Anda di halaman 1dari 109

PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP

EKSTRAKSI FLAVONOID DARI KULIT BUAH


ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL.)
DENGAN PELARUT ETANOL

SKRIPSI

Oleh

RIZKI HARAHAP
140405053

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP
EKSTRAKSI FLAVONOID DARI KULIT BUAH
ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL.)
DENGAN PELARUT ETANOL

SKRIPSI

Oleh

RIZKI HARAHAP
140405053

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi Penelitian dengan judul “Pengaruh
Kecepatan Pengadukan Terhadap Ekstraksi Flavonoid Dari Kulit Buah
Alpukat (Persea Americana Mill.) Dengan Pelarut Etanol”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan pada program S-1
Departemen Teknik Kimia, FakultasTeknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat doa dan dukungan dari banyak
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
2. Ibu Erni Misran, ST., M.T., Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T. selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Para staf pengajar dan pegawai jurusan Teknik Kimia.
6. Kakak dan Adik yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Keluarga yang tidak henti-hentinya mendoakan, membimbing, dan memberi
semangat kepada penulis meskipun dengan jarak yang jauh, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik.
8. Sahabat-sahabat di LGs Squad, Dannil, Hamzah, Fikri, Andri, Naufal, Agung
Rizki Amalia, Regi, Budi dan Anshori.
9. Sahabat-sahabat Wakanda yang telah lama mendukung, Bori si belut listrik,
Bima si belut tanduk, Kiki, Esah si Raiso, Intan si kelinci madu, Putri si
Pansos, Kak Tari, dan P aina.
10. Teman-teman di Teknik Kimia, Azwin, Ilham, Arbi, Said, Imeh, Atun dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu.

v
Universitas Sumatera Utara
11. Teman-teman organisasi di KAMMI, Leo, Rahmad, Hariadi, Edy, Bg
Hendra, Bg Rhino, Sri Dani, Sofit, Ihda dan teman-teman lainnya yang tidak
bisa diucapkan satu persatu
12. Teman-teman dari MAN 2 MODEL Medan, Yogi, Ridho, Faruq, Yazid,
Fajri, Ulfa, Dina, Tarmizi, Peri, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa
diucapkan satu persatu.
13. Adek Kesayangan Tembung, Raudhatul Jannah Nst yang telah mensupport
penulis selama 6 Bulan terakhir .
14. Partner penelitian saya yang telah melakukan penelitian selama berada di
teknik kimia Novita Wahyuni.
Pada akhirnya, demi kesempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 2019

Penulis

vi
Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tercinta
Ayah Nuh dan Mama Lis

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan
motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada
hentinya yang telah diberikan selama ini

Terima kasih juga kepada saudara-saudari tercinta


Bang Irfan, Dek Fauzan, Dek Wafi dan Dek Anggi
atas semangat, dukungan, serta doa yang telah diberikan.

Semoga Allah Subhanahu WaTa’aala selalu meridhoi segala jerih payah mereka
dan memberikan balasan terbaik bagi mereka

vii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rizki Harahap


NIM : 140405053
Tempat/Tgl. : Medan/ 9 Maret 1996
Lahir
Nama Orang Tua : M. Nuh Harahap
Lisdawati Lingga
Alamat Orang : Jalan Nilam 11 No.6 Medan,
Tua Sumatera Utara
Asal Sekolah:
 MIS Amal Shaleh Medan, Tahun 2003-2009
 MTS Swasta Amal Shaleh Medan, Tahun 2009-2011
 MAN 2 MODEL Medan, Tahun 2011-2014
Pengalaman Organisasi/ Kerja:
1. K3MI Al-Hadiid periode 2015-2016 sebagai Ketua Bidang Akademik dan
Profesi
2. Covalen Study Group periode 2016-2017 sebagaiAnggota Departemen
Dakwah.
3. HIMATEK FT USU periode 2017-2018 sebagai Ketua Bidang Sosial dan
Pengabdian Masyarakat

viii

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP
EKSTRAKSI FLAVONOID DARI KULIT BUAH ALPUKAT
(PERSEA AMERICANA MILL.) DENGAN PELARUT ETANOL

ABSTRAK
Kulit buah alpukat (Persea Americana mill) mengandung komponen fitokimia
seperti saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid. Flavonoid merupakan antioksidan
yang kehadirannya pada manusia dapat melindungi dari penyakit degeneratif.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kecepatan pengadukan pada
proses ekstraksi terhadap kadar total flavonoid, koefisien perpindahan massa (KL),
dan aktivitas antioksidan pada proses ekstraksi kulit buah alpukat. Hubungan nilai
KL dengan kecepatan pengadukan dinyatakan dalam persamaan kelompok tak
berdimensi Bilangan Sherwood (Sh). Kulit buah alpukat yang sudah dipotong
dengan ukuran +1 x 1 cm diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96%
pada suhu tetap yaitu 60 oC dengan variasi kecepatan pengadukan 100, 200, 300,
dan 400 rpm. Kadar total flavonoid diukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang 415 nm, dalam setiap 5 menit sampai nilai
konstan diperoleh. Konsentrasi zat terlarut digunakan untuk menentukan KL dan
Sh. Kadar total flavonoid tertinggi (70,205 ppm) diperoleh pada kecepatan 400
rpm dengan aktivitas antioksidan dalam IC50 sebesar 56,107 mg/ml. Nilai KL
meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan pengadukan. Hubungan
kecepatan pengadukan dalam penelitian perpindahan massa ditunjukkan oleh
persamaan kelompok tak berdimensi Sh = 261,9099 R𝑒 1,244 .
.

Kata kunci: aktivitas antioksidan, ekstraksi, kadar total flavonoid, koefisien


perpindahan massa, kulit buah alpukat

ix

Universitas Sumatera Utara


THE EFFECT OF STIRRING RATE ON FLAVONOID
EXTRACTION OF AVOCADO FRUIT POD (PERSEA
AMERICANA MILL.) WITH ETHANOL SOLUTION
ABSTRACT
Avocado (Persea Americana mill) pod contains phytochemical components such
as saponin, tannin, flavonoid and alkaloid. Flavonoid is an of antioxidants
presence in the human being so as to protect from degenerative diseases. This
study aims to evaluate the effect of stirring rate on the total flavonoid content,
mass transfer coefficient (KL) and antioxidant activity during extraction process of
avocado pod. Correlation between KL value on stirring rate is expressed in the
equation of the dimensionless group of Sherwood Number (Sh). The avocado pod
was cut into size of +1 x 1 cm before extracted using ethanol of 96% as solvent at
fixed temperature of 60 oC and various stirring rate of 100, 200, 300 and 400 rpm
respectives. The total content of flavonoid was measured using a UV-VIS
spectrophotometer at 415 nm in every 5 minutes until the constant value was
obtained. The solute concentration used to determine KL and Sh. The highest total
flavonoid content (70.205 ppm) was obtained at a stirring rate of 400 rpm with
antioxidant activity in the IC50 of 56.107 ppm. The KL value increased at the
increment of stirring rate. The correlation between stirring rate as mass transfer is
shown by dimensionless group equations of Sh = 261.9099 R𝑒 1.244 .

Keywords: antioxidant activity, avocado skin, extraction, mass transfer


coefficient, total content flavonoid

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA v
DEDIKASI vii
RIWAYAT PENULIS viii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
DAFTAR SINGKATAN xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 ALPUKAT (Persea Americana Mill.) 7
2.2 METABOLIT SEKUNDER 9
2.2.1 Alkaloid 9
2.2.2 Flavonoid 10
2.2.3 Triterpenoid 11
2.2.4 Saponin 11
2.2.5 Tanin 12
2.2.6 Kuinon 12
2.3 ANTIOKSIDAN 13
2.4 UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH 14
2.4.1 Pelarut 16

xi

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Pengukuran Absorbansi – Panjang Gelombang 16
2.4.3 Waktu Operasional (Operating Time) 17
2.5 RADIKAL BEBAS 17
2.6 EKSTRAKSI 18
2.6.1 Ekstraksi Padat – Cair (Leaching) 18
2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi 19
2.7 PERPINDAHAN MASSA 21
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 25
3.1 LOKASI PENELITIAN 25
3.2 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN 25
3.3 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 26
3.2.1 Bahan Penelitian 26
3.2.2 Peralatan Penelitian 26
3.2.3 Rangkaian Peralatan Penelitian 26
3.4 RANCANGAN PERCOBAAN PENELITIAN 27
3.5 PROSEDUR PENELITIAN 27
3.5.1 Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat 27
3.5.2 Analisa Kadar Air Kulit Buah Alpukat 27
3.5.3 Ekstraksi Kulit Buah Alpukat 28
3.5.4 Penentuan Rendemen Ekstrak 29
3.5.5 Prosedur Penentuan Kadar Flavonoid Total 29
3.5.5.1 Pembuatan Kurva Larutan Standar Kuersetin 29
3.5.5.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total Sampel 30
3.5.6 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa 30
3.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat
dengan Metode DPPH 31
3.5.8 Analisa FTIR (Fourier Transform Infrared) 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 32
4.2 PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN KECEPATAN
PENGADUKAN TERHADAP KADAR TOTAL FLAVONOID 33
4.2.1 Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Total Flavonoid 33

xii

Universitas Sumatera Utara


4.2.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kadar Total
Flavonoid 34
4.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA 35
4.4 PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 39
4.5 KARAKTERISTIK FTIR (FOURRIER TRANSFORM INFRA RED)
FLAVONOID DARI EKSTRAKSI KULIT BUAH ALPUKAT 41
4.6 PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN EKSTRAKSI
TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44
5.1 KESIMPULAN 44
5.2 SARAN 44
DAFTAR PUSTAKA 46

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Alpukat (Perseae americana Mill.) 7
Gambar 2.2 Struktur Dasar Alkaloid 10
Gambar 2.3 Struktur Dasar Flavanoid 10
Gambar 2.4 Senyawa Triterpenoid 11
Gambar 2.5 Struktur Saponin 11
Gambar 2.6 Struktur Dasar Tanin 12
Gambar 2.7 Struktur Dasar Kuinon 12
Gambar 2.8 Struktur kimia radikal bebas DPPH 15
Gambar 2.9 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan 15
Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian 22
Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Penelitian 23
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Total Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi
dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 33
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar 4.2 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

Pengadukan 100 rpm 35


𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar 4.3 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

Pengadukan 200 rpm 36


𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar 4.4 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

Pengadukan 300 rpm 36


𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar 4.5 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

Pengadukan 400 rpm 37


Gambar 4.6 Hubungan Koefisien Perpindahan Massa dengan Kecepatan Pengadukan 37
Gambar 4.7 Hubungan ln Sh dengan ln Re 38
Gambar 4.8 Hubungan Kecepatan Pengadukan Terhadap Aktivitas Antioksidan 39
Gambar 4.9 Hasil FTIR (Fourrier Transform Infra Red) Ekstrak Kulit Buah Alpukat
pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm dan Suhu 60 oC 41
Gambar 4.10 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Rendemen 42

xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.1 Grafik Larutan Standar Kuersetin 59
Gambar L2.2 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 100 rpm 60
Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 200 rpm 61
Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 62
Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 400 rpm 63
Gambar L2.6 Hasil Absorbansi Blanko 64
Gambar L2.7 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan Vitamin C 64
Gamabr L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 100 rpm 65
Gambar L2.9 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 200 rpm 65
Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 66
Gambar L2.11 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 400 rpm 66
Gamabr L3.1 Grafik Kurva Standard Kuersetin 70
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.2 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 100 rpm 72
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 200 rpm 74
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.4 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 300 rpm 76
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.5 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 400 rpm 77
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

Gamabr L3.6 Hubungan ln Sh vs ln Re 80


Gamabr L3.7 Inhibition Concentration (%) vs Konsentrasi (ppm) 82
Gambar L4.1 Sampel Kulit Buah Alpukat Sebelum Diseragamkan 84
Gambar L4.2 Sampel Kulit Buah Alpukat Setelah Diseragamkan 84
Gambar L4.3 Alat Pengering/Oven 85
Gambar L4.4 Proses Ekstraksi 85

xv
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.5 Alat Spektrofotometri UV-VIS 86
Gambar L4.6 Hasil Ekstraksi 86
Gambar L4.7 Hasil Rendemen Ekstrak 87

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa 3
Tabel 2.1 Kandungan Konstituen Fitokimia Pada Daun, Biji dan Buah 9
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan pada Rancangan Percobaan 24
Tabel 4.1 Waktu Kesetimbangan dan Konsentrasi Total Flavonoid pada Berbagai
Kecepatan Pengadukan 34
Tabel 4.2 Tingkatan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH 41
Tabel 4.3 Analisa Gugus Fungsi FT-IR 42
Tabel L1.1 Kadar Air Kulit Buah Alpukat 52
Tabel L1.2 Absorbansi Ekstrak Kulit buah alpukat 53
Tabel L1.3 Kadar Total Flavonoid Ekstrak Kulit buah alpukat 55
Tabel L1.4 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit buah alpukat pada Berbagai
Suhu 57
Tabel L1.5 Aktivitas Antioksidan Kulit buah alpukat 57
Tabel L1.6 Rendemen Ekstrak Kulit buah alpukat 58
𝐶 −𝐶
Tabel L3.1 Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂

Pengadukan 100 rpm 71


𝐶 −𝐶
Tabel L3.2 Lanjutan Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂

Pengadukan 100 rpm 72


𝐶 −𝐶
Tabel L3.3 Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂

Pengadukan 200 rpm 73


𝐶 −𝐶
Tabel L3.4 Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂

Pengadukan 300 rpm 75


𝐶 −𝐶
Tabel L3.5 Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂

Pengadukan 400 rpm 77


Tabel L3.6 Bilangan Reynold pada Berbagai Kecepatan Pengadukan 79
Tabel L3.7 Bilangan Sherwood pada Berbagai Kecepatan Pengadukan 80

xvii
Universitas Sumatera Utara
Tabel L3.8 Inhibition Concentration pada Ekstraksi Suhu 60 oC dengan Kecepatan
Pengadukan 400 rpm 81

xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 52
L1.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 52
L1.2 ABSORBANSI EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 53
L1.3 KADAR TOTAL FLAVONOID EKSTRAK KULIT BUAH
ALPUKAT 55
L1.4 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA EKSTRAKSI KULIT
BUAH ALPUKAT 57
L1.5 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT BUAH ALPUKAT 57
L1.6 RENDEMEN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 58
LAMPIRAN 2 HASIL ANALISA 59
L2.1 HASIL ANALISA FLAVONOID STANDAR 59
L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI FLAVONOID EKSTRAK
KULIT BUAH ALPUKAT 60
L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 60
LAMPIRAN 3 DATA PENELITIAN 61
L3.1 PERHITUNGAN LARUTAN KIMIA 61
L3.1.1 Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Kuersetin 61
L3.1.2 Perhitungan Pengenceran Larutan Kuersetin 61
L3.1.2.1 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 10 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.2 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 30 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.3 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 50 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.4 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 70 ppm
dan Volume 10 ml 62
L3.1.3 Perhitungan Pembuatan AlCl3 10 % 62
L3.1.4 Perhitungan Pembuatan Na-asetat 1 M 62

xix

Universitas Sumatera Utara


L3.2 PERHITUNGAN KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 63
L3.3 PERHITUNGAN KADAR TOTAL FLAVONOID 63
L3.3.1 Perhitungan Kadar Total Flavonoid Percobaan 64
L3.4 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA 65
L3.5 PERHITUNGAN BILANGAN REYNOLD 72
L3.6 PERHITUNGAN BILANGAN SHERWOOD 73
L3.7 PERHITUNGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 75
L3.8 PERHITUNGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 76
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 78
L4.1 FOTO SAMPEL KULIT BUAH ALPUKAT 78
L4.2 FOTO ALAT PENGERING/OVEN 79
L4.3 FOTO PROSES EKSTRAKSI 79
L4.4 FOTO ALAT SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS 80
L4.5 FOTO HASIL EKSTRAKSI 80
L4.6 FOTO HASIL RENDEMEN 81

xx

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

FTIR Fourrier Transform Infra Red


DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
AlCl3 Alumunium Klorida
UV-Vis Ultraviolet-Visible Spectroscopy

xxi

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tanaman alpukat (Persea americana mill) merupakan tanaman yang berasal
dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang tersebar di
seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe yaitu tipe West Indian,
tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian bawah
kulit dan menguning ke arah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena
kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002). Alpukat
merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia
(Afrianti, 2010).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, produksi
buah alpukat di Indonesia meningkat dari tahun 2016 sebesar 304.938 ton dan di
tahun 2017 sebesar 363.157 ton (Badan Pusat Statistik, 2018). Seiring dengan
meningkatnya produksi alpukat, maka limbah kulit alpukat yang dihasilkan juga
meningkat. Maka dari itu perlu upaya untuk mengurangi limbah kulit alpukat
tersebut dengan metode lainnya. Menurut Vinha et al. (2013), biji dan kulit
alpukat memiliki kandungan yang hampir sama, sehingga keduanya memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. Bahkan aktivitas antioksidan dari biji dan kulit
alpukat lebih tinggi dibandingkan dengan daging buahnya (Hendra et al., 2016).
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi
molekul lain. Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidasi yang
berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebihan, tubuh membutuhkan
antioksidan (Anggorowati dkk., 2016). Secara kimia senyawa antioksidan adalah
senyawa pemberi elektron (electron donor). Secara biologis, pengertian
antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif
oksidan. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas
antioksidan adalah dengan menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-1-pikril-
hidrazil). Pengukuran antioksidan dengan metode DPPH adalah metode
pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat, dan tidak membutuhkan banyak

1
Universitas Sumatera Utara
reagen seperti halnya metode lain (Septiawan, 2017). Salah satu contoh
antioksidan adalah flavonoid.
Antia et al. (2005) melaporkan bahwa kulit alpukat mengandung komponen
fitokimia seperti saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid melalui uji fitokimia.
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, serta
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
merupakan komponen fitokimia tertinggi yang terdapat pada kulit alpukat
(Arukwe dkk., 2012). Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki
sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Senyawa flavonoid ini dapat
dimanfaatkan sebagai antimikroba, obat infeksi pada luka, anti jamur, anti virus,
anti kanker, dan anti tumor. Selain itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti
bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi (Sriningsih, 2008). Pengambilan
flavonoid dari suatu tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi. Untuk mengambil
flavonoid dapat dilakukan dengan cara ekstraksi padat cair (leaching).
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert)
dengan menggunakan pelarut cair. Proses yang terjadi didalam leaching ini
biasanya disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi yaitu: Pelarut
ditransfer dari bulk menuju ke permukaan. Pelarut menembus masuk atau terjadi
difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
(intraparticle diffusion). Zat terlarut yang ada dalam padatan larut kedalam
pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut
berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Selanjutnya, zat terlarut keluar dari
pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan
(Prayudo dkk., 2015).
Perpindahan massa secara difusi bergantung pada besarnya gradien
konsentrasi. Gradien konsentrasi cenderung menyebabkan terjadinya gerakan
komponen ke arah yang menyamakan konsentrasi dan menghapuskan gradien.
Bila gradien itu dipertahankan dengan menambahkan komponen yang terdifusi
secara terus-menerus ke ujung yang berkonsentrasi tinggi pada gradien itu, aliran
komponen yang terdifusi akan berlangsung secara kontinyu (sinambung). Gerakan

2
Universitas Sumatera Utara
inilah yang dimanfaatkan dalam operasi perpindahan massa. Koefisien
perpindahan-massa (KC) didefinisikan sebagai laju perpindahan massa per satuan
luas per satuan beda konsentrasi. Kebanyakan operasi perpindahan massa
memerlukan aliran turbulen untuk meningkatkan laju perpindahan massa.
Perpindahan massa ke antarmuka fluida sering bersifat tak tunak dengan gradien
konsentrasi yang selalu berubah dan demikian pula laju perpindahan massanya
(Suhartono dkk., 2005).
Penelitian-penelitian terdahulu tentang kulit alpukat hanya sebatas
pengujian aktivitas antioksidan. Berdasarkan pertimbangan pada penelitian
terdahulu seperti yang tertera pada Tabel 1.1 tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa, maka pada
penelitian ini ingin diketahui kadar total flavonoid dan hubungan kecepatan
pengadukan dengan nilai koefisien perpindahan massa pada ekstraksi kulit buah
alpukat menggunakan pelarut etanol 96%.

Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji


aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa
Referensi
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Dewi Maulida/2010 Ekstraksi Antioksidan Kondisi optimum operasi
dari Buah Tomat ekstraksi lycopene adalah pada
dengan Menggunakan perbandingan umpan/pelarut 4 :
Solven Campuran N- 1 pada suhu 70 oC selama 90
heksana, Aseton, dan menit.
Etanol
Kemit Nico, dkk./2016 Pengaruh Jenis Pelarut Nilai Ekstrak kulit alpukat
Dan Waktu Maserasi dipengaruhi jenis pelarut.
Terhadap Kandungan Pelarut etanol menghasilkan
Senyawa Flavonoid total flavonoid dan aktivitas
Dan Aktivitas tertinggi dengan rendemen
Antioksidan Ekstrak 27,84%, total flavonoid sebesar
Kulit Alpukat (Persea 64,12 mgQE/g bk bahan,
americana Mill) aktivitas antioksidan sebesar
82,75%.

3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa
Nama/Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Suhartono dkk./2005 Penentuan Koefisien Nilai koefisien perpindahan
Perpindahan Massa massa yang diperoleh
pada Dekafeinasi berdasarkan penelitian adalah
Methylene Chloride pada rentang nilai 1,4566 E-05
cm/detik – 1,5663E-05
cm/detik untuk rentang
kecepatan pengadukan 175 –
333 rpm dan rentang ukuran
partikel 10/20 – 30/40 mesh.
Aziz Abdel/2013 Solid-liquid mass Hasil penelitian dengan
transfer in ralation to ekstraksi pada kecepatan 50-
diffusion controled 600 rpm menunjukkan bahwa
corrotion at the outer koefisien perpindahan massa
surface of helical coils yang diperoleh meningkat
immersed in agitated seiring dengan meningkatnya
vessels kecepatan pengadukan

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Kuli buah alpukat mengandung senyawa fitokimia yang hampir sama
dengan daging buah alpukat. Kulit buah alpukat selama ini kurang dimanfaatkan,
dan hanya berakhir sebagai limbah padat yang tidak diolah lebih lanjut. Salah satu
kandungan fitokimia yang ada di kulit buah alpukat adalah flavonoid yang
berguna sebagai antioksidan untuk agen kemopreventif pada sel kanker dan
mengakhiri reaksi rantai radikal bebas. Guna memanfaatkan antioksidan dalam
kulit buah alpukat dilakukan proses ekstraksi padat-cair (leaching) yang bertujuan
untuk mengekstrak kandungan antioksidan dari kulit buah alpukat sehingga dapat
bermaanfaat dalam dunia kesehatan. Dengan demikian, pada penelitian ini ingin
diketahui:
1. Berapa kadar total antioksidan (flavonoid) pada kulit buah alpukat.
2. Berapa nilai koefisien perpindahan massa pada proses ekstraksi kulit buah
alpukat.
3. Berapa nilai aktivitas antioksidan pada kulit buah alpukat dengan
menggunakan metode DPPH.

4
Universitas Sumatera Utara
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan ekstraksi kulit buah
alpukat (Persea americana Mill) yang digunakan terhadap kadar total
flavonoid.
2. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan ekstraksi kulit buah
alpukat (Persea americana Mill) yang digunakan terhadap koefisien
perpindahan massa.
3. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan terhadap aktivitas
antioksidan yang terdapat pada kulit buah alpukat (Persea americana Mill)
dengan metode DPPH menggunakan pelarut etanol.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan nilai tambah pada tanaman buah alpukat terutama kulit buah
alpukat.
2. Mengetahui kondisi terbaik pada proses ekstraksi kulit buah alpukat pada
kecepatan pengadukan 100 rpm, 200 rpm ,300 rpm, dan 400 rpm.
3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait agar dapat merancang
alat ekstraksi kulit buah alpukat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit buah alpukat yang diperoleh dari
pasar tradisional.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua tahapan yaitu pretreatment sampel
kulit alpukat dan proses ekstraksi kulit buah alpukat.
1. Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat
 Temperatur pengeringan : Suhu kamar
 Waktu pengeringan : 24 jam
 Ukuran sampel : +1 x 1 cm

5
Universitas Sumatera Utara
2. Proses Ekstraksi Kulit Buah Alpukat
 Jenis pelarut : Etanol 96%
 Temperatur : 60 oC
 Kecepatan pengadukan : 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm, dan
400 rpm
 Volume pelarut : 400 ml
 Waktu ekstraksi : hingga konsentrasi ekstrak
konstan
 Waktu interval pengambilan sampel : 5 menit
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Kadar air kulit buah alpukat.
2. Rendemen ekstrak kulit buah alpukat.
3. Kadar total flavonoid ekstrak kulit buah alpukat dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS.
4. Koefisien perpindahan massa pada ekstraksi kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol 96%.
5. Aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah alpukat.
6. Penentuan karakteristik flavonoid dari ekstrak kulit buah alpukat menggunakan
FT-IR (Fourrier Transform Infra Red).

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALPUKAT (Persea Americana Mill.)


Alpukat bukanlah tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini berasal dari
dataran tinggi dan dataran rendah Amerika Tengah. Di Indonesia tanaman ini
mulai dikenal pada abad ke-18 (Prihandana dan Roy, 2008). Daerah penghasil
alpukat di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Nusa
Tenggara, dan Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Malino (Kurniawan,
2014). Alpukat tumbuh subur di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang
tinggi. Akan tetapi tumbuhan ini tidak menyukai tanah yang tergenang sehingga
lebih cocok ditanam di lahan yang memungkinkan air dapat mengalir
(Sunardjono, 2008). Tanaman alpukat secara umum ditunjukkan pada Gambar
2.1.

Gambar 2.1 Alpukat (Perseae americana Mill.)


Prihandana dan Roy, (2008)

Berdasarkan sistem taksonomi, tumbuhan alpukat dikenal dengan nama


ilmiah Persea americana Mill. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut
(Kurniawan, 2014):
Divisi : Spermatophyta

7
Universitas Sumatera Utara
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Genus : Persea
Jenis : Perseae americana Mill
Alpukat termasuk tumbuhan dengan tinggi pohon bisa mencapai 15 meter.
Batang tumbuhan ini memiliki percabangan atau ranting yang tegak sehingga
dapat menyokong daun tumbuhan alpukat. Daun pada tumbuhan alpukat ini
mempunyai panjang 12 sampai 25 cm, biasanya terletak pada bagian ujung
ranting, dengan bentuk bulat telur. Bunga alpukat tersembunyi, memiliki ukuran 5
sampai 10 mm dan termasuk tumbuhan yang berbunga banyak, dengan warna
hijau kekuningan. Kulit buah alpukat memiliki tekstur lembut dengan warna hijau
tua hingga ungu kecoklatan. Daging buah alpukat ketika sudah matang memiliki
daging lunak, dengan warna hijau muda dekat kulit dan warna kuning muda dekat
biji (Kurniawan, 2014).
Kandungan gizi buah alpukat dalam 100 g antara lain energi 93 kal, protein
0,9 g, lemak 6,2 g, karbohidrat 10,5 g. Buah alpukat mengandung lemak jenis
asam oleat dan asam linoleat yang sangat baik untuk perawatan kesehatan wajah.
Alpukat juga mengandung 14 jenis mineral, diantaranya adalah besi dan tembaga.
Kedua mineral tersebut merupakan mineral yang paling menonjol yang membantu
pembentukan sel darah merah dan mencegah anemia (Sunardjono, 2008).
Tumbuhan alpukat memiliki beberapa bagian yang dapat digunakan antara
lain daging buah, daun, dan biji. Bagian buahnya mengandung saponin, alkaloida,
flavonoid, dan tanin. Daunnya mengandung polifenol, kuersetin, dan triterpenoid
(Mahendra dan Evi, 2005). Daging buah alpukat dapat digunakan untuk
mengobati sariawan dan melembabkan kulit kering. Daun alpukat dapat
digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri syaraf,
nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), dan menstruasi
tidak teratur. Sedangkan biji dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan
kencing manis (Adha, 2009).

8
Universitas Sumatera Utara
2.2 METABOLIT SEKUNDER
Metabolit sekunder adalah senyawa organik hasil biosintetik yang umumnya
diproduksi oleh organisme, digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak
memiliki fungsi vital untuk proses pertumbuhan dan perkembangan suatu
organisme. Ketiadaan metabolit sekunder dalam jangka pendek tidak
menyebabkan kematian langsung, namun ketiadaan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kelemahan dalam pertahan diri, oleh karena itu metabolit sekunder
dianggap ikut berperan dalam mekanisme pertahanan tubuhnya.
Setiap organisme memiliki kandungan metabolit sekunder yang
beranekaragam yang jumlahnya tidak terbatas, dengan karakteristik tersendiri
yang dimilikinya (Ilyas, 2013). Begitu pula halnya dengan tanaman alpukat
memiliki karakteristik kandungan metabolit sekundernya tersendiri. Metabolit
sekunder terdiri atas beberapa golongan seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid,
saponin, tanin, dan kuinon. Adapun konstituen fitokimia yang terkandung pada
kulit, biji, dan buah alpukat dalam mg/100 g dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Vinha
dkk., 2013).

Tabel 2.1 Kandungan Konstituen Fitokimia Pada Buah, Kulit dan Biji
Fraksi dari Alpukat Persea americana Mill. Varietas ‘Hass’
Senyawa Bioaktif Buah Kulit Biji
Total Fenol 410,2 ± 69,0 679,0 ± 117,0 704,0 ± 130,0
Flavonoid 21,9 ± 1,0 44,3 ± 3,1 47,9 ± 2,7
Karotenoid 0,815 ± 0,201 2,585 ± 0,117 0,966 ± 0,164
Vitamin C 1,2 ± 0,7 4,1 ± 2,7 2,6 ± 1,1
Vitamin E 5,36 ± 1,77 2,13 ± 1,03 4,82 ± 1,42

2.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang
mengandung nitrogen. Alkaloid tidak hanya ditemukan pada tanaman, tetapi juga
ditemukan pada mikroorganisme dan hewan tingkat rendah (Haeria, 2014).
Alkaloid bersifat basa atau alkali dan sifat basa tersebut disebabkan karena
adanya satu atau lebih atom N (nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dengan

9
Universitas Sumatera Utara
bentuk struktur lingkar heterosiklik (Ilyas, 2013). Struktur kimia alkaloid adalah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Dasar Alkaloid


Lenny (2006)

Alkaloid sering kali bersifat beracun bagi manusia, tetapi banyak


menunjukkan aktivitas fisiologi yang menonjol, sehingga digunakan dalam bidang
pengobatan yang berguna bagi kesehatan (Saifudin, 2014). Alkaloid dalam bidang
kesehatan dapat menurunkan kadar kolestrol, antimikroba, diuretik, dan sebagai
antioksdan pada lemak (Hanani, 2014).

2.2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil atau gula membentuk glikosida, sehingga akan larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol, dan etil asetat. Flavonoid sangat berperan
bagi tumbuhan yaitu menarik serangga dalam proses penyerbukan dan penyebaran
biji (Hanani, 2014). Struktur kimia flavonoid adalah seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.3 Struktur Dasar Flavanoid


Ekawati dkk. (2017)

Flavonoid di alam memiliki jumlah yang melimpah dengan warna senyawa


kuning. Karena persebarannya yang sangat luas serta warnanya yang mencolok,
sehingga flavonoid banyak digunakan sebagai bahan pewarna sebelum
ditemukannya pewarna sintetik (Supriyatna, 2014). Flavonoid telah terbukti dapat

10
Universitas Sumatera Utara
menghambat proliferasi beberapa sel kanker yang memiliki toksisitas yang rendah
atau bahkan tidak toksik untuk sel normal (Mardiyaningsih dan Nurismiyati,
2014).

2.2.3 Triterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbon yang berasal
dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualena yang memberikan sejumlah aktivitas biologis yang penting
(Ilyas, 2013). Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal
dengan titik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena
tidak ada kereaktifan kimianya (Harbone, 1987). Strukur kimia triterpenoid adalah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Senyawa Triterpenoid


Shofiyullah (2015)

2.2.4 Saponin
Saponin merupakan glikosida yang terdiri dari gugus gula yang berikatan
dengan aglikon triterpen atau steroid yang banyak ditemukan di alam. Saponin
dapat larut dalam air, tidak larut dalam eter, dan memiliki rasa pahit (Hanani,
2014). Karena kemampuannya dalam membentuk busa, sehingga saponin mudah
dideteksi setelah dikocok dan akan membentuk senyawa koloid (Mardiyaningsih
dan Nurismiyati, 2014). Saponin dapat menghemolisis atau menghancurkan sel-
sel darah merah (Mien dkk., 2015). Struktur kimia saponin adalah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.5.

11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Struktur Saponin
Shofiyullah (2015)

2.2.5 Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki rasa pahit dan terdiri dari
asam galat sebagai penyusunnya (Supriyatna, 2014). Tanin terdiri dari dua jenis
yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat
dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin
terkondensasi (Harbone, 1987). Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa
polifenol sangat kompleks. Ekstraksi tanin dapat dilakukan dengan beberapa
pelarut, antara lain pelarut polar yaitu air, aseton dan metanol (Kristianto, 2013).
Struktur kimia tanin adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Dasar Tanin


Haeria (2014)

2.2.6 Kuinon
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar
seperti kromofor dasar pada benzokuinon, yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap. Glikosida dalam senyawa kuinon dapat
diekstraksi dengan air, namun hanya sebagian kecil yang dapat larut. Umumnya

12
Universitas Sumatera Utara
kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan
bersamasama dengan karotenoid dan klorofil (Harbone, 1987). Struktur kimia
kuinon adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Struktur Dasar Kuinon


Haeria (2014)

2.3 ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas sehingga menjadi molekul yang netral (Muchtadi,
2013). Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan
enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim
superoksidase dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-
enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam
tubuh. Terjadinya stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim
antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Silalahi, 2006).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
1. Antioksidan primer (endogenus)
Antioksidan primer meliputi enzim superoksidase dismutase, katalase, dan
glutation peroksidase. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis.
Suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian
radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih
stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa
radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Sebagai
antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas
dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) kemudian mengubahnya

13
Universitas Sumatera Utara
menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan dalam kelompok ini disebut juga
chain breaking antioxidant.
2. Antioksidan Sekunder (Eksogenus)
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogen atau nonenzimatis.
Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif. Dalam
sistem pertahanan ini terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan
dirusak pembetukannya. Antiokasidan ini dapat berupa komponen non nutrisi dan
nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Bekerja dengan cara memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya
radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder
meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, flavonoid, bilirubin dan albumin.
Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap radikal bebas
(free radical scavenger) kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Ketika
jumlah radikal bebas berlebihan, kadar antioksidan nonenzimatik yang dapat
diamati dalam cairan biologis menurun.
3. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan yang menghambat akibat
buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif, senyawa nitrogen yang reaktif atau
keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada manusia. Antioksidan dalam
makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai penyakit, meliputi penyakit
kardiovaskular, serebrovaskular, sebagian kanker, dan penyakit yang berkaitan
dengan penuaan. Oksidan biologis yang terbentuk melalui metabolisme ataupun
radikal bebas yang berasal dari luar seperti merokok, ozon, sinar ultraviolet dan
bentuk radiasi lain adalah zat-zat berbahaya. Radikal bebas dapat merusak
biomolekul dan mengubah fungsinya sehinggga zat-zat ini terlibat dalam
penyakit-penyakit akut dan kronis.
Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh
oksidatif akan lebih efektif jika mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis daripada menggunakan

14
Universitas Sumatera Utara
antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih
efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran
dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).

2.4 UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH


Metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) adalah suatu metode
sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang
terkandung dalam makanan. Metode ini dapat digunakan untuk sampel yang padat
dan bentuk larutan. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu, berwarna
ungu. Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron
ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa
antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia
(Prakash et al., 2012). Struktur kimia radikal bebas DPPH dapat dilihat pada
Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur kimia radikal bebas DPPH


Sitinjak (2017)

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang


dialaminya. Resonansi juga menyebabkan peningkatan kepekatan warna ungu.
Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan senyawa yang dapat mendonorkan
atom hidrogen, akan dihasilkan bentuk tereduksi dari DPPH dan berkurangnya
warna ungu (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa
antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.9.

15
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan
Sitinjak (2017)

Aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan persamaan 2.1.


absorbansi kontrol  absorbansi sampel
% Aktivitas antioksidan = x100%
absorbansi kontrol (2.1)
Berdasarkan rumus diatas, semakin rendah nilai absorbansi yang diperoleh
maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal. Aktivitas antioksidan
dinyatakan secara kuantitatif dengan IC50. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang
memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (Inggrid dan Herry, 2014).

2.4.1 Pelarut
Metode pemerangkapan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) akan
memberi hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan
kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai
antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.4.2 Pengukuran Absorbansi – Panjang Gelombang


Panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam pengukuran sampel
uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum
untuk DPPH adalah 515-520 nm. Apabila pengukuran menghasilkan tinggi
puncak maksimum, maka itulah panjang gelombang yang digunakan (Molyneux,
2004).
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk pemilihan
panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara

16
Universitas Sumatera Utara
suatu absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu (Rohman, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu:
• Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar
• Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman, 2007).

2.4.3 Waktu Operasional (Operating Time)


Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungnan antara waktu pengukuran
dengan absorbansi larutan. Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang
berwarna ini meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang
stabil. Semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang
berwarna tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya turun
akibatnya absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah maka untuk pengukuran
senyawa berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu
operasional (Rohman, 2007).

2.5 RADIKAL BEBAS


Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas terlibat dan berperan dalam
penyebab dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung
koroner, katarak, dan penyakit degenerasi saraf (Silalahi, 2006). Radikal bebas
yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari luar tubuh
(eksogen). Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari
rantai reaksi respirasi (pernafasan) di dalam tubuh. Sumber terbentuknya radikal
bebas dalam bahan atau secara endogen adalah enzim-enzim superoksidase
dismutase, lipoksigenase, siklooksigenase, enzim-enzim pentransfer elektron.

17
Universitas Sumatera Utara
Secara eksogen, radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber, antara
lain polutan, makanan dan minuman, radiasi, ozon, dan pestisida (residu pestisida)
(Muchtadi, 2013).
Secara umum tahapan reaksi pembentukan radikal bebas sebagai berikut:
i. Inisiasi
RH + initiator → R●
ii. Propagasi
R● + O2 → ROO●
ROO● + RH → ROOH + R●
iii. Terminasi
R● + R● → RR
ROO● + R● → ROOR
Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikal bebas. Tahap
propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara
suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap
terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan
radikal bebas yang lain sehingga menjadi tidak reaktif lagi. Ketika proses tersebut
terjadi maka siklus reaksi radikal telah berakhir (Muchtadi, 2013).

2.6 EKSTRAKSI
2.6.1 Ekstraksi Padat – Cair (Leaching)
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi
menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
bersih untuk zat organik atau anorganik, baik dilakukan dengan metode analisis
makro maupun mikro. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi dapat dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair atau disebut dengan
leaching (Aji dkk., 2013).
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert)
dengan menggunakan pelarut cair. Proses yang terjadi didalam leaching ini
biasanya disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi yaitu: Pelarut

18
Universitas Sumatera Utara
ditransfer dari bulk menuju ke permukaan. Pelarut menembus masuk atau terjadi
difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
(intraparticle diffusion). Zat terlarut yang ada dalam padatan larut kedalam
pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut
berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Selanjutnya, zat terlarut keluar dari
pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan
(Prayudo dkk., 2015).
Proses leaching sering digunakan dalam ekstraksi senyawa kimia yang
terkandung dalam tumbuhan misalnya ekstraksi minyak dari kacang tanah, kacang
kedelai, biji bunga matahari dan biji kapas yang menggunakan pelarut organik
seperti heksana, aseton, dan eter. Di bidang farmasi leaching digunakan untuk
mengekstrak bagian tanaman yang mengandung obat seperti akar, daun, dan
batang. Faktor penting yang mempengaruhi leaching antara lain ukuran partikel,
jenis pelarut, temperatur dan pengadukan (Suhartono dkk., 2005).

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak
antara partikel dengan liquid,akibatnya akan memperbesar heat transfer material,
disamping itu juga akan memperkecil jarak difusi. Tetapi partikel yang sangat
halus akan membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak dijalankan, disamping
itu juga akan mempersulit drainase solid residu. Jadi harus ada jarak tertentu
untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup kecil agar tiap
partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama, tetapi juga tidak terlalu kecil
hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran (Day dan Underwood, 1986).
b. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan merusak kontituen
atau zat terlalrut yang diharapkan (residu). Disamping itu juga tidak boleh pelarut
dengan viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi. Umumnya
pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan murni, tetapi setelah beberapa lama
konsentrasi zat terlarut didalamnya akan bertambah besar akibatnya nilai ekstraksi

19
Universitas Sumatera Utara
akan menurun, dikarenakan gradien konsentrasi akan berkurang dan larutan
bertambah pekat (Day dan Underwood, 1986).
c. Temperatur
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses (Day dan Underwood, 1986). Kelarutan bahan yang diekstraksi dan
difusivitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga
diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu
operasi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya
menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan. (Majid, 2010).
d. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka difusi eddy akan bertambah dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat, disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan
serta efektif untuk membentuk suatu lapisan interphase (Day dan Underwood,
1986). Luas area interphase akan bervariasi bergantung diameter padatan.
Penurunan luas area interphase ini kemudian akan menurunkan perpindahan
massa yang terjadi sekaligus menurunkan efisiensi tahapan. Pengadukan yang
tinggi akan meminimalkan tahanan perpindahan masa selama reaksi dan ekstraksi
namun kemudian akan membentuk emulsi atau padatan yang sangat kecil dan
sulit diendapkan (Prasetyo dkk., 2012).
e. Waktu Reaksi
Waktu ekstraksi merupakan salah satu faktor penentu kecepatan difusi dari
sebuah proses ektraksi padat-cair (leaching). Tetapi, penambahan waktu yang
terlalu banyak tidak sebanding dengan perolehan yield yang diperoleh. Oleh
karena itu, dalam ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar proses ekstraksi
berjalan secara optimal (Prayudo dkk., 2015).
f. Rasio Zat Padat Terhadap Pelarut
Jumlah pelarut perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pelarut yang terlalu
banyak dapat mengakibatkan pemborosan biaya dalam operasi ekstraksi

20
Universitas Sumatera Utara
(Prasetyo dkk., 2012). Semakin besar volume pelarut yang digunakan
dibandingkan jumlah bahan yang diekstrak maka rendemen yang dihasilkan juga
semakin besar. Semakin banyak pelarut yang ditambahkan maka semakin besar
kemampuan pelarut untuk melarutkan bahan sehingga semakin banyak
komponen bahan yang dapat terekstrak oleh pelarut. Rendemen hasil ekstraksi
akan terus meningkat hingga larutan menjadi jenuh. Setelah titik jenuh larutan,
tidak akan terjadi peningkatan rendemen dengan penambahan pelarut (Amiarsih
dan Yulianingsih, 2005).

2.7 PERPINDAHAN MASSA


Perpindahan massa fasa cair-cair maupun padat-cair merupakan suatu
fenomena penting dalam proses ekstraksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kecepatan perpindahan massa adalah koefisien perpindahan massa (Yulianto
dkk., 2009).
Perpindahan massa pada ekstraksi padat cair terjadi secara difusi. Difusi
yaitu gerakan suatu zat melalui suatu campuran karena suatu rangsangan fisika
yang berlangsung dengan suatu kecepatan tertentu. Pada awal proses konsentrasi
umpan dan pelarut berada pada keadaan tidak setimbang yang
mengakibatkan gaya dorong (driving force) terjadinya difusi hingga keduanya
mencapai keadaan setimbang. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju
ekstraksi yaitu ukuran padatan, pelarut, temperatur, dan waktu kontak (Suhartono
dkk., 2005).
Kecepatan ekstraksi padat-cair tergantung pada dua tahapan pokok yaitu
difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa dari
permukaan padatan ke cairan. Jika perbedaan kecepatan kedua tahap
hampir sama, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut,
tetapi jika perbedaan kecepatan kedua tahapan cukup besar, maka kecepatan
ekstraksi ditentukan oleh kecepatan proses yang paling lambat (Samun, 2008).
Menurut Cussler (1984), jumlah dari perpindahan massanya sebanding dengan
perbedaan konsentrasi dan luas area permukaan.
N=KL .A.(CLS -CL ) (2.2)

21
Universitas Sumatera Utara
Pada proses ekstraksi padat-cair laju perpindahan massa zat terlarut ke
pelarut dengan volume V dengan menggunakan suatu koefisien perpindahan
massa di mana CAS adalah konsentrasi jenuh dan C A adalah konsentrasi pada
waktu tertentu (Suhartono dkk., 2005) dapat ditentukan dengan Persamaan:
Vd(CL )
=NL =A KL (CLS -CL ) (2.3)
dt

dengan mengintegrasikan dari t = 0 dan CA = 0 = 0 sampai t = t dan CA = CA,


CL d(CL ) A KL t
∫C = ∫0 dt (2.4)
LO dt V

CLS -CL KL A
ln = -( )t (2.5)
CLS -CLO V

CLS -CL
Dengan membuat grafik hubungan ln vs t, maka KL sebagai koefisien
CLS -CLO
perpindahan zat terlarut (A) ke pelarut (B) yang diam dapat ditentukan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.1.
y
Y = a + bx
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

-------------

y
b=
x
a
--------------------------------
x

Waktu (t)

CLS -CL
Gambar 2.10 Hubungan ln vs t
CLS -CLO

Dari Gambar 2.10 tersebut dapat ditentukan nilai slope yang merupakan nilai dari
𝐾𝐿 𝐴
−( ) yang digunakan untuk mencari nilai koefisien perpindahan massa. Pada
𝑉
Persamaan 2.5, diasumsikan bahwa luas permukaan padatan dalam bentuk
potongan dan dihitung menggunakan Persamaan 2.6.
A=pxl (2.6)

22
Universitas Sumatera Utara
Variabel-variabel yang mungkin muncul dalam menentukan koefisien
perpindahan massa pada ekstraksi padat-cair pada bejana berpengaduk adalah: ρ,
µ, Ds, dp, N, db, serta diameter dan tinggi baffle. Sedangkan dalam penelitian ini
variabel yang diperhatikan hanya ρ, µ, Ds, dp, N sedangkan diameter butir (db)
diambil konstan, dan tidak digunakan baffle sebagai parameter, sehingga bila
dinyatakan dalam bilangan tak berdimensi dengan memakai sistem MLT (Faleh
dan Setia, 2009):
KL = K. ρ. μ. Ds. dp. db. N (2.7)

Dimana :
KL : Koefisien perpindahan massa (cm-s)
CLS : Konsentrasi pada keadaan setimbang (kg mol-m3)
CL : Konsentrasi pada waktu tertentu (kg mol-m3)
A : Luas potongan kulit buah alpukat (m2)
p : Panjang sampel (cm)
l : Lebar sampel (cm)
V : Volume larutan (l)
A : Faktor frekuensi
B : Faktor frekuensi
Sh : Bilangan Sherwood
Re : Bilangan Reynold
Sc : Bilangan Schmidt
dp : Diameter pengaduk (m)
Ds : Difusivitas molekul cairan (m2-s)

Setelah dilakukan analisis dimensi, secara umum dapat dirumuskan bahwa


hubungan koefisien transfer massa dengan variabel-variabel yang
mempengaruhinya adalah sebagai berikut (Faleh dan Setia, 2009):
B C
KL .dp ρ.N. dp2 μ
( ) =A. ( ) .( ) (2.8)
Ds μ φ.Ds

Sh = A. ReB. ScC (2.9)

Dimana untuk menentukan difusivitas (Ds) digunakan Persamaan 2.10


(Geankoplis, 2003).

23
Universitas Sumatera Utara
9,4 x 10-15 T
DS = 1 (2.10)
μ (MA)3

Bilangan Reynold, Schmidt, dan Sherwood sering dipakai dalam


menghubungkan data percobaan perpindahan massa. Bilangan Sherwood
mewakili proses transfer massa padatan ke cairan dan bilangan Reynolds
menyatakan perlakuan proses terhadap bahan, sedangkan bilangan Schmidt
menyatakan sifat-sifat fisis bahan (Faleh dan Setia, 2009). Data percobaan
koefisien perpindahan massa yang didapat dengan menggunakan banyak variasi
seperti jenis fluida, perbedaan kecepatan, dan perbedaan geometri dapat
dihubungkan dengan menggunakan dimensional number (Suhartono dkk., 2005).
Diasumsikan bahan yang digunakan mempunyai sifat-sifat yang seragam dan sifat
cairan tidak berubah selama proses. Maka untuk nilai Bilangan Schmidt yang
tetap, Persamaan 2.9 berubah menjadi Persamaan 2.11 (Faleh dan Setia, 2009):
Sh = A. ReB (2.11)

ln Sh = ln A + B ln Re (2.12)

Dimana A dan B merupakan koefisien. Persamaan 2.12 dibuat hubungan antara ln


Sh dan ln Re, sehingga nilai A dapat dihitung dari intersep, sedangkan nilai B
dapat dihitung dari slopenya.

24
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2 LANGKAH–LANGKAH PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sesuai Gambar 3.1.

Analisa Kadar
Kulit buah alpukat Air

Potongan sampel kering

Proses ekstraksi

Filtrat Residu

Aktivitas Filtrat diambil Rendemen


Antioksidan setiap 5 menit Ekstrak

Kadar Total Analisis


Flavonoid FT-IR

Koefisien
Perpindahan Massa

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian

25

Universitas Sumatera Utara


3.3 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kulit buah alpukat
2. Etanol 96%
3. Kuersetin
4. DPPH (1,1-difenil-1-pikril-hidrazil)
5. Alumunium Klorida (AlCl3) 10%
6. Na-asetat 1 M
7. Metanol

3.3.2 Peralatan Penelitian


1. Cutter 8. Corong gelas
2. Timbangan 9. Motor pengaduk
3. Penggaris 10. Termometer
4. Beaker glass 11. Hot plate
5. Gelas ukur 12. Kertas saring
6. Erlenmeyer 13. Oven
7. Pipet tetes 14. Spektrofotometri UV-Visibel

3.3.3 Rangkaian Peralatan Penelitian

2
Keterangan Gambar :
6
1. Statif

1 2. Klem
(3)
7 3. Batang pengaduk
(Jenis Propeller)
8
4 4. Beaker glass
5 5. Hot plate
6. Motor pengaduk

Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Penelitian 7. Termometer


8. Alumunium foil

26

Universitas Sumatera Utara


3.4 RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial dengan satu variabel bebas yaitu suhu ekstraksi pada
prosedur ekstraksi. Metode percobaan RAL digunakan dan diperoleh 2 kombinasi
perlakuan seperti terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan pada Rancangan Percobaan


Kecepatan
Suhu Ekstraksi
Run Jenis Pelarut Pengadukan
(oC)
(rpm)
1 100
2 200
Etanol 96% 60
3 300
4 400

3.5 PROSEDUR PENELITIAN


3.5.1 Pretreatment Sampel Kulit Buah Alpukat
Sampel kulit buah alpukat yang telah disortir dibersihkan hingga pengotor
pada kulit buah alpukat berupa daging buah alpukat dan zat pengotor lainnya
bersih. Sampel kemudian dipotong-potong hingga ukurannya menjadi ± 1x1 cm
untuk mendapatkan hasil pemotongan yang lebih seragam. Semakin luas
permukaan padatan, maka perpindahan massa ekstraksi akan berlangsung dengan
cepat (Prasetyo dkk., 2012). Pemotongan ukuran sebesar 1x1 cm dilakukan karena
proses pemotongan bahan baku dengan menggunakan cutter, hal ini bertujuan
supaya kulit buah alpukat yang memiliki lapisan tipis tidak rentan koyak saat
dipotong. Sampel yang telah berukuran kecil dan bersih kemudian dikeringkan di
dalam oven pada suhu 60 oC selama 8 jam untuk menurunkan nilai kadar air
terikat pada bahan baku sebelum bahan baku tersebut digunakan untuk proses
ekstraksi.

3.5.2 Analisa Kadar Air Kulit Buah Alpukat (AOAC, 1995)


Aluminium foil digunakan sebagai wadah untuk menganalisa kadar air
bahan baku. Lalu, aluminium foil dibentuk persegi panjang sesuai dengan
kebutuhan bahan baku yang akan dikeringkan. Kulit buah alpukat yang telah

27

Universitas Sumatera Utara


dibersihkan dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1x1 cm sesuai dengan prosedur
subbab 3.5.1 sebanyak ± 10 g diletakkan di atas aluminium foil lalu dikeringkan di
dalam oven pada suhu 100 oC selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan sampel di
dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang beratnya. Pengeringan
kulit buah alpukat dilanjutkan dengan memasukkan kembali sampel di dalam
oven pada suhu 100 oC selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam
desikator selama 10 menit dan ditimbang kembali beratnya. Pengeringan selama
30 menit ini terus diulangi hingga diperoleh berat kering kulit buah alpukat yang
relatif konstan. Kadar air dari kulit buah alpukat ditentukan menggunakan
Persamaan 3.1.
berat awal  berat kering akhir
Kadar air (basis kering)  x 100% (3.1)
berat awal

3.5.3 Ekstraksi Kulit Buah Alpukat (Hermiati dkk., 2013)


Kulit buah alpukat yang telah dikeringkan sesuai dengan subbab 3.5.1
ditimbang sebanyak 15 g kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah
ditambahkan terlebih dahulu pelarut etanol 96% sebanyak 400 ml. Setelah
peralatan ekstraksi dirangkai seperti pada Gambar 3.2, kemudian sampel kulit
buah alpukat diaduk menggunakan impeller dan motor pengaduk. Batang
pengaduk diatur kecepatannya sebesar 300 rpm sesuai dengan hasil terbaik yang
telah dilakukan oleh peneliti Suhartono dkk. (2005) dengan ketinggian impeller
adalah 1/3 dari ketinggian cairan ekstraksi. Hot plate dinyalakan dan diatur
suhunya sebesar 50 oC. Perlakuan termal berfungsi untuk melarutkan bahan yang
diekstraksi sehingga difusivitas pada proses ekstraksi semakin meningkat. Setiap
5 menit dilakukan pengambilan sampel berupa larutan ekstrak sebanyak 5 ml.
Ekstraksi dibiarkan hingga mencapai waktu setimbang (konsentrasi ekstrak telah
jenuh dan konstan). Setelah keadaan setimbang tercapai, hot plate dimatikan dan
hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring kemudian filtrat ditampung ke
dalam beaker glass. Setelah penyaringan hasil ekstraksi diperoleh filtrat dan
residu, dimana filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak dan ditampung di dalam
beaker glass dan residu yang tertahan di kertas saring dibuang. Pada penelitian
ini, ekstraksi yang dilakukan mengacu pada pengaruh variasi kecepatan pengaduk

28

Universitas Sumatera Utara


terhadap proses ekstraksi flavonoid sehingga pada proses ekstraksi ini, prosedur
diulangi seperti semula dimana dilakukan variasi kecepatan pengaduk masing-
masing sebesar 100, 200, 300 dan 400 rpm dengan kombinasi perlakuan seperti
pada Tabel 3.1.

3.5.4 Penentuan Rendemen Ekstrak (Romansyah, 2011)


Penentuan rendemen ekstrak dilakukan setelah tercapai keadaan setimbang
yang diperoleh dari subbab 3.5.3, hot plate dimatikan dan hasil ekstraksi disaring
menggunakan kertas saring kemudian filtrat ditampung ke dalam beaker glass.
Dari penyaringan hasil ekstraksi diperoleh filtrat dan residu, dimana filtrat yang
diperoleh merupakan ekstrak yang kemudian ditampung di dalam beaker glass
dan residu yang tertahan di kertas saring dibuang. Filtrat dari hasil ekstraksi
dimasukkan ke dalam labu distilasi untuk memisahkan ekstrak flavonoid dari
pelarutnya. Pemisahan dari senyawa sekunder flavonoid dan pelarut etanol 96%
dilakukan dengan menghidupkan pemanas pada suhu 65 oC hingga diperoleh
hasilnya berupa pelarut dan ekstrak. Nilai rendemen ekstrak dapat ditentukan
dengan menggunakan Persamaan 3.2.
massa ekstrak
Rendemen  x 100% (3.2)
massa sampel

3.5.5 Prosedur Penentuan Kadar Flavonoid Total (Yulianti dkk., 2015)


3.5.5.1 Pembuatan Kurva Larutan Standar Kuersetin
Larutan induk kuersetin dibuat dengan konsentrasi 10, 30, 50, 70 dan 100
ppm. Larutan AlCl3 10% sebanyak 0,1 ml, larutan Na-asetat 1 M sebanyak 0,1 ml
dan akuades sebanyak 2,8 ml ditambahkan pada larutan kuersetin. Larutan AlCl3
10% digunakan untuk membentuk kompleks warna flavonoid sehingga dapat
ditetapkan kadarnya. Natrium asetat merupakan basa lemah dan dapat
mengioniasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7-OH bebas. Flavon dan flavonol dalam flavonoid mempunyai
gugus 7-OH bebas yang ditunjukkan dengan pergeseran batokromik sebesar 5-20
nm pada pita serapan II dengan menggunakan larutan natrium asetat dan dari
pergeseran batokromik tersebut menyebabkan pengomplekskan warna pada

29

Universitas Sumatera Utara


flavonoid sehingga memudahkan pembacaan kadar flavonoid pada alat
spektrofotometri Uv-Vis (Sjahid, 2008). Campuran AlCl3 10%, Na-asetat 1 M dan
akuades dikocok hingga homogen lalu dibiarkan selama 30 menit. Penentuan
panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan pada rentang panjang
gelombang 400-450 nm (Aminah dkk., 2017). Absorbansi campuran pada larutan
standar kuersetin diukur pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017). Kurva larutan standar kuersetin
dibuat dengan mengasumsikan bahwa sumbu x adalah konsentrasi larutan
kuersetin dan sumbu y merupakan absorbansi larutan kuersetin. Kurva ini akan
digunakan untuk menentukan kadar flavonoid total sampel.

3.5.5.2 Penentuan Kadar Flavonoid Total Sampel


Larutan AlCl3 10% sebanyak 0,1 ml, larutan Na-asetat 1 M sebanyak 0,1
ml dan akuades sebanyak 2,8 ml ditambahkan pada larutan kuersetin. Larutan
AlCl3 10% digunakan untuk membentuk kompleks warna flavonoid sehingga
dapat ditetapkan kadarnya. Natrium asetat merupakan basa lemah dan dapat
mengioniasi gugus yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7-OH bebas. Flavon dan flavonol dalam flavonoid mempunyai
gugus 7-OH bebas yang ditunjukkan dengan pergeseran batokromik sebesar 5-20
nm pada pita serapan II dengan menggunakan larutan natrium asetat dan dari
pergeseran batokromik tersebut menyebabkan pengomplekskan warna pada
flavonoid sehingga memudahkan pembacaan kadar flavonoid pada alat
spektrofotometri Uv-Vis (Sjahid, 2008). Campuran AlCl3 10%, Na-asetat 1 M dan
akuades dikocok hingga homogen lalu dibiarkan selama 30 menit. Penentuan
panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan pada rentang panjang
gelombang 400-450 nm (Aminah dkk., 2017). Absorbansi campuran pada larutan
standar kuersetin diukur pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Iriany dkk. (2017). Kadar flavonoid total dihitung
dengan menggunakan persamaan linier dari kurva larutan standar kuersetin yang
diperoleh.

30

Universitas Sumatera Utara


3.5.6 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa (Budi dan Setia, 2009)
Selama proses ekstraksi, sampel ekstrak diambil sebanyak 5 ml pada
setiap 5 menit. Lalu ekstrak difiltrasi menggunakan kertas saring untuk
memisahkan residu dari filtrat yang diperoleh. Konsentrasi ekstrak sampel diukur
dengan cara mengukur absorbansi ekstrak menggunakan spektrofotometri UV-
VIS pada panjang gelombang 415 nm sesuai dengan penentuan kadar flavonoid
total yang dilakukan. Dari absorbansi yang diperoleh, koefisien perpindahan
massa dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.6.

3.5.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Alpukat dengan Metode


DPPH (Ridho, 2013)
Uji aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas pada ekstrak dilakukan
dengan menggunakan metode DPPH. Pembuatan larutan induk DPPH dilakukan
dengan cara sebanyak 5 mg DPPH dilarutkan dalam 50 ml metanol (dimana
pelarut metanol memiliki kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pelarut etanol) sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 100 μg/ml. Kemudian 1ml
larutan DPPH diambil dari larutan DPPH 100 μg/ml kemudian dimasukkan dalam
tabung reaksi. Larutan metanol ditambah sebanyak 3 ml untuk membuat larutan
baku. Kemudian campuran dihomogenkan lalu diinkubasi di tempat gelap pada
suhu kamar selama 30 menit. Absorbansi optimum diukur pada panjang
gelombang 516 nm. Perlakuan yang sama dilakukan untuk larutan ekstrak kulit
buah alpukat dan vitamin C sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 10, 25, 50,
75 dan 100 ppm. Nilai aktivitas antioksidan dapat ditentukan dengan
menggunakan Persamaan 2.1.

3.5.8 Analisis FTIR (Fourier Transform Infrared)


Sampel ekstrak dicampur dengan serbuk KBr. Campuran kemudian
ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan alat mekanik. Sampel diletakkan
pada kompartment dan diletakkan pada alat spektroskopi Infra Merah Shimadzu.
Sampel dianalisis pada timbal-balik panjang gelombang 200-4000 1/cm.

31

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT


Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen
(Atisanto dkk., 2017). Kadar air merupakan parameter fisikokimia yang
berhubungan langsung dengan stabilitas senyawa aktif dalam bahan herbal selama
proses penyimpanan. Kadar air rata rata yang berlebihan dalam bahan herbal
merupakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba dan hidrolisis
senyawa aktif (Pranowo dkk., 2016). Kadar air yang diperoleh dari sampel kulit
buah alpukat adalah 77,878%
Rotta dkk., (2016) telah meneliti tentang penggunaan kulit alpukat (Persea
americana) dalam formulasi teh: sebagai sebuah produk fungsional yang
mengandung senyawa fenolik dengan aktivitas antioksidan, diperoleh kadar air
kulit buah alpukat sebesar 65,050 %. Perbedaan nilai kadar air yang diperoleh
dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh tanaman itu sendiri. Jenis buah yang
digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah Persea americana yang berasal dari
daerah Brazil. Iklim suatu daerah dapat mempengaruhi sifat fisik suatu bahan
sehingga terdapat perbedaan pada nilai kadar yang diperoleh pada penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya.
Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan
dalam penyimpanannya dan merupakan cara penanganan terbaik bagi suatu bahan
untuk menghindari pengaruh aktivitas mikroba. Jumlah kadar air yang rendah
membuat bahan akan lebih tahan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama
sehingga kemungkinan rusak karena jamur pada saat penyimpanan sangat kecil
(Malanggi dkk., 2012).

32

Universitas Sumatera Utara


4.2 PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN EKSTRAKSI
TERHADAP JUMLAH EKSTRAK TOTAL FLAVONOID PER
SATUAN WAKTU
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat hubungan antara waktu ekstraksi terhadap
konsentrasi zat terlarut di dalam zat pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka
semakin tinggi kadar total flavonoid yang didapat. Dalam waktu tertentu
konsentrasi zat terlarut dalam zat pelarut tidak bertambah seiring dengan
bertambahnya waktu, karena kesetimbangan padat-cair telah tercapai.

80
Konsentrasi Total Flavonoid

70
60
50
(ppm)

40
30 100 rpm 200 rpm
20
10 300 rpm 400 rpm

0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Total Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi
dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Konsentrasi total flavonoid yang diperoleh berbeda-beda di setiap waktu


kesetimbangan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1. Semakin lama waktu
ekstraksi maka konsentrasi flavonoid yang diperoleh semakin meningkat dan
dalam waktu tertentu konsentrasi flavonoid dalam pelarut etanol tidak bertambah
seiring dengan bertambahnya waktu yang disebabkan kesetimbangan padat-cair
pada ekstraksi telah tercapai. Semakin tinggi kecepatan pengadukan ekstraksi,
semakin cepat waktu kesetimbangan tercapai. Hal ini ditemukan pada kecepatan
pengadukan 400 rpm diperoleh waktu tersingkat untuk mencapai kesetimbangan,
yaitu selama 50 menit sedangkan pada kecepatan pengadukan 100 rpm merupakan

33

Universitas Sumatera Utara


variabel yang memiliki waktu ekstraksi yang lebih lama dengan waktu ekstraksi
selama 70 menit.
Semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan, waktu kontak antara sampel
dan pelarut semakin lama sehingga jumlah senyawa yang terekstraksi semakin
banyak. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai kondisi kesetimbangan
antara konsentrasi senyawa di dalam bahan baku dengan konsentrasi senyawa di
pelarut (Anggoro, 2015). Hasil penelitian yang telah dilakukan Anggoro (2015)
memperlihatkan bahwa waktu ekstraksi selama 180 menit menghasilkan kadar
kurkumin yang tinggi yaitu sebesar 0,078%-2,617% dibandingkan waktu 60
menit menghasilkan kadar kurkumin yang rendah yaitu sebesar 0,067%-2,061%.
Hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan laporan hasil penilitian
Anggoro (2015), yang melakukan penelitian ekstraksi kurkumin dari temulawak,
dimana semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi kadar total flavonoid
yang diperoleh.
Pada pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kadar total flavonoid pada
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukan semakin
tinggi kadar total flavonoid yang didapat, dan waktu kesetimbangan semakin
rendah. Pengadukan dapat memperluas bidang kontak seiring meningkatnya
kecepatan pengadukan sehingga meningkatkan homogenitas dari suatu campuran
(Khan dkk., 2013). Kenaikan kecepatan putar pengaduk akan meningkatkan
turbulensi dalam larutan sehingga mengakibatkan menipisnya lapisan film sampel.
Menipisnya lapisan film sampel, dikarenakan zat terlarut yang berpindah dari
permukaan padatan ke zat pelarut bertambah besar (Budi dan Setia Budi
Sasongko, 2009).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Pranowo dkk. (2015) menunjukkan
kadar total flavonoid tertinggi diperoleh pada kondisi kecepatan pengadukan 300
rpm dengan kadar total flavonoid sebesar 55,40 mg/g. Sedangkan kadar total
flavonoid terendah diperoleh pada kondisi kecepatan 200 rpm dengan kadar total
flavonoid sebesar 48,66 mg/g.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa tingginya kadar total
flavonoid (zat terlarut) yang larut pada pelarut etanol (zat pelarut) dikarenakan
tingginya kecepatan pengadukan. Hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai

34

Universitas Sumatera Utara


dengan laporan hasil penelitian Pranowo dkk. (2016) yang melakukan penelitian
dengan judul optimasi ekstraksi flavonoid total daun gedi dan uji aktivitas
antioksidan, dimana kadar total flavonoid yang diperoleh meningkat seiiring
dengan meningkatnya kecepatan pengadukan.

4.3 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA


Koefisien perpindahan massa (KL) diperoleh dari slope, nilai slope pada
KLA
Persamaan 2.5 yaitu ( ). Gambar 4.2-Gambar 4.5 menunjukkan hubungan
V
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
antara ln 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
dengan waktu. Pada Persamaan 2.5 terdapat variabel luas

permukaan (A) dan volume pelarut (V), dimana nilai A = 1 cm2 dan volume
pelarut yang digunakan 400 ml.

0
-0,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

-0,4
-0,6
-0,8
-1 y = -0,0289x
R² = 0,9552
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
-2
Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.2 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 100 rpm

35

Universitas Sumatera Utara


0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
-0,5
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-1

-1,5
y = -0,0476x
R² = 0,9343
-2

-2,5

-3

-3,5
Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.3 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 200 rpm

0,0
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
-1,0
y = -0,0733x
-2,0
R² = 0,9071
-3,0

-4,0

-5,0
Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.4 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 300 rpm

36

Universitas Sumatera Utara


0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-1

-2

-3 y = -0,1074x
R² = 0,9101
-4

-5

-6 Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.5 Hubungan ln 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
Pengadukan 400 rpm

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai slope yang didapat -0,107, sehingga
nilai KL yang diperoleh pada kecepatan 400 rpm adalah 0,713 cm/detik. Cara yang
sama digunakan untuk mendapatkan nilai KL pada kecepatan 100 rpm, 200 rpm
dan 300 rpm. Hubungan antara Koefisien Perpindahan massa (KL) terhadap
kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Gambar 4.6
0,8
0,7 0,713
0,6
0,5 0,486
KL

0,4
0,3 0,313
0,2 0,186
0,1
0
0 100 200 300 400 500
Kecepatan Pengaduk (rpm)

Gambar 4.6 Hubungan Koefisien Perpindahan Massa dengan Kecepatan


Pengadukan
Pengadukan

Kecepatan putar pengaduk yang semakin besar menyebabkan turbulensi


yang semakin besar sehingga tahanan difusinya menjadi semakin kecil dan
perpindahan massa dari cairan ke padatan semakin besar (Budi dan Setia Budi

37

Universitas Sumatera Utara


Sasongko, 2009). Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa nilai KL semakin besar seiring
dengan meningkatnya kecepatan pengadukan. Hal ini disebabkan semakin tingi
kecepatan pengadukan maka difusivitas juga meningkat dan terjadi perpindahan
massa dari zat padat ke pelarut (Coulson dan Richardson, 2002). Besarnya
turbulensi aliran dalam pengadukan diwakili oleh Bilangan Reynold yang
ditunjukkan pada Persamaan 2.8 (Brown, 1950). Berdasarkan teori Coulson dan
Richardson (2002) dapat disimpulkan bahwa nilai KL berbanding lurus dengan
nilai bilangan reynold. Semakin tinggi kecepatan pengadukan maka turbulensi
yang diperoleh semakin besar sehingga nilai KL yang dihasilkan akan semakin
besar. Hasil penelitian yang dilakukan telah sesuai dengan laporan hasil penelitian
Aziz (2013) yang melakukan penelitian tentang perpindahan massa padat-cair
yang berhubungan dengan korosi yang dikendalikan oleh difusi pada permukaan
luar dari pemanas heliks yang terendam dalam bejana yang teraduk dimana
koefisien perpindahan massa meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan
pengadukan.
Persamaan kelompok tak berdimensi yang didapat, menunjukkan bahwa
Bilangan Sherwood (Sh) berbanding lurus dengan Bilangan Reynold (Re).
Bilangan Sh menyatakan besarnya Kc pada rapat massa, difusivitas dan diameter
pengaduk tertentu.

13,5
13 y = 1,244x + 5,568 12,967
R² = 0,9552 12,584
12,5
ln Sh

12 12,144

11,5 11,626
11
9 9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4
ln Re

Gambar 4.7 Hubungan ln Sh dengan ln Re

38

Universitas Sumatera Utara


Jika kecepatan putar pengaduk semakin besar maka harga bilangan
Reynold juga semakin besar, sehingga harga bilangan Sh juga akan semakin
besar. Untuk nilai bilangan Schmidt tetap, karena diasumsikan bahan yang
digunakan mempunyai sifat-sifat yang seragam dan sifat cairan tidak berubah
selama proses. Hubungan antara KL dengan kecepatan putar pengaduk dan
diameter pengaduk umumnya digunakan dalam bentuk persamaan kelompok tak
berdimensi seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2.11.
Dari hasil penelitian ini didapatkan persamaan hubungan antara Sh dengan
Re untuk sistem ekstraksi flavonoid dalam kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol untuk proses batch, pada suhu 60°C untuk rentang nilai bilangan Reynold
9828-27666 adalah:
Sh = 261,9099 R𝑒 1,244 (4.1)

4.4 PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP


AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan antara kecepatan pengadukan terhadap
aktivitas antioksidan. Semakin tinggi kecepatan pengaduk maka semakin tinggi
nilai IC50 yang dihasilkan. Pada penelitian ini vitamin C digunakan sebagai
pembanding terhadap kekuatan aktivitas antioksidan yang dihasilkan.

160
140 134,371
Nilai IC50 (mg/ml)

120 113,346

100
80,318
80
56,107
60
40
18,674
20
0
Vitamin C 100 rpm 200 rpm 300 rpm 400 rpm
Jenis Antioksidan

Gambar 4.8 Hubungan Kecepatan Pengadukan Terhadap Aktivitas Antioksidan

39

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini untuk menentukan aktivitas antioksidan dengan
menggunakan merode DPPH. Metode DPPH adalah suatu metode sederhana yang
dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam
makanan. Metode ini dapat digunakan untuk sampel yang padat dan bentuk
larutan. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu (Prakash et al., 2012).
Panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam pengukuran sampel uji
sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum
untuk DPPH adalah 515-520 nm (Molyneux, 2004).
Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatis yang larut dalam air.
Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan karena secara efektif menangkap radikal
bebas terutama senyawa oksigen reaktif (Adawiah dkk., 2016). Muhammad
(2009) mengemukakan bahwa, vitamin C disebut sebagai antioksidan, karena
dengan elektron yang didonorkan itu dapat mencegah terbentuknya senyawa lain
dari proses oksidasi dengan melepaskan saru rantai karbon. Vitamin C juga biasa
digunakan sebagai kontrol positif dalam menentukan aktivitas antioksidan. Jika
nilai aktivitas antioksidan pada sampel mendekati nilai aktivitas antioksidan
vitamin C sebagai pembanding maka sampel tersebut dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif antioksidan.
Kecepatan pengadukan dapat memperkecil ukuran partikel secara tidak
langsung dan juga dapat menaikkan suhu. Kenaikan suhu yang terjadi disebabkan
kecepatan pengadukan meningkat dan lama pengadukan dimana molekul-molekul
cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah, dengan demikian
viskositas cairan mengalami penurunan seiring dengan naiknya suhu (Sari dan
Retno Sulistyo, 2015). Menurut Scapin dkk. (2016), yang melakukan ekstraksi
senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan dengan menggunakan pelarut
etanol pada biji Chia (Salvia Hispanica) dengan memvariasikan suhu ekstraksi
40, 60 dan 80 oC serta konsentrasi pelarut etanol 50, 65 dan 80%. Pada penelitian
ini hubungan suhu dengan IC50 berbanding terbalik, dimana semakin tinggi suhu
maka nilai IC50 semakin rendah yang mengakibatkan aktivitas antioksidan
semakin besar. Nilai aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada suhu 60 oC
pada konsentrasi etanol 80% dengan nilai IC50 sebesar 3,841 mg/ml.

40

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan
pengadukan maka dapat menaikan suhu sehingga dapat membuat nilai IC50
menurun. Hasil penelitian yang didapat terjadi penurunan aktivitas antioksidan
dikarenakan pada proses ekstraksi temperatur dikontrol 60 oC sehingga hasil IC50
yang didapat setiap variasi kecepatan tidak terlalu jauh berbeda. Adapun tingkatan
aktivitas antioksidan menggunakan DPPH dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Tingkatan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH


Aktivitas Antioksidan Nilai IC50
Sangat kuat < 50 ppm
Aktif 50-100 ppm
Sedang 101-250 ppm
Lemah 250-500 ppm
Tidak aktif >500 ppm
Sumber: Muchtaromah dkk. (2017)

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan tabel 4.2 adalah ekstraksi pada
kecepatan pengaduk 300 rpm dan 400 rpm memiliki aktivitas antioksidan yang
bersifat aktif sedangkan pada kecepatan pengaduk 100 rpm dan 200 rpm memiliki
aktivitas antioksidan yang sedang.

4.5 KARAKTERISASI FLAVONOID FTIR (FOURRIER TRANSFORM


INFRA RED) DARI EKSTRAKSI KULIT BUAH ALPUKAT
Karakterisasi flavonoid FT-IR (Fourier Transform Infra Red) terhadap
ekstrak kulit buah alpukat dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dan
spektrum yang yang terkandung pada ekstrak kulit buah alpukat. Berikut ini pada
Gambar 4.9 merupakan hasil FT-IR pada ekstrak kulit buah alpukat.

41

Universitas Sumatera Utara


140

Transmittance (%)
120
100
80
60
40 O-H C=C C-H
20
3370,96 1658,481
671,106
0
3400 2400 1400 400
Wavenumber (1/cm)
Gambar 4.9 Hasil FTIR (Fourrier Transform Infra Red) Ekstrak Kulit Buah
Alpukat pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm dan Suhu 60 oC

Karakteristik FTIR pada Gambar 4.9 menunjukkan beberapa puncak


serapan (peak) kunci yang mengindetifikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus
dari suatu senyawa. Jenis ikatan gugus yang didapat dari uji FTIR dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.3 Analisa Gugus Fungsi FT-IR
Frekuensi Bilangan Ekstrak Kulit Buah
Jenis Ikatan
Gelombang (1/cm) Alpukat (1/cm)
C-H aromatik 500-800 671,106
C=C aromatik 1500-1900 1658,481
O-H 3200-3600 3268,370

Gugus-gugus fungsi seperti O-H, C-H aromatik, C=C aromatik, C-O


alkohol, C=O dan C-O eter merupakan gugus fungsi yang dimiliki senyawa
flavonoid (Ekawati dkk., 2017). Gugus-gugus fungsi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.3. Jadi, dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoid terdapat pada hasil
ekstraksi kulit buah alpukat.

4.6 PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN EKSTRAKSI


TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK
Gambar 4.10 menunjukkan hubungan antara kecepatan pengadukan
terhadap rendemen. Pada kecepatan pengadukan 100 rpm rendemen yang
diperoleh adalah 3,20%, kecepatan pengadukan 200 rpm rendemen yang diperoleh
4,60%, kecepatan pengadukan 300 rpm rendemen yang diperoleh 6,20% dan
kecepatan pengadukan 400 rpm rendemen yang diperoleh 7,26%.

42

Universitas Sumatera Utara


8
7 7,26
Rendemen (%) 6 5,80
5 4,60
4
3 3,20
2
1
0
0 100 200 300 400 500
Kecepatan Pengadukan (rpm)

Gambar 4.10 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Rendemen


Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa semakin besar kecepatan pengadukan
maka semakin besar pula rendemen yang diperoleh. Pengadukan bertujuan untuk
memperbanyak kontak antara bahan dengan pelarut dan mendapatkan derajat
homogenitas yang tinggi. Dewi dkk. (2010) yang melakukan penelitian tentang
ekstraksi teripang pasir (Holothuria Scabra) sebagai sumber testosteron, dimana
rendemen semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan pengaduk
yaitu dari kecepatan 400 rpm, 600 rpm dan 800 rpm, dengan nilai rendemen
ekstrak masing-masing adalah 3,85%, 4,5% dan 23,65%. Hal ini disebabkan
semakin cepat putaran pengaduk maka semakin besar perpindahan massa yang
terjadi pada waktu tertentu dan semakin besar kontak bahan dengan pelarut maka
hasil yang diperoleh akan semakin meningkat.
Hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan hasil penelitian Dewi
dkk. (2010) yang melakukan penelitian tentang ekstraksi teripang pasir
(Holothuria Scabra) sebagai sumber testosteron pada berbagai kecepatan dan
lama pengadukan, dimana rendemen ekstrak yang diperoleh akan semakin besar
seiring bertambahnya kecepatan pengadukan.

43

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambail dari penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Kadar air kulit buah alpukat yang diperoleh sebesar 77,878%.
2. Kadar total flavonoid meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
ekstraksi dan kecepatan pengadukan.
3. Kadar total flavonoid tertinggi diperoleh pada ekstraksi dengan kecepatan
pengadukan 400 rpm yaitu 70,205 ppm.
4. Nilai koefisien transfer perpindahan massa tertinggi diperoleh pada
kecepatan pengadukan 400 rpm yaitu sebesar 0,713 cm/detik.
5. Jenis aliran yang diperoleh pada proses ekstraksi ini adalah turbulen dengan
Bilangan Reynold 9828-27666.
6. Persamaan hubungan antara Bilangan Sherwood (Sh) dan Bilangan Reynold
(Re) untuk sistem ekstraksi flavonoid dari kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol pada proses batch, pada suhu 60 °C adalah Sh = 261,9099 R𝑒 1,244
7. Aktivitas antioksidan yang diperoleh dari ekstraksi kulit buah alpukat adalah
bersifat aktif pada kecepatan pengadukan 300 dan 400 rpm dan sedang pada
kecepatan pengadukan 100 dan 200 rpm.
8. Rendemen ekstrak yang diperoleh meningkat seiring dengan bertambahnya
kecepatan pengadukan dengan rendemen tertinggi pada kecepatan
pengadukan 400 rpm yaitu 7,26%.

5.2 SARAN
Penelitian selanjutnya disarankan untuk:
1. Memvariasikan jenis pengaduk yang digunakan pada proses ekstraksi kulit
buah alpukat.
2. Melakukan ekstraksi flavonoid dari bahan bahan lain, sehingga dapat
diperoleh data bahan yang memliki kandungan flavonoid terbanyak.

44

Universitas Sumatera Utara


3. Menggunakan metode ekstraksi yang berbeda sebagai pebanding, seperti
menggunakan metode ultrasonik.

45

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adha, A. C. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea


Americana Mill.) Terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Prague
Dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Afrianti, L.H. 2010. Pengawetan Makanan Alami dan Sintesis. Bandung: Alfabeta.
Halaman 33, 35, 52, 57.
Aji, A., Meriatna, A. S. Ferani. 2013. Pembuatan Pewarna Makanan Dari Kulit Buah
Manggis Dengan Proses Ekstraksi. Journal Teknologi Kimia Unimal 2(20: 1-
15
Anggorowati, D. A., G. Priandini, dan Thufail. 2016. Potensi Daun Alpukat (Persea
Americana Miller) Sebagai Minuman Teh Herbal Yang Kaya Antioksidan.
Inovatif. 6(1): 1 – 7.
Antia, B.S., J. Okokon, dan PA Okon. 2005. Hypoglycemic activity of aqueous leaf
extrac t of Persea americana Mill. Research Letter 37(5): 325-326.
Arukwe, B.A., M.K. Duru, E.N. Agomuo, dan E.A. Adindu. 2012. Chemical
Composition of Persea Americana Leaf, Fruit and Seed. International Journal
of Recent Research and Applied Studies 11(2): 346-349.
Asolu, M.F., S.S. Asaolu, J.B. Fakunle, B.O. Emman, Okon, E.O. Ajayi, dan R.A.
Togun. 2010. Evaluation of in-vitro Antioxidant Activities of Methanol
Extracts of Persea americana and Cnidosculus aconitifolius. Pakistan Journal
of Nutrition 9(11): 1074-1077.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Tanaman Buah Buahan dan Sayuran. Badan
Pusat Statistik Indonesia.
Budi, F. S. dan S. B. Sasongko. 2009. Koefisien Transfer Massa pada Proses
Ekstraksi Kayu Manis (Cinnamomum burmanni). Reaktor 12(4): 232-238.
Budiyati, E dan A. Tridayana. 2013. Pengaruh Kecepatan Putaran Pengaduk terhadap
Konsentrasi Polifenol, K13ca, dan De pada Ekstraksi Polifenol dari Kulit Apel
Malang. Simposim Nasional RAOI, XII: 82 – 88.
Coulson, J.M., and Richardson, J.F. 2002. Chemical Engineering Particle
Technology and Separation Processe. Volume 2 Fifth Edition, Butterworth
Heinemann. New York.

46

Universitas Sumatera Utara


Cussler E. L. 1984. Diffusion Mass Transfer in Fluid Systems. Cambridge University
Press: New York.
Denni, K. S., R. Sulistyo, dan D. Lestari. 2015. Pengaruh Waktu dan Kecepatan
Pengadukan Terhadap Emusi Minyak Biji Matahari (Helianthus Annuus L.)
dan Air. Jurnal Integrasi Proses 5: 155-159.
Dewi, K. H., D Silsia, L. Susanti, M. Markom, dan H. Mendra. 2010. Ekstraksi
Teripang Pasir (Holusthuria Scabra) sebagai Sumber Tertosteron pada
Berbagai Kecepatan dan Lama Pengadukan. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia ISSN 1693 – 4393. Yogyakarta.
Dodyk, P., E. Noor, L. Haditjaroko, dan A. Maddu. 2016. Optimasi Ekstraksi
Flavonoid Total Daun Gedi (Abelmoschus Manihot L.) dan Uji Aktivitas
Antioksidan. 7: 37- 46.
Dwimas, A. 2015. Ekstraksi Multi Tahap Kurkumin dari Temulawak (Curcuma
Xanthorriza Roxb.) Menggunakan Pelarut Etanol. Skripsi. Program Sarjana
Fakultas Teknik USU. Medan.
Ekawati, M. A., I. W. Suirta, dan S. R. Santi. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid pada Daun Sembukan (Paedaria foetida L) Serta Uji Aktivitasnya
Sebagai Antioksidan. Jurnal Kimia : 43-48.
Fidrianny, I., I. Rahmayani, K. R. Wirasutisna. 2013. Antioxidant Capasities From
Various Leaves Extracts of Four Varieties Mangoes Using DPPH, ABTS
Assays, and Correlations With Total Phenolic, Flavonoid, Carotenoid,
International.
Haeria. 2014. Kimia Produk Alami. Makassar: Alauddin University Press.
Hanani, Endang. 2014. Analisis Fitokimia. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Harbone. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Institut Pertanian Bogor.
Hendra, P., Paramita, L., Brigitha, W.R.P., Angeline, S.F., Fransisca, A., Asih, P.,
Theresia, E. 2016. Efek Proteksi Dekokta Kulit alpukat pada hepar tikus
terinduksi karbon tetraklorida. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas., 13(2), 61-
66.
Ilyas, Asriany. 2013. Kimia Organik Bahan Alam. Makassar: Alauddin University
Press.

47

Universitas Sumatera Utara


Indah, C., I. H. Hasibuan dan R. Hasibuan. 2016. Pemanfaatan Flavonoid Ekstrak
Daun Katuk (Sauropus Androgynus (L) Merr) Sebagai Antioksidan Pada
Minyak Kelapa. Jurnal Teknik Kimia USU 5(1).
Kemit, N., I W. R. Widarta, dan K. A. Nocianitri. 2016. Pengaruh Jenis Pelarut Dan
Waktu Maserasi terhadap Kandungan Senyawa Flavonoid Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Alpukat (Persea Americana Mill). Skripsi.
Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana.
Khan, B. A., N Akhtar, H. M. S. Khan, K. Waseem, T. Mahmood, A. Rasul, M.
Iqbal, and Haroon Khan. 2013. Development, characterization and antioxidant
activity of polysorbate based O/W emulsion containing polyphenols derived
from Hippophae rhamnoides and Cassia fistula. Brazilian jurnal of
Pharmaceutical Sciences.
Kristianto, A. 2013. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.) pada Pengolahan Air. Skripsi. Fakultas Matematika dan
dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Jember. Jember.
Kurniawan, R. F. 2014. Dahsyat Alpukat Mengobati dan Mencegah semua Penyakit.
Jakarta: Healthy Books.
Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan: Fakultas
Matematika dan dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatra Utara.
Levenspiel O. 1999. Chemical Reaction Engineering. Edisi ke – 3, : John Wiley &
Sons : New York.
Lindani, A. 2016. Perbandingan Pengukuran Kadar Air Metode Moisture Analyzer
dengan Metode Oven pada Produk Biskuit Sandwich Cookies di PT Mondelez
Indonesia Manufacturing. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
L. P. Malanggi, M. S. Sangi, and J. J. E. Paendong. 2012. Penentuan Kandungan
Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat ( Persea
americana Mill. Jurnal MIPA UNSRAT 1 (1): 5–10.
Mahendra dan E. Rahmawati. 2005. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya.

48

Universitas Sumatera Utara


Majid, N. T., dan Nurkholis. 2010. Pembuatan Teh Rendah Kafein Melalui Proses
Ekstraksi Dengan Pelarut Etil Asetat. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro.
Mardina, P., Faradina, E., Setiawati, N. 2012. Penurunan angka asam pada minyak
jelantah, Jurnal Kimia, 6(2), 196-200.
Mardiyaningsih, A., dan Nurismiyati. 2014. Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanolik
Daun Alpukat (Persea americana Mill.) pada Sel Kanker Leher Rahim Hela.
Traditional Medicine 19 (1): 24-28.
Mien, Dumanauw Jovie. 2015. Penetapan Kadar Saponin Pada Ekstrak Daun Lidah
Mertua (Sansevieria trifasciata Prain varietas S. Laurentii) Secara Gravimetri.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan 2 (2): 65-69.
Muchtadi, D. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Bandung: Penerbit
Alfabeta. Halaman 83.
Molyneux, P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci Technol. 26(2): 212,
214-215.
Owolabi, M.A., Coker dan S.I. Jaja. 2010. Bioactivity Of The Phytoconstituents Of
The Leaves Of Persea americana. Journal of Medicinal Plants Research 4(12):
1130-1135.
Prakash, D., Upadhyay, G., Gupta, C., Pushpangadan, P dan Singh, K. K. 2012.
Antioxidant and Free Radical Scavenging Activities of Some Promising Wild
Edible Fruits. International Food Research Journal. 19(3): 1109-1110.
Prayudho, A. N., O. Novian, Setyadi, dan Antaresti. 2015. Koefisien Transfer Massa
Kurkumin Dari Temulawak. Jurnal Ilmiah Widya teknik 14(1).
Ridho, E.A. 2013. Uji Aktivitas Antioksida Ekstrak Metanol Buah Bakum (Cayratia
trifolia) dengan Metode DPPH. Skripsi diterbitkan. Pontianak: Universitas
Tanjungpura.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Belajar. Halaman 253-254.
Rotta, E. M., D. R. de Morais, P. B. F. Biondo, V. J. dos Santos, M. Matsushita, and
J. V. Visentainer. 2015. Use of Avocado Peel (Persea americana) in Tea

49

Universitas Sumatera Utara


Formulation: A Functional Product Containing Phenolic Compounds With
Antioxidant Activity. Acta Scientiarum Journal. 38 (1): 273-297.
Prihandana, R dan R. Hendroko. 2008. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Yogyakarta: Deepublish.
Sari D. K., dan Lestari R. S. D. Pengaruh Waktu dan Kecepatan Pengadukan
Terhadap Emusi Minyak Biji Matahari (Helianthus Annuus L.)dan Air, Jurnal
Integrasi Proses, 2015, vol 5, 155-159.
Scapin, G., M. M. Schmidt, R. C. Prestes, dan C. S. Sosa. 2016. Phenolic
Compounds, Flavonoids, and Antioxidant of Chia Seed Extract (Salvia
hispanica) Obtained by Different Extraction Conditions”. International Food
Research Journal 2341 - 2346.
Shofiyullah, M. 2015. Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Potensi Antimalaria
Ekstrak Etanol 80% Batang Widur (Calotropis gidantea) pada Hewan Coba
yang Terinfeksi Plasmodium berghei. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi
Universtas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 51,
52, 54.
Sitinjak, R. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk
Purut (Citrus Hystrix D.C) Dengan Metode Pemerangkapan Dpph (1,1-
Diphenyl-2-Picrylhydrazyl). Skripsi. Program Studi Ekstensi Sarjana Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
Sriningsih. 2008. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung
(SonchusarvensisL). Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suhartono J., D. S. Pertiwi, A.Faslah, dan Y. F. Saputra. 2005. Penentuan Koefisien
Perpindahan Massa pada Dekafeinasi Kopi dengan Pelarut Methylene
Chloride. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses.
Sunardjono, Hendro. 2008. Berkebun 21 jenis tanaman buah. Jakarta: Penebar
wadaya.
Supriyatna. 2014. Prinsip Obat Herbal. Yogyakarta: Deepublish.
Susiana Prasetyo, Angelia Salim dan Tedi Hudaya. 2015. The Effect of F;S Ratio,
Temperature, Particle Diameter, and Mixing Speed in the Dispersive

50

Universitas Sumatera Utara


ContactBatch Extraction of Phaleria Macrocarpa Fruit Using 70%-v Ethanol
Solvent. Prosiding Seminar Teknik Kimia ISSN 1693-4393.Yogyakarta.
Susiana Prasetyo, Angelia Salim dan Tedi Hudaya. 2015. The Effect of F;S Ratio,
Temperature, Particle Diameter, and Mixing Speed in the Dispersive Contact
Batch Extraction of Phaleria Macrocarpa Fruit Using 70%-v Ethanol Solvent.
Prosiding Seminar Teknik Kimia ISSN 1693-4393.Yogyakarta.
Syaifuddin. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Bayam Merah (alternanthera amoena
voss.) Segar dan Rebus Dengan Metode DPPH (1,1 –diphenyl-2-
picylhydrazyl). Skripsi. Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang.
Victory S. A., S. Mulyani, I G.. A. L. Triani. 2017. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Suhu
Pengeringan Terhadap Karakteristik Ekstrak Pada Buah Kelubi (Eliodoxa
conferta). Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertania.UNUD.
Vinha, A.F., Moreira, J., and Barreira, S.V.P. 2013. Physicochemical Parameters,
Phytochemical Compodition and Antioxidant Activity of the Algarvian
Avocado. Journal Of agricultural Science, 5(12) : 100-109.
Wijayanti, H. 2007. Penentuan Koefisien Transfer Massa Ekstraksi Pektin dari Buah
Pepaya dalam Larutan HCl. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 12, 17.
Yulianti, R., A. Dahlia, dan A. R. Ahmad. 2015. Penetapan Kadar Flavonoid Total
Dari Ekstrak Etanolik Daun Benalu Mangga (Dendrophthoe Pentandra L.
Miq). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 1 (1).

51

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN

L1.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT


Pada penelitian ini digunakan kulit buah alpukat (Persea americana mill)
sebagai bahan baku. Analisa yang dilakukan pada bahan baku kulit buah alpukat
adalah analisa kadar air. Analisa dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen
Teknik Kimia USU dengan hasil seperti yang ditampilkan pada tabel L1.1.

Tabel L1.1 Kadar Air Kulit Buah Alpukat


Massa Kulit Massa Kulit
Ulangan Buah Alpukat Buah Alpukat Kadar Air (%)
Awal (g) Akhir (g)
1 10,038 2,252 77,565
2 10,020 2,162 78,423
3 10,173 2,274 77,647
Rata–Rata 77,878

52

Universitas Sumatera Utara


L1.2 ABSORBANSI EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT
Analisa yang dilakukan untuk mendapatkan data absorbansi pada ekstrak
kulit buah alpukat adalah analisa dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Analisa dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia USU.

Tabel L1.2 Absorbansi Ekstrak Kulit buah alpukat


Kecepatan
Suhu Ekstraksi
Pengadukan Waktu (menit) Absorbansi
(oC)
(rpm)
5 0,249
10 0,311
15 0,385
20 0,446
25 0,525
30 0,597
35 0,633
40 0,697
100
45 0,754
50 0,839
55 0,901
60 0,983
65 1,037
70 1,052
75 1,052
60 80 1,052
5 0,328
10 0,575
15 0,667
20 0,716
25 0,785
30 0,832
35 0,924
200 40 1,084
45 1,164
50 1,203
55 1,278
60 1,317
65 1,328
70 1,328
75 1,328

53

Universitas Sumatera Utara


Kecepatan
Suhu Ekstraksi
Pengadukan Waktu (menit) Absorbansi
(oC)
(rpm)
5 0,216
10 0,261
15 0,393
20 0,694
25 1,026
30 1,278
300 35 1,337
40 1,443
45 1,500
50 1,524
55 1,543
60 1,543
60 65 1,543
5 0,115
10 0,374
15 0,603
20 0,725
25 0,957
30 1,263
400
35 1,436
40 1,593
45 1,605
50 1,612
55 1,612
60 1,612

54

Universitas Sumatera Utara


L1.3 KADAR TOTAL FLAVONOID EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT
Data konsentrasi pada ekstrak kulit buah alpukat diperoleh dari perhitungan
dengan menggunakan kurva larutan standar kuersetin.

Tabel L1.3 Kadar Total Flavonoid Ekstrak Kulit buah alpukat


Kecepatan
Suhu Ekstraksi Konsentrasi
Pengadukan Waktu (menit)
(oC) (ppm)
(rpm)
5 7,602
10 10,799
15 14,132
20 17,602
25 20,205
30 23,219
35 25,867
40 28,744
100
45 31,255
50 34,908
55 41,027
60 44,452
65 46,369
70 46,552
75 46,552
60 80 46,552
5 11,575
10 22,762
15 26,187
20 28,972
25 33,036
30 37,785
35 40,981
200 40 46,187
45 49,794
50 52,305
55 55,365
60 56,735
65 57,922
70 57,922
75 57,922

55

Universitas Sumatera Utara


Kecepatan
Suhu Ekstraksi Konsentrasi
Pengadukan Waktu (menit)
(oC) (ppm)
(rpm)
5 6,461
10 8,515
15 14,543
20 28,287
25 43,44
30 54,954
300 35 57,648
40 62,488
45 65,091
50 66,187
55 67,054
60 67,054
60 65 67,054
5 1,849
10 13,675
15 24,132
20 29,703
25 40,296
30 54,269
400
35 62,168
40 69,337
45 69,885
50 70,205
55 70,205
60 70,205

56

Universitas Sumatera Utara


L1.4 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA EKSTRAKSI KULIT BUAH
ALPUKAT
Data koefisien perpindahan massa ekstrak kulit buah alpukat dihitung
dengan menggunakan Persamaan 2.4. Slope yang didapat merupakan nilai dari
𝐾𝐿 𝐴
−( ).
𝑉

Tabel L1.4 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit buah alpukat pada
Berbagai Suhu
Koefisien
Kecepatan
Suhu Ekstraksi (oC) Perpindahan Massa
Pengadukan (rpm)
(cm/detik)
100 0,186
200 0,313
60
300 0,486
400 0,713

L1.5 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT BUAH ALPUKAT


Data aktivitas antioksidan kulit buah alpukat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 2.1 . Tiap sampel dibuat konsentrasinya lalu diukur absorbansinya di
spektrofotemeter UV-VIS. Absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke Persamaan
2.1. Nilai dari persamaan tersebut dialurkan ke nilai konsentrasi agar didapat
persamaan linearnya.

Tabel L1.5 Aktivitas Antioksidan Kulit buah alpukat


Suhu Kecepatan
Konsentrasi Persamaan
Ekstraksi Pengadukan Absorbansi IC50
(ppm) Linier
(oC) (rpm)
10 0,611
25 0,594
Y = 0,167x +
60 100 50 0,567 134,371
27,560
75 0,531
100 0,476

57

Universitas Sumatera Utara


Suhu Kecepatan
Konsentrasi Persamaan
Ekstraksi Pengadukan Absorbansi IC50
(ppm) Linier
(oC) (rpm)
10 0,671
25 0,643
Y = 0,263x +
200 50 0,578 113,346
20,190
75 0,524
100 0,467
10 0,697
25 0,651
Y = 0,44x +
60 300 50 0,554 80,318
14,660
75 0,476
100 0,345
10 0,505
25 0,471
Y = 0,149x +
400 50 0,438 56,107
41,640
75 0,405
100 0,386

L1.6 RENDEMEN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT


Data rendemen ekstrak kulit buah alpukat diperpleh dari perbandingan
massa produk yang dihasilkan dengan massa bahan baku awal dengan rumus :

Berat Produk Jadi


Rendemen = x 100%
Berat Awal

Tabel L1.6 Rendemen Ekstrak Kulit buah alpukat


Suhu Kecepatan Volume Berat Berat
(%)
Ekstraksi Pengadukan Pelarut Sampel Ekstrak
Rendemen
(oC) (rpm) (ml) (g) (g)
100 0,480 3,200
200 0,690 4,600
60 400 15
300 0,930 6,200
400 1,090 7,260

58

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2
HASIL ANALISA

L2.1 HASIL ANALISA FLAVONOID STANDAR

Gambar L2.1 Grafik Larutan Standar Kuersetin

59
Universitas Sumatera Utara
L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI FLAVONOID EKSTRAK KULIT
BUAH ALPUKAT

Gambar L2.2 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan


Kecepatan Pengadukan 100 rpm

60
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 200 rpm

61
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm

62
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 400 rpm

63
Universitas Sumatera Utara
L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT

Gambar L2.6 Hasil Absorbansi Blanko

Gambar L2.7 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan Vitamin C

64
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 100 rpm

Gambar L2.9 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC


dengan Kecepatan Pengadukan 200 rpm

65
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm

Gambar L2.11 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC


dengan Kecepatan Pengadukan 400 rpm

66
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN LARUTAN KIMIA


L3.1.1 Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Kuersetin
Massa kuersetin yang diperlukan untuk membuat larutan standar kuersetin
100 ppm sebanyak 100 mL adalah sebagai berikut:
Massa (mg) = konsentrasi (ppm) X Volume (liter)
= 100 ppm X 0,1 l
= 10 mg
Massa kuersetin 10 mg dicampur dengan metanol sampai 100 ml.

L3.1.2 Perhitungan Pengenceran Larutan Kuersetin


L3.1.2.1 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 10 ppm dan Volume 10 ml
M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 10 ppm x 10 ml

10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚

V1 = 1 ml

L3.1.2.2 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 30 ppm dan Volume 10 ml


M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 30 ppm x 10 ml

30 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚

V1 = 3 ml

L3.1.2.3 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 50 ppm dan Volume 10 ml


M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 50 ppm x 10 ml

50 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚

67

Universitas Sumatera Utara


V1 = 5 ml

L3.1.2.4 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 70 ppm dan Volume 10 ml


M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 70 ppm x 10 ml

70 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚

V1 = 7 ml

L3.1.3 Perhitungan Pembuatan AlCl3 10 %


Massa AlCl3 yang digunakan 0,8 gr, sehingga massa aquadest yang
diperlukan untuk membuat larutan AlCl3 10% adalah sebagai berikut.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑙𝐶𝑙3 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 + 𝑧𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 )

0,8
10% = 𝑥 100%
(0,8 + 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 7,2 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jadi massa aquadest yang diperlukan adalah 7,2 gram.

L3.1.4 Perhitungan Pembuatan Na-asetat 1 M


Massa Na-asetat yang diperlukan untuk membuat larutan Na-asetat 1 M
sebanyak 10 ml adalah sebagai berikut.

𝑚 1000
𝑀= 𝑥
𝑚𝑟 𝑉

𝑚 1000
1𝑀 = 𝑥
82,03 10

m = 0,8 gram

68

Universitas Sumatera Utara


L3.2 PERHITUNGAN KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT
Sebelum dilakukan proses ekstraksi maka terlebih dahulu dilakukan analisa
kadar air sampel kulit buah alpukat agar diperoleh keseragaman kadar air bahan
baku. Kadar air kulit buah alpukat ditentukan sebagai beikut:

berat awal  berat kering akhir


Kadar air (basis basah)  x 100%
berat awal

Data sampel untuk pengulangan 1 :

Massa awal : 10,038 gram

Massa Akhir :2,252 gram

10,038  2,252
Kadar air (basis kering)  x 100%
10,038

Kadar air = 77,565%


Penentuan kadar air dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali. Perhitungan
kadar air ulangan dilakukan sama dengan contoh perhitungan di atas. Adapun
hasil perhitungan kadar air kulit buah alpukat dapat dilihat pada Tabel L1.1

L3.3 PERHITUNGAN KADAR TOTAL FLAVONOID


Kadar total flavonoid dihitung dengan menggunakan kurva larutan standard
kuersetin. Persamaan linier dibuat dengan membuat hubungan absorbansi vs
konsentrasi, sehingga diperoleh persamaan y = a + bx dimana a adalah intercept
dan b adalah slope. Persamaan linier tersebut digunakan untuk menghitung
konsentrasi flavonoid pada setiap percobaan. Persamaan linier dapat dilihat pada
Gambar L3.1.

69

Universitas Sumatera Utara


2,5

2,0

Absorbansi 1,5
y = 0,0219x + 0,0745
R² = 0,9778
1,0

0,5

0,0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar L3.1 Grafik Kurva Standard Kuersetin

Pada Gambar L3.1 diperoleh persamaan liniar y = 0,0219x + 0,0745. Maka


dengan menggunakan persamaan linier tersebut kadar total flavonoid dapat
diperoleh.

L3.3.1 Perhitungan Kadar Total Flavonoid Percobaan


Pada percobaan dengan kecepatan pengadukan 400 rpm diperoleh data
absorbansi pada waktu tertentu seperti pada Tabel L1.3.
Persamaan kurva standar kuersetin : y = 0,0219x + 0,0745
Dimana y = absorbansi dan x = konsentrasi ( larutan standar kuersetin)
Berikut merupakan contoh perhitungan kadar total flavonoid pada ekstraksi suhu
60oC dengan kecepatan pengadukan 400 rpm:
Konsentrasi sampel pada t = 50 menit dan absorbansi = 1,612
Sehingga:
y = 0,0219x + 0,0745
(1,612 ) = 0,0219x +0,0745
1,612−0,0745
x= 0,0219

x = 70,205 ppm

70

Universitas Sumatera Utara


L3.4 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA
Koefisien perpindahan massa dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.5.
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan mengalurkan ln pada sumbu y dan t pada sumbu x, maka K L
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

sebagai koefisien perpindahan zat terlarut (A) ke pelarut (B) yang diam dapat
ditentukan.

Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 oC dengan kecepatan pengadukan


100 rpm
CL (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 7,602 ppm
CLS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 46,552 ppm
CLO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿 46,552−7,602


ln = ln
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂 46,552−0

= - 0,196
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂

kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada Tabel L3.1.

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.1 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆−𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 100 rpm
konsentrasi 𝐶 −𝐶
Waktu ln𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿
(ppm) 𝐿𝑆 𝐿𝑂

0 0,000 0,000
5 7,968 -0,196
10 10,799 -0,277
15 14,178 -0,382
20 16,963 -0,478
25 20,570 -0,617
30 23,858 -0,764
35 25,502 -0,847
40 28,424 -1,012
45 31,027 -1,187
50 34,908 -1,523

71

Universitas Sumatera Utara


𝐶𝐿𝑆−𝐶𝐿 o
Tabel L3.2 Lanjutan Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 C dengan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Kecepatan Pengadukan 100 rpm
konsentrasi 𝐶 −𝐶
Waktu ln𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿
(ppm) 𝐿𝑆 𝐿𝑂

55 37,739 -1,867
60 41,484 -2,650
65 43,949 -4,176
70 44,634 -

𝐶 −𝐶
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln 𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿 dengan waktu (t)
𝐿𝑆 𝐿𝑂

0
-0,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

-0,4
-0,6
-0,8
-1 y = -0,0289x
R² = 0,9552
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
-2
Waktu (menit)

𝐶 −𝐶
Gambar L3.2 Hubungan ln 𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿 vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 100 rpm
𝐿𝑆 𝐿𝑂

Setelah didapat persamaan liniernya yaitu y = -0,028x maka nilai KL dapat


dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga:

𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉

𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,028
𝑉

72

Universitas Sumatera Utara


𝐾𝐶 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,028
400 𝑐𝑚3

KL = 0,186 cm/s
o
Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 C dengan kecepatan
pengadukan 200 rpm
CA (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 11,575 ppm
CAS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 57,922 ppm
CAO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿 57,922−11,575


ln = ln
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂 57,922−0

= - 0,225
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.2

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.3 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 200 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 8,333 -0,225
10 10,479 -0,509
15 17,922 -0,639
20 24,680 -0,716
25 29,612 -0,836
30 32,169 -0,927
35 34,269 -1,132
40 37,648 -1,636
45 40,114 -2,033
50 44,589 -2,305
55 49,247 -3,221
60 50,297 -4,735

73

Universitas Sumatera Utara


65 51,210 -
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Lalu dialurkan grafik hubungan antara ln dengan waktu (t)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
-0,5
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

-1

-1,5
y = -0,0476x
R² = 0,9343
-2

-2,5

-3

-3,5
Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 200 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

Setelah didapat persamaan linier nya yaitu y = -0,047x maka nilai KL dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga :

𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉

𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,047
𝑉

𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,047
400 𝑐𝑚3

KL = 0,313 cm/s

Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 oC dengan kecepatan pengadukan


300 rpm
CL (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 6,461 ppm

74

Universitas Sumatera Utara


CLS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 67,054 ppm
CLO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿 67,054-6,461


ln = ln
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂 67,054-0

= - 0,101
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.3.

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.4 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 300 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 6,461 -0,101
10 8,515 -0,136
15 14,543 -0,244
20 28,287 -0,548
25 43,447 -1,044
30 54,954 -1,712
35 57,648 -1,964
40 62,488 -2,687
45 65,091 -3,531
50 66,187 -4,348
55 67,054 -

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln dengan waktu (t)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

75

Universitas Sumatera Utara


0,0

ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)


0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
-1,0
y = -0,0733x
-2,0
R² = 0,9071
-3,0

-4,0

-5,0
Waktu (menit)

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.4 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 300 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

Setelah didapat persamaan linier nya yaitu y = -0,073x maka nilai KL dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga :

𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉

𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,073
𝑉

𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,073
400 𝑐𝑚3

KL = 0,486 cm/s
Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 oC dengan kecepatan pengadukan
400 rpm
CL (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 1,849 ppm
CLS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 70,205 ppm
CLO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :

76

Universitas Sumatera Utara


𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿 70,205-1,849
ln = ln
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂 70,205-0

= - 0,026
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.4.
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.5 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 400 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 1,849 -0,026
10 13,675 -0,216
15 24,132 -0,421
20 29,703 -0,550
25 40,296 -1,853
30 54,269 -1,482
35 62,168 -2,167
40 69,337 -4,393
45 69,885 -5,392
50 70,205 -

𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln dengan waktu (t)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)

-1

-2

-3 y = -0,1074x
R² = 0,9101
-4

-5

-6 Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.5 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 400 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂

77

Universitas Sumatera Utara


Setelah didapat persamaan linier nya yaitu y = -0,107x maka nilai KL dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga :

𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉

𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,081
𝑉

𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,107
400 𝑐𝑚3

KL = 0,713 cm/s

L3.5 PERHITUNGAN BILANGAN REYNOLD


Bilangan reynold dihitung menggunakan Persamaan 2.7. Bilangan reynold
digunakan untuk menentukan jenis aliran yang terjadi dalam bejana.
Contoh perhitungan bilangan reynold untuk kecepatan 400 rpm dengan suhu 60oC
Densitas cairan (ρ) : 0,747 g/ml
Kecepatan pengadukan (N) : 400 rpm
Diameter Pengaduk (dp) : 5 cm
Viskositas cairan (µ) : 0,270 g/cm/menit
Dengan menggunakan Persamaan 2.7 :
ρ.N. Dp2
Re = ( )
μ

0,747.400. 52
Re = ( )
0,270

Re = 27666,7
Sehingga bilangan reynold yang didapat untuk kecepatan pengadukan 100 rpm,
200 rpm, 300 rpm dan 400 rpm dapat dilihat pada Tabel L3.5

78

Universitas Sumatera Utara


Tabel L3.6 Bilangan Reynold pada Berbagai Kecepatan Pengadukan
Kecepatan Pengadukan Bilangan Reynold
100 9828,95
200 17785,70
300 23343,80
400 27666,70

L3.6 PERHITUNGAN BILANGAN SHERWOOD


Persamaan 2.11 menunjukkan bahwa Bilangan Sherwood (Sh) berbanding
lurus dengan Bilangan Reynold (Re). Bilangan Sh menyatakan besarnya Kc pada
rapat massa, difusivitas dan diameter pengaduk tertentu. Bilangan sherwood dapat
dihitung menggunakan Persamaan 2.8. Untuk menghitung Bilangan Sherwood
diperlukan data difusivitas (Ds), dimana difusivitas dihitung menggunakan
Persamaan 2.10.

Perhitungan difusivitas :
Viskositas (µ) etanol pada suhu 60oC : 0,0005610 Pa.s
Moleculer weight (MA) : 302,236 g/mol
Temperature (T) : 60oC = 333 K
Diameter Pengaduk : 5 cm
Densitas etanol pada 60oC : 0,747 g/ml
Sehingga:
9,4 x 10-15 T
DS = 1
μ (MA )3
9,4 x 10-15 T
DS = 1
0,0005610 (302,236)3

DS = 8,33017 x 10-10 m/s2

DS = 8,33017 x 10-6 cm/s2


Maka untuk bilangan sherwood pada kecepatan pengadukan 400 rpm :
KC .dp
Sh = ( )
Ds
𝑐𝑚
0,713
𝑠
× 5 𝑐𝑚
Sh = ( 8,33017 ×10−6𝑐𝑚2
)
𝑠
Sh = 428162,452

79

Universitas Sumatera Utara


Bilangan sherwood yang didapat untuk kecepatan pengadukan 100 rpm, 200 rpm
dan 300 rpm dapat dilihat pada Tabel L3.7

Tabel L3.7 Bilangan Sherwood pada Berbagai Kecepatan Pengadukan


Kecepatan Pengadukan Bilangan Sherwood
100 112042,511
200 188071,358
300 292110,832
400 428162,452

Berdasarkan Persamaan 2.12 di buat hubungan antara ln Sh vs ln Re


sehingga nilai A dan B didapat. Grafik ln Sh vs ln Re dapat dilihat pada Gambar
L3.6.

13,2
13
y = 1,244x + 5,568
12,8
R² = 0,9552
12,6
12,4
12,2
12
11,8
11,6
11,4
9 9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4

Gambar L3.6 Hubungan ln Sh vs ln Re

Berdasarkan pada Gambar L3.6 didapat slope adalah 0,711 dan intercept
adalah 5,356. Berdasarkan Persamaan 2.12 diperoleh nilai A adalah 211,875
sedangkan nilai B adalah 0,711, sehingga Persamaan untuk sistem ekstraksi
flavonoid dari kulit buah alpukat Sh = 211,875 R𝑒 0,711

80

Universitas Sumatera Utara


L3.7 PERHITUNGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Perhitungan aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 2.1. Sampel dibuat dengan kosentrasi 10, 25, 50, 75, dan 100 ppm, lalu
diukur absorbansi nya. Absorbansi blanko yang didapat adalah 0,872 sedangkan
absorbansi tiap sampel dapat dilihat di Tabel L1.5.

Berikut merupakan contoh perhitungan aktivitas antioksidan pada ekstraksi suhu


60oC dengan kecepatan 400 rpm

Konsentrasi : 10 ppm
Absorbansi blanko (A0) : 0,872
Absorbansi Sampel (A1) : 0,505
(A0 -A1 )
inhibition concentration (%)= X 100%
A0
(0,872-0,505)
inhibition concentration (%)= X 100%
0,872
inhibition concentration (%)=42,087 %
Untuk konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 ppm dapat dihitung menggunkan cara yang
sama, maka didapat inhibition concentration tiap konsenstrasi, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel L3.8 lalu membuat hubungan antara inhibition
concentration vs konsentrasi.

Tabel L3.8 Inhibition Concentration pada Ekstraksi Suhu 60 oC dengan Kecepatan


Pengadukan 400 rpm
Kecepatan
Konsentrasi Inhibition
Pengadukan Absorbansi
(ppm) concentration (%)
(rpm)
10 0,505 42,087
25 0,471 45,986
400 50 0,438 49,770
75 0,405 53,555
100 0,386 55,733

81

Universitas Sumatera Utara


60
y = 0,1497x + 41,64
Inhibition Concentration (%) 50
R² = 0,9745

40

30

20

10

0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
Gambar L3.7 Inhibition Concentration (%) vs Konsentrasi (ppm)

Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif ekstrak yang dibutuhkan untuk meredam
50% dari total DPPH, sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai y. Setelah
mensubstitusikan nilai 50 pada nilai y, akan diperoleh nilai x sebagai nilai IC50.
Y = 0,149x + 41,64

50 = 0,149x + 41,64

50 − 41,64
𝑥=
0,149

x = 56,107

Maka didapat nilai IC50 pada sampel ekstraksi suhu 60 oC dengan kecepatan
pengadukan 400 rpm adalah 56,107.

L3.8 PERHITUNGAN RENDEMEN EKSTRAK FLAVONOID


Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara membandingkan antara massa
produk yang dihasilkan dengan massa bahan baku awal, dengan rumus :

Berat Produk Jadi


Rendemen = x 100%
Berat Awal

82

Universitas Sumatera Utara


Misal, untuk Run 1 diperoleh berat ekstrak (produk jadi) sebesar 0,48 gram dari
berat awal 15 gram, maka perhitungannya adalah :

0,48
Rendemen = x 100%
15

Rendemen = 3,20 %

Tabel L1.6 menunjukkan hasil perhitungan rendemen untuk seluruh 4 run.

83

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO SAMPEL KULIT BUAH ALPUKAT

Gambar L4.1 Sampel Kulit Buah Alpukat Sebelum Diseragamkan

Gambar L4.2 Sampel Kulit Buah Alpukat Setelah Diseragamkan + 1 x 1 cm

84

Universitas Sumatera Utara


L4.2 FOTO ALAT PENGERING/OVEN

Gambar L4.3 Alat Pengering/Oven

L4.3 FOTO PROSES EKSTRAKSI

Gambar L4.4 Proses Ekstraksi

85

Universitas Sumatera Utara


L4.4 FOTO ALAT SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Gambar L4.5 Alat Spektrofotometri UV-VIS

L4.5 FOTO HASIL EKSTRAKSI

Gambar L4.6 Hasil Ekstraksi

86

Universitas Sumatera Utara


L4.6 FOTO HASIL RENDEMEN EKSTRAK

Gambar L4.7 Hasil Rendemen Ekstrak

87

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai