Anda di halaman 1dari 102

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Kimia Skripsi Sarjana

2019

Pengaruh Suhu Terhadap Ekstraksi


Flavonoid dari Kulit Buah Alpukat
(Persea Americana MILL.) dengan
Pelarut Etanol

Wahyuni, Novita
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/24208
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH SUHU TERHADAP EKSTRAKSI
FLAVONOID DARI KULIT BUAH ALPUKAT (Persea
Americana MILL.) DENGAN PELARUT ETANOL

SKRIPSI

Oleh

NOVITA WAHYUNI
140405098

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH SUHU TERHADAP EKSTRAKSI FLAVONOID
DARI KULIT BUAH ALPUKAT (Persea Americana MILL.)
DENGAN PELARUT ETANOL

SKRIPSI

Oleh

NOVITA WAHYUNI
140405098

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi
dengan judul “Pengaruh Suhu terhadap Ekstaksi Flavonoid dari Kulit Buah Alpukat
(Persea americana Mill.) dengan Pelarut Etanol”, berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
teknik.
Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Erni Misran, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian serta penyelesaian
skripsi ini.
2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Maya Sarah, ST, MT, Ph.D., IPM selaku Dosen Penguji I yang turut
memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian
skripsi.
4. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, S.T, M.T selaku Dosen Penguji II yang turut
memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian
skripsi.
5. Ibu Maya Sarah, ST, MT, Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Kimia, FakultasTeknik,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga
kepada penulis.
7. Rizki Harahap selaku rekan penelitian yang selama ini bekerjasama, bertukar
pikiran, dan berjuang bersama dalam penelitian dan penyelesaian skripsi demi
meraih gelar sarjana teknik bersama-sama.

iv
Universitas Sumatera Utara
8. Alvina Wijaya selaku rekan mahasiswa stambuk 2014 yang telah memberikan
masukan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk
itu adanya kritik serta saran yang membangun sangat diperlukan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini ada
manfaatnya bagi penulis dan para pembaca.

Medan, September 2019


Penulis

Novita Wahyuni

v
Universitas Sumatera Utara
DEDIKASI

Skripsi ini aku dedikasikan kepada:


Ayah & Mama tercinta
Semoga dapat membuat kalian bangga.

Terima kasih telah menjadiorangtua hebatyangtelah membesarkan,


mendidik dan mendukungku dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang.

Tak ada kata-kata indah yang mampu ku rangkai setiap hari,


melainkan hanya do’a yang dapat ku persembahkan
Agar Ayah dan Mama senantiasa sehat dan diberikan umur
yang berkah.

vi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Novita Wahyuni


NIM: 140405098
Tempat/Tanggal Lahir: Pasar Lama, 29 November 1995
Nama Orangtua: Zulkarnain dan Dahrani
Alamat Orangtua:
Desa Pasar Lama, Kelurahan Sigalangan, Kecamatan Batang
Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Asal Sekolah:
 SDN 101230 Janjimanaon, Tahun 2002 –2008
 SMP Negeri 1 Sigalangan, Tahun 2008 – 2011
 SMA Negeri 3 Padangsidimpun, Tahun 2011 – 2014
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU sebagai Anggota
(2014 – 2018).
2. Covalen Study Group (CSG) sebagai anggota (2014-2018).
3. Kerja Praktek di PT. Toba Pulp Lestari (2017).

vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Kulit buah alpukat memiliki kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin,
dan antosianin. Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik yang berfungsi
sebagai senyawa antioksidan dan antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh suhu ekstraksi terhadap koefisien perpindahan massa (KL)
dan aktivitas antioksidan dari flavonoid hasil ekstraksi kulit buah alpukat dengan
metode DPPH. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi kulit buah alpukat
menggunakan pelarut etanol 96% untuk mengambil flavonoidnya. Penelitian ini
memvariasikan suhu ekstraksi yaitu 40 oC, 50 oC, 60 oC dan 70 oC dimana pada
setiap 5 menit dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui kadar total
flavonoid yang terekstrak. Ekstraksi dihentikan jika kadar total flavonoid relatif
konstan. Penelitian ini mendapatkan kadar total flavonoid semakin meningkat seiring
dengan peningkatan suhu dan waktu ekstraksi. Meskipun pada suhu 70 oC terjadi
penurunan kadar total flavonoid. Koefisien perpindahan massa yang diperoleh
mengikuti persamaan KL = A𝑒 −𝐸𝑎/𝑅𝑇 adalah KL= 9.575,854𝑒 27,188/𝑅𝑇 . Aktivitas
antioksidan ekstrak flavonoid pada suhu 40 oC, 50 oC dan 70 oC tergolong sedang
dan pada suhu 60 oC tergolong aktif.

Kata kunci: Ekstraksi, flavonoid, koefisien perpindahan massa, kulit buah alpukat

viii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Avocado pod contains secondary metabolites such as flavonoids, tannins, and


anthocyanins. Flavonoids are a group of phenolic compounds serve as antioxidants
and anticancer. This study aims to evalute the effect of extraction temperature to
define the mass transfer coefficient (KL) and the antioxidant properties of flavonoid
using DPPH method. Avocado pod was extracted using ethanol as solvent (96%) at
various temperature (40 oC, 50 oC, 60 oC and 70 oC). The extract was examined in
every 5 minutes until the constant value obtained. Temperature increment and
prolonged extraction time increased yield of total flavonoids content exclude at 70
o
C. The mass transfer coefficient in this study expresses as KL = 9.575,854𝑒 27,188/𝑅𝑇 .
The antioxidant properties obtained at 40 oC, 50 oC and 70 oC is in moderate level
while at 60 oC is in active level.

Keywords: Avocado pod, extraction, flavonoids, mass transfer coefficient

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN xviii
DAFTAR SIMBOL xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 ALPUKAT 6
2.2 ANTIOKSIDAN 7
2.2.1 Pengertian Antioksidan 7
2.2.2 Klasifikasi Antioksidan 8
2.3 FLAVONOID 9
2.4 METODE DPPH SEBAGAI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 11
2.5 EKSTRAKSI 12
2.5.1 Metode Ekstraksi 12
2.5.2 Ekstraksi Padat Cair (Leaching) 15

x
Universitas Sumatera Utara
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRAKSI 16
2.7 PELARUT 17
2.8 PERPINDAHAN MASSA 18
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 21
3.1 LOKASI PENELITIAN 21
3.2 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN 21
3.3 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 22
3.3.1 Bahan Penelitian 22
3.3.2 Peralatan Penelitian 22
3.3.3 Rangkaian Peralatan Penelitian 23
3.4 RANCANGAN PERCOBAAN PENELITIAN 24
3.5 PROSEDUR PENELITIAN 24
3.5.1 Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat 24
3.5.2 Analisa Kadar Air Kulit Buah Alpukat 24
3.5.3 Ekstraksi Kulit Buah Alpukat 25
3.5.4 Penentuan Rendemen Ekstrak 26
3.5.5 Prosedur Penentuan Kadar Flavonoid Total 26
3.5.5.1 Pembuatan Kurva Larutan Standar Kuersetin 26
3.5.5.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total Sampel 27
3.5.6 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa 27
3.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat
dengan Metode DPPH 28
3.5.8 Analisa FTIR (Fourier Transform Infrared) 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29
4.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 29
4.2 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP JUMLAH
EKSTRAK TOTAL FLAVONOID PER SATUAN WAKTU 30
4.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA 33
4.4 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN 39
4.5 KARAKTERISTIK FTIR FLAVONOID DARI EKSTRAKSI
KULIT BUAH ALPUKAT 42

xi
Universitas Sumatera Utara
4.6 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46
5.1 KESIMPULAN 46
5.2 SARAN 46
DAFTAR PUSTAKA 48

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Flavonoid secara Umum 10
Gambar 2.2 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH 11
C* - CL
Gambar 2.3 Hubungan ln vs t 19
C* - CL0

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian 21


Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Penelitian 23
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi
dengan Variasi Suhu Ekstraksi 31
C* - CL
Gambar 4.2 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 40 oC 34
C* - CL0

C* - CL
Gambar 4.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 50 oC 34
C* - CL0

C* - CL
Gambar 4.4 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Suhu 60 oC 35
C* - CL0

C* - CL
Gambar 4.5 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Suhu 70 oC 35
C* - CL0

Gambar 4.6 Hubungan Koefisien Perpindahan Massa dengan Suhu Ekstraksi 36


Gambar 4.7 Hubungan ln KL dengan 1/T 38
Gambar 4.8 Hubungan Aktivitas Antioksidan pada Berbagai Suhu dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 40
Gambar 4.9 Karakteristik FTIR (Fourrier Transform Infra Red) Flavonoid
dari Ekstraksi Kulit Buah Alpukat Suhu 60 oC dengan Kecepatan
Pengadukan 300 rpm 43
Gambar 4.10 Hubungan Rendemen Ekstrak dengan Suhu Ekstraksi 44
Gambar L2.1 Grafik Larutan Standar Kuersetin 60
Gambar L2.2 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 40 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 61
Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 50 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 62
Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 63

xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 70 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 64
Gambar L2.6 Hasil Absorbansi Blanko 65
Gambar L2.7 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan Vitamin C 65
Gambar L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 40 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 66
Gambar L2.9 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 50 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 66
Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 67
Gambar L2.11 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 70 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 67
Gambar L3.1 Kurva Standar Kuersetin 71

C* - CL
Gambar L3.2 ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 40 oC 73
C* - CL0
1
Gambar L3.3 KL versus T 74

Gambar L3.4 Inhibition Concentration (%) vs Konsentrasi (ppm) 76


Gambar L4.1 Sampel Kulit Buah Alpukat Sebelum Diseragamkan 78
Gambar L4.2 Sampel Kulit Buah Alpukat Setelah Diseragamkan 78
Gambar L4.3 Alat Pengering/Oven 79
Gambar L4.4 Proses Ekstraksi 79
Gambar L4.5 Alat Spektrofotometri UV-VIS 80
Gambar L4.6 Hasil Ekstraksi 80
Gambar L4.7 Hasil Rendemen Ekstrak 81

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang Ekstraksi Sntioksidan, Uji
Aktivitas Antioksidan dan Penentuan Koefisien Perpindahan Massa 3
Tabel 2.1 Kandungan Metabolit Sekunder Buah Alpukat 7
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan pada Rancangan Percobaan 24
Tabel 4.1 Tingkatan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH 42
Tabel 4.2 Analisa Gugus Fungsi FT-IR 43
Tabel L1.1 Kadar Air Kulit Buah Alpukat 56
Tabel L1.2 Absorbansi Ekstrak Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 57
Tabel L1.3 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit Buah Alpukat pada
Berbagai Suhu dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 58
Tabel L1.4 Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 59
Tabel L1.5 Rendemen Ekstrak Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 59
Tabel L3.1 Konsentrasi inhibisi pada Ekstraksi Suhu 60 oC dengan Kecepatan
Pengadukan 300 rpm 75

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN 1DATA PENELITIAN 56
L1.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 56
L1.2 ABSORBANSI EKSTRAK KULIT BUAH
ALPUKAT 57
L1.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA
EKSTRAKSI KULIT BUAH ALPUKAT 58
L1.4 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT
BUAH ALPUKAT 59
L1.5 RENDEMEN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 59
LAMPIRAN 2 HASIL ANALISA 60
L2.1 HASIL ANALISA FLAVONOID STANDAR 60
L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI
FLAVONOID EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 61
L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK
KULIT BUAH ALPUKAT 65
LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 68
L3.1 PEMBUATAN LARUTAN KIMIA 68
L3.1.1 Pembuatan Larutan Standar Kuersetin 68
L3.1.2 Pengenceran Larutan Kuersetin 68
L3.1.3 Pembuatan Larutan AlCl3 10% 69
L3.1.4 Pembuatan Larutan Na-asetat 1 M 69
L3.2 PENENTUAN KADAR AIR KULIT BUAH
ALPUKAT 69
L3.3 PENENTUAN KADAR TOTAL FLAVONOID 70
L3.3.1 Penentuan Kadar Total Flavonoid Percobaan 71
L3.4 PENENTUAN KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA 72
L3.5 PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 75
L3.6 PENENTUAN RENDEMEN EKSTRAK

xvi
Universitas Sumatera Utara
FLAVONOID 76
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 78
L4.1 FOTO SAMPEL KULIT BUAH ALPUKAT 78
L4.2 FOTO ALAT PENGERING/OVEN 79
L4.3 FOTO PROSES EKSTRAKSI 79
L4.4 FOTO ALAT SPEKTROFOTOMETRI
UV-VIS 80
L4.5 FOTO HASIL EKSTRAKSI 80
L4.6 FOTO HASIL RENDEMEN EKSTRAK 81

xvii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan
AlCl3 Aluminium Klorida
DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
FTIR Fourier Transform Infra-Red
CRT Cathode Ray Tube
Na-asetat Natrium asetat
UV-VIS Ultraviolet Visible

xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi


CL0 Konsentrasi awal mg/l
CL Konsentrasi persatuan waktu mg/l
C* Konsentrasi pada keadaan setimbang mg/l
V Volume larutan ml

t Waktu ekstraksi menit


KL Koefisien perpindahan massa (cm/det)
V1 Volume larutan standar yang diencerkan ml

V2 Volume larutan pengenceran ml

M1 Konsentrasi larutan yang diencerkan ppm

M2 Konsentrasi larutan pengenceran ppm

xix
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia terkenal akan kekayaan sumber daya alam baik flora maupun fauna.
Hal ini dapat dilihat dari sektor pertanian baik di laut maupun di darat. Kekayaan alam
Indonesia terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan yang berguna baik sebagai bahan
obat, pangan, buah-buahan, rempah-rempah, bangunan, industri dan sebagainya. Salah
satu kekayaan flora Indonesia yang paling banyak dijumpai adalah family Lauraceae.
Famili Lauraceae adalah salah satu suku anggota tumbuhan berbunga. Salah satu
tumbuhan dari famili Lauraceae di antaranya alpukat (Persea americana Mill.)
(Abubakar dkk., 2014).
Alpukat merupakan buah yang tumbuh secara luas dan umum ditemukan di
daerah tropis dan subtropis untuk dikonsumsi. Di Indonesia, buah alpukat sering
dijumpai di pasar atau pusat perbelanjaan karena memiliki manfaat yang banyak mulai
dari biji, daging dan kulit buah (Yuan, 2017). Saat ini, permintaan buah alpukat di
Indonesia semakin meningkat yaitu sebesar 290.810 ton pada tahun 2012 dan produksi
buah alpukat pada 10 tahun terakhir mencapai rata-rata 243.930 ton (Putri, 2018).
Bagian dari buah alpukat yang sering digunakan adalah daging alpukat sedangkan biji
dan kulit alpukat biasanya dibuang. Oleh karena itu, untuk mengurangi limbah dari
buah alpukat khususnya kulit alpukat maka limbah kulit alpukat tersebut dapat
digunakan untuk aplikasi lainnya. Kulit buah alpukat merupakan limbah yang
memiliki banyak khasiat yang dapat bermanfaat bagi manusia. Kulit buah alpukat diuji
fitokimia mengandung senyawa metabolit sekunder seperti: flavonoid, tanin dan
antosianin (Fauziah dkk., 2016). Flavonoid merupakan suatu bahan aktif yang dapat
berperan sebagai antioksidan.
Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar atau
jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan akibat proses
oksidasi (Sayuti dan Yenrina, 2015). Antioksidan merupakan senyawa kimia yang
dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron (electron donor) kepada radikal bebas,
sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat (Ridho dkk., 2013). Tubuh
manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga

Universitas Sumatera Utara


apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.
Adanya kekhawatiran kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari
antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat
dibutuhkan (Sayuti dan Yenrina, 2015). Salah satu jenis antioksidan yang terdapat di
dalam kulit buah alpukat adalah flavonoid.
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang ditemukan
dalam buah dan sayur. Beberapa tahun belakangan ini, telah dibuktikan bahwa
flavonoid memiliki potensi yang besar melawan penyakit yang disebabkan oleh
penangkap radikal bebas (Sayuti dan Yenrina, 2015). Efek antioksidan senyawa
flavonoid disebabkan oleh adanya penangkapan radikal bebas melalui donor proton
hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid. Aktivitas antioksidan pada flavonoid
terutama dipengaruhi substitusi gugus hidroksi pada posisi orto dan para terhadap
gugus OH dan OR (Sudarmanto, 2015). Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa
flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan alami. Ekstraksi padat-cair (leaching)
adalah cara yang dilakukan untuk mengambil flavonoid dari limbah kulit buah alpukat.
Ekstraksi padat-cair adalah proses pengambilan suatu komponen dari campuran
padatan yaitu dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (Dewati dkk.,
2009). Prinsip ekstraksi padat cair adalah terjadinya perpindahan massa zat terlarut
dari padatan ke badan cairan yang berlangsung dalam dua tahap, yaitu difusi zat
terlarut dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa zat terlarut
dari permukaan padatan ke badan cairan. Sistem yang digunakan untuk proses
ekstraksi padat cair adalah batch (Mardina dkk., 2012). Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju ekstraksi yaitu ukuran padatan, pelarut, temperatur, dan waktu
kontak. Perpindahan massa secara difusi bergantung pada besarnya gradien
konsentrasi. Koefisien perpindahan-massa (KC) didefinisikan sebagai laju perpindahan
massa per satuan luas per satuan beda konsentrasi (Suhartono dkk., 2005). Beberapa
penelitian tentang ekstraksi flavonoid untuk menetapkan kadar dan aktivitas
antioksidan serta penentuan koefisien perpindahan massa pada proses ektraksi dapat
dilihat pada Tabel 1.1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa
Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Inggrid 2014 Ekstraksi Antioksidan dan Kondisi optimum operasi
dan Herry Senyawa Aktif ekstraksi antioksidan adalah
dari Buah Kiwi (Actinidia pada perbandingan
Deliciosa) umpan/pelarut 1:15 pada suhu
40oC selama 180 menit dengan
menggunakan pelarut etanol
95% dengan nilai IC50 38,14
mg/L. Kadar fenolik yang
diperoleh adalah sebesar 224,9
mg per 100 gram ekstrak.
Widarta 2017 Ekstraksi Komponen Ekstraksi daun alpukat dengan
dan Bioaktif Daun Alpukat metode ultrasonik menggunakan
Wayan dengan Bantuan Ultrasonik pelarut aseton, metanol dan
pada Berbagai Jenis dan etanol dengan konsentrasi
Konsentrasi Pelarut pelarut sebesar 30, 50 dan 70%.
Diperoleh total kadar flavonoid
tertinggi pada pelarut etanol
70%, yaitu sebesar 93,97 mg/g
bahan. Aktivitas antioksidan
pada etanol 70% diperoleh
sebesar 90,80%.
Suhartono, 2005 Penentuan Koefisien Nilai koefisien perpindahan
dkk Perpindahan Massa pada massa yang diperoleh
Dekafeinasi Methylene berdasarkan penelitian adalah
Chloride pada rentang nilai 1,4566 E-05
cm/detik – 1,5663E-05 cm/detik
untuk rentang kecepatan
pengadukan 175 – 333 rpm dan
rentang ukuran partikel 10/20 –
30/40 mesh.
Cai, dkk 2010 Extraction, Purification, and Ekstraksi flavonoid pada suhu
Characterisation 50-90oC menggunakan pelarut
of the Flavonoids from etanol dengan konsentrasi 50-
Opuntia milpa alta Skin 90%, menunjukkan bahwa yield
flavonoid meningkat dengan
bertambahnya suhu. Namun
pada suhu 90oC dan pada etanol
konsentrasi 90% kadar flavonoid
menurun.

Berdasarkan pertimbangan pada penelitian terdahulu di Tabel 1.1, dapat dilihat


bahwa peneliti terdahulu belum meneliti tentang ekstraksi flavonoid dengan

Universitas Sumatera Utara


menggunakan bahan baku kulit buah alpukat sehingga pada penelitian ini dilakukan
penelitian tentang ekstraksi flavonoid dari kulit buah alpukat dengan pelarut etanol
96% untuk menentukan kadar total flavonoid dari ekstrak kulit buah alpukat dan
aktivitas antioksidan serta penentuan koefisien perpindahan massa pada proses
ektraksi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Kulit buah alpukat mengandung senyawa-senyawa aktif yang salah satunya
dapat dijadikan sebagai bahan aktif tabir surya yang berfungsi untuk melindungi kulit
buah dari sinar UV sehingga mampu mengurangi kerusakan pada kulit manusia. Kulit
buah alpukat yang mengandung senyawa flavonoid bekerja sebagai antioksidan yang
dapat menetralkan radikal bebas dalam tubuh. Selama ini, kulit buah alpukat sering
dijumpai terbuang percuma di pasaran maupun di tempat pembuangan akhir tanpa
diolah lebih lanjut. Dengan demikian, untuk mengolah limbah kulit buah alpukat lebih
lanjut agar menjadi produk yang bernilai jual maka dilakukan proses ekstraksi padat-
cair (leaching) untuk mengekstrak kandungan antioksidan dari kulit buah alpukat.
Dengan landasan tersebut, pada penelitian ini ingin mengetahui tentang berapa kadar
total antioksidan (flavonoid) dalam kulit buah alpukat, berapa koefisien perpindahan
massa yang terjadi pada proses ekstraksi kulit buah alpukat, dan berapa kekuatan
aktivitas antioksidan pada kulit buah alpukat dengan menggunakan metode DPPH.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu ekstraksi terhadap
koefisien perpindahan massa (KL) dan aktivitas antioksidan dari flavonoid hasil
ekstraksi kulit buah alpukat dengan metode DPPH.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat penelitian ini adalah mengurangi limbah kulit buah alpukat yang
dibuang secara percuma ke lingkungan yang mengakibatkan pencemaran dan
memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait tentang hasil analisis antioksidan
yang terdapat dalam kulit buah alpukat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan aktif
untuk menghasilkan produk-produk yang lebih bernilai jual.

Universitas Sumatera Utara


1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan baku utama
yang digunakan adalah kulit buah alpukat (Persea americana Mill.) yang diperoleh dari
pasar tradisional.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua tahapan yaitu pretreatment sampel kulit
buah alpukat dan proses ekstraksi kulit buah alpukat.
1. Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat
 Temperatur pengeringan : 60 oC
 Lama pengeringan : 8 jam
 Ukuran sampel : ± 1 x 1 cm
2. Proses Ekstraksi Kulit Buah Alpukat
 Jenis pelarut : etanol 96%
 Temperatur : 40 oC, 50 oC, 60 oC, dan 70 oC
 Kecepatan pengadukan : 300 rpm
 Volume pelarut : 400 ml
 Waktu ekstraksi : hingga konsentrasi ekstrak
konstan
 Waktu interval pengambilan sampel : 5 menit
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Kadar air kulit buah alpukat.
2. Rendemen ekstrak kulit buah alpukat.
3. Kadar flavonoid total ekstrak kulit buah alpukat dengan menggunakan
spektrofotometer.
4. Koefisien perpindahan massa pada ekstraksi kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol 96%.
5. Aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah alpukat.
6. Penentuan karakteristik flavonoid dari ekstrak kulit buah alpukat
menggunakan FT – IR (Fourrier Transform Infra Red).

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALPUKAT
Alpukat berasal dari Amerika dan menyebar hingga ke negara tropis dan sub-
tropis seperti Indonesia. Tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi dan biasanya lebih suka hidup di daerah dengan iklim yang basah dengan
curah hujan sekitar 1.500-3.000 mm per tahun. Hampir semua lapisan masyarakat di
Indonesia mengenal dan menyukai buah alpukat karena mempunyai kandungan gizi
yang baik (Putri, 2018). Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3-10 m,
rating tegak dan berambut halus, daun berdesakan di ujung ranting, bentuk bulat telur
atau corong, awalnya berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan
menjadi licin (Felistiani, 2017).
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai
dataran tinggi, yaitu 5-1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini akan tumbuh
subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Suhu optimal
untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 °C. Mengingat tanaman alpukat
dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi, tanaman alpukat dapat mentolelir
suhu udara antara 15-30 °C. Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat
berkisar 40-80% (Sadwiyanti dkk., 2009). Alpukat termasuk dalam famili tumbuhan
Lauraceae yang banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini
merupakan salah satu tanaman obat yang sangat penting dan dimanfaatkan sebagai
obat tradisional untuk pengobatan seperti sariawan, kencing batu, darah tinggi, kulit
muka kering, sakit gigi, bengkak karena peradangan dan kencing manis (Katja dkk.,
2009).
Di Indonesia, buah alpukat sering dijumpai di pasar atau pusat perbelanjaan
karena memiliki manfaat yang banyak mulai dari biji, daging dan kulit buah (Yuan,
2017). Alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari masyarakat karena
selain rasanya yang enak juga kandungan antioksidannya yang tinggi. Menurut
Vinha et al., dalam Pradita (2017), biji dan kulit buah alpukat memiliki kandungan
yang hampir sama, sehingga keduanya memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
Bahkan aktivitas antioksidan dari kulit dan biji buah alpukat lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara


dibandingkan dengan daging buahnya. Kulit buah alpukat memiliki kadar air sebesar
65,05±3,10% dan kadar abu sebesar 5,43±0,59% (Rotta dkk., 2016). Kriteria kadar
air yang baik untuk suatu bahan ekstraksi adalah dibawah 10% (Yuan, 2017).
Kulit buah alpukat berasa pahit karena kandungan alkaloid, saponin, glukosida
sianogen, dan glukosinolat (Ernawati dan Kumala, 2015). Buah alpukat yang masak
memiliki kandungan metabolit sekunder (flavonoid, tanin dan antosianin) yang lebih
besar pada biji dan kulit buahnya dibandingkan pada buah alpukat yang masih muda
(Yachya dan Sulistyowati, 2015). Perbandingan kandungan metabolit sekunder yang
terdapat pada buah alpukat dalam mg/100 g berat bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1
(Vinha dkk., 2013).

Tabel 2.1 Kandungan Metabolit Sekunder Buah Alpukat


Fraksi dari Alpukat Persea americana Mill. Varietas ‘Hass’
Senyawa Bioaktif Buah Kulit Biji
Total Fenol 410,2 ± 69,0 679,0 ± 117,0 704,0 ± 130,0
Flavonoid 21,9 ± 1,0 44,3 ± 3,1 47,9 ± 2,7
Karotenoid 0,815 ± 0,201 2,585 ± 0,117 0,966 ± 0,164
Vitamin C 1,2 ± 0,7 4,1 ± 2,7 2,6 ± 1,1
Vitamin E 5,36 ± 1,77 2,13 ± 1,03 4,82 ± 1,42
Sumber: Vinha dkk. (2013)

2.2 ANTIOKSIDAN
2.2.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara
signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi rantai.
Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul
tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan
elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal
bebas dan menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara lain β karoten,
likopen, vitamin C, vitamin E, dan sebagainya.
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron ( elektron
donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat
menangkal atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara

Universitas Sumatera Utara


mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.
Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutathion
peroxidases (GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol (vitamin E),
beta karoten dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin lebih populer
sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang termasuk ke dalam
vitamin dan fitokimia disebut flavonoid (Inggrid dan Herry, 2014).
Antioksidan dalam kadar tertentu mampu menghambat atau memperlambat
kerusakan akibat proses oksidasi. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan bahwa resiko
penyakit kardiovaskuler bisa diturunkan dengan mengkonsumsi antioksidan dalam
jumlah tertentu, selain itu antioksidan juga dapat meningkatkan sistem imunitas dan
mampu menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Radikal bebas
bersifat reaktif, dan jika tidak diinaktifkan akan merusak makromolekul pembentuk
sel, yaitu protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat, sehingga dapat
menyebabkan penyakit degeneratif (Sayuti dan Yenrina, 2015).

2.2.2 Klasifikasi Antioksidan


a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai pemutus reaksi
berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa bereaksi dengan radikal-radikal lipid
dan mengubahnya menjadi produk-produk yang lebih stabil. Antioksidan primer
bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal
bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum
senyawa radikal bebas bereaksi. Antioksidan primer mengikuti mekanisme
pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat
pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk awal.
Contoh antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD), Glutation
Peroksidase (GPx), katalase dan protein pengikat logam. Superoksida Dismutase
(SOD), GPx disebut juga dengan antioksidan enzimatis yaitu antioksidan endogenus
yang melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal

Universitas Sumatera Utara


bebas oksigen seperti anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH), dan hidrogen
peroksida (H2O2) (Sayuti dan Yenrina, 2015).
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak
sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.
Antioksidan sekunder berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen,
pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau
deaktivasi singlet oksigen.
Senyawa pengkelat logam yang membentuk ikatan-ikatan σ dengan logam
sifatnya efektif sebagai antioksidan sekunder karena hanya senyawa ini menurunkan
potensil redoks dan karenanya menstabilkan bentuk teroksidasi dari ion-ion logam.
Asam sitrat, EDTA dan turunan asam fosfat adalah senyawa-senyawa pengkelat ion-
ion logam.
Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-caroten,
isoflavon, bilirubin dan albumin. Potensi antioksidan ini dengan cara memotong
reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya
(scavenger free radical) sehingga radikal bebas tidak beraksi dengan komponen
seluler (Sayuti dan Yenrina, 2015).
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang
disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim-enzim yang
memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase (Sayuti dan Yenrina, 2015).

2.3 FLAVONOID
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol, terdapat sebanyak 4000
dalam bentuk senyawa polifenol yang dapat ditemukan di alam. Nama flavonoid
secara bahasa Latin “flavus” yang berarti bewarna kuning, yang merupakan jenis dari
metabolit sekunder (Borisha, 2017).
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling banyak jumlahnya yaitu
sekitar 5-10% total metabolit sekunder. Senyawa ini terdapat dalam tanaman
terutama yang berpembuluh (kecuali alga). Diperkirakan 2% dari karbon yang

Universitas Sumatera Utara


difotosintesis tumbuhan akan menjadi flavonoid dengan struktur dan fungsi yang
berbeda (Sudarmanto, 2015).
Flavonoid adalah senyawa golongan polifenol yang dapat berperan sebagai
antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap oksidasi dan kerusakan radikal
bebas, serta memiliki aktivitas antiinflamasi. Efek flavonoid sebagai antioksidan
dapat mendukung efek antiinflamasi flavonoid. Mekanisme flavonoid menstabilkan
Reactive Oxygen Species (ROS) adalah bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal
sehingga radikal menjadi inaktif (Pradita, 2017).
Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B,
dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk
teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub
kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di
sekitar molekulnya. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif
flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal,
sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai
antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui
kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung
rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Redha,
2010). Kerangka umum dari flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Borisha,
2017).

Gambar 2.1 Kerangka Flavonoid secara Umum

Aglikon flavonoid mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak
asam sehingga dapat larut dalam basa. Kelarutan dalam larutan basa secara
berkelanjutan dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena

10

Universitas Sumatera Utara


mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak terhalangi, atau suatu gula, flavonoid
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar
seperti Etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida
(DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain (Borisha, 2017).

2.4 METODE DPPH SEBAGAI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan
DPPH, DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Pada metode ini antioksidan
(AH) bereaksi dengan radikal bebas DPPH dengan cara mendonorkan atom
hidrogen, menyebabkan terjadinya perubahan warna DPPH dari warna ungu menjadi
kuning, intensitas warna diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
517 nm. Pada metode ini yang diukur adalah aktivitas penghambatan radikal bebas.
Reaksi penghambatan radikal bebas ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Inggrid dan
Herry, 2014).

(DPPH*) + R—H → DPPH—H + R*


Ungu Kuning
Gambar 2.2 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH

DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila


digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan
dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik dan
stabil selama bertahun-tahun. Nilai absorbansi DPPH berkisar antara 515-520 nm
(Tristantini dkk., 2016).
Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk
semua senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk
menguji aktivitas antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal

11

Universitas Sumatera Utara


DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk
DPPH-H. Aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan persamaan 2.1.
absorbansi kontrol  absorbansi sampel
% Aktivitas antioksidan = x100%
absorbansi kontrol (2.1)
Berdasarkan rumus tersebut, makin kecil nilai absorbansi maka semakin tinggi
nilai aktivitas penangkapan radikal. Aktivitas antioksidan dinyatakan secara
kuantitaif dengan IC50. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang memberikan
peredaman DPPH sebesar 50% (Inggrid dan Herry, 2014).

2.5 EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah suatu metode isolasi senyawa organik menggunakan pelarut
tertentu. Prinsipnya yaitu pemisahan didasarkan pada perpindahan dari zat yang
terlarut masuk ke dalam pelarut. Proses ekstraksi komponen kimia dalam sel sampel
yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar
sel (Putri, 2018). Metode-metode ekstraksi dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu dengan cara dingin, panas dan lainnya.

2.5.1 Metode Ekstraksi


a. Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu
memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang
terdapat pada sampel.
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau

12

Universitas Sumatera Utara


pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar. Kerugiannya adalah
pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Istiqomah, 2013).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
(Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu
bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari
tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Istiqomah, 2013).
b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan penggulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Istiqomah, 2013).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Biomasa ditempatkan dalam dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas
saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan
mengkosongkan isinya kedalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai
kadar tertentu. Setelah pelarut segar melawati alat ini melalui pendingin
refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomasa secara
efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam
pelarut (Istiqomah, 2013).

13

Universitas Sumatera Utara


3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C
(Istiqomah, 2013).
4. Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C selama
waktu tertentu (15-20 menit) (Istiqomah, 2013).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 300C) dan
temperatur sampai titik didih air (Istiqomah, 2013).
6. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air bedasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut tersdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi
uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.
Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian
dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut
terdestilasi (Istiqomah, 2013).
c. Cara Ekstraksi Lainnya
1. Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau
resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali.
Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan
dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana
ekstraksi (Istiqomah, 2013).

14

Universitas Sumatera Utara


2. Superkritikal Karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia dan umumnya
digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan
diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan
golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan
mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga
hampir langsung diperoleh ekstrak (Istiqomah, 2013).
3. Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan
prinsip meningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelebung
spontan (Cavitation) sebagai stres dinamis serta menimbulkan fraksi interfase.
Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama
proses ultrasonikasi (Istiqomah, 2013).
4. Ekstraksi Energi Listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta
“Electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil
dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang
tekanan berkecepatan ultrasonik (Istiqomah, 2013).

2.5.2 Ekstraksi Padat-Cair (Leaching)


Ekstraksi padat cair atau biasa juga disebut leaching adalah suatu proses
pemisahan satu atau lebih konstituen dari suatu padatan dengan mengontakkannya
dengan pelarut cair. Prinsip dari ekstraksi padat-cair adalah komponen yang terlarut
dari suatu padatan, yang mengandung matriks inert dan agen aktif, diekstraksi
dengan menggunakan pelarut. Ekstrak dapat ditemukan baik dalam fasa padatan atau
fasa cair. Ekstrak tersebut berada di dalam sel seperti minyak di dalam biji minyak
atau sebagai dispersi pada padatan seperti kafein di dalam kopi. Secara garis besar,
proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu (Prima dan
Ariestya, 2012):
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi
2. Solut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fasa ekstrak

15

Universitas Sumatera Utara


3. Pemisahan fasa ekstrak dengan sampel
Operasi ekstraksi padat cair dilakukan dalam dua tahap utama, yaitu :
1. Kontak antara padatan dan pelarut
Tahap ini dilakukan dengan mengontakkan padatan yang mengandung
sejumlah solut dengan pelarut murni atau pelarut yang telah mengandung solut.
Pada tahap ini solut akan berpindah ke pelarut (Prima dan Ariestya, 2012).
2. Pemisahan ekstrak dan rafinat
Ekstrak adalah larutan solut dalam pelarut sedangkan rafinat terdiri dari
padatan, solut yang tidak terlarut dan pelarut yang ikut terbawa serta (Prima
dan Ariestya, 2012).
Dalam ekstraksi padat cair terdapat dua metode, yaitu :
1. Metode soxhlet
Metode soxhlet dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang disusun
dalam wujud unggun tetap. Kemudian pelarut dialirkan menerobos padatan
tersebut. Pada metode ini biasanya digunakan kolom ekstraksi yang merupakan
unggun tetap. Tujuan dari penggunaan metode soxhlet adalah untuk
mengetahui berapa banyak zat warna yang dapat diekstrak dari suatu bahan.
Metode soxhlet dapat menghasilkan yield yang lebih banyak dibandingkan
dengan metode lainnya (Prima dan Ariestya, 2012).
2. Metode perkolasi
Metode perkolasi dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang
didispersikan ke dalam pelarut oleh suatu tangki atau reaktor (biasanya disertai
pengadukan). Pada metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tangki
ekstraksi (leaching tank) yang pada prinsipnya merupakan tangki berpengaduk.
Operasinya dapat dilakukan secara kontinu (Prima dan Ariestya, 2012).

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRAKSI


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
1. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat
dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada
beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa faktor,

16

Universitas Sumatera Utara


salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak
diinginkan (Prima dan Ariestya, 2012).
2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara
padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan
laju transfer massa semakin tinggi (Prima dan Ariestya, 2012).
3. Faktor pelarut
Pelarut harus memenuhi kriteria seperti daya larut terhadap solut cukup besar,
dapat diregenerasi, memiliki koefisien distribusi solut yang tinggi, dapat
memuat solut dalam jumlah yang besar, sama sekali tidak melarutkan diluen
atau hanya sedikit melarutkan diluen, memiliki kecocokan dengan solut yang
akan diekstraksi, viskositas rendah, antara pelarut dengan diluen harus
mempunyai perbedaan densitas yang cukup besar, memiliki tegangan
antarmuka yang cukup, dapat mengurangu potensi terbentuknya fasa ketiga,
tidak korosif, tidak mudah terbakar, tidak beracun, tidak berbahaya bagi
lingkungan, serta murah dan mudah didapat (Prima dan Ariestya, 2012).
4. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak yang
diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak
antara pelarut n-hexane dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga
semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam padatan yang terlarut di
dalam pelarut (Nasir dkk., 2009).

2.7 PELARUT
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solut sesempurna
mungkin. Kelarutan solut terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah
penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan antara
pelarut dan padatan (Nasir dkk., 2009). Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Pada
ekstraksi padat cair atau leaching merupakan transfer difusi komponen terlarut dari
padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini bersifat fisik karena komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan

17

Universitas Sumatera Utara


kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solven pengekstraksi. Namun, apabila padatan hanya sedikit larut
dalam pelarut maka ekstraksi berkelanjutan dapat dilakukan (Budiyati dan Asha,
2013).
Adapun pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol disebut juga etil alkohol
atau alkohol murni adalah sejenis cairan yang mudah menguap dan tidak berwarna.
Etanol merupakan alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia (C 2H5OH). Etanol
merupakan senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen dan
oksigen. Etanol memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan metanol
dan lebih rendah dibandingkan dengan alkohol-alkohol lainnya. Etanol bersifat
miscible terhadap air dan dengan kebanyakan larutan organik, termasuk larutan non-
polar seperti aliphatic hydrocarbons. Bila bahan non-polar dilarutkan dalam etanol,
dapat ditambahkan air untuk membuat larutan yang kebanyakan air. Sifat etanol
dapat mengekstraksi senyawa-senyawa tersebut dan mengakibatkan senyawa-
senyawa tersebut mudah larut di dalam etanol. Hal ini dikarenakan etanol yang
bersifat semi polar dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polar maupun non-polar
seperti tanin, flavonoid, fenol dan minyak atsiri (Jie, 2018).
Etanol merupakan salah satu pelarut yang umum dan banyak digunakan oleh
industri, memiliki titik didih rendah dan cenderung aman digunakan. Etanol
mempunyai titik didih 70 oC sehingga suhu ekstraksi yang digunakan dapat menarik
seluruh komponen dalam bahan baku (Susanti dkk., 2014).

2.8 PERPINDAHAN MASSA


Aspek penting untuk mengevaluasi unjuk kerja proses ekstraksi padat-cair
umumnya diturunkan dari percobaan kinetika ekstraksi tersebut. Hukum dasar
kinetika dan difusi massa mendasari penurunan model matematika untuk
memprediksi efektivitas proses difusi ekstraksi padat cair ini. Model difusi massa
sebagian besar senyawa fitokimia dikembangkan untuk menggambarkan proses
ekstraksi padat-cair. Proses ekstraksi bahan alam, seperti halnya pada senyawa
fitokimia ini dapat digambarkan dalam beberapa tahapan berikut, (Prasetyo dan
Felicia, 2012):
1. Pelarut berdifusi dari fasa curah ke permukaan padatan (difusi eksternal),

18

Universitas Sumatera Utara


2. Pelarut berdifusi dari permukaan padatan menuju pori-pori padatan (difusi
internal),
3. Solut terlarut ke dalam pelarut,
4. Zat terlarut berdifusi dari dalam pori-pori padatan menuju permukaan padatan,
5. Solut berdifusi dari permukaan padatan menuju fasa curah.
Pada proses ekstraksi padat-cair, laju perpindahan massa zat (N) ke partikel
atau dari partikel tersuspensi tergantung pada koefisien perpindahan massa padat-cair
(kL, m/s), luas antarmuka total padat-cair (AS, m2), dan kekuatan pendorong
konsentrasi (Othmer, 2000). Laju perpindahan massa dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.2.
dC L
N  VL  K L A S (C*  C L ) (2.2)
dt
dimana CL adalah konsentrasi perpindahan massa dalam cairan pada waktu t
(kg/m3), C* adalah konsentrasi pada saat jenuh (saturated) dari perpindahan massa
(kg/m3), dan VL adalah volume cairan tersuspensi (m3). Persamaan 2.2 diintegrasikan
dengan syarat batas dari t = 0 dan CL = 0 sampai t = t dan CL = CL sehingga diperoleh
Persamaan 2.3.
𝐶 𝑑(𝐶𝐿 ) 𝐴 𝐾𝐿 𝑡
∫𝐶 𝐿 𝑑𝑡
=
𝑉
∫0 𝑑𝑡
𝐿0

C* - CL KL A
ln * = -( )t (2.3)
C - CL0 V

C* - CL
Dengan membuat grafik hubungan ln vs t, maka KL sebagai koefisien
C* - CL0

perpindahan zat terlarut ke pelarut yang diam dapat ditentukan seperti yang
ditampilkan di grafik pada Gambar 2.3.

Y = a + bx
ln (CAS - CA) / (CAS - CAO)

-------------

y
b=
x
a --------------------------------

t (s)

C* - CL
Gambar 2.3 Hubungan ln vs t
C* - CL0

19

Universitas Sumatera Utara


Dari Grafik 2.1 tersebut dapat ditentukan nilai slopenya. Slope yang didapat
𝐾𝐿 𝐴
merupakan nilai dari − ( ) yang digunakan untuk mencari nilai koefisien
𝑉
perpindahan massa.
Variabel-variabel yang mempengaruhi koefisien perpindahan massa antarfasa
pada proses ekstraksi padat-cair dengan menggunakan tangki berpengaduk adalah
suhu operasi (T, oC), densitas larutan (ρ, kg/m3), viskositas dinamik larutan (μ,
Pa.detik), koefisien difusi dalam larutan (D, m2/s), diameter partikel (dp, m),
diameter agitator (d, m), gaya gravitasi (g, m/ detik2), konsentrasi padat-cair (  , w/w
%) dan kecepatan putar pengaduk (N, rpm). Hubungan antara variabel-variabel dapat
dinyatakan dalam bentuk bilangan tak berdimensi (Jeantet dkk., 2010) seperti
ditunjukkan oleh Persamaan 2.4.
KL = f(ρ, μ, D, dp, d, g,  , N) (2.4)
Nilai ρ, μ, D dipengaruhi oleh suhu, sehingga variabel T (suhu) dapat
diwakilkan oleh variabel ρ, μ, D. Hubungan nilai koefisien perpindahan massa
dengan suhu dapat dilihat pada persamaan Arrhenius (Levenspiel, 1999). Persamaan
2.5.
K = A 𝑒 −𝐸𝑎/𝑅𝑇 (2.5)
Linierisasi Persamaan 2.5 menjadi Persamaan 2.6 dan diasumsikan bahwa nilai K =
KL.
ln KL = ln A - Ea⁄RT (2.6)
Dari Persamaan 2.7 dibuat grafik hubungan antara ln KL dan 1/T, sehingga nilai A
dapat dihitung dari intercept dan nilai Ea dapat dihitung dari slope.
Dengan, Ea : Energi aktivasi (kJ/mol)
R : Konstanta gas = 8,314 J. 1/Kmol
T : Suhu ekstraksi (oC)
A : Frekuensi atau faktor pra-eksponensial

20

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2 METODE PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sesuai Gambar 3.1.

Analisa Kadar
Kulit buah alpukat Air Sampel

Potongan sampel kering

Proses ekstraksi

Filtrat Residu

Aktivitas Filtrat diambil Rendemen


Antioksidan setiap 5 menit Ekstrak

Kadar Total Analisis


Flavonoid FT-IR

Koefisien
Perpindahan Massa

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian

21

Universitas Sumatera Utara


3.3 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kulit buah alpukat
2. Etanol 96%
3. Kuersetin
4. DPPH (1,1-difenil-1-pikril-hidrazil)
5. Alumunium Klorida (AlCl3) 10%
6. Na-asetat 1 M
7. Metanol

3.3.2 Peralatan Penelitian


1. Cutter
2. Timbangan
3. Penggaris
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Erlenmeyer
7. Pipet tetes
8. Corong gelas
9. Motor pengaduk
10. Termometer
11. Hot plate
12. Kertas Saring
13. Oven
14. Spektrofotometri UV-Visibel

22

Universitas Sumatera Utara


3.3.3 Rangkaian Peralatan Penelitian

3
6

1 7

Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Penelitian

Keterangan Gambar:
1. Statif
2. Klem
3. Batang pengaduk
4. Beaker glass
5. Hot Plate
6. Motor Pengaduk
7. Termometer
8. Aluminium foil

23

Universitas Sumatera Utara


3.4 RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial dengan satu variabel bebas yaitu suhu ekstraksi pada
prosedur ekstraksi. Metode percobaan RAL digunakan dan diperoleh 2 kombinasi
perlakuan seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan pada Rancangan Percobaan


Kecepatan Suhu Ekstraksi
Run Jenis Pelarut
Pengadukan (rpm) (oC)
1. 40
2. 50
Etanol 96% 300
3. 60
4. 70

3.5 PROSEDUR PENELITIAN


3.5.1 Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat
Sampel kulit buah alpukat yang telah disortir dibersihkan hingga pengotor
pada kulit buah alpukat berupa daging buah alpukat dan zat pengotor lainnya
bersih. Sampel kemudian dipotong-potong hingga ukurannya menjadi ± 1x1 cm
untuk mendapatkan hasil pemotongan yang lebih seragam. Semakin luas
permukaan padatan, maka perpindahan massa ekstraksi akan berlangsung dengan
cepat (Prasetyo dkk., 2012). Pemotongan ukuran sebesar 1x1 cm dilakukan karena
proses pemotongan bahan baku dengan menggunakan cutter, hal ini bertujuan
supaya kulit buah alpukat yang memiliki lapisan tipis tidak rentan koyak saat
dipotong. Sampel yang telah berukuran kecil dan bersih kemudian dikeringkan di
dalam oven pada suhu 60 oC selama 8 jam untuk menurunkan nilai kadar air
terikat pada bahan baku sebelum bahan baku tersebut digunakan untuk proses
ekstraksi.

3.5.2 Analisa Kadar Air Kulit Buah Alpukat (AOAC, 1995)


Aluminium foil digunakan sebagai wadah untuk menganalisa kadar air
bahan baku. Lalu, aluminium foil dibentuk persegi panjang sesuai dengan
kebutuhan bahan baku yang akan dikeringkan. Kulit buah alpukat yang telah
dibersihkan dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1x1 cm sesuai dengan prosedur

24

Universitas Sumatera Utara


subbab 3.5.1 sebanyak ± 10 g diletakkan di atas aluminium foil lalu dikeringkan di
dalam oven pada suhu 100 oC selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan sampel di
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang beratnya. Pengeringan
kulit buah alpukat dilanjutkan dengan memasukkan kembali sampel di dalam
oven pada suhu 100 oC selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam
desikator selama 10 menit dan ditimbang kembali beratnya. Pengeringan selama
30 menit ini terus diulangi hingga diperoleh berat kering kulit buah alpukat yang
relatif konstan. Kadar air dari kulit buah alpukat ditentukan menggunakan
Persamaan 3.1.
berat awal  berat kering akhir
Kadar air (basis kering)  x 100% (3.1)
berat awal

3.5.3 Ekstraksi Kulit Buah Alpukat


Kulit buah alpukat yang telah dikeringkan sesuai dengan subbab 3.5.1
ditimbang sebanyak 15 g kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah
ditambahkan terlebih dahulu pelarut etanol 96% sebanyak 400 ml. Setelah
peralatan ekstraksi dirangkai seperti pada Gambar 3.2, kemudian sampel kulit
buah alpukat diaduk menggunakan impeller dan motor pengaduk. Batang
pengaduk diatur kecepatannya sebesar 300 rpm sesuai dengan hasil terbaik yang
telah dilakukan oleh peneliti Suhartono dkk. (2005) dengan ketinggian impeller
adalah 1/3 dari ketinggian cairan ekstraksi. Hot plate dinyalakan dan diatur
suhunya sebesar 50 oC. Perlakuan termal berfungsi untuk melarutkan bahan yang
diekstraksi sehingga difusivitas pada proses ekstraksi semakin meningkat. Setiap
5 menit dilakukan pengambilan sampel berupa larutan ekstrak sebanyak 5 ml.
Ekstraksi dibiarkan hingga mencapai waktu setimbang (konsentrasi ekstrak telah
jenuh dan konstan). Setelah keadaan setimbang tercapai, hot plate dimatikan dan
hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring kemudian filtrat ditampung ke
dalam beaker glass. Setelah penyaringan hasil ekstraksi diperoleh filtrat dan
residu, dimana filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak dan ditampung di dalam
beaker glass dan residu yang tertahan di kertas saring dibuang. Pada penelitian
ini, ekstraksi yang dilakukan mengacu pada pengaruh variasi suhu terhadap proses
ekstraksi flavonoid sehingga pada proses ekstraksi ini, prosedur diulangi seperti

25

Universitas Sumatera Utara


semula dimana dilakukan variasi suhu masing-masing sebesar 40, 50, 60 dan 70
o
C dengan kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 3.1 (Hermiati dkk., 2013).

3.5.4 Penentuan Rendemen Ekstrak (Romansyah, 2011)


Penentuan rendemen ekstrak dilakukan setelah tercapai keadaan setimbang
yang diperoleh dari subbab 3.5.3, hot plate dimatikan dan hasil ekstraksi disaring
menggunakan kertas saring kemudian filtrat ditampung ke dalam beaker glass.
Dari penyaringan hasil ekstraksi diperoleh filtrat dan residu, dimana filtrat yang
diperoleh merupakan ekstrak yang kemudian ditampung di dalam beaker glass
dan residu yang tertahan di kertas saring dibuang. Filtrat dari hasil ekstraksi
dimasukkan ke dalam labu distilasi untuk memisahkan ekstrak flavonoid dari
pelarutnya. Pemisahan dari senyawa sekunder flavonoid dan pelarut etanol 96%
dilakukan dengan menghidupkan pemanas pada suhu 65 oC hingga diperoleh
hasilnya berupa pelarut dan ekstrak. Nilai rendemen ekstrak dapat ditentukan
dengan menggunakan Persamaan 3.2.
massa ekstrak
Rendemen  x 100% (3.2)
massa sampel

3.5.5 Prosedur Penentuan Kadar Flavonoid Total


3.5.5.1 Pembuatan Kurva Larutan Standar Kuersetin
Larutan induk kuersetin dibuat dengan konsentrasi 10, 30, 50, 70 dan 100
ppm. Larutan AlCl3 10% sebanyak 0,1 ml, larutan Na-asetat 1 M sebanyak 0,1 ml
dan akuades sebanyak 2,8 ml ditambahkan pada larutan kuersetin. Larutan AlCl3
10% digunakan untuk membentuk kompleks warna flavonoid sehingga dapat
ditetapkan kadarnya. Natrium asetat merupakan basa lemah dan dapat
mengioniasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7-OH bebas. Flavon dan flavonol dalam flavonoid mempunyai
gugus 7-OH bebas yang ditunjukkan dengan pergeseran batokromik sebesar 5-20
nm pada pita serapan II dengan menggunakan larutan natrium asetat dan dari
pergeseran batokromik tersebut menyebabkan pengomplekskan warna pada
flavonoid sehingga memudahkan pembacaan kadar flavonoid pada alat
spektrofotometri Uv-Vis (Sjahid, 2008). Campuran AlCl3 10%, Na-asetat 1 M dan

26

Universitas Sumatera Utara


akuades dikocok hingga homogen lalu dibiarkan selama 30 menit. Penentuan
panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan pada rentang panjang
gelombang 400-450 nm (Aminah dkk., 2017). Absorbansi campuran pada larutan
standar kuersetin diukur pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017). Kurva larutan standar kuersetin
dibuat dengan mengasumsikan bahwa sumbu x adalah konsentrasi larutan
kuersetin dan sumbu y merupakan absorbansi larutan kuersetin. Kurva ini akan
digunakan untuk menentukan kadar flavonoid total sampel (Yulianti dkk., 2015).

3.5.5.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total Sampel


Larutan AlCl3 10% sebanyak 0,1 ml, larutan Na-asetat 1 M sebanyak 0,1
ml dan akuades sebanyak 2,8 ml ditambahkan pada 2 ml larutan ekstrak. Larutan
AlCl3 10% digunakan untuk membentuk kompleks warna flavonoid sehingga
dapat ditetapkan kadarnya. Natrium asetat merupakan basa lemah dan dapat
mengioniasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7-OH bebas. Flavon dan flavonol dalam flavonoid mempunyai
gugus 7-OH bebas yang ditunjukkan dengan pergeseran batokromik sebesar 5-20
nm pada pita serapan II dengan menggunakan larutan natrium asetat dan dari
pergeseran batokromik tersebut menyebabkan pengomplekskan warna pada
flavonoid sehingga memudahkan pembacaan kadar flavonoid pada alat
spektrofotometri Uv-Vis (Sjahid, 2008). Campuran AlCl3 10%, Na-asetat 1 M dan
akuades dikocok hingga homogen lalu dibiarkan selama 30 menit. Penentuan
panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan pada rentang panjang
gelombang 400-450 nm (Aminah dkk., 2017). Absorbansi campuran pada larutan
standar kuersetin diukur pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017). Kadar flavonoid total dihitung
dengan menggunakan persamaan linier dari kurva larutan standar kuersetin yang
diperoleh (Yulianti dkk., 2015).

3.5.6 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa (Budi dan Setia, 2009)


Selama proses ekstraksi, sampel ekstrak diambil sebanyak 5 ml pada
setiap 5 menit. Lalu ekstrak difiltrasi menggunakan kertas saring untuk

27

Universitas Sumatera Utara


memisahkan residu dari filtrat yang diperoleh. Konsentrasi ekstrak sampel diukur
dengan cara mengukur absorbansi ekstrak menggunakan spektrofotometri UV-
VIS pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan penentuan kadar flavonoid
total yang dilakukan. Dari absorbansi yang diperoleh, koefisien perpindahan
massa dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.6.

3.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat dengan Metode


DPPH (Ridho, 2013)
Uji aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas pada ekstrak dilakukan
dengan menggunakan metode DPPH. Pembuatan larutan induk DPPH dilakukan
dengan cara sebanyak 5 mg DPPH dilarutkan dalam 50 ml metanol (dimana
pelarut metanol memiliki kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pelarut etanol) sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 100 μg/ml. Kemudian 1ml
larutan DPPH diambil dari larutan DPPH 100 μg/ml kemudian dimasukkan dalam
tabung reaksi. Larutan metanol ditambah sebanyak 3 ml untuk membuat larutan
baku. Kemudian campuran dihomogenkan lalu diinkubasi di tempat gelap pada
suhu kamar selama 30 menit. Absorbansi optimum diukur pada panjang
gelombang 517 nm. Perlakuan yang sama dilakukan untuk larutan ekstrak kulit
buah alpukat dan vitamin C sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 10, 25, 50,
75 dan 100 ppm. Nilai aktivitas antioksidan dapat ditentukan dengan
menggunakan Persamaan 2.1.

3.5.8 Penentuan Karakteristik Flavonoid dari Ekstrak Kulit Buah Alpukat


Menggunakan FT – IR (Fourrier Transform Infra Red)
Sampel ekstrak dicampur dengan serbuk KBr. Campuran kemudian
ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan alat mekanik. Sampel diletakkan
pada kompartment dan diletakkan pada alat spektroskopi Infra Merah Shimadzu.
Sampel dianalisis pada timbal-balik panjang gelombang 200-4000 1/cm.

28

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT


Kadar air merupakan suatu parameter yang menyatakan banyaknya jumlah air
yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan kadar air
basis basah atau basis kering. Kadar air basis kering merupakan jumlah air per unit
massa padatan kering dalam sampel dan kadar air basis basah adalah jumlah air per
unit massa padatan basah suatu sampel. Kadar air suatu bahan menentukan sifat
bahan yang akan diproduksikan ataupun dikomersialkan dengan standarisasi seperti:
waktu simpan bahan, stabilitas mikrobiologis bahan, kandungan zat kering bahan,
konsentrasi atau kemurnian bahan, dan nilai gizi produk (Rani dkk., 2015).
Kadar air dapat mempengaruhi tekstur, bau, serta cita rasa bahan pangan. Nilai
kadar air yang tinggi mengakibatkan kualitas bahan berkurang dan waktu simpan
yang relatif singkat. Hal itu disebabkan air dapat membantu mikroba untuk
berkembang biak, sehingga terjadi perubahan karakteristik pada bahan pangan
tersebut (Lindani, 2016). Kadar air kulit buah alpukat yang diperoleh pada penelitian
ini adalah sebesar 77,878% yang merupakan nilai rata-rata dari 3 kali pengulangan.
Pada penelitian lain, yang dilakukan oleh Rotta dkk., (2016) yang meneliti tentang
penggunaan kulit buah alpukat (Persea americana) dalam formulasi teh: sebagai
sebuah produk fungsional yang mengandung senyawa fenolik dengan aktivitas
antioksidan, dari hasil penelitian itu diperoleh kadar air kulit buah alpukat sebesar
65,050%.
Perbedaan nilai kadar air yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh
tanaman itu sendiri. Jenis buah yang digunakan oleh peneliti sebelumnya merupakan
jenis Persea americana yang berasal dari negara Brazil. Iklim suatu daerah dapat
mempengaruhi sifat fisik suatu bahan pangan, kondisi kesuburan tanah serta faktor
lainnya. Untuk memperoleh kualitas bahan pangan yang lebih baik maka dilakukan
upaya pengurangan nilai kadar air dari bahan tersebut dengan menggunakan teknik
pengeringan yang dapat dilakukan secara konvensional maupun dengan bantuan alat.
Pengeringan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan
kipas, unit pemanas serta alat-alat kontrol. Sumber tenaga yang digunakan untuk

29

Universitas Sumatera Utara


mengalirkan udara adalah motor bakar atau motor listrik sedangkan sumber energi
pada unit pemanasnya adalah gas, minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas
listrik. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat pula
proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar
energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang di
uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Hani, 2012).
Pada awal proses pengeringan, terjadi penurunan kadar air yang sangat
signifikan dibandingkan dengan saat-saat akhir proses pengeringan. Saat awal proses
pengeringan berlangsung, kandungan air yang diuapkan terlebih dahulu adalah
kandungan air yang terletak pada sisi permukaan bahan sehingga penurunan kadar air
untuk tahap-tahap awal proses pengeringan berlangsung dalam waktu yang relatif
lebih singkat. Setelah kandungan air pada sisi permukaan bahan habis teruapkan
maka kandungan air yang berada ditengah bahan akan naik menuju sisi permukaan
bahan dan selanjutnya mengalami penguapan. Oleh karena itu waktu yang diperlukan
untuk proses penguapan pada saat-saat akhir/hampir mencapai kadar air yang
minimum memerlukan waktu yang lebih lama (Amanto dkk., 2015).
Selama pengeringan, bahan pangan kehilangan kadar air, yang menyebabkan
naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang tertinggal. Jumlah protein, lemak, dan
karbohidrat yang ada per satuan berat di dalam bahan pangan kering lebih besar
daripada bahan pangan segar (Putri, 2012).

4.2 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP JUMLAH EKSTRAK


TOTAL FLAVONOID PER SATUAN WAKTU
Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar total flavonoid dapat dilihat
pada Gambar 4.1. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi, maka
semakin tinggi kadar total flavonoid yang dihasilkan dan dalam waktu tertentu
konsentrasi flavonoid dalam pelarut etanol tidak bertambah seiring dengan
bertambahnya waktu yang disebabkan kesetimbangan padat-cair pada ekstraksi telah
tercapai. Namun, pada suhu 70 oC nilai kadar total flavonoid menurun. Hal ini
disebabkan suhu yang terlalu tinggi dan waktu ekstraksi yang lama serta melampaui
batas waktu optimum dapat menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa pada larutan
karena penguapan, selain itu komponen bioaktif seperti flavonoid tidak tahan

30

Universitas Sumatera Utara


terhadap suhu tinggi sehingga mengalami perubahan struktur serta menghasilkan
ekstrak yang rendah (Yuliantari dkk., 2017).

80
Kadar Total Flavonoid (ppm)

70
60
50
40 (oC)
40
50 (oC)
30 60 (oC)
20 70 (oC)
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi dengan


Variasi Suhu Ekstraksi

Lama kontak zat terlarut dengan pelarut akan meningkatkan kelarutan material
yang diekstrak sehingga kecepatan ekstraksi juga meningkat (Ibrahim dkk., 2015).
Keadaan tersebut akan terus berlanjut hingga padatan dan cairan mengalami
kejenuhan sesuai dengan hukum kedua Fick tentang difusi yang menyatakan bahwa
setelah waktu tertentu, akan terjadi kesetimbangan antara zat terlarut (padatan)
dengan pelarut (Chew dkk., 2011). Waktu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap
senyawa yang dihasilkan. Waktu ekstraksi yang tepat akan menghasilkan senyawa
yang optimal. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan menyebabkan ekstrak
terhidrolisis, sedangkan waktu ekstraksi yang terlalu singkat menyebabkan tidak
semua senyawa aktif terekstrak dari bahan (Yuliantari dkk., 2017).
Yield pada suhu 40 oC naik ke suhu 50 oC pada kondisi keadaan setimbang,
dengan persentase kenaikan sebesar 69,28% kemudian dari suhu 50 oC ke suhu 60 oC
mengalami kenaikan lagi dengan persentase sebesar 30,94%. Namun, yield dari suhu
60 oC menuju suhu 70 oC mengalami penurunan yaitu sebesar 49,43%. Persentase
kenaikan yield kadar total flavonoid secara signifikan terjadi dari suhu 40 oC menuju
50 oC.

31

Universitas Sumatera Utara


Berubahnya suhu selama proses ekstraksi mempengaruhi kelarutan suatu
senyawa karena adanya pengaruh massa jenis (massa jenis sangat sensitif terhadap
perubahan suhu), semakin tinggi suhu pada proses ekstraksi maka dapat
mempercepat perpindahan massa dan meningkatkan hasil ekstraksi (Safitri dkk.,
2018).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017) dengan ekstraksi
pada bayam merah menggunakan pelarut air melaporkan bahwa nilai kadar total
flavonoid yang diperoleh pada suhu 50 oC dengan waktu kesetimbangan 60 menit
adalah sebesar 19,06 ppm; pada suhu 60 oC dengan waktu kesetimbangan 50 menit
adalah 23,31 ppm dan pada suhu 70 oC dengan waktu kesetimbangan yang dicapai
40 menit adalah 23,72 ppm. Penelitian yang dilaporkan oleh Cai dkk. (2010) dengan
metode ekstraksi secara soklet dan refluks pada kulit Opuntia milpa alta (tanaman
kaktus) dengan pelarut eter, menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi
semakin meningkat kadar total flavonoid dengan rentang waktu 3-6 jam dengan
kadar total flavonoid masing-masing adalah 4,4 mg/g; 4,6 mg/g; 4,8 mg/g dan 5,0
mg/g.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu dkk. (2014) menyatakan
bahwa ekstraksi dari tanaman Scutellaria baicalensis Georgi dengan memvariasikan
suhu 25-95 oC menggunakan pelarut etanol diperoleh hasil ekstrak yang terus
meningkat seiring bertambahnya suhu hingga mencapai keadaan maksimum sampai
suhu 60 oC. Namun mengalami penurunan pada suhu 60-90 oC. Hal ini terjadi karena
suhu yang tinggi menyebabkan senyawa flavonoid mengalami degradasi dan
meningkatkan larutnya pengotor di dalam larutan selama proses ekstraksi.
Yue Ma dkk.(2015) dengan metode ekstraksi refluks untuk mengekstraksi
senyawa flavonoid dan polifenol pada daun Manilkara zapota (tanaman sawo
manila) dengan menggunakan pelarut etanol, menyatakan bahwa yield kadar total
flavonoid pada variasi suhu 50, 60 dan 70 oC naik yaitu masing-masing sebesar 45;
46 dan 50 mg/g. Namun, pada suhu 80 oC yield kadar total flavonoid mengalami
penurunan menjadi 47 mg/g. Suhu sangat mempengaruhi proses difusivitas senyawa
zat terlarut tersebut karena senyawa flavonoid merupakan senyawa termosensitif
yang dapat mengalami degradasi dengan cepat apabila terkena suhu yang tinggi.

32

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Semakin lama waktu ekstraksi, maka kadar total flavonoid
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin lama proses ekstraksi, maka
kontak antara pelarut dengan zat terlarut semakin lama dan pada waktu tertentu akan
mencapai titik kesetimbangan. Waktu terbaik yang diperoleh pada penelitian ini
adalah pada suhu 60 oC yaitu selama 55 menit menghasilkan yield kadar total
flavonoid sebesar 67,055 ppm. Pada penelitian ini, suhu terbaik yang diperoleh
adalah pada suhu 60 oC.

4.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA


Penentuan koefisien perpindahan massa (KL) bertujuan untuk mengetahui
proses perpindahan massa yang terjadi pada ekstraksi dan variabel-variabel yang
mempengaruhi perilaku perpindahan massa dalam sistem seperti ukuran padatan,
kecepatan putar pengadukan, temperatur dalam cairan, serta jenis dan konsentrasi
cairan. Sehingga dapat dipelajari pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap
koefisien perpindahan massanya.
Koefisien perpindahan massa ditentukan menggunakan Persamaan 2.3, yaitu ln
C* - CL KL A
* = ( )t, dimana A = luas permukaan dan V = volume pelarut. Dengan
C - CL0 V

menghubungkan antara waktu ekstraksi dengan konsentrasi yang diperoleh, dimana


C* adalah konsentrasi pada waktu setimbang, CL merupakan konsentrasi pada waktu
C* - CL
t, dan CL0 adalah konsentrasi pada waktu awal sehingga diperoleh nilai ln per
C* - CL0
KLA
satuan waktu. Nilai ( ) yang merupakan slope yang diperoleh dari grafik
V

C* - CL
hubungan ln vs waktu digunakan untuk memperoleh nilai koefisien
C* - CL0

C* - CL
perpindahan massa (KL). Hubungan antara waktu ekstraksi dengan ln pada
C* - CL0

berbagai suhu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan
Gambar 4.5.

33

Universitas Sumatera Utara


0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
-0.5
ln (C* - CL) / (C* - CLO)
-1.0

-1.5

-2.0
y = -0,040x
-2.5 R² = 0,937

-3.0

-3.5

-4.0
t (menit)

C* - CL
Gambar 4.2 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 40 oC
C* - CL0

0.0
-0.5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

-1.0
ln (C* - CL) / (C* - CLO)

-1.5
-2.0
-2.5 y = -0.0634x
-3.0 R² = 0.8935
-3.5
-4.0
-4.5
-5.0
t (menit)

C* - CL
Gambar 4.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 50 oC
C* - CL0

34

Universitas Sumatera Utara


0.0
-0.5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

ln (C* - CL) / (C* - CLO) -1.0


-1.5
-2.0
-2.5 y = -0.073x
R² = 0.922
-3.0
-3.5
-4.0
-4.5
-5.0
t (menit)

C* - CL
Gambar 4.4 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Suhu 60 oC
C* - CL0

0.0
-0.5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
-1.0
ln (C* - CL) / (C* - CLO)

-1.5
-2.0
-2.5
-3.0
-3.5
y = -0.1053x
-4.0 R² = 0.9047
-4.5
-5.0
-5.5
t (menit)

C* - CL
Gambar 4.5 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Suhu 70 oC
C* - CL0

C* - CL
Dari nilai slope yang diperoleh pada hubungan ln dengan waktu
C* - CL0

ekstraksi pada berbagai suhu, maka dapat ditentukan nilai koefisien perpindahan
massa yang terjadi selama proses ekstraksi berlangsung. Nilai koefisien perpindahan

35

Universitas Sumatera Utara


KLA
massa (KL) pada berbagai suhu ditentukan dengan menggunakan persamaan ( )t
V
KLA
dimana ( ) merupakan nilai slope sehingga dapat diperoleh nilai koefisien
V

perpindahan massanya. Hubungan koefisien perpindahan massa dengan suhu


ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.6.

0.8
0.700
0.7
0.6
0.487
KL (cm/det)

0.5 0.420
0.4
0.267
0.3
0.2
0.1
0
35 40 45 50 55 60 65 70 75
T (OC)

Gambar 4.6 Nilai Koefisien Perpindahan Massa pada Setiap Suhu Ekstraksi

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai KL semakin besar dengan meningkatnya
suhu ekstraksi. Hal ini karena semakin tinggi suhu ekstraksi, maka semakin banyak
kadar total flavonoid yang terekstrak seiring dengan bertambahnya waktu ekstraksi
sehingga koefisien perpindahan massa juga semakin meningkat. Adapun pada suhu
70 oC, kadar total flavonoid menurun tetapi nilai koefisien perpindahan massa
meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena pada suhu 70 oC senyawa flavonoid
mulai terdekomposisi dan pelarut etanol yang memiliki titik didih 78,3 oC (Putri,
2017) mulai mengalami penguapan sehingga menyebabkan ekstrak padatan
flavonoid dalam larutan ekstraksi ikut menguap sehingga kadar total flavonoid
semakin rendah dimana pada penelitian ini, galat suhu yang digunakan adalah ± 5 oC.
Namun suhu tinggi dapat mengakibatkan difusivitas zat terlarut pada pelarut
berlangsung lebih cepat sehingga nilai koefisien perpindahan massa meningkat.

36

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya kelarutan zat terlarut yang diekstrak akan bertambah besar
dengan bertambah tingginya suhu. Suhu yang semakin meningkat mengakibatkan
difusi yang terjadi semakin besar, sehingga proses ekstraksi berjalan lebih cepat.
Pada suhu yang semakin tinggi, viskositas larutan akan turun. Semakin rendah
viskositasnya, maka tahanan perpindahan massa juga akan semakin kecil, sehingga
zat terlarut lebih mudah terekstrak. Selain itu meningkatnya suhu ekstraksi dapat
membuat jaringan dinding sel partikel solid semakin lunak sehingga akan
mempermudah perpindahan zat terlarut ke pelarut (Margaretta dkk., 2011).
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017)
menyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi, maka semakin tinggi nilai
koefisien perpindahan massa yang dihasilkan. Nilai koefisien perpindahan massa
yang diperoleh pada suhu 50, 60 dan 70 oC meningkat, yaitu 0,158; 0,270 dan 0,420
cm/det. Penelitian yang dilakukan oleh Krisna dan Rajan (2017), menggunakan
metode ekstraksi dengan bantuan microwave dengan rentang suhu 40 oC, 60 oC, 80
o
C dan 100 oC menggunakan pelarut air pada Phyllanthus emblica (buah tanaman
malaka). Nilai koefisien perpindahan massa naik seiring bertambahnya suhu
ekstraksi. Pada suhu 40 oC diperoleh KT sebesar 1,26±0,23 m/det; nilai KT pada suhu
60 oC adalah 2,21±0,00 m/det; nilai KT pada suhu 80 oC adalah 2,74±0,00 m/det dan
pada suhu 100 oC diperoleh nilai KT sebesar 3,24±0,00 m/det.
Suhartono dkk. (2005) menyatakan bahwa harga perpindahan massa yang
diperoleh cenderung meningkat seiring dengan semakin tinggi kecepatan
pengadukan dan semakin kecilnya ukuran partikel. Nilai koefisiein perpindahan
massa pada ukuran partikel mesh 10/20, 20/30 dan 30/40 pada 333 rpm adalah
sebesar 1,5317E-05; 1,5432E-05 dan 1,5663E-05 cm/detik. Adapun ukuran bahan
yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 x 1 cm yang bertujuan untuk
memberikan luas bidang sentuh antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga
proses difusi yang terjadi akan berlangsung semakin cepat dan mengakibatkan zat
terlarut yang teresktrak semakin banyak. Hasil terbaik yang diperoleh pada penelitian
ini adalah pada suhu 70 oC yang memiliki nilai koefisien perpindahan massa sebesar
0,486 cm/det.
Berdasarkan linearisasi persamaan Arrhenius pada Persamaan 2.6, maka dapat
ditentukan hubungan ln KL dengan 1/T sehingga dari grafik tersebut dapat diperoleh

37

Universitas Sumatera Utara


nilai frekuensi dari intersep dan nilai energi aktivasi dari nilai slopenya. Hubungan
antara ln KL dengan 1/T dapat dilihat pada Gambar 4.7.

2.90 2.95 3.00 3.05 3.10 3.15 3.20 3.25


0.0

-0.2

-0.4

-0.6
ln KL

R² = 0,970
-0.8

-1.0

-1.2

-1.4 1/T (K) (103)

Gambar 4.7 Hubungan ln KL dengan 1/T

Dari persamaan regresi linear pada Gambar 4.7 diperoleh nilai ln KL= -
3,2709/T + 9,1673. Dari persamaan Ea/R=slope, maka diperoleh nilai Ea sebesar
3,2709.R J/mol, dengan nilai R = 8,314 J/Kmol sehingga diperoleh nilai energi
aktivasi (Ea) sebesar 27,188 J/mol. Nilai faktor frekuensi (A) diperoleh dari ln A
yang merupakan nilai intersep dari persamaan regresi, dimana ln A = 9,1673
sehingga diperoleh nilai A sebesar 9.575,854. Maka persamaan Arrhenius pada
Persamaan 2.6 dapat ditulis menjadi Persamaan 4.1.
KL = 9.575,854 𝑒 27,188/𝑅𝑇 (4.1)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa energi aktivasi minimum dibutuhkan agar
perpindahan massa dapat terjadi adalah sebesar 27,188 J/mol dan faktor frekuensi
sebesar 9.575,854.
Frekuensi pada proses ekstraksi merupakan jumlah tumbukan yang terjadi
antara molekul-molekul flavonoid dalam pelarut etanol per satuan waktu. Faktor
frekuensi dan energi aktivasi dapat mempengaruhi nilai koefisien perpindahan massa
pada proses ekstraksi. Dari Gambar 4.7 dengan mengikuti persamaan arrhenius yang
diperoleh pada Persamaan 4.1, dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai faktor

38

Universitas Sumatera Utara


frekuensi maka semakin rendah nilai KL yang diperoleh begitu juga dengan nilai
energi aktivasi yang diperoleh, semakin tinggi nilai energi aktivasi maka semakin
rendah nilai koefisien perpindahan massa yang diperoleh. Namun, jika ditinjau dari
perbedaan suhu diperoleh bahwa semakin tinggi suhu maka semakin tinggi nilai
koefisien perpindahan massanya.
Pada penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Iriany dkk. (2017)
menyatakan bahwa nilai energi aktivasi yang diperoleh untuk ekstraksi daun bayam
merah adalah sebesar 45,056 J/mol. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Krisna
dan Rajan (2017) melaporkan bahwa energi aktivasi yang diperoleh dari proses
ekstraksi Phyllanthus emblica (buah tanaman malaka) adalah sebesar 7,58 kJ/mol.

4.4 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS


ANTIOKSIDAN
Pengaruh suhu ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan pada penelitian ini
adalah semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai IC50 yang diperoleh. Namun,
pada suhu 70 oC nilai IC50 kembali naik. Hubungan antara aktivitas antioksidan dan
suhu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Penentuan aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH. DPPH merupakan radikal bebas pada suhu ruang yang
menerima elektron dan hidrogen radikal untuk menjadi molekul stabil. Metode ini
digunakan untuk menganalisis antioksidan pada senyawa metabolit sekunder seperti
polifenol. DPPH diberi hidrogen oleh polifenol, membentuk DPPH yang telah
tereduksi. Kemudian terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning setelah
reduksi, yang bisa diukur melalui penurunan absorbansi pada panjang gelombang
517 nm (Soehendro dkk., 2015). Pada penelitian ini dijadikan vitamin C dan
flavonoid dari ekstrak daun bayam merah sebagai pembanding atau indikator
terhadap aktivitas antioksidan yang diperoleh.

39

Universitas Sumatera Utara


160 149.583
140
120.897
120 105.944
IC50 (ppm)

100
80.318
80
60
36.720
40
18.674
20
0
Vitamin C Flavonoid 40 (⁰C) 50 (⁰C) 60 (⁰C) 70 (⁰C)
Daun
Bayam
Merah
Antioksidan

Gambar 4.8 Hubungan Aktivitas Antioksidan pada Berbagai Suhu dengan


Kecepatan Pengadukan 300 rpm

Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung


gugus hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diserap oleh tubuh. Oleh
karena itu vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas dan mampu menetralisisr
radikal bebas (Setyowati dan Damayanti, 2014). Dalam beberapa penelitian vitamin
C digunakan sebagai kontrol positif dalam menentukan aktivitas antioksidan (Sayuti
dan Yenrina, 2015). Apabila nilai aktivitas antioksidan pada sampel mendekati nilai
aktivitas antioksidan vitamin C sebagai pembanding maka sampel tersebut dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif antioksidan.
Ekstrak daun bayam merah yang diperoleh dari hasil penelitian Iriany, dkk.
(2017) dijadikan sebagai salah satu pembanding untuk penelitian ini dimana nilai
IC50 pada penelitian ekstrak bayam merah lebih rendah dibandingkan nilai IC 50 yang
diperoleh pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan bayam merah memiliki khasiat
antioksidan yang lebih tinggi daripada kulit buah alpukat yang mana ekstrak
flavonoid yang terdapat pada daun bayam merah lebih aktif sehingga cocok dijadikan
sebagai salah satu alternatif agen antioksidan. Kulit buah alpukat juga dapat

40

Universitas Sumatera Utara


dijadikan pertimbangan sebagai salah satu alternatif agen antioksidan, mengingat
kulit buah alpukat merupakan salah satu limbah yang jarang dimanfaatkan.
Menurut Zekovic dkk. (2014) yang melakukan ekstraksi dengan metode
permukaan respon dengan menggunakan pelarut etanol pada bunga Chamomile
ligulate (sejenis bunga matahari) dengan memvariasikan suhu ekstraksi 40, 60 dan
80 oC serta konsentrasi pelarut etanol 50, 70 dan 90% pada waktu 30, 60 dan 90
menit. Dari penelitian tersebut, semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai IC 50
semakin rendah dimana pada IC50 membuat aktivitas antioksidan juga meningkat.
Nilai aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada suhu 60 oC, etanol 70% dan
selama 60 menit dengan nilai IC50 sebesar 0,014 mg/ml. Tingginya suhu ekstraksi
mengakibatkan pelunakan jaringan pada tanaman dan meningkatkan difusi pelarut
ekstraksi ke dalam sel.
Menurut Benchikh dan Louaileche (2014) dengan metode ekstraksi sentrifugasi
menggunakan variasi pelarut aseton, etanol, metanol dan air pada konsentrasi 40, 60,
70, 80 dan 100% dengan waktu ekstraksi 60, 90 dan 120 menit pada suhu 25, 50, 70
dan 90 oC pada bubuk pohon carob. Dari hasil penelitian diperoleh hasil terbaik pada
suhu 90 oC, pelarut 70% aseton selama 90 menit. Nilai aktivitas antioksidan yang
diperoleh pada suhu 90 oC adalah sebesar 4032 mgAAE/100 gDW. Hal ini
membuktikan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin tinggi nilai aktivitas
antioksidan yang diperoleh. Suhu yang tinggi dapat menurunkan viskositas pelarut
sehingga penetrasi pada partikel matriks menjadi lebih baik dan mengakibatkan
ekstraksi semakin cepat dan menghasilkan ekstrak yang banyak.
Nilai IC50 didefinisikan sebagai konsentrasi senyawa antioksidan yang
dibutuhkan untuk mereduksi aktivitas radikal bebas sebesar 50%, di mana semakin
kecil nilai IC50, maka aktivitas antioksidannya akan semakin tinggi. Semakin lama
waktu ekstraksi menyebabkan penurunan nilai IC50 yang artinya semakin tingginya
aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh kandungan senyawa
aktif yang ada di dalam ekstrak seperti flavonoid. Flavonoid akan mendonorkan
hidrogen atau elektronnya kepada radikal bebas untuk menstabilkan senyawa radikal,
sehingga semakin tinggi kandungan flavonoid dalam ekstrak, aktivitas
antioksidannya juga akan semakin tinggi (Dewi dkk. 2018).

41

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian ini menunjukkan data yang fluktuasi, dari hasil penelitian di
atas dapat disimpulkan bahwa pada suhu 40-60 oC, aktivitas antioksidan meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu ekstraksi dan banyaknya senyawa flavonoid yang
terlarut. Namun setelah melebihi suhu optimum, terjadi penurunan aktivitas
antioksidan yang ditandai dengan menurunnya nilai kadar total flavonoid pada suhu
70 oC. Nilai aktivitas antioksidan dapat dihitung berdasarkan nilai IC50. Adapun
tingkatan aktivitas antioksidan menggunakan DPPH dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tingkatan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH


Aktivitas Antioksidan Nilai IC50 (ppm)
Sangat kuat < 50
Aktif 50-100
Sedang 101-250
Lemah 250-500
Tidak aktif >500
Sumber: Muchtaromah dkk. (2017)

Berdasarkan Tabel 4.1 maka dapat disimpulkan bahwa pada hasil penelitian
ini, ekstraksi pada suhu 60 oC memiliki aktivitas antioksidan yang bersifat aktif
sedangkan pada suhu 40 oC, 50 oC dan 70 oC memiliki aktivitas antioksidan yang
sedang.

4.5 KARAKTERISTIK FTIR (FOURRIER TRANSFORM INFRA RED)


FLAVONOID DARI EKSTRAKSI KULIT BUAH ALPUKAT
Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) flavonoid terhadap ekstraksi
kulit buah alpukat bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat
dalam ekstraksi kulit buah alpukat. Karakteristik FTIR flavonoid terhadap ekstraksi
kulit buah alpukat dapat dilihat pada Gambar 4.9.

42

Universitas Sumatera Utara


120

Transmittance (%) 100


C=C
80

60
C-H
40
O-H 1650,3
20 3350,2
651,4
0
3900 3400 2900 2400 1900 1400 900 400
Wavenumber (cm-1)
300
Gambar 4.9 Karakteristik FTIR (Fourrier Transform Infra Red) Flavonoid dari
Ekstraksi Kulit Buah Alpukat Suhu 60 oC dengan Kecepatan
Pengadukan 300 rpm

Karakteristik FTIR pada Gambar 4.9 menunjukkan beberapa puncak serapan


(peak) kunci yang dapat mengindikasi suatu gugus-gugus fungsional sebagai ciri
khusus dari suatu senyawa. Uji FTIR yang dilakukan pada ekstrak kulit buah alpukat
menghasilkan nilai puncak serapan kunci pada bilangan gelombang. Nilai frekuensi
bilangan gelombang yang diperoleh pada penelitian ini dan nilai frekuensi
gelombang ketetapan atau pembanding dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Analisa Gugus Fungsi FT-IR


Frekuensi Bilangan Ekstrak Kulit Buah
Jenis Ikatan
Gelombang (1/cm)* Alpukat (1/cm)
C-H aromatik 500-800 651,4
C=C aromatik 1500-1900 1650,3
O-H 3200-3600 3350,2
*Sumber: Silverstein dkk. (1976)

Senyawa flavonoid memiliki gugus fungsi seperti O-H aromatik, C=C


aromatik, C-H aromatik, C-H alifatik, C=O kelat, dan C-H alkil (Suyatno dkk.,
2014). Pada penelitian ini ditemukan gugus-gugus fungsi pada Gambar 4.9 dan
serapan-serapan yang tertera pada Tabel 4.2, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada ekstrak kulit buah alpukat terdapat senyawa flavonoid.

43

Universitas Sumatera Utara


4.6 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK
Rendemen ekstrak semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
ekstraksi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu ekstraksi, maka semakin
banyak flavonoid yang dapat terlarut. Namun, pada suhu 70 oC, nilai rendemen
ekstrak menurun disebabkan adanya kenaikan suhu yang menyebabkan nilai kadar
total flavonoid berkurang, sehingga jumlah ekstrak yang diperoleh juga menurun.
Gambar 4.10 menunjukkan hubungan antara rendemen ekstrak dengan suhu
ekstraksi.
Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk. Rendemen
adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku.
Nilai rendemen juga berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang
terkandung pada sampel. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi
kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Dewatisari dkk., 2017).

7
6.20
Rendemen Ekstrak (%)

6 5.27
5.06
5 4.33
4
3
2
1
0
40 50 60 70
T (oC)

Gambar 4.10 Hubungan Rendemen Ekstrak dengan Suhu Ekstraksi

Persentase rendemen menunjukkan banyaknya metabolit sekunder yang


terekstrak dalam pelarut. Perbedaan hasil rendemen dapat dipengaruhi oleh beberapa

44

Universitas Sumatera Utara


faktor, yaitu waktu ekstraksi, jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dengan
bahan, suhu ekstraksi, dan ukuran partikel sampel (Ready, 2016).
Persentase hasil rendemen ekstrak yang diperoleh pada penelitian ini adalah
rendemen ekstrak meningkat dari suhu 40 oC menuju suhu 50 oC sebesar 16,86% dan
kembali naik pada suhu 50 oC menuju suhu 60 oC sebesar 22,53%. Persentase
kenaikan rendemen ekstrak secara keseluruhan adalah sebesar 43,18%. Namun pada
suhu 60 oC menuju suhu 70 oC, persentase rendemen ekstrak menurun sebesar 15%.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Inggrid dan Herry (2014),
menyatakan bahwa hasil ekstraksi antioksidan dan senyawa aktif dari buah kiwi
menggunakan pelarut etanol 95% dengan metode ekstraktor batch yang
memvariasikan rasio umpan pelarut sebesar 1:10, 1:15 dan 1:20 dan suhu ekstraksi
sebesar 30, 40 dan 50 oC selama 3 jam. Dari penelitian tersebut diperoleh data
semakin tinggi temperatur dan rasio F:S maka perolehan berat ekstrak semakin
meningkat, dengan nilai rendemen ekstrak tertinggi terdapat pada suhu 50 oC dan
rasio 1:20 yaitu sebesar 86,80%. Peningkatan rendemen dapat disebabkan oleh
besarnya laju difusi solute (antioksidan) dari matriks padat ke permukaan, laju
perpindahan massa solute meningkatkan kelarutan solute di dalam pelarut.
Yuliantari dkk. (2017) yang melakukan penelitian pengaruh suhu dan waktu
ekstraksi terhadap kandungan flavonoid dan aktivitas antioksidan daun sirsak
(Annona muricata L.) menggunakan ultrasonik dimana rendemen ekstrak meningkat
seiring dengan bertambahnya suhu yaitu pada suhu 35oC dan 45 oC, namun
mengalami penurunan pada suhu 55 oC dengan nilai rendemen ekstrak masing-
masing adalah 18,85%, 19,14% dan 14,85%. Hal ini disebabkan kelarutan zat aktif
yang diekstrak akan menghasilkan ekstrak yang optimum dengan bertambah
tingginya suhu dan lama waktu ekstraksi yang digunakan. Akan tetapi dengan suhu
yang terlalu tinggi dan waktu ekstraksi yang lama serta melampaui batas waktu
optimum dapat menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa pada larutan karena
penguapan, selain itu komponen bioaktif seperti flavonoid tidak tahan terhadap suhu
tinggi sehingga mengalami perubahan struktur serta menghasilkan ekstrak yang
rendah. Pada hasil penelitian ini, diperoleh rendemen ekstrak tertinggi pada suhu 60
o
C dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 6,20%. Namun, terjadi penurunan nilai
rendemen ekstrak pada suhu 70 oC.

45

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Kulit buah alpukat memiliki kadar air sebesar 77,878%.
2. Kadar total flavonoid pada setiap variasi suhu meningkat seiring dengan
semakin lamanya waktu ekstraksi.
3. Kadar total flavonoid semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
suhu ekstraksi, namun pada suhu 70 oC kadar total flavonoid mengalami
degradasi.
4. Kadar total flavonoid tertinggi diperoleh pada ekstraksi suhu 60 oC yaitu
67,055 ppm dengan waktu kesetimbangan ekstraksi selama 50 menit.
5. Nilai koefisien perpindahan massa (KL) tertinggi diperoleh pada suhu 70 oC
yaitu sebesar 0,486 cm/det.
6. Persamaan koefisien perpindahan massa pada proses ekstraksi adalah KL =
27,188
9.575,854 𝑒 RT .
7. Jenis aktivitas antioksidan yang diperoleh dari ekstraksi kulit buah alpukat
adalah bersifat kuat pada suhu 60 oC dan sedang pada suhu 40, 50 dan 70
o
C.
8. Rendemen ekstrak yang diperoleh meningkat seiring dengan bertambahnya
suhu ekstraksi, namun pada suhu 70 oC rendemen ekstrak mengalami
penurunan.
9. Nilai rendemen ekstrak tertinggi terdapat pada suhu 60 oC yaitu sebesar
6,20%.

5.2 SARAN
Penelitian selanjutnya disarankan untuk:
1. Memvariasikan rasio padatan-cairan yang digunakan pada proses ekstraksi
kulit buah alpukat lebih lanjut.
2. Meneliti tentang ekstraksi senyawa metabolit sekunder lainnya pada kulit
buah alpukat.

46

Universitas Sumatera Utara


3. Melakukan ekstraksi terhadap biji buah alpukat yang juga merupakan salah
satu limbah organik.
4. Memvariasikan ukuran kulit buah alpukat menjadi bentuk yang lebih kecil
lagi dalam bentuk serbuk.

47

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Andi Nur Fitriani., Aisyah, dan Maswati Baharuddin. 2014. Isolasi
Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana) dan Uji
Toksisitas terhadap Artemia salina Leach. Jurnal Kimia 2(1): 25–32.
Amanto, Bambang Sigit., Siswanti dan Angga Atmaja. 2015. Kinetika Pengeringan
Temu Giring (Curcuma heyneana Valeton dan van Zijp) menggunakan Cabinet
Dryer dengan Perlakuan Pendahuluan Blanching. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian 8(2): 107-114.
Aminah., Nurhayati Tomayahu dan Zainal Abidin. 2017. Penetapan Kadar Flavonoid
Total Ekstrak Etanol Kulit Buah Alpukat (Persea Americana Mill.) dengan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia 4(2):226-230.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analyticial. Chemists. Washington.
Benchikh Yassine dan Hayette Louaileche. 2014. Effect of Extraction Conditions on
the Recovery of Phenolic Compounds and In Vitro Antioxidant Activity of
Carob (Ceratonia siliqua L.) Pulp. Acta Botanica Gallica 161(2): 175-181.
Borisha, Inggit. 2017. Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktivitas Antibakteri
Senyawa Flavonoid dari Fraksi Semi Polar Kulit Akar Tumbuhan Pudau
(Artocarpus kemando Miq.). Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Budi, Faleh Setia dan Setia Budi Sasongko. 2009. Koefisien Transfer Massa pada
Proses Ekstraksi Kayu Manis (Cinnamomum burmanni). Reaktor 12(4): 232-
238.
Budiyati, Eni dan Asha Tridayana. 2013. Pengaruh Kecepatan Putaran Pengaduk
terhadap Konsentrasi Polifenol, kca, dan De pada Ekstraksi Polifenol dari Kulit
Apel Malang. Simposium Nasional RAPI XII: 82-88.
Cai, Weirong., Xiaohong Gu, dan Jian Tang. 2010. Extraction, Purification, and
Characterisation of the Flavonoids from Opuntia milpa alta Skin. Czech
Journal of Food Sciences 28(2):108–116.
Chew, K.K., Kho, M.Z., Ng, S.Y., Thoo, Y.Y., Wan Aida, W.M dan Ho, C.W. 2011.
Effect of Ethanol Concentration, Extraction Time and Extraction Temperature

48

Universitas Sumatera Utara


on the Recovery of Phenolic Compounds and Antioxidant Capacity of
Orthosiphon stamineus Extracts. International Food Research Journal 18(4):
1427-1435.
Dewati, Retno., Ilma Amiriyah, dan Nur Machillah. 2009. Pengaruh Volume Pelarut,
Waktu dan Suhu Ekstraksi Terhadap Penentuan Kadar Azadirachtin pada Biji
Mimba. Chemical Engineering Seminar Soebardjo Brotohardjono VI. 18 Juni:
1-5.
Dewatisari, Whika Febria., Leni Rumiyanti dan Ismi Rakhmawati. 2017. Rendemen
dan Skrining Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan 17(3): 197-202.
Dewi, Shinta R., Naily Ulya dan Bambang D. Argo. 2018. Kandungan Flavonoid dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pleurotus ostreatus. Rona Teknik Pertanian
11(1): 1-11.
Ernawati dan Kumala Sari. 2015. Kandungan Senyawa Kimia dan Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Alpukat (Persea americana P.Mill) terhadap
Bakteri Vibrio Alginolyticus. Jurnal Kajian Veteriner 3(2): 203–211.
Fauziah, Nadiya Ayu., Chairul Saleh, dan Erwin. 2016. Ekstraksi dan Uji Stabilitas
Zat Warna dari Kulit Buah Alpukat (Persea americana Mill.) dengan Metode
Spektroskopi UV-Vis. Jurnal Atomik 1(1): 23–27.
Felistiani, Victy. 2017. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana
Mill.) terhadap Gambaran Histopatologi Hepar dan Limpa pada Mencit (Mus
musculus) yang Diinfeksi Staphylococcus aureus. Skripsi. Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, Univeristas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Hani, Agus M. 2012. Pengeringan Lapis Tipis Kentang (Solanum tuberosum. L)
Varietas Granola. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hermiati, Rusli, Naomi Yemima, dan Mersi Suriani. 2013. Ekstrak Daun Sirih Hijau
dan Merah sebagai Antioksidan Pada Minyak Kelapa. Jurnal Teknik Kimia
USU 2(1): 37-43.
Ibrahim, Agus Martua., Yunianta dan Feronika Heppy Sriherfyna. 2015. Pengaruh
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada

49

Universitas Sumatera Utara


Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum)
dengan Kombinasi Penambahan Madu sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan
Agroindustri 3(2): 530-541.
Inggrid, Maria dan Herry Santoso. 2014. Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa Aktif
dari Buah Kiwi (Actinidia deliciosa). Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan.
Iriany., Irsa Septiawan dan Salwa Jody Gustia. 2017. Model Kinetika Ekstraksi
Flavonoid dari Bayam Merah (Alternanthera amoena voss). Jurnal Teknik
Kimia 6(4): 8-14.
Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap
Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). Skripsi. Program
Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Jeantet, Romain., Pierre Schuck, Thierry Six, Christophe Andre, Guillaume
Delaplace. 2010. The Influence of Stirring Speed, Temperature and Solid
Concentration on the Rehydration Time of Micellar Casein Powder. Dairy
Science and Technology 90: 225–236.
Jie, Wong Pei. 2018. Efektivitas Pelarut Etanol 96% dan Aquadest pada Ekstrak Jahe
Merah terhadap Jamur Candida Albicans (In Vitro). Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Katja, Dewa Gede., Edi Suryanto dan Frenly Wehantouw. 2009. Potensi Daun
Alpukat (Persea americana Mill) Sebagai Sumber Antioksidan Alami. Journal
of Chemical Progress 2 (1): 58–64.
Krisna, R. Yedhu dan Rajan K.S. 2017. Influence of Microwave Irridation on
Kinetics and Thermodynamics of Extraction of Flavonoids from Phyllanthus
emblica. Brazilian Journal of Chemical Engineering 34(3): 885-899.
Levenspiel, Octave. 1999. Chemical Reaction Engineering. Edisi ketiga. John Wiley
& Sons, New York.
Lindani, Amelia. 2016. Perbandingan Pengukuran Kadar Air Metode Moisture
Analyzer dengan Metode Oven pada Produk Biskuit Sandwich Cookies di PT
Mondelez Indonesia Manufacturing. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

50

Universitas Sumatera Utara


Liu, Yanqing., Hongwu Wang dan Xuan Cai. 2014. Optimization of the Extraction of
Total Flavonoids from Scutellaria baicalensis Georgi using the Response
Surface Methodology. Journal Food Science Technology.
Mardina, Primata., Ajang Gunawan, dan M. Imam Nugraha. 2012. Penentuan
Koefisien Transfer Massa Ekstraksi Kalium dari Abu Batang Pisang. Konversi,
1(1): 39–44.
Margaretta, Sheila., Swita Dewi Handayani., Nani Indraswati dan Herman Hindarso.
2011. Ekstraksi Senyawa Phenolic Pandanus amaryllifolius Roxb. sebagai
Antioksidan Alami. Widya Teknik 10(1): 21-30.
Muchtaromah, Bayyinatul., Mujahidin Ahmad., Emy Koestanti S., Yuni Ma’rifatul A
dan Velayati Labone A. 2017. Phytochemicals, Antioxidant and Antifungal
Properties of Acorus calamus, Curcuma mangga, and Allium sativum. The
Veterinary Medicine International Conference 2017, KnE Life Sciences: 93–
104.
Nasir, Subriyer., Fitriyanti, dan Hilma Kamila. 2009. Ekstraksi Dedak Padi Menjadi
Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut n-Hexane
dan Ethanol. Jurnal Teknik Kimia 16(2): 1–10.
Othmer, Kirk. 2000. Encyclopedia of Chemical Technology. Edisi Keempat, Volume
15. John Wiley & Sons, Inc.
Pradita, Claudia Darantika. 2017. Uji Efek Antiinflamasi Dekokta Kulit Alpukat
(Persea americana Mill.) pada Mencit Jantan Galur Swiss Terinduksi
Karagenin. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Prasetyo, Susiana dan Felicia Yosephine. 2012. Model Perpindahan Massa pada
Ekstraksi Saponin Biji Teh dengan Pelarut Isopropil Alkhohol 50% dengan
Pengontakan Secara Dispersi Menggunakan Analisis Dimensi. Jurnal Teknik
Kimia 14(2): 87–94.
Prima, A. Kristijarti dan Ariestya Arlene. 2012. Isolasi Zat Warna Ungu pada
Ipomoea batatas Poir dengan Pelarut Air. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan.
Putri, Annisa Risdianika. 2012. Pengaruh Kadar Air terhadap Tekstur dan Warna
Keripik Pisang Kepok (Musa parasidiaca formatypica). Skripsi. Jurusan
Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

51

Universitas Sumatera Utara


Putri, Yusrina Ika. 2017. Ekstraksi Kuersetin dari Kulit Terong Belanda (Solanum
betaceum Cav.) menggunakan Pelarut Etanol. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia.
Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Putri, Nirma Nasir. 2018. Ekstraksi Zat Warna Kulit Buah Alpukat (Persea
americana Mill.) dan Aplikasinya pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC).
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin.
Makassar.
Rani, P. Sandhya., G. Nagasowjanya., A. Ajitha., Dr.V. Uma Maheswar Rao. 2015.
Aquametry-The Moisture Content Determination. World Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences 4(8): 566-580.
Ready, Achmad Kautsar. 2016. Kandungan Fenolik dan Flavonoid Total serta
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis). Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Redha, Abdi. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Jurnal Berlian 9(2): 196–202.
Ridho, Ery Al. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Lakum
(Cayratia trifolia) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Skripsi.
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Pontianak.
Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak
Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Rotta, Eliza Mariane., Damila Rodrigues de Morais, Polyana Batoqui Franca Biondo,
Vanessa Jorge dos Santos, Makoto Matsushita, dan Jesui Vergilio Visentainer.
2016. Use of Avocado Peel (Persea americana) in Tea Formulation: a
Functional Product Containing Phenolic Compounds with Antioxidant
Activity. Acta Scientiarum Technology 38(1): 23–29.
Sadwiyanti, Lukitariati., Djoko Sudarso, dan Tri Budiyanti. 2009. Petunjuk Teknis
Budidaya Alpukat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

52

Universitas Sumatera Utara


Safitri, Ikke., Maulita Cut Nuria dan Anita Dwi Puspitasari. 2018. Perbandingan
Kadar Flavonoid dan Fenolik Total Ekstrak Metanol Daun Beluntas (Pluchea
indica L.) pada Berbagai Metode Ekstraksi. Inovasi Teknik Kimia 3(1): 31-36.
Sayuti, Kesuma dan Rina Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Andalas
University Press.
Setyowati, Widiastuti Agustina Eko dan Damayanti, Dhika Rizqi. 2014. Pengaruh
Metode Ekstraksi terhadap Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Durian (Durio
zibethinus Murr) Varietas Petruk. Jurnal FKIP. Universitas Sebelas Maret.
Silverstein, Robert M., Francis X. Webster, dan David. J. Kiemle. 1976.
Spectrometric Identification of Organic Compounds, Edisi ke-7. United States
of America: John & Wiley, Inc.
Sjahid, Landyyun Rahmawan. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun
Dewandaru (Eugenia unifora L.) Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Soehendro, Adi Wisnu., Godras Jati Manuhara dan Edhi Nurhartadi. 2015. Pengaruh
Suhu terhadap Aktivitas Antioksidan dan Antimikrobia Ekstrak Biji Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dengan Pelarut Etanol dan Air. Jurnal Teknosains Pangan
IV(4): 15-24.
Sudarmanto, Irwan. 2015. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Akar
Tanaman Ara (Ficus racemosa, L). Tesis. Program Pasca Sarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Suhartono, Jono., Dyah Setyo Pertiwi, Andry faslah, dan Yuan F. Saputra. 2005.
Penentuan Koefisien Perpindahan Massa pada Dekafeinasi Kopi dengan
Pelarut Methylene Chloride. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan
Proses: 111-117.
Susanti, Carolina Maria., Ribut Sugiharto, Sri Setyani, dan Subeki. 2014. Pengaruh
Jumlah Pelarut Etanol dan Suhu Fraksinasi Terhadap Karakteristik Lemak
Kakao Hasil Ekstraksi Non Alkalized Cocoa Powder. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian 19(2): 307–319.
Suyatno., Nurul Hidajati., Khoriyah Umami., dan Ika Purnama Sari. 2014. Chemical
Constituents of Indonesian Silver Fern (Pityrogramma calomelanos) and Their

53

Universitas Sumatera Utara


Citotoxicity Against Murine Leukemia P-388 Cells. Proceeding of
International Conference on Research, Implementation and Education of
Mathematics and Sciences 2014, Yogyakarta State University: 18-20.
Tristantini, Dewi., Alifah Ismawati, Bhayangkara Tegar Pradana, dan Jason Gabriel
Jonathan. 2016. Pengujian Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH
pada Daun Tanjung (Mimusops elengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia”Kejuangan”, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. 17 Maret 2016. Yogyakarta: 1-7.
Vinha, Ana F., Joana Moreira, dan Sergio V. P. Barreira. 2013. Physicochemical
Parameters, Phytochemical Composition and Antioxidant Activity of the
Algarvian Avocado (Persea americana Mill.). Journal of Agricultural Science
5(12): 100–109.
Widarta, I Wayan Rai dan I Wayan Arnata. 2017. Ekstraksi Komponen Bioaktif
Daun Alpukat dengan Bantuan Ultrasonik pada Berbagai Jenis dan Konsentrasi
Pelarut. Agritech 37(2): 148–157.
Yachya, A. Dan Sulistyowati. 2015. Aktivitas Anti Bakteri Biji dan Kulit Buah
Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Aerobacter Aerogenes dan Proteus
mirabilis. Jurnal Teknik Waktu 13(2): 30–37.
Yuan, Alexander Vito Harmony Swastika. 2017. Uji Efek Anti-Inflamasi Ekstrak
Metanol Kulit Alpukat (Persea americana Mill.) pada Mencit Jantan Galur
Swiss Terinduksi Karagenan 1%. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma. Yogyakarta.
Yue Ma, Fei., Xiu Mei Zhang., Yu Ge Liu., Qiong Fu dan Zhi Ling Ma. 2015.
Comparison of Different Extraction Methods for Flavonoids and Polyphenols
from Manilkara Zapota Leaves and Evaluation of Antioxidant Activity.
International Symposium on Energy Science and Chemical Engineering.
Yuliantari, Ni Wayan Ayuk., I Wayan Rai Widarta dan I Dewa Gede Mayun
Permana. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kandungan
Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak (Annona muricata L.)
menggunakan Ultrasonik. (Scientific Journal of Food Technology) 4(1): 35-42.

54

Universitas Sumatera Utara


Yulianti, Rizki., Amaliah Dahlia, dan Aktsar Roskiana Ahmad. 2015. Penetapan
Kadar Flavonoid Total dari Ekstrak Etanolik Daun Benalu Mangga
(Dendrophthoe pentandra L. Miq). Jurnal Fitofarmaka Indonesia 1(1): 14-17.
Zekovic, Zoran., Aleksandra Cvetanovic., Branimir Pavlic., Jaroslava Svarc-Gajic.,
dan Marija Radojkovic. 2014. Optimization of the Polyphenolics Extraction
from Chamomile Ligulate Flowers Using Response Surface Methodology.
International Journal of Plant Research 4(2): 43-50.

55

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN

L1.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT


Kulit buah alpukat (Persea americana Mill.) merupakan bahan baku yang
digunakan pada penelitian ini. Adapun analisa yang dilakukan pada kulit buah
alpukat adalah analisa kadar air, penentuan kadar total ekstrak flavonoid,
penentuan koefisien perpindahan massa, penentuan aktivitas antioksidan serta
penentuan rendemen ekstrak kulit buah alpukat. Analisa dilakukan di
Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia USU.

Tabel L1.1 Kadar Air Kulit Buah Alpukat


Massa Kulit Massa Kulit
Kadar Air
Ulangan Buah Alpukat Buah Alpukat
(%)
Awal (g) Akhir (g)
1 10,038 2,252 77,565
2 10,020 2,162 78,423
3 10,173 2,274 77,647
Rata-rata 77,878

56

Universitas Sumatera Utara


L1.2 ABSORBANSI EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT
Tabel L1.2 Absorbansi Ekstrak Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Suhu
Waktu Konsentrasi C* - CL
Ekstraksi Absorbansi ln *
(menit) (ppm) C - CL0
(oC)
5 0,190 5,274 -0,192
10 0,231 7,146 -0,269
15 0,332 11,758 -0,492
20 0,387 14,269 -0,638
25 0,427 16,096 -0,759
30 0,490 18,973 -0,987
35 0,538 21,164 -1,203
40 0,550 21,712 -1,265
45 0,590 23,539 -1,506
40
50 0,634 25,548 -1,861
55 0,645 26,050 -1,974
60 0,662 26,826 -2,179
65 0,675 27,420 -2,369
70 0,700 28,562 -2,885
75 0,722 29,566 -3,788
80 0,737 30,251 -
85 0,737 30,251 -
90 0,737 30,251 -
5 0,257 8,333 -0,178
10 0,304 10,479 -0,229
15 0,467 17,922 -0,431
20 0,615 24,680 -0,658
25 0,723 29,612 -0,863
30 0,779 32,169 -0,989
35 0,825 34,269 -1,106
50 40 0,899 37,648 -1,329
45 0,953 40,114 -1,529
50 1,051 44,589 -2,046
55 1,153 49,247 -3,261
60 1,186 50,753 -4,720
65 1,196 51,210 -
70 1,196 51,210 -
75 1,196 51,210 -

57

Universitas Sumatera Utara


Tabel L1.2 (Lanjutan)
Suhu
Waktu Konsentrasi C* - CL
Ekstraksi Absorbansi ln
(oC)
(menit) (ppm) C* - CL0
5 0,216 6,461 -0,101
10 0,261 8,516 -0,136
15 0,393 14,543 -0,244
20 0,694 28,288 -0,548
25 1,026 43,447 -1,044
30 1,278 54,954 -1,712
60 35 1,337 57,648 -1,964
40 1,443 62,489 -2,687
45 1,500 65,091 -3,531
50 1,524 66,187 -4,348
55 1,543 67,055 -
60 1,543 67,055 -
65 1,543 67,055 -
5 0,105 1,393 -0,030
10 0,183 4,954 -0,158
15 0,275 9,155 -0,315
20 0,312 10,845 -0,385
25 0,515 20,114 -0,900
70 30 0,554 21,895 -1,038
35 0,784 32,397 -3,114
40 0,812 33,676 -5,001
45 0,817 33,904 -
50 0,817 33,904 -
55 0,817 33,904 -

L1.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA EKSTRAKSI KULIT BUAH


ALPUKAT
Tabel L1.3 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit Buah Alpukat
pada Berbagai Suhu dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Suhu Ekstraksi Koefisien Perpindahan Massa
(oC) (cm/det)
40 0,253
50 0,326
60 0,446
70 0,486

58

Universitas Sumatera Utara


L1.4 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT BUAH ALPUKAT
Tabel L1.4 Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Suhu
Konsentrasi Persamaan IC50
Ekstraksi Absorbansi
(ppm) Linier (ppm)
(oC)
10 0,566
25 0,531
Y = 0,096x +
40 50 0,512 149,583
35,64
75 0,493
100 0,486
10 0,586
25 0,561
Y = 0,156x +
50 50 0,543 120,897
31,14
75 0,496
100 0,462
10 0,697
25 0,651
Y = 0,440x +
60 50 0,554 80,318
14,66
75 0,476
100 0,345
10 0,673
25 0,628
Y = 0,286x +
70 50 0,584 105,944
19,70
75 0,532
100 0,434

L1.5 RENDEMEN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT


Tabel L1.5 Rendemen Ekstrak Kulit Buah Alpukat pada Berbagai Suhu
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Suhu Volume Berat
Berat Sampel Rendemen
Ekstraksi Pelarut Ekstrak
(g) (%)
(oC) (ml) (g)
40 0,65 4,33
50 0,82 5,47
400 15
60 0,93 6,20
70 0,79 5,27

59

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
HASIL ANALISA

L2.1 HASIL ANALISA FLAVONOID STANDAR

Gambar L2.1 Grafik Larutan Standar Kuersetin

60

Universitas Sumatera Utara


L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI FLAVONOID EKSTRAK KULIT
BUAH ALPUKAT

Gambar L2.2 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 40 oC dengan


Kecepatan Pengadukan 300 rpm

61

Universitas Sumatera Utara


Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 50 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm

62

Universitas Sumatera Utara


Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm

63

Universitas Sumatera Utara


Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 70 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm

64

Universitas Sumatera Utara


L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT

Gambar L2.6 Hasil Absorbansi Blanko

Gambar L2.7 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan Vitamin C

65

Universitas Sumatera Utara


Gambar L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 40 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm

Gambar L2.9 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 50 oC


dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm

66

Universitas Sumatera Utara


Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm

Gambar L2.11 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 70 oC


dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm

67

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PEMBUATAN LARUTAN KIMIA


L3.1.1 Pembuatan Larutan Standar Kuersetin
Massa kuersetin yang diperlukan untuk membuat larutan standar kuersetin
100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai berikut:
Massa (mg) = konsentrasi (ppm) x Volume (liter)
= 100 ppm x 0,1
= 10 mg
Massa kuersetin 10 mg dicampur dengan metanol sampai 100 ml.

L3.1.2 Pengenceran Larutan Kuersetin


L3.1.2.1 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 10 ppm dan Volume 10 ml
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 10 ppm x 10 ml
10 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm

V1 = 1 ml
L3.1.2.2 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 30 ppm dan Volume 10 ml
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 30 ppm x 10 ml
30 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm

V1 = 3 ml
L3.1.2.3 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 50 ppm dan Volume 10 ml
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 50 ppm x 10 ml
50 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm

V1 = 5 ml

68

Universitas Sumatera Utara


L3.1.2.4 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 70 ppm dan Volume 10 ml
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 70 ppm x 10 ml
70 ppm x 10 ml
V1 =
100 ppm

V1 = 7 ml

L3.1.3 Pembuatan Larutan AlCl3 10%


Massa AlCl3 yang digunakan adalah sebesar 0,8 g, sehingga massa
akuades yang diperlukan untuk membuat larutan AlCl3 10% adalah sebagai
berikut:
Berat zat terlarut
Persen berat AlCl3 = x 100%
Berat (zat terlarut+zat Pelarut )
0,80
10% = x 100%
(0,80 + massa pelarut)
massa pelarut = 7,2 g
Jadi massa aquadest yang diperlukan adalah 7,2 g.

L3.1.4 Pembuatan Larutan Na-asetat 1 M


Massa Na-asetat yang diperlukan untuk membuat larutan Na-asetat 1 M
sebanyak 10 ml adalah sebagai berikut:

m 1000
M= x
mr V

m 1000
1M= x
82,03 10

m = 0,8 g

L3.2 PENENTUAN KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT


Analisis kadar air kulit buah alpukat dilakukan untuk mendapatkan
keseragaman kadar air bahan baku sebelum diekstraksi. Kadar air kulit buah
alpukat ditentukan sebagai berikut:
berat awal  berat kering akhir
Kadar air (basis basah)  x 100%
berat awal

69

Universitas Sumatera Utara


Data sampel untuk pengulangan 1:

Massa awal : 10,03 g

Massa Akhir : 2,25 g

10,03  2,25
Kadar air (basis kering)  x 100%
10,03

Kadar air bahan baku = 77,56%


Penentuan kadar air dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali. Perhitungan
kadar air ulangan dilakukan sama dengan contoh perhitungan di atas. Adapun
hasil perhitungan kadar air kulit buah alpukat dapat dilihat pada Tabel L1.1.
Kadar air kulit buah alpukat rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini adalah
77,878%.

L3.3 PENENTUAN KADAR TOTAL FLAVONOID


Kadar total flavonoid dihitung dengan menggunakan kurva larutan standar
kuersetin. Digunakan kuarsetin sebagai larutan standar karena kuersetin
merupakan flavonoid golongan flavonol yang mempunyai gugus keto pada C-4
dan memiliki gugus hidroksil pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari
flavon dan flavonol (Aminah dkk., 2017). Persamaan linier dibuat dengan
membuat hubungan absorbansi vs konsentrasi, sehingga diperoleh persamaan y =
a + bx dimana a adalah intersep dan b adalah slope. Persamaan linier tersebut
digunakan untuk menghitung konsentrasi flavonoid pada setiap percobaan.
Persamaan linier dapat dilihat pada Gambar L3.1.

70

Universitas Sumatera Utara


2.5

2.0

Absorbansi
1.5
y = 0.0219x + 0.0745
R² = 0.9778
1.0

0.5

0.0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar L3.1 Kurva Standar Kuersetin

Pada Gambar L3.1 diperoleh persamaan linier y = 0,0219x + 0,0745. Maka


dengan menggunakan persamaan linier tersebut kadar total flavonoid dapat
diperoleh.

L3.3.1 Penentuan Kadar Total Flavonoid Percobaan


Pada percobaan suhu 60 oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm
diperoleh data absorbansi pada waktu tertentu seperti pada Tabel L1.2.
Persamaan kurva standar kuersetin yang diperoleh adalah y = 0,0219x +
0,0745. Dimana y = absorbansi dan x = konsentrasi (larutan standar kuersetin).
Dari persamaan tersebut dapat diperoleh kadar total flavonoid pada setiap interval
waktu hingga konstan. Berikut merupakan contoh perhitungan kadar total
flavonoid pada ekstraksi suhu 60 oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm:
Konsentrasi sampel pada t = 55 menit dan absorbansi = 1,543.
Sehingga,
y = 0,0219x + 0,0745
(1,543) = 0,0219x +0,0745
1,543−0,0745
x= 0,0219

x = 67,05 ppm

71

Universitas Sumatera Utara


Penentuan kadar total flavonoid dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotmetri UV-vis untuk menentukan nilai absorbansi dari setiap sampel dan
larutan kuersetin digunakan sebagai larutan standar. Adapun hasil perhitungan
kadar total flavonoid kulit buah alpukat dapat dilihat pada Tabel L1.2.

L3.4 PENENTUAN KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA


Koefisien perpindahan massa dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3.
C* - CL
Dengan membuat grafik ln pada sumbu y dan t pada sumbu x, maka KL
C* - CL0

sebagai koefisien perpindahan zat terlarut ke pelarut yang diam dapat ditentukan.
Perpindahan massa zat terlarut ke dalam badan pelarut dapat terjadi karena adanya
perubahan konsentrasi sehingga semakin lama waktu ekstraksi maka diperoleh
beda konsentrasi yang semakin kecil hingga tidak ada lagi senyawa flavonoid
yang berpindah.
o
Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 40 C dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm
CL (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 5,27 ppm
C* (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 30,25 ppm
CL0( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga,

C* - CL 30,251−5,274
ln * = ln
C - CL0 30,251−0

= - 0,192
C* - CL
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
C* - CL0

kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada Tabel L1.2.

C* - CL
Dari data tersebut, diperoleh grafik antara ln dengan waktu (t) seperti pada
C* - CL0

Gambar L3.2 berikut:

72

Universitas Sumatera Utara


0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
-0.5
ln (CAS - CA) / (CAS - CAO)
-1.0
-1.5
-2.0
y = -0,040x
-2.5 R² = 0,937
-3.0
-3.5
-4.0
t (menit)

C* - CL
Gambar L3.2 ln vs Waktu Ekstraksi pada Suhu 40 oC
C* - CL0

Persamaan linier yang diperoleh yaitu y = -0,040x, maka nilai KL dapat


dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3. Slope yang didapat merupakan
KL A
nilai dari − ( ).
V

Sehingga:
KL A
−( ) = slope
V
KL A
−( )= - 0,040
V

𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = - 0,040
400 𝑐𝑚3
KL = 0,267 cm/det
Penentuan koefisien perpindahan massa (KL) bertujuan untuk mengetahui
proses perpindahan massa yang terjadi pada ekstraksi dan variabel-variabel yang
mempengaruhi perilaku perpindahan massa dalam sistem seperti ukuran padatan,
kecepatan putar pengadukan, temperatur dalam cairan, serta jenis dan konsentrasi
cairan. Sehingga dapat dipelajari pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap
koefisien perpindahan massanya. Nilai koefisien perpindahan massa (KL) semakin
besar dengan semakin tingginya temperatur dalam proses ekstraksi, hal tersebut

73

Universitas Sumatera Utara


disebabkan pada suhu yang lebih tinggi molekul-molekul dari senyawa flavonoid
memiliki energi dalam yang lebih tinggi sehingga dapat mendifusi dengan lebih
cepat. Adapun hasil penentuan koefisien perpindahan massa dapat dilihat pada
Tabel L1.3.
Untuk mengetahui hubungan nilai koefisien perpindahan massa dengan
temperatur maka dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.6. Dari
Persamaan 2.6 dibuat grafik hubungan antara ln KL dan 1/T, sehingga nilai
intersep dapat digunakan untuk menghitung harga ln A dan slope dapat digunakan
untuk menghitung harga 𝐸𝑎⁄𝑅. Adapun hubungan nilai koefisien perpindahan
massa dengan temperatur dapat dilihat pada Gambar L3.3 berikut:

2.90 2.95 3.00 3.05 3.10 3.15 3.20 3.25


0.0

-0.2

-0.4

-0.6 y = -3.2709x + 9.1673


ln KL

R² = 0.9701
-0.8

-1.0

-1.2

-1.4 1/T (K) (103)


1
Gambar L3.3 KL versus T

Sehingga,
𝐸𝑎
− ( ) = slope *R = konstanta gas = 8,314 J/Kmol
𝑅
𝐸𝑎
−( ) = - 3,270
8,314

Ea = 27,188 J/mol

ln A = 9,167

A = 9.575,854

74

Universitas Sumatera Utara


Maka Persamaan 2.6 menjadi:
KL = 9.575,854 𝑒 27,188/𝑅𝑇

L3.5 PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


Perhitungan aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 2.1. Sampel dibuat dengan kosentrasi 10, 25, 50, 75, dan 100 ppm, lalu
diukur absorbansinya. Absorbansi blanko yang didapat adalah 0,872 sedangkan
absorbansi tiap sampel dapat dilihat di Tabel L1.5.
Berikut merupakan contoh perhitungan aktivitas antioksidan pada ekstraksi
suhu 60 oC dengan kecepatan 300 rpm
Konsentrasi : 10 ppm
Absorbansi blanko (A0) : 0,872
Absorbansi Sampel (A1) : 0,697
(A0 −A1 )
Inhibition Concentration (%) = x 100%
A0
(0,872-0,697)
Inhibition Concentration (%) = x 100%
0,872
Inhibition Concentration (%) = 20,069%
Perhitungan inhibition concentration pada konsentrasi 10, 25, 50, 75, dan
100 ppm dihitung menggunakan cara yang sama, maka didapat inhibition
concentration tiap konsenstrasi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel L3.1, lalu
membuat grafik antara inhibition concentration vs konsentrasi seperti pada
Gambar L3.4.

Tabel L3.1 Konsentrasi inhibisi pada Ekstraksi Suhu 60 oC dengan Kecepatan


Pengadukan 300 rpm
Kecepatan Inhibition
Konsentrasi
Pengadukan Absorbansi Concentration
(ppm)
(rpm) (%)
10 0,697 20,069
25 0,651 25,344
300 50 0,554 36,468
75 0,476 45,413
100 0,345 60,436

75

Universitas Sumatera Utara


70

Inhibition Concentration (%)


60
50
40
y = 0.44x + 14.665
30 R² = 0.991
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar L3.4 Inhibition Concentration (%) vs Konsentrasi (ppm)

Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif ekstrak yang dibutuhkan untuk


meredam 50% dari total DPPH, sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai y.
Setelah mensubstitusikan nilai 50 pada nilai y, akan diperoleh nilai x sebagai nilai
IC50.

Y = 0,44x + 14,66

50 = 0,44x + 14,66

50-14,66
x= 0,44

x = 80,318

Maka didapat nilai IC50 pada sampel ekstraksi suhu 60 oC dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm adalah 80,318.

L3.6 PENENTUAN RENDEMEN EKSTRAK FLAVONOID


Penentuan rendemen dilakukan dengan cara membandingkan antara massa
produk yang dihasilkan dengan massa bahan baku awal, dengan menggunakan
Persamaan 3.2.

76

Universitas Sumatera Utara


Contohnya untuk Run 1 diperoleh berat ekstrak (massa ekstrak) sebesar 0,65 g
dari berat awal (massa sampel) 15 g, maka perhitungan rendemen ekstrak
flavonoid adalah sebagai berikut:

0,65
Rendemen = 15 x 100%

Rendemen = 4,33%

Adapun hasil rendemen ekstrak flavonoid kulit buah alpukat dapat dilihat
pada Tabel L1.6.

77

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO SAMPEL KULIT BUAH ALPUKAT

Gambar L4.1 Sampel Kulit Buah Alpukat Sebelum Diseragamkan

Gambar L4.2 Sampel Kulit Buah Alpukat Setelah Diseragamkan Ukuran 1 x 1 cm

78

Universitas Sumatera Utara


L4.2 FOTO ALAT PENGERING/OVEN

Gambar L4.3 Alat Pengering/Oven

L4.3 FOTO PROSES EKSTRAKSI

Gambar L4.4 Proses Ekstraksi

79

Universitas Sumatera Utara


L4.4 FOTO ALAT SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Gambar L4.5 Alat Spektrofotometri UV-VIS

L4.5 FOTO HASIL EKSTRAKSI

Gambar L4.6 Hasil Ekstraksi

80

Universitas Sumatera Utara


L4.6 FOTO HASIL RENDEMEN EKSTRAK

Gambar L4.7 Hasil Rendemen Ekstrak

81

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai