Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangansecara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar Pelayanan
Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. (PMK
RI No.72 Tahun 2016).
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit
merupakan salah satu dari sarana kesehatan yang menjadi rujukan pelayanan
kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Rumah sakit juga
merupakan sarana yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan
yang berfungsi sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan kegiatan
penelitian.
Rumah Sakit didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama
memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan,
tindakan medis dan diagnostik serta upaya rehabilitasi medis untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun
1992 telah diatur tentang peranan profesi apoteker, yakni pembuatan,
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

1
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat dan obat
tradisional.
Apoteker adalah tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan dalam bidang kefarmasian sehingga berperan penting dalam
pelayanan farmasi pada khususnya. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko
yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko. Apoteker bertanggung
jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian
kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi
yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Anonim, 2014).
Selain itu tugas Apoteker di rumah sakit dapat melakukan pengkajian
dan pelayanan Resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi
Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi
Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO), dispensing sediaan steril dan Pemantauan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD). Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia,
sarana, dan peralatan (PMK No,72 Tahun 2016)
Praktek Kerja Apoteker merupakan media yang sangat penting bagi
mahasiswa profesi Apoteker untuk menerapkan ilmu sarta
mengembangkannya dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Metode
serta mekanisme pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit yang sistematis akan
sangat membantu mahasiswa profesi Apoteker dalam memahami peran,
fungsi, serta tanggung jawab Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan
terutama peran Apoteker di Rumah sakit.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum

2
a. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit
b. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pemgetahuan,
ketrampilan, sikap dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit
c. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek farmasi di Rumah Sakit
d. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-solving)
pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit
e. Mempersiapkan calon Apoteker dalam sikap perilaku memasuki dunia
kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional
f. Memberikan pengalaman dalam berinteraksi dalam berkomunikasi
dengan interprofesional serta interpersonal tenaga kesehatan
2. Tujuan Khusus
PKPA di Rumah Sakit diharapkan calon Apoteker mampu
memahami dan mempunyai ketrampilan:
a. Organisasi Rumah Sakit
b. Peran dan fungsi Apoteker di Rumah Sakit
c. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
d. Optimalisasi penggunaan obat termasuk formularium obat di Rumah
Sakit
e. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan Rumah
Sakit
f. Aplikasi peraturan perundang-undangan dan kode etik terkait Rumah
Sakit
g. Pelayanan konsultasi, edukai dan informasi obat, serta monitoring
obat
h. Mengatahui pelayanan aseptis dispensing sediaan sitostatik dan
sediaan parenteral lainnya

3
i. Mempelajari ruang lingkup Central Sterile Supply Departement
(CSSD), Panitia Pengendalian Infeksi (PPI), dan Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL).
j. Mengetahui alur pelayanan obat di Ruang Bedah dan Instalasi Gawat
Darurat (IGD)
1.3 Manfaat
Manfaat PKPA diharapkan mahasiswa calon Apoteker mampu untuk:
a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam
pengelolaan Rumah Sakit
b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Rumah Sakit
c. Pendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Rumah Sakit
d. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang
profesional
e. Mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
Rumah Sakit

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rumah Sakit


Menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi dan Kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepda masyarakat. Rumah sakit
juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga Kesehatan dan pusat penelitian
medik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI)
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, rumah, sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
kesehatan secara paripurna adalah pelayanan yang meliputi kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Gawat darurat adalah keadaan
klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.

5
Di dalam BAB I Pasal 1 dalam Ketentuan Umum disebutkan Rumah
Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bisang dan jenis penyalit dan Rumah Sakait Khusus adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang atau suatu jenis
penyakit berdassarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis
penyakit (MenKes 340, 2010).
2.2 Landasan Hukum Rumah Sakit
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
b. PMK RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standart Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit
c. PMK RI Nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit
d. Permenkes Nomor 147/MENKES/PER/2010 tentang Perizinan Rumah
Sakit
e. Peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang pengawasan pengelolaan Obat, bahan Obat, Narkotika,
psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

2.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang klasifikasi
rumah sakit, tugas rumah sakit meliputi pemberian pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
Rumah sakit dalam menjalankan pelayanan paripurna juga
mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

6
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan peningkatan mutu dan
jangkauan pelayanan rumah sakit serta pengaturan hak dan kewajiban
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai undang -undang
(UU 44 BAB III Pasal 4 dan 5, 2009).
Disamping mempunyai tugas dan fungsi, rumah sakit juga mempunyai
kewajiban seperti yang terdapat dalam PerMenKes Nomor 4 Tahun 2018 Bab
II Pasal 2. Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban yaitu:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial;
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan;

7
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak pasien;
n. Melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok
2.4 Persyaratan Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perijinan Rumah Sakit, persyaratan Rumah Sakit meliputi :
a. Pemberian Nama Rumah Sakit
1. Pemberian nama Rumah Sakit harus memperhatikan nilai dan norma
agama, jenis, dan etika.
2. Dapat disesuaikan dengan kepemilikan, jenis dan kekhususannya
3. Pemberian nama Rumah Sakit khusus harus mencantumkan
kekhususannya
4. Pemberian nama Rumah Sakit dilarang:
a) Menambahkan kata internasional. International, kelas dunia, world
class, global dan/ yang disebut nama laiinya yang bermakna sama.
b) Menggunkan nama orang yang masih hidup.
b. Rumah Sakit harus memenuhi yaitu:
1. Persyaratan lokasi
2. Bangunan
3. Prasarana

8
4. Sumber daya manusia
5. Kefarmasian
6. Peralatan
c. Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
swasta.
d. Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
harus berbentuk Unit Pelksana Teknis dari Instansi yang bertugas di
bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum
yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
1. Persyaratan lokasi.
Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud adalah :
a. Harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
b. Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan
menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Ketentuan mengenai tata ruang dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
d. Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit harus
didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip
pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.
2. Persyaratan bangunan.
Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud adalah :
a. Persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung

9
pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
c. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan.
d. Bangunan rumah sakit paling sedikit terdiri atas ruang:
1. Rawat jalan;
2. Ruang rawat inap;
3. Ruang gawat darurat;
4. Ruang operasi;
5. Ruang tenaga kesehatan;
6. Ruang radiologi;
7. Ruang laboratorium;
8. Ruang sterilisasi;
9. Ruang farmasi;
10. Ruang pendidikan dan latihan;
11. Ruang kantor dan administrasi;
12. Ruang ibadah, ruang tunggu;
13. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
14. Ruang menyusui;
15. Ruang mekanik;
16. Ruang dapur;
17. Laundry;
18. Kamar jenazah;
19. Taman;
20. Pengolahan sampah; dan
21. Pelataran parkir yang mencukupi. Rawat jalan;

10
3. Prasarana Rumah Sakit.
Prasarana Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan teknis sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (PMK No.24 Tahun 2018).
a. Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud adalah :
1. Instalasi air;
2. Instalasi mekanikal dan elektrikal;
3. Instalasi gas medik;
4. Instalasi uap;
5. Instalasi pengelolaan limbah;
6. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
7. Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan
darurat;
8. Instalasi tata udara;
9. Sistem informasi dan komunikasi; dan
10. Ambulan.
b. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit.
c. Prasarana harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan
baik.
d. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya.
e. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit harus
didokumentasi dan di evaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit diatur
dengan Peraturan Menteri.
4. Sumber Daya Manusia
Persyaratan sumber daya manusia yang dimaksud adalah :
a. Persyaratan sumber daya manusia Rumah Sakit harus memiliki
tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis,

11
tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen
Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.
b. Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dengan jenis
dan klasifikasi Rumah Sakit.
c. Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan
praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
d. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan
konsultan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.
e. Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit
wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
f. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
g. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus
bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah
Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
h. Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
i. Rumah sakit dapat memperkerjakan tenaga Kesehatan asing sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.
j. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing hanya dilakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu
pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
k. Pendayagunaan tenaga Kesehatan asing hanya dilakukan bagi
tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi
dan Surat Ijin Praktik
l. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan
asing) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12
5. Kefarmasian
Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud adalah :
a. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan
terjangkau.
b. Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti
standar pelayanan kefarmasian.
c. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis
pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi
sistem satu pintu. Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi
farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga
patokan yang ditetapkan Pemerintah.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Peralatan
Persyaratan peralatan sebagai mana yang dimaksud meliputi :
a. Persyaratan peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan
dan layak pakai.
b. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh
Balai Pengujian Fasilitas
c. Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang peralatan medis dan non medis di Rumah Sakit
harus dilakukan sesuai dengan peralatan yang menggunakan
sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi
oleh lembaga yang berwenang.
d. Indikasi medis pasien.
e. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya.
f. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi
secara berkala dan berkesinambungan

13
g. Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan
medis, standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan
manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan tidak diberikan
izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin
operasional Rumah Sakit.

2.5 Prosedur Pendirian Rumah Sakit.


Menurut PERMENKES NO 147 tahun 2010 disebutkan bahwa setiap
rumah sakit harus memiliki izin, izin rumah sakit sebagaimana yang
dimaksud terdiri atas:
1. Izin mendirikan rumah sakit
2. Izin operasianal rumah sakit
Untuk memeperoleh izin mendirikan, rumah sakit harus memenuhi
persyaratan yang meliputi :
1. Studi kelayakan
2. Mater plain
3. Status kepemilikan
4. Rekomendasi izin mendirikan
5. Ijin undang-undang gangguan (HO)
6. Persyaratan pengolahan limbah
7. Luas tanah dan sertifikatnya,
8. Penamaan
9. Izin mendirikan bangunan ( IMB )
10. Izin penggunaan bangunan ( IPB )
11. Surat ijin tempat usaha ( SITU )
Rumah sakit harus dibangun setelah mendapat izin mendirikan, izin
mendirikan diberikan dalam jangka waktu 2 tahun dan perpanjangan dalam
waktu 1 tahun.
Untuk mendapatkan izin operasional, rumah sakit harus memenuhi
pesyaratan yang meliputi :

14
1. Sarana dan prasarana
2. Sumber daya manusia
3. Peralatan
4. Administrasi dan management
Izin operasional sementara diberikan kepada rumah sakit yang belum
dapat memenuhi seluruh persyaratan dan izin operasional sementara
diberikan untuk jangka waktu 1 tahun.
Rumah sakit yang telah mendapatkan izin operasional sementara harus
mengajukan surat permohonan penetapan kelas Rumah Sakit Kepada
Menteri. Permohonan izin operasional diajukan dengan melampirkan :
1. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dinas Kesehatan
Provinsi.
2. Profil dan data Rumah Sakit
3. Isian instrument selt Assessment penetapan kelas
Dalam rangka penetapan kelas Rumah sakit, Menteri membentuk Tim
penilai klasifiksi Rumah sakit. Berdasarkan hasil penilaian Tim penilai
tersebut, Menteri penetapkan klasifikasi Rumah Sakit. Rumah Sakit yang
telah memiliki izin operasional sementara dan mendapatkan penetapan kelas
Rumah Sakit mendapatkan izin operasional tetap. Izin operasional tetap
berlaku dalam jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang kembali selama
memenuhi persyaratan.
Menurut PERMENKES No 340 tahun 2010 tentang klasifikasi Rumah
sakit bahwa Izin Rumah Sakit Penanaman Modal asing ( PMA ) atau
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN diberikan oleh Menteri. Untuk
mendapatkan izin Rumah Sakit Penanaman Modal Asing harus memeuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Harus berbentuk badan hukum Perseorangan Terbatas ( PT )
2. Mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia yang bergerak
dibidang perumasakitan.
3. Hanya untuik Menyelanggarakan Rumah Sakit
4. Pelayanan yang diberikan adalah Pelayanan spesialis dan atau
subspesialis

15
5. Jumlah tempat tidur minimal 200 buah untuk PMA yang berasal dari
negara-negara ASEAN dan minimal 300 buah untuk PMA yang berasal
dari negara-negara Non ASEAN
6. Lokasi seluruh wilayah Indonesia
7. Besaran modal asing maximal 67%
8. Direktur Rumah Sakit harus Warga Negara Indonesia
Lokasi pendirian ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil evaluasi
lokasi yang dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan. Rumah Sakit Penanaman
Modal asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) harus
memenuhi ketentuan perundang-undangan tentang Penanaman Modal.
Rumah Sakit Penanaman Modal asing (PMA) atau Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) wajib mengikuti program-program pemerintah sesuai
kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan.
Rumah Sakit dibagi menjadi 2, yaitu :
 Rumah Sakit Umum
 Rumah sakit Khusus
Untuk Rumah Sakit Umum dibagi menjadi 4 kelas, yaitu ;
1. RSU Kelas A
2. RSU Kelas B
3. RSU Kelas C
4. RSU Kelas D
Untuk Rumah Sakit Khusus dibagi menjadi 3 Kelas, yaitu
1. RS Khusus Kelas A
2. RS Khusus Kelas B
3. RS Khusus Kelas C
Perizinan RS Kelas A (baik RS Umum maupun RS Khusus) dan RS
PMA/PMDN Izin Mendirikan dan Izin Operasional diberikan oleh Menteri
Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dari pejabat berwenang di bidang
kesehatan pada Pemda Provinsi.
Perizinan RS Kelas B (baik RS Umum maupun RS Khusus) Izin
Mendirikan dan Izin Operasional diberikan oleh Pemda Provinsi setelah

16
mendapat rekomendasi dari pejabat berwenang di bidang kesehatan pada
Pemda Kabupaten/Kota.
Perizinan RS Kelas C (baik RS Umum maupun RS Khusus) dan Kelas
D (RS Umum) Izin Mendirikan dan Izin Operasional diberikan oleh Pemda
Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat berwenang di
bidang kesehatan pada Pemda Kabupaten/Kota.
2.6 Tata Cara Perizinan Rumah Sakit
Perizinan Rumah Sakit di Indonesia Mengacu Pada Permenkes 56
Tahun 2014, Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin. Izin
terbagi menjadi :
1. Izin mendirikan
Izin mendirikan adalah ijin yang diberikan untuk mendirikan
rumah sakit setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan. Izin
mendirikan sebagaimana dimaksud diberikan untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun sebagaimana tertulis
dalam UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit, namun dalam
Permenkes no 56 tahun 2014 ijin mendirikan diberikan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
Perpanjangan izin mendirikan diperoleh dengan mengajukan permohonan
selambat lambatnya 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu izin mendirikan
berakhir dengan melampirkan izin mendirikan.
Pemilik atau pengelola yang akan mendirikan Rumah Sakit
mengajukan permohonan Izin Mendirikan kepada pemberi izin sesuai
dengan klasifikasi Rumah Sakit yang akan didirikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 secara tertulis dengan melampirkan:
a. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali instansi Pemerintah
atau Pemerintah Daerah;
b. studi kelayakan;
c. master plan;
d. Detail Engineering Design;
e. dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

17
f. fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah atas nama badan
hukum pemilik rumah sakit;
g. izin undang-undang gangguan (Hinder Ordonantie/HO);
h. Surat Izin Tempat Usaha (SITU);
i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
j. Rekomendasi dari pejabat berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah daerah Propinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan klasifikasi
Rumah Sakit
2. Izin operasional.
Izin operasional adalah izin yang diberikan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memenuhi persyaratan
dan standar. Izin operasional sebagaimana dimaksud diberikan untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama
memenuhi persyaratan. Perpanjangan izin operasional dilakukan dengan
mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan sebelum habis masa berlakunya izin operasional. Bila izin
operasional berakhir dan pemilik Rumah sakit belum mengajukan izin
operasional, maka rumah sakit harus menghentikan kegiatan
pelayanannya kecuali pelayanan gawat darurat dan pasien yang sedang
dalam perawatan inap.
Untuk memperoleh Izin Operasional, pengelola mengajukan
permohonan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin sesuai dengan
klasifikasi Rumah Sakit dengan melampirkan dokumen:
a. Izin Mendirikan Rumah Sakit, bagi permohonan Izin Operasional
untuk pertama kali;
b. profil Rumah Sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana
strategi, dan struktur organisasi;
c. isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit yang
meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan
prasarana;
d. gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan
prasarana pendukung;

18
e. izin penggunaan bangunan (IPB) dan sertifikat laik fungsi;
f. dokumen pengelolaan lingkungan berkelanjutan;
g. daftar sumber daya manusia;
h. daftar peralatan medis dan nonmedis;
i. daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan;
j. berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai kelengkapan
berkas izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk peralatan tertentu;
dan
k. dokumen administrasi dan manajemen. Dokumen administrasi dan
manajemen sebagaimana dimaksud meliputi:
a) badan hukum atau kepemilikan;
b) peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws);
c) komite medik;
d) komite keperawatan;
e) satuan pemeriksaan internal;
f) surat izin praktik atau surat izin kerja tenaga kesehatan;
g) standar prosedur operasional kredensial staf medis;
h) surat penugasan klinis staf medis; dan
i) surat keterangan/sertifikat hasil uji/kalibrasi alat kesehatan.
Perubahan izin operasional dilakukan kembali jika terjadi perubahan :
a) Kepemilikan
b) Jenis Rumah sakit
c) Nama Rumah sakit ; dan atau
d) Kelas Rumah sakit
Perubahan ijin operasional diajukan kembali dengan melampirkan :
a. Akte notaris, surat keputusan dari pejabat yang berwenang,
dan/atau putusan pengadilan tentang perubahan status kepemilikan
Rumah Sakit;
b. rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan
klasifikasi Rumah Sakit;

19
c. studi kelayakan dan rencana strategis perubahan jenis Rumah Sakit
yang memuat kelayakan pada aspek pelayanan, sosial ekonomi,
kebijakan dan peraturan perundang-undangan; dan
d. surat pernyataan pengajuan perubahan Izin Operasional dari
pemilik Rumah Sakit
Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing
atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah Provinsi. Izin Rumah Sakit penanaman modal asing
atau penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksuddiberikan setelah
mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan penanaman
modal asing atau penanaman modal dalam negeri. Izin Rumah Sakit kelas B
diberikan oleh Pemerintah .Daerah Provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a. habis masa berlakunya;
b. tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c. terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;
dan/atau
d. atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum
( PMK NO.3 Tahun 2010)
2.7 Sarana dan Prasarana Rumah Sakit.
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan
perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu
dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk
penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada pasien, peracikan,
produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan limbah.

20
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan
kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan
dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan harus dilakukan pemeliharaan,
didokumentasi, serta dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
1. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar
dapat menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin
lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem
komunikasi Rumah Sakit.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri
dari:
1) Ruang Kantor/Administrasi
a) ruang pimpinan
b) ruang staf
c) ruang kerja/administrasi tata usaha
d) ruang pertemuan
2) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, serta harus memperhatikan
kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi,
pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas,
terdiri dari:
a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:
1) Obat jadi
2) Obat produksi
3) bahan baku Obat
4) Alat Kesehatan
b) Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan:
1) Obat termolabil
2) bahan laboratorium dan reagensia

21
3) Sediaan Farmasi yang mudah terbakar
4) Obat/bahan Obat berbahaya (narkotik/psikotropik)
3) Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai terdiri dari distribusi Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai rawat jalan (apotek rawat
jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh kebutuhan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Rumah Sakit. Ruang distribusi terdiri dari:
a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada
ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan
peracikan.
b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara
sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing ruang
rawat inap.
4) Ruang konsultasi / konseling Obat
Ruang konsultasi/konseling Obat harus ada sebagai sarana untuk
Apoteker memberikan konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang
konsultasi/konseling harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan
lingkungan Rumah Sakit dan nyaman sehingga pasien maupun
konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang konsultasi/konseling
dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan maupun rawat inap.

22
5) Ruang Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri dengan
dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan
pustaka dan telepon.
6) Ruang produksi;
Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus memenuhi
kriteria:
a) Lokasi
Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan air
tanah).
b) Konstruksi
(1) Cuaca
(2) Banjir
(3) Rembesan air
(4) Binatang/serangga
c) Rancang bangun dan penataan gedung di ruang produksi harus
memenuhi kriteria:
(1) Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja/proses, alur
orang/pekerja.
(2) Pengendalian lingkungan terhadap:
(a) Udara;
(b) Permukaan langit-langit, dinding, lantai dan
peralatan/sarana lain;
(c) Barang masuk;
(d) Petugas yang di dalam.
(3) Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah kerja + peralatan,
dengan jarak setiap peralatan minimal 2,5 m.
(4) Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas petugas dan
barang.
d) Pembagian ruangan
(1) Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku;
(2) Ruang terpisah untuk setiap proses produksi;

23
(3) Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam;
(4) Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada);
(5) Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%;
(6) Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus:
(a) Kedap air;
(b) Tidak terdapat sambungan;
(c) Tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba;
(d) Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan pembersih/ desinfektan.
e) Daerah pengolahan dan pengemasan
(1) Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat epoxy/enamel;
(2) Persyaratan ruang produksi dan ruang peracikan harus memenuhi kriteria
sesuai dengan ketentuan cara produksi atau peracikan obat di Rumah
Sakit. Rumah Sakit yang memproduksi sediaan parenteral steril dan/atau
sediaan radiofarmaka harus memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB).
7) Ruang Aseptic Dispensing
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:
a) Ruang bersih: kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow = kelas
100)
b) Ruang/tempat penyiapan :kelas 100.000
c) Ruang antara :kelas 100.000
d) Ruang ganti pakaian :kelas 100.000
e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan
Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang baik sedangkan
luas ruangan disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi spesifikasi:
a) Lantai
Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten
terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.
b) Dinding
(1) Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan
yang keras, tanpa sambungan, resisten

24
terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak
mudah rusak.
(2) Sudut-sudut pertemuan lantai dengan
dinding dan langit-langit dengan dinding
dibuat melengkung dengan radius 20 – 30
mm.
(3) Colokan listrik datar dengan permukaan dan
kedap air dan dapat dibersihkan.
c) Plafon
Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas plafon, dan
lampu rata dengan langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk
mencegah kebocoran udara.
d) Pintu
Rangka terbuat dari stainles steel. Pintu membuka ke arah
ruangan yang bertekanan lebih tinggi.
e) Aliran udara
Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan, ruang
ganti pakaian dan ruang antara harus melalui HEPA filter dan
memenuhi persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara minimal 120
kali per jam.
f) Tekanan udara
Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15 Pascal lebih
rendah dari ruang lainnya sedangkan tekanan udara dalam ruang
penyiapan, ganti pakaian dan antara harus 45 Pascal lebih tinggi
dari tekanan udara luar.
g) Temperatur
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada
suhu 16 – 25° C.
h) Kelembaban
1) Kelembaban relatif 45 – 55%.
2) ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti pakaian steril
dan ruang ganti pakaian kerja hendaknya mempunyai

25
perbedaan tekanan udara 10-15 pascal. Tekanan udara
dalam ruangan yang mengandung risiko lebih tinggi
terhadap produk hendaknya selalu lebih tinggi
dibandingkan ruang sekitarnya. Sedangkan ruang bersih
penanganan sitostatika harus bertekanan lebih rendah
dibandingkan ruang sekitarnya.
8) Laboratorium Farmasi
Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi, maka
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Lokasi
1) Lokasi terpisah dari ruang produksi.
2) Konstruksi bangunan dan peralatan tahan asam,
alkali, zat kimia dan pereaksi lain (harus inert);
aliran udara, suhu dan kelembaban sesuai
persyaratan.
(1) Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur
kerja
(2) Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai
persyaratan
(3) Ruang produksi Non Steril
(4) Ruang Penanganan Sediaan Sitostatik
(5) Ruang Pencampuran/Pelarutan/Pengemasan Sediaan Yang
Tidak Stabil
(6) Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral
b) Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi,
terdiri dari:
1) Ruang tunggu pasien;
2) Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang rusak;
3) Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan;

26
4) Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk
perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non
steril, maupun cair untuk Obat luar atau dalam.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan
memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu
setiap tahun.
Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan Obat baik
steril dan nonsteril maupun aseptik/steril;
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi
Obat;
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika;
e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat yang termolabil;
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik;
g. Alarm.
Macam-macam Peralatan
a. Peralatan Kantor:
1) Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-
lain);
2) Komputer/mesin tik;
3) Alat tulis kantor;
4) Telepon dan faksimili.
b. Peralatan sistem komputerisasi
Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara
optimal untuk kegiatan sekretariat, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi
klinik. Sistem informasi farmasi ini harus terintegrasi dengan sistem
informasi Rumah Sakit untuk meningkatkan efisiensi fungsi

27
manajerial dan agar data klinik pasien mudah diperoleh untuk
monitoring terapi pengobatan dan fungsi klinik lainnya. Sistem
komputerisasi meliputi:
1) Jaringan
2) Perangkat keras
3) Perangkat lunak (program aplikasi)
c. Peralatan Produksi
1) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan
Obat, baik nonsteril maupun steril/aseptik.
Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara
pembuatan Obat yang baik.
d. Peralatan Aseptic Dispensing:
1) Biological Safety Cabinet/Vertical Laminar Air
Flow Cabinet (untuk pelayanan sitostatik);
2) Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk pelayanan
pencampuran Obat suntik dan nutrisi parenteral);
3) Pass-box dengan pintu berganda (air-lock);
4) Barometer;
5) Termometer;
6) Wireless intercom.

e. Peralatan Penyimpanan
(1) Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
a) lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan;
b) lantai dilengkapi dengan palet.
(2) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus:
a) Lemari pendingin dan AC untuk Obat
yang termolabil;
b) Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus
divalidasi secara berkala;

28
c) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
dan Obat psikotropika;
d) Peralatan untuk penyimpanan Obat, penanganan
dan pembuangan limbah sitotoksik dan Obat
berbahaya harus dibuat secara khusus untuk
menjamin keamanan petugas, pasien dan
pengunjung.
(3) Peralatan Pendistribusian/Pelayanan
a) Pelayanan rawat jalan (Apotik);
b) Pelayanan rawat inap (satelit farmasi);
c) Kebutuhan ruang perawatan/unit lain.
(4) Peralatan Konsultasi
a) Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan brosur
dan lain-lain;
b) Meja, kursi untuk Apoteker dan 2 orang pelanggan,
lemari untuk menyimpan profil pengobatan pasien;
c) Komputer;
d) Telpon;
e) Lemari arsip;
f) Kartu arsip.
(5) Peralatan Ruang Informasi Obat
a) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan
Pelayanan Informasi Obat;
b) Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak;
c) Komputer;
d) Telpon – Faxcimile;
e) Lemari arsip;
f) Kartu arsip;
g) TV dan VCD player.
6) Peralatan Ruang Arsip
a) Kartu Arsip;
b) Lemari/Rak Arsipp. (Menkes, 2016).

29
2.8 Sumber Daya Manusia Rumah Sakit
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai
dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh
Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus
ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga
tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka
dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawabnya.

30
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi diatur
menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang
merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi diutamakan telah memiliki
pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.
3. Beban Kerja dan kebutuhan
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
2) jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi);
3) jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor stock) per hari;
dan
4) volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
b. Penghitungan Beban
Kerja
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi

31
dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan
konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 50 pasien.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat
inap dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan
untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik
medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan
informasi Obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat
cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di
rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu)
orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang
tertentu, yaitu:
1) Unit Gawat Darurat;
2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive
Care Unit (PICU);
3) Pelayanan Informasi Obat;
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit
rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis
mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit
rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan
program pendidikan meliputi:

32
1) menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2) menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan.
3) Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.

d. Penelitian dan Pengembangan


Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri
atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam
penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan
sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan Pelayanan
Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan kefarmasian terkini.
Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang
dilakukan di Rumah Sakit dengan mengelola Obat-Obat yang diteliti
sampai dipergunakan oleh subyek penelitian dan mencatat Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama penelitian.
(Menkes, 2016).
2.9 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Pengaturan pedoman organisasi rumah sakit bertujuan untuk
mewujudkan organisasi rumah sakit yang efektif, efisien, dan akun tabel
dalam rangka mencapai visi dan misi rumah sakit sesuai tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis
yang baik (Good Clinical Governance). Pengaturan pedoman organisasi
rumah sakit berlaku bagi seluruh rumah sakit di Indonesia (PERPRES No. 77
Tahun 2015).
Organisasi rumah sakit disesuaikan dengan besarnya kegiatan dan
beban kerja rumah sakit. Struktur organisasi rumah sakit harus membagi
habis seluruh tugas dan fungsi rumah sakit. Setiap pimpinan organisasi di

33
lingkungan rumah sakit wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi,
simplifikasi, sinkronisasi dan mekanisasi di dalam lingkungannya masing-
masing serta dengan unit-unit lainnya. Organisasi rumah sakit paling sedikit
terdiri atas: kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit; unsur pelayanan
medis; unsur keperawatan; unsur penunjang medis; unsur administrasi umum
dan keuangan; komite medis; dan satuan pemeriksaan internal (PERPRES
No. 77 Tahun 2015).
Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi
rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah
sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang rumah sakit. Pola organisasi rumah sakit
di negara kita pada umumnya terdiri atas Badan Pengurus Yayasan, Dewan
Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasihat, dan Badan Penyelenggara.
Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite medik,
satuan pengawas dan berbagai bagian instalasi. Tergantung pada besarnya
rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil direktur. Wakil
direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil
direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan
administrasi. Staf medik fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi
komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi, dan dokter
spesialis dari semua disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik
adalah wadah non struktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua- ketua
SMF.
Struktur organisasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1045 tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan berbeda-beda untuk setiap kelas rumah sakit, yaitu :
1. RSU Kelas A : dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi
paling banyak 4 Direktorat. Setiap Direktorat terdiri dari paling banyak 3
bidang/ bagian yang masing – masing bidang terdiri dari paling banyak 3
seksi atau tiap bagian terdiri dari paling banyak 3 sub bagian.

34
2. RSU Kelas B Pendidikan : dipimpin seorang Direktur Utama yang
membawahi paling banyak 3 Direktorat. Tiap Direktorat membawahi
paling banyak 3 bidang/ bagian. Masing-masing bidang terdiri dari paling
banyak 3 seksi dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 sub
bagian.
3. RSU Kelas B Non Pendidikan : dikepalai oleh seorang Direktur Utama
yang membawahi paling banyak 2 Direktorat. Setiap Direktorat memiliki
paling banyak 3 bidang/ bagian. Tiap bidang terdiri dari paling banyak 3
seksi atau tiap bagian terdiri dari paling banyak 3 sub bagian.
4. RSU Kelas C : dipimpin seorang Direktur yang membawahi paling
banyak 2 bidang dan 1 bagian. Setiap bidang terdiri dari paling banyak 3
seksi dan setiap bagian terdiri dari paling banyak 3 sub bagian. e. RSU
Kelas D : dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahi 2 seksi dan 3
sub bagian (Depkes RI, 2006).
Unit - unit non struktural terdiri dari satuan pengawas intern, komite
dan instalasi. Satuan pengawas intern adalah satuan kerja fungsional yang
bertugas melaksanakan pengawasan intern rumah sakit. Satuan ini dibentuk
dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Komite adalah wadah non
struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi dibentuk untuk
memberikan pertimbangan strategis kepada pimpinan rumah sakit dalam
rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit.
Pembentukannya juga ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai
kebutuhan rumah sakit, sekurang-kurangnya terdiri dari komite medik dan
komite etik dan hukum. Satuan pengawas intern dan komite sama-sama
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan rumah
sakit. Komite dipimpin seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh
pemimpin rumah sakit. Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis komite
ditetapkan pimpinan rumah sakit setelah mendapat persetujuan Direktur
Jenderal Bina Pelayanan Medik. Sementara instalasi adalah unit pelayanan
non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan
pelayanan, pendidikan dan penelitian rumah sakit. Pembentukannya
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Instalasi

35
dipimpin seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan
rumah sakit. Kepala instalasi dalam melaksanankan tugasnya dibantu oleh
tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis. Pembentukan dan perubahan
jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik.
2.10 Pengelolaan Obat Rumah Sakit
Berdasakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
baham medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memastikan kualitas, manfaat dan kemanannya. Pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan
dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Dalam
ketentuan pasal 15 ayat 3 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit
menyatakan bahwa pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem
satu pintu. Alat kesehatan yang dikelola oleh instalasi farmasi sistem satu
pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain
alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implant dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan
kepentingan pasien melalui instalasi farmasi. Dengan demikian semua
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang beredar di
rumah sakit merupakan tanggung jawab instalasi farmasi, sehingga tidak ada
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di
rumah sakit yang dilaksanakan selain oleh instalasi farmasi.
1. Pemilihan

36
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan tersebut didasarkan atas :
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran.
2. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman
perencanaan harus mempertimbangkan antara lain: anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode
yang lalu, waktu tunggu pemesanan, rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

37
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan, maka jika diproses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar instalasi farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain :
a. Bahan baku obat harus di sertai Sertifikat Analisa
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal dua tahun kecuali untuk
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Rumah sakit harus memiliki mekanisme untuk mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di rumah sakit dan
mendapatkan obat saat instalasi farmasi tutup. Ada beberapa cara unduk
memenuhi kebutuhan obat yang ada dirumah sakit agar tidak terjadi
kekosongan obat yaitu :
 Pembelian
 Sumbangan/ Dropping
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan

38
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas
dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Komponan yang harus diperhatikan antara lain :
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama
kemasan obat dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
Expred First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem
informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan
harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat. Rumah sakit harus dapat menyediakan lokasi
penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin :
a. Jumlah dan jenis obat sesuai daftar obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d. icek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain

39
6. Distribusi
Merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/ pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan
waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Floor Stock)
 Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai
 Persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi
farmasi
 Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan
 Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penganggung jawab ruangan
 Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan
 Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang
disediakan di floor stock.

40
b. Sistem resep perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai berdasarkan resep perorangan atau pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi Sistem Unit Dosis dan
Sitem kombinasi.
7. Pemusnahan dan penarikan
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang
izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila produk tidak
memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, dan dicabut izin edarnya.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk :
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah :
 Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)

41
 Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock)
 Stock opname yang harus dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan
untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan
administrasi terdiri dari:
1. Pencatatan dan pelaporan
2. Administrasi keuangan
3. Administrasi penghapusan
2.11 Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of
life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik meliputi Pengkajian dan pelayanan
resep; Penelusuran riwayat penggunaan obat; Rekonsiliasi obat; Pelayanan
informasi obat (PIO); Konseling; Visite; Pemantauan terapi obat (PTO);
Monitoring efek samping obat (MESO); Evaluasi penggunaan obat (EPO);
Dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep
sesuai persyaratan asministrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan yang meliputi:
1. Persyaratan Administrasi, meliputi:
- Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien.

42
- Nama, nomor ijin, alamat dan paraf pasien.
- Tanggal resep dan ruangan asal resep.

2. Persyaratan Farmasetik, meliputi:


- Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
- Dosis dan jumlah obat.
- Stabilitas.
- Aturan dan cara penggunaan.
3. Persyaratan Klinis, meliputi:
- Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
- Duplikasi pengobatan.
- Alergi dan Reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
- Kontraindikasi.
- Interaksi obat.
B. Penulusuran Riwayat Penggunaan Obat
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/ sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengeobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medis/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
1. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat.
2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
3. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi Obat yang tidak
Dikehendaki.

43
4. (ROTD).
5. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
6. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat.
7. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
8. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan.
9. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
10. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
11. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternative yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan penelusuran menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
1. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/ keluarganya.
2. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
1. Nama obat (termasuk obat non-resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat
2. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
3. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang
tersisa).
C. Rekonsiliasi Obat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencagah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat yang
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan
obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu

44
rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawat, serta pada pasien
yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
1. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien.
2. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter.
3. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat menurut PMK No.72 tahun 2016 yaitu:
1) Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan
digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat
mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data
alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga
pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam
medik/ medication chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih
dari 3 (tiga bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh
pasien baik resep maupun obat bebas termasuk herbal harus dilakukan
proses rekonsiliasi.
2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
bilamana ditemukan ketidakcocokan / perbedaan diantara data-data
tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang

45
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini
dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan
resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu
adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.
3) Melakukan konfimasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam.
4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien
atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.
D. Pelayanan Informasi Obat
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi; rekomendasi obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan
pihak lain di luar rumah sakit.
Pelayanan informasi obat (PIO) menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain:
1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di rumah sakit
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/ sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
3. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan Pelayanan Infomasi Obat (PIO), meliputi:
1. Menjawab pertanyaan;
2. Menerbitkan bulletin, leaflet, poster, news letter

46
3. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;
4. Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap;
5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
E. Konseling
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari apoteker kepada pasien dan/ atau keluarganya. Konseling
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan
dapat dilakukan atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien
atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/ atau keluarga terhadap apoteker.
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus
konseling obat ditujukan untuk:
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien.
2. Menunjukkan perhatian serta kepedualian terhadap pasien.
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat.
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
obat dengan penyakitnya.
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
6. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
7. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi;
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.
9. Membimbing dan mendidik pasien dalam dalam penggunaan obat.

47
Sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi :
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien;
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui Three Prime Questions;
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat;
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat;
5. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien; dan
6. Dokumentasi.
F. Visite
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah
Sakit, Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah
sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah
sakit yang biasa disebut Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home
Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medic atau sumber lain.
G. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Menurut PMK Nomor 72 Tahun 2016, Pemantauan Terapi Obat
(PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

48
Tujuan PTO adalah meningkatkan efetivitas terapi dan meminimalkan
resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD). Kegiatan PTO,
meliputi:
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi,
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD);
2. Pemberian rekomendasi penyelesaian maslah terkait obat.
3. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
Tahapan PTO, meliputi:
1. Pengumpulan data pasien;
2. Identifikasi masalah terkait obat;
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat;
4. Pemantauan; dan
5. Tindak lanjut.
H. Monitoring Efek Samping Obat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnose dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan
untuk:
1. Menemukan efek samping obat (ESO) sedini meungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat (ESO) yang
sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan;
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat (ESO)
4. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki;
dan
5. Mencegah terulangnya kejadian reaksi kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendaki.

49
Kegiatan Pemantuan dan pelaporan efek samping obat (ESO) antara lain:
1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ESO).
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping obat (ESO).
3. Mengevaluasi laporan efek samping obat (ESO) dengan algoritme
Naranjo;
4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan efek samping obat (ESO) di
Tim/Sub
5. Komite/ Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.
I. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) mempunyai tujuan
untuk:
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat;
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu;
3. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat; dan menilai
pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

J. Dispensing Sediaan Steril


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptic untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi Petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril bertujuan untuk:

50
1. Menjamin agar pasien menerimaobat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan.
2. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
3. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.
4. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:
1) Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien
yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah
sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatan pencampuran obat
suntik meliputi:
1. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus.
2. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai.
3. Mengemas menjadi sediaan siap pakai.

BAB III
TINJAUAN KHUSUS TEMPAT PKPA

3.1 Sejarah Rumah Sakit

51
Keberadaan rumah sakit di Jepara berawal dari sebuah Balai
Pengobatan kecil yang memfungsikan bangunan sekolah untuk anak-anak
Belanda, ningrat,dan priyayi termasuk RA. Kartini, RA. Kardinah, dan RA.
Rukmini. Bangunan yang terletak di sebelah timur alun-alun Jepara tersebut
kosong karena telah terbangun gedung sekolah baru di sebelah barat alun-
alun (sekarang SMP Negeri 1 Jepara) karena Balai Pengobatan tersebut
merupakan satu-satunya lembaga pelayanan kesehatan di Jepara, sehingga
banyak pengunjungnya, terutama penderita malaria, maka Balai Pengobatan
tersebut ditingkatkan menjadi Consultatie Buereau atau sejenis rumah sakit.
Pada awalnya rumah sakit dipimpin oleh dokter asing (Belanda, India,
dan Italia), kemudian dipercayakan pada dr. Soeleman, lalu dr. Soenardi
hingga awal kemerdekaan pada tahun 1962 rumah sakit dipimpin oleh putra
daerah yaitu dr. Hamidun yang harus kerja keras karena dengan peralatan
yang sangat sederhana dan hanya dibantu oleh petugas non medis yang sangat
kurang. Kemudian kepemimpinan gilir berganti dengan direktur dr. Ang Swie
Giem, dr. Budiman, dr. Suyudi, dr. Kuncoro, dr. Sri Murtanto, dan dr.
Agustinus Subandijo. Pada tahun 1978 rumah sakit dipindahkan ke lokasi
baru yang lebih prospektif di Jl. Wahid Hasyim Kelurahan Bapangan Jepara.
Semula rumah sakitini hanya bernama Rumah Sakit Umum Daerah Tingkat
II.
Sejak peringatan satu abad hari lahirnya RA.Kartini, yaitu tanggal 21
April 1979, berubah menjadi Rumah Sakit Umum RA. Kartini Kabupaten
Daerah Tingkat II Jepara. Awal pemberian nama dari RSUD menjadi RSUD
RA. Kartini  Kabupaten Jepara muncul dari pihak rumah sakit sendiri dengan
alasan untuk mengenang jasa Pahlawan Nasional Wanita asal Jepara Raden
Ajeng Kartini sekaligus meneruskan perjuangannya Rumah Sakit Umum
Daerah RA. Kartini Kabupaten Jepara adalah Rumah Sakit Umum Daerah
tipe B non Pendidikan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 499/MENKES/SK/III/2000 tanggal 30 Maret 2000. RSUD RA.
Kartini Kabupaten Jepara didirikan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Jepara Nomor 10 Tahun 2008, kemudian diperbaharui dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 18 Tahun 2010 tanggal 6 Agustus

52
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Jepara dan Peraturan Bupati Jepara Nomor 58 Tahun 2010 tanggal 5 Oktober
2010 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi RSUD RA. Kartini Kabupaten
Jepara. Status BLUD RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, serta
dengan Surat Keputusan Bupati Jepara Nomor 267 Tahun 2008 tanggal 31
Desember 2008 tentang Penetapan RSU Kartini Jepara sebagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (PK-BLUD).
(https://rsudkartini.jepara.go.id/sejarah). 
Rumah Sakit RA Kartini Jepara sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan mempunyai visi dan misi.
Visi: terwujudnya Rumah Sakit Pendidikan dan Pelayanan Rujukan Utama.
Misi:
1. Menyelenggarakan pelayanan prima
2. Mengemabngkan profesionalisme sumber daya manusia
3. Mengembangkan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat
4. Melengkapi sarana sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
5. Meningkatkan kerja sama lintas sektor.
3.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Susunan Oragnisasi Rumah Sakit RA. Kartini Jepara
1. Direktur.
2. Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahi:
A. Bagian Umum, membawahi:
1. Sub Bagian Tata Usaha;
2. Sub Bagian Kepegawaian;
3. Sub Bagian Rumah Tangga.
B. Bagian Keuangan, membawahi:
1. Sub Bagian Anggaran dan Mobilisasi Dana;
2. Sub Bagian Perbendaharaan;
3. Sub Bagian Akuntansi dan Verifikasi.

53
C. Bagian Bina Program dan Hukum, membawahi:
1. Sub Bagian Program dan Evaluasi;
2. Sub Bagian SIM-RS dan Promosi;
3. Sub Bagian Hukum dan Humas.
3. Wakil Direktur Pelayanan, membawahi:
A. Bidang Pelayanan Medik, membawahi:
1. Seksi Pelayanan I;
2. Seksi Pelayanan II.
B. Bidang Penunjang Medik, membawahi:
1. Seksi Penunjang I;
2. Seksi Penunjang II.
C. Bidang Keperawatan, membawahi:
1. Seksi Keperawatan I;
2. Seksi Keperawatan II.
4. Untuk menunjang kelancaran pelaksanan tugas Rumah Sakit Umum
Daerah, dapat dibentuk Komite-komite, Satuan Pengawas Intern dan
Instalasi-instalasi.
5. Komite-komite, Satuan Pengawas Internal dan Instalasi-instalasi
ditetapkan oleh Direktur sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Gambar Struktur Organisasi Rumah Sakit RA Kartini Jepara

54
Sumber: https://rsudkartini.jepara.go.id/struktur-organisasi

3.3 Lokasi dan Tata Ruang Rumah Sakit


Lokasi Rumah Sakit RA. Kartini Jepara berada di JL. KH. Wachid
Hasyim, No. 175 Bapangan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia 59421. Phone: 0291-593286. Fax: 0291-591145.
Tata Ruang Rumah Sakit RA. Karini Jepara
3.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam
ketentuan pasal 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi system satu pintu. Alat kesehatan yang dikelola oleh
instalasi farmasi system satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan
non medik elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung,
implant, dan stent. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud, meliputi:

55
1. Pemilihan
Menurut Permenkes RI Nomor 58 tahun 2014 Pemilihan adalah kegiatan
untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
Kriteria pemilihan perbekalan farmasi yang masuk formularium rumah
sakit RSUD RA. Kartini yaitu :
2. Mengutamakan penggunaan obat generik
3. Memiliki rasio manfaat – resiko (Benefit Risk Ratio) yang paling
menguntungkan pasien
4. Mutu dan kemanjuran obat terjamin dengan dibuktikan dari bioavailabilitas
dan bioekuivalensi
5. Obat yang terbukti efektif secara ilmiah dan aman digunakan berdasarkan
Evidence Based Medicine
6. Praktis dalam penyerahan
7. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
8. Memiliki rasio manfaat – resiko (Benefit Risk Ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
9. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau
10. Aspek farmakoekonomi (minimization analysis, cost effectiveness analysis,
cost utility analysis, cost benefit analysis) yang paling tinggi

56
Pemilihan obat di RSUD RA Kartini Kab. Jepara berdasarkan drug
life saving, obat fast moving atau slow moving dan kasus-kasus yang sedang
atau sering terjadi, obat – obat tersebut disusun oleh tim KFT (Komite
Farmasi dan Terapi) yang diketuai oleh seorang dokter dan apoteker sebagai
sekertarisnya serta direktur Rumah Sakit yang mengesahkan Formularium RS
tersebut. Formularium rumah sakit ini dievaluasi setiap tahun tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menambahkan obat – obat yang belum ada di
formularium namun dibutuhkan dalam pelayanan serta mengeluarkan obat –
obat yang sudah tidak dipakai dalam pelayanan.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesahatan dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien
(Permenkes, 2014).
RSUD RA. Kartini dilakukan sesuai dengan pendekatan perencanaan
melalui beberapa metode yaitu :
a. Metode Konsumsi
Dilakukan perhitungan kebutuhan konsumsi didasarkan pada data
riel konsumsi perbekalan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai di RSUD RA. Kartini periode yang lalu, dengan berbagai
penyesuaian dan evaluasi.
b. Metode Epidemiologi
Metode perencanaan perbekalan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai di RSUD RA. Kartini dengan berdasarkan
pola penyakit yang banyak.
c. Metode kombinasi
Metode yang berdasarkan dari konsumsi periode lalu dengan pola
penyakit yang ada di RSUD RA. Kartini
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai di RSUD RA. Kartini terdapat beberapa pedoman yang harus
dipertimbangkan diantara adalah Formularium Nasional, e-catalogue,

57
Formularium Rumah Sakit, anggaran yang tersedia disesuaikan dengan
perencanaan kebutuhan dengan memberikan penentuan prioritas yang
didahulukan, dan juga dengan mengetahui sisa persediaan yang masih ada,
data pemakaian periode sebelumnya, serta waktu tunggu pemesanan.
2. Pengadaan Sediaan Farmasi Pengadaan merupakan kegiatan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan dan harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai
standar mutu (Permenkes, 2014).
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai di RSUD RA. Kartini dilakukan dengan cara :
 Pengadaan E-purchasing Online
Pada era JKN pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai di RSUD RA. Kartini mengacu pada
Formularium Nasional dan obat-obat e-catalogue sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
462/MENKES/PER/IV/2010 bahwa kegiatan pengadaan barang atau
jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang
berbasis web atau internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi
komunikasi dan informasi melalui e-purchasing online
 Pengadaan secara langsung
Panitia pengadaan RSUD RA. Kartini melakukan pembelian
secara langsung kepada PBF untuk obat-obat yang tidak masuk
Formularium Nasional dan e-catalogue, tetapi masuk dalam
Formularium Rumah Sakit yang telah di sepakati sebelumnya.
 Pengadaan obat hibah
Obat-obat hibah termasuk dalam obat program dari instalasi
farmasi RSUD RA. Kartini yang pengadaannya berdasarkan laporan
pemakaian setiap bulan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Adapun obat hibah di RSUD RA. Kartini antara lain :
a) Anti Retroviral Virus
Obat Anti Retroviral Virus yang tersedia di RSUD RA. Kartini
antara lain adalah Nevirapin, Evafirenz, Tenofovir, Duviral

58
(kombinasi Lamivudine + Zidovudine), FDC Anak, FDC Dewasa,
Zidovudine, Lamivudine.
b) Malaria
Obat Malaria yang tersedia di RSUD RA. Kartini terdiri dari
Artesunat Injeksi, Primakuin, D-Artep (Dihidro Artemisin dan
Piperaquine).
c) TB DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
Obat Anti Tuberkulosis yang tersedia di RSUD RA. Kartini
antara lain Obat Kategori I, Obat Kategori II dan Kategori Anak.
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai oleh panitia pengadaan RSUD RA. Kartini dilakukan dengan untuk
periode waktu 1 bulan sekali untuk sediaan farmasi di e-catalogue yang
mudah didapatkan di pasaran, sediaan farmasi yang fast moving, sediaan
farmasi yang mudah di dapatkan dari distributor, dan obat diluar e-
cataloguetetapi dibutuhkan oleh Rumah Sakit. Sedangkan untuk periode
waktu 2-3 bulan untuk sediaan di e-catalogue yang sediaannya sulit di
dapatkan di pasaran, continuitas ketersediaan di pasaran, sediaan farmasi
dengan stok terbatas dari distributor.
Pengadaan sediaan farmasi di RSUD RA. Kartini terdapat 2
kebijakan mengenai nominal pengadaan yaitu
1) Pengadaan sediaan farmasi dengan nominal lebih dari 50 juta maka
PBF harus membuat surat perintah kerja yang diketahui oleh panitia
pengadaan.
2) Pengadaan sediaan farmasi dengan nominal kurang dari 50 juta dibagi
menjadi dua kriteria yaitu nominal kurang dari 10 juta pengadaannya
hanya melibatkan penerima barang dan pejabat teknis, sedangkan
nominal yang lebih dari 10 juta pengadaannya melibatkan pejabat
pengadaan, pejabat pembuat komitmen dan penerima hasil.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua

59
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik
(Permenkes, 2014)
Mekanisme penerimaan perbekalan farmasi di RSUD RA. Kartini
adalah sebagai berikut :
1) Penerima perbekalan farmasi dilakukan oleh panitia penerimaan barang
di gudang
2) Panitia menerima copy faktur dari distributor
3) Perbekalan farmasi yang diterima diperiksa kecocokan antara barang,
faktur, dan surat pesanan. Beberapa hal yang diperiksa adalah nama
obat, bentuk sediaan, jumlah, nomor batch, kualitas barang, tanggal
kadaluarsa, kondisi dan kualitas barang.
4) Setelah proses pemeriksaan, faktur ditanda tangani oleh apoteker untuk
sediaan yang narkotika dan psikotropika, namun perbekalan farmasi
lainnya boleh ditandatangani oleh asisten apoteker yang bertugas
sebagai panitia penerimaan barang.
5) Setelah proses penerimaan perbekalan farmasi dilakukan penyimpanan
6) Faktur yang telah sesuai di input secara komputerisasi
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), tujuan
penyimpanan adalah: a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab c. Menjaga ketersediaan d.
Memudahkan pencarian dan pengawasan Menurut peraturan Menteri
kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit bahwa untuk menjamin kualitas dan
keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
harus sesuai dengan persyaratan kefarmasian yang meliputi persyaratan
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban dan ventilasi.
Komponen yang harus di perhatikan dalam penyimpanan antara lain:

60
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama
kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi.
Penyimpanan dimaksudkan untuk memelihara mutu barang dan
menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada stok), menjamin keamanan
dari kecurian dan kebakaran, memudahkan dalam pencarian dan
pengawasan persediaan barang kadaluarsa dan menjamin pelayanan yang
cepat dan tepat Penyimpanan sediaan farmasi di gudang RSUD RA. Kartini
dibedakan berdasarkan :
1) Bentuk sediaan
Terdapat perbedaan tempat penyimpanan untuk bentuk sediaan obat
tablet, sirup, bahan beracun berbahaya, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai
2) Suhu penyimpanan dan stabilitas
Suhu penyimpanan untuk sediaan yang termolabil yaitu pada suhu 2-8
°C seperti insulin dan sediaan suppositoria, untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, bahan medis habis pakai dengan suhu ruangan pada suhu yang
terkendali yaitu ≤ 25 °C seperti sediaan tablet dan sirup.
3) Nama obat (sesuai alfabetis)
Penyimpanan yang telah dibedakan berdasarkan bentuk sediaan,
dilanjutkan penyimpanan sesuai alfabetis, sehingga memudahkan untuk
menemukan sediaan yang di inginkan.
4) Penandaan untuk High Alert Medicine

61
Terdapat penandaan khusus untuk obat High Alert Medicine seperti
sediaan insulin yang membutuhkan pemantauan khusus sehingga
diberikan label berwarna merah bertuliskan “High Alert Medicine”
5) Bahan beracun dan berbahaya
Sediaan farmasi yang tergolong dalam bahan beracun berbahaya dan
bersifat korosif disimpan dalam almari yang berbeda berwarna kuning
dan diberikan stiker penandaan khusus.
6) Penandaan obat LASA
Untuk obat Look Alike Sound Alike tempat penyimpanannya diberi
selingan 2 jenis obat berbeda untuk menghindari kesalahan dalam
pengambilan obat.
7) Golongan obat narkotika dan psikotropika
Penyimpanan khusus untuk sediaan yang termasuk golongan
narkotika di gudang RSUD RA. Kartini yaitu dengan menggunakan
almari dua pintu dan dua kunci yang disimpan oleh apoteker penanggung
jawab, almari tidak mudah di pindahkan, untuk sediaan narkotik dan
psikotropik masing-masing diletakkan di almari yang berbeda dari
sediaan obat yang lain, tempat penyimpanan sediaan khusus narkotika
dan psikotropika terpantau dengan CCTV untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan sediaan narkotika dan psikotropika.
8) Golongan obat prekursor dan obat- obat tertentu
Penyimpanan khusus untuk sediaan yang termasuk dalam golongan
preskursor dan obat- obat tertentu di gudang RSUD RA. Kartini masing-
masing menggunakan almari khusus untuk menyimpan obat golongan
prekursor dan obat- obat tertentu agar terpisah dari sediaan obat yang lain
yaitu almari satu pintu dengan kunci yang disimpan oleh apoteker
penanggung jawab, tata letak almari ini terpantau dari CCTV untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan sediaan obat golongan prekursor
dan obat- obat tertentu.
5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan dalam rangka menyalurkan /
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

62
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan / pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan (Permenkes,
2014).
RSUD RA. Kartini melakukan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai ke masing- masing satelit rawat
jalan 1 dan 2,3 satelit rawat inap, Instalasi Bedah Sentral, IGD berdasarkan
form permintaan yang ditulis secara manual dan input permintaan dengan
menggunakan SIMRS di masing- masing satelit untuk sediaan yang
dibutuhkan. Namun terlebih dahulu dilakukan verifikasi dari pihak gudang
untuk permintaan dapat disetujui, setelah itu dilakukan persiapan sediaan
farmasi yang telah disetujui dan barang diantar ke masing-masing satelit.
Sistem pendistribusian ke ruang perawat hanya untuk bahan medis habis
pakai dengan menggunakan buku barang habis pakai yang ditulis oleh
petugas ruangan kepada pihak gudang yang selanjutnya dilakukan validasi
ketersediaan stok barang. Petugas menyiapkan barang yang diminta dan
menyerahkan bahan medis habis pakai ke ruangan-ruangan yang meminta.
Permintaan stok obat dari unit pelayanan ke gudang farmasi dilakukan
sebanyak 2x dalam seminggu, dengan alur sebagai berikut:
1. Petugas dari unit pelayanan farmasi menulis obat – obat dan bahan
medis habis pakai yang habis dalam form dan menginput permintaan
ke gudang menggunakan melalui system Sistem Informasi
Managemen Rumah Sakit (SIMRS).
2. Petugas gudang menerima form permintaan kemudian
mengecek ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai selanjutnya
memverifikasi permintaan untuk disetujui atau ditolak.
3. Petugas gudang yang telah menyetujui, menyiapkan barang
dan menulis di kartu stok pengeluaran barang.
4. Barang yang telah disiapkan kemudian diantar ke unit
pelayanan farmasi.

63
5. Pemusnahan dan Penarikan Pemusnahan dan penarikan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak
dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku (Permenkes,
2014)
Pemusnahan yang dilakukan di RSUD RA. Kartini untuk perbekalan
farmasi yang kadaluwarsa dilakukan dengan cara :
1) Penarikan perbekalan farmasi dari satelit-satelit minimal 3 bulan
mendekati tanggal kadaluwarsa.
2) Perbekalan farmasi yang tidak dapat diretur ke distributor, disimpan
secara terpisah untuk dilakukan pemusnahan secara bersama-sama
3) Dilakukan pendataan atas perbekalan farmasi yang akan dimusnahkan
4) Pemusnahan di RSUD RA. Kartini dilakukan oleh pihak ketiga yaitu
dengan PT PRIA (Putra Restu Ibu Abadi).
5) Membuat berita acara pemusnahan
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau ketentuan
peraturan perundang-undang dilakukan oleh BPOM (mandatory recall)
atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada badan BPOM.
Penarikan perbekalan farmasi dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh menteri (Menkes, 2016). Rumah sakit harus
memiliki sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan perbekalan
farmasi tersebut sehingga ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.5 Pelayanan Farmasi Klinis
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016,
Pelayanan Farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of
life) terjamin. Pelayanan Farmasi klinik antara lain:
3.5.1 Pengkajian dan pelayanan resep

64
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan (PMK N0.72 Tahun 2016). Pada
RSUD RA Kartini, pengkajian dan pelayanan resep dilakukan secara
rutin di Unit Palayanan Farmasi, pengkajian yang dilakukan sesuai
dengan persyaratan administrasi, farmasetika dan juga klinis.
Pelayanan resep di RSUD RA Kartini dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemberian etiket, pemeriksaan kembali, dan penyerahan sediaan
Farmasi yang disertai pemberian informasi kepada pasien.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan pengkajian dan pelayanan resep padaRSUD RA Kartini
telah sesuai dengan PMK No.72 Tahun 2016.
3.5.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Berdasarkan PMK No. 72 Tahun 2016, penelusuran riwayat
penggunaan Obat (rekonsiliasi) merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat
pasien.
Pada RSUD RA Kartini penelusuran riwayat penggunaan obat
(rekonsiliasi) dilakukan melalui metode wawancara kepada pasien atau
keluarga pasien, dimana apoteker menanyakan secara langsung terkait
riwayat alergi obat, penggunaan obat sebelumnya, dan riwayat
penyakit dahulu yang pernah dialami pasien. Data yang didapatkan
tersebut kemudian didokumentasikan pada lembar rekonsiliasi obat
yang tersedia.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan penelusuran riwayat penggunaan obat padaRSUD RA
Kartini telah sesuai dengan PMK No.72 Tahun 2016.
3.5.3 Rekonsiliasi Obat

65
Berdasarkan PMK No.72 Tahun 2016, Rekonsiliasi Obat
merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan
Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
ataupun sebaliknya.
Pada RSUD RA Kartini, rekonsiliasi obat dilakukan oleh apoteker
dengan metode pengumpulan data yang didapatkan dari data rekam
medik pasien, apoteker mendokumentasikan terkait penggunaan obat
sebelumnya yang telah diberikan oleh dokter baik di IGD, ataupun
ruang inap yang ditempati pasien sebelumya yang kemudian dicatat
pada lembar rekonsiliasi obat. Selain melalui pengumpulan data dari
rekam medik pasien, apoteker juga melakukan wawancara kepada
pasien atau keluarga pasien terkait dengan riwayat penggunaan obat
pasien3 bulan terakhir.Ketika melakukan rekonsiliasi obat melalui
wawancara langsung kepada pasien atau keluarga pasien, Apoteker
juga memberikan edukasi kepada pasien terkait dengan terapi yang
akan pasien dapatkan selama perawatan di Rumah Sakit.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan rekonsiliasi obat pada RSUD RS Kartini telah sesuai
dengan PMK No.72 Tahun 2016.
3.5.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016,
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker
kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.

66
Pada RSUD RA Kartini Kegiatan pelayanan informasi Obat yaitu
memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif. Aktif dilakukan dengan menjawab pertanyaan dari
pasien maupun tenaga kesehatan baik melalui tatap muka seperti
kegiatan penyuluhan ataupun ketika pasien datang ke sarana kesehatan
untuk bertanya mengenai Obat, sedangkan pasif yaitu dengan
membuat leaflet, label Obat, poster, dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan Pelayanan Informasi obat pada RSUD RA Kartini telah
sesuai dengan PMK No.72 Tahun 2016.
3.5.5 Konseling
Berdasarkan PMK No.72 Tahun 2016, Konseling Obat adalah
suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari
Apoteker (konselor) kepada pasien dan / atau keluarganya. Konseling
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pada RSUD RA Kartini, konseling
dilakukan oleh Apoteker di ruangan khusus, dimana konseling
dilakukan terhadap pasien dengan kriteria memiliki penyakit kronis
yang memerlukan pengobatan jangka panjang serta memerlukan
kepatuhan minum obat, pasien ibu hamil, menyusui, pediatri, geriatri,
dan pasien yang mendapatkan obat dengan instruksi khusus (obat non-
konvensional). Konseling yang dilakukanoleh apoteker
didokumentasikan pada lembar pencatatan konseling.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan konseling pada RSUD RA Kartini telah sesuai dengan
PMK No.72 Tahun 2016.
3.5.6 Visite
Berdasarkan PMK No. 72 Tahun 2016,
Visitemerupakankegiatankunjungankepasienrawatinap yang
dilakukanApotekersecaramandiriataubersamatimtenagakesehatanuntuk
mengamatikondisiklinispasiensecaralangsung,

67
danmengkajimasalahterkaitObat, memantauterapiObatdanReaksiObat
yang TidakDikehendaki, meningkatkanterapiObat yang rasional,
danmenyajikaninformasiObatkepadadokter,
pasiensertaprofesionalkesehatanlainnya.

Kegiatanvisite di RSUD RA KARTINI


Kegiatan visite pasien yang dilakukan oleh Apoteker selama ada pandemi
Covid sementara ditiadakan. Sebelum adanya pendemi, ada petugas Apoteker
yang melakukan visite mandiri ke bangsal-bangsal pasien. Hasil visite ditulis
dalam analisa SOAP pasien ditulis di CPPT pasien.
3.5.7Dispensing Sediaan Steril
Berdasarkan PMK No. 72 Tahun 2016, Dispensing
sediaansterilharusdilakukan di
InstalasiFarmasidenganteknikaseptikuntukmenjaminsterilitasdanstabilitasprodukd
anmelindungipetugasdaripaparanzatberbahayasertamenghindariterjadinyakesalaha
npemberianObat.
Pada RSUD RA Kartini dispensing
sediaansterilmeliputipencampuranobatsuntikdanpenyiapannutrisi parenteral.
Pencampuranobatsuntikdilakukanpadaruangkhusus,
padalemariLAF.Pencampuranobatsuntik di RSUD RA
KartinidilakukanolehapotekerdanTenagaTeknisKefarmasian.Namun, Di RSUD
RA Kartinibelumdilakukanpenangananuntuksediaansitostatika.

68
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN PKPA

4.1 Tempat dan Waktu


Tempat: Rumah Sakit RA. Kartini Jepara
Waktu: 14 Desember 2020 sampai 6 Februari 2021
4.2 Uraian Kegiatan.
Tgl Tempat Kegiatan
14-19 Gudag  Mempelajari tata letak obat di
Desember gudang
2020  Mempelajari tentang sistem
pengadaan obat di rumah sakit
 Melakukan kegiatan stok
barang/ mencocokkan antara
barang real dengan kartu stok
21-26 Apotek Rawat Inap  Membantu menyiapkan obat
Desember untuk pasien rawat inap dan
2020 pasien pulang
28 Desember Apotek Rawat Jalan II  Membantu menyiapkan
2020-2 racikan kapsul resep dokter
Januari 2021  Membantu mengambilkan dan
menyiapkan resep pasien rawat
jalan
4-9 Januari Apotek IBS (Instalasi  Mempelajari tentang paket-
2021 Bedah Sentral) paket obat dan injeksi untuk
operasi
 Mempelajari tentang jenis-
jenis benang dan jenis operasi
11-16 Apotek Rawat Jalan III  Membantu menyiapkan obat
Januari 2021 racikan kapsul dokter
 Membantu menyiapkan dan
memberi label etiket untuk
obat rawat jalan

69
18-23 Apotek IGD (Instalasi  Membantu menyiapkan alkes
Januari 2021 Gawat Darurat) dan obat untuk pasien IGD
 Menyiapkan paket untuk
hemodialisa
 Membantu mengecek stok
pada saat permintaan ke
gudang

Catatan: Jadwal PKPA selama 2 bulan di RSUD RA Kartini Jepara, berulang.


Setiap mahasiswa berkesempatan di wahana masing-masing selama 2 minggu

70
BAB V
PEMBAHASAN

PKPA di RSUD RA Kartini Jepara berlangsung selama 8 minggu. Selama 8


minggu kita belajar banyak tentang seluk beluk pelayanan di rumah sakit.
 Gudang
Gudang obat di rumah sakit adalah pusat dari seluruh pengadaan baik obat,
alat kesehatan maupun bahan medis habis pakai dan seluruh keperluan satelit
rumah sakit seperti laboratorium, radiologi dan bahan B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun).
Pengelolaan perbekalan farmasi di RSUD RA Kartini meliputi:
a. Pemilihan
Setiap rumah sakit harus menggunakan jenis sediann farmasi, alkes,
dan BMHP berdasarkan Formularium rumah sakit. Formularium rumah
sakit disusun oleh KFT (Komite Farmasi dan Terapi) yang diketuai oleh
dokter spesialis dengan sekretaris seorang Apoteker dengan anggota
dokter SMF dan tenaga medis lainnya, seperti perawat, bidan, laboran, ahli
gizi, rongsen.
b. Perencanaan
Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi berdasarkan:
1) Sediann farmasi yang sudah masuk di Formularium rumah sakit
2) Pola penyakit
3) Pandemi
4) Pertimbangan mutu dan harga
5) Morfologi penyakit
6) Menggunakan analisa ABC/VEN
c. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP di RSUD RA Kartini
Jepara menggunakan sistem:
1) E-Katalog

71
Pemesanan secara online dengan harga yang sudah ditentukan dari
Pemerintah dengan Surat Pesanan (SP) yang berbemtuk elektronik
sesuai aplikasi rumah sakit.

2) Non katalog
Pengadaan perbekalan farmasi non e-katalog yang mengacu dari
formularium rumah sakit, pengadaan dilakukan secara langsung
pembelianke PBF sesuai dengan anggaran dan bersifat kondisional.
3) Obat hibah
Adalahobatyang diperoleh melalui permintaan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Jepara meliputi antiretroviral virus (ARV), TB,
vaksin program nasional, Malaria, KB, reagen laboraturium.
d. Penerimaan
Perbekalan farmasi yang telah dipesan oleh instalasi farmasi, oleh
distributor dikirimkan ke gudang farmasi RSUD Kartini Kab. Jepara dan
diterima oleh petugas gudangkemudian disesuaikan dengan spesifikasi
barang berdasarkan surat pesanan (SP) yang telah ditandatangani kepala
instalasi farmasi, barang yang datang dicek oleh petugas gudang meliputi
kesesuian fisik dengan faktur (jumlah, bentuk sediaan, kerusakan fisik,
tanggal kadaluarsa, dan lain-lain). Setelah proses pemeriksaan kesesuaian
perbekalan farmasi, petugas farmasi menandatangani fakturdengan
memberikan stempel instalasi farmasi RSUD Kartini Kab. Jepara, barang
diserahkan ke petugas gudang farmasi, lalu disimpan.
e. Penyimpanan
Penyimpanan yang dimaksudkan untuk memelihara mutu barang dan
menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada stok), menjamin keamanan
dari kecurian dan kebakaran, memudahkan dalam pencarian dan
pengawasan persediaan barang kadaluarsa dan menjamin pelayanan yang
cepat dan tepat. Penyimpanan obat, alat kesehatan dan BMHP di RSUD
RA Kartini Kab. Jepara dilakukan dengan metode:
1) Golongan obat (generik dan non generik)
2) Bentuk sediaan

72
3) Alfabetis
4) First Expired First Out (FEFO)
5) First In First Out (FIFO)
Penyimpanan obat-obat khusus (HAM, narkotika, psikotropika
dan prekursor) Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan didalam
lemari khusus berpintu ganda dilengkapi dengan kunci ganda yang
dibawa oleh petugas gudang yang berbeda, sedangkan prekursor dan
OOT disimpan di lemari terpisah. Untuk obat HAM disimpan dalam
lemari yang terpisah dan diberi tanda tulisan HAM dan stiker merah.
Penyimpanan sediaan farmasi kategori LASA (Look Alike Sound A
like) disimpan dengan diberi jeda dan stiker penanda LASA untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Pintu dan kunci
untuk penyimpanan obat khusus memakai kode dan double lock
1) Penyimpanan obat termolabil
Penyimpanan obat termolabil atau obat yang tidak stabil pada
suhu ruang disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8 0C.
Contohnya lantus, apidra, ATS, dan lain-lain.
2) Penyimpanan obat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Penyimpanan bahan-bahan yang termasuk dalam golongan
B3 disimpan pada lemari besi yang berwarna kuning, terhindar dari
benturan fisik, ruangan penyimpanan kering, sejuk, berventilasi
cukup, jauh dari potensi kebakaran, dan diberi tanda khusus. Obat
B3 umumnya mempunyai sifat mudah terbakar, meledak, korosif
dan karsinogenik.
3) Dokumentasi untuk obat B3 harus ada MSDS (Material Savety
Data Sheet) yaitu informasi yang berisi produk obta B3,
komposisinya, cara penanggulangan yang merupakan hazard data.
4) Penyimpanan Stok Emergensi
Obat emergensi di ruangan perawatan disimpan dalam tas
emergency/ troli emergency (untuk ruang kritis seperti ICU, IGD,
IBS, IRNAP) dilengkapi kunci disposible dengan kode seri yang
berbeda. Bila obat emergensi digunakan maka dokter akan

73
memberikan resep obat atau alkes emergency yang digunakan.
Resep emergency diantarkan oleh petugas ruangan ke unit farmasi
rawat inap. Petugas farmasi akan mengganti, mengecek dan
mengunci troli/ tas emergensi tersebut dengan kunci yang baru.
Untuk obat-obat radioaktif disimpan di tempat yang berbeda
dengan diberikan logo radioaktif dan untuk obat kemoterapi di
simpan di lemari yang diberikan logo sitostatistik.
Penyimpanan obat-obat infus atau obat dalam kardus asli
tidak boleh langsung diatas lantai tetapi harus memakai palet dan
tidak boleh berdekatan atau mepet ke dinding.
f. Pendistribusian
Pelayanan distribusi obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi
RSUD RA Kartini Kab. Jepara dilakukan dengan sistem distribusi sebagai
berikut:
1. Sistem distribusi one daily dose atau ODD (di unit farmasi rawat inap)
2. Sistem distribusi unit dose dispensing atau UDD (di unit Farmasi
Gawat darurat)
3. Sistem distribusi individual prescribing (di unit farmasi rawat jalan)
4. Sistem distribusi floor stok (stok jumlah terbatas di ruang perawatan
untuk bahan medis habis pakai).
Permintaan stok obat dari unit pelayanan ke gudang farmasi dilakukan
sebanyak 2x dalam seminggu, dengan alur sebagai berikut:
1. Petugas dari unit pelayanan farmasi menulis obat – obat dan bahan
medis habis pakai yang habis dalam form dan menginput
permintaan ke gudang menggunakan melalui system Sistem
Informasi Managemen Rumah Sakit (SIMRS).
2. Petugas gudang menerima form permintaan kemudian
mengecek ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai
selanjutnya memverifikasi permintaan untuk disetujui atau ditolak.
3. Petugas gudang yang telah menyetujui, menyiapkan barang
dan menulis di kartu stok pengeluaran barang.

74
4. Barang yang telah disiapkan kemudian diantar ke unit
pelayanan farmasi.
g. Pemusnahan dan Penarikan
Obat-obat yang rusak atau kadaluarsa di catat, dibukukan selama
satu tahun kemudian direkap dan dibuatkan berita acara pemusnahan.
Pemusnahan merupakan kegiatan penghapusan perbekalan farmasi
yang kadaluarsa, rusak dari segi fisik dan stabilitas serta kualitas mutu
yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Proses pemusnahan dilakukan
dengan cara membuat usulan pemusnahan perbekalan farmasi pada pihak
terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pemusnahan yang dilakukan
di RSUD RA Kartini Kab. Jepara untuk perbekalan farmasi yang
kadaluwarsa dilakukan dengan cara membuat daftar sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang akan dimusnahkan, membuat
berita acara pemusnahan dan pemusnahan di RSUD RA Kartini Kab.
Jepara dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT. PRIA (Putra Restu Ibu
Abadi).
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau
ketentuan peraturan perundang-undang dilakukan oleh BPOM (mandatory
recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada badan BPOM. Penarikan
perbekalan farmasi dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut
oleh menteri (Menkes, 2016). Rumah sakit harus memiliki sistem
pencatatan terhadap kegiatan penarikan perbekalan farmasi tersebut
sehingga ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
h. Pengendalian
Cara untuk mengendalikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai di RSUD RA Kartini Kab. Jepara dilakukan
dengan melakukan stock opname yang dilakukan setiap 6 bulan,
sedangkan evaluasi obat-obat slow moving dan death stock dilakukan
setiap bulan.
i. Administrasi

75
Administrasi yang dilakukan di gudang farmasi RSUD RA Kartini
Kab. Jepara yaitu dengan mendokumentasikan keluar masuknya
perbekalan farmasi melalui kartu stok gudang dengan pencatatan
penerimaan dan pengeluaran obat, alat kesehatan dan BMHP melalui
SIMRS. Administrasi keuangan terkait dengan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,
penyiapan laporan, dan penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua
kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan secara rutin atau tidak
rutin dalam periode bulanan, tiga bulanan, enam bulanan atau tahunan
sehingga laporan keuangan dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengambilan keputusan terhadap proses pengelolaan perbekalan farmasi
pada periode berikutnya (Menkes RI, 2016).
Administrasi penghapusan terhadap sediaan farmasi alat kesehatan
dan BMHP yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP kepada pihak tekait sesuai prosedur
yang berlaku (Menkes RI, 2016).
 Apotek Rawat Jalan I/II/III
Instalasi Farmasi RSUD RS Kartini Jepara dalam melakukan pelayanan
kesehatan rawat jalan dibagi menjadi 3 bagian depo farmasi, yaitu:
1. Apotek Rawat Jalan I melayani unit pelayanan, poli Kandungan dan
Kebidanan, poli matahari, poli penyakit dalam, HD (Hemodialisa)
2. Apotek Rawat Jalan II melayani unit pelayanan poli kulit, poli mata, poli
anak, poli reham medik, poli fisoterapi, poli matahari (HIV), poli jiwa,
poli nyeri, poli geriatri, poli penyakit dalam, poli paru, poli THT
3. Apotek Rawat Jalan III melayani poli bedah, poli syaraf, poli othopedi.
Dalam melakukan pelayanan di apotek rawat jalan III kita
berkesempatan untuk membantu menyiapkan obat dan memberi etiket cara
pakai serta membantu menyiapkan peracikan kapsul resep dokter jantung.
Untuk pelayanan di apotek rawat inap II karena resep yang sangat banyak,
maka pelabelan dilakukan oleh Apoteker dan dibantu oleh tenaga TTK.
Mahasiswa PKPA diperkenankan untuk membantu menyiakan obat sesuai

76
resep dan membuat resep racikan kasul yang sudah di racik oleh petugas
farmasi.
RSUD RA Kartini Jepara merupakan rumah sakit Pemerintah,
sehingga menerima pasien JKN. Alur untuk pasien JKN/BPJS adalah
pasien datang dari poli dengan membawa resep yang sudah diverifikasi
oleh petugas verifikasi, kemudian petugas farmasi mengentri obat kedalam
sistem billing rumah sakit. Jumlah obat disesuaiakn dengan plafon BPJS
dan apakah obat tersebut tergolong prolanis atau bukan. Obat yang sudah
siap kemudian disetahkan kepada pasien dengan edukasi cara pemakaian,
cara penyimpanan, apa-apa yang harus diperhatikan selama minum obat.
Pasien JKN/BPJS tidak perlu membayar biaya dokter maupun biaya obat.
Mekanisme pasien JKN/BPJS tersebut hampir mirip dengan pasien
BPJS Jasa Raharja. Hal yang membedakan adalah sebelum pasien
mendapatkan obat, pasien harus ke kasir terlebih dahulu dengan membawa
rincian biaya obat. Hal tersebut gunanya untuk melihat apakah plafon
BPJS JR masih bisa mengcover biaya obat yang diresepkan. Setelah
pasien mendapat verifikasi dari kasir, pasien kembali ke apotek rawat jalan
untuk mendapatkan obat. BPJS JR untuk pasien-pasien yang mengalami
kecelakaan yang ditanggung oleh Jasa Raharja, baik itu pasien rawat inap
maupun pasien rawat jalan dan pasien post rawat inap (kontrol). Selama
plafon masih bisa mencukupi, pasien tidak mengeluarkan biaya dokter
maupun obat.
Untuk pasien umum, RSUD RA Kartini Jepara sudah menerapkan
resep online yang sementara dikhususkan untuk pasien umum. Dalam hal
ini pasien bisa langsung datang ke apotek kemudian membayar ke kasir
dan mengambil obat ke apotek tanpa harus mengantri karena resep obat
sudah diberikan via aplikasi WA dan sudah disiapakn petugas.
Tata letak obat di apotek rawat jalan hampir semua sama yaitu sesuai
abjad dan bentuk sediaa. Khusus apotek rawat jalan III untuk poli jiwa/
psikiatri dan jantung disendirikan dalam rak yang berbeda.
 Apotek Instalasi Bedah Sentral

77
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, Instalasi
Farmasi RSUD RA Kartini Jepara mempunyai depo farmasi setelit, yaitu
apotek IBS. Apotek IBS melayani semua kebutuhan instalasi bedah sentral
dalam hal ini berupa macam-macam operasi yang dilakukan di RSUD RA
Kartini Jepara. Alur pelayanan obat di Apotek IBS adalah setiap hari
(biasanya siang hari) apotek melakukan pengecekan data program operasi apa
saja yang akan dilaksankan. Kemudian petugas apotek akan melakukan
persiapan paket obat dan alkes yang akan dipergunakan dalam operasi. Untuk
mengantisipasi adanya operasi mendadak, petugas apotek sudah menyiapkan
paket-paket operasi tang didalamnya berisi obat dan alkes yang akan
digunakan.
Didalam ruang IBS terdapat obat-obat emergensi yang berada dalam
troli emergensi yang terkunci dan kunci dipegang oleh Apoteker. Obat-obat
emergensi yang terdapat dalam troli emergensi di IBS antara lain: Amiodaron
injeksi, Lidocain injeksi, MgSO4 20%, Ephineprin injeksi, Calcii Gluconas
injeksi, Dopamin injeksi.
Obat emergensi setiap hari dilakukan pengecekan stok, apabila
berkurang dari jumlah yang tertera dalam tulisan stok, maka petugas apotek
segera akan menggantinya.
Jenis-jenis anestesi dan obat/alkes yang dipergunakan di RSUD RA
Kartini Jepara:

1. Anestesi lokal
- Obat dan alkes yang digunakan dalam anestesi lokal adalah: injeksi
lidocain, injeksi atropin sulfas, injeksi dexamethason, cairan dasar
infus, spuit 1ml/3ml/5ml/10ml, benang silk
- Contoh penggunaan anestesi lokal antara lain untuk operasi
pseudofakia, retensio urine, aspirasi, cylostomi, efusi pleura
2. Regional anestesi (RA)
- Obat dan alkes yang digunakan untuk regional anestesi adalah: aqua
pro injeksi, injeksi asam tranexamat, injeksi bucain, injeksi catapres,

78
injeksi metoclopramid, injeksi ephedrin, injeksi ketorolac, injeksi
midazolam (fortanes/miloz injeksi), injeksi tramadol, injeksi ethanyl,
injekasi dexamethason, injeksi atropin sulfas, injeksi diphenhidramin,
injeksi vit k 10mg, spinocan, cairan dasar infus (RL, NaCl, asering,
gelofusal/sanbe hes infus, betadin, spuit 1ml/3ml/5ml/10ml, masker
oxygen, apron, nurse cup, benang operasi
- Contoh penggunaan regional anestesi antara lain pada operasi BPH,
fraktur femur, fraktur patela, fraktur cruris, fraktur tibia, fraktur
trochanter, hernia dewasa, haemoroid, hematocel, knee bursitis, molla
hidrolisa, polip recti, stt genu,
3. General anestesi (GA)
- Obat dan alkes yang digunakan untuk general anestesi adalah: aqua pro
injeksi, injeksi asam tranexamat, injeksi bucain, injeksi catapres,
injeksi metoclopramid, injeksi ephedrin, injeksi ketorolac, injeksi
midazolam (fortanes/miloz), injeksi tramadol, injeksi ethanyl, injeksi
fresofol (recofol), injeksi ketamin (KTM), injekasi dexamethason,
injeksi atropin sulfas, injeksi diphenhidramin, injeksi vit k 10mg,
spinocan, cairan dasar infus (RL, NaCl, asering, gelofusal/sanbe hes
infus, betadin, spuit 1ml/3ml/5ml/10ml, masker oxygen, apron, nurse
cup, gudel, benang operasi. Untuk pasien anak, ditambahkan
parasetamol infus.
- Contoh penggunaan general anestesi antara lain pada operasi appcrush
injuri, calazion od/os, endic, corpus alenium, candiloma, ctev,
dislokasi, cobutio, basalioma, ganglion/ baker cyst, ca recti
(colostomy), femosis, tumor mamae, fraktur radius, fraktur humeris,
fraktur phalak, fraktur digiti, fraktur manus, fraktur distal, glaukoma/
katarak, hernia anak, hematom, hemangioma, hardeulum, IUFD,
kistoma ovari, kista bartolini, keloid, kista aterm, laserasi,
lympadenopi, lypoma, mioma uteri, mastitis, neurofibroma, ofalgia,
osteomilitis, orthitis, plasenta restan, ruptur tendon, repair past op,
ruptur bulbi, ring contropent, selulitis, stt bucal, stt temporal, tumor
thorax

79
4. General anestesi + intubasi (GAI)
- Obat dan alkes yang digunakan untuk general anestesi + intubasi
adalah: aqua pro injeksi, injeksi asam tranexamat, injeksi bucain,
injeksi catapres, injeksi metoclopramid, injeksi ephedrin, injeksi
ketorolac, injeksi midazolam (fortanes/miloz), injeksi tramadol, injeksi
ethanyl, injeksi roculax, injeksi prostigmin 3 ampul. Injekasi
dexamethason, injeksi atropin sulfas, injeksi diphenhidramin, injeksi
vit k 10mg, spinocan, cairan dasar infus (RL, NaCl, asering,
gelofusal/sanbe hes infus, betadin, spuit 1ml/3ml/5ml/10ml, masker
oxygen, apron, nurse cup, gudel, ET, suction.
- Contoh penggunaan general anestesi + intubasi antara lain pada
operasi fistula prebicula (THT), ranula, TE (tonsilectomy), tumor sub
lingual, SNNT (lobectomy), rinosinositis, ruptur gaster, polip,
peritonitis (laparotomy), ferforasi gaster, kista ductus, invagibasi,
KET, illeus, fraktur nasal, fractur maxila, ca mamae, cholelitiasis,
atresiani, adenotom.
Jenis obat anestesi yang ada di RSDU RA Kartini Jepara:
Ada tiga golongan anestesi yang dipakai:
a. Jenis anestesi golongan narkotika:
1. Ethanyl injeksi
b. Jenis anestesi golongan psikotropika:
1. Midazolam injeksi (fortanes.miloz injeksi)
c. Jenis anestesi umu
1. Lidocain injeksi
2. Bucain injeksi (buvipacain injeksi)
3. Fresofol injeksi
4. Ketamin injeksi (KTM injeksi)
5. Roculax injeksi (rocuronium injeksi)
6. Nestigmin injeksi
Obat-obat dan alkes yang wajib ada dalam paket operasi di RSUD RA
Kartini Jepara:

80
1. Infus dasar: infus Rl, infus NaCl, infus Asering, infus Sanbe
Hes/Gelofusal
2. Obat injeksi wajib: injeksi Dexamethason, injeksi Atropin Sulfas, injeksi
Diphenhidramin, injeksi Vit K 10mg
3. Paket Reguler Anestesi (RA): Aqua PI, injeksi Bucain, injeksi Ephedrin,
injeksi Midazolam, injeksi Neostigmin, injeksi Tramadol, injeksi Ethanyl,
injeksi Asam Tranexamat, injeksi Metoclopramid, injeksi Ketorolac
4. Paket General Anestesi (GA): injeksi Asam Tranexamat, injeksi Ethanyl,
injeksi Tramadol, injeksi Midazolam (fortanes/miloz), injeksi Ketorolac,
injeksi Metoclopramid.
5. Paket General Anestesi Intubasi (GAI): injeksi GA/RA tambah injeksi
Neostigmin, injeksi Roculax, injeksi Fresofol, ET 7, ET 7,5, suction
catheter, gudel kuning, gudel hijau.
6. Alkes wajib: masker oxigen dewasa/anak, apron, Betadin, Polysuction set,
paket spuit 1ml, 3ml, 5ml, 10ml.
7. Khusus untuk operasi SC: urine bag, follycatheter no.16, suction catheter
no.8, kasa.
Injeksi tambahan untuk operasi caesar: injeksi oxytosin, injeksi
Methylergometrin, injeksi vit K 2mg dan tablet Misoprostol.
8. Benang jahit tergantung pada jenis operasi yang dilakukan.
Contoh jenis operasi dan paket obat injeksi, obat anestesi dan alkes yang
ada di RSUD RA Kartini Jepara:
1. Operasi Caesar (SC)
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket SC
- Paket RA/GA
- Paket alkes
- Spinocan
- Paket T-Suture pact for caesarean set (benang jahit M-49 1 90cm dan
M4-0 90cm)
- Benang jahit T-Vio V-16 90cm

81
- Benang jahit T-Plain 1 P89 90cm
2. Operasi FESS (Function Endoscopic Sinus Surgery/bedah
sinus/THT)
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket GAI
- Tambahan injeksi: injeksi Recofol, injeksi Atracurium/Roculax
injeksi, injeksi Neostigmin, injeksi Lidocain comp 2 ampul, injeksi
ephineprin 2 ampul
- Paket alkes
- ET 6,5 - ET 7 (dewasa)
- NGT 16
- Suction catheter
- Oxygen mask with tubing
- Gudel hijau, kuning
- Benang jahit T-Cromic 3-0 C43 90cm
- Gentamisin salep kulit
3. Operasi TE dewasa (Tonsilektomi/amandel)
- Paket infus dasar
- Paket injeki wajib
- Paket GA
- Paket alkes
- Tambahan injeksi Neostigmin, injeksi Atracurium, injeksi Roculax,
injeksi Fresofol
- Suction catheter
- Gudel kunung, hijau
- ET 7,5 – ET 7
- Benang jahit Cromic Metric CG915 GS-24
Note: untuk operasi TE anak:
- ET 4,5 – ET 5 – ET 5,5
- Nasal oxygen anak
- Gudel warna putih

82
- Suction catheter warna putih
- Parasetamol infus
- Injeksi Ondansetron
4. Operasi orthopedi (ROI/lepas dan ORIF/pasang)
- Paket dasar infus
- Paket injeksi wajib
- Paket RA/GA
- Paket alkes
- NGT no.16
- Gudel kuning, hijau
- Untuk RA tambah injeksi Hypobac
- Untuk GA tambah injeksi Fresofol dan injeksi Hypobac
- Tensocrepe (wajib tergantung bagian mana)
- softband
- Spinocan
- Connection set
- Collacure medical collagen sponge
- NGT no.16
- Benang T-Silk 2-0 S24 76cm
- Benang T-Vio 0 V129 90CM
- Benang T-Vio 2-0 V40 90cm
- Benang Optime 0 cut
- Benang Optime 2-0 cut
- Benang Optime 3-0 cut
- Benang T-Lene 2-0
- Benang T-Lene 3-0
5. Operasi Pacho (mata/operasi pengangkatan katarak modern)
- Paket dasar infus
- Paket injeksi wajib
- Paket GA
- Paket alkes
- Transfusi set

83
- Mani opthalmic knife MST 15
- Mani opthalmic knife MSL 27
- Mani opthalmic knife MCU 26
- Hogy SR-22USM Opthalmic Drape
- Miniwash (balanced salt solutio)
- Benang Nylon 10-3 Ref 8500
- Benang T-Silk 3-0 S21 76cm
- Dop mata
- Trypan blue opthalmic solutio (mede-blue)
- Catachol
- Power mata (sensar)
- Viscoid
- Eye drepe:
1. OPO 65  Sovereign Compact Rensable Tubing Set
2. OPOS 19L Luminar Flow Infusion Sleeve And Test Chamber
-19 Gauge
3. OPOR 3019L Laminar Flow Phaco Tip -19 Gauge
- Note: bila ECCE (Extra Capsular Cataract Exttactiona) tidak memakai
eye drepe
6. Operasi Odon (rahang gigi):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket GA
- Injeksi tambahan injeksi Neostigmin, injeksi Roculax, injeksi
Atracarium, injeksi Recofol, injeksi lidocain, injeksi Ephineprin
- ET 6,5 – ET 7
- Gudel hijau, kuning
- Benang T-Vio 3-0 V4 76cm
7. Operasi Illeus (pembedahan perut):
- Paket infus dasar
- Paket infus wajib

84
- Paket alkes
- Paket GAI
- Tambahan injeksi Neostigmin, injeksi Roculac, injeksi Atracarium,
injeksi Recofol
- Gudel kuning, hijau
- ET 7 – ET 7,5
- NGT 16
- Suction catheter eith control 16G
- General set (T-Cromic C58, T-Plain P88, T-Silk 2-0 S25, T-Vio 1
V16
- Benang T-Vio 3-0 sebanyak 4
8. Operasi Laparatomy anak:
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket GA
- Tambahan injeksi Recofol, injeksi Roculax, injeksi Neostigmin
- Gudel putih, biru, hijau
- ET 2,5 – ET 3 – ET 3,5
- Connecting tube
- Nasal oxygen bayi/anak
- Feeding tube no.10
- NGT 8, NGT 12
- Suction catheter putih no.12
- Infus Parasetamol
- Collacure medical collagen sponge
- Benang T-Vio 4-0 V3
- Benang T-Vio 3-0 V4
- Benang T-Cromic 3-0 C43
- Benang T-Lene 4-0 L18
- Benang Sofsilk 3-0 CV24
9. Operasi Peritonitis (radang peritonium):

85
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket GA
- Tambahan injeksi: injeksi Neostigmin, injeksi Roculax, injeksi
Recofol
- Suction catheter orange
- NGT 16
- ET 7 – ET 7,5
- Gudel hijau, kuning
- Collacure medical collagen sponge
- Benang T-Vio 3-0 Tupper
- Benang T-Cromic 0 Tupper
- Benang T-Plain 1
- Benang T-Silk 2-0
10. Operasi KET (kehamilan ektopik terganggu/ hamil diluar
kandungan):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket RA/GA
- Tambahan injeksi: injeksi Roculax, injeksi Neostigmin, injeksi
Recofol
- Gudel
- Connection set
- Collacur medical collagen sponge
- Suction catheter orange
- Benang T-mono 1 atau Maxon
- Benang T-mono 4-0
- Benang T-Vio 1
- Benang T-Crome 1
- Benang T-Crome 2

86
- Benang T-Plain 1
11. Operasi SNNT (Struma Nodusa Non Toksik/ pembesaran kelenjar
tiroid):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket GA
- Paket alkes
- Tambahan injeksi: injeksi Fresofol, injeksi Roculax, injeksi
Neostigmin, injeksi Ethanyl 3ampul
- Suction catheter no.16
- Infus set
- Collacure medical collagen sponge
- Gudel kuning, hijau
- ET 7 – ET 7,5
- NGT no.12, NGT no.14
- Benang T-Vio 3-0 tupper
- Benang T-Vio 4-0
- Benang Cromic 3-0
- Benang Silk 1
- Benang Silk 2-0
12. Operasi APP (appendix/ usus buntu):
- Paket dasar infus
- Paket injeksi wajib
- Paket RA/GA
- Tambahan injeksi Recofol untuk anak
- Paket alkes
- Follycatheter dan urine bag
- NGT no.16
- Appendix set
- Spinocan
- Benang T-Suture pack appendic
- Benang T-Lene 3-0 L19

87
- Benang T-Lenen 2-0 L20
- Benang T-Silk 1 S84
- Benang T-Silk 0 S83

88
13. Operasi hernia dewasa: anak:
- paket dasar infus - paket dasar infus
- paket injeksi wajib - paket injeksi wajib
- paket alkes - paket alkes
- Paket RA - paket GA
- Folly catheter dan urine bag - Follycatheter no.8
- Spinocan - suctiob kecil
- Hernia set - gudel
- Benang T-Vio 2-0 - infus Parasetamol
- Benang Plain 0 - benang Silk 2-0 tup
- Benang T-Lene 2-0 - benang T-Plain 3-0
- Benang T-Lene 3-0 - benang T-Vio 3-0
- Benang T-Vio 0 tupper (anak)
- Benang T-Cromic 3-0 (anak)
- Benang T-Lene 2-0 (anak)
- Benang T-Lene 3-0 (anak)
14. Operasi ulkus DM (Diabetes Melitus):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket RA
- Tambahan injeksi Recofol
- Spinocan
- Paket alkes
Jika diamputasi, tambahan:
- Cainran koloid (infus gelofusal)
- Folly catheter no.16 dan urine bag
- Connection set
- Tensocrepe
- Benang T-Silk 1
- Benang T-Vio 1
- Benang T-Silk 0
- Benang T-Lene 2-0

89
- Benang T-Lene 3-0
- Benang T-Vio 3-0
- Benang Silk 2-0
- Benang T-Lene 4-0 (bila amputasi tangan)
15. Operasi Ganglion (benjolan jinak berisi cairan):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket RA
- Spinocan
- Paket alkes
- Benang T-Lene 2-0
- Benang T-Lene 3-0
- Benang T-Lene 3-0
16. Operasi Limpadenopati (kelenjar getah bening yang membengkak
secara bersamaan yang bisa menindikasijan adanya kanker):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi dasar
- Paket alkes
- Paket RA
- Spinocan
- Benang T-Vio 2-0
- Benang T-Silk 0
- Benang T-Silk 2-0
- Benang T-Vio 3-0
- Benang T-Lene 2-0
- Benang T-Lene 3-0
17. Operasi CKD (Cronic Kidney Disease.gagal ginjal kronis):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket RA
- Spinocan
- Paket alkes

90
- Tambahan injeksi Lidocain 5 ampul
- Infus NaCl 100ml
- Injeksi Inviclot
- Certofix Duo HF
- Canul oxygen
18. Operasi WSD (Water Seal Drainage/paru):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket RA/GA
- Paket alkes
- Tambahan injeksi Lidocain 5 ampul
- Thorac Cath
- NGT no.16
- Benang T-Sil 1
19. Operasi TMS (Ca Mamae):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket GA
- Paket alkes
- Benang T-Lene 2-0
- Benang T-Lene 3-0
- Benang T-Vio 2-0
- Benang T-Vio 3-0
- Benang T-Vio 1 V16
- Benang T-Plain 2-0
- Benang Cromic 2-0
20. Operasi haemoroid (wasir):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket RA
- Spinocan

91
- Connection set
- Haemoroid set
21. Operasi BPH (Benign Prostatic Hyperplasia/operasi prostat):
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket RA
- Spinocan
- Paket alkes
- Spinocan
- Threeway no.22 dan urine bag
- Spuit 50ml lubang tengah
- NGT no.18
- Laparotomy set
- Connection set
- Infus NaCl 1L
- Tambahan Aqua bidest 4
- Benang T-Vio 1
- Benang T-Silk 0
- Benang Plain 0
- Benang T-Cromic 1
- Benang T-Silk 2-0
- Benang T-Silk 3-0
22. Operasi Ruptur Tendon:
- Paket infus dasar
- Paket injeksi wajib
- Paket alkes
- Paket RA
- Tambahan injeksi Hypobac
- Spinocan
- Connection set
- Tensocrepe
- Collocure medical collagen sponge

92
- Benang Optime 0
- Benang Optime 2-0
- Benang Optime 3-0
- Benang T-Silk 2-0
 IGD
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan bagian dari RSUD RA
Kartini yang memberikan pelayanan kasus kegawatdaruratan yang bekerja
selama 24 jam dan dilengkapi dengan Sumber Daya Manusia (SDM), sarana
dan fasilitas penunjang untuk mendukung tindakan diagnostic dan pengobatan
definitive yang diperlukan. Tujuan penanganan pasien gawat darurat adalah
untuk mencegah dan menekan semaksimal mungkin terjadinya 4D yaitu, death
(kematian), disease (kesakitan), disability (kecacatan), dan discomfort
(ketidaknyamanan). Unit pelayananfarmasi IGD RSUD RA Kartinimemiliki 1
Apotekerpenanggungjawab yang dibantudengan 4 tenagatekniskefarmasian
(TTK) dibagimenjadi 3 shift kerjayaiti shift pagipukul 07.00-14.00 WIB, shift
siang14.00-20.00 WIB dan shift malampukul 20.00-07.00 WIB
dimanamasing-masing shift dijagaoleh 1 TTK.
Unit pelayananfarmasi di IGD RSUD RA
Kartinimenggunakansistemresep,
danmelayanireseprawatjalanapabilapelayanan di rawatjalantutup. Status pasien
yang dilayaniyaitupasienumum, BPJS, danpasien lain.
ALUR PELAYANAN IGD :
Alur pelayanan IGD ada 2 tipe yaitu:
1. Rawat jalan
a. Umum dan JKN (BPJS)
Umum
Pasien diresepkan oleh dokter
Ke apotek IGD untuk memberikan resep setelah itu apotek billling
resep atau kwitansi untuk dibayarkan ke kasir, pasien bayar ke kasir
kembali ke apotek setelah itu pasien mendapatkan obat.
JKN

93
Pasien datang mengkasih resep ke apotek IGD, apotek mengskrining
resep dan menyiapkan obat, pasien menerima obat.

2. Rawat inap
Untuk pasien cito
Perawat datang/menelpon untuk meminta permintaan obat urgent/cito
seperti injeksi, infus. Apotek menyiapkan obat tersebut, perawat
mengambil ke apotek
Untuk pasien yang tidak cito
Perawat datang memberikan resep, skrining resep di apotek oleh petugas
apotek, menyiapkan obat tersebut, perawat mengambil obat ke apotek
 Apotek Rawat Inap
Instalsai farmasi RSUD RA Kartini Jepara mempunyai satelit yaitu
apotek rawat inap. Apotek rawat inap melayani semua permintaan obat, alkes,
dan bahan medis habis pakai dari ruang perawatan yang ada rumah sakit.
Ruang pelayanan keperawatan yang ada di RSUD RA Kartini Jepara
terdiri dari ruang Wijaya Kusuma, Aster, Dahlia, Seruni, Anggrek,
Bougenvile, Cempaka, Flamboyan.
Tata letak obat dan alkes di apotek irna sesuai abjad dan bentuk
sediann. Obat Narkotika dan Psikotropika diletakkan tersendiri dalam almari
dobel kunci.
Alur peresepan apotek irna untuk pasien rawat inap adalah:
1. Resep datang dari ruang perawatan dibawa oleh petugas (perawat atau
bidan) kemudian di entri oleh petugas apotek selanjutnya obat disiapkan.
Semua obat yang sudah disiapkan sebelum di masukkan dalam keranjang
per ruangan di kroscek lebih dahulu oleh Apoteker atau TTK
2. Untuk infus ditulis terlebih dahulu dalam buku sesuai dengan ruangan.
Setiap ruangan ditulis beserta nama infus yang dibutuhkan dan jumlahnya.
Untuk produk injeksi insulin dan obat HAM ditulis nama obatnya, jumlah
dan nomor rekam medis pasien.

94
3. Setelah obat siap di dalam keranjang, perawat atau bisan akan mengambil
sesuai dengan ruangan masing-masing dengan terlebih dahulu mencatat
nama pasien sesuai dengan obat yang diambil.
Setiap pagi dilakukan penyetokan obat-obat, alkes dan BMHP yang akan
habis untuk dimintakan ke gudang farmasi.

95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1.

96

Anda mungkin juga menyukai