SKRIPSI
Oleh
RIZKI HARAHAP
140405053
SKRIPSI
Oleh
RIZKI HARAHAP
140405053
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi Penelitian dengan judul “Pengaruh
Kecepatan Pengadukan Terhadap Ekstraksi Flavonoid Dari Kulit Buah
Alpukat (Persea Americana Mill.) Dengan Pelarut Etanol”
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan pada program S-1
Departemen Teknik Kimia, FakultasTeknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat doa dan dukungan dari banyak
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
2. Ibu Erni Misran, ST., M.T., Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T. selaku Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Para staf pengajar dan pegawai jurusan Teknik Kimia.
6. Kakak dan Adik yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Keluarga yang tidak henti-hentinya mendoakan, membimbing, dan memberi
semangat kepada penulis meskipun dengan jarak yang jauh, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik.
8. Sahabat-sahabat di LGs Squad, Dannil, Hamzah, Fikri, Andri, Naufal, Agung
Rizki Amalia, Regi, Budi dan Anshori.
9. Sahabat-sahabat Wakanda yang telah lama mendukung, Bori si belut listrik,
Bima si belut tanduk, Kiki, Esah si Raiso, Intan si kelinci madu, Putri si
Pansos, Kak Tari, dan P aina.
10. Teman-teman di Teknik Kimia, Azwin, Ilham, Arbi, Said, Imeh, Atun dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu.
v
Universitas Sumatera Utara
11. Teman-teman organisasi di KAMMI, Leo, Rahmad, Hariadi, Edy, Bg
Hendra, Bg Rhino, Sri Dani, Sofit, Ihda dan teman-teman lainnya yang tidak
bisa diucapkan satu persatu
12. Teman-teman dari MAN 2 MODEL Medan, Yogi, Ridho, Faruq, Yazid,
Fajri, Ulfa, Dina, Tarmizi, Peri, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa
diucapkan satu persatu.
13. Adek Kesayangan Tembung, Raudhatul Jannah Nst yang telah mensupport
penulis selama 6 Bulan terakhir .
14. Partner penelitian saya yang telah melakukan penelitian selama berada di
teknik kimia Novita Wahyuni.
Pada akhirnya, demi kesempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, 2019
Penulis
vi
Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tercinta
Ayah Nuh dan Mama Lis
Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan
motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada
hentinya yang telah diberikan selama ini
Semoga Allah Subhanahu WaTa’aala selalu meridhoi segala jerih payah mereka
dan memberikan balasan terbaik bagi mereka
vii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS
viii
ABSTRAK
Kulit buah alpukat (Persea Americana mill) mengandung komponen fitokimia
seperti saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid. Flavonoid merupakan antioksidan
yang kehadirannya pada manusia dapat melindungi dari penyakit degeneratif.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kecepatan pengadukan pada
proses ekstraksi terhadap kadar total flavonoid, koefisien perpindahan massa (KL),
dan aktivitas antioksidan pada proses ekstraksi kulit buah alpukat. Hubungan nilai
KL dengan kecepatan pengadukan dinyatakan dalam persamaan kelompok tak
berdimensi Bilangan Sherwood (Sh). Kulit buah alpukat yang sudah dipotong
dengan ukuran +1 x 1 cm diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96%
pada suhu tetap yaitu 60 oC dengan variasi kecepatan pengadukan 100, 200, 300,
dan 400 rpm. Kadar total flavonoid diukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang 415 nm, dalam setiap 5 menit sampai nilai
konstan diperoleh. Konsentrasi zat terlarut digunakan untuk menentukan KL dan
Sh. Kadar total flavonoid tertinggi (70,205 ppm) diperoleh pada kecepatan 400
rpm dengan aktivitas antioksidan dalam IC50 sebesar 56,107 mg/ml. Nilai KL
meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan pengadukan. Hubungan
kecepatan pengadukan dalam penelitian perpindahan massa ditunjukkan oleh
persamaan kelompok tak berdimensi Sh = 261,9099 R𝑒 1,244 .
.
ix
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA v
DEDIKASI vii
RIWAYAT PENULIS viii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
DAFTAR SINGKATAN xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 ALPUKAT (Persea Americana Mill.) 7
2.2 METABOLIT SEKUNDER 9
2.2.1 Alkaloid 9
2.2.2 Flavonoid 10
2.2.3 Triterpenoid 11
2.2.4 Saponin 11
2.2.5 Tanin 12
2.2.6 Kuinon 12
2.3 ANTIOKSIDAN 13
2.4 UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH 14
2.4.1 Pelarut 16
xi
xii
xiii
Halaman
Gambar 2.1 Alpukat (Perseae americana Mill.) 7
Gambar 2.2 Struktur Dasar Alkaloid 10
Gambar 2.3 Struktur Dasar Flavanoid 10
Gambar 2.4 Senyawa Triterpenoid 11
Gambar 2.5 Struktur Saponin 11
Gambar 2.6 Struktur Dasar Tanin 12
Gambar 2.7 Struktur Dasar Kuinon 12
Gambar 2.8 Struktur kimia radikal bebas DPPH 15
Gambar 2.9 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan 15
Gambar 3.1 Flowchart Langkah-Langkah Penelitian 22
Gambar 3.2 Rangkaian Peralatan Penelitian 23
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Total Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi
dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 33
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar 4.2 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.1 Grafik Larutan Standar Kuersetin 59
Gambar L2.2 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 100 rpm 60
Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 200 rpm 61
Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm 62
Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 400 rpm 63
Gambar L2.6 Hasil Absorbansi Blanko 64
Gambar L2.7 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan Vitamin C 64
Gamabr L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 100 rpm 65
Gambar L2.9 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 200 rpm 65
Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm 66
Gambar L2.11 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 400 rpm 66
Gamabr L3.1 Grafik Kurva Standard Kuersetin 70
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.2 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 100 rpm 72
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 200 rpm 74
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.4 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 300 rpm 76
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Gambar L3.5 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 400 rpm 77
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
xv
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.5 Alat Spektrofotometri UV-VIS 86
Gambar L4.6 Hasil Ekstraksi 86
Gambar L4.7 Hasil Rendemen Ekstrak 87
xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa 3
Tabel 2.1 Kandungan Konstituen Fitokimia Pada Daun, Biji dan Buah 9
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan pada Rancangan Percobaan 24
Tabel 4.1 Waktu Kesetimbangan dan Konsentrasi Total Flavonoid pada Berbagai
Kecepatan Pengadukan 34
Tabel 4.2 Tingkatan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH 41
Tabel 4.3 Analisa Gugus Fungsi FT-IR 42
Tabel L1.1 Kadar Air Kulit Buah Alpukat 52
Tabel L1.2 Absorbansi Ekstrak Kulit buah alpukat 53
Tabel L1.3 Kadar Total Flavonoid Ekstrak Kulit buah alpukat 55
Tabel L1.4 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit buah alpukat pada Berbagai
Suhu 57
Tabel L1.5 Aktivitas Antioksidan Kulit buah alpukat 57
Tabel L1.6 Rendemen Ekstrak Kulit buah alpukat 58
𝐶 −𝐶
Tabel L3.1 Data ln 𝐶 𝐴𝑆−𝐶 𝐴 pada Suhu Ekstraksi 60oC dengan Kecepatan
𝐴𝑆 𝐴𝑂
xvii
Universitas Sumatera Utara
Tabel L3.8 Inhibition Concentration pada Ekstraksi Suhu 60 oC dengan Kecepatan
Pengadukan 400 rpm 81
xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 52
L1.1 KADAR AIR KULIT BUAH ALPUKAT 52
L1.2 ABSORBANSI EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 53
L1.3 KADAR TOTAL FLAVONOID EKSTRAK KULIT BUAH
ALPUKAT 55
L1.4 KOEFISIEN PERPINDAHAN MASSA EKSTRAKSI KULIT
BUAH ALPUKAT 57
L1.5 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KULIT BUAH ALPUKAT 57
L1.6 RENDEMEN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 58
LAMPIRAN 2 HASIL ANALISA 59
L2.1 HASIL ANALISA FLAVONOID STANDAR 59
L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI FLAVONOID EKSTRAK
KULIT BUAH ALPUKAT 60
L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT 60
LAMPIRAN 3 DATA PENELITIAN 61
L3.1 PERHITUNGAN LARUTAN KIMIA 61
L3.1.1 Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Kuersetin 61
L3.1.2 Perhitungan Pengenceran Larutan Kuersetin 61
L3.1.2.1 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 10 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.2 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 30 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.3 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 50 ppm
dan Volume 10 ml 61
L3.1.2.4 Membuat Larutan dengan Konsentrasi 70 ppm
dan Volume 10 ml 62
L3.1.3 Perhitungan Pembuatan AlCl3 10 % 62
L3.1.4 Perhitungan Pembuatan Na-asetat 1 M 62
xix
xx
xxi
1
Universitas Sumatera Utara
reagen seperti halnya metode lain (Septiawan, 2017). Salah satu contoh
antioksidan adalah flavonoid.
Antia et al. (2005) melaporkan bahwa kulit alpukat mengandung komponen
fitokimia seperti saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid melalui uji fitokimia.
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, serta
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
merupakan komponen fitokimia tertinggi yang terdapat pada kulit alpukat
(Arukwe dkk., 2012). Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki
sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Senyawa flavonoid ini dapat
dimanfaatkan sebagai antimikroba, obat infeksi pada luka, anti jamur, anti virus,
anti kanker, dan anti tumor. Selain itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti
bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi (Sriningsih, 2008). Pengambilan
flavonoid dari suatu tanaman dapat dilakukan dengan ekstraksi. Untuk mengambil
flavonoid dapat dilakukan dengan cara ekstraksi padat cair (leaching).
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert)
dengan menggunakan pelarut cair. Proses yang terjadi didalam leaching ini
biasanya disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi yaitu: Pelarut
ditransfer dari bulk menuju ke permukaan. Pelarut menembus masuk atau terjadi
difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
(intraparticle diffusion). Zat terlarut yang ada dalam padatan larut kedalam
pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut
berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Selanjutnya, zat terlarut keluar dari
pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan
(Prayudo dkk., 2015).
Perpindahan massa secara difusi bergantung pada besarnya gradien
konsentrasi. Gradien konsentrasi cenderung menyebabkan terjadinya gerakan
komponen ke arah yang menyamakan konsentrasi dan menghapuskan gradien.
Bila gradien itu dipertahankan dengan menambahkan komponen yang terdifusi
secara terus-menerus ke ujung yang berkonsentrasi tinggi pada gradien itu, aliran
komponen yang terdifusi akan berlangsung secara kontinyu (sinambung). Gerakan
2
Universitas Sumatera Utara
inilah yang dimanfaatkan dalam operasi perpindahan massa. Koefisien
perpindahan-massa (KC) didefinisikan sebagai laju perpindahan massa per satuan
luas per satuan beda konsentrasi. Kebanyakan operasi perpindahan massa
memerlukan aliran turbulen untuk meningkatkan laju perpindahan massa.
Perpindahan massa ke antarmuka fluida sering bersifat tak tunak dengan gradien
konsentrasi yang selalu berubah dan demikian pula laju perpindahan massanya
(Suhartono dkk., 2005).
Penelitian-penelitian terdahulu tentang kulit alpukat hanya sebatas
pengujian aktivitas antioksidan. Berdasarkan pertimbangan pada penelitian
terdahulu seperti yang tertera pada Tabel 1.1 tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa, maka pada
penelitian ini ingin diketahui kadar total flavonoid dan hubungan kecepatan
pengadukan dengan nilai koefisien perpindahan massa pada ekstraksi kulit buah
alpukat menggunakan pelarut etanol 96%.
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu tentang ekstraksi antioksidan, uji
aktivitas antioksidan dan penentuan koefisien perpindahan massa
Nama/Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Suhartono dkk./2005 Penentuan Koefisien Nilai koefisien perpindahan
Perpindahan Massa massa yang diperoleh
pada Dekafeinasi berdasarkan penelitian adalah
Methylene Chloride pada rentang nilai 1,4566 E-05
cm/detik – 1,5663E-05
cm/detik untuk rentang
kecepatan pengadukan 175 –
333 rpm dan rentang ukuran
partikel 10/20 – 30/40 mesh.
Aziz Abdel/2013 Solid-liquid mass Hasil penelitian dengan
transfer in ralation to ekstraksi pada kecepatan 50-
diffusion controled 600 rpm menunjukkan bahwa
corrotion at the outer koefisien perpindahan massa
surface of helical coils yang diperoleh meningkat
immersed in agitated seiring dengan meningkatnya
vessels kecepatan pengadukan
4
Universitas Sumatera Utara
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan ekstraksi kulit buah
alpukat (Persea americana Mill) yang digunakan terhadap kadar total
flavonoid.
2. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan ekstraksi kulit buah
alpukat (Persea americana Mill) yang digunakan terhadap koefisien
perpindahan massa.
3. Untuk menganalisis pengaruh kecepatan pengadukan terhadap aktivitas
antioksidan yang terdapat pada kulit buah alpukat (Persea americana Mill)
dengan metode DPPH menggunakan pelarut etanol.
5
Universitas Sumatera Utara
2. Proses Ekstraksi Kulit Buah Alpukat
Jenis pelarut : Etanol 96%
Temperatur : 60 oC
Kecepatan pengadukan : 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm, dan
400 rpm
Volume pelarut : 400 ml
Waktu ekstraksi : hingga konsentrasi ekstrak
konstan
Waktu interval pengambilan sampel : 5 menit
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Kadar air kulit buah alpukat.
2. Rendemen ekstrak kulit buah alpukat.
3. Kadar total flavonoid ekstrak kulit buah alpukat dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS.
4. Koefisien perpindahan massa pada ekstraksi kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol 96%.
5. Aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah alpukat.
6. Penentuan karakteristik flavonoid dari ekstrak kulit buah alpukat menggunakan
FT-IR (Fourrier Transform Infra Red).
6
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Universitas Sumatera Utara
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Genus : Persea
Jenis : Perseae americana Mill
Alpukat termasuk tumbuhan dengan tinggi pohon bisa mencapai 15 meter.
Batang tumbuhan ini memiliki percabangan atau ranting yang tegak sehingga
dapat menyokong daun tumbuhan alpukat. Daun pada tumbuhan alpukat ini
mempunyai panjang 12 sampai 25 cm, biasanya terletak pada bagian ujung
ranting, dengan bentuk bulat telur. Bunga alpukat tersembunyi, memiliki ukuran 5
sampai 10 mm dan termasuk tumbuhan yang berbunga banyak, dengan warna
hijau kekuningan. Kulit buah alpukat memiliki tekstur lembut dengan warna hijau
tua hingga ungu kecoklatan. Daging buah alpukat ketika sudah matang memiliki
daging lunak, dengan warna hijau muda dekat kulit dan warna kuning muda dekat
biji (Kurniawan, 2014).
Kandungan gizi buah alpukat dalam 100 g antara lain energi 93 kal, protein
0,9 g, lemak 6,2 g, karbohidrat 10,5 g. Buah alpukat mengandung lemak jenis
asam oleat dan asam linoleat yang sangat baik untuk perawatan kesehatan wajah.
Alpukat juga mengandung 14 jenis mineral, diantaranya adalah besi dan tembaga.
Kedua mineral tersebut merupakan mineral yang paling menonjol yang membantu
pembentukan sel darah merah dan mencegah anemia (Sunardjono, 2008).
Tumbuhan alpukat memiliki beberapa bagian yang dapat digunakan antara
lain daging buah, daun, dan biji. Bagian buahnya mengandung saponin, alkaloida,
flavonoid, dan tanin. Daunnya mengandung polifenol, kuersetin, dan triterpenoid
(Mahendra dan Evi, 2005). Daging buah alpukat dapat digunakan untuk
mengobati sariawan dan melembabkan kulit kering. Daun alpukat dapat
digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri syaraf,
nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), dan menstruasi
tidak teratur. Sedangkan biji dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan
kencing manis (Adha, 2009).
8
Universitas Sumatera Utara
2.2 METABOLIT SEKUNDER
Metabolit sekunder adalah senyawa organik hasil biosintetik yang umumnya
diproduksi oleh organisme, digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak
memiliki fungsi vital untuk proses pertumbuhan dan perkembangan suatu
organisme. Ketiadaan metabolit sekunder dalam jangka pendek tidak
menyebabkan kematian langsung, namun ketiadaan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kelemahan dalam pertahan diri, oleh karena itu metabolit sekunder
dianggap ikut berperan dalam mekanisme pertahanan tubuhnya.
Setiap organisme memiliki kandungan metabolit sekunder yang
beranekaragam yang jumlahnya tidak terbatas, dengan karakteristik tersendiri
yang dimilikinya (Ilyas, 2013). Begitu pula halnya dengan tanaman alpukat
memiliki karakteristik kandungan metabolit sekundernya tersendiri. Metabolit
sekunder terdiri atas beberapa golongan seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid,
saponin, tanin, dan kuinon. Adapun konstituen fitokimia yang terkandung pada
kulit, biji, dan buah alpukat dalam mg/100 g dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Vinha
dkk., 2013).
Tabel 2.1 Kandungan Konstituen Fitokimia Pada Buah, Kulit dan Biji
Fraksi dari Alpukat Persea americana Mill. Varietas ‘Hass’
Senyawa Bioaktif Buah Kulit Biji
Total Fenol 410,2 ± 69,0 679,0 ± 117,0 704,0 ± 130,0
Flavonoid 21,9 ± 1,0 44,3 ± 3,1 47,9 ± 2,7
Karotenoid 0,815 ± 0,201 2,585 ± 0,117 0,966 ± 0,164
Vitamin C 1,2 ± 0,7 4,1 ± 2,7 2,6 ± 1,1
Vitamin E 5,36 ± 1,77 2,13 ± 1,03 4,82 ± 1,42
2.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang
mengandung nitrogen. Alkaloid tidak hanya ditemukan pada tanaman, tetapi juga
ditemukan pada mikroorganisme dan hewan tingkat rendah (Haeria, 2014).
Alkaloid bersifat basa atau alkali dan sifat basa tersebut disebabkan karena
adanya satu atau lebih atom N (nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dengan
9
Universitas Sumatera Utara
bentuk struktur lingkar heterosiklik (Ilyas, 2013). Struktur kimia alkaloid adalah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
2.2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil atau gula membentuk glikosida, sehingga akan larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol, dan etil asetat. Flavonoid sangat berperan
bagi tumbuhan yaitu menarik serangga dalam proses penyerbukan dan penyebaran
biji (Hanani, 2014). Struktur kimia flavonoid adalah seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
10
Universitas Sumatera Utara
menghambat proliferasi beberapa sel kanker yang memiliki toksisitas yang rendah
atau bahkan tidak toksik untuk sel normal (Mardiyaningsih dan Nurismiyati,
2014).
2.2.3 Triterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbon yang berasal
dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualena yang memberikan sejumlah aktivitas biologis yang penting
(Ilyas, 2013). Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal
dengan titik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena
tidak ada kereaktifan kimianya (Harbone, 1987). Strukur kimia triterpenoid adalah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
2.2.4 Saponin
Saponin merupakan glikosida yang terdiri dari gugus gula yang berikatan
dengan aglikon triterpen atau steroid yang banyak ditemukan di alam. Saponin
dapat larut dalam air, tidak larut dalam eter, dan memiliki rasa pahit (Hanani,
2014). Karena kemampuannya dalam membentuk busa, sehingga saponin mudah
dideteksi setelah dikocok dan akan membentuk senyawa koloid (Mardiyaningsih
dan Nurismiyati, 2014). Saponin dapat menghemolisis atau menghancurkan sel-
sel darah merah (Mien dkk., 2015). Struktur kimia saponin adalah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.5.
11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Struktur Saponin
Shofiyullah (2015)
2.2.5 Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki rasa pahit dan terdiri dari
asam galat sebagai penyusunnya (Supriyatna, 2014). Tanin terdiri dari dua jenis
yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat
dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin
terkondensasi (Harbone, 1987). Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa
polifenol sangat kompleks. Ekstraksi tanin dapat dilakukan dengan beberapa
pelarut, antara lain pelarut polar yaitu air, aseton dan metanol (Kristianto, 2013).
Struktur kimia tanin adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
2.2.6 Kuinon
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar
seperti kromofor dasar pada benzokuinon, yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap. Glikosida dalam senyawa kuinon dapat
diekstraksi dengan air, namun hanya sebagian kecil yang dapat larut. Umumnya
12
Universitas Sumatera Utara
kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan
bersamasama dengan karotenoid dan klorofil (Harbone, 1987). Struktur kimia
kuinon adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.
2.3 ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas sehingga menjadi molekul yang netral (Muchtadi,
2013). Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan
enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim
superoksidase dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-
enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam
tubuh. Terjadinya stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim
antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Silalahi, 2006).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
1. Antioksidan primer (endogenus)
Antioksidan primer meliputi enzim superoksidase dismutase, katalase, dan
glutation peroksidase. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis.
Suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian
radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih
stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa
radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Sebagai
antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas
dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) kemudian mengubahnya
13
Universitas Sumatera Utara
menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan dalam kelompok ini disebut juga
chain breaking antioxidant.
2. Antioksidan Sekunder (Eksogenus)
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogen atau nonenzimatis.
Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif. Dalam
sistem pertahanan ini terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan
dirusak pembetukannya. Antiokasidan ini dapat berupa komponen non nutrisi dan
nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Bekerja dengan cara memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya
radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder
meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, flavonoid, bilirubin dan albumin.
Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap radikal bebas
(free radical scavenger) kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Ketika
jumlah radikal bebas berlebihan, kadar antioksidan nonenzimatik yang dapat
diamati dalam cairan biologis menurun.
3. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan yang menghambat akibat
buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif, senyawa nitrogen yang reaktif atau
keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada manusia. Antioksidan dalam
makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai penyakit, meliputi penyakit
kardiovaskular, serebrovaskular, sebagian kanker, dan penyakit yang berkaitan
dengan penuaan. Oksidan biologis yang terbentuk melalui metabolisme ataupun
radikal bebas yang berasal dari luar seperti merokok, ozon, sinar ultraviolet dan
bentuk radiasi lain adalah zat-zat berbahaya. Radikal bebas dapat merusak
biomolekul dan mengubah fungsinya sehinggga zat-zat ini terlibat dalam
penyakit-penyakit akut dan kronis.
Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh
oksidatif akan lebih efektif jika mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis daripada menggunakan
14
Universitas Sumatera Utara
antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih
efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran
dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).
15
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan
Sitinjak (2017)
2.4.1 Pelarut
Metode pemerangkapan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) akan
memberi hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan
kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai
antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).
16
Universitas Sumatera Utara
suatu absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu (Rohman, 2007).
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu:
• Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar
• Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman, 2007).
17
Universitas Sumatera Utara
Secara eksogen, radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber, antara
lain polutan, makanan dan minuman, radiasi, ozon, dan pestisida (residu pestisida)
(Muchtadi, 2013).
Secara umum tahapan reaksi pembentukan radikal bebas sebagai berikut:
i. Inisiasi
RH + initiator → R●
ii. Propagasi
R● + O2 → ROO●
ROO● + RH → ROOH + R●
iii. Terminasi
R● + R● → RR
ROO● + R● → ROOR
Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikal bebas. Tahap
propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara
suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap
terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan
radikal bebas yang lain sehingga menjadi tidak reaktif lagi. Ketika proses tersebut
terjadi maka siklus reaksi radikal telah berakhir (Muchtadi, 2013).
2.6 EKSTRAKSI
2.6.1 Ekstraksi Padat – Cair (Leaching)
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi
menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
bersih untuk zat organik atau anorganik, baik dilakukan dengan metode analisis
makro maupun mikro. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi dapat dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair atau disebut dengan
leaching (Aji dkk., 2013).
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert)
dengan menggunakan pelarut cair. Proses yang terjadi didalam leaching ini
biasanya disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi yaitu: Pelarut
18
Universitas Sumatera Utara
ditransfer dari bulk menuju ke permukaan. Pelarut menembus masuk atau terjadi
difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan.
(intraparticle diffusion). Zat terlarut yang ada dalam padatan larut kedalam
pelarut lalu karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut
berdifusi keluar dari permukaan padatan inert. Selanjutnya, zat terlarut keluar dari
pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan
(Prayudo dkk., 2015).
Proses leaching sering digunakan dalam ekstraksi senyawa kimia yang
terkandung dalam tumbuhan misalnya ekstraksi minyak dari kacang tanah, kacang
kedelai, biji bunga matahari dan biji kapas yang menggunakan pelarut organik
seperti heksana, aseton, dan eter. Di bidang farmasi leaching digunakan untuk
mengekstrak bagian tanaman yang mengandung obat seperti akar, daun, dan
batang. Faktor penting yang mempengaruhi leaching antara lain ukuran partikel,
jenis pelarut, temperatur dan pengadukan (Suhartono dkk., 2005).
19
Universitas Sumatera Utara
akan menurun, dikarenakan gradien konsentrasi akan berkurang dan larutan
bertambah pekat (Day dan Underwood, 1986).
c. Temperatur
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses (Day dan Underwood, 1986). Kelarutan bahan yang diekstraksi dan
difusivitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga
diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu
operasi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya
menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan. (Majid, 2010).
d. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka difusi eddy akan bertambah dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat, disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan
serta efektif untuk membentuk suatu lapisan interphase (Day dan Underwood,
1986). Luas area interphase akan bervariasi bergantung diameter padatan.
Penurunan luas area interphase ini kemudian akan menurunkan perpindahan
massa yang terjadi sekaligus menurunkan efisiensi tahapan. Pengadukan yang
tinggi akan meminimalkan tahanan perpindahan masa selama reaksi dan ekstraksi
namun kemudian akan membentuk emulsi atau padatan yang sangat kecil dan
sulit diendapkan (Prasetyo dkk., 2012).
e. Waktu Reaksi
Waktu ekstraksi merupakan salah satu faktor penentu kecepatan difusi dari
sebuah proses ektraksi padat-cair (leaching). Tetapi, penambahan waktu yang
terlalu banyak tidak sebanding dengan perolehan yield yang diperoleh. Oleh
karena itu, dalam ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar proses ekstraksi
berjalan secara optimal (Prayudo dkk., 2015).
f. Rasio Zat Padat Terhadap Pelarut
Jumlah pelarut perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pelarut yang terlalu
banyak dapat mengakibatkan pemborosan biaya dalam operasi ekstraksi
20
Universitas Sumatera Utara
(Prasetyo dkk., 2012). Semakin besar volume pelarut yang digunakan
dibandingkan jumlah bahan yang diekstrak maka rendemen yang dihasilkan juga
semakin besar. Semakin banyak pelarut yang ditambahkan maka semakin besar
kemampuan pelarut untuk melarutkan bahan sehingga semakin banyak
komponen bahan yang dapat terekstrak oleh pelarut. Rendemen hasil ekstraksi
akan terus meningkat hingga larutan menjadi jenuh. Setelah titik jenuh larutan,
tidak akan terjadi peningkatan rendemen dengan penambahan pelarut (Amiarsih
dan Yulianingsih, 2005).
21
Universitas Sumatera Utara
Pada proses ekstraksi padat-cair laju perpindahan massa zat terlarut ke
pelarut dengan volume V dengan menggunakan suatu koefisien perpindahan
massa di mana CAS adalah konsentrasi jenuh dan C A adalah konsentrasi pada
waktu tertentu (Suhartono dkk., 2005) dapat ditentukan dengan Persamaan:
Vd(CL )
=NL =A KL (CLS -CL ) (2.3)
dt
CLS -CL KL A
ln = -( )t (2.5)
CLS -CLO V
CLS -CL
Dengan membuat grafik hubungan ln vs t, maka KL sebagai koefisien
CLS -CLO
perpindahan zat terlarut (A) ke pelarut (B) yang diam dapat ditentukan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.1.
y
Y = a + bx
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-------------
y
b=
x
a
--------------------------------
x
Waktu (t)
CLS -CL
Gambar 2.10 Hubungan ln vs t
CLS -CLO
Dari Gambar 2.10 tersebut dapat ditentukan nilai slope yang merupakan nilai dari
𝐾𝐿 𝐴
−( ) yang digunakan untuk mencari nilai koefisien perpindahan massa. Pada
𝑉
Persamaan 2.5, diasumsikan bahwa luas permukaan padatan dalam bentuk
potongan dan dihitung menggunakan Persamaan 2.6.
A=pxl (2.6)
22
Universitas Sumatera Utara
Variabel-variabel yang mungkin muncul dalam menentukan koefisien
perpindahan massa pada ekstraksi padat-cair pada bejana berpengaduk adalah: ρ,
µ, Ds, dp, N, db, serta diameter dan tinggi baffle. Sedangkan dalam penelitian ini
variabel yang diperhatikan hanya ρ, µ, Ds, dp, N sedangkan diameter butir (db)
diambil konstan, dan tidak digunakan baffle sebagai parameter, sehingga bila
dinyatakan dalam bilangan tak berdimensi dengan memakai sistem MLT (Faleh
dan Setia, 2009):
KL = K. ρ. μ. Ds. dp. db. N (2.7)
Dimana :
KL : Koefisien perpindahan massa (cm-s)
CLS : Konsentrasi pada keadaan setimbang (kg mol-m3)
CL : Konsentrasi pada waktu tertentu (kg mol-m3)
A : Luas potongan kulit buah alpukat (m2)
p : Panjang sampel (cm)
l : Lebar sampel (cm)
V : Volume larutan (l)
A : Faktor frekuensi
B : Faktor frekuensi
Sh : Bilangan Sherwood
Re : Bilangan Reynold
Sc : Bilangan Schmidt
dp : Diameter pengaduk (m)
Ds : Difusivitas molekul cairan (m2-s)
23
Universitas Sumatera Utara
9,4 x 10-15 T
DS = 1 (2.10)
μ (MA)3
ln Sh = ln A + B ln Re (2.12)
24
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Analisa Kadar
Kulit buah alpukat Air
Proses ekstraksi
Filtrat Residu
Koefisien
Perpindahan Massa
25
2
Keterangan Gambar :
6
1. Statif
1 2. Klem
(3)
7 3. Batang pengaduk
(Jenis Propeller)
8
4 4. Beaker glass
5 5. Hot plate
6. Motor pengaduk
26
27
28
29
30
31
32
80
Konsentrasi Total Flavonoid
70
60
50
(ppm)
40
30 100 rpm 200 rpm
20
10 300 rpm 400 rpm
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Total Flavonoid terhadap Waktu Ekstraksi
dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
33
34
permukaan (A) dan volume pelarut (V), dimana nilai A = 1 cm2 dan volume
pelarut yang digunakan 400 ml.
0
-0,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-0,4
-0,6
-0,8
-1 y = -0,0289x
R² = 0,9552
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
-2
Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.2 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 100 rpm
35
-1,5
y = -0,0476x
R² = 0,9343
-2
-2,5
-3
-3,5
Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.3 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 200 rpm
0,0
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
-1,0
y = -0,0733x
-2,0
R² = 0,9071
-3,0
-4,0
-5,0
Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.4 Hubungan ln dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 300 rpm
36
-2
-3 y = -0,1074x
R² = 0,9101
-4
-5
-6 Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar 4.5 Hubungan ln 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
dengan Waktu Ekstraksi pada Kecepatan
Pengadukan 400 rpm
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai slope yang didapat -0,107, sehingga
nilai KL yang diperoleh pada kecepatan 400 rpm adalah 0,713 cm/detik. Cara yang
sama digunakan untuk mendapatkan nilai KL pada kecepatan 100 rpm, 200 rpm
dan 300 rpm. Hubungan antara Koefisien Perpindahan massa (KL) terhadap
kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Gambar 4.6
0,8
0,7 0,713
0,6
0,5 0,486
KL
0,4
0,3 0,313
0,2 0,186
0,1
0
0 100 200 300 400 500
Kecepatan Pengaduk (rpm)
37
13,5
13 y = 1,244x + 5,568 12,967
R² = 0,9552 12,584
12,5
ln Sh
12 12,144
11,5 11,626
11
9 9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4
ln Re
38
160
140 134,371
Nilai IC50 (mg/ml)
120 113,346
100
80,318
80
56,107
60
40
18,674
20
0
Vitamin C 100 rpm 200 rpm 300 rpm 400 rpm
Jenis Antioksidan
39
40
Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan tabel 4.2 adalah ekstraksi pada
kecepatan pengaduk 300 rpm dan 400 rpm memiliki aktivitas antioksidan yang
bersifat aktif sedangkan pada kecepatan pengaduk 100 rpm dan 200 rpm memiliki
aktivitas antioksidan yang sedang.
41
Transmittance (%)
120
100
80
60
40 O-H C=C C-H
20
3370,96 1658,481
671,106
0
3400 2400 1400 400
Wavenumber (1/cm)
Gambar 4.9 Hasil FTIR (Fourrier Transform Infra Red) Ekstrak Kulit Buah
Alpukat pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm dan Suhu 60 oC
42
43
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambail dari penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Kadar air kulit buah alpukat yang diperoleh sebesar 77,878%.
2. Kadar total flavonoid meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
ekstraksi dan kecepatan pengadukan.
3. Kadar total flavonoid tertinggi diperoleh pada ekstraksi dengan kecepatan
pengadukan 400 rpm yaitu 70,205 ppm.
4. Nilai koefisien transfer perpindahan massa tertinggi diperoleh pada
kecepatan pengadukan 400 rpm yaitu sebesar 0,713 cm/detik.
5. Jenis aliran yang diperoleh pada proses ekstraksi ini adalah turbulen dengan
Bilangan Reynold 9828-27666.
6. Persamaan hubungan antara Bilangan Sherwood (Sh) dan Bilangan Reynold
(Re) untuk sistem ekstraksi flavonoid dari kulit buah alpukat dengan pelarut
etanol pada proses batch, pada suhu 60 °C adalah Sh = 261,9099 R𝑒 1,244
7. Aktivitas antioksidan yang diperoleh dari ekstraksi kulit buah alpukat adalah
bersifat aktif pada kecepatan pengadukan 300 dan 400 rpm dan sedang pada
kecepatan pengadukan 100 dan 200 rpm.
8. Rendemen ekstrak yang diperoleh meningkat seiring dengan bertambahnya
kecepatan pengadukan dengan rendemen tertinggi pada kecepatan
pengadukan 400 rpm yaitu 7,26%.
5.2 SARAN
Penelitian selanjutnya disarankan untuk:
1. Memvariasikan jenis pengaduk yang digunakan pada proses ekstraksi kulit
buah alpukat.
2. Melakukan ekstraksi flavonoid dari bahan bahan lain, sehingga dapat
diperoleh data bahan yang memliki kandungan flavonoid terbanyak.
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Tabel L1.4 Koefisien Perpindahan Massa Ekstraksi Kulit buah alpukat pada
Berbagai Suhu
Koefisien
Kecepatan
Suhu Ekstraksi (oC) Perpindahan Massa
Pengadukan (rpm)
(cm/detik)
100 0,186
200 0,313
60
300 0,486
400 0,713
57
58
59
Universitas Sumatera Utara
L2.2 HASIL ANALISA ABSORBANSI FLAVONOID EKSTRAK KULIT
BUAH ALPUKAT
60
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.3 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 200 rpm
61
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.4 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 300 rpm
62
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.5 Hasil Absorbansi Flavonoid pada Ekstaksi Suhu 60 oC dengan
Kecepatan Pengadukan 400 rpm
63
Universitas Sumatera Utara
L2.3 HASIL ANALISA ABSORBANSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT
64
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.8 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 100 rpm
65
Universitas Sumatera Utara
Gambar L2.10 Hasil Absorbansi Aktivitas Antioksidan pada Ekstaksi Suhu 60 oC
dengan Kecepatan Pengadukan 300 rpm
66
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN
10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
V1 = 1 ml
30 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
V1 = 3 ml
50 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
67
70 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
V1 = 7 ml
0,8
10% = 𝑥 100%
(0,8 + 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)
𝑚 1000
𝑀= 𝑥
𝑚𝑟 𝑉
𝑚 1000
1𝑀 = 𝑥
82,03 10
m = 0,8 gram
68
10,038 2,252
Kadar air (basis kering) x 100%
10,038
69
2,0
Absorbansi 1,5
y = 0,0219x + 0,0745
R² = 0,9778
1,0
0,5
0,0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
x = 70,205 ppm
70
sebagai koefisien perpindahan zat terlarut (A) ke pelarut (B) yang diam dapat
ditentukan.
= - 0,196
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐴𝑆 −𝐶𝐴𝑂
kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada Tabel L3.1.
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.1 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆−𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 100 rpm
konsentrasi 𝐶 −𝐶
Waktu ln𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿
(ppm) 𝐿𝑆 𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 7,968 -0,196
10 10,799 -0,277
15 14,178 -0,382
20 16,963 -0,478
25 20,570 -0,617
30 23,858 -0,764
35 25,502 -0,847
40 28,424 -1,012
45 31,027 -1,187
50 34,908 -1,523
71
55 37,739 -1,867
60 41,484 -2,650
65 43,949 -4,176
70 44,634 -
𝐶 −𝐶
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln 𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿 dengan waktu (t)
𝐿𝑆 𝐿𝑂
0
-0,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-0,4
-0,6
-0,8
-1 y = -0,0289x
R² = 0,9552
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
-2
Waktu (menit)
𝐶 −𝐶
Gambar L3.2 Hubungan ln 𝐶 𝐿𝑆−𝐶 𝐿 vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 100 rpm
𝐿𝑆 𝐿𝑂
𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉
𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,028
𝑉
72
KL = 0,186 cm/s
o
Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 C dengan kecepatan
pengadukan 200 rpm
CA (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 11,575 ppm
CAS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 57,922 ppm
CAO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :
= - 0,225
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.2
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.3 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 200 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 8,333 -0,225
10 10,479 -0,509
15 17,922 -0,639
20 24,680 -0,716
25 29,612 -0,836
30 32,169 -0,927
35 34,269 -1,132
40 37,648 -1,636
45 40,114 -2,033
50 44,589 -2,305
55 49,247 -3,221
60 50,297 -4,735
73
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
-0,5
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-1
-1,5
y = -0,0476x
R² = 0,9343
-2
-2,5
-3
-3,5
Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.3 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 200 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Setelah didapat persamaan linier nya yaitu y = -0,047x maka nilai KL dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga :
𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉
𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,047
𝑉
𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,047
400 𝑐𝑚3
KL = 0,313 cm/s
74
= - 0,101
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.3.
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.4 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 300 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 6,461 -0,101
10 8,515 -0,136
15 14,543 -0,244
20 28,287 -0,548
25 43,447 -1,044
30 54,954 -1,712
35 57,648 -1,964
40 62,488 -2,687
45 65,091 -3,531
50 66,187 -4,348
55 67,054 -
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln dengan waktu (t)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
75
-4,0
-5,0
Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.4 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 300 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Setelah didapat persamaan linier nya yaitu y = -0,073x maka nilai KL dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5. Slope yang didapat merupakan
𝐾𝐿 𝐴
nilai dari − ( ).
𝑉
Sehingga :
𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉
𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,073
𝑉
𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,073
400 𝑐𝑚3
KL = 0,486 cm/s
Contoh perhitungan untuk suhu ekstraksi 60 oC dengan kecepatan pengadukan
400 rpm
CL (konsentrasi pada waktu t = 5 menit) : 1,849 ppm
CLS (Konsentrasi pada waktu setimbang ) : 70,205 ppm
CLO( Konsentrasi pada waktu awal ) : 0 ppm
A (Luas Permukaan sampel ) : 1 x 1 cm2
V (volume pelarut ) : 400 cm3
Sehingga :
76
= - 0,026
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Dengan menggunakan cara yang sama dihitung ln sampai waktu
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
kesetimbangan terjadi. Sehingga data yang didapat dapat dilihat pada tabel L3.4.
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Tabel L3.5 Data ln pada Suhu Ekstraksi 60 oC dengan Kecepatan
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
Pengadukan 400 rpm
konsentrasi 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Waktu ln
(ppm) 𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0 0,000 0,000
5 1,849 -0,026
10 13,675 -0,216
15 24,132 -0,421
20 29,703 -0,550
25 40,296 -1,853
30 54,269 -1,482
35 62,168 -2,167
40 69,337 -4,393
45 69,885 -5,392
50 70,205 -
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Lalu dibuat grafik hubungan antara ln dengan waktu (t)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
ln (CLS - CL) / (CLS - CLO)
-1
-2
-3 y = -0,1074x
R² = 0,9101
-4
-5
-6 Waktu (menit)
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿
Gambar L3.5 Hubungan ln vs Waktu Ekstraksi pada Kecepatan 400 rpm
𝐶𝐿𝑆 −𝐶𝐿𝑂
77
𝐾𝐿 𝐴
−( ) = slope
𝑉
𝐾𝐿 𝐴
−( )= - 0,081
𝑉
𝐾𝐿 1 𝑐𝑚2
−( ) = -0,107
400 𝑐𝑚3
KL = 0,713 cm/s
0,747.400. 52
Re = ( )
0,270
Re = 27666,7
Sehingga bilangan reynold yang didapat untuk kecepatan pengadukan 100 rpm,
200 rpm, 300 rpm dan 400 rpm dapat dilihat pada Tabel L3.5
78
Perhitungan difusivitas :
Viskositas (µ) etanol pada suhu 60oC : 0,0005610 Pa.s
Moleculer weight (MA) : 302,236 g/mol
Temperature (T) : 60oC = 333 K
Diameter Pengaduk : 5 cm
Densitas etanol pada 60oC : 0,747 g/ml
Sehingga:
9,4 x 10-15 T
DS = 1
μ (MA )3
9,4 x 10-15 T
DS = 1
0,0005610 (302,236)3
79
13,2
13
y = 1,244x + 5,568
12,8
R² = 0,9552
12,6
12,4
12,2
12
11,8
11,6
11,4
9 9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4
Berdasarkan pada Gambar L3.6 didapat slope adalah 0,711 dan intercept
adalah 5,356. Berdasarkan Persamaan 2.12 diperoleh nilai A adalah 211,875
sedangkan nilai B adalah 0,711, sehingga Persamaan untuk sistem ekstraksi
flavonoid dari kulit buah alpukat Sh = 211,875 R𝑒 0,711
80
Konsentrasi : 10 ppm
Absorbansi blanko (A0) : 0,872
Absorbansi Sampel (A1) : 0,505
(A0 -A1 )
inhibition concentration (%)= X 100%
A0
(0,872-0,505)
inhibition concentration (%)= X 100%
0,872
inhibition concentration (%)=42,087 %
Untuk konsentrasi 25, 50, 75, dan 100 ppm dapat dihitung menggunkan cara yang
sama, maka didapat inhibition concentration tiap konsenstrasi, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel L3.8 lalu membuat hubungan antara inhibition
concentration vs konsentrasi.
81
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
Gambar L3.7 Inhibition Concentration (%) vs Konsentrasi (ppm)
Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif ekstrak yang dibutuhkan untuk meredam
50% dari total DPPH, sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai y. Setelah
mensubstitusikan nilai 50 pada nilai y, akan diperoleh nilai x sebagai nilai IC50.
Y = 0,149x + 41,64
50 = 0,149x + 41,64
50 − 41,64
𝑥=
0,149
x = 56,107
Maka didapat nilai IC50 pada sampel ekstraksi suhu 60 oC dengan kecepatan
pengadukan 400 rpm adalah 56,107.
82
0,48
Rendemen = x 100%
15
Rendemen = 3,20 %
83
84
85
86
87