Anda di halaman 1dari 89

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA

UNGU (Passiflora edulis Sims) TERHADAP Propionibacterium acnes

SKRIPSI

OLEH:

BELLA SHAFIRA

170205186

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

2021
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA
UNGU (Passiflora edulis Sims) TERHADAP Propionibacterium acnes

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia

OLEH:

BELLA SHAFIRA

170205186

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

2021
PENGESAHAAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA


UNGU (Passiflora edulis Sims) TERHADAP Propionibacterium acnes

OLEH :
BELLA SHAFIRA
170205186

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji


Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Pada tanggal: 27 Agustus 2021

Pembimbing Penguji I

Dr.Karnirius Harefa,S.Kp.,S.Pd., M.Biomed. apt.Cut Masyitah Thaib,S.Farm.,M.Si.

Penguji II

Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM.

Diketahui Oleh:
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan

apt. Cut Masyithah Thaib, S.Farm., M.Si. Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM.

iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bella Shafira


NIM : 170205186
Program Studi : S1 Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims) Terhadap Propionibacterium acnes

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah hasil karya
saya sendiri dan bukan plagiat. Apabila dikemudian hari saya terbukti plagiat
karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh
Program Studi Farmasi Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. Saya tidak
akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.

Medan, 10 September 2021

Bella Shafira
NIM 170205186

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Bella Shafira

2. Tempat/Tanggal Lahir : Dabo Singkep, 17 Desember 1999

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

6. Nama Ayah : M. Khairizal (alm)

7. Nama Ibu : Salwa, S.Pd.SD

8. Pekerjaan Orang Tua : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

9. Alamat Orang Tua : Jalan Hang Kasturi

13. No. HP : 0823 8516 4762

14. E-mail : bellashfr99@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2004 - 2005 : TK Kemala Bhayangkari

2. Tahun 2005 - 2011 : SDN 002 Singkep

3. Tahun 2011 - 2014 : SMPN 2 Singkep

4. Tahun 2014 - 2017 : SMAN 1 Singkep

5. Tahun 2017 - 2021 : Universitas Sari Mutiara Indonesia

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk
limpahan berkat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) terhadap
Propionibacterium acnes dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan tugas akhir pendidikan dalam mendapatkan gelar
Program Studi S1 Farmasi di Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia Medan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis secara tulus mengucapkan rasa
syukur dan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Parlindungan Purba, S.H., M.M., selaku Ketua Yayasan Sari
Mutiara Indonesia Medan.
2. Ibu Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes., selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia Medan.
3. Ibu Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
4. Ibu apt. Cut Masyitah Thaib, S.Farm., M.Si. selaku Ketua Prodi S1- Farmasi
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Medan.
5. Bapak Dr. Karnirius Harefa, S.Kp., S.Pd., M.Biomed., selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu apt. Cut Masyitah Thaib, S.Farm., M.Si., selaku Dosen Penguji I yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam

vi
menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM., selaku Dosen Penguji II yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Dosen-dosen dan seluruh staf pengajar S1 Farmasi Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan yang telah
banyak membimbing penulis selama melakukan perkuliahan.
9. Tidak lupa pula, rasa terimakasih tidak terhingga dan apresiasi setinggi-
tingginya penulis ucapkan kepada Mama dan Ayah selaku orang tua yang
selalu memberikan doa dan cinta tak terbatas; to the one who has stood up
for me when no one else does Aunty Lina tersayang sebagai tempat
berkeluh-kesah selama ini; sahabat-sahabat penulis yang telah bersama
penulis melalui kehidupan perkuliahan dan penelitian; my ride or die, Cal
thank you for the ups and downs together.
10. Last but not least, I wanna thank me. I wanna thank me for believing in me.
I wanna thank me for doing all this hard work. I wanna thank me for having
no days off. I wanna thank me for never quitting. I wanna thank me for just
being me at all times.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang mikrobiologi farmasi.

Medan, 9 September 2021


Penulis

Bella Shafira
NIM 170205186

vii
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA
UNGU (Passiflora edulis Sims) TERHADAP Propionibacterium acnes

ABSTRAK

Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif sebagai faktor


utama penyebab terjadinya acne vulgaris. Provinsi Sumatera Utara menjadi pusat
produksi buah markisa ungu yang limbah kulitnya belum dimanfaatkan dengan
baik padahal memiliki kandungan fitokimia yang berpotensi untuk digunakan
sebagai agen antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu terhadap Propionibacterium acnes
dan untuk mengetahui konsentrasi terbaik yang memberikan aktivitas antibakteri.
Penelitian ini menggunakan metode difusi cakram kertas (Kirby-Bauer Test)
dengan menggunakan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dengan
Klindamisin 0,1% sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif.
Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar abu 12,53%, kadar abu tidak larut
asam 3,8%, kadar air 11%, kadar sari larut air sebesar 37,8%, dan kadar sari larut
etanol sebesar 43,3%. Skrining fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya
flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan tanin, sedangkan pada ekstrak
menunjukkan adanya flavonoid, terpenoid, steroid, dan tanin pada kulit buah
markisa ungu. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan rata-rata zona hambat
terbesar yaitu 21,1 mm (sangat kuat) terdapat pada konsentrasi terendah yaitu
1%, sedangkan rata-rata zona hambat terkecil yaitu 15,9 mm (kuat) terdapat pada
konsentrasi 15%.

Kata kunci : Propionibacterium acnes, acne vulgaris, kulit buah markisa ungu,
antibakteri.

viii
ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF PURPLE PASSION
FRUIT PEEL EXTRACT (Passiflora edulis Sims) AGAINST
Propionibacterium acnes

ABSTRACT

Propionibacterium acnes is a gram-positive bacteria that is the main factor


that causes acne vulgaris. The province of North Sumatra is the center of purple
passion fruit production whose peel waste has not been used properly even though
it contains phytochemicals that have the potential to be used as an antibacterial
agent. This study aims to determine the antibacterial activity of purple passion
fruit peel extract against Propionibacterium acnes and to determine the best
concentration that provides antibacterial activity. This study used the paper disc
diffusion method (Kirby-Bauer Test) using concentrations of 1%, 5%, 10%, 15%,
and 20%, with 0,1% Clindamycin as a positive control and DMSO as a negative
control. The results of simplicia characterization obtained ash content of 12.53%,
acid insoluble ash content of 3,8%, water content of 11%, water soluble extract
content of 37,8%, and ethanol soluble extract content of 43,3%. Phytochemical
screening of simplicia powder showed the presence of flavonoids, terpenoids,
steroids, saponins, and tannins, while the extract showed the presence of
flavonoids, terpenoids, steroids, and tannins in the purple passion fruit peel. The
results of the antibacterial activity test showed that the largest average inhibition
zone was 21,1 mm (very strong) at the lowest concentration of 1%, while the
smallest average inhibition zone was 15,9 mm (strong) at 15% concentration.

Keywords: Propionibacterium acnes, acne vulgaris, purple passion fruit peel,


antibacterial.

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK................................................................................................... viii
ABSTRACT.................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL……………………………………. ................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………. ........................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah. ................................................................. 4
1.3 Hipotesis Penelitian ............................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................ 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ...................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
2.1 Uraian Tumbuhan ................................................................. 6
2.1.1 Morfologi Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) ........ 6
2.1.2 Sistematika .. ................................................................. 7

x
2.1.3 Nama Daerah dan Nama Asing ..................................... 7
2.1.4 Manfaat…….. ............................................................... 7
2.1.5 Habitat………............................................................... 8
2.1.6 Kandungan Kimia ......................................................... 9
2.2 Uraian Kandungan Kimia ...................................................... 9
2.2.1 Flavonoid ...................................................................... 9
2.2.2 Tanin............................................................................. 10
2.2.3 Saponin ......................................................................... 10
2.2.4 Alkaloid ........................................................................ 11
2.2.5 Steroid/Triterpenoid ...................................................... 11
2.2.6 Glikosida ....................................................................... 12
2.3 Ekstraksi ................................................................................ 12
2.3.1 Pengertian Ekstraksi ...................................................... 12
2.3.2 Metode Ekstraksi ........................................................... 12
2.4 Bakteri ................................................................................... 14
2.4.1 Propionibacterium acnes ............................................... 14
2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri ............................................. 15
2.5 Media Pertumbuhan Bakteri................................................... 16
2.6 Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................ 16
2.7 Sterilisasi ............................................................................... 18
2.7.1 Metode Sterilisasi Fisika ............................................... 18
2.7.2 Metode Sterilisasi Kimia ............................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 20
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 20
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 20
3.2.1 Waktu............................................................................ 20
3.2.2 Tempat .......................................................................... 20
3.3 Alat dan Bahan ...................................................................... 20
3.3.1 Alat ............................................................................... 20
xi
3.3.2 Bahan ............................................................................ 21
3.4. Populasi dan Sampel .............................................................. 21
2.4.1 Populasi ......................................................................... 21
2.4.2 Sampel .......................................................................... 21
3.5 Pembuatan Simplisia.............................................................. 21
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ...................................... 22
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ............................................. 22
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ............................................. 22
3.6.3 Penetapan Kadar Abu .................................................... 22
3.6.4 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam .... 22
3.6.5 Penetapan Kadar Air ...................................................... 23
3.6.6 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air .................. 23
3.6.7 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ............. 24
3.7 Skrining Fitokimia ................................................................. 24
3.8 Ekstraksi ................................................................................ 24
3.8.1 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak ..................................... 25
3.9 Sterilisasi Alat dan Media ...................................................... 25
3.10 Pembuatan Media .................................................................. 25
3.11 Peremajaan Bakteri ................................................................ 26
3.12 Pembuatan Suspensi Bakteri .................................................. 26
3.13 Pengujian Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Cakram
(Kirby-Bauer Test) ................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 27
4.1 Hasil Karakteristik Simplisia.................................................. 27
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik .................................... 27
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik .................................... 27
4.1.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristisasi Simplisia ................. 27
4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ......... 29
4.3 Hasil Pengolahan Simplisia .................................................... 31
xii
4.4. Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims ........................................................... 31
4.5 Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims) ......................................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………..................... 40
4.2 Kesimpulan............................................................................ 40
4.3 Saran………..……….. .......................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA………………………. .............................................. 41
LAMPIRAN……………………………………. ......................................... 47

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi kulit buah markisa ungu


(Passiflora edulis Sims)……………………………………..……. 27
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol
kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims)….................. 30
Tabel 4.3 Hasil pengujian daya hambat terhadap bakteri
Propionibacterium acnes……………………………………….. 33

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)………………. .. 7


Gambar 2.4 Propionibacterium acnes……………………………………. ... 14
Gambar 4.1. Hasil pengujian daya hambat terhadap bakteri
Propionibacterium acnes ……………………………………. .... 34

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pemeriksaan Makroskopik Kulit Buah Markisa Ungu


(Passiflora edulis Sims)………………………………. .......... 47
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Kulit Buah
Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)………… ................... 48
Lampiran 3. Perhitungan Karakterisasi Simplisia Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims) ....................................................... 51
Lampiran 4. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Kulit Buah Markisa
Ungu (Passiflora edulis Sims)………… ................................ 53
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Simplisia Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)……………………………………… 57
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)………… .......................................... 58
Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian………… ............................................. 59
Lampiran 8. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)………… ......................................... 60
Lampiran 9. Bagan Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)……………………………................ 61
Lampiran 10. Perhitungan Pengenceran Larutan Konsentrasi Ekstrak …… . 62
Lampiran 11. Perhitungan Kontrol Positif ………… ................................... 63
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian ………… ......................................... 64
Lampiran 13. Bukti Pembayaran Biaya Proposal dan Skripsi………… ....... 69
Lampiran 14. Surat Perubahan Judul………… ............................................ 70
Lampiran 15. Bukti Lembaran Konsultasi………… .................................... 71
Lampiran 16. Lembar Revisi………… ........................................................ 72
Lampiran 17. Surat Bebas Laboratorium………… ...................................... 73

xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Propionibacterium acnes adalah bakteri gram positif yang biasanya
ditemukan pada kulit manusia dan memainkan peran penting dalam patogenesis
acne vulgaris, sebab kolonisasi Propionibacterium acnes terlibat dalam
pembentukan komedo dan merupakan faktor utama yang menyebabkan reaksi
inflamasi pada acne vulgaris. Pakar bakteriologis telah menyatakan adanya
korelasi tinggi antara produksi sebum dengan Propionibacterium acnes yang
menunjukkan bahwa sebum dapat bertindak sebagai substrat penting untuk
pertumbuhan Propionibacterium acnes (Liu dkk, 2015).
Jerawat merupakan suatu penyakit radang kronis pada kulit yang
disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acnes dan ditandai dengan
pembentukan komedo, papul, pustul, nodul, serta pembentukan jaringan parut
(James dkk, 2011; Oon dkk, 2019). Jerawat umumnya timbul pada usia
remaja/pubertas, namun ada juga yang terjadi pada usia dewasa. Jerawat muncul
akibat adanya peradangan pada unit pilosebaceous (rambut, folikel rambut,
kelenjar sebaceous, dan otot arrector pili) dan merupakan penyakit yang paling
umum terjadi pada 10% populasi dunia. Meskipun tidak mengancam nyawa,
jerawat dapat mempengaruhi aspek sosial dan psikologis, terutama bila gejala
semakin memburuk dan meninggalkan scar (McLaughlin dkk, 2019). Penelitian
Vilar dkk (2015) pada responden dengan kulit berjerawat menyatakan, 48,6%
responden merasa stress, 19,4% takut untuk berfoto, 220% takut bertemu
seseorang untuk pertama kali, dan 8,5% takut untuk bertemu dengan teman.
Untuk mengatasi inflamasi akibat jerawat, biasanya digunakan obat
golongan antibiotik topikal sebab memiliki aktivitas dalam melawan
Propionibacterium acnes dan bekerja pada permukaan kulit untuk mengurangi
peradangan. Antibiotik yang paling populer digunakan ialah eritromisin dan
klindamisin, namun penggunaan antibiotik yang semakin meluas mengakibatkan
terjadinya resistensi antibiotik yang tinggi (Fox dkk, 2016). Penggunaan antibiotik
topikal hanya memicu resistensi terbatas pada area yang dirawat tetapi pada
penggunaan antibiotik oral resistensi dapat berkembang ke seluruh area tubuh.

1
Berdasarkan tinjauan sistematis dari 50 uji klinis penggunaan antibiotik topikal,
terdapat penurunan efikasi eritromisin topikal pada jerawat yang dikaitkan dengan
resistensi antibiotik terhadap Propionibacterium acnes (Clatici, 2015).
Prevalensi Propionibacterium acnes resisten antibiotik bervariasi di
berbagai negara. Prevalensi tinggi terjadi di berbagai negara di wilayah Eropa
dengan resistensi eritromisin atau klindamisin berkisar antara 45% sampai 91%
dan resistensi tetrasiklin dari 5% menjadi 26,4%. Prevalensi Propionibacterium
acnes resisten antibiotik di wilayah Asia terdapat perbedaan yang besar misalnya
di Jepang, tingkat resistensi eritromisin atau klindamisin hanya 4% dan tetrasiklin
atau doksisiklin hanya 2%; sedangkan di Korea, penelitian terbaru hanya
menemukan satu dari 33 strain (3,2%) yang diisolasi resisten terhadap
klindamisin, hal tersebut dikarenakan Propionibacterium acnes resisten antibiotik
belum berkembang cukup baik di Korea (Madelina dan Sulistyaningsih, 2018).
Adapun resistensi antibiotik dalam pengobatan acne vulgaris di Singapura, paling
besar terdapat pada eritromisin sebanyak 69,2% dan klindamisin sebanyak 50%,
diikuti kotrimoksazol sebanyak 38,5% dan doksisiklin sebanyak 23%; sedangkan
di Malaysia, resistensi terhadap klindamisin sebesar 95% dan eritromisin sebesar
92%. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Hindriatiani dkk tahun 2017 di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menunjukkan resistensi terhadap
Propionibacterium acnes tertinggi terdapat pada klindamisin sebesar 43%,
eritromisin 32%, minosiklin 23%, tetrasiklin 16%, dan kurang dari 10% pada
doksisiklin (Asditya dkk, 2019; Hindriatiani dkk, 2017).
Meningkatnya resistensi bakteri terhadap penggunaan antibiotik sebagai
terapi jerawat serta kaitannya dengan toksisitas dan efek samping seperti kulit
kering, mual, sakit kepala, dan sebagainya mendorong berbagai pihak untuk
mengembangkan obat anti jerawat yang efektif, aman, dan murah serta dapat
meminimalisir efek samping dengan mengeksplorasi sumber daya alami yang
berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk berbagai jenis perawatan jerawat
(Vora dkk, 2017). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, banyak tumbuhan
telah diteliti sebagai alternatif pengobatan untuk jerawat. Sebagai pendekatan
alternatif, terdapat laporan yang mengindikasikan bahwa penggunaan bahan aktif
dari tumbuhan berkhasiat berpotensi sebagai obat untuk melawan pertumbuhan

2
bakteri dan respon inflamasi sehingga memberikan harapan besar dalam
perkembangannya menjadi obat untuk pengobatan acne vulgaris (Sinha dkk,
2014).
Buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) ditanam di dataran tinggi
daerah tropis dan subtropis sekitar 700 sampai 2000 meter di atas permukaan laut
dengan suhu mulai dari 18 sampai 25 °C. Di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara
menjadi pusat produksi buah markisa ungu. Buah markisa ungu memiliki
kandungan fitokimia yang berpotensi sebagai antibakteri. Akanbi menyatakan,
daun markisa ungu mengandung beberapa metabolit sekunder seperti glikosida,
tanin, flavonoid, saponin, dan alkaloid; batangnya mengandung glikosida,
flavonoid, saponin, dan alkaloid; sedangkan buahnya mengandung glikosida,
tanin, flavonoid, dan alkaloid (dalam Nugraha dkk, 2019). Hasil penelitian
Nugraha dkk (2018; 2019) menunjukkan bahwa terdapat kandungan kimia dari
senyawa seperti flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid pada kulit buah
markisa ungu (Passiflora edulis Sims). Banyak penelitian yang dilakukan pada
markisa ungu menunjukkan adanya kandungan piceatannol yang tinggi. Docherty
dkk (dalam Jusuf dkk, 2020) melaporkan bahwa piceatannol memiliki aktivitas
terhadap Propionibacterium acnes yang sebanding dengan eritromisin dan benzoil
peroksida yang umumnya digunakan pada pengobatan acne vulgaris. Selain
piceatannol, pada kulit markisa ungu juga mengandung senyawa seperti polifenol
yang bersifat sebagai antiinflamasi dan antioksidan yang tinggi, bahkan lebih
tinggi dari mangga, nanas, pisang, dan lengkeng (Xirui He dkk, 2020). Selain itu,
kulit markisa ungu juga kaya akan kandungan passicol yaitu senyawa yang
memiliki zat antibakteri dan antijamur yang tinggi (Nicolls dkk, 1973).
Penelitian yang dilakukan oleh Jusuf dkk (2020) pada biji buah markisa
ungu menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang baik terhadap
Propionibacterium acnes, sedangkan penelitian pada kulit buah markisa ungu
terhadap bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan hasil yang efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Anabel dkk, 2020). Hal ini yang
mendasari peneliti melakukan penelitian menggunakan bahan alam yang memiliki
sifat antibakteri dari ekstrak kulit buah markisa ungu untuk dilakukan uji aktivitas
antibakteri terhadap Propionibacterium acnes.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu
terhadap Propionibacterium acnes?
b. Pada konsentrasi berapakah ekstrak kulit buah markisa ungu memiliki
aktivitas antibakteri terbaik terhadap Propionibacterium acnes?

1.3 Hipotesis Penelitian


Adapun hipotesis penelitian ini adalah ekstrak kulit buah markisa ungu
secara efektif memiliki potensi antibakteri terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu
terhadap Propionibacterium acnes.
b. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik ekstrak kulit buah markisa ungu
yang memberikan aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran mengenai karakteristik simplisia
kulit buah markisa ungu.
b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung pada
serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah markisa ungu.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Institusi
Harapan kedepannya dari hasil penelitian ini yaitu dapat
menjadi literatur bacaan mengenai aktivitas antibakteri ekstrak kulit
buah markisa ungu terhadap Propionibacterium acnes.

4
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman mengenai
metode penelitian dan aspek-aspek yang diteliti pada penelitiaan ini.
1.5.3 Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk masyarakat pada umumnya mengenai aktivitas antibakteri
ekstrak kulit buah markisa ungu terhadap Propionibacterium acnes.
1.5.4 Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya
sehubungan dengan penelitian mengenai antibakteri ekstrak kulit buah
markisa ungu terhadap Propionibacterium acnes.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kulit buah
Propionibacterium acnes
markisa ungu

Simplisia kering kulit Pemeriksaan


buah markisa ungu Karakteristik Simplisia

Bakteri penyebab
Ekstraksi dengan
acne vulgaris
metode maserasi
Skrining fitokimia
Kandungan kimia terhadap simplisia
dan ekstrak kulit
buah markisa ungu
Zat antibakteri

Uji aktivitas
antibakteri

Metode Difusi Cakram


(Kirby-Bauer)

Diameter
daerah hambat

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan


2.1.1 Morfologi Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)
Markisa merupakan tanaman tropis dan subtropis yang berasal dari
Amerika Selatan, Brasil. Di Indonesia, buah ini banyak dibudidayakan di daerah
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Bali. Buah markisa berbentuk agak bulat lonjong dengan
panjang sekitar 4-6 cm. Kulit buah berwarna hijau muda, dan ketika matang
berubah warna menjadi ungu. Kulit buah tipis, liat, dan tahan terhadap benturan
pada saat pengangkutan. Bagian dalam buah dibungkus oleh lapisan berwarna
putih (endocarp) yang mengandung banyak pektin, sedangkan buahnya memiliki
banyak biji berwarna hitam yang dibungkus oleh selaput berisi sari buah (juice)
yang rasanya asam-manis dan beraroma harum semerbak (Hermanto dkk, 2013).
Markisa memiliki bunga tunggal, berbentuk bulat, memiliki kelamin dua,
dan terletak di ketiak daun. tangkai bergerigi, panjang 3-4 cm. Benang sari
bertangkai, berbentuk tabung dengan panjang sekitar 6 cm dan berwarna kuning.
Markisa memiliki jumlah kelopak, benang sari dan mahkota bunga lima,
sedangkan putiknya berjumlah tiga, berbentuk lonjong dengan permukaan
beralur berwarna ungu. Markisa dapat berbunga setiap waktu, namun musim
utama di Indonesia terjadi pada bulan Desember, Januari dan Juni (Hermanto
dkk, 2013).
Bentuk daun markisa menjari dengan ukuran daun lebih kecil dan lebih
tipis daripada markisa kuning dan merah serta ruas batang yang lebih pendek
daripada markisa kuning dan markisa merah, tangkainya memiliki panjang
sekitar 2-3 cm berwarna hijau dengan panjang daun 9-12 cm dan lebar 7-9 cm.
Tanaman ini berbuah lebat dengan bobot 45-60 g dengan rasa khas markisa yang
kuat (Karsinah, 2010).

6
2.1.2 Sistematika

https://www.google.com/
Gambar 2.1.2 Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malpighiales
Famili : Passifloraceae
Genus : Passiflora
Spesies : Passiflora edulis Sims

2.1.3 Nama Daerah dan Nama Asing


Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama
daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buah negeri (Jawa)
(Depkes RI dalam Gurning, 2018). Dalam penamaan asingnya, markisa ungu
dikenal juga dengan Ceibey (Kuba), maracuja peroba (Portugis), grenadille atau
couzou (Perancis), lilikoi (Hawaii), mountain sweet cup (Jamaika), ling mang kon
(Thailand), dan parcha amarilla (Venezuela), buah susu (Malaysia), eetbare
passieblom (Belanda), flor da paixão (Brazil), ji dan guo (China),
kudamonotokeiso (Jepang), dan passion fruit (Inggris) (Joy, 2010; Duke, 2009).

2.1.4 Manfaat
Markisa banyak mengandung vitamin B, vitamin C, antioksidan dan
kalium, serta dapat menyembuhkan gejala alergi kronis, memulihkan penyakit

7
liver dan ginjal, meningkatkan antibodi, serta mampu membuang racun dari
dalam tubuh. Selain itu, markisa juga dapat meningkatkan kesegaran kulit tubuh
dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit wajah. (Hermanto dkk, 2013).
Sebagai buah yang dapat dimakan, markisa mengandung beberapa
komponen seperti asam dan gula, nutrisi, dan fitokimia non-nutrisi yang
membuat buah markisa menjadi tambahan makanan yang enak dan sehat
terutama digunakan dalam selai, jeli, dan jus buah. Selain itu, buah markisa
terbukti memiliki sifat analgesik (pereda nyeri), anticemas, antiradang,
antispasmodik, penekan batuk, afrodisiak, pereda batuk, depresan sistem saraf
pusat, diuretik, hipotensi (menurunkan tekanan darah) dan aktivitas sedatif.
Selain itu, secara tradisional dilaporkan memiliki aktivitas antikonvulsan,
antidepresan, astringen, kardiotonik, disinfektan, menenangkan saraf,
neurasthenic (mengurangi nyeri saraf), obat penenang dan vermifuge (mengusir
cacing), gangguan insomnia dan tidur, masalah perut (kolik, saraf perut, dan
gangguan pencernaan) serta untuk meredakan kram menstruasi (Joy, 2010;
Duke, 2006).

2.1.5 Habitat
Markisa asam (Passiflora edulis Sims) yang mempunyai nama umum
granadilla atau passion fruit (Inggris), markisa (Indonesia), termasuk dalam
famili Passifloraceae. Diperkirakan terdapat 500 spesies Passiflora dan famili
Passifloraceae, diantara spesies-spesies tersebut Passiflora edulis Sims memiliki
ciri-ciri spesifik markisa. Dalam spesies ini terdapat dua jenis yang berbeda yaitu:
Jenis edulis atau jenis ungu dikenal dengan markisa ungu, jenis ini adalah jenis
markisa asam dengan kulit berwarna ungu (purple). Markisa asam berkulit buah
ungu hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di daerah subtropis dan dataran
tinggi tropis. Jenis flavicarva atau jenis kuning dikenal dengan markisa kuning,
yaitu markisa asam dengan kulit buah berwarna kuning disebut juga rola atau
yellow passion fruit. Markisa ungu berasal dari Brazil bagian Selatan, yaitu dari
Paraguay hingga Argentina bagian utara, sedangkan markisa kuning asalnya tidak
diketahui, namun ada sebagian pendapat yang mengatakan markisa kuning berasal
dari Australia (Karsinah, 2010).

8
Markisa, terutama markisa ungu dan konyal, tumbuh pada ketinggian
tempat 800-1.500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tidak lebih dari
15% dan jika lebih harus dibuat terasering. Curah hujan minimal yang diperlukan
untuk dapat tumbuh sempurna adalah 1.200 mm per tahun, kelembaban nisbi 80-
90%, suhu 20-30 °C, tidak banyak angin, dan pH tanah 6,5-7,5 (Hermanto dkk,
2013).

2.1.6 Kandungan Kimia


Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder
utama seperti alkaloid, flavonoid, dan glikosida (Joy, 2010). Markisa ungu
memiliki beberapa konstituen fitokimia yang berpotensi sebagai antibakteri.
Pada daun markisa ungu terdapat beberapa metabolit sekunder seperti glikosida,
tanin, flavonoid, saponin dan alkaloid; batangnya mengandung glikosida,
flavonoid, saponin dan alkaloid; pada buah mengandung glikosida, tanin,
flavonoid dan alkaloid; pada kulit buah markisa ungu juga terdapat kandungan
kimia dari senyawa seperti flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan steroid
(Nugraha dkk, 2018; 2019). Kulit buah markisa ungu mengandung senyawa
seperti piceatannol, polifenol, karotenoid, antosianin dan pektin yang tinggi
(Reis, 2018; Xirui He dkk, 2020).
Bagian buah markisa yang dapat dimakan adalah sekitar 55% dari berat
buah. Setiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan mengandung 69-80 g
air, 2,3 g protein, 2,0 g lemak, 16 g karbohidrat, 3,5 g serat, 10 mg kalsium, 1,0
mg besi, 20 vitamin A, 0,1 mg lurtiboflafin, 1,5 mg nicotinamide dan 20 mg
vitamin C (Sudarso dkk, 2006).

2.2 Uraian Kandungan Kimia


2.2.1 Flavonoid
Markisa ungu (Passiflora edulis var. edulis Sims) diketahui
mengandung senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan seperti
karotenoid, antosianin, flavonoid, dan vitamin C (Reis dkk, 2018). Menurut
Wirakusumah (2007), flavonoid mempunyai kemampuan sebagai antiradang,
antialergi, antivirus, antioksidan, memperlambat penuaan, menurunkan kadar

9
kolesterol darah dan antikarsinogenik. Aktivitas biologis senyawa flavonoid
terhadap bakteri dilakukan dengan merusak dinding sel dari bakteri yang terdiri
dari lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa
flavonoid sehingga dinding akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke
dalam inti sel bakteri. Jumlah flavonoid yang terdapat pada varietas markisa ungu
adalah 1,060% dan pada varietas markisa kuning 1.000%. Rutin, quercetin dan
kaempferol termasuk dalam subkelompok flavonol flavonoid. Katekin dan
epikatekin termasuk dalam subkelompok flavan-3-ols dari flavonoid. Cyanidin-3-
glukosida termasuk dalam subkelompok antosianidin flavonoid. Luteolin dan
apigenin keduanya termasuk dalam subkelompok flavon flavonoid. Glikosida
flavon yang terdapat dalam markisa termasuk homoorientin, isoorientin, orientin,
isovitexin, vitexen, Iso-schaftoside, schaftoside, saponaretin, saponarin dan
berbagai glikosida lainnya (Joy, 2010).

2.2.2 Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa golongan fenol yang tersebar luas dalam
tumbuhan berpembuluh. Senyawa fenol dan turunannya merupakan salah satu
antibakteri yang bekerja dengan cara mengacaukan fungsi membran sitoplasma.
Senyawa fenol konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang
menyebabkan bocornya metabolit yang penting dalam sistem enzim bakteri,
sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat merusak membran sitoplasma dan
protein sel (Nugraha, 2018). Hidrogen yang terbentuk menjadi ikatan dari fenol
dan protein dapat merusak struktur protein. Hal ini menyebabkan terganggunya
permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma yang pada akhirnya ion atau
makromolekul dalam sel tidak seimbang sehingga sel akan mati (Anabel dkk,
2020).

2.2.3 Saponin
Ekstrak markisa ungu memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi. Hal ini
dikarenakan adanya kandungan senyawa saponin yang terdapat pada ekstrak kulit
markisa ungu (Passiflora edulis Sims) yang meningkatkan permeabilitas atau
kebocoran sel yang menyebabkan terjadinya perubahan komponen penyusun sel

10
bakteri melalui mekanisme penghambatan sintesa protein oleh senyawa
triterpenoid. Saponin dapat mengganggu membran sel dengan mengikat membran
sitoplasma sehingga terdapat kebocoran apabila berada di membran luar dan
dinding sel yang rentan sehingga meyebabkan kematian pada sel (Anabel dkk,
2020). Madduluri dkk (dalam Anabel dkk, 2020) menyatakan bahwa mekanisme
kerja antibakteri dari saponin adalah membocorkan protein dan enzim yang
terdapat di dalam sel. Selain itu, saponin memiliki zat aktif pada permukaannya
yang mirip dengan detergen sehingga dapat menurunkan tegangan pada
permukaan dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas membran.

2.2.4 Alkaloid
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Robinson, 1991). Alkaloid harmala adalah kelompok senyawa β-
karbolin yang terdapat pada buah markisa. Alkaloid harmala yang terdapat pada
buah markisa antara lain harmane, harmine, harmline, harmol, harmalol. Jumlah
alkaloid harmala yang terdapat pada buah markisa ungu adalah 0,012% dan pada
buah markisa kuning 0,700% (Joy, 2010).

2.2.5 Steroid/Triterpenoid
Steroid dan triterpenoid juga memiliki aktivitas antibakteri. Beberapa
penelitian melaporkan aktivitas antibakteri steroid dan triterpenoid terhadap
beberapa bakteri (Nugraha, 2019). Triterpenoid adalah terpenoid yang
mengandung enam unit isoprena dengan rumus molekul C30H48. Terpenoid
biasanya ditemukan memiliki prekursor asiklik skualen. Triterpenoid
dikelompokkan menjadi senyawa tetrasiklik dan pentasiklik. Senyawa tetrasiklik
adalah jenis steroid dengan atom karbon C-27, sedangkan senyawa pentasiklik
adalah jenis triterpenoid dengan atom karbon C-30 (Kar, 2009).

11
2.2.6 Glikosida
Secara umum, glikosida diartikan sebagai produk kondensasi gula dengan
berbagai senyawa hidroksi organik. Glikosida memiliki kerja terapeutik yang
cukup luas, seperti kardiotonik, analgesik, purgatif, antirematik, demulsen, dan
sebagainya. Glikosida dibagi atas 4 tipe berdasarkan atom penghubung glikon dan
aglikon, yaitu (Kar, 2009):
a. Tipe O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O,
contohnya: Rein-8-Glikosida.
b. Tipe S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S,
contohnya: Sinigrin.
c. Tipe N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N,
contohnya: Adenosin.
d. Tipe C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C,
contohnya: Aloin (Barbaloin), dan Kaskarosida.

2.3 Ekstraksi
2.3.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian adalah suatu proses pemisahan senyawa dari
simplisia dengan menggunakan pelarut yang cocok. Tujuan dilakukannya
ekstraksi adalah untuk memisahkan atau menarik senyawa dari simplisia ataau
campurannya. Sebelum dikeringkan, simplisia dikumpulkan dan dibersihkan dari
pengotor dengan cara pemilahan dan pencucian. Adapun pemilihan cara
pengeringan simplisia dilakukan agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan
metabolit sehingga pengeringan harus dilakukan secepatnya. Sebelum simplisia
diekstraksi, simplisia yang sudah kering disimpan dalam wadah tertutup rapat
(Hanani, 2014).

2.3.2 Metode Ekstraksi


Metode ekstraksi yang digunakan dipilih berdasarkan jenis, sifat fisika dan
kimia dari kandungan senyawa yang akan diekstraksi, pelarut yang digunakan,
serta ketersediaan alat. Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara
lain, yaitu (Hanani, 2014):

12
a. Maserasi
Maserasi merupakan prosedur ekstraksi yang paling sederhana dan
banyak digunakan. Maserasi dilakukan dengan merendam simplisia dalam
pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan metabolit dapat
diminimalisasi. Ekstraksi berhenti ketika kesetimbangan tercapai antara
konsentrasi metabolit di ekstrak dan di bahan tanaman atau keseimbangan
konsentrasi antara di luar dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian
pelarut. Setelah proses ekstraksi, sisa bahan tanaman harus dipisahkan dari
pelarut dengan cara penyaringan. Maserasi juga dapat dilakukan dengan
pengadukan secara sinambung yang disebut dengan maserasi kinetik,
sedangkan maserasi yang dikakukan pada suhu 40-60 °C disebut dengan
digesti. Kelemahan dari metode ini adalah waktu ekstraksi yang lama,
membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak, dan adanya kemungkinan
bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutannya yang
rendah pada suhu ruang (Hanani, 2014; Sarker dkk, 2006).

b. Perkolasi
Perkolasi merupakan cara ekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut yang selalu baru dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia
secara terus menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap
bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut. Untuk
memastikan bahwa perkolasi telah selesai, perkolasi dapat diuji keberadaan
metabolitnya dengan reagen spesifik. Metode ini memerlukan jumlah
pelarut yang cukup banyak dan waktu yang cukup lama (Hanani, 2014).

c. Refluks
Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada
suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang konstan
dengan adanya pendingin balik (kondensor). Penyarian dilakukan secara
berulang-ulang agar mendapatkan hasil yang sempurna. Pada umumnya
dilakukan tiga sampai enam kali pengulangan terhadap residu pertama. Cara
ini memungkinkan terjadinya penguraian terhadap senyawa yang tidak
tahan panas (Hanani, 2014).

13
d. Soxhletasi
Ekstraksi soxhlet digunakan secara luas dalam ekstraksi metabolit
tumbuhan karena kemudahannya. Soxhletasi merupakan cara ekstraksi
menggunakan pelarut organik pada suhu didih dengan alat soxhlet dan
dikenal sebagai ekstraksi sinambung. Ekstraksi berlangsung secara terus-
menerus dengan pelarut yang berjumlah konstan. Soxhletasi lebih sedikit
memakan waktu dan pelarut daripada ekstraksi menggunakan cara maserasi
atau perkolasi, namun ekstrak terus-menerus dipanaskan pada titik didih
pelarut yang digunakan sehingga memungkinkan terjadinya keruskaan
senyawa (Sarker dkk, 2006).

2.4 Bakteri
2.4.1 Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes atau Cutibacterium acnes merupakan salah satu
flora normal pada kulit manusia, serta di rongga mulut, usus besar, konjungtiva
dan saluran telinga luar. Bakteri mendominasi di daerah folikel sebasea kulit dan
dapat menyebabkan jerawat ketika menginfeksi kulit (Mollerup dkk, 2016).
Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes adalah sebagai berikut (Corvec dkk,
2019):

https://www.google.com/
Gambar 2.4.1 Propionibacterium acnes
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Famili : Propionibacteriaceae

14
Genus : Cutibacterium (formerly: Propionibacterium)
Spesies : Cutibacterium acnes (sinonim: Propionibacterium acnes)
Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob gram positif
berbentuk batang yang akan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak folikel
pilosebaceous menghasilkan lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan
neurimidase yang berperan dalam proses inflamasi. Bakteri ini sudah ada sejak
bayi dengan jumlah sedikit dan bertambah banyak saat memasuki usia pubertas
berkaitan dengan meningkatnya produksi sebum pada folikel sebasea sebab
Propionibacterium acnes mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak
jenus yang menyebabkan sebum menjadi padat. (Harahap dalam Hafsari dkk,
2015). Kulit merupakan habitat utama dari Propionibacterium acnes, namun juga
dapat ditemukan di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran telinga luar
(Mollerup dkk, 2016).

2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri


Menurut Pratiwi (2008) terdapat empat macam fase pertumbuhan bakteri,
antara lain yaitu:
a. Fase Lag (Fase Adaptasi)
Fase Lag merupakan fase penyesuaian bakteri pada suatu
lingkungan yang baru. Lama fase lag pada bakteri sangat bervariasi,
tergantung pada kondisi, jumlah awal bakteri, serta media
pertumbuhan. Ciri fase ini ialah tidak adanya pertambahan jumlah sel,
yang ada hanyalah pertambahan ukuran sel.
b. Fase Logaritma/Eksponensial
Fase logaritma atau fase eksponensial adalah suatu kondisi ketika
bakteri tumbuh dan membelah dengan terjadinya periode pertumbuhan
yang cepat tergantung pada sifat media, genetika bakteri, dan kondisi
pertumbuhan. Apabila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis maka
akan menyebabkan hasil metabolisme yang bersifat toksik akan
tertimbun sehingga pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan.

15
c. Fase Stasioner
Fase stasioner terjadi ketika pertumbuhan bakteri terhenti dan
adanya keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan
jumlah sel yang mati. Hal ini disebabkan oleh kadar nutrisi yang
berkurang dan terjadi akumulasi produk toksik sehingga mengganggu
pembelahan sel. Pada banyak kasus, pergantian sel terjadi pada fase
stasioner.
d. Fase Kematian
Pada fase kematian, jumlah sel yang mati akan meningkat
disebabkan oleh ketiadaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang
bersifat toksik.

2.5 Media Pertumbuhan Bakteri


Media adalah campuran nutrisi atau zat makanan yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk dapat tumbuh, seperti yaitu sumber energi (gula), vitamin, karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), phospor (P), besi (Fe), dan
magnesium (Mg). Media juga dapat mengandung bahan tambahan lain seperti
indikator phenol red. Selain untuk menumbuhkan bakteri, media juga diperlukan
untuk isolasi dan inokulasi bakeri serta untuk uji fisiologi dan biokimianya.
Adapun media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ialah yang sesuai
karakteristik berikut: media harus mengandung air untuk menjaga kelembaban
dan untuk pertukaran zat atau metabolisme, serta mengandung sumber karbon,
mineral, vitamin dan gas, tekanan osmotik harus isotonik, pH yang pada
umumnya netral tapi ada juga yang bersifat alkali, temperatur harus sesuai dan
kondisi harus steril. Sifat media pembenihan yang ideal adalah mampu
memberikan pertumbuhan yang baik untuk ditanami bakteri, mendorong
pertumbuhan yang cepat, harga terjangkau, mudah dibuat kembali, dan mampu
memperlihatkan sifat khas mikroba yang diinginkan (Yusmaniar dkk, 2017).

2.6 Uji Aktivitas Antibakteri


Tujuan pengukuran aktivitas antibakteri adalah untuk menentukan potensi
suatu zat yang diduga atau telah memiki aktivitas sebagai antibakteri dalam
larutan terhadap suatu bakteri (Brooks dkk, 2013), selain itu pengujian antibakteri

16
juga berguna untuk memperoleh suatu sistem pengobatan yang efektif dan tepat
(Pratiwi, 2008). Macam-macam metode uji aktivitas antibakteri antara lain:
1. Metode Pengenceran Agar
Metode pengenceran Agar sangat cocok untuk pemeriksaan
sekelompok besar isolat versus rentang konsentrasi antimikroba yang
sama. Kelemahan metode ini yaitu hanya dapat digunakan untuk isolasi
tipe organisme yang dominan dalam populasi campuran (Brooks dkk,
2013).
2. Metode Difusi (Disc Diffusion)
Metode disc diffusion (tes Kirby-Bauer) digunakan untuk
menentukan aktivitas agen antibakteri. Piringan yang berisi agen
antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area
jernih pada permukaan media Agar mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba (Pratiwi, 2008).
3. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair dan dilusi
padat.
a. Metode Dilusi Cair
Metode ini mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM
(Kadar Bakterisidal Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan
membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang
ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada
kadar kecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji
ditetapkan sebagai KHM, selanjutnya larutan tersebut dikultur ulang
pada media cair tanpa penambahan bakteri uji atau agen antibakteri
dan diinkubasi selama 24 jam. Media cair yang terlihat jernih setelah
diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode Dilusi Padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi

17
agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji
beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

2.7 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis mikroorganisme
hidup yang terdapat pada suatu benda. Agen kimia untuk sterilisasi disebut
sterilant. Efisiensi metode sterilisasi dan efektivitas agen antimikroba dipengaruhi
oleh ukuran populasi, komposisi populasi, konsentrasi agen antimikroba, lama
paparan, temperatur, dan lingkungan sekitar. Metode sterilisasi umumnya dibagi
menjadi dua, yaitu metode sterilisasi fisika dan metode sterilisasi kimia (Pratiwi,
2008).

2.7.1 Metode Sterilisasi Fisika


Menurut Pratiwi (2008), metode sterilisasi secara fisika terbagi atas 5 cara,
antara lain yaitu:
a. Sterilisasi Panas Basah
Metode sterilisasi panas basah menggunakan uap air pada suhu
115-134 °C dan digunakan untuk bahan yang resisten atau tahan terhadap
kelembapan. Sterilisasi ini dilakukan dengan perebusan dengan uap air
mendidih diatas suhu 100 °C selama 10 menit menggunakan suatu alat
yang disebut autoklaf. Prinsip kerja autoklaf ialah terjadinya koagulasi
yang lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan dengan keadaan
kering sehingga dapat membunuh mikroorganisme dengan cara
mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel
bakteri, serta membunuh endospora bakteri.
b. Sterilisasi Panas Kering
Metode sterilisasi panas kering digunakan untuk bahan yang
sensitif terhadap kelembapan pada suhu 160-180 °C. Sterilisasi ini
bertujuan untuk mematikan organisme dengan cara mengoksidasi
komponen sel atau mendenaturasi enzim dengan lama sterilisasi sekitar 2-
3 jam. Terdapat dua metode sterilisasi panas kering yaitu: insinerasi
menggunakan api Bunsen, dan dengan udara panas dar oven dengan suhu
160-170°C.

18
c. Filtrasi
Metode sterilisasi dengan cara penyaringan atau filtrasi digunakan
untuk bahan yang sensitif terhadap panas, seperti enzim. Proses sterilisasi
ini menggunakan membran filter yang terbuat dari selulosa asetat. Adapun
filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) contohnya LAF (Laminar
Air Flow) digunakan untuk menyaring udara sehingga bebas debu dan
bakteri.
d. Radiasi
Metode sterilisasi dengan radiasi menggunakan sinar UV atau
dengan metode ionisasi. Steriliasi sinar UV dilakukan untuk proses
sterilisasi kabiet atau ruangan, sedangkan sterilisasi dengan ionisasi
digunakan untuk bahan yang tidak dapat disterilisasi menggunakan panas.
e. Desikasi
Desikasi atau pengeringan adalah metode sterilisasi dengan
penghilangan kandungan air. Mikroorganisme harus tumbuh di lingkungan
yang lembap, sehingga ketiadaan air akan menghambat pertumbuhannya.

2.7.2 Metode Sterilisasi Kimia


Metode sterilisasi secara kimia digunakan untuk bahan-bahan yang akan
rusak apabila disterilkan pada suhu tinggi. Metode sterilisasi kimia dapat
dilakukan dengan menggunakan gas.. Adapun bahan kimia yang digunakan untuk
sterilisasi gas yaitu etilen oksida, gas formaldehid, asam parasetat, dan
glutaraldehid alkalin. Sterilisasi dengan cara kimia dapat juga dilakukan dengan
penggunaan cairan disinfektan seperti senyawa aldehid, hipoklorit, fenolik, dan
alkohol (Pratiwi, 2008).

19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan


metode eksperimental yang meliputi tahapan penyiapan alat dan bahan,
pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan
ekstrak, dan pengujian aktivitas antibakteri. Parameter yang akan diamati yaitu
besarnya daerah hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efek antibakteri kulit buah markisa ungu terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes dengan menggunakan metode difusi cakram (Tes Kirby-
Bauer).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu

Penelitian ini dilakukan di bulan Juni sampai dengan Agustus 2021.

3.2.2 Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sari


Mutiara Indonesia Medan, Sumatera Utara.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah, yaitu: blender,
neraca analitik, tabung reaksi, beaker glass, batang pengaduk, hot plate, magnetic
stirrer, autoclave, jarum ose, bunsen, kapas lidi steril, rotary evaporator, vortex,
cawan petri, penggaris, mikroskop, mikropipet, pipet tetes, object glass dan cover
glass, gelas ukur, jangka sorong, pinset, Laminar Air Flow (LAF), inkubator,
kertas perkamen, kertas saring, dan kertas cakram.

20
3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ekstrak
kulit buah markisa ungu, Propionibacterium acnes, media Mueller Hinton Agar
(MHA), larutan McFarland, aquadest, Dimetil Sulfoksida (DMSO), NaCl 0,9%,
etanol 96%, kontrol positif yaitu antibiotik klindamisin, dan kontrol negatif yaitu
DMSO.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kulit buah markisa ungu yang
terdapat di Berastagi, Karo, Sumatera Utara.

3.4.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah markisa
ungu yang diperoleh dari Berastagi, Karo, Sumatera Utara. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive dengan kriteria pemilihan yaitu buah markisa ungu
yang matang dan segar sebab kandungan fitokimia yang ada di dalamnya
cenderung lebih baik dalam kondisi matang. Buah markisa yang sudah
dibersihkan dari pengotor dipisahkan dari isi buahnya dan hanya diambil bagian
kulitnya. Kulit buah markisa ungu selanjutnya dipotong untuk mempermudah
proses pengeringan.

3.5 Pembuatan Simplisia

Sebanyak 7 kilogram sampel buah markisa ungu dicuci bersih


menggunakan air mengalir, ditiriskan, dan dibersihkan dari isi buahnya,
selanjutnya kulit buah markisa ungu dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil,
kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 1-2 hari lalu
dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia menjadi kering. Setelah
itu, simplisia dihaluskan dengan cara diblender hingga menjadi serbuk halus lalu
dapat simpan di wadah yang kering dan tertutup rapat. Simplisia dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama dengan memperhatikan faktor-faktor seperti suhu,
intensitas cahaya matahari, oksidasi, kontaminasi, kapang, dan sebagainya.

21
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan secara


makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak
larut dalam asam, penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan
kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol.

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik simplisia dilakukan dengan mengamati bentuk,


bau, warna, dan rasa dari kulit buah markisa ungu.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan cara serbuk simplisia


diletakkan diatas object glass dan ditetesi dengan kloralhidrat lalu ditutup dengan
cover glass untuk selanjutnya diamati bentuk mikroskopisnya di bawah
mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia kulit buah
markisa ungu dilakukan dengan mengamati bentuk jaringan parenkim, sel
minyak, sel batu, fragmen berkas pembuluh, dan serabut sklerenkim.

3.6.3 Penetapan Kadar Abu

Sebanyak 2 gram zat yang sudah digerus dan ditimbang, dimasukkan ke


dalam kurs platina atau silikat yang sudah dipijar dan ditara, lalu ratakan. Pijarkan
perlahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Apabila arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, lalu saring dengan kertas saring bebas abu.
Pijarkan sisa dan kertas saring dalam kurs yang sama, masukkan filtrat ke dalam
kurs, uapkan, lalu pijarkan hingga bobot tetap dan ditimbang. Hitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).

3.6.4 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu, selanjutnya dididihkan


dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak
larut dalam asam, saring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

22
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam
asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).

3.6.5 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi. Masukkan sebanyak


200 ml toluen ke dalam labu, tuang toluen ke dalam tabung penerima melalui alat
pendingin. Panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai
mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga
sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4
tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan
toluen. Kemudian lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung
penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, baca volume air, dan hitung kadar air dalam persen (Depkes RI, 1989).

3.6.6 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5 gram serbuk dengan


100 ml air kloroform, dengan labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama
6 jam pertama kemudian di biarkan selama 18 jam. Selanjutnya saring, dan
uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara, panaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara (Depkes RI, 1989).

3.6.7 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Keringkan serbuk di udara, maserasi selama 24 jam 5 gram serbuk dengan


100 ml etanol 96%, dengan labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6
jam pertama kemudian di biarkan selama 18 jam. Selanjutnya saring dengan cepat
untuk menghindari terjadinya penguapan etanol 96%, dan uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa
pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam etanol 96%, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1989).

23
3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak kulit buah


markisa ungu untuk memeriksa metabolit sekunder yang terkandung dalam kulit
buah markisa ungu baik dalam bentuk simplisia maupun ekstrak. Adapun tujuan
dilakukan skrining fitokimia adalah untuk mengidentifikasi kandungan senyawa
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan
steroid/triterpenoid yang terdapat pada suatu bahan alam serta merupakan langkah
pendahuluan yang dapat memberikan gambaran mengenai senyawa tertentu dalam
suatu bahan alam yang akan diteliti (Kristianti dalam Vifta dan Advistasari,
2018).

3.8 Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi. Sebanyak 300


gram serbuk simplisia direndam dengan 3 liter etanol 96%, aduk hingga homogen
dan diamkan selama 24 jam. Selanjutnya cairan disaring menggunakan kertas
saring. Proses penyarian diulangi sampai 3 kali, kemudian seluruh cairan
dikumpulkan dan disaring (Warnida dkk, 2018).

3.8.1 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak

Cairan yang sudah disaring selanjutnya diuapkan dengan rotary


evaporator pada suhu 40°-50° Celcius hingga diperoleh ekstrak kental dan etanol
teruapkan seluruhnya. Larutan ekstrak kemudian dilarutkan dengan DMSO dan
diaduk sehingga didapatkan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, dan 20% untuk
mengetahui konsentrasi minimum dan konsentrasi maksimum yang dapat
memberikan aktivitas antibakteri.

- Konsentrasi 1% = 0,05 gram ekstrak kental dilarutkan dengan DMSO


hingga volumenya menjadi 5 ml.
- Konsentrasi 5% = 0,25 gram ekstrak kental dilarutkan dengan DMSO
hingga volumenya menjadi 5 ml.

24
- Konsentrasi 10% = 0,5 gram ekstrak kental dilarutkan dengan DMSO
hingga volumenya menjadi 5 ml.
- Konsentrasi 15% = 0,75 gram ekstrak kental dilarutkan dengan DMSO
hingga volumenya menjadi 5 ml.
- Konsentrasi 20% = 1 gram ekstrak kental dilarutkan dengan DMSO
hingga volumenya menjadi 5 ml.

3.9 Sterilisasi Alat dan Media

Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121


°C dengan tekanan 2 atm selama 30 menit, sedangkan untuk media dilakukan
selama 15 menit (Warnida dkk, 2018).

3.10 Pembuatan Media

Media yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah media MHA
(Mueller-Hinton Agar) yang dibuat dengan cara melarutkan 1 gram media dengan
air lalu dipanaskan menggunakan hot plate hingga homogen, kemudian disterilkan
menggunakan autoclave. Untuk media agar miring yang digunakan untuk
inokulasi bakteri, diambil sebanyak 5 ml media MHA dituang ke dalam tabung
reaksi steril dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruang hingga memadat pada
kemiringan 45° (Warnida dkk, 2018).

3.11 Peremajaan Bakteri

Koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose yang sudah dipijar
di atas lampu bunsen, kemudian ditanamkan pada media Agar miring dan
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam (Warnida dkk, 2018).

3.12 Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri stain murni Propionibacterium acnes disuspensikan dengan cara


menambahkan larutan NaCl 0,9% dalam tabung reaksi lalu di vortex sampai
mendapatkan kekeruhan yang sesuai dengan kekeruhan McFarland 0,5 untuk
mendapatkan bakteri sebanyak 10/ml, bandingkan dengan cara memegang kedua
tabung secara berdampingan dengan latar kertas putih. Apabila kurang keruh,

25
tambahkan suspensi dengan koloni bakteri, sedangkan apabila terlalu keruh
tambahkan NaCl 0,9% sampai mendapatkan kekeruhan yang sama (Anabel dkk,
2020). Adapun standar kekeruhan McFarland yang digunakan dalam penelitian
ini dibuat dengan cara dipipet larutan BaCl2 1% sebanyak 0,05 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, selanjutnya dipipet larutan H 2SO4 1%
sebanyak 9,95 ml ke dalamnya, kemudian larutan di vortex hingga tercampur
sempurna (Rosmania dan Yanti, 2020).

3.13 Pengujian Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Cakram (Kirby-Bauer


Test)

Pengujian aktivitas antibakteri kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis


Sims) terhadap Propionibacterium acnes dilakukan dengan menggunakan metode
difusi cakram kertas dengan perlakuan konsetrasi 1%, 5%, 10%, 15% dan 20%,
serta dalam uji ini ditambahkan kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif
menggunakan cakram yang berisi antibiotik Klindamisin, dan kontrol negatif
menggunakan DMSO. Pengujian aktivitas antibakteri ini menggunakan teknik
tuang yaitu dengan cara meneteskan 1 ml suspensi sel ke dalam cawan petri
kosong secara aseptis, kemudian menuangkan media yang masih hangat ke cawan
yang telah berisi suspensi bakteri kemudian tutup. Lalu, campuran media dan
suspensi dihomogenkan dengan cara digoyangkan memutar membentuk angka
delapan. Kemudian dilakukan perendaman kertas cakram pada larutan ekstrak
kulit buah markisa ungu yang akan diuji dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%
dan 20%, kertas cakram juga direndam pada kontrol positif dan kontrol negatif.
Kertas cakram selanjutnya diangkat dengan menggunakan pinset steril dari larutan
uji ekstrak, kontrol positif, dan kontrol negatif sampai tidak menetes lagi dari
kertas cakram, selanjutnya kertas cakram diletakkan di atas media MHA (Mueller-
Hinton Agar). Bakteri yang sudah ditanamkan dalam media dimasukkan ke dalam
inkubator pada suhu 37 °C untuk diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam,
aktivitas antibakteri diamati berdasarkan terbentuknya zona hambat yaitu daerah
bening di sekitar cakram, lalu diukur menggunakan jangka sorong atau penggaris
milimeter untuk mendapatkan nilai zona hambat (Lustina dkk, 2018; Anabel dkk,
2020; Mayefis dkk, 2020).

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakteristik Simplisia


4.1.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik
Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopik sampel segar kulit buah
markisa ungu memiliki tekstur yang lunak dan rasa pahit, berwarna ungu
kehitaman dengan permukaan bagian dalam berwarna putih, sedangkan dari
pemeriksaan makroskopik simplisia kulit markisa ungu memiliki warna coklat
ungu kehitaman, dengan bau yang khas serta memiliki tekstur yang keras seperti
batu dengan permukaan yang mengkerut dengan rasa pahit kelat. Tujuan
dilakukannya pemeriksaan makroskopik ini ialah untuk melihat dan menentukan
ciri khas dari simplisia berdasarkan kesesuaian bentuk dan ciri khasnya
berdasarkan literatur. Hasil dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 47.

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik


Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia kulit markisa
ungu, menunjukkan adanya rambut penutup, jaringan parenkim dengan sel
minyak dan sel batu, fragmen berkas pembuluh, parenkim sekresi, dan jaringan
pengangkut. Tujuan dilakukannya pemerikaan mikroskopik simplisia ialah untuk
mengamati fragmen pengenal yang merupakan komponen spesifik penyusun
simplisia untuk dapat diidentikasi dibawah mikroskop. Hasil dapat dilihat pada
lampiran 2, halaman 48.

4.1.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristisasi Simplisia


Hasil pemeriksaan karakterisasi kulit buah markisa ungu dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi kulit buah markisa ungu (Passiflora
edulis Sims)
No. Parameter Hasil (%)
1. Kadar Abu 12,53
2. Kadar Abu Tidak Larut Asam 3,8

27
3. Kadar Air 11
4. Kadar Sari Larut Air 37,8
5. Kadar Sari Larut Etanol 43,3

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Tabel 4.1, hasil penetapan kadar abu
dari simplisia kulit buah markisa ungu yaitu 12,53%. Tujuan dari dilakukannya
pemeriksaan kadar abu pada simplisia adalah agar dapat memberikan gambaran
mengenai kandungan baik internal ataupun eksternal yang berasal dari proses
awal hingga terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Menurut WHO (WHO,
1998), penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
anorganik seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca), natrium (Na), dan kalium (K)
dalam simplisia. Manusia membutuhkan senyawa seperti magnesium (Mg) dan
kalsium (Ca) untuk pertumbuhan tulang, sedangkan natrium (Na) dan kalium (K)
dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh (Utami dkk, 2020). Tinggi
rendahnya kadar abu menunjukkan seberapa besar kandungan mineral dalam
simplisia, sehingga semakin tinggi kadar abu maka semakin besar pula kandungan
mineral dalam bahan tersebut (Utami dkk, 2017).
Dari haril pemeriksaan karakterisasi kadar abu tidak larut asam diperoleh
hasil sebesar 3,8%. Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk melihat
adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut dalam asam dari suatu
bahan. Tingginya pesentase kadar abu yang tidak larut asam ini menunjukkan
kandungan silikat yang berasal dari tanah atau pasir, tanah dan unsur logam perak,
timbal dan merkuri (Utami dkk, 2020). Penetapan kadar abu tidak larut asam
bertujuan unruk mengetahui jumlah kadar abu yang diperoleh dari faktor eksternal
seperti pengotor yang berasal dari tanah atau pasir (Depkes RI, 2020).
Kadar air yang diperoleh dari pemeriksaan karakterisasi simplisia kulit
buah markisa ungu ialah sebesar 11%, hasil ini tidak sesuai dengan persyaratan
persentase kadar air dalam simplisia yaitu < 10%. Menurut standar WHO, kadar
air tidak boleh melebihi 10% karena dapat mendorong pertumbuhan mikroba
sehingga menyebabkan turunnya mutu simplisia (WHO, 1998). Kadar air yang
sesuai dengan aturan standar bertujuan untuk menghindari pertumbuhan jamur
yang cepat pada ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997). Penetapan kadar air

28
bertujuan untuk menetapkan residu air setelah proses pengeringan (Utami dkk,
2020). Tingginya kadar air yang terdapat dalam simplisia dapat menyebabkan
tumbuhnya mikroba sehingga dapat menurunkan stabilitas simplisia (Saifudin
dkk, 2011). Kadar air yang tinggi dapat disebabkan oleh pengeringan yang kurang
optimal serta absorpsi air ke dalam ekstrak pada saat proses penyimpanan akibat
lingkungan yang lembab (Prasetyo dan Inoriah, 2013; Saifudin dkk, 2011).
Pada hasil penetapan kadar sari yang larut dalam air diperoleh persentase
sebesar 37,8%. Penetapan kadar sari larut air bertujuan sebagai perkiraan
banyaknya kandungan senyawa yang aktif bersifat polar yaitu yang larut dalam
pelarut air (Utami dkk, 2020). Adapun penetapan kadar sari larut etanol bertujuan
untuk mengetahui kadar senyawa yang larut dalam etanol, baik senyawa yang
bersifat polar maupun non polar (Saifudin dkk, 2011). Dari pemeriksaan
karakterisasi kadar sari larut etanol, diperoleh hasil sebesar 43,3%. Persentase
kadar sari yang larut dalam etanol lebih besar daripada kadar sari yang larut dalam
air, hal ini menunjukkan bahwa jumlah senyawa kulit buah markisa ungu yang
terlarut dalam etanol lebih besar daripada yang terlarut dalam air. Hal ini
disebabkan karena etanol merupakan pelarut universal sehingga dapat melarutkan
hampir seluruh senyawa organik yang terdapat pada simplisia (Noviyanti dalam
Febrianti dkk, 2019).
Monografi mengenai simplisia dari kulit buah markisa ungu (Passiflora
edulis Sims) belum termuat dalam buku Materia Medika Indonesia (MMI) dan
buku Farmakope Herbal Indonesia (FHI) sehingga diperlukan pembaruan secara
nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia kulit buah markisa ungu.
Perhitungan karakterisasi simplisia kulit buah markisa ungu yang meliputi
penetapan kadar abu, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar air,
penetapan kadar sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol dapat dilihat
pada lampiran 3, halaman 51.

4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak


Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit buah
markisa ungu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

29
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit buah
markisa ungu (Passiflora edulis Sims)
No. Golongan Senyawa Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis
Sims)
Serbuk Simplisia Ekstrak
1. Alkaloid - -
2. Flavonoid + +
3. Terpenoid + +
4. Steroid + +
5. Saponin + -
6. Tanin + +
Keterangan:
(+) = Positif mengandung golongan senyawa
(-) = Negatif mengandung golongan senyawa
Berdasarkan hasil skrining fitokimia tersebut, dapat dilihat bahwa serbuk
simplisia kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) mengandung golongan
senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan
tanin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dkk (2018;
2019), yang menunjukkan bahwa pada serbuk simplisia kulit buah markisa ungu
(Passiflora edulis Sims) mengandung senyawa metabolit sekunder seperti
flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan tanin.

Adapun pada ekstrak etanol kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis
Sims) mengandung golongan senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid,
terpenoid, steroid, dan tanin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Osma dkk (2013), yang menunjukkan bahwa saponin tidak terdapat dalam
ekstrak etanol etanol buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims). Hasil skrining
fitokimia dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 53.

30
Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas antibakteri dan antivirus (Anabel dkk, 2020). Senyawa
flavonoid yang terdapat pada kulit buah markisa ungu, memiliki sejumlah besar
aktivitas di alam, antara lain adalah sebagai bahan antimikroba, molekul sinyal,
dan metabolit stress (Kar, 2009). Senyawa flavonoid dapat mengganggu fungsi
membran sitoplasma bakteri (Anabel dkk, 2020). Flavonoid pada markisa ungu
selain sebagai zat antioksidan, juga memberikan aktivitas antiinflamasi (Johnson
dkk, 2008). Steroid dan terpenoid memiliki aktivitas anibakteri yang telah banyak
dilaporkan aktivitas antibakterinya pada sejumlah bakteri (Nugraha dkk, 2018).
Mekanisme kerja saponin sebagai senyawa yang menghambat aktivitas antibakteri
yaitu dengan mengurangi tegangan permukaan yang mengakibatkan kebocoran sel
dan pelepasan senyawa intrasel (Nugraha dkk, 2019). Tanin bersifat antiseptik dan
antibakteri, serta dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada kulit
(Johnson dkk, 2008). Aktivitas tanin sebagai zat antimikroba memiliki
kemampuan untuk membentuk ikatan kompleks dengan dinding sel bakteri
sehingga bakteri menjadi lisis (Sujatmiko dalam Mayefis dkk, 2020). Senyawa
antimikroba nabati memiliki potensi terapeutik yang sangat besar sebab dapat
digunakan tanpa efek samping yang sering dikaitkan dengan antimikroba sintetik
(Johnson dkk, 2008).

Tujuan dilakukannya skrining terhadap serbuk simplisia dan ekstrak ialah


untuk memastikan keberadaan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
simplisia dan pada ekstrak kulit buah markisa ungu setelah proses ekstraksi. Pada
serbuk simplisia dan ekstrak, tidak ditemukan adanya kandungan alkaloid pada
kulit buah markisa ungu, serta tidak ditemukan adanya kandungan saponin pada
ekstrak kulit buah markisa ungu, namun aktivitas antibakteri yang terkandung di
dalamnya terdapat pada golongan metabolit sekunder yang lain, seperti flavonoid,
terpenoid, steroid, dan tanin. Selain itu, pada kulit buah markisa ungu juga
mengandung senyawa Passicol sebagai agen antibakteri.

4.3 Hasil Pengolahan Simplisia

Sampel kulit buah markisa ungu segar sebanyak 5 kg dikeringkan dan


diperoleh berat kering kulit buah markisa ungu sebesar 300 gram. Adapun

31
rendemen simplisia kulit buah markisa ungu yang dihasilkan adalah sebesar 6%.
Pengeringan simplisia kulit buah markisa ungu dilakukan dengan cara dikering-
anginkan selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering. Hasil perhitungan
rendemen simplisia kulit buah markisa ungu dapat dilihat pada lampiran 5,
halaman 57.

4.4 Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis
Sims)

Simplisia kulit buah markisa ungu sebanyak 300 gram dimaserasi


menggunakan 3 liter etanol 96% selama 5 hari, kemudian ekstrak dipekatkan
menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40-50 °C sehingga didapatkan berat
ekstrak sebesar 28,15 gram. Rendemen ekstrak kulit buah markisa ungu yang
diperoleh ialah sebesar 9,38%. Hasil perhitungan rendemen ekstrak kulit buah
markisa ungu dapat dilihat pada lampiran 6, halaman 58.

4.5 Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora
edulis Sims)

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis
Sims) menggunakan media Muller-Hinton Agar (MHA). Pemilihan media MHA
dikarenakan media ini mengandung pati yang bersifat menyerap racun yang
dikeluarkan oleh bakteri dan tidak mengganggu aktivitas antibiotik sehingga
semua bakteri dapat tumbuh (Lustina dkk, 2018). Pengujian aktivitas antibakteri
ekstrak kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) menggunakan variasi
konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Digunakan klindamisin 0,1% sebagai
kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif. Setelah diinkubasi selama 24
jam, zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes
dihitung menggunakan jangka sorong sebagai respon terhadap konsentrasi ekstrak
dan larutan kontrol. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu
(Passiflora edulis Sims) dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

32
Tabel 4.3 Hasil pengujian daya hambat terhadap bakteri Propionibacterium
acnes

Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm) Respon Hambat


I II III Rata-Rata Pertumbuhan*
1% 20,6 21,2 21,5 21,1 Sangat Kuat
5% 19,7 20,5 14,5 18,2 Kuat
10% 17,7 16,1 15,0 16,3 Kuat
15% 16,6 14,5 16,7 15,9 Kuat
20% 16,1 16,6 18,3 17 Kuat
Kontrol (+) 11,2 11,0 11,6 11,3 Kuat
Kontrol (-) - - - - -

*
= Klasifikasi respon hambat pertumbuhan bakteri menurut Davis & Stout
(1971).

Kontrol (+) dan Kontrol (-) Pengulangan I

33
Pengulangan II Pengulangan III
Gambar 4.1 Hasil pengujian daya hambat terhadap bakteri Propionibacterium
acnes

Dilihat dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 diatas, ekstrak kulit buah markisa
ungu (Passiflora edulis Sims) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acnes. Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa seluruh
konsentrasi ekstrak kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) memiliki
zona hambat yang terlihat berbeda dalam berbagai variasi konsentrasi. Pada
konsentrasi 1% memiliki rata-rata zona hambat sebesar 21,1 mm, pada
konsentrasi 5% memiliki rata-rata zona hambat sebesar 18,2%, pada konsentrasi
10% memiliki rata-rata zona hambat sebesar 16,3 mm, pada konsentrasi 15%
memiliki rata-rata zona hambat sebesar 15,9 mm, dan pada konsentrasi 20%
menunjukkan rata-rata zona hambat sebesar 17 mm. Pada kontrol positif
menunjukkan rata-rata zona hambat sebesar 11,3 mm, sedangkan pada kontrol
negatif tidak menunjukkan zona hambat.
Zona hambat menunjukkan sensitivitas antibakteri ekstrak kulit buah
markisa ungu (Passiflora edulis Sims) dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acnes. Diameter hambat terkecil yaitu terdapat pada
konsentrasi 15% dengan diameter rata-rata sebesar 15,9 mm yang tergolong
dalam kategori daya hambat kuat, sedangkan diameter hambat terbesar yaitu
terdapat pada konsentrasi 1% dengan diameter rata-rata sebesar 21,1 mm yang

34
tergolong dalam kategori sangat kuat. Hasil yang hampir serupa juga terdapat
pada penelitian yang dilakukan oleh Hafsari dkk (2015), pada konsentrasi
terendah yaitu 1% memiliki zona hambat yang paling besar dibandingkan dengan
zona hambat konsentrasi ekstrak lain pada konsentrasi 2%, 3%, dan 4% dengan
diameter hambat yaitu 9 mm. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, semakin
tinggi konsentrasi ekstrak tidak selalu menghasilkan diameter hambat yang
semakin besar pula. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jusuf dkk (2020),
menggunakan ekstrak etanol biji buah markisa ungu terhadap Propionibacterium
acnes menunjukkan respon daya hambat terbesar yang termasuk dalam kategori
kuat yaitu pada konsentrasi 40% dengan diameter 16 mm. Perbedaan zona hambat
ini terletak pada konsentrasi dan bagian buah yang digunakan. Pada penelitian
ini, ekstrak kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) walaupun dengan
konsentrasi terendah yaitu 1%, sudah menunjukkan daya hambat yang sangat
kuat, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Jusuf dkk (2020), pada
konsentrasi terendah yaitu 1,25% memiliki daya hambat sedang dengan diameter
hambat 6 mm. Adapun pada penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dkk (2019)
menggunakan kulit buah markisa ungu yang diujikan dengan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli menunjukkan zona hambat terbesar
pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter hambat rata-rata yaitu 20,46 mm
dan 20,43 mm yang termasuk dalam kategori sangat kuat. Perbedaan pada
penelitian ini terletak pada konsentrasi dan bakteri uji yang digunakan.
Perbedaan zona hambat antara Propionibacterium acnes dengan
Staphylococcus aureus ialah dikarenakan Propionibacterium acnes merupakan
bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tetap dapat hidup walaupun tidak
memiliki kandungan oksigen di sekitar tempat hidupnya, sedangkan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri aerob yaitu bakteri yang tidak dapat
bertahan hidup ketika tidak ada oksigen di sekitarnya (Brooks dalam Mayefis dkk,
2020). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raimaya dkk (2014), yang
menunjukkan ekstrak markisa lebih aktif terhadap bakteri gram positif daripada
bakteri gram negatif yang ditunjukkan oleh zona hambat pada konsentrasi yang
bervariasi, pada bakteri gram negatif dinding selnya kurang permeabel terhadap
antimikroba karena kandungan lipidnya yang tinggi. Ekstrak markisa yang diuji

35
pada penelitian Raimaya dkk (2014), menunjukkan aktivitas antibakteri yang
potensial terhadap bakteri gram positif seperti L. monocytogenes, S. gallolyticus,
S. aureus, B. subtilis, dan B. cereus yang semuanya rentan terhadap ekstrak
markisa, yang dikaitkan dengan adanya membran tunggal yang membuat bakteri
gram positif ini lebih mudah untuk penetrasi aktif oleh senyawa tanaman. Bakteri
gram positif lebih rentan terhadap senyawa kimia daripada bakteri gram negatif
disebabkan karena struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana dan
memiliki lapisan tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga
memudahkan bahan bioaktif untuk masuk ke dalam sel, sedangkan struktur
dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dikarenakan memiliki 3 lapisan
yang terdiri dari lapisan terluar lipoprotein, lapisan tengah polisakarida yang
berperan sebagai barrier terhadap bahan bioaktif antibakteri, dan lapisan terluar
peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11-12%) (Nugraha 2018; 2019).
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kulit
buah markisa ungu berperan sebagai agen antibakteri. Flavonoid merupakan
senyawa antibakteri yang memiliki kemampuan mendenaturasi protein sel bakteri
dan merusak membran sel bakteri (Irsyad dalam Mayefis dkk, 2020). Flavonoid
merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan
peptidoglikan yang juga bersifat polar pada bakteri gram positif seperti
Propionibacterium acnes daripada lapisan lipid yang bersifat non polar, yang
mengakibatkan dinding sel dan membran sitoplasma bakteri dapat dirusak oleh
flavonoid (Iranshahi dkk, 2015).
Terpenoid disintes dari unit asetat dengan mekanisme kerja dalam
menghambat bakterinya ialah dengan melibatkan gangguan membran oleh
senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Triterpenoid sebagai antibakteri akan bereaksi
dengan porin yaitu suatu protein transmembran pada memran luar dinding sel
bakteri sehingga membentuk ikatan polimer kuat yang mengakibatkan rusaknya
porin. Porin yang rusak akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri
sehingga bakteri akan kekurangan nutrisi dan mati (Rizky dan Sogandi, 2018).
Steroid sebagai zat antibakteri bekerja dengan cara merusak membran lipid
bakteri sehingga terjadi kebcoran pada liposom sel bakteri. Steroid berinteraksi
dengan membran fosfolipid menyebabkan integritas membran menurun sehingga

36
morfologi membran sel terganggu yang mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis
(Ahmed, 2007). Mekanisme kerja tanin sebagai zat antimikroba ialah berkaitan
dengan kemampuannya untuk menonaktifkan adhesin mikroba, enzim, dan
transpor protein pada lapisan dalam sel (Cowan, 1999).
Tanin merupakan senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan
berpembuluh. Senyawa fenol dan turunannya merupakan salah satu agen
antibakteri yang bekerja dengan cara mengganggu fungsi membran sitoplasma.
Senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma
bakteri yang mengakibatkan bocornya metabolit yang penting dalam sistem enzim
bakteri, sedangkan fenol dalam konsentrasi tinggi dapat merusak membran
sitoplasma dan protein sel bakteri (Nugraha dkk, 2018; 2019). Senyawa fenol
dengan konsentrasi tinggi bekerja lebih baik dalam merusak sitoplasma sehingga
menyebabkan terjadinya pengendapan protein pada sel. Senyawa fenol juga
mampu mendenaturasi protein, hidrogen yang terbentuk menjadi ikatan fenol dan
protein dapat merusak struktur protein sehingga menyebabkan terganggunya
permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma sehingga ion atau
makromolekul dalam sel tidak seimbang dan menyebabkan sel bakteri mati
(Anabel dkk, 2020).
Aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap Propionibacterium acnes,
mungkin berasal dari kandungan passicol yang tinggi yang terdapat pada kulit
buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims). Hal ini diperkuat oleh Nicolls dkk
(1973) yang telah melaporkan isolasi senyawa antibakteri dan antijamur yang
diberi nama passicol dari buah markisa ungu. Passicol juga dapat dihasilkan dari
kulit buah markisa ungu yang merupakan limbah tak terpakai dari pembuatan sari
buah markisa. Passicol dapat menghambat pertumbuhan banyak mikroorganisme
seperti kapang, ragi, actinomycetes, bakteri gram positif, maupun bakteri gram
negatif secara in vitro, serta bersifat tidak toksik (Nicolls dkk, 1973).
Dari pengujian yang menggunakan klindamisin 0,1% sebagai kontrol
positif, didapatkan rata-rata zona hambat sebesar 11,3 mm yang termasuk dalam
kategori kuat, zona hambat ini tidak lebih besar daripada zona hambat terkecil
yang terdapat pada konsentrasi 15% yaitu sebesar 15,9 mm. Hal ini sama dengan
penelitian Lustina dkk (2018) yang menunjukkan bahwa zona hambat konsentrasi

37
ekstrak terendah yaitu 19,33 mm memiliki hasil yang lebih besar daripada zona
hambat kontrol positif yaitu 14,66 mm, artinya tidak semua konsentrasi tinggi
dapat memiliki zona hambat yang besar. Hasil ini juga didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jusuf dkk (2020), yang menunjukkan kontrol
positif (Klindamisin) memiliki zona hambat yang lebih kecil yaitu 8 mm
dibandingkan dengan konsentrasi 5% yang memiliki zona hambat sebesar 8,5
mm. Penelitian lain yang memiliki hasil serupa terdapat pada penelitian Mayefis
dkk (2020), yang menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak terkecil memiliki zona
hambat yang lebih besar daripada kontrol positif. Pemilihan antibiotik klindamisin
sebagai kontrol positif ialah karena klindamisin merupakan antibiotik
berspektrum luas yang efektif dalam menghambat bakteri gram positif dan gram
negatif, selain itu klindamisin merupakan antibiotik yang paling banyak
digunakan dalam pengobatan acne vulgaris dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis protein bakteri dengan cara terikat pada subunit 50S (Soemari dkk, 2018).
Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini ialah DMSO (Dimetil
Sulfoksida) yang merupakan pelarut yang digunakan sebagai pengencer dari
senyawa yang akan diuji. Tujuannya adalah sebagai baku pembanding untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pelarut terhadap bakteri yang diuji.
DMSO juga bersifat tidak toksik sehingga tidak memberikan daya hambat
pertumbuhan bakteri dan tidak akan mengganggu hasil pengamatan aktivitas
antibakteri (Utomo, 2018).
Perbedaan konsentrasi uji tentu akan memberikan hasil yang berbeda.
Namun, tidak berarti seluruh konsentrasi tinggi dapat memberikan zona hambat
yang besar, hal ini dibuktikan dalam penelitian ini yaitu pada konsentrasi 1%
dengan diameter rata-rata zona hambat sebesar 21,1 mm merupakan konsentrasi
terkecil dengan zona hambat terbesar. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin
pekat, sehingga semakin cepat pula berdifusi dengan bebas. Konsentrasi tinggi
juga tidak selalu berbanding lurus dengan aktivitas farmakologis, sebab dalam
obat, dosis tinggi tidak selalu memiliki efek terapi paling baik (Lustina dkk,
2018).
Pada penelitian ini, besar kecilnya diameter zona hambat yang dihasilkan
tidak selalu berbanding lurus dengan naiknya konsentrasi ekstrak kulit buah

38
markisa ungu, hal ini mungkin disebabkan oleh kekentalan ekstrak, karena
semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin rendah kelarutannya sehingga
dapat memperlambat kemampuan difusi ekstrak ke dalam media. Selain itu,
semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka kerapatan dari ekstrak juga akan semakin
tinggi sehingga menumpuk dan tidak mampu berdifusi ke media. Hasil ini juga
sesuai dengan Dianah dkk (2020) yang menunjukkan perbedaan kecepatan difusi
senyawa antibakteri dalam ekstrak mempengaruhi besar kecilnya diameter zona
hambat. Adapun faktor lain yang mempengaruhi diameter zona hambat pada
penelitian ini ialah keterbatasan alat pendukung penelitian. Bakteri uji yang
digunakan adalah Propionibacterium acnes yang merupakan bakteri anaerob
fakultatif sehingga media uji yang digunakan harus cocok dan sesuai untuk
bakteri yang digunakan, yaitu menggunakan media agar darah (BAP) seperti BBS
5% yang merupakan media selektif diferensial/enrichment yang bersifat anaerob,
menggunakan anaerogen kit dan anaerob indikator. Bakteri anaerob ini sebelum
disimpann di inkubator anaerob, harus disimpan di dalam anerobic jar yang
merupakan alat pengikat oksigen. Setelah disimpan di dalam anerobic jar, bakteri
yang sudah ditanam dalam media diinkubasi di dalam inkubator anaerob. Namun
karena keterbatasan alat pendukung penelitian, maka dalam penelitian ini
digunakan media umum yaitu media MHA dan langsung diinkubasi dengan
menggunakan inkubator aerob, sehingga hasil penelitian tidak begitu optimal
sebab konsetrasi terbaik belum bisa didapatkan karena membutuhkan perlakuan
yang lebih spesifik.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa buah markisa tidak memiliki efek
samping yang berbahaya. Studi toksisitas akut dan subakut in vivo menunjukkan
bahwa pemberian oral ekstrak etanol kulit buah markisa ungu mentah dengan
dosis 550 mg/kg tidak memiliki efek toksik pada tikus. Pemberian ekstrak air
daun markisa ungu juga aman bahkan pada dosis 2.000 mg/kg. Pola perilaku tikus
dan parameter hematologi tidak mengalami perubahan yang abnormal. Studi
subakut menunjukkan bahwa ekstrak air markisa ungu aman pada fungsi sumsum
tulang dan tidak bersifat hepatotoksik maupun nefrotoksik (Xirui He, 2020).

39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menggunakan ekstrak kulit
buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) terhadap bakteri Propionibacterium
acnes dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims)
memberikan aktivitas antibakteri yang baik terhadap Propionibacterium
acnes.
2. Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah markisa ungu
(Passiflora edulis Sims) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dengan
hasil terbaik ditunjunkkan pada konsentrasi 1% dengan rata-rata diameter
hambat sebesar 21,1 mm dibandingkan kontrol positif Klindamisin 0,1%
dengan rata-rata diameter hambat sebesar 11,3 mm.
3. Pada hasil karakterisasi simplisia kulit buah markisa ungu (Passiflora
edulis Sims) diperoleh hasil kadar abu sebesar 12,53%, kadar abu tidak
larut asam sebesar 3,8%, kadar air sebesar 11%, kadar sari larut air sebesar
37,8%, dan kadar sari larut etanol sebesar 43,3%.
4. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah markisa ungu
(Passiflora edulis Sims) mengandung metabolit sekunder seperti
flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan tanin; sedangkan pada ekstrak
kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims) mengandung metabolit
sekunder seperti flavonoid, terpenoid, steroid, dan tanin.

5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dengan variasi konsentrasi yang lebih tinggi terhadap ekstrak kulit buah
markisa ungu (Passiflora edulis Sims) serta melakukan pembuatan formulasi
sediaan gel anti acne dari ekstrak kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis
Sims).

40
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, B. (2007). Chemistry of Natural Products. New Delhi: Department of


Pharmaceutical Chemistry of Science. Faculty of Science. Jamia Hamdard.
Anabel, Wijaya, C.D, dan Lokanata, S. (2020). Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak
Kulit Buah Markisa Ungu. Healthy Tadulako Journal. Vol. 6, No. 3: hal.
79-85.
Asditya, A., dkk. (2019). Uji Kepekaan Antibiotik Oral terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes Pasien Akne Derajat Sedang Berat. Periodical of
Dermatology and Venerology. Vol. 31, No 3: hal. 128-135.
Brooks, G.F., dkk. (2013). Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology
26th ed. United States: McGraw Hill.
Brüggeman, H. (2010). Skin: Acne and Propionibancterium acne Genomics.
Handbook of Hydrocarbon and Lipid Microbiology.
Clatici, V.G., dkk. (2015). Propionibacterium acnes and Antibiotic Resistance-
Impact on Public Health. Romanian Journal of Clinical and Experimental
Dermatology. 2(4): hal. 242-247.
Corvec, S., dkk. (2019). Taxonomy and Phylogeny of Cutibacterium (Formely
Propionibacterium) acnes in Inflammatory Skin Diseases. Ann Dermatol
Venereol. 146(1):26-31.
Davis, W.W., dan Stout, T.R. (1971). Disc Plate Method of Microbiological
Antibiotic Assay. American Society for Microbiology. Vol. 22, No. 4: hal.
659-665.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Materia Medika Jilid V.
Depkes RI: Jakarta. Hal: 536-540.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI: Jakarta
Duke, J. A. (2009). Duke’s Handbook of Medicinal Plants of Latin America. Boca
Raton: CRC Press.
Diannah, P. N., dkk. (2020). Optimasi Ekstrak Kulit Ranting Srngon Terhadap
Pseudomonas sp, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Proteus sp. Jurnal
Inkofar. Vol 1, No. 2: Hal. 31-37.

41
Febrianti, D.W., dkk. (2019). Uji Kadar Sari Larut Air dan Kadar Sari Larut
Etanol Daun Kumpai Mahung (Eupathorium inulifolium H.B.&K). Juenal
Pharmascience. Vol. 06, No. 02: hal. 19-24.
Fox, L., dkk. (2016). Treatment Modalities for Acne. Molecules. 21(8), 1063: hal.
1-20.
Gurning, Vitania Rebecca. (2018). Formulasi dan Uji Anti-Aging Dari Sediaan
Masker Peel-Off yang mengandung Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims). Skripsi. Fakultas Farmasi USU Medan. Hal: 24.
Hafsari, A.R., dkk. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas
(Pluchea indica (L.) LESS.) Terhadap Propionibacterium acnes Penyebab
Jerawat. Journal of Sunan Gunung Djati State Islamic University (UIN).
Vol. IX, No. 1: hal. 141-161.
Hermanto, C., Indriani, N.L.P., dan Hadiati, S. (2013). Keragaman dan Kekayaan
Buah Tropika Nusantara. Jakarta: IAARD Press. Hal: 87.
Hindriatiani, R., dkk. (2017). Resistensi Antibiotik Propionibacterium acnes dari
Berbagai Lesi Kulit Akne Vulgaris di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung. MDVI. Vol. 43, No. 4: hal. 125-128.
James, W.D., Elston, D.M., dan Berger, T.G. (2011). Andrew’s Diseases of the
Skin (11th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier Inc.
Johnson, M., Maridas, M., dan Irudayaraj V. (2008). Preliminary Phytochemical
and Anti-Bacterial Studies on Passiflora edulis. Ethnobotanical Leaflets.
12: hal. 425-432.
Joy, P.P. (2010). Passion Fruit (Passion fruit edulis Sims): Passifloraceae. India:
Pineapple Research Station.
Jusuf, N.K., Putra, I.B., dan Dewi, N.K. (2020). Antibacterial Activity of Passion
Fruit (Passiflora edulis Sims var. edulis) Seeds Extract Against
Propionibacterium acnes. Clinical, Cosmetic and Investigational
Dermatology. 13: hal 99-104.
Kar, Ashutosh. (2009). Farmakognosi dan Farmakobioteknologi (Ed. 2 Vol. 1).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

42
Karsinah, R. C., Hutabarat, dan Manshur, A. (2010). Markisa Asam (Passiflora
edulis Sims) Buah Eksotik Kaya Manfaat. Iptek Hortikultura. No. 6 –
Agustus. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Hal: 3.
Liu, P.F dkk. (2015). Propionibacterium acnes in the Pathogenesis and
Immunotherapy of Acne Vulgaris. Current Drug Metabolism. Vol. 16, No.
1: hal. 1-10.
Lustina, R., Endah, S.R.N., dan Susanti. (2018). Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Propionibacterium
acnes dengan Metode Difusi Cakram. Pharmacoscript. Vol.1, No.1: hal. 29-
38.
Madelina, W., dan Sulistyaningsih. (2018). Review: Resistensi Antibiotik pada
Terapi Pengobatan Jerawat. Farmaka. Vol. 16, No. 2: hal.105-117.
Mayefis, D., Marliza, H., dan Yufiradani. (2020). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) Terhadap
Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat. Jurnal Riset Kefarmasian
Indonesia. Vol. 2, No. 1: hal. 35-41.
Mollerup, S., dkk. (2016). Propionibacterium acnes: Disease-Causing Agent or
Common Contaminant? Detection in Diverse Patient Samples by Next-
Generation Sequencing. Journal of Clinical Microbiology. Vol. 54, No. 4:
Hal. 980-987.
McLaughlin, J., dkk. (2019). Propionibacterium acnes and Acne vulgaris: New
Insights from the Integration of Population Genetic, Multi-Omic,
Biochemical and Host-Microbe Studies. Microorganisms. 7(5):128: hal. 1-
29.
Nicolls, J.M., Birner, J., dan Forsell, P. Passicol, an Antibacterial and Antifungal
Agent Produced by Passiflora Plant Species: Qualitative and Quantitative
Range of Activity. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. Vol. 3, No. 1:
hal. 110-117.
Nugraha, S.E., Achmad, S., dan Sitompul, E. (2018). Antibacterial Activity of
Ethanol Extract of Passion Fruit Pericarp (Passiflora edulis Sims) on
Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Indonesian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research. Vol. 01, No. 2: hal. 28-33.

43
Nugraha, S.E., Achmad, S., dan Sitompul, E. (2019). Antibacterial Activity of
Ethyl Acetate Fraction of Passion Fruit Peel (Passiflora edulis Sims) on
Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Indonesian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research. Vol. 02, No. 1: hal. 7-12.
Oon, H.H., dkk. (2019). Acne Management Guidelines by the Dermatological
Society of Singapore. Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. Vol.
12, No. 7: hal. 34-50.
Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Prasetyo, M.S., dan Inoriah, E. (2013). Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-
Obatan (Bahan Simplisia). Bengkulu: Badan Penelitian fakultas UNIB.
Raimaya, S.D., Bujang, J.S., dan Zakaria, M.H. (2014). Assessment of Total
Phenolic, Antioxidant, and antibacterial Activities of Passiflora edulis. The
Scientific World Journal. Vol. 2014: hal. 1-10.
Reis, L.C.R., dkk. (2018). Antioxidant Potential and Physicochemical
Characterization of Yellow, Purple and Orange Passion Fruit. Journal of
Food Science and Technology, 55(7), 2679-2691.
Rizky, T.A., dan Sogandi. (2018). Uji Aktivitas antibakteri dan Fraksi Daun Jati
(Tectona grandis Linn. F) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Indonesia
Natural Research Pharmaceutical Journal. Vol. 3, No. 1: hal. 93-105.
Rosmania, dan Yanti, Fitri. (2020). Perhitungan Jumlah Bakteri di Laboratorium
Mikrobiologi Menggunakan Pengembangan Metode Spektrofotometri. Jurnal
Penelitian Sains 22(2): hal. 76-86.
Saifudin, A., Rahayu, V., dan Teruna, H.Y. (2011). Standarisasi Mutu Simplisia
dan Ekstrak Bahan Obat Alam Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarker, S. D., Latif, Z., dan Gray, A.I., (2006). Natural Products Isolation (2nd
ed). New Jersey: Humana Press.
Shahid, W., dkk. (2013). Antibacterial Activity in Vitro of Medicinal Plants. Sky
Journal of Microbiology Research. Vol. 1(2): hal. 5-21.
Sibero, H.T., Putra, W.A., dan Anggraini, D.I. (2019). Tatalaksana Terkini Acne
Vulgaris. JK Unila. Vol. 3, No. 2: hal. 313-320.

44
Sinha, P., dkk. (2014). New Perspective on Antiacne Plant Drugs: Contribution to
Modern Therapeutics. Biomed Research International. Vol. 2014: hal. 1-19.
Soemarie, Y.B., dkk. (2018). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Glodokan Tiang (Polyalthia longifolia S.) terhadap Bakteri
Propionibacterium acnes. Jurnal Farmasi Lampung. Vol. 7, No.1: hal.15-
27.
Soetarno, S., dan Soediro, I.S. (1997). Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak
Bahan Obat Tradisional. Bandung: Presidium Temu Ilmiah Nasional
Bidang Farmasi.
Sudarso, D., Budiyanti, T., dan Sudjijo. (2006). Petunjuk Teknis Budidaya
Markisa. Sumatera Barat: Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Utami, Y.P., dkk. (2017). Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun
Leilem (Clerodendrum minahassae Teisjm & Binn.). Journal of
Pharmaceutical and Medicinal Sciences. 2(1): hal. 32-39.
Utami, Y.P., Sisang, S., dan Burhan, A. (2020). Pengukuran Parameter Simplisia
dan Ekstrak Etanol Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M. Sm) Asal
Kabupaten Enrekang Selatan. Original Article Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 24(1): gal. 5-10.
Vifta, R.L., dan Advistasari, Y.D. (2018). Skrining Fitokimia, Karakterisasi, dan
Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak dan Fraksi-Fraksi Buah Parijoto
(Medinilla speciosa B.). Prosiding Seminar Nasional Unimus. Vol. 1: hal. 8-
14.
Vilar, G.N., Filho, J.F.S., dan Santos, L.A. (2015). Quality of Life, Self-Esteem
and Phychosocial Factors in Adolescents with Acne Vulgaris.
Vora, J., Srivastava, A., dan Modi, H. (2017). Antibacterial and Antioxidant
Strategies for Acne Treatment through Plant Extracts. Informatics in
Medicine Unlocked. Hal: 1-12.
World Health Organization. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant
Materials.WHO: Switzerland. Hal: 33-35.
Xirui He, dkk. (2020). Passiflora edulis: An Insight into Current Researches on
Phytochemistry and Pharmacology. Frontiers in Pharmacology. Vol. 11:
hal. 1-16.

45
Yusmaniar, Wardiyah, dan Nida, K. (2017). Mikrobiologi dan Parasitologi.
Jakarta: Kemenkes RI. Hal: 12.

46
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pemeriksaan Makroskopik Kulit Buah Markisa Ungu


(Passiflora edulis Sims)

Buah markisa ungu Kulit buah markisa ungu

Buah markisa ungu Simplisia kulit buah markisa ungu

47
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Kulit Buah
Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)

No. Hasil Keterangan


1.

Rambut penutup

2.

Parenkim dengan sel minyak dan


sel batu

4.

Fragmen berkas pembuluh

48
5.

Parenkim sekresi

6.

Jaringan pengangkut

49
Lampiran 2. (Lanjutan) Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia
Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)

Keterangan:
Perbesaran 10 x10
1 : Parenkim sekresi
2 : Fragmen berkas pembuluh
3 : Rambut penutup
4 : Parenkim dengan sel minyak dan sel batu
5 : Jaringan pengangkut

50
Lampiran 3. Perhitungan Karakterisasi Simplisia Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)

1. Perhitungan Kadar Abu

No. Berat Sampel (gram) Berat Abu (gram)


1. 5,0001 0,6269

berat abu (g)


% Kadar abu total = x 100%
berat sampel (g)

0,6269
Kadar abu total = 𝑥 100% = 12,53%
5,0001

2. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam

No. Berat Sampel (gram) Berat Abu (gram)


1. 0,6269 0,0614

berat abu (g)


% Kadar abu tidak larut asam = x 100%
berat sampel (g)

0,0614
Kadar abu tidak larut asam = 𝑥 100% = 3,8%
0,6269

3. Perhitungan Kadar Air

No. Berat Sampel (gram) Berat Air (gram)


1. 5,0005 0,5585

berat air (g)


% Kadar air simplisia = x 100%
berat sampel (g)

0,5585
Kadar air simplisia = x 100% = 11,1%
5,0005

4. Perhitungan Kadar Sari Larut Air

No. Berat Sampel (gram) Berat Sari (gram)


1. 4,9993 1,8938

51
berat sari (g)
% Kadar sari larut air = x 100%
berat sampel (g)

1,8938
Kadar sari larut air = x 100% = 37,8%
4,9993

5. Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol

No. Berat Sampel (gram) Berat Sari (gram)


1. 5,0021 2,1681

berat sari (g)


% Kadar sari larut etanol = x 100%
berat sampel (g)

2,1681
Kadar sari larut etanol = x 100% = 43,3%
5,0021

52
Lampiran 4. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit
Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)

Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Metabolit
Gambar Pereaksi
Sekunder

Bouchardat (-)
Alkaloid
Maeyer (-)

FeCl3 (+)
Mg.HCl (+)
Flavonoid H2SO4 (+)

Liebermann-Burchard (+)
Terpenoid Salkowski (+)

Liebermann-Burchard (+)
Steroid
Salkowski (-)

53
Aquadest (+)
Saponin & Tanin
FeCl3 (+)

Keterangan :
(+) : Positif / mengandung golongan senyawa metabolit sekunder
(-) : Negatif / tidak mengandung golongan senyawa metabolit sekunder

54
Lampiran 4. (Lanjutan) Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Ekstrak
Etanol Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims)

Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak

Metabolit
Gambar Pereaksi
Sekunder

Bouchardat (-)
Alkaloid
Maeyer (-)

FeCl3 (-)
Mg.HCl (+)
Flavonoid H2SO4 (+)

Liebermann-Burchard (+)
Terpenoid Salkowski (+)

Steroid Liebermann-Burchard (+)


Salkowski (+)

55
Aquadest (-)
Saponin & Tanin
FeCl3 (+)

Keterangan :
(+) : Positif / mengandung golongan senyawa metabolit sekunder
(-) : Negatif / tidak mengandung golongan senyawa metabolit sekunder

56
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Simplisia Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)

berat kering (g)


Rendemen Simplisia = x 100%
berat segar (g)

300 g
Rendemen Simplisia = x 100%
5000 g

Rendemen Simplisia = 6%

57
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora edulis Sims)

berat ekstrak yang diperoleh (g)


Rendemen Ekstrak = x 100%
berat bahan yang diekstrak (g)

28,15 g
Rendemen Ekstrak = x 100%
300 g

Rendemen Ekstrak = 9,38%

58
Lampiran 7. Bagan Kerja Penelitian

Kulit buah markisa ungu (Passiflora edulis Sims)

Dicuci dengan air mengalir


hingga bersih
Ditiriskan
Ditimbang berat
basahnya
Dipotong kecil dan
dikeringkan
Ditimbang berat
keringnya
Dihaluskan dengan
blender
Simplisia (300 g)

Pembuatan
Karakterisasi Skrining Fitokimia
Ekstrak Etanol

Meliputi pemeriksaan: Meliputi pemeriksaan Skrining Uji Aktivitas


senyawa golongan: Fitokimia Antibakteri
- Makroskopik
- Mikroskopik - Alkaloid
- Kadar Abu - Flavonoid Zona
- Terpenoid
- Kadar Abu Tidak Hambat
- Steroid
Larut Asam - Saponin
- Kadar Air - Tanin
- Kadar Sari Larut
Air
- Kadar sari Larut
Etanol

59
Lampiran 8. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu
(Passiflora Edulis Sims)

Serbuk simplisia kulit buah markisa ungu (300 g)

Dimasukkan ke dalam
bejana maserasi
Ditambahkan 75 bagian
etanol 96%, dan ditutup
rapat
Didiamkan selama 5 hari
terlindung dari sinar
matahari sambil diaduk
sesekali
Disaring

Maserat 1 Ampas
Remaserasi dengan
25 bagian etanol
96% selama 2 hari
Disaring

Maserat 2 Ampas

Digabungkan maserat 1
dan 2
Dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu 50° C

Ekstrak kental
(28,15 g)

60
Lampiran 9. Bagan Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Markisa Ungu
(Passsiflora edulis Sims)

Biakan murni bakteri

Diambil dengan jarum


ose steril
Digores pada media agar
miring
Diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37 °C
Stok kultur bakteri

Diambil dengan jarum


ose steril
Disuspensikan ke dalam
10 ml NaCl
Divortex hingga diperoleh
kekeruhan yang sama
dengan standar McFarland
Inokulum bakteri

Dimasukkan 1 ml
inokulum ke dalam cawan
petri
Ditambahkan 20 ml
media MHA cair ke
dalam cawan petri
Dihomogenkan dan
dibiarkan hingga memadat

Media padat

Diletakkan kertas cakram yang


telah direndam dalam berbagai
konsentrasi, kontrol positif dan
kontrol negatif
Diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37 °C
Diukur zona hambat
dengan jangka sorong

Hasil

61
Lampiran 10. Perhitungan Pengenceran Larutan Konsentrasi Ekstrak

1. Konsentrasi 1% = 1 gram dalam 100 ml


= 1 g/100 ml
= 10 mg/ml
= 50 mg/5 ml 0,05 g/5 ml

2. Konsentrasi 5% = 5 gram dalam 100 ml


= 5 g/100 ml
= 50 mg/ml
= 250 mg/5 ml 0,25 g/5 ml

3. Konsentrasi 10% = 10 gram dalam 100 ml


= 10 g/100 ml
= 100 mg/ml
= 500 mg/5 ml 0,5 g/5 ml

4. Konsentrasi 15% = 15 gram dalam 100 ml


= 15 g/100 ml
= 150 mg/ml
= 750 mg/5 ml 0,75 g/5 ml

5. Konsentrasi 20% = 20 gram dalam 100 ml


= 20 g/100 ml
= 200 mg/ml
= 1000 mg/5 ml 1 g/5 ml

62
Lampiran 11. Perhitungan Kontrol Positif

Klindamisin 0,1% = 0,1 gram dalam 100 ml


= 0,1 g/100 ml
= 100 mg/100 ml
= 1 mg/ml
= 5 mg/5 ml 0,005 g/5 ml

63
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Buah markisa ungu Kulit buah markisa ungu

Simplisia kulit buah markisa ungu Maserasi

64
Ekstrak kental kulit buah markisa ungu

Autoklaf Media MHA

65
Larutan uji P. acnes ATCC 11827

Suspensi bakteri Larutan McFarland

66
Pengulangan I Pengulangan II

Pengulangan III

67
Pengulangan I Pengulangan II

Pengulangan III

68
Lampiran 13. Bukti Pembayaran Biaya Proposal dan Skripsi

69
Lampiran 14. Surat Perubahan Judul
Medan, 5 Mei 2021

Hal: Pergantian Judul Skripsi Kepada Yth


Ketua Program Studi Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Di tempat

Bersama dengan surat ini, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : BELLA SHAFIRA
NIM : 170205186
Program Studi : S1 Farmasi

Dengan ini mengajukan pergantian judul skripsi.


Judul Lama : “EVALUASI PENGETAHUAN DAN PERILAKU DAGUSIBU
ANTARA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI
SUMATERA UTARA”
Judul Baru : “UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH
MARKISA
UNGU (Passiflora edulis Sims) TERHADAP Propionibacterium acnes”

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi


Farmasi dan Ilmu Kesehatan

(Dr. Karnirius Harefa, S.Kp., S.Pd., M.Biomed.) (apt. Cut Masyithah Thaib, S.Farm., M.Si.)

70
Lampiran 15. Bukti Lembaran Konsultasi

BUKTI LEMBARAN KONSULTASI MAHASISWA/I


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

NAMA : BELLA SHAFIRA


NIM : 170205186
JUDUL : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT
BUAH MARKISA UNGU (Passiflora edulis Sims)
TERHADAP Propionibacterium acnes
PEMBIMBING : Dr. Karnirius Harefa, S.Kp., S.Pd., M.Biomed.

HASIL PENELITIAN
NO Tanggal Pembahasan Saran Tanda Tangan
Tentang Dosen
1. 14-04-2021 Judul Ganti Judul

2. 28-04-2021 BAB I dan BAB III Perbaikan

3. 03-05-2021 BAB III Perbaikan

4. 05-05-2021 BAB I, BAB II, ACC


BAB III
5. 11-09-2021 BAB IV dan BAB V Perbaikan

6. 13-09-2021 BAB V Perbaikan

7. 13-09-2021 BAB I – BAB V ACC

71
Lampiran 16. Lembar Revisi
LEMBAR REVISI

NAMA : BELLA SHAFIRA


NIM : 170205186
JUDUL : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT
BUAH MARKISA UNGU (Passiflora edulis Sims)
TERHADAP Propionibacterium acnes
TANGGAL MAJU PROPOSAL : JUMAT, 28 MEI 2021
TANGGAL MAJU SKRIPSI : RABU, 29 SEPTEMBER 2021

NO Pembimbing/Penguji Revisi/Perbaikan TandaTangan/Paraf

1. Penguji 1 Perbaikan Bab I dan Bab


apt. Cut Masyitah Thaib, III
S.Farm., M.Si.

2. Penguji 2 Perbaikan Bab I, Bab II,


Taruli Rohana Sinaga, dan Bab III
M.KM.
3. Pembimbing Perbaikan Bab I, Bab II,
Dr. Karnirius Harefa, S.Kp., dan Bab III
S.Pd., M.Biomed.
4. Penguji 1
apt. Cut Masyitah Thaib, Perbaikan Bab IV
S.Farm., M.Si.
5. Penguji 2
Taruli Rohana Sinaga, Perbaikan Bab IV
M.KM.
6. Pembimbing
Dr. Karnirius Harefa, S.Kp., ACC
S.Pd., M.Biomed.

72
Lampiran 17. Surat Bebas Laboratorium

73

Anda mungkin juga menyukai