaplikasikan pada produk yang memiliki sifat lengket karena
akan menyebabkan penggumpalan dan penempelan pada permukaan alat
2.5 Persyaratan dan Parameter Spray Drying
Persyaratan ekstrak yang dikeringkan dengan Spray Drying meliputi berbagai hal
berikut, antara lain:
a. Metode pengeringan ini dapat digunakan untuk ekstrak yang peka terhadap
panas
b. Ekstrak berada dalam bentuk ekstrak tidak terlalu cair atau tidak terlalu pekat.
Parameter Kritis Spray Dryer meliputi berbagai hal berikut ini antara lain
(Mufarida Ana, 2016):
a. Suhu pengeringan → Semakin tinggi suhu udara yang digunakan untuk
pengeringan maka proses penguapan pelarut pada bahan akan semakin cepat,
namun suhu yang tinggi memungkinkan terjadinya kerusakan secara fisik
maupun kimia pada bahan yang tidak tahan panas.
7
b. Viskositas bahan yang masuk → Viskositas bahan yang akan dikeringkan
mempengaruhi partikel yang keluar melalui nozel. Viskositas bahan yang
masuk sebaiknya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah
c. Suhu bahan yang masuk → Peningkatan suhu bahan yang akan dikeringkan
sebelum memasuki alat akan membawa energi sehingga proses pengeringan
akan lebih cepat.
d. Volatilitas Bahan Pelarut → Bahan pelarut dengan tingkat volatilitas yang
tinggi dapat mempercepat proses pengeringan.
2.6 Metode Kerja Spray Drying
2.6.1 Instrumen Utama Spray Drying
Pada teknik pengeringan spray drying, terdapat beberapa
instrumen utama yang digunakan untuk proses pengeringan, yaitu
1. Atomizer
Atomizer befungsi untuk menghasilkan droplet dari cairan yang
akan dikeringkan. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan
sehingga pengeringan lebih cepat terjadi.
2. Chamber
Chamber adalah ruang dimana terjadi kontak antara droplet
cairan yang sebelumnya dihasilkan oleh atomizer dengan udara
panas untuk proses pengeringan.
3. Heater
Heater adalah sumber panas yang menghasilkan udara panas
untuk proses pengeringan. Panas yang diberikan harus diatur sesuai
dengan karakteristik bahan, ukuran dan jumlah droplet yang
dihasilkan.
4. Cyclone
Cyclone merupakan bak penampung hasil proses pengeringan.
Bubuk kering yang telah dihasilkan akan dipompa menuju cyclone
penampung.
5. Bag filter
8
Bag filter merupakan tempat untuk menyaring atau memisahkan
udara pengeringan yang telah digunakan dengan bubuk yang terbawa
setelah proses.
11
e. Bulk density
Bulk density dari sebuk teh hijau dianalisis dengan cara 2 g serbuk
teh hijau dimasukkan ke dalam 10 ml bulk density cylinder. Kepadatan
bulk dihitung dengan membagi massa serbuk dengan volume yang
ditempati dalam cylinder.
f. Kadar Air
Kadar air ditentukan berdasarkan metode gravimetri. Cara kerja
metode ini, yaitu cawan kosong dipanaskan dalam oven pada
temperature 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam eksikator
selama 15 menit, lalu ditimbang (W0). Kemudian serbuk teh hijau
sebanyak 2 gram dimasukan pada cawan yang telah diketahui bobotnya,
lalu ditimbang (W1), lalu dikeringkan dalam oven pada suhu
105°Cselama 3 jam dan didinginkan dalam eksikator selama 15-30
menit, kemudian cawan dan isinya ditimbang dan dikeringkan kembali
selama 1 jam, serta didinginkan didalam eksikator, ditimbang kembali
(W2). Kandungan air dihitung dengan rumus:
12
h. Penentuan Kadar Fenol Total
Kandungan polifenol total ditentukan dengan menggunakan asam
galat sebagai standar. 1,0 ml ekstrak teh hijau dilarutkan, kemudian
dipindahkan ke dalam tabung yang mengandung 5,0 ml Folin-
Ciocalteu's reagen. Kemudian, tambahkan 4,0 ml larutan natrium
karbonat. Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam dan
kemudian diukur absorbansi pada 765 nm.
i. Higroskopisitas
Larutan jenuh dari garam amonium sulfat (kesetimbangan
kelembaban ekuilibrium adalah 80% pada 20 °C) disimpan dalam
gelas kaca yang memiliki 2 saluran, yaitu saluran masuk dan saluran
keluarnya udara. Pompa vakum tipe diafragma digunakan untuk
menghisap udara melalui larutan garam. Timbang kertas saring dan
tambahkan 0,5 g bubuk teh dan sebarkan ke kertas saring lalu
nyalakan pompa. Peningkatan berat sampel dicatat setiap 15 menit
sampai berat sampel konstan. Higroskopisitas dihitung dengan
persamaan berikut:
13
a. Aktivitas Air
Aktivitas air (Water activity, aw) adalah indeks penting untuk
serbuk semprot-kering karena dapat mempengaruhi masa simpan
produk. Umumnya, makanan dengan aw <0,6 dianggap sebagai stabil
secara mikrobiologis. Dari hasil (Tabel 1), aktivitas air serbuk berada
di kisaran 0,21-0,29. Hal ini menunjukkan bahwa bubuk yang
dihasilkan relatif stabil secara mikrobiologis. Kandungan
maltodekstrin dan suhu inlet tidak mempengaruhi nilai aktivitas air
secara signifikan. Namun, interaksi antara konten maltodekstrin dan
suhu inlet mempengaruhi nilai aktivitas air yang menghasilkan
perbedaan pada sampel. Nilai aw tertinggi ditemukan dalam bubuk teh
yang dihasilkan dari 5% maltodekstrin dengan suhu udara masuk 210
°C dan maltodekstrin 7% dengan suhu udara masuk 190°C. Hasil
terendah ditemukan dalam bubuk teh yang dihasilkan dari 3%
maltodekstrin dengan suhu udara masuk 170°C.
b. Karakteristik Warna
Warna adalah salah satu parameter kualitas dalam produk
makanan kering. Nilai L, a, dan b yang diperoleh dari alat,
14
diinterpretasikan menggunakan indeks warna. Berdasarkan indeks
tersebut, nilai L+ menunjukkan warna semakin terang, nilai a+
menunjukkan ke arah warna merah, a- menunjukkan ke arah warna
lebih hijau, b+ menunjukkan ke arah warna kuning, dan b-
menunjukkan warna mengarah ke warna biru.
Gambar 6. Model warna CIELAB
Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan dari hasil bahwa
serbuk teh hijau yang diperoleh dari percobaan ini memiliki warna
kuning kehijauan. Perbedaan perilaku menghasilkan warna yang agak
berbeda dimana peningkatan suhu inlet menghasilkan peningkatan
nilai L, a dan b.
c. Bulk density
Bulk density adalah salah satu sifat serbuk makanan.
Didapatkan hasil bulk density bubuk teh berada di kisaran 0,36-0,48 g
/ ml. Peningkatan suhu pengeringan juga menurunkan kerapatan
curah. Peningkatan suhu inlet menghasilkan penurunan dalam bulk
density karena terjadi peningkatan ukuran partikel dan kecenderungan
partikel menjadi berlubang.
d. Kelarutan
Kelarutan menjelaskan kemampuan serbuk untuk dilarutkan
dalam air. Pada Tabel 1, hasil menunjukkan bahwa kelarutan bubuk
teh berada di kisaran 94- 98%. Kelarutan tertinggi ditemukan dalam
bubuk yang dihasilkan dari 7% maltodekstrin dengan suhu udara
masuk 170 ° C. Hasil terendah ditemukan dalam bubuk teh yang
dihasilkan dari 7% maltodekstrin dengan suhu udara masuk 210 ° C.
Kandungan maltodekstrin tidak secara signifikan berpengaruh pada
kelarutan serbuk sementara suhu inlet mempengaruhi kelarutan. Pada
suhu inlet yang lebih tinggi, dapat terbentuk lapisan permukaan yang
keras di atas partikel bubuk yang dapat mencegah molekul air
menyebar melalui partikel sehingga menurunkan keterbasahan
partikel dan mengurangi kelarutan bubuk,
e. Higroskopisitas
15
Higroskopisitas adalah kemampuan serbuk makanan untuk
menyerap kelembaban dari lingkungan kelembaban relatif tinggi.
Diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa higroskopisitas tertinggi
ditemukan pada bubuk yang dihasilkan dari maltodekstrin 7% dengan
suhu udara masuk 210oC. Hasil terendah ditemukan dalam bubuk teh
yang dihasilkan dari 3% maltodekstrin dengan suhu udara masuk
210°C. Nilai higroskopisitas serbuk teh yang diperoleh bervariasi
antara 8,96-13,72%. Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa
peningkatan konsentrasi maltodekstrin dan suhu inlet menyebabkan
nilai higroskopisitas lebih tinggi.
f. Kadar Air
Kadar air menggambarkan komposisi air dalam makanan. Dari
Tabel 2 menunjukkan kadar air serbuk teh hijau hasil spray dryer
bervariasi dalam kisaran 4,40-4,87%. Kadar air bubuk menurun
seiring meningkatnya suhu inlet. Hal ini disebabkan karena pada suhu
inlet yang lebih tinggi, tingkat perpindahan panas ke partikel
meningkat sehingga memberikan gaya pendorong yang lebih besar
untuk penguapan
Tabel 2. Sifat kimia bubuk teh hijau hasil pengeringan menggunakan spray
dryer
g. Kandungan Polifenol Total
Kandungan polifenol total dianalisis menggunakan asam galat
sebagai standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
kandungan polifenol total dalam serbuk teh bervariasi pada kisaran
14,78-20,37%. Nilai tertinggi ditemukan dalam bubuk yang
16
dihasilkan dari 3% maltodekstrin dengan suhu udara masuk 190oC.
Serbuk yang diproduksi pada kondisi 7% maltodekstrin dengan suhu
udara masuk 190°C memberikan kandungan fenolik terendah. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kandungan maltodekstrin
menghasilkan penurunan kandungan fenolik.
2.7.4 Kesimpulan
Kondisi spray drying menyebabkan perubahan kimia dan fisik
serbuk teh hijau. Perbedaan suhu yang digunakan dalam proses spray
drying mempengaruhi kadar air, kelarutan, bulk density dan karakteristik
warna dari serbuk teh hijau. Pada suhu 210°C, kadar air, kelarutan, bulk
density menurun tetapi semua warna nilainya meningkat. Di sisi lain,
kandungan maltodekstrin hanya mempengaruhi kandungan polifenol total.
Ketika kami meningkatkan konten maltodekstrin, kandungan polifenol total
menjadi meningkat. Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi yang cocok
untuk menghasilkan sifat-sifat yang baik dari bubuk teh hijau adalah bubuk
teh hijau yang ditambahkan 3% matodekstrin dan pengeringan pada suhu
udara 210°C. Kondisi ini memberikan aktivitas air yang rendah,
karakteristik warna yang baik, kelarutan yang tinggi dan low bulk density.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Spray drying merupakan metode yang umum digunakan dalam
pengeringan ekstrak herbal. Masalah yang umum terjadi pada pengeringan
ekstrak herbal yaitu terjadinya pelengketan sehingga perlu ditambahkan
bahan ke dalam ekstrak sebelum dilakukan proses pengeringan seperti corn
starch, maltodextrins, gom arab, cyclodextrins,dan lain-lain.
Prinsip kerja spray drying adalah memproduksi serbuk terdispersi
melalui proses penguapan pelarut melalui atomisasi cairan. Salah satu
kelebihan spray drying adalah Pengeringan cepat dan menghasilkan partikel
yang berbentuk sferis dan lebih seragam. Namun metode ini juga memiliki
kekurangan seperti tidak dapat diaplikasikan pada produk yang memiliki sifat
lengket dan biaya yang dibutuhkan besar. Ekstrak yang dapat dikeringkan
menggunakan spray drying ialah ekstrak yang thermostabil dan memiliki
kekentalan yang sesuai dengan metode. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
metode ini adalah suhu pengeringan,viskositas bahan, suhu bahan, serta
volatilitas bahan pelarut. Contoh ekstrak yang dapat dikeringkan
menggunakan metode spray drying yakni ekstrak teh hijau. Bubuk teh hijau
hasil pengeringan menggunakan metode ini memiliki kualitas yang baik.
3.2. Saran
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat
berlimpah. Sudah banyak pabrik-pabrik obat herbal yang terdapat di
Indonesia. Tetapi tidak banyak dari pabrik-pabrik tersebut menggunakan alat
dengan prinsip modern. Sebaiknya industri herbal di Indonesia menggunakan
alat yang modern sehingga dapat menghasilkan kualitas yang makin baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Md. Amdadul Haque, Yakindra Timilsena, B. A. (2015). Book chapter Spray drying,
(October).
Mufarida Ana, Nely. (2016). Perpindahan Panas dan Massa pada Spray Dryer.
Jember: CV Pustaka Abadi
Mujumdar, Arun S. (2006). Handbook of Industrial Drying Third Edition. Taylor &
Francis Group, LLC.
M.W.Woo, A.S. Mujumdar, W.R.W. Daud. (2010). Spray Drying Technology Vol.
One. Published in Singapore
P, Susantikarn dan N, Donlao. (2016). Optimization of green tea extracts spray
drying as affected by temperature and maltodextrin content. Food Technology
Program, School of Agro-Industry, Mae Fah Luang University, Chiang Rai
57100, Thailand
19