Anda di halaman 1dari 7

SKENARIO

Ny K 21 tahun MRS (21 April 2011) dengan keluhan batuk sejak satu tahun terakhir,
kadang disertai batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas disertai demam
terutama sore. Pasien riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka yang
hilang timbul sejak enam bulan lalu. Pasien telah didiagnosa HIV dan TB paru 10 bulan lalu,
namun berhenti minum obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu. Sesekali mengkonsumsi obat
ARV yang telah diresepkan oleh dokter. Berat badan pernah turun dari 55 kg menjadi 33 kg
dalam waktu 4 bulan, namun saat ini berat badan telah meningkat menjadi 46 kg.

Riwayat Sosial: Paisen memiliki riwayat hubungan seksual diluar nikah, menikah dua kali,
dan saat ini memiliki suami yang menderita HIV.

Riwayat Pengobatan: obat TB: 2HRZE/4H3R3, obat ARV: AZT 300mg 3xsehari p.o +
Efavirenz 600mg 1xsehari p.o

Pada pemeriksaan tanda vital tanggal 21 April 2011 didapatkan kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu tubuh
aksila 38,2 0C.

Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan konjunktiva anemis, ulcus pada lidah 2x1
cm, multiple.

Pada pemeriksaan torak tanggal 21 April 2011 didapatkan suara nafas bronko vesikular dan
bronkial pada kedua hemi torak. Didapatkan ulkus labia majora.

Hasil pemeriksaan Radiologi torak pada waktu masuk didapatkan infiltrat pada kedua
lapangan paru, terutama apek, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang. Hasil
laboratorium tanggal 21 April 2011 didapatkan Hb 7,8 gr/dl, Leukosit 11.000, Trombosit
735, gula darah sewaktu 120, hapusan sputum BTA +.

Diagnosa: HIV/AIDS dengan TB paru dan Candidiasis oral

Terapi: Dilakukan pemasangan nasogastric tube untuk bantuan nutrisi, diberi O2 3 – 4


l/menit, infus RL /D5 / Aminofusin tiap 8 jam, tablet multivitamin C dan B complex 3x1
tablet, Parasetamol 3x500 mg, tranfusi PRC 2 kolf, Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin
drops oral 4x2 ml, Fluconazole oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia mayora / 8 jam,
Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg, Ethambutol 1000 mg.

Hasil laboratorium tanggal 24 – 04 2011 yang diterima tanggal 04 – 05 – 2011 (setelah


penderita meninggal) didapat : CD4 absolut = 6 sel/цL, Lymphocyte T helper sangat kurang,
CD4 % = 3 % ; Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells/цL.
Lembar PCNE

Tandai cek kode Penanganan DRP


list (√) DRP v.08.1

C3 Pada scenario diberikan


Nystatin drops oral 4x2
ml ini dosis yang rendah
yang dimana dosis
nystatin drops 4x 6 ml
(PIONAS BPOM)

Pada scenario dosis


rifampisin 450 mg
sedangkan menurut
PIONAS BPOM dosis
rifampisin adalah 600
mg
Tandai cek kode Penanganan DRP
list (√) DRP v.08.1
Pada scenario dosis
obat Ethambutol 1000
P2 Terapi
mg yang (Anti
dimanaRetro
dosis
obat ini terlalu ARV
Viral) tinggi
direkomendasikan
sedangkan menurut
pada semua
PIONAS BPOM pasien
dosis
TBHIV berapapun
ethambutol 15 mg 1x
jumlah CD4 nya
sehari.
C7 Pasien
dengan harus
(Obat menaati
Anti
aturan minum OAT
Tuberkulosis) obat
yang
tetaptelah disampaikan
menjadi
untuk
prioritas memperoleh
utama.
kesembuhan
Apabila ARV
diberikan bersama
dengan OAT, pasien
akan minum terlalu
banyak obat.
Sehingga untuk
memulai terapinya,
OAT diberikan
terlebih dahulu
kemudian diikuti
dengan ARV dalam
delapan minggu
pertama
Tandai cek kode Nilai Penanganan DRP
list (√) DRP v.08.1 max
100

C3.1 Pada scenario


diberikan
Nystatin drops
oral 4x2 ml ini
dosis yang rendah
yang dimana
dosis nystatin
drops 4x 6 ml
(PIONAS BPOM)

Pada scenario
dosis rifampisin
450 mg
sedangkan
menurut
PIONAS BPOM
dosis rifampisin
adalah 600 mg
C3.2 Pada scenario
dosis obat
Ethambutol 1000
mg yang dimana
dosis obat ini
terlalu tinggi
sedangkan
menurut PIONAS
BPOM dosis
ethambutol 15 mg
1x sehari.
C7.3 Pasien harus
menaati aturan
minum obat
yang telah
disampaikan
untuk
memperoleh
kesembuhan
TUGAS MODUL
1. Jelaskan secara singkat patofisiologi Infeksi TB pada pasien HIV
Jawab :
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB pada penderita HIV, yaitu
reaktivasi, adanya infeksi baru yang progresif serta terinfeksi. Penurunan CD4 yang
terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi Hry akan mengakibatkan reaktivasi kuman
TB yang dorman. Data dari Rwanda dan Zaire menunjukkan bahwa pengldap HIV
yang telah pernah terinfeksi TB (Mtx positif) ternyata 20kali lebih sering mendapat
TB.
(Jurnal Penatalaksanaan Tuberkulosis Pada Penderita HIV – AIDS)

2. Berdasarkan scenario diatas, apa terapi ARV yang tepat untuk Ny. K?
Jawab :
Terapi (Anti Retro Viral) ARV direkomendasikan pada semua pasien TB HIV
berapapun jumlah CD4 nya dengan (Obat Anti Tuberkulosis) OAT tetap menjadi
prioritas utama. Apabila ARV diberikan bersama dengan OAT, pasien akan minum
terlalu banyak obat. Sehingga untuk memulai terapinya, OAT diberikan terlebih
dahulu kemudian diikuti dengan ARV dalam delapan minggu pertama.

3. Apa terapi TB yang tepat untuk pasien HIV? Berapa dosis yang diberikan ? berapa
lama durasi terapinya?
Jawab :
Secara umum, isoniazid, pirazinamid, ethionamide, dan cycloserine
menembus cairan serebrospinal dengan mudah. Pasien dengan TB SSP sering dirawat
untuk waktu yang lebih lama (9-12 bulan). TB ekstrapulmonal jaringan lunak dapat
diobati dengan: rejimen konvensional. TB tulang biasanya dirawat selama 9 bulan,
kadang-kadang dengan debridemen bedah. (dipiro ed 10 thn 2017)
Empat obat utama dianggap sebagai lini pertama TB; Isoniazid (INH)
mempunyai kemampuan bakterisidal TB yang terkuat, mekanisme kerja adalah
menghambat cell wall biosynthesis pathway dengan dosis harian 5 mg/kgBB
maksimal 300 mg, Rifampisin memiliki mekanisme menghambat polymerase DNA
dependent ribonucleic acid (RNA) Mycobacterium tuberculosa dengan dosis harian
10 mg/kgBB maksimal 600 mg, Pirazinamid merupakan obat bakterisidal untuk
organism intraseluler dan agen anti tuberkulos ketiga yang cukup ampuh dengan dosis
harian 25 mg/kg BB maksimal 2 g.
Etambutol merupakan satu satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek
bakteriostatik dengan dosis 15 mg/kgBB, tetapi dikombinasi dengan INH dan
Rimfapisin terbukti bisa mencegah terjadinya resistensi obat.14 Obat-obat ini diserap
dengan baik setelah pemberian oral dengan kadar puncak serum pada 2 sampai 4 jam
dan eliminasi yang nyaris sempurna setelah 24 jam agen-agen ini direkomendasikan
berdasarkan aktivitas bakterisidalnya (kemampuannya mengurangi jumlah organisme
hidup dengan cepat dan membuat pasien tidak lagi infeksius), aktivitas sterilisasinya
(kemampuan mematikan semua basil dan karnanya mensterilkan jaringan yang
terkena, dilihat dari kemampuannya dalam mencegah kekambuhan) dan rendahnya
tingkah induksi resistensi obat. Rifapentin dan rifabutin, dua obat segolongan
rifampin juga tersedia di Amerika Serikat dan dipakai untuk pasien tertentu.Karena
efikasi yang lebih rendah serta intoleransi dan intoksisitas yang lebih tinggi, enam
kelas obat lini kedua umumnya dipakai untuk mengobati pasien dengan TB yang
resisten terhadap obat lini pertama. Kelompok obat ini mencakup obat suntik
Aminoglikosida Streptomisin (dahulu obat lini pertama), Kanamisin dan Amikasin;
obat suntik Polipeptida kapreomisin; obat oral Etionamid, Sikloserin dan Asam
paraamino salisilat (PAS); dan antibiotik Fluorokuinolon. Untuk golongan kuinolon,
dianjurkan obat generasi ke tiga; Levofloksasin, Gatifloksasin (tidak lagi dipasarkan
karena toksisitasnya berat) dan Moksifloksasin. Saat ini Amitiozon tidak digunakan
karena menyebabkan reaksi kulit yang parah kadang mematikan pada pasien
HIV.Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang kurangnya 6 bulan agar dapat
mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu WHO telah menerapkan
strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) oleh petugas kesehatan
tambahan atau keluarga yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat
untuk memastikan kepatuhan minum obat secara rutin.

4. Bagaimana pencegahan/ penanganan kasus DRP yang terjadi pada scenario diatas ?
Jawab :
Terapi (Anti Retro Viral) ARV direkomendasikan pada semua pasien TBHIV
berapapun jumlah CD4 nya dengan (Obat Anti Tuberkulosis) OAT tetap menjadi
prioritas utama. Apabila ARV diberikan bersama dengan OAT, pasien akan minum
terlalu banyak obat. Sehingga untuk memulai terapinya, OAT diberikan terlebih
dahulu kemudian diikuti dengan ARV dalam delapan minggu pertama.
Pada scenario diberikan Nystatin drops oral 4x2 ml ini dosis yang rendah yang
dimana dosis nystatin drops 4x 6 ml (PIONAS BPOM). Pada scenario dosis rifampisin
450 mg sedangkan menurut PIONAS BPOM dosis rifampisin adalah 600 mg. Pada
scenario dosis obat Ethambutol 1000 mg yang dimana dosis obat ini terlalu tinggi
sedangkan menurut PIONAS BPOM dosis ethambutol 15 mg 1x sehari.
Pada scenario diatas pasien tidak teratur dalam meminum obat. Pasien harus
menaati aturan minum obat yang telah disampaikan untuk memperoleh kesembuhan.
Aspek yang harus diperhatikan dalam pengobatan pasien koinfeksi TB-HIV adalah
kepatuhan pasien.

5. Bagaimana asuhan kefarmasian dalam profilaksis infeksi oportunistik pada pasien


HIV? (KIE )
Jawab :
 Melaksanakan pendidikan dan memberikan informasiyang tepat dan benar tentang
HIV/AIDS kepadamasyarakat luas agar dapat mengembangkan sikap danperilaku
positif untuk melindungi dirinya dan orang lain dari penularan HIV;
 Mengembangkan jiwa dan semangat saling membantudan non diskriminasi
terhadap para mengidap HIV/ penderita AlDS serta lingkungannya yang terdekat:
isteri/ Suami, Keluarga, teman seKerja dan sepergaulan,
 Memberikan penjelasan luas tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional
Penanggulangan HIV/AIDS serta pelaksanaannya sesuai situasi dan kondisi
setempat.

Anda mungkin juga menyukai