Anda di halaman 1dari 58

UJI TOKSISITAS FRAKSI EKSTRAK ETANOL HERBA

ROPPONG BEKE (Helianthus tuberosus L.) DENGAN


MENGGUNAKAN METODE BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test)

TOXICITY TEST FRACTION OF ETHANOL EXTRACT


OF ROPPONG BEKE (Helianthus tuberosus L.) HERB
BY USING BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
METHOD

MUHLISA
N111 14 518

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
UJI TOKSISITAS FRAKSI EKSTRAK ETANOL HERBA ROPPONG BEKE
(Helianthus tuberosus L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test)

TOXICITY TEST FRACTION OF ETHANOL EXTRACT OF ROPPONG


BEKE (Helianthus tuberosus L.) HERB BY USING BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test) METHOD

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

MUHLISA
N111 14 518

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

ii
UJI TOKSISITAS FRAKSI EKSTRAK ETANOL HERBA ROPPONG BEKE
(Helianthus tuberosus L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test)

MUHLISA
N111 14 518

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. Ismail, S.Si., M.Si., Apt.
NIP 19560114 198601 2 001 NIP 19850805 201404 1 001

Pada tanggal, Mei 2019

iii
SKRIPSI

UJI TOKSISITAS FRAKSI EKSTRAK ETANOL HERBA ROPPONG BEKE


(Helianthus tuberosus L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test)
TOXICITY TEST FRACTION OF ETHANOL EXTRACT OF ROPPONG
BEKE (Helianthus tuberosus L.) HERB BY USING BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test) METHOD

Disusun dan diajukan oleh :

MUHLISA
N111 14 518

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal, Mei 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Panitia Penguji Skripsi

1. Ketua : Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. (...............)

2. Sekretaris : Ismail, S.Si., M.Si., Apt. (...............)

3. Anggota : Usmar, S.Si., M.Si., Apt. (...............)

4. Anggota : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. (...............)

Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt.


NIP 19641231 199002 1 005

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya

sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya

juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal

demi hukum.

Makassar, Mei 2019

Yang menyatakan

MUHLISA
N111 14 518

v
UCAPAN TERIMAKASIH

‫الر ِح ْي ِم‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬ َّ ِ‫ّللا‬ ‫س ِم ه‬ ْ ‫ِب‬
َ‫ب ْال َعالَ ّمين‬
ّ ِّ ‫ْال َح ْمدُ ّ هَلِلّ َر‬

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan segala rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dalam penyusunan

skripsi ini, semua tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis secara

khusus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu dengan

segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

terkhusus kepada kedua orang tua tercinta yang selama ini telah membantu

penulis dalam bentuk perhatian dan kasih sayang, semangat serta doa yang

setiap saat dipanjatkan demi kelancaran dan kesuksesan penulis. Kepada

Ibunda Hj. Rosdiana dan Ayahanda H. Muhammad Syukur sampai kapanpun

penulis tidak akan bisa membalas semua jasa dan kebaikan selain

memanjatkan doa yang tiada henti untuk kedua orang tua. Saudara penulis

Sertu Abdul Malik, Mansyur, Herlina S.St dan Mahyuddin terima kasih atas

dukungannya selama ini, teruntuk saudara perempuan penulis yang

senantiasa mendengar semua keluh kesah yang penulis alami serta

memberikan motivasi sehingga penulis dapat sampai ketahap ini. Penulis

pun berterima kasih pula kepada :

1. Kepada Dekan, wakil dekan dan dosen Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin terima kasih atas ilmu, nasehat, saran serta pengalaman

vi
yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan, serta

seluruh staff Fakultas Farmasi Unversitas Hasuddin yang yang tidak

bisa disebutkan satu per satu terima kasih atas segala bimbingan dan

ilmu serta bantuan yang diberikan selama menempuh pendidikan di

Fakultas Farmasi.

2. Kepada ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. sebagai pembimbing

utama, dan bapak Ismail, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing

pendamping terima kasih telah meluangkan waktu selama ini untuk

memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan semangat kepada

penulis serta membagi ilmunya, menyumbangkan pikiran dan tenaga

dalam membimbing penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan.

3. Kepada tim penguji, bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt dan Dra. Rosany

Tayeb, M.Si., Apt atas masukan-masukan yang sangat bermanfaat

dalam menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih atas ilmu yang telah

dibagikan kepada penulis.

4. Kepada seluruh laboran Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

terkhusus untuk kak Abdi yang sangat membantu semua kebutuhan

penulis pada saat penelitian.

5. Sahabat seperjuangan dalam melakukan penelitian yaitu Hajirah dan

Ridha Amalia yang senan tiasa membantu pada saat pengerjaan di

laboratorium, dan memberikan masukan dan motivasi.

viii
6. Kepada sahabat yang selama ini memberikan dorongan dan

memotivasi kepada penulis hingga sampai ketahap ini yaitu Nurul Ilmi

Yusuf S.Si, Riri Nurfita sari S.Si, Ika Sartika S.Si, Chaerunnisa Indra,

Nurfatma Sari terima kasih untuk kebersamaanya sampai saat ini dan

seterusnya.

7. Teman-teman farmasi angkatan 2014 “HIOAS14MIN” terima kasih atas

kebersamaannya selama di kampus, semoga selamanya akan seperti

ini.

Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam

proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu

semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa membalas semua kebaikan

yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi bagi peneliti

umumnya kepada para pembaca.

Makassar, Mei 2019

MUHLISA

viii
ABSTRAK

MUHLISA. Uji Toksisitas Fraksi Ekstrak Etanol Herba Roppong beke


(Helianthus tuberosus L.) dengan Menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test). (dibimbing oleh Elly Wahyudin dan Ismail).

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui toksisitas dari ekstrak


roppong beke (Helianthus tuberosus L.) menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan
pelarut etanol 96% kemudian dipartisi dengan pelarut heksan. Uji toksisitas
dilakukan dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach yang
berumur 48 jam. Efek toksik masing-masing ekstrak diidentifikasi dengan
persentase kematian larva udang menggunakan analisis probit (LC 50).
Ekstrak aktif kemudian difraksinasi menggunakan beberapa gradien eluen
yaitu n-heksan, n-heksan:Etil asetat (6:1, 3:1, 1:1) dan metanol. Hasil yang
didapatkan dari ekstrak etanol yaitu 23,71 µg/mL, hasil partis ekstrak larut
heksan 1,82 µg/mL dan ekstrak tidak larut heksan 39,44 µg/mL. Berdasarkan
data tersebut ekstrak larut heksan memiliki nilai LC50 paling rendah dan
dilanjutkan ke tahap fraksinasi kemudian didapatkan 5 hasil fraksi dengan
nilai LC50 yang di peroleh yaitu fraksi 1 = 30,09 µg/mL ; fraksi 2 = 15,79
µg/mL ; fraksi 3 = 12,22 µg/mL ; fraksi 4 = 8,33 µg/mL ; fraksi 5 = 13,23
µg/mL. Berdasarkan data tersebut fraksi yang memiliki efek toksik paling
besar yaitu fraksi 4 dengan nilai LC50 yaitu 8,33 µg/mL.

Kata kunci : Roppong beke (Helianthus tuberosus L.), Brine Shrimp Lethality
Test.

ix
ABSTRACT

MUHLISA. Toxicity Test Fraction of Ethanol Extract of Roppong beke Herb


(Helianthus tuberosus L.) by Using BSLT Method (Brine Shrimp Lethality
Test). (supervised by Elly Wahyudin and Ismail).

Research has been conducted to determine the toxicity of roppong beke


(Helianthus tuberosus L.) extract using the Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) method extract made by maceration using ethanol 96% solvent and
partitioned with n-hexane solvent. Toxicity tests were carried out using
shrimp larvae Artemia salina Leach of 48 hours. The toxic effects of each
extract were identified by the percentage of shrimp larvae deaths using probit
analysis (LC50). The active extract then fractionated using several eluent
gradients namely n-hexane, n-hexane:ethyl acetate (6:1, 3:1, 1:1) and
methanol. The results obtained from ethanol extract were 23.71 µg/mL,
partition results soluble hexane extract 1.82 µg/mL and hexane insoluble
extract 39.44 µg/mL. Based on these data, soluble hexane extract had the
LC50 lowest value and proceeded to the fractionation stage and then
obtained 5 fractionation yields with obtained values LC50 , namely fraction 1 =
30.09 µg/mL; fraction 2 = 15.79 µg/mL; fraction 3 = 12.22 µg/mL; fraction 4 =
8.33 µg/mL; fraction 5 = 13.23 µg/mL. Based on these data the fraction which
has the greatest toxic effect is fraction 4 with an value LC50 of 8.33 µg/mL.

Keywords : Roppong beke (Helianthus tuberosus L.), Brine Shrimp Lethality


Test.

x
DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Tumbuhan Helianthus tuberosus L 4

II.1.1 Taksonomi Tumbuhan 4

II.1.2 Nama Daerah 4

II.1.3 Kandungan 5

II.1.4 Kegunaan 5

II.2 Metode Ekstraksi 5

II.2.1 Maserasi 5

II.2.2 Remaserasi 5

xiii
II.2.3 Estraksi Cair Padat 6

II.3 Fraksinasi 6

II.4 Kromatografi Lapis Tipis 7

II.5 Toksisitas 8

II.6 Brine Shrimp Lethality Test 10

II.7 Artemia salina Leach. 11

II.7.1 Taksonomi 12

II.7.2 Deskripsi 12

II.8 Median Lethal Concentration (LC) 13

II.9 Analisis Probit 13

BAB III METODE PENELITIAN . 15

III.1 Alat dan Bahan 15

III.2 Metode Penelitian 16

III.2.2 Pengambilan Sampel 16

III.2.2 Ekstraksi 16

III.2.3 Brine Shrimp Lethality Test 17

III.2.3.1 Penyiapan Larva 17

III.2.3.2 Penyiapan Air Laut 17

III.2.3.3 Penyiapan Larutan Stok 17

III.2.3.4 Uji toksisitas 18

III.2.4 Metode Fraksinasi 18

III.2.4.1 Persiapan Kolom Kromatografi Cair Vakum 18

III.2.4.2 Pemisahan Komponen Kimia 19

xiii
III.2.5 Kromatografi Lapis Tipis 19

III.2.5.1 Penjenuhan Chamber 19

III.2.5.2 Penotolan Sampel pada Lempeng 19

III.2.5.4 Penampakan Noda Pada Lampu UV 20

III.2.6 Analisi Data 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Penyiapan Sampel Penelitian 22

IV.2 Ekstraksi Sampel 23

IV.3 Uji Toksisitas 23

IV.3. 1 Uji Toksisitas Ekstrak Etanol 23

IV.3.2 Uji Toksisitas Ekstrak Hasil Partisi 24

IV.3.3 Uji Toksisitas Ekstrak Hasil Fraksinasi Ekstrak heksan 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan 30

V.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Konsentrasi Pengahambatan (LC) versus Nilai Probit ........................ 26


2. Nilai LC Ekstrak Hasil Partisi ............................................................... 16
3. Konsentrasi Pengahambatan (LC) versus Nilai Probit ........................ 29
4. Nilai LC Fraksi Hasil Fraksinasi Ekstrak Heksan ................................ 30

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Helianthus tuberosus L. 4
2. Artemia salina Leach. 12
3. Hasil KLT Ekstrak Etanol dan Ekstrak Hasil Partisi 25
4. Hasil KLT Fraksinasi Ekstrak Heksan dengan Perbandingan
heksan : etil asetat (3:1) ......... 27

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja ....................................................................................... 35


2. Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 37
3. Tabel Probit ........................................................................................ 39
4. Perhitungan LC ................................................................................... 40
5. Hasil Determinasi................................................................................ 42

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah

Brasil. Indonesia kaya akan tanaman obat yang dapat digunakan sebagai

obat tradisional tetapi masih belum dimanfaatkan secara optimal namun obat

tradisional sangat besar peranannya dalam berbagai macam penyakit di

Indonesia, sehingga obat tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan

(Notoatmodjo, 2007).

Obat tradisional telah lama digunakan dalam mengatasi berbagai

macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat dengan memanfaatkan

ramuan dari tumbuhan tertentu dan memiliki efek yang cukup memuaskan.

Kelebihan dengan menggunakan obat tradisional memiliki efek samping

yang lebih kecil dibandingkan pengobatan dengan menggunakan obat

kimiawi (Thomas A, 2007).

Salah satu tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat

Kabupaten Polewali Mandar adalah roppong beke (Helianthus tuberosus L.).

Tumbuhan tersebut memiliki banyak khasiat sehingga digunakan oleh

masyarakat setempat khusunya sebagai obat anti cacingan dan kanker

(Syamsiah, 2012).

Senyawa yang terkandung di dalam tumbuhan erat kaitannya dengan

toksisitas sehingga dilakukan penelitian uji toksisitas terhadap tumbuhan

1
2

roppong beke (Helianthus tuberosus L.) dengan menggunakan

menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) (Lisdawati, 2006).

Toksisitas merupakan efek berbahaya yang ditimbulkan dari bahan

kimia atau suatu obat pada organisme hidup. Umumnya setiap senyawa

kimia mempunyai potensi terhadap timbulnya gangguan atau kematian jika

diberikan kepada organisme hidup dalam jumlah yang berlebih (Hayes,

1983).

Uji toksisitas pada ekstrak tumbuhan biasanya dilakukan dengan

mengetahui tingkat keamanan suatu ekstrak. Di mana pada pengujian

toksisitas biasanya menggunakan hewan uji. Salah satu hewan uji yang

digunakan adalah larva udang Artemia salina Leach (Sukandar , 2007).

Menurut Mayer (1982), metode BSLT menggunakan larva Artemia

salina Leach yang digunakan sebagai hewan coba untuk melihat nilai

mortalitas yang ditentukan dengan menggunakan analisa probit untuk

menentukan nilai Lethal Concentration (LC) yang disebabkan oleh ekstrak

uji. Hasil yang diperoleh dihitung sebagai nilai LC yaitu jumlah dosis atau

konsentrasi ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian larva udang

sejumlah 50% setelah masa inkubasi 24 jam. Senyawa dengan nilai LC

<1000 µg/mL dianggap sebagai suatu senyawa aktif, kelebihan dari metode

ini dapat mengetahui nilai LC dan pengerjaannya mudah dan cepat. Sehingga

untuk mengetahui efek toksik dari ekstrak etanol herba roppong beke

(Helianthus tuberosus L.) di lakukan uji toksisitas.


3

I.2 Rumusan Masalah

Apakah fraksi dari ekstrak herba roppong beke (Helianthus tuberosus

L.) memiliki efek toksisitas terhadap larva udang (Artemia salina Leach)

dengan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) ?

I.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui toksisitas hasil fraksinasi dari ekstrak herba

roppong beke (Helianthus tuberosus L.) terhadap larva udang (Artemia salina

Leach) berdasarkan nilai LC yang diperoleh.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tumbuhan Roppong Beke (Helianthus tuberosus L.)

II.1.1 Taksonomi Tumbuhan

Adapun taksonomi dari tumbuhan Helianthus tuberosus L. adalah

sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledoneae

Sub kelas : Asteridae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Helianthus

Jenis : Helianthus tuberosus L. (Hasil determinasi)

Gambar 1. Helianthus tuberosus L.

II.1.2 Nama Daerah

Polewali mandar : Roppong beke (Syamsiah, 2012)

4
5

II.1.3 Kandungan

Pada tumbuhan Helianthus tuberosus L. Memiliki kandungan inulin

(Sriwidowati, 2007).

II.1.4 Kegunaan

Secara empiris digunakan sebagai anti cacingan dan kanker (Syamsiah,

2012).

II.2 Metode Ekstraksi

Metode Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan untuk

memisahkan atau menarik satu atau lebih komponen senyawa (analit) dari

suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai. Prinsip

pemisahan didasarkan pada kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut

tertentu, dengan demikian pelarut yang digunakan harus mampu menarik

komponen analit dari sampel secara maksimal (Leba, 2017).

II.2.1 Maserasi

Maserasi adalah salah satu jenis ekstraksi padat cair dengan cara

merendam sampel pada suhu kamar ± 25oC dengan menggunakan pelarut

yang sesuai sehingga dapat melarutkan analit pada suatu sampel. Sampel

biasa direndam selam 3-5 hari sambil diaduk sesekali unruk mempercepat

proses pelarutan analit dan dilakukan berulang kali sehingga analit

terekstraksi secara sempurna dengan menandakan pelarut yang digunakan

sudah tidak berwarna. Adapun kelebihan dari ekstraksi ini yaitu alat dan cara

yang digunakan sangat sederhana dan dapat digunakan pada analit yang
6

tidak tahan panas maupun yang tahan panas, adapun kekurangannya yaitu

menggunakan banyak pelarut (Leba, 2017).

II.2.2 Remaserasi

Remaserasi merupakan metode ekstraksi yang terjadi pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan

seterusnya. Pelarut kedua ditambahkan dengan perbandingan 1:5 (Leba,

2017).

II.2.3 Ekstraksi Cair Padat

Ekstraksi Cair Padat (ECP) merupakan suatu proses pemisahan

senyawa secara difusi analit, dari suatu sampel yang berwujud padat dan

dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai, sehingga analit yang dinginkan

dari sampel padatan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi. Prinsip dari

pemisahan ECP yaitu kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut

tertentu sehingga pelarut yang digunakan harus mampu menarik komponen

analit dari sampel secara maksimal. Mekanisme ekstraksi ini dimulai dengan

adsorbsi pelarut pada permukaan sampel, lalu diikuti dengan difusi pelarut

kedalam sampel dan selanjutnya terjadi difusi analit-pelarut dari permukaan

sampel kedalam pelarut. Perpindahan analit pelarut dari permukaan sampel

berlangsung sangat cepat ketika terjadi kontak antara sampel dengan

pelarut. Adapun kecepatan difusi bergantung pada beberapa faktor yaitu ;

(Leba, 2017)
7

1. Temperatur

2. Luas permukaan partikel

3. Jenis pelarut

4. Perbandingan analit dengan pelarut

5. Kecepatan dan lama pengadukan

II.3 Fraksinasi

Fraksinasi adalah pemisahan komponen secara kromatografi kolom

dilakukan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase diam dan fase gerak

untuk mengetahui banyaknya komponen yang keluar melalui kolom. Metode

yang digunakan yaitu Kromatografi Cair Vakum (KCV) dengan menggunakan

fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya

berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan

vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Alat yang digunakan terdiri

dari sintered glass, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan

pompa vakum serta wadah penampung fraksi (Adnan, 1997; Hostettmann

dkk, 1995).

Kelebihan KCV dibandingkan dengan kromatografi konvensional

adalah dapat dilakukan dengan jumlah ekstrak dalam skala besar dan dalam

waktu yang singkat, sedangkan kekurangan metode kromatografi cair vakum

terletak pada jenis fase gerak yang digunakan. Pada metode ini, perlu

pemilihan pelarut yang sesuai untuk mencegah terjadinya penguapan pelarut

selama proses fraksinasi berlangsung (Hostettman dkk, 1995).


8

II.4 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah teknik kromatografi

berdasarkan prinsip absorbsi. Bedanya dengan kromatografi kolom yaitu KLT

yang berbentuk planar (plate). Fase diam berupa padatan yang diaplikasikan

berbentuk datar pada permukaan kaca dan aluminium sebagai penyangga

sedangkan untuk fase gerak berupa zat cair seperti yang digunakan dalam

kromatografi kolom (Rubiyanto, 2017).

Sedangkan prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fasa diam

karena pengaruh fasa gerak, proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil

ukuran rata-rata partikel fasa diam dan semakin sempit kisaran ukuran fasa

diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya

(Gritter, 1991).

Perbedaan absorben memberikan perbedaan dalam menentukan

harga Rf demikian pula perbedaan perlakuan aktivasi absorben.

Kesetimbangan dalam KLT sangat dipengaruhi oleh kejenuhan uap pelarut

apabila kejenuhan uap pelarut kurang maka fase gerak akan cenderung

bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi plat dari pada bagian tengah

sehingga dijumpai bentuk aliran eluen yang cekung (Rubiyanto, 2017).

II.5 Toksisitas

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang mekanisme dan

efek berbahaya (efek toksik) yang ada pada bahan kimia terhadap makhluk

hidup dan sistem biologik lainnya. Apabila zat kimia dikatakan beracun

(toksik), maka zat tersebut memiliki potensi yang dapat memberikan efek
9

berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme

(Wirasuta, dkk 2006).

Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi dan

sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan

terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila

menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk

mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.

Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam

kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan

mekanisme biologi pada suatu organisme (Wirasuta, dkk 2006).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik pada suatu

zat dalam sistem biologi untuk memperoleh suatu data dan dosis respon

yang ada pada sediaan uji. Dimana data yang diperoleh dapat digunakan

untuk informasi untuk mengetahui derajat bahaya pada sediaan uji tersebut

bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis

penggunaannya demi keamanan manusia ( Lestari dkk, 2017).

Tujuan akhir dari uji toksisitas dan penelitian lainnya yang berkaitan

dalam menilai keamanan/resiko toksik pada manusia, dimana idealnya data

dikumpulkan dari manusia, akan tetapi karena hambatan etik tidak

memungkinkan langsung melakukan uji toksisitas pada manusia. Oleh

karena itu uji toksisitas umumnya dilakukan pada binatang, hewan bersel

tunggal, atau sel kultur (Wirasuta, dkk 2006).


10

Uji toksisitas menggunakan hewan uji berguna untuk melihat adanya

reaksi biokimia, fisiologik dan patologik pada manusia terhadap suatu

sediaan uji, hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan secara mutlak untuk

membuktikan keamanan suatu bahan pada manusia, namun dapat

memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi

efek toksik bila di paparkan pada manusia ( Lestari dkk, 2017).

II.6 Brine Shrimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu bioassay

yang digunakan dalam peneltian dengan menggunakan bahan alam. Metode

penelitian ini menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai

bioindikator. Larva udang merupakan organisme sederhana dari biota laut

yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap

senyawa senyawa bersifat toksik. Uji toksisitas dengan metode BSLT

merupakan uji toksisitas akut, prosedur kerjanya dengan menentukan nilai

LC dari aktivitas komponen aktif pada tumbuhan terhadap larva Artemia

salina Leach (Mayer, 1982).

BSLT menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba

di mana larva dihitung setelah 24 jam perlakuan dan hasilnya dinilai sebagai

LC atau LD dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% larva (Thomas,

2007).

Parameter yang dilihat untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi

suatu senyawa kimia terhada larva Artemia salina Leach yaitu dengan cara

menghitung jumlah kematian larva udang akibat pemberian senyawa dengan


11

konsentrasi yang telah di tetapkan. Hasil uji dikatakan efektif apabila ekstrak

yang diujikan menyebabkan 50% kematian pada konsentrasi kurang dari

1000 µg/mL (Lisdawati, 2006)

Kemudian menurut Meyer (1982) mengklasifikasikan tingkat toksisitas

suatu ekstrak berdasarkan LC, yaitu kategori sangat tinggi apabila mampu

membunuh 50% larva pada konsentrasi 1 – 10 µg/mL, sedang pada

konsentrasi 10 – 100 µg/mL, dan rendah pada konsentrasi 100 –1000 µg/mL.

II.7 Artemia salina Leach.

II.7.1 Taksonomi (Mahyuddin, 2010)

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub kelas : Branchiopoda

Bangsa : Anostraca

Suku : Artemiidae

Marga : Artemia

Jenis : Artemia salina

Gambar 2 : Artemia Salina Leach.


12

II.7.2 Deskripsi

Artemia termasuk jenis udang yang mempunyai ukuran yang relatif

kecil, faktor lingkungan yang optimal untuk kehidupan artemia adalah pada

suhu 24-40oC dan pH berkisar antara 7,3-8,4. Telur artemia bertekstur keras

dan tahan dalam keadaan kering tanpa berpengaruh terhadap daya

hidupnya. Telur artemia kering berbentuk bulat cekung, berwarna cokelat

dengan diameter 200-300 mikron, dan di dalamnya terdapat embrio aktif

(Mahyuddin, 2010).

II.8 Median Lethal Concentration (LC)

Lethal Concentration atau biasa disingkat LC merupakan suatu

perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa.

LC merupakan angka yang menunjukkan konsentrasi atau bahan yang

menyebabkan kematian sebesar 50% dari jumlah hewan uji pada pengujan

(wibowo dkk, 2013).

Toksisitas ditentukan dengan melihat nilai yang diperoleh dari LC yang

dihutung berdasarkan analisis probit. Ekstrak ditentukan dengan melihat LC-

nya lebih kecil atau sama dengan 1000 µg/mL (Harmita, 2006).

Pengujian toksisitas dengan hewan uji larva Artemia salina dihitung

dengan metode LC dimana kematian setelah pemaparan 24 jam termasuk

dalam LC akut, melihat waktu larut dari suatu ekstrak yang cukup lama,

maka umumnya digunakan perhitungan kematian setelah 24 jam. Efek toksik

terhadap larva inilah yang menunjukkan bahwa adanya indikasi gangguan

pada proses pertumbuhan dan pembentukan sel. Adapun untuk perhitungan


13

nilai LC dapat dilakukan menggunakan beberapa cara yaitu dengan grafik

probit log konsentrasi, perhitungan matematik dan metode grafik

(Loomis,1987).

II.9 Analisis Probit

Probit merupakan suatu perubahan satuan dari rata-rata data normal

ke satu standar deviasi. Metode ini menggunakan transformasi probit pada

data. Nilai tengah dari probit yaitu 5,0 menunjukkan efek tengah dari

toksisitas. Nilai probit dapat dilihat pada tabel dilampiran 3. Adapun

keuntungannya yaitu mudah dihitung dan dapat digunakan untuk

membandingkan hasil pengujian toksisitas (Landis,dkk,2011).

Metode probit dapat diaplikasikan untuk banyak data, metode probit

sering diaplikasikan menggunakan teknik penggunaan grafik, dibantu dengan

menggunakan program komputer dapat melakukan komputasi data dengan

cepat (Robert,1989).
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, alat gelas (Pyrex®),

blender (Cosmos), chamber (Camag®), deksikator, mikropipet (Socorex),

pipa kapiler, rotary evaporator (Buchii), seperangkat alat kromatografi cair

vakum, seperangkat alat meserasi, seperangkat alat uji BSLT, seperangkat

lampu UV, timbangan analitik (Sartorius®), timbangan kasar (O’Hauss).

Bahan yang digunakan adalah air laut buatan, air suling, DMSO 1%

(Dimetilsulfoksida), etanol 96%, etil asetat, metanol, n-heksan, lempeng

silica gel 60, ragi, silica gel GF254, sampel Roppong beke (Helianthus

tuberosus L.) dan larva Artemia salina Leach

III.2 Metode Penelitian

III.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel roppong beke (Helianthus tuberosus L.) diambil dari desa

Pelitakan Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi

Sulawesi Barat. Herba tumbuhan roppong beke disortasi basa dan ditimbang

lalu dibersihkan dengan menggunkan air mengalir untuk menghilangkan

kotoran yang melekat, kemudian herba roppong beke di rajang untuk

memperkecil ukuran sampel lalu dilakukan pengeringkan menggunakan oven

simplisia dengan suhu ±50oC kemudian dilakukan sortasi kering, setelah itu

dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan derajat

14
15

kehalusan 4/18 hingga diperoleh serbuk kasar dan kemudian siap untuk

diekstraksi.

III.2.2 Ekstraksi

Sebanyak 550 gram sampel kering dimasukkan kedalam wadah

maserasi sebelum dimaserasi wadah yang telah berisi sampel terlebih

dahulu dibasahi dengan menggunakan pelarut yang sama yaitu etanol

kemudian dimasukkan sisa pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:10

lalu didiamkan dan ditutup, dibiarkan selama 3-4 hari sambil diaduk sekali

setiap hari. Maserat yang diperoleh disaring. Residu direndam lagi dengan

cairan penyari yang sama, filtrat lalu dipekatkan dengan menggunakan rotary

evaporator dengan kecepatan 80 rpm dan suhu 60oC hingga diperoleh

ekstrak etanol 96%. Setelah didapatkan ekstrak etanol kental maka

dilakukan ekstraksi cair-padat yang bertujuan untuk memisahkan tingkat

kepolaran.

Sebanyak 50 g ekstrak etanol Roppong beke (Helianthus tuberosus L.)

ditimbang dan dilarutkan dengan heksan sebanyak 250 mL lalu masukkan

magnetik stirer kedalam erlenmeyer yang berisi sampel dan di simpan diatas

hot plate dan diatur kecepatan 150 rpm dan suhu 40oC hingga diperoleh

ekstrak cair larut heksan. Kemudian dilakukan pengulangan dengan

penambahan 150 mL heksan dalam erlenmeyer dan dilakukan berulangkali

hingga fraksi yang di peroleh mendekati warna bening (Leba, 2017). Hasil

partisi dilanjutkan dengan metode BSLT


16

III.2.3 Uji Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test

III.2.3.1 Penyiapan Larva Artemia salina Leach

Penetasan larva udang dilakukan dengan menyiapkan alat penetas

larva. Air laut buatan dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu diisi 1 sendok

telur larva ke dalam corong pisah, kemudian dipasang aerator untuk

memberikan oksigen pada telur yang menetas menjadi larva, lalu diberikan

suspensi ragi sebagai makanan untuk larva dan disimpan hingga larva

berusia 48 jam untuk dijadikan sebagai hewan uji dalam pengujian toksisitas

dengan metode BSLT.

III.2.3.2 Penyiapan Air Laut

Sebanyak 30 gram garam murni dilarutkan dalam 1 liter air kemudian

hasil dari larutan air dan garam disaring.

III.2.3.3 Penyiapan Larutan Stok

Sebanyak 50 mg ekstrak sampel, dilarutkan dengan DMSO 0,5 mL dan

ditambahkan air laut buatan hingga volume mencapai 10 mL pada labu

tentukur dan didapatkan konsentrasi larutan stok 5.000 µg/mL. Larutan

diaduk dengan menggunakan Hot plate stirrer agar homogen. Dari larutan

Stok 5.000 µg/mL, selanjutnya dibuat lagi larutan dengan konsentrasi 0,1; 1;

10; 100 dan 1000 µg/mL dengan cara pengenceran. Untuk kontrol dilakukan

tanpa penambahan ekstrak dan dibuat pula kontrol untuk tiap pelatut yang

digunakan.
17

III.2.3.4 Uji Toksisitas

Larutan uji dengan konsentrasi 0,1; 1; 10; 100 dan 1000 µg/mL, masing-

masing dipipet menggunakan mikropipet lalu ditambahkan air laut buatan

hingga 5 mL dan dimasukkan ke dalam vial, ditambahkan 10 ekor larva

udang yang telah berumur 48 jam. Setiap konsentrasi dilakukan lima kali

pengulangan dan dibandingkan dengan kontrol (Sangi dkk, 2012).

Satu tetes suspensi ragi Saccharomyces cerevicease (30 mg/10 mL air

laut) ditambahkan ke dalamnya sebagai makanan larva Artemia salina

Leach. Vial diletakkan di bawah lampu penerangan selama 24 jam,

selanjutnya pengamatan dilakukan setelah 24 jam dan dihitung jumlah larva

udang yang mati setelah 24 jam dan diperoleh ekstrak aktif dan dilanjutkan

ke tahap fraksinasi.

III.2.4 Metode Fraksinasi

III.2.4.1 Persiapan Kolom Kromatografi Cair Vakum

Sinter glass kromatografi cair vakum dibersihkan kemudian dipasang

tegak lurus, dimasukkan silika gel GF254 ke dalam sinter glass dalam kondisi

vakum pompa vakum dijalankan hingga silika gel rapat.

III.2.4.2 Pemisahan Komponen Kimia

Ekstrak aktif roppong beke (Helianthus tuberosus L.) ditimbang

sebanyak 6 gram. Silika gel ditambahkan sedikit demi sedikit pada ekstrak

dan diaduk hingga ekstrak dan silika gel tercampur, lalu didiamkan hingga

kering. Setelah kering dimasukkan ke dalam sinter glass dan bagian atasnya
18

ditutup dengan kertas saring. Ekstrak aktif difraksinasi menggunakan

kromatografi cair vakum (KCV) dengan fase diam silika gel GF254 dan fase

gerak dengan gradien kepolaran yang meningkat yaitu berturut-turut heksan,

heksan:etil asetat (6:1), (3:1), (1:1), Metanol. Hasil dari fraksinasi tersebut

selanjutnya dianalisis mengunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

III.2.5 Kromatografi Lapis Tipis

III.2.5.1 Penjenuhan Chamber

Cairan pengelusi yang digunakan dimasukkan ke dalam chamber

setinggi lebih kurang 0,5 cm kemudian diberi kertas. Kejenuhan chamber

ditandai dengan naiknya cairan pengelusi pada kertas saring hingga

melewati kaca penutup.

III.2.5.2 Penotolan Sampel Pada Lempeng

Ekstrak etanol dari sampel ditotolkan pada lempeng bagian batas

bawahnya. Lempeng dielusi dengan eluen dalam chamber, sampai cairan

pengelusi mengelusi lempeng sampai batas akhir. Lempeng dikeluarkan dan

diangin-anginkan, lempeng siap untuk diamati penampakan nodanya.

III.2.5.3 Penampakan Noda Pada Lampu UV 254 nm dan 366 nm.

Lempeng yang telah dielusi diamati penampakan noda yang terbentuk

dibawah sinar lampu UV 254 nm dan 366 nm. Setelah diamati di bawah

lampu UV lempeng disemprot dengan larutan serium sulfat 0,1% dalam

H2SO4 10%, lalu dipanaskan pada Hot plate hingga terlihat penampakan

noda.
19

III.2.6 Analisis Data

Menentukan nilai LC terlebih dahulu menghitung persentase mortalitas

hewan uji setelah 24 jam dengan rumus berikut :

Jumlah larva yang mati


% kematian 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 = 𝑥100%
Jumlah larva Uji

Setelah mengetahui persentase mortalitas dari larva uji, selanjutnya

dicari angka probit dengan melihat tabel probit, dan dibuat grafik dengan log

konsentrasi dimana sumbu x merupakan log konsentrasi ekstrak dan sumbu

y sebagai nilai probit yang di peroleh dari tabel probit. Nilai LC merupakan

konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan

memakai persamaan regresi linier y = a + bx (Harmita, 2008).

Selanjutnya tingkat toksisitas suatu ekstrak diklasifikasikan berda-

sarkan nilai LC nya sesuai dengan klasifikasi Meyer (1982), yaitu kategori

1. Sangat toksik/highly LC 1–10 μg/mL

2. Toksik sedang/medium toxic LC 10-100 μg/mL

3. Toksik rendah/low toxic LC 100 –1000 μg/mL.

Pembagian kelas toksisitas yang dilakukan oleh Meyer (1982), memliki

rentang yang sangat besar hingga mencapai 10x dari nilai terendah. Oleh

karena itu, perbedaan tingkat toksisitas akan dianalisis secara deskriptif

dengan melihat besar angka LC yang diperoleh masing-masing ekstrak.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Penyiapan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu herba roppong beke

(Helianthus tuberosu L.) yang diambil dari Desa Pelitakan, Kecamatan

Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Sampel Roppong beke diambil

sebanyak ± 2 kg lalu dilakukan sortasi basah untuk memisahkan sampel dari

bagian tanaman yang tidak dapat digunakan atau yang rusak dan

membersihan sampel dari bahan pengotor, sampel lalu dicuci dengan

menggunakan air mengalir agar dapat membersihkan sampel dari zat

pengotor yang melekat. Sampel yang telah dicuci dengan bersih kemudian

dilakukan perajangan lalu dikeringkan. Tujuan dari perajangan tersebut yaitu

untuk memperkecil luas permukaan sampel sehingga memudahkan dalam

proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar

air sehingga mencegah agar simplisia tidak berjamur dan menghentikan

reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau perubahan

kandungan kimia. Alat yang digunakan untuk pengeringan adalah oven

simplisia dengan suhu ±50oC. Keuntungan dari penggunaan oven simplisia

untuk mempercepat proses pengeringan selain itu temperatur suhunya dapat

diatur. Sampel yang telah kering lalu disortasi kering, tujuan dari sortasi

kering yaitu untuk memisahkan benda asing atau pengotor-pengotor lain

yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering, kemudian simplisia

20
21

diserbukkan dengan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk

simplisia. Hasil serbuk simplisia kemudian diayak menggunakan ayakan

dengan derajat kehalusan 4/18 dimana notasi 4 artinya dimana 1 inch 2

terdapat 4 lubang dan begitupun pada notasi 18 sehingga partikel serbuk

dapat melewati lubang ayakan notasi 4 dan tidak lebih dari 40% yang

melawati lubang ayakan notasi 18 sehingga diperoleh sebuk kasar (Astuti,

2006). Simplisia kemudian ditimbang sebanyak 550 gram, kemudian

simplisia dilanjutkan pada proses ekstraksi.

IV.2 Ekstraksi Sampel

Ekstraksi sampel pada penelitian ini digunakan metode maserasi

dengan menggunakan cairan penyari Etanol 96%, cairan penyari ini dipilih

karena sifatnya yang tidak toksik serta memiliki kepolaran yang cukup tinggi,

sehingga dianggap dapat menarik banyak kandungan senyawa yang ada

pada suatu tumbuhan. Metode maserasi yang digunakan sangat bagus,

karena tidak merusak kandungan senyawa kimia pada suatu tumbuhan yang

tidak tahan terhadap pemanasan (Leba, 2017). Serbuk simplisia yang

digunakan sebanyak 550 gram diekstraksi menggunakan cairan penyari

etanol 96% dengan perbandingan 1:10. Proses maserasi dilakukan selama

3-5 hari, hasil maserasi yang diperoleh dalam bentuk cair kemudian

dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator dimana alat ini

menggunakan prinsip vakum destilasi sehingga tekanan akan menurun dan

pelarut akan menguap dibawah titik didihnya dan didapatkan ekstrak kental.

Ekstrak kental merupakan ekstrak yang pelarutnya telah diuapkan sampai


22

batas tertentu berkisar antara 10-20% dan pada ekstrak cair masih

mengandung sejumlah pelarut tertentu dengan kadar air ≥ 20%. Pada

ekstrak etanol didapatkan persen rendemen yaitu 12%.

IV.3 Uji Toksisitas

IV.3.1 Uji Toksisitas Ekstrak Etanol

Ekstrak etanol dari herba Roppong beke (Helianthus tuberosus L.)

diuji toksisitasnya terhadap Artemia salina Leach. dengan menggunakan

metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT adalah salah satu tahapan

uji pendahuluan untuk mengetahui standar keamanan suatu ekstrak. Metode

BSLT digunakan untuk menguji toksisitas suatu senyawa dengan melihat

nilai LC atau konsentrasi yang dapat membunuh 50% hewan uji, adapun

konsentrasi yang digunakan yaitu 0,1 ; 1 ; 10 ; 100 dan 1000 µg/mL. Tujuan

dibuat varian konsentrasi tersebut untuk melihat rentan konsentrasi yang

dihasilkan oleh ekstrak. Jika nilai LC yang ditunjukkan berada dibawah

konsentrasi 1000 µg/mL maka ekstrak tersebut dinyatakan aktif dan jika

berada diatas konsentrasi 1000 µg/mL maka dinyatakan tidak aktif (Harmita,

2006). Pada ekstrak awal ini digunakan DMSO 1% untuk meningkatkan

kelarutan ekstrak, karena kelarutan yang kurang baik dalam air. Kontrol

negatif digunakan yaitu tanpa ekstrak untuk melihat apakah respon yang

diberikan benar-benar berasal dari sampel dan bukan dari air laut.

Hasil yang ditunjukkan pada uji toksisitas terhadap ekstrak etanol herba

Roppong beke diperoleh nilai LC50 23,713 µg/mL. Hasil ini menunjukkan

bahwa ekstrak etanol Herba Roppong beke memiliki efek toksik karena
23

memiliki nilai LC dibawah 1000 µg/mL. Ekstrak etanol kemudian dilanjutkan

dengan ekstraksi cair padat.

IV.3.2 Uji Toksisitas Hasil Partisi

Ekstrak etanol herba roppong beke (Helianthus tuberosus L.) dipartisi

dengan menggunakan pelarut heksan dengan metode Ekstraksi Cair Padat

(ECP). Metode ini digunakan untuk memisahkan senyawa polar dan non-

polar, sehingga diperoleh 2 bagian dari hasil partisi yaitu bagian larut heksan

dan tidak larut heksan. Pelarut heksan memiliki nilai konstanta dielektrik yang

kecil sehingga dapat menarik senyawa yang bersifat non polar pada ekstrak

etanol. Hasil partisi ekstrak etanol herba roppong beke didapatkan ekstrak

tidak larut heksan sebanyak 30,46 gram dan ekstrak larut heksan sebanyak

10,97 gram. Ekstrak yang telah diperoleh dimonitoring KLT menggunakan

fase diam plat silika gel GF254 dan fase gerak heksan:etil asetat (3:1). Hasil

profil KLT pada fase gerak heksan:etil asetat (3:1) menunjukkan pemisahan

senyawa yang baik pada ekstrak larut heksan. Hasil KLT dapat dilihat di

gambar 3.
24

(a) (b) (c)


Gambar 3. Hasil KLT ekstrak awal dan hasi partisi (a) penampakan pada lampu UV 254
(b) penampakan pada lampu 366 (c) penyemprotan Serium sulfat 0,1% dalam H2SO4
10% dan pemanasan

Dari hasil KLT yang diperoleh dimana noda 1 ekstrak etanol, noda 2

ekstrak tidak larut heksan dan noda 3 ekstrak larut heksan diperoleh hasil

KLT yang sesuai dikarnakan pada noda 2 tidak diterdapat bercak noda yang

sama dengan ekstrak larut heksan sehingga hasil partisi yang dilakukan

sudah sesuai, dan untuk gambar C dimana lempeng yang telah dielusi di

disemprot dengan menggunakan reagen Serium sulfat 0,1% dalam H2SO4

10%, penambahan serium sulfat pada reagen H2SO4 10% dimana serium

sulfat digunakan umumnya untuk golongan senyawa alkaloid, saponin,

terpenoid. Adapun tujuan dari pemanasan pada lempeng KLT yaitu untuk

mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak

(Marlina dkk, 2005).

Profil KLT bertujuan untuk memonitor kepolaran dari senyawa

senyawa yang tedapat pada ekstrak sehingga dapat ditentukan eluen yang

akan dijadikan fase gerak pada tahap fraksinasi. Kemudian dilakukan


25

pengujian toksisitas pada ketiga ekstrak tersebut dengan menggunakan

metode Brine Shrimp Lethality Test. Hasil perhitungan LC pada ekstrak hasil

partisi dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Konsentrasi pengahambatan (LC) versus nilai probit

% kematian larva Nilai probit


Konsentrasi
Log
larutan uji Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
LC Ekstrak Ekstrak
LC (µg/mL) tidak larut larut tidak larut larut
Etanol Etanol
heksan heksan heksan heksan

0,1 -1 14,00 8,00 16,00 3,92 3,59 4,01

1 0 32,00 22,00 50,00 4,53 4,23 5,00

10 1 38,00 28,00 78,00 4,69 4,42 5,77

100 2 46,00 44,00 86,00 4,69 4,85 6,06

1000 3 86,00 88,00 88,00 6,80 6,18 6,10

Tabel 2. Nilai LC Ekstrak Etanol dan Ekstrak Hasil Partisi

Ekstrak Nilai LC (µg/mL)

Ekstrak etanol 23,71 µg/mL

Ekstrak tidak larut heksan 39,44 µg/mL

Ekstrak larut heksan 1,82 µg/mL

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil partisi ekstrak larut

heksan memiliki efek toksik yang lebih tinggi dengan nilai LC50 1,82 µg/mL,

jika dibandingkan dengan hasil partisi ekstrak tidak larut heksan, dengan nilai

toksisitas LC50 39,44 µg/mL. Sehingga ekstrak larut heksan dilanjutkan ke

tahap fraksinasi.
26

IV.3.3 Uji Toksisitas Hasil Fraksinasi dari Ekstrak Larut Heksan

Fraksinasi dilakukan dengan cara ekstrak dari hasil partisi yaitu

ekstrak larut heksan difraksinasi dengan menggunakan metode

Kromatografi Cair Vakum (KCV). Metode KCV merupakan proses pemisahan

senyawa berdasarkan tingkat kepolaran dengan menggunakan alat bantu

vakum sehingga menghasilkan pemisahan yang lebih cepat dan mudah.

Metode tersebut menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diam dan eluen

dengan kepolaran bertingkat sebagai fase gerak.

Fraksi Larut heksan sebanyak 6 gram difraksinasi menggunakan

eluen heksan : etil asetat dengan perbandingan, heksan ,heksan:etil asetat

(6:1, 3:1, 1:1,) dan metanol. Pelarut heksan digunakan agar senyawa yang

bersifat non polar yang ada pada ekstrak aktif dapat dipisahkan dengan

senyawa yang bersifar polar dan untuk pelarut etil asetat memiliki nilai

kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan heksan sehingga senyawa yang

tidak dapat ditarik oleh pelarut heksan dapat ditarik oleh pelarut etil asetat

dan pelarut metanol merupakan pelarut yang bersifat sangat polar sehingga

dapat menarik semua senyawa yang ada dalam ekstrak. Jumlah

perbandingan eluen pada tahap fraksinasi disesuaikan dengan sistem

gradien kepolaran sehingga diperoleh hasil fraksinasi kemudian diuapkan,

ekstrak hasil fraksinasi selanjutnya ditimbang dan dicatat beratnya. Fraksi

yang telah diperoleh kemudian dimonitor KLT-nya menggunakan fase diam

lempeng silika gel GF254 dan fase gerak heksan:etil asetat (3:1), monitoring

KLT bertujuan untuk melihat hasil fraksinasi dan kemudian dilakukan


27

penggabungan terhadap beberapa fraksi dikarenakan pada fraksi yang

diperoleh terdapat senyawa yang sama dengan cara menghitung nilai Rf.

Hasil KLT dari 5 fraksi dapat dilihat di gambar 4.

(a) (b)
Gambar 4. Hasil KLT fraksi ekstrak heksan dengan perbandingan heksan : etil asetat
(3:1) (a) penampakan pada lampu UV 254 (b) penampakan pada lampu 366

Didapatkan 5 hasil fraksi dengan jumlah persen rendemen dari semua

hasil fraksi yaitu 88,59% dimana hasil dari fraksi yang diperoleh tidak

mencapai 100% dikarenakan pada saat mengerjakan adanya senyawa yang

tertinggal pada proses pengerjaan dan faktor kesalahan lainnya. Kemudian

dilakukan pengujian toksisitas pada hasil fraksi tersebut dengan

menggunakan metode BSLT. Hasil perhitungan LC pada hasil fraksinasi

dapat dilihat pada tabel 3.


Tabel 3. Konsentrasi pengahambatan (LC) versus nilai probit dari hasil fraksinasi ekstrak larut heksan

Konsentrasi % kematian larva Nilai probit


Log
larutan uji LC
LC
(µg/mL) Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 4 Fraksi 5 Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 4 Fraksi 5

10,00 10,00 18,00 12,00 8,00 3,72 10,00 4,08 3,82


0,1 -1 3,59

24,00 20,00 20,00 24,00 20,00 4,29 20,00 4,16 4,29


1 0 4,23

26,00 32,00 40,00 48,00 42,00 4,36 32,00 4,53 4,95


10 1 4,42

62,00 40,00 66,00 68,00 60,00 5,31 40,00 5,41 5,47


100 2 4,85

84,00 66,00 94,00 96,00 96,00 5,99 66,00 6,55 6,75


1000 3 6,18

Tabel 4. Nilai LC Ekstrak hasil fraksinasi ekstrak larut heksan

Hasil Fraksi Nilai LC (µg/mL)


Fraksi 1 30,09 µg/mL
Fraksi 2 15,79 µg/mL
Fraksi 3 12,22 µg/mL
Fraksi 4 8,33 µg/mL
Fraksi 5 13,23 µg/mL

28
29

Berdasarkan pada tabel 4 menunjukan bahwa hasil fraksinasi, fraksi 1,

fraksi 2, fraksi 3, fraksi 4 dan fraksi 5 bersifat toksik yang menunjukan

kematian larva udang sampai 50%. Pada fraksi 4 memiliki bioaktivitas paling

tinggi terhadap larva udang yang ditunjukan dengan nilai LC 50 sebesar 8,33

µg/mL dapat dilihat pada ekstak larut heksan memiliki nilai LC 50 lebih kecil

dibandingkan dengan fraksi 4 dikarenakan pada ekstrak larut heksan masih

terdapat banyak senyawa yang menyebabkan tingginya toksisitas pada

suatu ekstrak.

Hasil yang didapatkan sesuai dengan teori dimana menurut Meyer dkk

(1982) potensi bioktivitas berdasarkan nilai LC yaitu suatu nilai yang

menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat mengakibatkan kematian

organisme sampai 50% pada nilai <1000 µg/mL dan dikatakan tidak toksik

apabila nilai LC >1000 µg/mL.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT

(Brine Shrimp Lethality Test) ekstrak etanol herba roppong beke (Helianthus

tuberosus L.) diperoleh pada ekstrak larut heksan nilai LC yang paling kecil

yaitu 1,82 µg/mL dan dilanjutkan ke tahap fraksinasi dan hasil fraksinasi

diperoleh 5 fraksi dari ekstrak larut heksan di mana fraksi 4 memiliki

toksisitas yang paling tinggi dengan nilai LC50 sebesar 8,33 µg/mL.

V.1 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui kandungan zat

yang memiliki potensi toksik di dalam fraksi 4 ekstrak larut heksan herba

tumbuhan roppong beke ( Helianthus tuberosus L.)

2. Pada fraksi 4 di mana diperoleh nilai LC yang berpotensi sebagai anti

kanker sehingga perlu dilakukan uji sitotoksik dan membandingan antara

fraksi 4 ekstrak larut heksan dengan obat anti kanker yang lazim digunakan

oleh masyarakat.

3. perhitungan LC pada penelitian ini dilakukan oleh lebih dari satu orang

untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat perhitungan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Edisi


Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Astuti, T.J., dan Sintawardani, N. 2006. Kajian Sifat Fisika dan Kimia erbuk
Kayu Campuran ebelum dan Sesudah Digunakan Sebagai Matrix
Dalam Bio-Toilet Teknologi Indonesia. Vol.29 (2). Lipi Press. Bandung
hh.3.

Eriyanto. 2011. Pengantar Metodologi Untu Penelitian Ilmu Komunikasi dan


Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Edisi pertama. Penerbit prenadamedia group.
Jakarta.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., and Schwarting, A.E. 1991. Pengantar


Kromatografi Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB.
Bandung.

Harli, A.S. 2016. Uji Toksisita Fraksi Ekstrak Etanol Daun Pedang-Pedang
(Sansevieria trifasciata Prain) Terhadap Larva Udang (Artemia salina
Leach) Dengan Mmenggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Skripsi. hh. 32-37.

Harmita, Radji, M., 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Hayes, A.W. 1983. Principles and Metods of Toxitology. Raven Press. New
York. Hh. 4-23
Hostettmann, K., Hostettman, M.M.D., dan Marston, A. 1995. Cara
kromatografi preparatif Penggunan pada Isolasi Senyawa Alam
Penerbit ITB. Bandung. hh. 10
Landis, W.G., Sofield R.M, and Yu M.H. 2011. Introduction to Environmental
Toxicology : Molecular Substuctures and Ecological Landscape. CRC
Press. hh 52.
Leba, M.A.U. 2017. Ekstraksi dan real kromatografi. Edisi pertama. Dee
publish. Yogyakarta.

Lestari, B., Soeharto, S., Nurdiana., Permatasari, N., Kalsum, U., Khotima,
H., Nugrahenny, D., dan Mayangsari, E. 2017. Buku Ajar Farmakologi
Dasar. UB Pres. Malang.

31
Lisdawati, V., Wiryiwidagdo, S., dan Kardono, S.B.L. 2006. Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan
kulitbiji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Jurnal ilmiah. vol. 34 (3),
hh 111-118.

Loomis, T.A. 1987. Essential of Toxicology ed 3 diterjemahkan oleh Imono


Argo Donatus. IKIP Semarang. hh. 228-233.

Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis patin. Penerbit Penebar


swadaya. Jakarta.

Mayer, B.N., Ferrigni, N.R., and Putnam, J.E. 1982. Brine Shrimp : A
convenient General Bioassay for Active Plant Constituent. Planta
Medica. hh 31-34

Mutiasari, I.R. 2012, Identifikasi golongan senyawa kimia fraksi aktif. Skripsi.
hh. 1-89.

Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Rineka Cipta.


Jakarta.

Roberts, M.H. 1989. Comparison of Several Computer Programs for Probit


Analysis of Dose-Related Mortality Data. Aquatic Toxicology and
Enviromental Fate. Vol. 11. hh 308.

Rohman, A. 2014. Validas dan Penjamin Mutu Metode Analisis Kimia.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rubiyanto, D. 2017. Metode Kromatografi Prinsip Dasar, Praktikum dan


Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Penerbit Dee publish.
Yogyakarta.
Sangi, M.S., Momuat L.I., dan Kumaunang, M. 2012. Uji Toksisitas dan
Skrining Fitokimia Tepung Gabah Pelepah Aren (Arenga pinnata).
Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 12 (2). hh 128-134.
Sukandar, D., Hermanto, S., dan Lestari, E. 2007. Uji Toksisitas Ekstrak
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Penerbit UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.

Syamsiah. 2012. Eksplorasi Tumbuhan Obat Tradisional di Kecematan


Pamboang Kabupaten Majena Sulawesi Barat. Jurnal Bionature. vol. 15
(2). hh. 127-136.

Thomas, A.N.S. 2007. Tanaman Obat Tradisional. Volume 2. Kanisius.


Yogyakarta.

32
Thomas, G., Wiley, L., and Sons, L. 2007. Medical Chemistry : An
Introduction. 2nd ed. England.

Wibowo, S., Utomo, B.S.B., Suryaningrum, D., dan Syamdidi. 2013 Artemia
Untuk Pakkan Ikan dan Udang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Wirasuta, G.A.M., Niruri, R. 2006. Buku Ajar Toksikologi Umum. FMIPA


UNUD. Bali. hh 8-25

33
Lampiran 1. Skema Kerja

Sampel Roppong Beke


- Sortasi basah
- Pengeringan oven suhu ± 50oC

Sampel Kering

- Sortasi kering
- Dihaluskan
- Ekstraksi dengan Etanol 96%

Ekstrak etanol

- Partisi menggunakan heksan


dengan metode ECP

Ekstrak larut heksan Ekstrak tidak larut heksan

- Uji BSLT dan KLT

Ekstrak aktif

- Fraksinasi dengan menggunakan fase gerak


Heksan:etil asetat dengan perbandingan
(Heksan 100%, 6:1, 3:1, 1:1 dan metanol 100%

Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 4 Fraksi 5

- Uji BSLT dan KLT


Fraksi aktif

Hasil dan pembahasan

34
35

Pelaksanaan Uji Brine Shrimp Lethality Test

Ekstrak sampel Roppong Beke

Dibuat Stok 5000 µg/mL

0,1 µg/mL 1 µg/mL 10 µg/mL 100 µg/mL 1000 µg/mL

5 kali replikasi

10 ekor Larva Udang berumur 48 jam

Hitung larva Udang Yang Mati

Hitung nilai LC
36

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k)
37

Keterangan:

(a) Pengambilan sampel didesa pelitakan kecematan wonomulyo

(b) Proses pencucian dan perajangan

(c) Proses pengeringan sampel dengan menggunakan oven simplisia

(d) Proses penyerbukan dengan menggunakan belender

(e) Sampel simplisia yang telah diserbukkan

(f) Pengayakan dengan menggunakan ayakan no mesh.20

(g) Proses ekstraksi dengan metode maserasi

(h) Alat rotary avaporator untuk memperoleh ekstrak kental

(i) Proses fraksinasi

(j) Hasil fraksinasi

(k) Pengujian BSLT


38

Lampiran 3.Tabel probit

% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66
10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,12
20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45
30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72
40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97
50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23
60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50
70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81
80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23
90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33
- 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
99 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,65 7,75 7,88 8,09
39

Lampiran 4. Perhitungan Nilai LC

Dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh, nilai LC dapat

dihitung dengan mensubstitusikan nilai probit dengan nilai 5

1. Etanol 𝑝 = 0,469(log 𝐿𝐶) + 4,355


Sehingga :
Ekstrak Etanol
y = 0.469x + 4.355 5 = 0,469 (log LC50) + 4,355
10 R² = 0.8781
0,469 (log LC50) = 5 – 4,355
Nilai probit

5
0 0,469 (log LC50) = 0,645
-2 0 2 4 (log LC50) = 0,645/0,469
log konsentrasi (log LC50) = 1,375
LC50 = 101,375
LC50 = 23,713 µg/mL

2. Ekstrak Tidak larut Heksan 𝑝 = 0,580(log 𝐿𝐶) + 4,074

ekstrak tidak larut heksan sehingga :

10 y = 0.58x + 4.074
5 = 0,58 (Log LC50) + 4,074
0,58 (Log LC50) = 5 – 4,074
nilai probit

R² = 0.901
5
0,58 (Log LC50) = 0,926
0
Log (LC50) = 0,926/0,58
-2 0 2 4
Log (LC50) = 1,596
log konsentrasi
LC50 = 101,596
LC50 = 39,44 µg/mL

3. Ekstrak Larut n-Heksan 𝑝 = 0,524(log 𝐿𝐶) + 4,864


sehingga :
ekstrak larut heksan 5 = 0,524(Log LC50) + 4,864
10 0,524 (Log LC50) = 5 – 4,864
nilai probit

5 0,524 (Log LC50) = 0,136


y = 0.524x + 4.864 (Log LC50) = 0,136/0,524
0
R² = 0.8706
-2 0 2 4 (Log LC50) = 0,259
log konsentrasi LC50 = 100,259
LC50 = 1,815 µg/mL
40

Perhitungan Hasil Fraksinasi Ekstrak Larut Heksan


Fraksi 1 𝑝 = 0,556(log 𝐿𝐶) + 4,178

Fraksi 1 sehingga :
10 5= 0,556(Log LC50) + 4,178
Nilai Probit

5
0,556(Log LC50)=5-4,178
y = 0.556x + 4.178 0,556(Log LC50)= 0,822
0 R² = 0.9441
-2 0 2 4
(Log LC50)= 0,822/0,556
Log konsentrasi
(Log LC50) = 1,478
LC50 = 101,478
LC50 = 30,06 µg/mL

Fraksi 2
𝑝 = 0,686(log 𝐿𝐶) + 4,178
Fraksi 2 sehingga :
10
5= 0,686 (Log LC50) + 4,178
Nilai Probit

5
0,686 (Log LC50) = 5–4,178
0 y = 0.686x + 4.178
R² 0,686 (Log LC50) = 0,822
-2 0 2 = 0.9403 4
Log (LC50) = 0,822/0,686
Log konsentrasi
Log (LC50) = 1,198
LC50 = 101,198
LC50 = 15,77 µg/mL

Fraksi 3
𝑝 = 0,619(log 𝐿𝐶) + 4,327
Fraksi 3 sehingga :
10
5 = 0,619(Log LC50) + 4,327
Nilai Probit

5
y = 0.619x + 4.327 0,619(Log LC50) = 5 – 4,327
0
R² = 0.8851 0,619(Log LC50) = 0,673
-2 0 2 4
(Log LC50) = 0,673/0,619
Log konsentrasi
(Log LC50) = 1,087
LC50 = 101,087
LC50 = 12,22 µg/mL
41

Fraksi 4
𝑝 = 0,704(log 𝐿𝐶) + 4,352
Fraksi 4 sehingga :
10
5 = 0,704(Log LC50) + 4,352
Nilai Probit

5
y = 0.704x + 4.352 0,704(Log LC50) = 5 – 4,352
0
R² = 0.9592 0,704(Log LC50) = 0,648
-2 0 2 4
Log konsentrasi (Log LC50) = 0,648/0,704
(Log LC50) = 0,920
LC50 = 100,920
LC50 = 8,317 µg/mL

Fraksi 5
𝑝 = 0,741(log 𝐿𝐶) + 4, 169
Fraksi 5 sehingga :
10
5 = 0,741 (Log LC50) + 4,169
Nilai Probit

5
y = 0.741x + 4.169 0,741 (Log LC50) = 5 – 4,169
0 R² = 0.9437 0,741 (Log LC50) = 0,831
-2 0 2 4
(Log LC50) = 0,831/0,741
Log konsentrasi
(Log LC50) = 1,121
LC50 = 101,121
LC50 = 13,212 µg/mL
42

Lampiran 5. Hasil determinasi

Anda mungkin juga menyukai