Anda di halaman 1dari 30

CASE BASED DISSCUSION & PEMBINAAN

ILMU KESEHATAN KOMUNITAS

SKIZOFRENIA

Disusun oleh :

 Tiffany Budijanto (42190330)


 Yudi Andika (42190331)
 Jonathan Irlambang (42190332)
 Darren Eduardo William (42190333)

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS

PUSKESMAS BAMBANGLIPURO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA


WACANA

YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses
pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh
kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Kejadian skizofrenia
pada pria lebih besar dibanding wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000
penduduk, dengan kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Studi
epidemiologi pada tahun 2010 menyebutkan bahwa angka prevalensi skizofrenia di
Indonesia 0,3% sampai 1% dan biasanya timbul pada usia 18-45 tahun, namun ada pula
yang masih berusia 11-12 tahun. Insidensi skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang.
Secara nasional, angka skizofrenia Provinsi DIY menempati posisi tertinggi kedua
dengan prevalensi sebesar 2,7%. Di Provinsi DIY, Kabupaten Bantul juga menempati
posisi tertinggi kedua dengan prevalensi sebesar 4%. Puskesmas Bambanglipuro
mencatat jumlah pasien skizofrenia pada bulan Januari hingga Juli 2020 sebanyak 42
orang. Berdasarkan uraian tersebut maka kelompok kami ingin mengkaji tentang kasus
skizofrenia di Puskesmas Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta.

B. Tujuan
 Memberikan informasi mengenai kejadian Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
Bambanglipuro
 Memberikan edukasi mengenai pentingnya deteksi dini skizofrenia

C. Manfaat
 Memberikan informasi kepada masyarakat Kecamatan Bambanglipuro mengenai
skizofrenia sehingga dapat dilakukan pencegahan maupun penanganan sedini
mungkin.
 Memberikan informasi mengenai tanda-tanda awal skizofrenia sehingga dapat
dilakukan deteksi dini agar penanganan dapat dilakukan secepatnya.

BAB II

DATA KLINIS PERORANGAN DAN EVIDENS DASAR

Judul Kasus : Skizofrenia residual

Area Upaya Puskesmas :

I. Identitas
Nama : Tn. BS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Sumbermulyo, 13 April 1979
Usia : 41 tahun
Alamat : Tangkilan, Sumbermulyo
Agama : Katolik
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMK
Status Perkawinan : Kawin

II. Keluhan Utama


Tidak ada keluhan (kontrol rutin)

III. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Autoanamnesis
Saat ini pasien kontrol rutin setiap bulan di Puskesmas Bambanglipuro sejak
tahun 2017. Pasien mengaku pertama kali timbul gejala pada tahun 2005. Pasien
mengaku memiliki masalah karena pasien jarang bercerita dengan orang-orang
disekitarnya termasuk istrinya. Awalnya pasien mengikuti MLM (Multi Level
Marketing) dan setelah mengikuti beberapa lama, pasien mendapat masalah akan
tetapi masalah tersebut tidak diceritakan kepada siapapun dan akhirnya pasien merasa
tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga timbul gejala
mengamuk atau marah-marah tanpa alasan yang jelas. Setelah kejadian tersebut
pasien dibawa ke RSK Puri Nirmala. Sejak saat itu pasien sering keluar-masuk RSK
Puri Nirmala sebanyak 5 kali. Pasien mengaku sering mendengar suara-suara yang
berbisik di telinganya dan bahkan suara tersebut pernah menyuruh pasien untuk
bunuh diri. Pasien juga sering takut dan berpikir ada yang mengancamnya. Pada tahun
2012 pasien mengaku sudah mengalami perbaikan dan tidak dirawat di RSK Puri
Nirmala. Pasien juga mengaku sejak saat itu pasien sudah mulai bisa bercerita kepada
keluarga apabila pasien mengalami masalah, tetapi pasien tidak minum obat dan
kontrol rutin. Pada tahun 2017, pasien kembali mengamuk dan dibawa ke IGD
Puskesmas Bambanglipuro. Setelah difasilitasi oleh Puskesmas, pasien disarankan
untuk dibawa ke RS Grhasia. Awalnya pasien sulit tidur dan pada siang harinya
pasien marah-marah. Setelah kondisinya stabil dan diperbolehkan rawat jalan oleh RS
Grhasia, pasien melanjutkan kontrol rutin setiap bulan di Puskesmas Bambanglipuro.

2. Alloanamnesis
Alloanamnesis didapatkan dari istri pasien. Istri pasien menjelaskan bahwa
sebelum sakit, pasien merupakan pribadi yang tertutup dan tidak pernah menceritakan
masalah yang dialaminya pada keluarga. Pasien pertama kali menunjukkan gejala
gangguan jiwa pada tahun 2005. Pada saat itu, pasien menjadi sering marah, susah untuk
diajak berbicara, dan dirasakan keluarga pasien berubah menjadi seperti orang asing.
Hubungan pasien dengan anggota keluarga termasuk anak - anaknya menjadi
merenggang karena khawatir jika pasien kambuh lagi, dan takut menyinggung pasien.
Keluarga berupaya memberikan dukungan dengan cara tetap membangun komunikasi
dengan pasien dan mengajak pasien untuk berobat di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pada tahun 2012-2017, istri pasien mengaku sempat menemukan beberapa permasalahan
dalam proses pengobatan pasien. Permasalahan tersebut diantaranya adalah pasien
sempat menolak minum obat, karena pasien merasa sudah sembuh, yang pada akhirnya
membuat gejala gangguan jiwa pasien kembali kambuh. Secara keseluruhan, pasien
dianggap keluarga sudah mulai bisa menjalankan kembali perannya sebagai Kepala
Rumah Tangga. Perkembangan yang dirasa baik, pasien sudah mampu melakukan
perawatan diri seperti mandi teratur, pasien sangat antusias dan sudah dapat melakukan
pekerjaan sehari - harinya di bengkel, pasien mulai terbuka terhadap keluarga terkait
permasalahan yang dialami pasien, dan pasien rutin mengikuti ibadah di Gereja karena
berkeinginan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Hal yang masih perlu perhatian
adalah pasien dirasa belum dapat bersosialisasi karena sebagian masyarakat masih
memberikan stigma negatif pada pasien.

A. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien pertama kali rawat inap karena gangguan kejiwaan pada tahun 2005 di
RSK Puri Nirmala. Keluhan pertama yang dialami pasien saat itu adalah sering
mengamuk atau marah tanpa alasan yang jelas. Pada periode 2005 - 2012, pasien
keluar masuk RSK Puri Nirmala sebanyak 5 kali dengan gejala yang muncul
diantaranya sering mendengar suara berbisik di telinganya, ketakutan berlebihan dan
berpikir ada yang mengancamnya. Pada tahun 2012, pasien tidak lagi menjalani rawat
inap di RSK Puri Nirmala dan melanjutkan pengobatan dengan rawat jalan. Gejala
gangguan jiwa pasien kambuh kembali setelah pasien menolak minum obat karena
sudah merasa sembuh. Pada tahun 2017, pasien kembali mengamuk dan dibawa
warga ke IGD Puskesmas Bambanglipuro. Setelah difasilitasi oleh pihak Puskesmas,
perawatan pasien dilakukan di RS Grhasia. Awal perawatan pasien sering sulit tidur
dan marah - marah pada siang hari. Setelah kondisinya stabil dan diperbolehkan rawat
jalan oleh RS Grhasia, pasien melanjutkan kontrol rutin setiap bulan di Puskesmas
Bambanglipuro

2. Riwayat Gangguan Medik


a. Riw. Asma : disangkal
b. Riw. Hipertensi : disangkal
c. Riw. DM : disangkal

3. Riwayat Gangguan Psikosomatik : disangkal

4. Riwayat Gangguan Neurologik


a. Riw. Sakit Kepala Lama : disangkal
b. Riw. Trauma Kepala : disangkal
c. Riw. Kejang : disangkal

5. Riwayat Penggunaan Zat


a. Riw. Merokok : diakui, 2 bungkus sehari.
b. Riw. Alkohol : disangkal
c. Riw. NAPZA : disangkal

B. Riwayat Gangguan Pribadi


1. Riwayat Perinatal dan Prenatal
Kehamilan normal. Persalinan lancar dibantu oleh Dukun Bayi. Bayi lahir sehat
tanpa ada kelainan bawaan.

2. Riwayat Masa Kanak-kanak Awal (0-3 tahun)


Tumbuh kembang baik. Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya.

3. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)


Tumbuh kembang baik. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik dengan teman
sebaya.

4. Riwayat Masa Kanak-kanan Akhir (Pubertas s/d Remaja)


Riwayat sekolah dan sosialisasi pasien baik.

5. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan : Pasien memiliki keinginan untuk
meningkatkan status ekonomi dengan cepat,
oleh karena itu pasien sempat mengikuti
MLM yang pada akhirnya merugikan
pasien. Selanjutnya pasien memilih bekerja
sesuai dengan keinginannya yaitu di
bengkel.
b. Riwayat Perkawinan : Pasien sudah menikah dan memiliki 3 orang
anak. Apabila tidak kambuh, pasien
merupakan sosok suami yang perhatian
pada anak dan istrinya
c. Riwayat Pendidikan : Tidak diketahui
d. Agama : Pasien beragama Katholik dan rajin
menjalankan ibadahnya.
e. Riwayat Pelanggaran Hukum : Selama mengamuk, tidak ada perbuatannya
yang dianggap melanggar hukum karena
kaitannya dengan gangguan jiwa yang
dimiliki oleh pasien.
6. Riwayat Hidup Sekarang
Sebelum sakit, pasien merupakan sosok suami yang bertanggung jawab dan
berusaha meningkatkan status ekonomi keluarganya dengan berbagai cara. Setelah
sakit dan berulang kali mendapat perawatan kejiwaan, pasien mengurangi
aktivitasnya dan hanya melakukan pekerjaan ringan. Setelah gejala pasien stabil,
pasien mulai bekerja kembali di bengkel sesuai dengan keinginannya dan tinggal
bersama istri dan ketiga anaknya.

7. Persepsi Tentang Dirinya


Pasien cenderung tertutup dan menolak untuk mengekspresikan apa yang
terjadi dengan dirinya.

C. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara. Tidak ada keluhan serupa
terkait gangguan jiwa pada keluarga pasien seperti yang dialami oleh pasien. Tidak
ada data mengenai riwayat penyakit lainnya dalam keluarga.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Opname : (-)
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Trauma : (-)

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Gangguan Jiwa : (-)

VI. Lifestyle
Pasien bekerja sehari-hari di bengkelnya yang terletak di rumah. Pasien mengaku
merokok tetapi tidak mengonsumsi alkohol. Kesulitan tidur dimalam hari disangkal.

VII.Riwayat Personal
Social : Pasien tinggal di rumah bersama istri dan 3 orang anak. Setiap harinya pasien
bekerja di bengkelnya yang ia buka sendiri. Pasien juga mengaku bahwa hubungan
dengan tetangga di sekitar rumah baik walaupun terkadang masih terdapat beberapa
tetangga yang menjahui pasien dikarenakan gangguan yang dideritanya. Pasien awalnya
merupakan orang yang tertutup dan jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain
termasuk istrinya sendiri. Akan tetapi sejak keluar dari RSK Puri Nirmala pada tahun
2012, pasien sudah mulai bercerita kepada istrinya apabila sedang mengalami masalah.
Saat ini pasien sudah memahami penyakit yang dialaminya dan pasien sudah bersedia
untuk kontrol dan minum obat rutin.

Ket. : : Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
X : Meninggal

Culture : Pasien dan keluarga bersuku asli Jawa dan berdomisili di Desa Sumbermulyo
Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul.
Religious : Pasien dan keluarga beragama Katolik dan taat menjalankan ibadah sesuai
ajaran agamanya.
Education: Pendidikan terakhir pasien adalah SMK.
Economy : Pasien bekerja sehari-hari di bengkelnya. Menurut pasien, penghasilan dari
bengkel tersebut digunakan untuk menghidupi keluarganya.
Medical : Pasien pertama kali diketahui mengalami gangguan jiwa pada tahun 2005
setelah pasien marah-marah dan dibawa ke RSK Puri Nirmala. Saat ini pasien sudah
rutin kontrol di Puskesmas Bambanglipuro.

VIII. Riwayat Tempat Tinggal


1. Keadaan Rumah
Rumah pasien terletak di Tangkilan, Sumbermulyo. Pasien tinggal bersama istri dan 3
orang anaknya. Rumah pasien memiliki pintu utama dan beberapa jendela dan
ventilasi. Jendela rumah sering dibuka di pagi hari dan ditutup kembali pada sore hari.
Atap rumah menggunakan seng dengan rangka kayu tanpa plafon. Kamar mandi
terletak di dalam rumah dengan cahaya cukup dari ventilasi. Di kamar mandi terdapat
jamban dan bak mandi berupa tembok. Bak mandi dikuras setiap 2-3 minggu. Septik
tank terdapat di belakang rumah dengan ukuran 2x1 meter. Sampah padat dibakar di
belakang rumah.
2. Lingkungan Sekitar Rumah
Rumah pasien terletak di pinggir jalan dan pekarangan rumah tidak terlalu luas.
Rumah menjadi satu dengan bengkel tempat pasien bekerja sehari-hari. Di depan
rumah terdapat tanaman berupa bunga yang diletakkan dalam pot.

IX. Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CM (E4V5M6)
Status Psikologis : Tenang
Tekanan Darah : 135/87
Nadi : 84 x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,7°C

Status Psikiatri

A. Deskripsi Umum :

1. Penampilan
Tampak sehat, perawatan diri baik.

2. Perilaku dan aktivitas Psikomotorik


Normoaktif

3. Pembicaraan
Spontan, volume cukup, intonasi cukup, artikulasi jelas.

4. Sikap terhadap pemeriksa


Kooperatif
B. Alam Perasaan

1. Mood : Eutimik
2. Afek : Normoafek

C. Gangguan Persepsi :

1. Halusinasi : Auditorik (-), Visual (-)

2. Ilusi : (-)

3. Depersonalisasi : (-)

4. Derealisasi : (-)

D. Proses Pikir

1. Bentuk Pikir : realistik

2. Arus Pikir : Koheren


3. Isi Pikir :

a. Waham : (-)
b. Preokupasi : (-)
c. Fobia : (-)
d. Obsesi : (-)
F. Kesadaran Kognisi

1. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
d. Situasi : Baik

2. Daya Ingat
a. Segera : Baik
b. Pendek : Baik
c. Panjang : Baik
3. Pikiran Abstrak : Baik
4. Visuospasial : Baik
5. Konsentrasi : Baik
6. Perhatian : Baik
7. Pengetahuan dasar : Baik
8. Bakat kreatif : Baik
9. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

G. Daya Nilai

1. Nilai Sosial : Baik

2. Penilaian realita : Baik


H. Tilikan diri : Derajat 6
I. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

X. Diagnosis Klinis
Skizofrenia Residual (F.20.5)

XI. Diagnosis Komunitas


Stigma Masyarakat dan Peran Keluarga dalam Upaya Penyembuhan Pasien Gangguan
Jiwa di Puskesmas Bambanglipuro.

XII.Tatalaksana
Farmakologi
Chlorpromazine HCl tab 100 mg no XXX
S1dd tab 1
Risperidone tab 2 mg no LX
S2dd tab 1

Non Farmakologi
Manajemen Stress
Konseling dengan Psikolog jika diperlukan
Rutin Kontrol ke Puskesmas tiap 1 bulan sekali.
BAB III

METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA

REVISI

Kajian Epidemiologis Distribusi Frekuensi sesuai Karakteristik Pasien dengan


Skizofrenia di Puskesmas Bambanglipuro

Metode pengambilan data diambil dari data prevalensi pasien dengan skizofrenia di
Puskesmas Bambanglipuro pada tiga Desa, yaitu Sidomulyo, Sumbermulyo, dan Mulyodadi
dalam periode 1 Januari hingga 1 Desember 2019.

A. Jenis Kelamin

Frekuensi kasus skizofrenia berdasarkan Jenis kelamin


periode 1 januari-1 Desember 2019

Wanita
56
39%

Pria
86
61%

Pria Wanita

Diagram 1. Data Frekuensi Kasus Skizofrenia berdasarkan Jenis Kelamin Periode 1 Januari-1 Desember 2019.

Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode 1 Januari – 1 Desember 2019 menunjukan bahwa
prevalensi kejadian skizofrenia lebih banyak terjadi pada pria dengan jumlah 86 orang
(61%) dan pada wanita sebanyak 56 orang (39%).

B. Usia

Frekuensi kasus skizofrenia berdasarkan usia


periode 1 januari-1 desember 2019
80
72
70

60
50
50

40

30

20
10
10 5 5
0
Usia

20-44 45-54 55-59 60-69 >70

Diagram 2. Data Frekuensi Kasus Skizofrenia berdasarkan Usia Periode 1 Januari-1 Desember 2019.

Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum


Puskesmas Bambanglipuro pada periode 1 Januari – 1 Desember 2019
menunjukan bahwa prevalensi kejadian skizofrenia tertinggi pada kelompok usia
20-44tahun sebanyak 72 pasien, dan yang terendah pada kelompok usia 55-59 dan
>70 tahun sebanyak 5 pasien
C. Wilayah Kerja Puskesmas

Frekuensi kasus skizofrenia berdasarkan wilayah


periode 1 januari-1 desember 2019
80
72
70

60

50
41
40
31
30

20

10

0
Wilayah

Sumbermulyo Mulyodadi Sidomulyo

Diagram 3. Data Frekuensi Kasus skizofrenia berdasarkan Wilayah Kerja Puskesmas Periode 1 Januari-1 Desember 2019.

Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode 1 Januari – 1 Desember 2019 menunjukan bahwa
Sumbermulyo merupakan wilayah yang memiliki prevalensi kejadian skizofrenia
tertinggi yaitu sebanyak 72 kasus, diikuti oleh wilayah Mulyodadi dengan prevalensi
kejadian skizofrenia sebanyak 41 kasus, dan Sidomulyo dengan prevalensi kejadian
skizofrenia sebanyak 9 kasus.
BAB IV

ANALISIS KASUS DAN DETERMINAN

A. Analisis Kasus

Pasien merupakan seorang laki-laki dewasa berusia 41 tahun bertempat tinggal di


Tangkilan, Sumbermulyo, Bantul. Berdasarkan autoanamnesis pasien pertama kali
mengalami gejala gangguan jiwa pada tahun 2005,dengan gejala yang muncul adalah
pasien sering marah-marah, sering mendengar bisikan ditelinga nya untuk bunuh diri,
sering ketakukan dan merasa ada yang mengancam pasien pernah melakukan
pengobatan, pencetus gangguan jiwa saat itu diperkirakan karena adanya masalah terkait
keikutsertaan pasien pada bisnis MLM (Multi level marketing) yang tidak terselesaikan,
sejak saat itu pasien mendapat pengobatan di RSK Puri Nirmala, dan pernah dirawat
disana sebanyak 5 kali. Pada tahun 2012 pasien tidak lagi melakukan rawat inap di RSK
Puri Nirmala dan dilanjutkan dengan rawat jalan, akan tetapi permasalahan yang muncul
pasien menjadi tidak kontrol rutin dan tidak minum obat, ada tahun 2017 gejala pasien
kambuh lagi dan pasien dibawa ke rumah sakit Grhasia, gejala yang muncul saat itu
adalah sulit tidur dan mengamuk, paska perawatan di RS Gracia pasien melanjutkan
kontrol rutin di Puskesmas Bambanglipuro.

Pasien tinggal dirumah bersama istri dan ketiga anaknya. Istrinya menjelaskan
bahwa sebelum sakit merupakan pribadi yang tertutup dan tidak pernah menceritakan
masalah yang dialaminya pada keluarga. Saat pertama kali muncul gejala gangguan jiwa,
pasien menjadi sering marah, susah untuk diajak berbicara, dan dirasakan keluarga psien
berubah menjadi sepeti orang asing. Anak -anak pasien menjadi tidak dekat lagi dengan
pasien, karena takut jika kambuh lagi, dan takut menyinggung pasien. Walaupun kondisi
pasien seperti itu keluarga tetap berupaya memberikan dukungan dengan cara tetap
membangun komunikasi dengan pasien dan mengajak pasien pasien untuk berobat di
fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam proses pengobatan, pasien sempat menolak minum
obat, karena pasien merasa sudah sembuh, yang pada akhirnya membuat gejala gangguan
jiwa pasien kembali kambuh. Saat ini pasien sudah bersedia berobat secara rutin di
puskesmas Bambanglipuro dan berusahah membukan diri dengan bercerita pada istrinya
mengenai masalah atau beban yang dirasakan oleh pasien.

Selama proses penyembuhan, pasien mengatakan cukup rutin ke gereja, hal ini
karena pasien merasa perlu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, selain itu warga
gereja juga mau menerima pasien dengan segala kondisinya. Pasien mengatakan dengan
beribadah maka perasaannya menjadi tenang dan menjadi lebih bisa menghargai
hidupnya. Secara tidak langsung beribadah menumbuhkan motivasi pasien untuk
kesembuhannya.

Belakangan ini pasien cukup tenang dan makan teratur, meskipun terkadang harus
diingatkan. Aktivitas pasien sehari-hari bekerja di bengkel, pasien mengerjakan secara
mandiri pekerjaan bengkelnya, keluarga menjelaskan pasien sangat antusias saat bekerja
karena pasien mengatakan menyukai pekerjaannya. Lingkungan keluarga pasien sangat
mendukung kesembuhan pasien, namun Sebagian masyarakat di sekitar tempat tinggal
pasien masih memiliki stigma yang kurang baik terhadap pasien. Karena adanya stigma
tersebut pasien sesekali merasa tersinggung dan lebih memendam permasalahannya
sendiri dari pada menceritakannya.

B. Analisis Determinan

Berdasarkan segitiga epidemiologi, suatu penyakit dapat terjadi karena interaksi


antara host (pejamu), agent (penyebab penyakit), dan environment (lingkungan). Dalam
penyakit gangguan skizofrenia Host, agent dan environment memiliki keterkaitan yang
sangat erat dalam mencetuskan kejadian skizofrenia, hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.

1. Host
a. Usia

Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda mulai dari umur 15-35 tahun, akan tetapi pada usia 25-35 tahun
kemungkinan resiko kejadian skizofrenia akan meningkat 1.8 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan umur 15-24 tahun. Pasien pertama kali mengalami gejala
gangguan jiwa pada umur 26 tahun dimana pada usia tersebut memiliki resiko
lebih tinggi untuk menderita skizofrenia.

b. Jenis Kelamin
Proporsi skiofrenia terbanyak adalah laki laki dengan kemungkinan laki-laki
berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan
perempuan. Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang
menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan
hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa
dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan
dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun beberapa sumber lainnya mengatakan
bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress psikologik dan juga
wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma. Sementara prevalensi skizofrenia
antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Pasien merupakan seorang kepala
keluarga dengan 3 orang anak, terkait hal tersebut pasien perlu mencukupi
kebutuhan keluarga. Keadaan ini yang mungkin dapat meningkatkan tingat stress
pasien yang menganggu proses penyembuhannya.

2. Agent
a. Status ekonomi
Status ekonomi Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk
mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan status ekonomi tinggi. Status
ekonomi rendah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa ahli tidak
mempertimbangkan kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko,
tetapi faktor yang menyertainya bertanggung jawab atas timbulnya gangguan
kesehatan. Himpitan ekonomi memicu orang menjadi rentan dan terjadi berbagai
peristiwa yang menyebabkan gangguan jiwa. Pasien mengalami masalah terkait
dengan keikutsertaanya pada MLM yang diperkirakan kerugian ekonomi yang
cukup besar pada pasien, kerugian ini berdampak pada stabilitas ekonomi keluarga
yang menimbulkan dampak meningkatnya beban pikiran pasien.

b. Pekerjaan

Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar 85,3%
sehingga orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih
besar menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja
akan lebih mudah menjadi stres yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon
stres (kadar katekolamin) dan mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang yang
bekerja memiliki rasa optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki semangat
hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak bekerja. pada pasien ini
pasien awalnya ingin memenuhi kebutuhan keluarga pasien sehingga pasien
memutusakan untuk mengikuti kegiatan MLM demi mendapatkan keuntungan
lebih, akan tetapi hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan keinginan pasien
sehingga menyebabkan pasien merasa tertekan dan takut, hingga pada akhirnya
berdampak pada kesehatan kesehatan mental pasien.

c. Status Perkawinan
Pernikahan dapat membawa dampak pada kondisi mental seseorang,
Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko untuk mengalami gangguan
jiwa skizofrenia dibandingkan yang menikah karena status marital perlu untuk
pertukaran ego ideal antara suami dan istri menuju tercapainya kedamaian Dan
perhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang
berarti dan memuaskan. disis lain orang yang sudah menikah pun juga beresiko
mengalami gangguan psikologi jika dalam pernikahannya terdapat faktor-faktor
yang memperberat kehidupannya. Pada pasien ini diperkirankan faktor yang
memperberat adalah faktor ekonomi ntuk memenuhi kebutuhan istri dan anak
pasien.

3. Environment
a. Faktor Psikososial
Faktor psikososial meliputi interaksi pasien dengan keluarga dan masyarakat.
Timbulnya tekanan dalam interaksi pasien dengan keluarga, misalnya pola asuh
orang tua yang terlalu menekan pasien, kurangnya dukungan keluarga terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi pasien, pasien kurang diperhatikan oleh
keluarga ditambah dengan pasien tidak mampu berinteraksi dengan baik di
masyarakat menjadikan faktor stressor yang menekan kehidupan pasien. Ketika
tekanan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama sehingga mencapai tingkat
tertentu, maka akan menimbulkan gangguan keseimbangan mental pasien dan salah
satunya adalah timbulnya gejala skizofrenia. Pasien sempat gagal saat berbisnis,
hal tersebut sering menjadi perbincangan orang-orang sekitar hal tersebut
memberikan tekanan pada pasien yang mengganggu kejiwaannya.
BAB V
KAJIAN MANAJEMEN-ORGANISASI PROGRAM PEMBINAAN

A. Kinerja Utama
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bagian Pelayanan Kesehatan Jiwa
Puskesmas Bambanglipuro dengan narasumber Ibu Sulastri A.Md.Kep., didapatkan data
dan informasi terkait Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Bambanglipuro.
Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas ini dilaksanakan di Poli Umum, Poli Psikologi
dan Bagian Promosi Kesehatan yang menjalankan kegiatan Pembinaan pasien atau
Orang-orang dengan Gangguan Jiwa yang merupakan masyarakat di Kecamatan
Bambanglipuro. Puskesmas Bambanglipuro memiliki berbagai program Pelayanan
Kesehatan Jiwa diantaranya adalah Deteksi Dini Gangguan Jiwa yang dilakukan oleh
para kader terlatih di setiap dusun, Home Visite bagi pasien gangguan jiwa kasus baru
atau kasus lama dengan kondisi tertentu, Family Gathering untuk mendukung atau
membina keluarga pasien, dan Patient Gathering atau Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
yang difasilitasi desa untuk mengumpulkan pasien yang sudah mengalami remisi atau
dalam kondisi stabil.
Program Utama yang rutin dijalankan oleh Puskesmas Bambanglipuro dan sudah
dijalankan pada tahun 2020 adalah Program Home Visite. Home Visite pasien gangguan
jiwa menyasar beberapa pasien atau orang-orang dengan gangguan jiwa yang
diperkirakan memerlukan pembinaan lebih lanjut selain pengobatan di poli umum saja.
Targetnya adalah pasien baru dan pasien lama dengan beberapa kondisi. Pada pasien
jiwa baru, Home Visite dilakukan untuk membina keluarga yang belum sadar atau
mengerti sepenuhnya mengenai pentingnya pengobatan anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa. Tujuannya ialah untuk mengontrol perilaku agresif pasien
dan sebisa mungkin mengembalikan keadaan menjadi produktif kembali dan mencegah
kekambuhan. Selain menyasar pada pasien baru dan pembinaan terhadap keluarganya,
Home Visite juga menyasar pasien-pasien lama yang kondisinya juga dirasa memerlukan
pembinaan ulang. Seperti contohnya pada pasien-pasien yang sebelumnya sudah sering
berobat dan rutin kontrol baik secara mandiri atau diantar oleh keluarganya, namun pada
perkembangannya, pasien menjadi tidak kontrol kembali, sehingga berisiko mengalami
kekambuhan. Biasanya hal ini terjadi pada pasien lama yang mulai jenuh minum obat
dan kurang dukungan keluarga atau keluarganya sendiri sudah tidak peduli akan kondisi
pasien.
Atas pertimbangan pentingnya komunikasi yang berkelanjutan antara tenaga
kesehatan dengan pasien beserta anggota keluarganya, penulis berpendapat bahwa upaya
pelayanan kesehatan jiwa dengan metode Home Visite yang lebih sistematis perlu terus
diupayakan oleh Puskesmas Bambanglipuro. Pada Case Based Discussion ini dilakukan
pengkajian menyeluruh mengenai program pembinaan pasien dengan gangguan jiwa
beserta keluarganya yang telah dilaksanakan di Puskesmas Bambanglipuro. Kajian
manajemen serta organisasi program pembinaan ini dilaksanakan dengan melakukan
pendataan terlebih dahulu mengenai permasalahan terkait pelayanan pasien dengan
gangguan jiwa di Puskesmas Bambanglipuro, menentukan tujuan program pembinaan,
dan diagnosis masalah komunitas yang terjadi. Selanjutnya kajian program pembinaan
dilanjutkan melalui pendataan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan halangan yang ada
pada Puskesmas Bambanglipuro dalam melakukan pembinaan.

 Rumusan Masalah
- Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gangguan jiwa dan pentingnya
pengobatan terkontrol
- Masih adanya stigma yang keliru di masyarakat mengenai gangguan jiwa
- Kurangnya dukungan keluarga bagi pasien gangguan jiwa
- Banyaknya kasus pasien jiwa yang ditelantarkan keluarga atau bahkan tidak
diketahui lagi dimana keberadaan keluarganya

 Tujuan
- Memberikan informasi mengenai cara memperlakukan orang dengan gangguan
jiwa yang tepat
- Memberikan informasi mengenai pentingnya kepatuhan minum obat dan kontrol
teratur bagi orang dengan gangguan jiwa yang memerlukan pemeliharaan kondisi
seumur hidupnya seperti kondisi Skizofrenia.
- Memberikan informasi mengenai pentingnya dukungan keluarga yang berperan
cukup besar dalam kesembuhan atau kestabilan mental/kejiwaan pasien
- Memberikan edukasi dan meluruskan pandangan mengenai stigma yang keliru
yang selama ini telah berkembang di tengah masyarakat
- Membangun kesehatan fisik dan mental yang lebih baik lagi di dalam masyarakat
demi mencapai kesejahteraan hidup bersama

 Diagnosis Komunitas
Stigma Masyarakat dan Peran Keluarga dalam Upaya Penyembuhan Pasien Gangguan
Jiwa di Puskesmas Bambanglipuro.
 Analisis SWOT
INTERNAL Kekuatan (S) Kelemahan (W)
 Fasilitas kesehatan yang cukup memadai  Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan.
 Adanya petugas kesehatan yang siap  Kekurangan sarana pembinaan seperti
melatih memberi pengetahuan mengenai penyediaan brosur, poster yang mudah
kondisi gangguan jiwa serta memberi dipahami oleh masyarakat
pelayanan terkait pengobatan pasien  Tidak adanya rumah pembinaan pasien
gangguan jiwa gangguan jiwa yang dimiliki oleh
 Tersedianya dana yang dikhususkan puskesmas
untuk pelayanan gangguan jiwa di  Puskesmas seringkali kehabisan obat-obat
puskesmas pemeliharaan pasien gangguan jiwa
 Adanya pelayanan BPJS di Puskesmas (contoh tersering kehabisan obat
EKSTERNAL chlorpromazine)
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
 Akses ke fasilitas kesehatan yang mudah  Aktif melakukan pendekatan ke  Melibatkan kader-kader dalam penanganan
dijangkau, serta sebaliknya, penjangkauan masyarakat untuk turut terlibat dalam gangguan jiwa terutama yang terkait dalam
setiap dusun yang mudah karena saling penanganan pasien gangguan jiwa demi pembinaan dan edukasi kepada pasien
berdekatan. kesejahteraan dan kenyamanan bersama. maupun keluarga di lingkungan atau
 Adanya kader-kader terlatih  Semakin meningkatkan kerja sama antar wilayah kerja dan tempat tinggal kader
 Adanya pasien-pasien yang berhasil sembuh tenaga kesehatan dan kader masing-masing.
terkontrol dengan obat dan beberapa  Melakukan pelatihan dan pertemuan  Melibatkan mahasiswa atau koass dalam
diantaranya siap menjadi relawan misi dalam intense antara petugas kesehatan dengan menyediakan sarana penyuluhan seperti
memberi arahan kepada sesama penderita kader atau masyarakat yang hendak brosur atau poster yang mudah dipahami
yang lain terlibat. masyarakat dengan menggunakan bahasa
 Adanya rumah perawatan orang dengan  Mensosialisasikan fasilitas kesehatan bagi sederhana.
gangguan jiwa yang dimiliki Dinas Sosial di penderita gangguan jiwa di puskesmas  Senantiasa melakukan kerjasama dengan
Bantul  Senantiasa melakukan kerjasama dengan Dinas Sosial Bantul dalam penanganan
 Adanya bantuan khusus dari pemerintah Dinas Sosial Bantul dalam penanganan pasien gangguan jiwa di kecamatan
untuk penanganan kesehatan pasien gangguan jiwa di kecamatan Bambanglipuro terutama terkait
 Adanya bantuan dari pihak lain seperti Bambanglipuro. pengiriman pasien gangguan jiwa yang
Dokter Muda atau program KKN suatu  Memberikan reward atau pertemuan memerlukan perawatan lanjutan secara
universitas yang seringkali terlibat dalam kekeluargaan untuk membangun intensif.
kerja puskesmas semangat para kader atau masyarakat  Meminta bantuan kepada pemerintah
yang turut aktif dalam melayani. tentang penyediaan obat-obatan yang
seringkali dirasa kurang atau meminta ijin
penyediaan melalui pihak-pihak legal lain
sehingga pemasokan obat tidak hanya
mengandalkan sumber dari satu sisi.
Ancaman (T) Strategi ST. Strategi WT
 Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pada  Meningkatkan pengetahuan dan  Lebih melibatkan peran serta tokoh
keluarga dan masyarakat mengenai kesadaran pada keluarga dan masyarakat masyarakat ataupun organisasi masyarakat
gangguan jiwa mengenai gangguan jiwa dengan setempat dalam mendukung penanganan
 Munculnya stigma yang keliru mengenai senantiasa memberikan edukasi ataupun gangguan jiwa
gangguan jiwa yang berkembang di pembinaan yang bisa dilakukan melalui  Mengusulkan kepada pemerintah untuk
masyarakat program seminar bersama atau bisa juga membangun rumah perawatan khusus
 Adanya pasien gangguan jiwa yang status melalui program home visite. pasien gangguan jiwa di daerah tersebut
sosial ekonomi keluarganya masih rendah  Menganjurkan masyarakat untuk sehingga kekurangan rumah perawatan
 Beberapa keluarga kurang kooperatif dalam memanfaatkan program BPJS yang dapat dapat segera diatasi.
menangani keluarganya yang gangguan jiwa meringankan beban biaya pengobatan
 Adanya pasien gangguan jiwa tanpa terutama bagi keluarga dengan kondisi
identitas ekonomi kecil atau tak mampu.
 Rumah perawatan orang dengan gangguan  Melakukan program pendataan pasien
jiwa yang dimiliki Dinas Sosial di Bantul gangguan jiwa dengan melibatkan peran
seringkali penuh pasien serta pemerintah daerah baik dalam hal
 Pemesanan obat-obatan jiwa seringkali pendataan maupun tindak lanjutnya.
membutuhkan waktu lama  Mencari solusi pengadaan obat-obatan
 Program tidak dijalankan secara rutin yang dibutuhkan misalnya dengan
terutama semenjak Maret 2020, program mencari alternatif penyediaa legal yang
berhenti karena pandemi Covid 19 lain.
 Melakukan pembinaan melalui media
sosial atau melalui pembinaan langsung
dengan menjalankan protokol kesehatan
khusus selama pandemi Covid 19 terjadi.
B. Input
 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dilibatkan dalam pembinaan ini adalah Dokter,
Perawat, Kader, dan bagian Promosi Kesehatan Puskesmas Bambanglipuro.

 Perangkat Keras
Peralatan yang digunakan dalam pembinaan adalah Pamflet, Banner, Kamera,
Komputer atau Laptop dan Gadget untuk sosialisasi media promosi.

C. Proses
 Perencanaan
 Menentukan sasaran pembinaan, yaitu individu dan keluarga dengan riwayat
penyakit gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro
 Menentukan kriteria inklusi dan eksklusi pembinaan
a. Kriteria Inklusi
- Penderita Gangguan Jiwa
- Pasien di Puskesmas Bambanglipuro
b. Kriteria Ekslusi
- Penderita Gangguan Jiwa dengan perilaku tidak terkontrol atau sangat agresif
dengan peyakit komorbid lainnya
- Bukan pasien di Puskesmas Bambanglipuro
 Skrining pasien gangguan jiwa melalui pendataan sosial dan penyaringan pasien
yang mengarah ke gangguan jiwa di Poli Umum

 Pelaksanaan
 Hari, tanggal : Sabtu, 29 Agustus 2020
 Waktu : 10.00 WIB
 Tempat : Puskesmas Bambanglipuro
 Peserta :Pasien dengan gangguan jiwa yang kontrol di Puskesmas
Bambanglipuro
 Pendamping : Prolanis didampingi oleh Dokter Umum Puskesmas
 Kegiatan : Skrining dan Pembinaan Gangguan Jiwa
Pembinaan dilakukan melalui kegiatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(Prolanis) dan Video Promosi Kesehatan melalui akun media sosial Instagram resmi
Puskesmas Bambanglipuro. Melalui Prolanis, pasien dan pendamping diberikan
edukasi dan motivasi untuk mengatur diet dengan gizi seimbang, meningkatkan
kebugaran jasmani, manajemen stress, patuh pengobatan dan rehabilitasi. Sedangkan
melalui video promosi kesehatan melalui sosial media dipaparkan pentingnya untuk
tetap patuh pengobatan dengan cara rutin minum obat gangguan jiwa dan rutin kontrol
ke Puskesmas agar gejala dapat terkontrol dan mencegah komplikasi gangguan jiwa
sehingga luaran / outcome yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas hidup
pasien dengan gangguan jiwa.

 Pertanggungjawaban
 Melakukan pencatatan masalah yang menyebabkan tingginya prevalensi pasien
dengan gangguan jiwa tidak terkontrol di Puskesmas Bambanglipuro
 Melakukan evaluasi terhadap keoptimalan pemenuhan target utama pembinaan
serta mengidentifikasi hambatan dan kekurangan yang menyebabkan
ketidakoptimalan pemenuhan target utama pembinaan
 Menyampaikan hasil dan kesimpulan pembinaan dalam laporan
pertanggungjawaban di Puskesmas Bambanglipuro

D. Output
 Memberikan informasi mengenai kejadian gangguan jiwa di Puskesmas
Bambanglipuro
 Meningkatnya pengetahuan mengenai pentingnya pasien gangguan jiwa
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan serta mendapatkan dukungan dari keluarga
 Meningkatnya pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat pada pasien
Gangguan Jiwa
 Memberikan informasi bagi pasien dan lingkungan Puskesmas Bambanglipuro
mengenai Gangguan Jiwa sehingga dapat dilakukan terapi yang efektif bagi pasien.
BAB VI
REFLEKSI

Kegiatan Case Based Discussion ini dirasa bermanfaat dalam memperluas


pengetahuan penulis terkait Gangguan Jiwa khususnya pada kasus Schizophrenia.
Diantaranya penulis menjadi lebih memahami faktor - faktor apa saja yang dapat memicu
atau memperberat gejala gangguan jiwa serta mengetahui pentingnya peran keluarga dan
masyarakat dalam kesehatan jiwa seseorang. Keterampilan yang penulis peroleh melalui
kegiatan ini adalah bagaimana membangun komunikasi efektif pada kasus sensitif baik
autoanamnesis ataupun alloanamnesis. Kegiatan ini dapat melatih empati kita terhadap
pasien terutama pada kasus skizofrenia ini dimana masih banyak stigma-stigma negatif
dalam masyarakat sehingga orang-orang dengan gangguan jiwa yang sebenarnya
memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, sebaliknya malah cenderung
dikucilkan dalam masyarakat. Kegiatan ini juga mengambarkan dan menunjukan
mengenai komitmen penulis bahwa masyarakat dengan gangguan jiwa juga bisa
mendapatkan hak-haknya untuk berobat dan diperlakukan sama dengan anggota
masyarakat lainnya. Dengan pemilihan kasus ini penulis juga diharapkan dapat lebih
memahami kondisi lingkungan secara nyata mengenai bagaimana sudut pandang
masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dengan memahami kondisi, situasi,
keadaan sosial dan sudut pandang masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa
diharapkan penulis kedepannya nanti dapat lebih baik lagi dalam melakukan edukasi
serta promotif terhadpat masyarakat bahwa orang dengan gangguan jiwa harus diberikan
dukungan sosial dan dipertahankan hak-haknya sebagai anggota masyarakt karena
dengan demikian secara tidak langsung masyarakat dapat membantu proses pengobatan
dan dapat mempercepat kembalinya orang dengan gangguan jiwa kembali kedalam
lingkungan masyarakat sehingga dapat kembali beraktivitas dan berkontibusi pada
kegiatan di komunitas masyarakat layaknya masyarakat pada umumnya.
BAB VII
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

Buse, K., Mays., N & Walt, G. 2012. Making Health Policy (Understanding Public
Health). Ed 2. London: Open University Press - Mc. Graw-Hill Education UK.
Elvira, S.D, & Hadisukanto, G. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Maramis, W., & Maramis, A. 2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sadock, B.J, & Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioural Sciences / Clinical Psychiatry. Ed 10. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai