Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

F 20.15

Oleh

Rina Amelia Sary


NIM. 1730912320115

Pembimbing

dr. Hj. Siti Khairiah, Sp.K

SMF Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran ULM/Rumah Sakit Umum Daerah Ansari Saleh

Banjarmasin

Agustus 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya

(NAPZA)/psikoaktif merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan

upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama

multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang

dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.

Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila

disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan

terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan

bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Penyalahgunaan

napza sering dilakukan karena mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia

yang menimbulkan perasaan. Sebagaian dari napza itu meningkatkan gairah,

semangat dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, yang

lain bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga bisa melupakan segala

kesulitan. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan

narkoba/napza. Namun, sebagaimana semua orang pun tahu, narkoba dalam dosis

yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang bersangkutan. Padahal sifat

itu antara lain adalah menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada

pemakaiannya. Makin sering ia memakai narkoba, makin besar ketergantungan

sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi.

1
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi

sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari

tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas.

Penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Kebanyakan

penyalahgunaan NAPZA di mulai pada saat pecandu masih remaja. Hal ini

dikarenakan pada masa ini seseorang sedang mengalami masa perubahan biologis,

psikologis, maupun sosial yang pesat sehingga rentan untuk mengkonsumsi obat-

obatan terlarang. Merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat dapat

mengurangi ketegangan dan frustasi, meringankan kebosanan dan keletihan, serta

dalam beberapa kasus dapat membantu remaja untuk melarikan diri dari realitas

dunia yang keras. Obat dapat memberikan perasaan nikmat melalui ketenangan,

kegembiraan, relaksasi, persepsi yang selalu berubah-ubah, gelombang

kegembiraan atau meningkatnya sensasi dalam waktu yang panjang.

Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap

NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya

terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan

memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA,

melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi, dan Rehabilitasi.

2
BAB 2

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Tempat, Tanggal lahir : Desa Podok, 2 Juli 1998

Usia : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Podok RT 002 Kecamatan Aluh-aluh

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal ke Poli : 27 Agustus 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis pada hari Senin tanggal 27 Agustus 2018

pukul 11.50 WITA di Poli Jiwa RSU Ansari Saleh dengan pasien.

A. KELUHAN UTAMA

Mendengarkan bisikan

3
B. KELUHAN TAMBAHAN

Gelisah dan sulit tidur.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG

Autoanamnesis: Pasien datang sendiri pada tanggal 27 Agustus 2018 ke Poli

Jiwa RSUD Ansari Saleh. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pasien laki-laki berumur 20 tahun memakai baju berwarna hitam, celana jeans,

dan jaket berwarna abu-abu. Pasien memiliki perawakan tinggi kurus, berambut

lurus, berkulit sawo matang, penampilan pasien sesuai usia.

Pada saat ditanyakan nama, umur, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan

alamat, pasien dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Pasien dapat menjawab

pertanyaan dengan spontan. Ketika ditanyakan bagaimana suasana hati pasien,

pasien mengatakan biasa-biasa saja. Pasien dapat mengendalikan emosinya

selama wawancara.

Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksan dengan cukup jelas dan

dapat dimengerti walaupun kadang ada beberapa pengucapan yang kurang jelas.

Pasien juga menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan dan pasien bersikap

kooperatif terhadap pemeriksa.

Pada saat ditanyakan apa yang membawa pasien datang kemari pasien

mengatakan dirinya mendengarkan bisikan seseorang. Pasien mengatakan keluhan

tersebut sudah berlangsung selama 1 minggu yang lalu. Pasien mulai mendengar

bisikan tersebut saat sedang bekerja menanam padi di sawah. Pasien mendengar

4
bisikan suara laki-laki, bisikan tersebut mengajak pasien untuk melakukan hal-hal

buruk seperti mengikuti ajaran sesat, mencari uang dengan cara yang tidak halal,

dan keluar dari agama yang pasien anut. Pasien sudah mencoba melawan bisikan

tersebut, namun saat pasien mencobanya malah pasien merasakan nyeri kepala

seperti ditusuk-tusuk dan terbakar. Pasien merasakan ada lilin dikepala pasien dan

lilin tersebut meleleh dikepala pasien. Selain itu juga pandangan pasien menjadi

kosong dan kabur.

Selain mendengarkan bisikan, pasien juga melihat bayangan-bayangan

yang melayang. Bayangan tersebut mengikuti pasien dan ingin mengganggu istri

dan anak pasien yang masih berusia 1,2 tahun. Pasien dulunya adalah orang yang

aktif, pasien giat berkerja dari pagi hingga malam dan sekarang pasien istirahat

dari pekerjaannya sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan jika

terkadang gelisah dan sulit tidur. Pasien merasakan perubahan menjadi sering

suka marah, mudah tersinggung pada orang lain, dan juga pasien sering menangis

sendiri.

Sebelumnya pasien ada mengonsumsi obat “seledryl” sebanyak 20 tablet.

Pasien mengaku sering mengonsumsi obat tersebut rata-rata sebanyak 10 tablet

dalam 3 bulan terakhir. Pasien mengetahui obat tersebut dan diajak minum oleh

teman kerja pasien. Pasien mengaku terpengaruh dan hanya mencoba-coba saja

minum obat tersebut. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan efek saat

minum obat tersebut dan baru kali ini pasien merasakan efek yang aneh pada

pasien. Selain minum obat dengan dosis yang berlebihan tersebut, pasien juga

mengaku sering menghirup lem fox yang berwarna putih sejak 1 tahun terakhir.
5
Pasien menghirup lem kira-kira 1x perminggu. Pasien merasakan ketagihan dan

efek nyaman saat menghirup lem.

Pasien juga dapat menjawab pertanyaan pemeriksa perihal orientasi waktu,

tempat, orang dan situasi dengan baik. Kemudian ketika ditanyakan perihal

ingatan pasien jangka segera dengan nama pemeriksa, jangka pendek dengan

transportasi yang membawa pasien ke RS, jangka menengah dengan kegiatan

pasien di rumah, dan lauk yang dimakan pagi tadi. Kemudian jangka panjang

dengan teman-teman pasien masa kecil. Hasilnya pasien dapat menjawab dengan

benar. Tingkat kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat pendidikannya.

Pasien mampu mengadakan hubungan mental dan emosional yang wajar

terhadap pemeriksan, karena ketika wawancara pasien dapat mencurahkan

perhatiannya terhadap persoalan yang diperbincangkan. Kemudian pada saat

ditanyakan mengenai norma sosial yaitu apakah mencuri itu boleh atau tidak,

pasien menjawab tidak boleh. Taraf pembicaran pasien dapat dipercaya oleh

pemeriksa.

D. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA

Pasien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit akibat suatu penyakit medis dan

menurut pasien tidak pernah/sedang mengidap penyakit medis kronis. Pasien

menyatakan tidak pernah mabuk, mengkonsumsi NAPZA dan riwayat kecelakaan

atau terbentur/trauma.

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

a) Riwayat Prenatal dan Perinatal

6
Pasien lahir dan merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara.

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1 tahun) Basic Trust vs Mistrust

Sejak lahir hingga sekarang, pasien dirawat oleh ibu dan ayahnya. Pasien

mengaku selalu diberikan ASI.

c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1-3 tahun) Autonomy vs shame

and doubt : Pasien tidak mengetahui

d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs Guilt

Pasien tidak mengetahui

e) Riwayat School Age/masa sekolah (6-11 tahun) Industry vs Inferiority

Pasien mengikuti sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama. Pasien

tidak melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi karena kondisi keuangan

orang tua.

f) Riwayat Adolescence (11-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion : Pasien mulai aktif berkerja sebagai pekerja serabutan untuk

membantu keluarga. Pasien saat usia ini berkerja sebagai buruh.

g) Riwayat pendidikan : Pasien mengikuti sekolah dasar sampai sekolah

menengah pertama dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

h) Riwayat Pekerjaan : Pasien awalnya berkerja sebagai serabutan, kemudian

menjadi buruh.

i) Riwayat Perkawinan : Pasien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak

j) Riwayat Keagamaan : Pasien beragama Islam

7
k) Riwayat hukum : Pasien tidak pernah bermasalah dengan hukum.

F. RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah dan ibu kandung

pasien masih hidup. Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa

dengan pasien. Hubungan pasien dan keluarga pasien baik. Pasien menikah

dengan istrinya yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan memiliki

1 orang anak. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.

Genogram

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: meninggal dunia (laki-laki)

: meninggal dunia (perempuan)

: pasien

8
F. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien menyadari dirinya menyesal akan tindakan yang dilakukannya

seperti mengkonsumsi obat dan mengisap lem sehingga merugikan diri sendiri

dan keluarga. Hubungan dengan lingkungannya tetap baik, pasien juga semangat

berobat dan memperbaiki diri karena dukungan dari orang tua dan istri.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. Status Interna :

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi : 106 kali /menit, reguler, kuat angkat

Respirasi : 22 kali/menit

Suhu (aksila) : 36,5oC

SpO2 : 99% tanpa bantuan O2

 Kulit

Inspeksi : tidak terdapat anemis, purpura, ikterik, hiperpigmentasi

Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

 Kepala dan leher

Inspeksi : normosefali

Palpasi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

 Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan (-/-), mata berair (-/-), ptosis(-/-), pandangan


9
kabur (-/-), pupil isokor kiri dan kanan.

Funduskopi : tidak dilakukan

 Telinga

Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)

Palpasi : tidak ada nyeri tekan telinga dan tulang mastoideus

 Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)

Palpasi : tidak dilakukan

 Mulut

Inspeksi : tidak dilakukan

 Toraks

Inspeksi : gerak dada simetris antara kanan dan kiri

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

 Jantung

Inspeksi : tidak dilakukan

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

 Abdomen

Inspeksi : tidak dilakukan

Auskultasi : tidak dilakukan

10
Perkusi : tidak dilakukan

Palpasi : tidak dilakukan

 Punggung

Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : tidak dilakukan

 Ekstremitas

Inspeksi : Tremor (-) gerak sendi normal, deformitas (-),

kemerahan (-), kelemahan (-)

Palpasi : tidak dilakukan

2. Status Neurologis

Dalam batas normal

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi umum

1. Penampilan

Pasien laki-laki berumur 20 tahun memakai baju berwarna hitam, celana jeans,

dan jaket berwarna abu-abu. Pasien memiliki perawakan tinggi kurus, berambut

lurus, berkulit sawo matang, dan penampilan sesuai usia.

2. Kesadaran : kompos mentis dan jernih

3. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : normoaktif

11
4. Pembicaraan : kontak verbal (+), spontan, volume suara

cukup jelas, artikulasi cukup jelas

5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

6. Kontak psikis : kontak ada, wajar, dan dapat

dipertahankan

B. Keadaan afektif, perasaan, ekspresi

1. Mood : euthym

2. Afek : luas

3. Keserasian : serasi

C. Fungsi kognitif

1. Kesadaran : kompos mentis dan jernih

2. Daya konsentrasi : baik

3. Orientasi

Waktu/Tempat/Orang/Situasi : baik/baik/baik/baik

4. Daya ingat

Segera : baik

Jangka pendek : baik

Jangka menengah : baik

Jangka panjang : baik

12
5. Intelegensia : normal

6. Pengetahuan Umum : sesuai dengan tingkat pendidikan

7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri : baik

D. Reaksi emosional

1. Stabilitas : stabil

2. Pengendalian : dapat mengendalikan emosi

3. Sungguh-sungguh/tidak : sungguh-sungguh

4. Dalam dan dangkalnya : dangkal

5. Empati : dapat merasakan

6. Skala diferensiasi : menyempit

7. Arus emosi : cepat

E. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi A/V/H/G/T/O : +/+/-/-/-/-

2. Ilusi A/V/G/T/O : -/-/-/-/-

3. Depersonalisasi : tidak ada

4. Derealisasi : tidak ada

F. Proses pikir

1. Bentuk pikir : realistik

2. Arus pikir : koheren

3. Isi pikir

 Over determined idea : (-)

13
 Waham : (-)

 Obsesi : (-)

 Fobia : (-)

G. Kemampuan pengendalian impuls : Baik. Pasien dapat mengendalikan

impuls untuk tetap kooperatif saat

wawancara.

H. Daya nilai

Norma sosial : tidak terganggu

Uji daya nilai : tidak terganggu

Penilaian Realita : tidak terganggu

I. Tilikan : tilikan 5

Pasien menyadari dia sakit dan faktor-faktor, namun tidak menerapkan dalam

perilaku praktisnya.

J. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis :

 Pasien mendengarkan bisikan sejak 1 minggu yang lalu.

 Pasien juga merasa gelisah dan sulit tidur.

14
Pemeriksaan Psikiatri :

 Perilaku dan aktifitas psikomotor : normoaktif

 Kesadaran : kompos mentis dan jernih

 Mood : euthym

 Afek : luas

 Keserasian : serasi

 Kontak psikis : ada, wajar, dapat dipertahankan

 Ekspresi Emosi

1. Stabilitas : stabil

2. Pengendalian : dapat mengendalikan emosi

3. Sungguh-sungguh/tidak : sungguh-sungguh

4. Dalam dan dangkalnya : dangkal

5. Empati : dapat diraba-dirasakan

6. Skala difrensiasi : meluas

7. Arus emosi : cepat

 Proses Berpikir

1. Bentuk Pikir : realistik

2. Arus pikir : koheren

3. Isi pikir : waham (-)

 Halusinasi : (-)

 Fungsi kognitif

1. Daya Konsentrasi : baik

2. Daya Ingat : baik


15
3. Intelegensia : sesuai dengan tingkat pendidikan

 Tilikan : tilikan 5

Pasien mengaku dirinya sakit dan faktor-faktornya. Namun, pasien tidak

berlaku sesuai dengan kondisinya.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

1. Aksis 1 : F 19.52

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat

multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya,

intoksikasi akut dengan predominan halusinasi

2. Aksis II : Z 03.2

3. Aksis III : none

4. Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

5. Aksis V : GAF scale 80-71, gejala sementara dan dapat diatasi,

disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll

1. Hendaya fungsi sosial : Ringan

2. Hendaya fungsi peran : Ringan

3. Hendaya perawatan diri : Ringan

4. Hendaya penggunaan waktu luang : Ringan

VII. PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad bonam

16
Fase prodormal : dubia ad bonam

Diagnosis stressor : dubia ad bonam

Gangguan sistemik : dubia ad bonam

Perjalanan penyakit : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad bonam

Pendidikan : dubia ad malam

Lingkungan sosial : dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

Ketaatan berobat : dubia ad bonam

Ekonomi : dubia ad bonam

Pernikahan : dubia ad bonam

Kepribadian Sebelum Sakit : dubia ad bonam

Riwayat Penyakit Jiwa keluarga : dubia ad bonam

Kesimpulan : dubia ad bonam

VIII. RENCANA TERAPI

 Chlorpromazine 25 mg ½ - ½ - 1

17
 Stelosi 5 mg ½ - ½ - 1

 Arkin 2 mg ½ - ½ -1

18
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengkonsumsi atau

menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri

maupun orang lain. Zat psikoaktif kini sering disebut NAPZA yaitu singkatan dari

narkotik, psikotropik dan zat adiktif. UU NO 35 TAHUN 2009 narkotika adalah

zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun

semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan

Golongan Narkotika

I. Hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuna dan

tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : heroin, kokain, ganja, MDMPA/ectasy

II. Berkhasiat untuk pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : morfin, petidin, fentanil, metadon

19
III. Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk

tujuan pegembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : codein, buprenorfin, etilmorfin

Menurut UU NO 5 TAHUN 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik

alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

pada akivitas mental dan perilaku.

Golongan Psikotropika

I. psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengatahuan dan

tidak digunakan dalamm terapi dan mempunyai potensi kuat mengkibatkan

sindrom ketergantungan.

Contoh: LSD, MDMA/ekstasy

II. psiktropika yang berkhasiat penogbatan dan dapat digunakan dalam terapi dan

atau untuk ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan

sindrom ketergatungan.

Contoh : metamfeamin (shabu), sekobarbital

III. psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Contoh: amobarbital, pentasozine

20
IV. psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi

dan atau untuk ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

sindrom ketergantungan.

Contoh : diazepam, halozepam, triazolam,klortazepoksida

Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme

hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat

menimbulkan ketergantungan yakni keinginan untuk menggunakan kembali

secara terus menerus, karena merupakan zat atau bahan kimia yang

mempengaruhi sel saraf di otak khususnya reward circuit atau jalur kesenangan

dengan dopemine yaitu zat kimia yang mengatur sifat senang, perhatian,

kesadaran dan fungsi lainnya. Zat adiktif dapat mempengaruhi otak dalam

berbagai cara:

- stimulant (membuat orang merasa lebih energik)

- depressant (membawa rasa relaksasi)

- hallucinogen (mengubah cara seseorang mengalami pengalaman secara nyata)

Pedoman Diagnostik

Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan

berdasarkan laporan individu, analisis objektiv dari specimen urin, darah dan

sebagainya, atau bukti lain (adanya sempel obat yang ditemukan pada psien, tanda

dan gejala klini atau dari laporan pihak ketiga) selalu disarankan untuk mencari

bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber yang berkiatan dengan penggunaan

zat.

21
Analisis objektif memberikan bukti paling dapat diandalkan perihal

adanya penggunaan akhir-akhir ini atau saat ini, meskipun data ini mempunyai

keterbatasan terhadap penggunaan Zat dimasa lalu atau tingkat penggunaan saat

ini.

Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis obat, namun bila

mungkin, diagnosis harus dklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yang paling

penting digunakannya. Hal ini biasanya dilakukan dengan memperhatikan

pemakain obat tertentu atau jenis obat yang menyebabkan gangguan yang tampak.

Dalam keadaan ragu-ragu, cantumkan kode obat atau jenis obat yang paling sering

disalahgunakan, terutama pada kasus penggunaan yang berlanjut harian.

Ditahun 1964 badan kesehatan dunia menyatakan bahwa istilah adiksi

tidak lagi menjadi istilah ilmiah dan menganjurkan menggantinya dengan istilah

ketergantungan obat. Konsep ketergantungan zat mempunyai banyak arti yang

dikenali secra resmi dan banyak arti yang digunakan selama beberapa decade.

Pada dasarnya dua konsep telah diminta tentang definisi ketergantungan,

ketergantungan perilaku dan ketergantungan fisik.

Ketergantungan perilaku telah menekankan atifitas mencari-cari zat

(substance seeking behavior) bukti-bukti pola penggunaan patologis dan

ketergantungan fisik telah menekankan efek fisik (yaitu fisiologis) dari episode

multiple penggunaan zat. Secara spesifik, definisi ketergantungan telah

menggunakan adanya toleransi atau putus zat dalam criteria klasifikasinya.

Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba , rekrasional, situasional dan

ketergantungan.

22
Deteksi Dini Penyalahgunaan Napza

Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah, tapi

sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa

keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :

A. KELOMPOK RISIKO TINGGI

Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau

terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal

tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan rentan).

Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri tertentu

(kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi

penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri

kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. ANAK

Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan

NAPZA antara lain :

 Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)

 Anak yang sering sakit

 Anak yang mudah kecewa

 Anak yang mudah murung

 Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar

 Anak yang agresif dan destruktif

 Anak yang sering berbohong, mencari atau melawan tatatertib

 Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)

23
2. REMAJA

Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA

: Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai

citra diri negatif

 Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar

 Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)

 Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko

tinggi/bahaya

 Remaja yang cenderung memberontak

 Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku

 Remaja yang kurang taat beragama

 Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA

 Remaja dengan motivasi belajar rendah

 Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler

 Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan

psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang

bergaul dengan lawan jenis).

 Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.

 Remaja yang cenderung merusak diri sendiri

3. KELUARGA

Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi, antara lain:

 Orang tua kurang komunikatif dengan anak

 Orang tua yang terlalu mengatur anak

24
 Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi

diluar kemampuannya

 Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk

 Orang tua yang kurang harmonis, sering bertengkar, orang tua berselingkuh

atau ayah menikah lagi

 Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benarsalah

yang jelas

 Orang tua yang tidak dapat menjadikan dirinya teladan

 Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA

B. GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA

1. Perubahan Fisik

Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara

umum dapat digolongkan sebagai berikut :

Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),

apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga

Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi

lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.

Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap

terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas

mandi,kejang, kesadaran menurun.

Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap

kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan

pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)

25
2. Perubahan Sikap dan Perilaku

Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas sekolah, sering

membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.

Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk dikelas

atau tampat kerja.

Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu

lebih dulu

Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu

dengan anggota keluarga lain dirumah

Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,

kemudian menghilang

Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak

jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau

milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau

berurusan dengan polisi.

Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap

bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia

TERAPI DAN REHABILITASI

Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori

dan filosofi yang mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan

NAPZA adalah suatu jenis penyakit atay dusease entity yang dalan International

classification of diseases and health related problems-tenth revision 1992 (ICD-

26
10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam Mental and behavioral

disorders due to psychoactive subsstance use.

Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang

berbeda-beda dan tergantung banyak faktor, antara lain :

 Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan

 Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian

terganggu

 Kondisi psiikiatri dan medis umum

 Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan

kesembuhannya

Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan

assessment terhadap pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi

sasaran dari terapi yang akan dijalankan. Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi

NAPZA terdiri dari :

 Outpatient (rawat jalan)

 Inpatient (rawat inap)

 Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)

Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter)

mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA

melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emergency,

dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan.

Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :

Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :

27
a. Intoksikasi

b. Overdosis

c. Sindrom putus NALZA

d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)

Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan

diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.

Berbagai bentuk Trapi dan Rehabilitasi :

1. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)

Terapi ini antara lain ditujukan untuk :

a. TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI

Intoksikasi opioida :

Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3 menit

sampai 2-3 kali

Intoksikasi kanabis (ganja):

Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.

Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.

Intoksikasi kokain dan amfetamin

Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10-25 mg oral

atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk

mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral

Intoksikasi alkohol :

Mandi air dingin bergantian air hangat

Minum kopi kental

28
Aktivitas fisik (sit-up,push-up)

Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan

Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):

Melonggarkan pakaian

Membarsihkan lender pada saluran napas

Bila oksigen dan infus garam fisiologis

b. TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS

Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :

- Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan dapat

memberikan bantalan dibawah bahu)

- Kendurkan pakaian yang terlalu ketat

- Hilangkan obstruksi pada saluran napas

- Bila perlu berikan oksigen

Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar

- Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2

cc I.M

- Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru, hiperventilasi) karena

sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium bikarbonas

Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan

kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk

memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan

tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.

29
Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya

perdarahan atau trauma yang membahayakan

Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan

diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika

kejang belum teratasi.

Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV

c. TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT

Terapi putus zat opioida

Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat

dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi

detoksifikasi berbeda-beda:

1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional

24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate

Detoxification Treatment)

Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari

penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA

Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :

Tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika (abrupt withdrawal atau

cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :

Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti :

Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya

Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin

Untuk mual beri metopropamid

30
Untuk kolik beri spasmolitik

Untuk gelisah beri antiansietas

Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin

Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)

Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi

sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat

Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari

dan seterusnya.

Disamping itu diberi terapi simptomatik

Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda

Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam

3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari

Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg),

terapi harus dihentikan.

Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi

(Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug

opiat saja, di lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog

dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat

(naltrekson) lebih kurang 1 tahun.

Trapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol. Harus secara bertahap dan

dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara:

31
Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai

terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg

perhari sampai gejala putus zat hilang.

Terapi putus Kokain atau Amfetamin

Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan

bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.

Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA

- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Inj. Haloperidol

2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5mg/hari.

- Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM

- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada

terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alcohol.

PSIKOTIK

Psikotik adalah gangguan mental berat yang menyebabkan timbulnya

persepsi dan pemikiran yang abnormal. Dua gejala utama adalah adanya delusi

(waham) dan halusinasi.

Halusinasi adalah persepsi yang salah dapat timbul tanpa adanya

rangsangan dari luar. Halusinasi adalah hal-hal penginderaan yang terlihat secara

nyata, tetapi dihasilkan oleh sebuah pikiran. Delusi (waham) adalah keyakinan

yang salah tentang sesuatu yang terjadi dan berpikir bahwa itu nyata.

Psikosis dapat disebabkan oleh penyebab organik, intoksikasi, dan

gangguan fungsional seperti skizofrenia, gangguan bipolar, schizophreniform


32
disorder, schizoaffective disorder, paranoid disorder, induced psychotic disorder,

dan atypical psychosis. Namun, penyebab paling umum dari psikosis adalah

skizofrenia.

Skizofrenia dapat dibagi menjadi subtipe: 1) tipe paranoid : didominasi

delusi atau halusinasi, 2) tipe disorganisasi : adanya masalah bicara dan perilaku,

3) tipe katatonik : adanya katalepsi atau stupor, agitasi ekstrim, negativisme

ekstrim atau mutisme , postur katatonik, dan kegembiraan katatonik, 4) tipe

residual : dalam keadaan remisi tetapi masih memperlihatkan gejala penarikan diri

secara sosial, afek datar, perilakueksentrik, dan pikiran tak logis. 5) tipe tak

terinci, gejala halusinasi dan waham dominan, tetapi tidak dapat digolongkan dalam tipe

skizofrenia lain.

Pada penggolongan gangguan-gangguan yang diderita oleh seseorang,

istilah yang dipakai adalah seorang dengan skizofrenia, seorang dengan neurotik,

atau seorang dengan ketergantungan zat.

NAPZA dan Gejala Psikotik

Menurut Kushner & Mueser, ada 4 asumsi yang menghubungkan NAPZA

dan psikosis: (1) Penggunaan NAPZA menyebabkan skizofrenia, (2) Penggunaan

NAPZA merupakan penyebab dari skizofrenia, (3) Skizofrenia dan penggunaan

NAPZA dengan penyebab yang sama, dan (4) Skizofrenia dan penggunaan

NAPZA berinteraksi dan memelihara satu sama lain.

33
Metamfetamin, Amfetamin dan Psikotik

Metamfetamin dan amfetamin adalah NAPZA yang digolongkan pada

psikotropika yang dapat menganggu kerja dari sistem saraf pusat.

Zat yang bekerja secara tidak langsung ini dapat menyebabkan beberapa

efek yang ditimbulkan mulai dari rasa sigap, insomnia, euforia, anoreksia. Bila

pada dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan timbunya gejala-gejala psikotik

berupa halusinasi dan waham, ini dapat terjadi karena zat ini sangat mudah masuk

ke sistem saraf pusat melalui sirkulasi. Metamfetamin sangat mirip dengan

amfetamin hanya saja metamfetamin memiliki efek sentral yang lebih kuat

dibandingkan dengan amfetamin.

Penelitian oleh Curran et al dalam review 54 studi tentang zat stimulan dan

psikosis, memperlihatkan bahwa dosis tunggal obat stimulan dapat memicu

peningkatan psikosis 50–70% dari responden dengan skizofrenia dan gejala akut

psikosis.

Alkohol dan Psikotik

Alkohol adalah suatu kelompok besar dari molekul organik yang memiliki

gugus hidroksil (-OH) melekat pada atom jenuh. Bentuk alkohol paling lazim

digunakan dan digunakan untuk minuman adalah etanol.Rumus kimia dari etanol

adalah CH3-CH2-OH.

Banyak efek yang dapat ditimbulkan oleh alkohol, salah satunya adalah efek

pada otak dengan mendepresi fungsi SSP, mengganggu pengaturan inhibisi dan
34
eksitasi di otak sehingga menyebabkan terjadinya disinhibisi, ataksia, sedasi, dan

pada kadar yang lebih tinggi menyebabkan bicara tidak jelas, adanya efek

stimulasi SSP, bila penggunaan dalam jangka panjang dapat berpengatuh pada

gangguan mental dan neurologis yang berat, berupa gangguan tidur, hilangnya

daya ingatan dan psikis.

DSM-IV-TR mengkategorikan gangguan psikotik akibat terinduksi alkohol

kedalam gangguan akibat terinduksi zat. Gejala psikotik yang ditimbulkan akibat

penggunaan alkohol ini adalah berupa halusinasi dan waham. Halusinasi yang

paling sering adalah auditorik yaitu mendengar suara yang memfitnah, mencela

atau smengancam, dapat berlangsung kurang dari satu minggu dan pada beberapa

mungkin bertahan. Halusinasi dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun

biasanya terjadi pada orang yang menyalahgunakan alkohol jangka panjang

35
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental. Didapatkan

gejala pasien mengeluhkan adanya bisikan seseorang (halusinasi auditorik) dan

melihat adanya bayangan (halusinasi visual), terdapat keluhan gelisah dan sulit

tidur. Pasien diketahui mengkonsumsi obat “seledryl” yang berisi

dextromethorpen Hbr, Dekstrometorfan adalah kandungan aktif yang biasa

ditemukan pada obat-obat batuk. Obat ini sering disalahgunakan karena efek

disosiatif yang dimilikinya. Obat ini hampir tidak memiliki efek psikoaktif pada

dosis yang direkomendasikan. Saat digunakan melewati dosis terapeutiknya zat

ini akan memiliki efek disosiatif yang kuat. Pada dosis tinggi dekstrometorfan

akan mengakibatkan efek euforia, peningkkatan mood, disosiasi pikiran dari

tubuh dan peningkatan sensasi taktil.

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk

pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat

didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat

psikoaktif lainnya dengan gangguan psikotik predominan halusinasi (F19.52).

Sebagai pedoman diagnostik gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan zat psikoaktif lainnya dengan gangguan psikotik menurut PPDGJ III

dikatakan F19 bila pola penggunaan zat psikoaktif benar-benar kacau dan

sembarangan atau berbagai obat bercampur-campur. Kriteria F19.5 (disertai

36
dengan gangguan psikotik) dapat dikatakan jika gangguan psikotik yang terjadi

selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam waktu 48

jam, bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium

(F1x.4) atau suatu onset lambat. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat

psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan

dipengaruh oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat.

Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau

menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri

maupun orang lain. Menurut DSM, peyalahgunaan zat melibatkan pola

penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.

Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggung

jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai pekerja, atau sebagai

orang tua), menempatkan diri dalam situasi di mana penggunaan zat secara fisik

berbahaya (contoh mencampur minuman dan penggunaan obat. Secara umum

gejala klinis penyalahgunaan napza terbagi menjadi perubahan fisik dan

perubahan sikap serta perilaku. Seperti halusinasi, gangguan kesadaran, dan sulit

tidur. Sering bersikap emosional dan mudah tersinggung. Sehingga hal ini

berpengaruh terhadap aktivitas fisik sehari-sehari seseorang.

Pada pasien ini diberikan tatalaksana chlorpromazine 25 mg ½- ½ - 1,

stelosi (trifluoperazine) 5 mg ½- ½ - 1, dan arkin (Trihexyphenidyl HCl) 2 mg

½- ½ - 1. Farmakoterapi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan yang ada

diliteratur yaitu diberikan antipsikosis, pemilihan antipsikosis mempertimbangkan

gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pada pasien dengan gejala

37
dominan seperti apatis, menarik diri, halusinasi, waham, hipoaktif, kehilangan

minat dan inisiatif, menarik diri dan perasaan tumpul dapat diberikan

trifluoperazine, fluphenazine, dan haloperidol yang efek sedatif lemah. Psikosis

dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran,

perasaan dan perilaku dapat diberikan chlorpromazine dan thioridazine yang

memiliki efek samping sedative kuat.

Pemberian trihexyphenidyl bertujuan untuk mengurangi efek samping dari

antipsikosis. Efek samping antipsikosis dapat berupa : sedasi dan inhibisi

psikomotor, gangguan otonomik, gangguan ekstrapiramidal (dystonia akut,

akathisisa, sindrom Parkinson) dan gangguan endokrin.

38
BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk

pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat

didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat

psikoaktif lainnya dengan gangguan psikotik predominan halusinasi (F19.52).

Kriteria F19.5 (disertai dengan gangguan psikotik) dapat dikatakan jika

gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat

psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam, bukan merupakan manifestasi dari

keadaan putus zat dengan delirium (F1x.4) atau suatu onset lambat. Gangguan

psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang

bervariasi. Variasi ini akan dipengaruh oleh jenis zat yang digunakan dan

kepribadian pengguna zat.

Pada pasien ini sudah diberikan terapi anti psikotik sesuai literatur.

38
39
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdin AE. Tumbuh kembang perilaku manusia. 1st ed. Jakarta : EGC;

2011.

2. Pahlasari R. Prevalensi pasien yang mengalami gejala psikotik dengan

riwayat penggunaan napza di RSKO Jakarta pada tahun 2011-2012

(disertasi). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ; 2013.

3. Maslim R. Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan dari PPDGJ III dan

DSM 5. jakarta: Bagian ilmu keokteran Jiwa FK Unika;2013

4. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi 3.

jakarta: Bagian ilmu keokteran Jiwa FK Unika;2007.

5. McKetin R, McLaren J, Lubman I, Hides L. The prevalence of psychotic

symptoms among methamphenamine users. Journal Compilation, Society for

the Study of Addiction. 2006; 101:1473-1478.

6. Arseneault L, Cannon M, Murray RM. Causal association between cannabis

and psychosis: examination of the evidence. The British Journal of

Psychiatry. 2004; 184:110-117.

7. Fergusson DM, Horwood LJ, Ridder EM. Test of causal linkages between

cannabis use and psychotic symptoms. Addiction. 2005; 100:354-366.

8. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai