Anda di halaman 1dari 8

3.

7 Mukolitik
Mukolitik diresepkan untuk membantu ekspektorasi dengan mengurangi viskositas sputum.
Mukolitik mengurangi eksaserbasi pada beberapa pasien penyakit paru obstruktif kronis dan
batuk produktif kronis. Pengobatan harus dihentikan jika tidak ada manfaat setelah 4 minggu
pemberian. Inhalasi uap dengan drainase postural efektif pada bronkiektasis dan beberapa
kasus bronkritis kronik. Mukolitik harus diberikan dengan hati-hati pada pasien dengan
riwayat ulserasi peptik karena dapat merusak sawar mukosa lambung.

Monografi:

AMBROKSOL
Indikasi:

Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya pada eksaserbasi
bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma bronkial.

Peringatan:

ambroksol hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama trimester awal) dan menyusui
jika memang benar-benar diperlukan; pemakaian selama kehamilan dan menyusui masih
memerlukan penelitian lebih lanjut; ambroksol tidak boleh digunakan dalam jangka waktu
yang lama tanpa konsultasi dokter; dalam beberapa kasus insufisiensi ginjal, akumulasi dari
metabolit ambroksol terbentuk di hati.

Interaksi:

Pemberian bersamaan dengan antibiotik (amoksisilin sefuroksim, eritromisin, doksisiklin)


menyebabkan peningkatan penerimaan antibiotik kedalam jaringan paru-paru.

Kontraindikasi:

Hipersensitif terhadap ambroksol.

Efek Samping:

Reaksi intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi jarang; efek samping
yang ringan pada saluran saluran cerna pernah dilaporkan pada beberapa pasien; reaksi alergi
(jarang); reaksi alergi yang ditemukan: reaksi pada kulit, pembengkakan wajah, dispnea,
demam; tidak diketahui efeknya terhadap kemampuan mengendarai atau menjalankan mesin.

Dosis:

Dewasa: kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg, sesudah makan. Dewasa dan anak di atas
12 tahun:1 tablet (30 mg) 2-3 kali sehari; Anak 6-12 tahun: 1/2 tablet 2-3 kali sehari. Sirup
tetes (drops): 15 mg/ml drops (1 mL= 20 tetes): Anak s/d 2 tahun: 0,5 mL (10 tetes) 2 kali
sehari; Ambroksol drops dapat dicampur bersama dengan sari buah, susu atau air.Sirup 15
mg/5 mL (1 sendok takar = 5 mL): Anak usia 6-12 tahun: 2-3 kali sehari 1 sendok takar; 2-6
tahun: 3 kali sehari 1/2 sendok takar; di bawah 2 tahun: 2 kali sehari 1/2 sendok takar.

ASETILSISTEIN
Indikasi:

terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran pernapasan.

Peringatan:

pasien yang sulit mengeluarkan sekret, penderita asma bronkial, berbahaya untuk pasien
asma bronkial akut.

Kontraindikasi:

hipersensitif terhadap N-asetilsistein.

Efek Samping:

pada penggunaan sistemik: menimbulkan reaksi hipersensitif seperti urtikaria dan


bronkospasme (jarang terjadi). Pada penggunaan aerosol, iritasi nasofaringeal dan saluran
cerna seperti pilek (rinore), stomatitis, mual, muntah.

Dosis:

Nebulasi 1 ampul 1-2 kali sehari selama 5-10 hari.

BROMHEKSIN
Indikasi:

Oral: mukolitik untuk meredakan batuk berdahak. Injeksi: sekretolitik pada bronkopulmonari
akut dan kronik terkait sekresi mukus abnormal dan gangguan saluran mukus.

Peringatan:

Tukak lambung, kehamilan, menyusui, penghentian pengobatan jika terjadi lesi kulit atau
mukosa.

Interaksi:

Kontraindikasi:

Hipersensitivitas.

Efek Samping:
Hipersensitivitas, syok dan reaksi anafilaktik, bronkospasme, mual, muntah, diare, nyeri perut
bagian atas, ruam, angioedema, urtikaria, pruritus.

Dosis:

Oral: diminum saat perut kosong (1 jam sebelum – 2 jam sesudah makan). Tablet 8 mg atau
sirup 4 mg/5mL: Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari,
anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari, anak 2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL
sirup 2 kali sehari.

Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3 kali sehari,
dapat diberikan sebagai cairan infus intravena bersama glukosa, fruktosa, garam fisiologis,
dan larutan ringer.

ERDOSTEIN
Indikasi:

mukolitik, pembasah pada afeksi saluran nafas akut dan kronis.

Peringatan:

hamil, menyusui, diabetes mellitus (untuk granul).

Kontraindikasi:

hipersensitif terhadap produk, pasien sirosis hati dan kekurangan enzim crystathionine
sintetase, fenilketonuria (hanya pada granul), pasien gagal ginjal (dengan klirens keratin <
25mL/min).

Efek Samping:

tidak ditemukan efek terhadap saluran pencernaan dan efek sistemik.

Dosis:

Dewasa: 150-350 mg 2-3 kali sehari. Anak: Berat badan 15-19 kg: 175 mg 2 kali sehari; 20-
30 kg: 175 mg 3 kali sehari; > 30 kg: 350 mg 2 kali sehari.

KARBOSISTEIN
Indikasi:

mengurangi viskositas sputum.

Kontraindikasi:

ulkus peptik aktif.


Efek Samping:

kadang-kadang iritasi saluran cerna, ruam.

Dosis:

dosis awal 750 mg 3 kali sehari, kemudian 1,5 g/hari dalam dosis terbagi Anak 2-5 tahun
62,5-125 mg 4 kali sehari; 6-12 tahun 250 mg 3 kali sehari.

MESISTEIN
Indikasi:

mengurangi viskositas sputum.

Peringatan:

lihat keterangan di atas.

Efek Samping:

mual, rasa terbakar pada jantung.

Dosis:

200 mg 4 kali sehari selama 2 hari, selanjutnya 200 mg 3 kali sehari selama 6 minggu,
selanjutnya 200 mg 2 kali sehari; Anak berusia di atas 5 tahun 100 mg 3 kali sehari.

3.9.1 Antitusif
Batuk mungkin merupakan gejala dari suatu penyakit dasar seperti asma atau penyakit refluks
gastroesofagus yang harus dipastikan dulu sebelum meresepkan antitusif. Batuk mungkin
juga mempunyai komponen kebiasaan yang nyata.

Pada keadaan dimana penyebabnya tidak diketahui, penggunaan antitusif mungkin berguna
yaitu untuk batuk yang mengganggu tidur. Antitusif dapat menyebabkan retensi sputum, yang
mungkin membahayakan bagi pasien bronkitis kronis dan bronkiektasis. Antitusif opioid
seperti kodein, efektif tetapi berefek konstipasi dan dapat menyebabkan ketergantungan.

Antihistamin yang menyebabkan kantuk seperti difenhidramin yang sering dicampur


dalam berbagai preparat obat batuk tanpa resep, semuanya memberikan efek samping
mengantuk.

Anak
Penggunaan antitusif yang mengandung kodein atau analgesik opioid sejenis tidak dianjurkan
pada anak dan harus dihindari pada anak usia < 1 tahun.
Terapi Paliatif
Diamorfin dan metadon telah digunakan untuk mengontrol batuk pada pasien dengan kanker
paru stadium akhir, meskipun sekarang morfin lebih disukai. Pada keadaan yang lain, obat-
obat ini merupakan kontraindikasi karena dapat menginduksi retensi sputum dan gagal nafas,
selain menyebabkan ketergantungan opiod.

Monografi:

DEKSTROMETORFAN
Indikasi:

batuk kering tidak produktif.

Peringatan:

kehamilan dan menyusui, data keamanan pada anak kurang lengkap.

Kontraindikasi:

asma, batuk produktif, gangguan fungsi hati, sensitif terhadap dekstrometorfan.

Efek Samping:

psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada dosis besar, depresi pernapasan pada dosis besar.

Dosis:

Dewasa 10-20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6-8 jam maksimal 120 mg/hari Anak 1 mg/kg
bb/hari dalam 3-4 dosis terbagi.

KODEIN FOSFAT
Indikasi:

batuk kering atau batuk dengan nyeri.

Peringatan:

asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat.

Interaksi:

lihat lampiran 1 (analgesik opioid).

Kontraindikasi:

batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi.


Efek Samping:

konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang sensitif atau pada dosis besar.

Dosis:

Dewasa: 10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120 mg/hari; jarang diberikan sebagai obat batuk
pada anak-anak. Anak: 6-12 tahun 5-10 mg atau 0,5-1,5 mg/kg bb tiap 4-6 jam maksimal 60
mg/hari; 2-6 tahun 0,5-1 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30
mg/hari.

3.9.2 Ekspektoran dan Obat Batuk


Demulsen
Sebenarnya, efek ekspektorasi dari obat yang dikatakan sebagai ekspektoran tidak lebih baik
daripada plasebo dengan keuntungan tidak mahal. Asumsi bahwa dosis sub-emetik
ekspektoran seperti amonium klorida, ipekakuanha, dan squill dapat meningkatkan
ekspektorasi adalah salah.

Obat batuk demulsen mengandung zat-zat seperti sirup atau gliserol dan beberapa pasien
percaya bahwa preparat semacam ini dapat mengatasi batuk kering iritatif. Preparat seperti
larutan oral sederhana yang mengandung asam sitrat 2,5% dengan aroma minyak anisi
mempunyai keuntungan tidak membahayakan dan tidak mahal. Larutan oral sederhana untuk
anak yang mengandung asam sitrat 0,65% dengan aroma minyak anisi terutama berguna
untuk anak. Obat batuk kombinasi untuk batuk dan pilek, kerasionalannya diragukan.

Monografi:

ALKALOIDA OPIUM
DEKSBROMFENIRAMIN
DEKSKLORFENIRAMIN
DIFENHIDRAMIN
ETIL MORFIN
GLISERIL GUAIAKOLAT
ISOAMINIL
KLOBUTINOL
KLORFENIRAMIN (KLORFENAMIN)
NOSKAPIN
ORSIPRENALIN SULFAT
PIPAZETAT

3.4.1 Antihistamin
Semua antihistamin bermanfaat besar pada terapi alergi nasal, rhinitis alergika dan mungkin
juga pada rhinitis vasomotor. Antihistamin mengurangi sekresi nasal dan bersin tetapi kurang
efektif untuk kongesti hidung. Antihistamin topikal digunakan pada mata, hidung dan kulit.

Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria dan digunakan untuk mengatasi ruam kulit
pada urtikaria, gatal, gigitan dan sengatan serangga, serta alergi obat. Injeksi klorfeniramin
atau prometazin digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi darurat anafilaksis dan
angioedema dengan adrenalin. Antihistamin (sinarisin, siklisin dan prometasin teoklat)
digunakan pada mual dan muntah. Antihistamin kadang digunakan untuk insomnia.

Antihistamin berbeda-beda dalam lama kerja serta dalam derajat efek sedatif dan
antimuskarinik. Antihistamin golongan lama relatif mempunyai kerja pendek tetapi beberapa
(misal prometazin) memiliki kerja sampai 12 jam, sedangkan antihistamin non sedatif yang
lebih baru memiliki kerja panjang. Semua antihistamin golongan lama menyebabkan sedasi,
meskipun alimemazin (trimeprazin) dan prometazin mempunyai efek sedasi yang lebih
besar dibanding klorfeniramin dan siklizin. Efek sedasi ini kadang-kadang dibutuhkan
untuk mengendalikan gatal karena alergi. Tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa
antihistamin sedatif yang satu lebih baik dari yang lain karena pasien mempunyai respons
yang sangat berbeda satu sama lain. Antihistamin non sedatif seperti setirizin, levosetirizin,
loratadin, desloratadin, feksofenadin, terfenadin dan mizolastin lebih sedikit
menyebabkan efek sedasi dan gangguan psikomotor dibanding golongan lama karena jumlah
obat yang menembus sawar darah otak hanya sedikit.

Operasi gigi. Antihistamin digunakan secara luas sebagai anti muntah. Pada pasien dengan
reflek gag yang berlebihan, pemberian diazepam akan lebih efektif.

Peringatan dan Kontraindikasi: Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai


aktivitas antimuskarinik yang nyata dan harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi
prostat, retensi urin, pasien dengan risiko galukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal,
penyakit hati dan epilepsi. Dosis mungkin perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Anak dan
lansia lebih mudah mendapat efek samping. Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak
dianjurkan kecuali atas petunjuk dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Banyak
antihistamin harus dihindari pada porfiria, meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan
setirizin) diperkirakan aman.

Efek Samping Antihistamin: Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar
antihistamin golongan lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang
(terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat
menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang
lebih baru.

Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit
kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering,
pandangan kabur, dan gangguan saluran cerna.

Efek samping lain yang jarang dari antihistamin termasuk hipotensi, efek ekstrapiramidal,
pusing, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, palpitasi, aritmia, reaksi
hipersensitivitas (bronkospasme, angio-edema, dan anafilaksis, ruam kulit, dan reaksi
fotosensitivitas), kelainan darah, disfungsi hepar dan glaukoma sudut sempit.

Antihistamin Yang Tidak Menyebabkan Kantuk:


Walaupun mengantuk jarang dijumpai, namun pasien harus diingatkan bahwa hal itu dapat
terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas yang memerlukan ketrampilan, misalnya
mengemudi-kan mobil. Pemakaian alkohol berlebihan harus dihindari.

Antihistamin Yang Menyebabkan Kantuk:


Efek samping mengantuk akan mempengaruhi aktivitas yang memerlukan ketrampilan,
misalnya mengemudi mobil; efek sedasi meningkat dengan pengaruh alkohol.

Anda mungkin juga menyukai