Anda di halaman 1dari 29

TUTORIAL KASUS

STROKE

Disusun Oleh :

Putu Gede Suda Satriya Wibawa 42190323


Daniel Ryan Utama Sinurat 42190324
Eunike Faralia Pradhita 42190325
Dayang Christi Nopiondayani 42190326
Dian Leandro Purba 42190327

Dosen Pembimbing:
Dr. Kriswanto Widyo, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA – RS
BETHESDA YOGYAKARTA
2020
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 0209xxxx
Nama : DA
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 06 Juni 1974
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Tanggal MRS : 24 Desember 2020
Tanggal diperiksa : 26 Desember 2020

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis, 26 Desember 2020)

Pada hari Kamis, 24 Desember 2020 pukul 17.30 pasien datang ke IGD RS
Bethesda dengan keluhan lemas pada ekstremitas kiri dan kesulitan bicara.
Keluhan sudah dirasakan 8 jam SMRS. Awalnya pasien bangun pagi pukul 05.30
membuat minum untuk ibu pasien, saat itu pasien mengaku tidak ada keluhan,
pukul 06.30 pasien kembali tidur. Ketika bangun pada pukul 09.00 pasien
mengatakan tangan dan kaki kiri terasa lemas dan pasien kesulitan saat
mengangkat gayung ketika mandi, serta agak sulit untuk bicara dan ketika makan
tumpah-tumpah. Keluhan saat itu diabaikan pasien hingga sore hari, ketika pasien
membantu anak pasien memindahkan meja, pasien semakin kesulitan untuk
berjalan. Atas inisiatif anak pasien pada pukul 16.00, pasien dibawa ke dokter
keluarga, namun saat itu sedang tutup, dan akhirnya pukul 17.30 tiba di IGD RS
Bethesda.
Pasien mengaku tidak mengalami penurunan kesadaran, tidak mual, tidak
muntah, serta tidak merasakan sakit kepala.
Pada saat pemeriksaan hari Sabtu, 26 Desember 202 pasien mengatakan
sudah lebih baik bicara sudah jelas hanya saja tangan dan kaki kiri terasa berat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat serupa : belum pernah mengalami hal serupa

• Bells palsy : 15 tahun lalu, wajah perot ke arah kanan


• Stroke :-

• Hipertensi :-

• Diabetes Melitus :-

• Kolesterol :-

• Riwayat trauma :-

• Vertigo :-

• Kejang :-
:-
• Asma

D. Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat serupa :-

• Hipertensi :-

• DM :-

• Kolesterol :-

E. Riwayat Pengobatan :-

F. Riwayata Alergi :-

G. Riwayat Gaya Hidup :

• Merokok :-

• Alkohol :-

• Olahraga : Rutin bersepeda 1-2x/minggu


; 2 hari SMRS pasien mengeluhkan sulit
• Pola Tidur tidur
• Pola Makan : Normal, pasien sangat suka
mengonsumsi kopi, sehari rata-rata pasien minum 3
cangkir kopi, dan mengaku suka makan gorengan
serta ketan setiap harinya. Jika sakit kepala pasien
akan minm kopi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Deskripsi umum (pemeriksaan tanggal 26 Desember 2020)
Keadaan umum : Sedang
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital
:

Tekanan Darah : 130/80 mmHg


Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36 0C
Nafas : 20 x/menit
2. Kepala
Normochepali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir kering
(-), lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorrhea (-)
3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
peningkatan jugular venous pressure (-)
4. Thorax
a. Paru
● Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-), massa (-)
● Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (normal), pengembangan dada (normal)
● Perkusi : sonor (+/+)
● Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) b. Jantung

● Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

● Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V


● Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea mid axila sinistra, batas
jantung kanan pada SIC V line parasternalis dextra
● Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular, bising (-)

5. Abdomen
● Inspeksi : distensi (-), massa (-)
● Auskultasi : peristaltik usus dalam batas normal
● Perkusi : timpani, hepato/splenomegaly (-)
● Palpasi : nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat IV.
STATUS PSIKIATRIK
● Cara berpikir : normal

● Tingkah laku : kooperatif

● Kecerdasan : baik

● Perasaan hati : eutimik

● Ingatan : baik
V. STATUS NEUROLOGIS

● Kepala o Bentuk : normochepali

o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba denyut sangat kuat pada
arteri temporalis.
● Leher o Pergerakan : baik
o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
● Rangsang meningeal
o Kaku kuduk : - o Brudzinski I : - o Brudzinski II : - o Brudzinski III
: - o Kernig sign :-

Pemeriksaan nervus kranialis


1.) N. Olfactorius
Sinistra Dextra
Subyektif Normal Normal
Obyektif Normal Normal

2.) N. Opticus
Sinistra Dextra
Subjektif Normal Normal
Lapang Pandang Tidak dilakukan
Melihat Warna Normal

3) N. Occulomotorius
Sinistra Dextra
Sela Mata Normal Normal
Ptosis - -
Pergerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Rekfleks cahaya + +

4) N. Trochlearis
Sinistra Dextra
Pergerakan bola mata k Normal Normal
e
Bawah

5) N. Trigeminus
Sinistra Dextra
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Normal Normal
Sensibilitas wajah Normal Normal

6) N. Abducens
Sinistra Dextra
Pergerakan mata k Normal Normal
e
Lateral

Sikap bulbus Normal Normal

7) N. Facialis
Sinistra Dextra
Menutup mata Normal Normal
Tersenyum Menurun Normal
Mengerutkan dahi No rmal
Memperlihatkan gigi No rmal
Menggembungkan pipi No rmal
Mencucu No rmal
Bersiul No rmal
Sensoris lidah Nor mal

8) N. Vestibulocochlearis
Sinistra Dextra
Gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan
Webber Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan

9) N. Glossofaringeus
Sensoris Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan

10) N.Vagus
Arkus faring Tidak ada deviasi uvula
Bicara (Fonasi) Normal
Menelan Normal

11) N. Accessorius
Sinistra Dextra
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan wajah N mal
or

12) N. Hypoglossus
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Kurang jelas
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -

B. Badan dan Anggota Gerak


Sinistra Dextra
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri - -
Perasaan thermos - -
Perasaan gerak dan Normal Normal
Posisi

Kekuatan otot 3 5
ekstremitas atas

Kekuatan otot 3 5
ekstremitas bawah

Kekuatan motorik Lemah Kuat


ekstremitas atas

Kekuatan motorik Lemah Kuat


ekstremitas bawah

Refleks Fisiologis
Refleks Sinistra Dextra
Biseps +++ ++
Triceps +++ ++
Patella +++ ++
Achilles ++ ++

Refleks Patologis
Refleks Sinistra Dextra
Hoffman + -
Tromner + -
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Klonus kaki - -

Test Koordinasi
● Romberg test : Tidak dilakukan
● Tandem gait : Tidak dilakukan
● Past pointing test : Normal

Gerakan Abnornal
● Tremor :-
● Myoklonik :-
● Gerakan chorea :-

VI. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


• CT Scan Kepala
• EKG
• Darah Lengkap

VII. DIAGNOSIS BANDING


• Stroke Non Hemoragik
• Stroke Hemoragik
• Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

VIII. DIAGNOSIS
• Diagnosis Klinis :Hemiparese Sinistra cum parese N.VII cum disatria
• Diagnosis Topik : Hemisfer serebri dekstra
• Diagnosis Etiologi : Stroke non-hemoragik

IX. SARAN TERAPI


Aspirin
Clopidogrel 75 mg 1 x 4
Atorvastatin

X. EDUKASI
• Olahraga Secara Teratur
• Mengatur pola makan rendah lemak
• Terapi wicara
• Deteksi dini stroke

XI. PROGNOSIS
• Ad vitam : ad bonam
• Ad functionam : ad bonam
• Ad santionam : ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Definisi dari penyakit stroke telah mengalami perubahan dalam


beberapa dekade terakhir. Menurut WHO (World Health Organization)
pada tahun 1970, stroke adalah gangguan fungsional pada otak, fokal
maupun global, terjadi lebih dari 24 jam, yang progresif serta tampak
melalui tanda-
tanda klinis, dengan tidak adanya penyebab lain selain
gangguanvaskular.Pengertian tersebut masih dipakai secara global, hingga
pada tahun 2013, kolaborasi AHA dan ASA mengatakan bahwa pengertian
tersebut perlu dirubah, dikarenakan adanya peningkatan pengetahuan
tentang penyakit stroke. Menurut AHA dan ASA, stroke merupakan
sebuah episode disfungsi neurologis akut, yang diduga disebabkan oleh
iskemia atau hemoragi, bertahan selama ≥24jam atau hingga terjadi
kematian, tanpa memenuhi kriteria stroke iskemik atau hemoragik. Pada
tahun 2018, WHO merilis ICD 11, yang di dalamnya terdapat perubahan
definisi stroke, yang menyokong definisi dari AHA dan ASA.

II. KLASIFIKASI
Berdasarkan keterlibatan vaskular, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Hemoragik (CVA Hemoragik)
Berdasarkan penyebabnya,stroke hemoragik dibagi menjadi beberapa jenis,
antara lain:
• Hypertensive hemoragic:
Hemoragik yang dicetuskan oleh adanya kelainan sistemik berupa
hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis akan merusak
dinding arteri yang kecil, sehingga terjadi aneurisma yang dapat
mengalami rupture mendadak.
• Non-Hypertensive hemoragic:
Hemoragik yang tidak dicetuskan oleh adanya kelainan sistemik berupa
hipertensi. Biasa disebabkan oleh kondisi patologis lain,

misalkan tumor, aneurisma, malformasi arteriovenosa, vasculitis,


cavernoma, dan lain sebagainya. Kelainan ini menyebabkan terjadinya
kelemahan pada dinding vaskular, sehingga dapat terjadi rupture
mendadak.
2. Stroke Iskemik (CVA Ischemic)
Berdasarkan penyebabnya, stroke iskemikc dibagi menjadi beberapa jenis, antara
lain:
• Infark Emboli
Iskemik jaringan otak disebabkan karena adanya emboli. Bekuan
darah atau serpihan debris yang lepas dari plakat eromatosa didinding
pembuluh darah besar ekstrakranial dan menyumbat end-artery
fungsional.
• Infark Hemodinamik
Infark hemodinamik disebabkan oleh karena penurunan tekanan
perfusi secara kritis pada segmen arteri distal sebagai akibat adanya
stenosis pada pembuluh darah proksimal.
• Infark Mikrovaskular
Infark hemodinamik disebabkan oleh karena adanya perubahan
mikroangiopatik arteri kecil. Terjadi penyempitan lumen yang
progressif dan oklusi dari pembuluh darah arteri.

Secara lebih lanjut,dikembangkan sebuah sistem untuk mengklasifikasikan


subtype stroke. Berdasarkan Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
(TOAST) stroke iskemik dibagi menjadi 5 sub-type, antara lain :

III. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
yang dapat dimodifikasi, yakni :

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

- Jenis Kelamin
Pada umumnya pasien pria lebih banyak mengalami stroke dari
pada wanita. Namun, lebih banyak wanita yang meninggal dunia
karena pria umumnya terkena serangan pada usia muda sedangkan
perempuan mengalami serangan saat usia sudah tua.
- Usia
Umumnya terjadi pada usia di atas 65 tahun. Namun, bukan berarti usia
muda/produktif tidak dapat terkena serangan stroke.
- Faktor genetik
Dalam hal ini, penyakit karena garis keturunan seperti diabetes
mellitus dan hipertensi menjadi penyebab terjadinya stroke.
Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention
1997-2003 menunjukkan prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar
9 % stroke terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes pada usia
lebih dari 35 tahun.

Faktor yang dapat dimodifikasi


- Hipertensi
Merupakan faktor risiko terbesar terjadinya serangan stroke. Jika
tekanan darah tidak diturunkan dapat terjadi edema serebri yang
nantinya menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat.
- Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika
Serikat menunjukkan diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada
penyesuaian untuk faktor risiko) dan 17.800 (setelah ada
penyesuaian) menunjukkan rokok memberikan kontribusi sekitar 12
% sampai 14 % kematian akibat stroke.
- Konsumsi alcohol
Pola makan yang tidak seimbang
IV. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya stroke merupakan serangan otak yang disebabkan
berkurangnya asupan darah ke bagian-bagian tertentu otak. Penyebab nya
akibat dari gumpalan yang menghambat aliran darah sehingga terjadi
penyempitan arteri serebral atau bahkan pecahnya pembuluh darah. Stroke
hemoragik juga dapat terjadi dari pecahnya pembuluh darah (aneurisma)
dan pembentukan pembuluh darah yang tidak normal diotak.
Stroke hemoragik yang terjadi dalam parenkim otak menyebabkan
kerusakan pada jaringan sekitarnya melalui efek mekanik yang dihasilkan
(efek massa) dan neurotoksisitas dari komponen darah serta timbulnya
degradasi. Sekitar 30% dari intracerebral hemorrhage (ICH) terus
berkembang selama 24 jam pertama dan dalam waktu 4 jam kemungkinan
menghasilkan sejumlah gumpalan darah atau plak. Volume pendarahan ≥
60 mL berhubungan dengan 71% - 93% kematian pada 30 hari. Sebagian
besar kematian yang terjadi di awalstroke hemoragik (hingga 50% pada 30
hari) disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial secara mendadak
yang dapat menyebabkan herniasi dan kematian

Patofisiologi intracerebral hemorrhage(ICH)berasal ketika terjadinya faktor


resiko pada pembuluh darah seperti hipertensi arteri sulit dikendalikan) dan
kerusakan saraf akibat tekanan hidrostatik intracerebral hemorrhage(ICH).
Kebanyakan kasus intracerebral hemorrhage(ICH) terjadi ketika penetrasi
mengecil(50-700 μm) mengakibatkan arteri pecah hingga darah arteri bocor ke
parenkim otak. Volume perdarahan intracerebral hemorrhage(ICH) sering dibagi
menjadi tiga kategori: kecil ketika <30 cm, menengah antara 30 dan 60 cm, dan
besar ketika > 60 cm
Adanya gangguan blood barinbarier, kebocoran cairan dan protein
dapat memicu edema berkontribusi dengan otak, yang biasanya meningkat
selama beberapa hari dan secara lebih lanjut dapat merusak otak. Beberapa
edema terbentuk pasca intracerebral hemorrhage (ICH),dimana edema
yang terbentuk merupakan edema vasogenik. Terdapat dua fase
pembentukan edema pasca intra cerebral hemorrhage (ICH): (i) tahap
sangat dini (beberapa jam pertama) yang melibatkan tekanan hidrostatik
dan penyusutan koagulasi dengan adanya pembekuan serum ke jaringan
sekitar; (ii) tahap kedua (beberapa hari pertama) dimana pembekuan
kaskade dan trombin diproduksi (yang juga menginduksi inflamasi
infiltrasi dan pembentukan bekas luka).
Subarachnoid hemorrhage(SAH) terjadi akibat pembuluh darah
pecah sehingga mengakibatkan darah mengalir keluar dari otak. Ruang
berisi cairan yang mengelilingi otak (ruang subarachnoid) akan cepat terisi
penuh dengan darah sehingga disebut Subarachnoid hemorrhage(SAH),
penyebab umum yang paling sering terjadi ialah gangguan seperti tekanan
yang tinggi pada pembuluh darah yang disebut aneurisma.
Aneurismamerupakan pembengkakan yang berbentuk bulat atau tidak
teratur dalam arteri dimana dinding pembuluh darah menjadi lemah dan
rentan terjadinya terhadap ruptur yang pecah (Silva D.A.D, 2014). Hal ini
menimbulkan defisit neurologis fokal pada subarachnoid hemorrhage
(SAH) yang bisa terjadi pada perdarahan intraparenchymal (aneurisma
intrakranial yang mungkin sebagian terdapat dalam parenkim otak). Jika
permukaan intraparenchymal dari dinding aneurisma terlihat lemah akan
mengakibatkan pecah dan dapat menyebabkan intracerebral
hemorrhage(ICH) bisa juga terjadi saat awal masukterjadinya serangan
stroke sekitar 17-30% pasien dengan pecahnya aneurisma. Intracerebral
hemorrhage (ICH) yang terjadi saat awal masuk serangan stroke setelah
pecahnya aneurisma maupun adanya kekeliruan dengan penyebab lain dari
perdarahan nonaneurisma.

V. DIAGNOSIS
Penegakan Diagnosis
A. Stroke Iskemik
Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah satu/beberapa
defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran
neuroimaging (CT-Scan atau MRI)
B. Stroke Hemoragik
Nyeri kepala yang sangat hebat, muncul akut/tiba-tiba, disertai kaku
kuduk,dengan atau tanpa defisit neurologis lain,dan pada CT Scan otak
didapatkan gambaran hiperdens pada struktur otak

Kriteria diagnostik pada pencitraan CT-kranial pada stroke akut


• Perdarahan : adanya gambaran hiperdens pada sustansia alba atau grisea,
dengan atau tanpa terkenanya permukaan kortikal (40-90 Hounsfield
units). Ptekial adalah titik hiperdens yang terletak secara acak dan
iregular. Hematoma adalah gambaran hiperdens yang solid
danhomogen.
VI. PEMERIKSAAN FISIK

Pada kasus penyakit stroke, pasien biasanya mengeluhkan


kelemahan atau kelumpuhan bagian tubuh baik secara fokal maupun
global. Maka yang perlu ditanyakan setelah pasien mengutarakan keluhan,
ialah terkait onset munculnya keluhan; apakah muncul secara mendadak,
kemudian durasi gejala.Perlu juga untuk menanyakan keluhan penyerta
lain seperti,nyeri kepala,sempat muntah atau tidak serta riwayat tidak
sadarkan diri. Tanyakan juga apakah memiliki riwayat trauma sebelumnya.
Setelah itu ajukan berbagai rangkaian pertanyaan terkait riwayat penyakit
dahulu (apabila ada, maka ditanyakan riwayat berobat), riwayat penyakit
keluarga, serta pola hidup pasien terkait makan, minum,aktivitas fisik serta
kebiasaan merokok. Anamnesis dilakukan secara komprehensif.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi gangguan
motorik (hemiparesis, hemiplegia), gangguan sensorik (hemihipestesi,
hemianesthesia), gangguan bicara (disartria), gangguan berbahasa (afasia),
serta gejala neurologik lain (jalan sempoyongan [ataksia], vertigo, disfagia,
penglihatan ganda [diplopia], dan hemianopsia). Untuk pemeriksaan fisik
yang dapat mengarahkan ke stroke, antara lain:
1. Kesadaran
Status kesadaran pasien perlu diperhatikan. Apabila terjadi
penurunan kesadaran pada penderita stroke hal tersebut dikarenakan
TIK yang tinggi sehingga mampu menekan bagian ARAS (Ascending
Reticular Activating System) yang merupakan pusat kesadaran.
Penurunan kesadaran menjadi tolak ukur pada penentuan jenis stroke
dengan menggunakan skoring baik dengan ‘Siriraj-Stroke-Score’
maupun ‘Gajah Mada Stroke Score’.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mendeteksi penyebab stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan mulai dari vital sign, pemeriksaan jantung paru,
pemeriksaan abdomen, serta ekstremitas.
3. Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan neurologi bertujuan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab seperti infeksi (pada pemeriksaan rangsang
meningeal), serta menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
rencana terapi yang akan dilakukan. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup tingkat kesadaran, tanda rangsang
meningeal, fungsi servikal, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebelar, fungsi luhur, dan refleks tendon
profunda.Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya tergantung
pada arteri yang tersumbat.
4. Gejala Klinis
Infark pada Sistem Saraf Pusat
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang
terkena.
- Infark total sirkulasi anterior(karotis):
* Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal)
* Hemianopia (kerusakan pada radiasiooptikus) * Defisit kortikal,
misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi
visuospasial (hemisfernon-dominan) - Infark parsial
sirkulasi anterior:
* Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.
- Infark lakunar:
* Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yang karakteristik.
- Infark sirkulasi posterior(vertebrobasilar):
* Tanda-tanda lesi batangotak
* Hemianopia homonim

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara


mendadak;gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup
untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama
beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri yang terkena
akan menentukan gejala yang terjadi:
• Karotis (paling sering):
o Hemiparesis, o Hilangnya sensasi hemisensorik, o
Disfasia, o Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang
disebabkan oleh iskemia retina.

• Vertebrobasilar:
o Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif, o
Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut), o
Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga
gejala ini terjadi secara bersamaan
Perdarahan Subaraknoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala


nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat
disertai fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku
kuduk dan tanda Kernig). Pada perdarahan yang lebih berat, dapat
terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada
funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan retina. Tanda
neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
• Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,
• Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
• Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan
iskemia.

Perdarahan Intraserebral Spontan


Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung
dari lokasi perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan
intrakranial. Diagnosis biasanya jelas dari CT scan.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Gambaran lesi hiperdens menunjukan adanya darah
di luar pembuluh darah yang akan ditemukan pada stroke hemoragik
dan lesi hipodens pada stroke iskemik yang berarti adanya infark
(hipoksia/edema sel). Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold
standar untuk menegakan diagnosis stroke. Perkiraan volume
perdarahan otak dari gambaran CT scan dapat dihitung dengan rumus
Broderick.

Strokehemoragik Strokeiskemik

2. MRI
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
lebih sensitive dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan
mampu melihat adanya endapan deposit hemosiderin pada pendarahan
kecil kronik. MRI juga dapat digunakan pada kelainan medulla
spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya
emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan
lainnya adalah tidak bisa memeriksa pasien yang menggunakan
protese logam dalam tubuhnya, prosedur pemeriksaan yang lebih
rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.
3. EKG
EKG dapat digunakan untuk mengetahui kelainan pada aktivitas
elektrik otot jantung.Kelainan aktivitas otot jantung dapat
mengakibatkan terbentuk nya trombus intrakardial. Trombus juga
dapat terbentuk pada kondisi kelainan katup, dinding rongga jantung
serta sistem vena. Selain itu, trombus dapat terbentuk jika terjadi
gangguan irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis
pada atrium, misalnya pada kasus fibrilasiatrium
Fibrilasi atrium merupakan takiaritmia yang ditandai dengan tidak
terkoordinasinya aktivitas atrium akibat kerusakan mekanik atrium.
Sumber trombus pada fibrilasi atrium adalah pada atrium kiri, dan
dianggap merupakan faktor risiko yang penting dalam terjadinya
kardioemboli. Trombus atau emboli terbentuk akibat kontraksi tidak
teratur dari endokardium yang menyebabkan trombus terlepas menjadi
emboli. Emboli yang menyumbat aliran darah dapat menyebabkan
hipoksia neuron yang diperdarahinya,sehingga daerah tersebut akan
mengalami iskemik dan berlanjut menjadi infark.

4. Fotothoraks
Foto thoraks dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan pada organ di rongga dada. Kelainan organ di rongga dada
yang mungkin berkaitan dengan stroke misalnya adalah kardiomegali.
Kardiomegali dapat terjadi karena hipertensi kronik yang merupakan
faktor resiko stroke. Hipertensi kronik dapat menyebabkan
mikroangiopati dan dapat memacu penimbunan plak atherosklerotik
pada pembuluh darah besar.

5. Lab : Pemeriksaan darah rutin, gula darah, profillipid.


Perbedaan stroke hemoragik dan strokeiskemik
Perbedaan Stroke Hemoragik Stroke Non-
Hemoragik
Penurunan kesadaran +++ +/-
Nyeri kepala +++ +
Onset Mendadak, saat Sub-akut, saat
aktivitas istirahat
Muntah + -
Kejang + +/-
Rangsang meningeal + -
Edema pupil + -
Perdarahan retina + -
Penyakit lain yang Hipertensi, Aterosklerosis,
berkaitan aterosklerosis emboli
VII. TATALAKSANA
Perawatan Fase Hiper Akut
Pasien stroke secepatnya harus mendapatkan pelayanan multi
disiplin di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pencitraan CT-scan atau
MRI. Pasien ini dikatakan hiperakut apabila masih berada dalam rentang
waktu 6 jam.
a. Manajemen pra-rumahsakit
Manajemen pra-rumah sakit diawali dengan pengenalan gejala stroke
oleh pasien dan keluarga serta tenaga kesehatan yang berkecimpung di
unit gawat darurat atau pada fasilitas pra- hospital lainnya harus
mengerti tentang gejala stroke akut yang cepat dan benar. Dengan
menggunakan FAST (face, arm, speech, time) diharapkan manajemen
pra-rumah sakit dapat dilaksanakan dengan secepatnya membawa
pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
b. Manajemen rumahsakit
1) Anamnesis
2) Pemeriksaanfisik
3) Pemeriksaan neurologik dan skalastroke
4) Pemeriksaanpenunjang
5) Terapi umum(suportif)
6) Stabilisasi jalan napas danpernapasan
7) Stabilisasi hemodinamik(sirkulasi)
8) Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial(TIK)

Tata Laksana Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intra serebral termasuk kegawatan dan mempunyai tingkat


morbiditas dan mortalitas yang tinggi dengan perburukan yang cepat
sehingga harus didiagnosa lebih awal.Skor derajat keparahan (severity
score) sebaiknya dijadikan bagian dari evaluasi awal pasien dengan
perdarahan intraserebral (kelas I, peringkat bukti B). Skor derajat
keparahan yang paling banyak digunakan adalah ICH score.

1. Koreksi Koagulopati

Setiap pasien perdarahan intrakranial diperiksa hemostasis, PT (INR),


aPTT dan hitung trombosit. Koreksi secepat mungkin jika didapatkan
kelainan.

2. Koreksi TekananDarah

Peningkatan tekanan darah sering terjadi pada perdarahan intracranial.


Tekanan darah yang tinggi diketahui berkaitan dengan ekspansi
hematoma, perburukan fungsi neurologis, disabilitas, dan bahkan
kematian. Oleh karena itu pada kasus perdarahan intrakranial, penurunan
tekanan darah bermanfaat dan relatif aman. Pasien dengan TD sistolik
150-220mmHg tanpa kontraindikasi antihipertensi, penurunan tekanan
darah sistolik hingga 140mmHg dinyatakan aman (kelas I, peringkat bukti
A), dan bermanfaat (kelas II, peringkat bukti B). Sementara itu pasien
dengan TD sistolik >220mmHg boleh dilakukan penurunan tekanan darah
agresif dengan antihipertensi intravena dan pengawasan ketat (kelas III,
peringkat bukti C). Tekanan darah diturunkan sebaiknya menggunakan
obat antihipertensi kerja singkat (short-acting) sehingga dosis dapat
dititrasi dan disesuaikan dengan respon tekanan darah dan status
neurologis pasien. Obat-obat yang dapat dipergunakan yaitu nikardipine,
labetalol, esmolol atau natrium nitroprusside dengan cara penurunan
sebagai berikut : (kelas III, peringkat bukti C).
a. Nicardipine 5 mg/jam sebagai dosis awal, lalu dinaikkan 2,5 mg/jam
setiap 5- 15 menit sampai efek yang diinginkan.Dosis maksimum nya
adalah 15mg/jam.
b. Labetalol diberikan dosis intermitten 10-20 mg IV dalam 1-2 menit,
boleh diulang satukali.
c. Diltiazem merupakan salah satu pilihan pada hipertensi emergensi dan
hipertensif ensefalopati, juga dapat digunakan untuk menurun kan
tekanan darah pada stroke iskemik akut yang akan diberikan
trombolitik. Diltiazem juga dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan darah pada stroke perdarahan tanpa menimbulkan peningkatan
tekanan intrakranial. Obat ini secara spesifik dapat menurunkan
tekanan darah pada kasus stroke dengan komorbid takiaritmia, angina
tidak stabil, miokard infark, dan supra ventriculartachycardia.
d. Obat antihipertensi parenterallainnya.

3. Mempertahankan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) Pasien dengan


perdarahan intraserebral seharusnya mempunyai tekanan darah terkontrol
tanpa menurunkan tekanan darah berlebihan. Usahakan tekanan darah
sistole <160mmHg dan CPP dijaga agar tetap diatas 60-70mmHg.Hal ini
dapat dicapai dengan menurunkan ICP ke nilai normal dengan pemberian
manitol atau operasi. Pada kasus diperlukan pemberian vasopressor, bisa
diberikan:
• Fenilefrin 2-10 μg/kg/menit.
• Dopamin 2-10 μg/kg/menit.
• Norepinefrin, dimulai dengan 0,05-0,2 μg/kg/menit dan dititrasi
sampai efek yang diinginkan.
4. Indikasi Pembedahan
a. Hematoma cerebellar dengan diameter >3 cm yang disertai penekanan
brain stem dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel sebaiknya
dilakukan pembedahan dekompresi (kelas I, peringkat buktiB).
b. Pasien dengan perdarahan serebelum yang mengalami perburukan
kondisi neurologis,atau mengalami kompresi batang otak,dan/atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel sesegera mungkin harus
menjalani pembedahan dekompresi untuk mengatasi perdarahan (kelas
I, peringkat bukti B). Drainase ventrikel sebagai terapi inisial pasien
tersebut tidak direkomendasikan (kelas IV, peringkat bukti C).
c. Waktu yang direkomendasikan untuk pembedahan masih
kontroversial. Pembelajaran yang ada saat ini mencakup onset 4-96
jam dengan luaran terbaik adalah pembedahan dalam 21 jam pertama.
d. Evakuasi rutin ICH supratentorial dengan kraniotomi standar dalam 96
jam tidak direkomendasikan (kelas III, peringkat bukti A). Secara
umum, pada pasien dengan ICH supratentorial, pembedahan tidak jelas
manfaatnya (kelas III,peringkat buktiA), kecuali pada pasien dengan
perburukan klinis(kelasIII, peringkat bukti A), koma, hematoma besar
dengan midline shift, peningkatan TIK yang tidak membaik dengan
obat (kelas III, peringkat bukti C) dan dinilai sebagai life- saving
therapy (kelas III, peringkat buktiC).

5. Pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial(TIK)


a. Pemantauan ketat terhadap pasien dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (kelas I,
peringkat buktiB).
b. Bila ditemukan tanda peningkatan TIK berdasarkan klinis atau
CTscan, dapat dipertimbangkan pemberian manitol.
c. Tata laksana pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi:

• Tinggikan posisi kepala 20–300.


• Hindari penekanan venajugular.
• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
• Hindarihipertermia.
• Jaga normo volemia.
• Osmoterapi atas indikasi:
- Manitol 0.25–0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4–
6 jam dengan target 310 mOsm/L. (kelas IV, peringkat bukti C).
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi.
- Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1mg/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA

Kenneth S Y & Eric M C. Diagnosis of Acute Stroke. American Family Physichian.


2015. 91 (8) 529-536.

Stroke Alliance for Europe (SAFE). (2018). New ICD 11 stroke classification will
support global efforts to improve prevention, treatment and outcomes. Diakses pada 2
Mei 2019. https://www.safestroke.eu/2018/06/29/new-icd-11-stroke-classification-
will-support-global-efforts-to-improve-prevention-treatment-and-outcomes/.

Coupland, A. P., Thapar, A., Qureshi, M. I., Jenkins, H., & Davies, A. H. (2017).
The definition of stroke. Journal of the Royal Society of Medicine, 110(1), 9–12.
https://doi.org/10.1177/0141076816680121

World Health Association (WHO). Diakses pada 2 Mei 2019.


https://www.who.int/classifications/icd/revision/en/.

Mardjono & Sidharta. 2010; Neurologi Klinik Dasar, cetakan ke 15; Dian Rakyat,
Jakarta.

Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Volume 2 Ed 6. Hartono H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta:
EGC; 2005. BAB 53, Penyakit Serebrovaskular; hal1106-1129.
29

Anda mungkin juga menyukai