PENDAHULUAN
2.1 Identitas
Nama : Ny. S
Usia : 52 th
Pendidikan : SMP
Anak :4
No. RM :
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada 2 Januari 2018
1. Keluhan Utama
Cemas
Pasien sering merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas
disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan
disertai rasa nyeri kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa
sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang
sepele atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit
tidur, dan sering terbangun saat tengah malam.
Menurut pasien rasa cemas awalnya dipicu oleh kekhawatiran
terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya
menyukai sesama jenis. Pasien mulai curiga saat anaknya bekerja di
salon sejak dua tahun yang lalu. Dan akhir – akhir ini anaknya sering
membawa teman laki – laki ke rumah. Teman laki – laki yang datang
ke rumah selalu berganti – ganti.
Pasien juga merasa bahwa anaknya menjadi lebih acuh terhadap
keluarganya. Ketika keluarga berusaha menanyakan atau menegur,
anak pasien tersebut menjadi lebih marah. Dan dua bulan ini anak
pasien jarang pulang ke rumah.
Pasien juga merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah
anaknya Gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan
selalu membawa teman – teman laki – laki. Saat ditanya tetangga
pasien merasa keringat dingin, berdebar, pusing, dan gelisah. Begitu
pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan
anaknya. Oleh karena itu, pasien menjadi lebih takut keluar rumah.
4. Riwayat Keluarga
5. Riwayat Pengobatan
Sejak tiga bulan yang lalu pasien berobat ke Poli Syaraf karena
keluhan sakit kepala. Namun pasien merasa keluhan kembali muncul
saat tidak minum obat. Pasien mendapatkan obat racikan.
Pada saat kontrol ke Poli Syaraf yang terakhir, pasien merasa
keluhannya tidak kunjung sembuh, lalu pasien di konsulkan ke Poli
Jiwa.
6. RIWAYAT PREMORBID
1. Keadaan Umum
2. Tanda Vital
3. Kepala
b. Ukuran : mesosefal
c. Rambut : hitam
e. Mata
4. Leher
5. Thorax
c. Paru
Auskultasi :v|v Rh - | - Wh - | -
v|v -|- -|-
v|v -|- -|-
6. Abdomen
2.4 Resume
Ny. S/ 52 th
Anamnesis
Pasien sering merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas
disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan
disertai rasa nyeri di kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa
sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang sepele
atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit tidur, dan
sering terbangun saat tengah malam.
Rasa cemas dipicu oleh kekhawatiran terhadap anak ketiganya.
Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesame jenis. Pasien
mulai curiga saat anaknya bekerja di salon sejak dua tahun yang lalu. Dan
akhir – akhir ini anaknya sering membawa teman laki – laki ke rumah.
Teman laki – laki yang datang ke rumah selalu berganti – ganti.
Pasien juga merasa bahwa anaknya menjadi lebih acuh terhadap
keluarganya. Ketika keluarga berusaha menanyakan atau menegur, anak
pasien tersebut menjadi lebih marah. Dan dua bulan ini anak pasien
jarang pulang ke rumah.
Pasien merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah
anaknya gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan selalu
membawa teman – teman laki – laki. Saat ditanya tetangga pasien merasa
keringat dingin, berdebar, pusing, dan gelisah. Begitu pula saat pasien
melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Oleh karena itu,
pasien menjadi lebih enggan keluar rumah.
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak cemas, compos mentis, GCS 456, BB: 50 kg, TB: 160 cm,
BMI: 19,53 kg/m2
Tanda vital: Tekanan darah : 150/90 mmHg.
Denyut jantung : 88 x/menit reguler.
Pernapasan : 20 x/menit.
Suhu aksiler : 36,30 C.
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
Abdomen : tidak ditemukan kelainan.
Genetalia : tidak ditemukan kelainan.
Ekstremitas : tidak ditemukan kelainan.
Status neurologis : tidak ditemukan kelainan.
Status Psikiatri
Kesan umum : Pasien wanita, 52 tahun berpakaian rapi, raut wajah sesuai
usia, higiene baik, kesan terawatt, pasien kooperatif.
Kontak :verbal (+) relevan, non verbal (+)
Kesadaran :GCS 456
Mood : euthym
Afek : luas
Orientasi:
Tempat :baik
Waktu :baik
Orang :baik
Proses berpikir:
Bentuk : realistik
Arus : koheren
Isi : Waham (-), fobia (-), obsesi (-)
Persepsi : Riwayat halusinasi visual (-)
Daya ingat :
Short term : baik
Long term : baik
Intelegensi : baik
Konsentrasi : baik
Kemauan :
ADL : ADL sedikit terganggu
Hobi : menurun
Relasi : menurun
Pekerjaan : masih dapat melakukan pekerjaan
Psikomotor : normal
Pengendalian impuls: baik
Daya nilai sosial: baik
Tilikan: insight derajat 5 (pasien menyadari sepenuhnya, pasien mau
melakukan perubahan pada perilaku untuk pemulihannya dan keterbukaan
terhadap ide atau konsep baru)
2.6 Diagnosis
a. Diagnosis Multiaxial
Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri kepribadian skizoid
Aksis III : hipertensi stage 1
Aksis IV : Cemas akan masalah keluarga
Aksis V : Gaf scale pasien: 80-71 gejala sementara dan dapat
diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, dan pekerjaan.
a. Fluoxetine 20 mg 1-0-0
b. clobazam 10 mg 2 dd 1
c. Kapsul racikan Paracetamol 500mg dan Amitriptilin 12,5mg 2 dd 1
d. Konseling psikologi: terapi perilaku kognitif dan terapi suportif
2. 9 Prognosis
Berdasarkan :
Usia pertama kali timbul:dewasa baik
Cepat, tepat, dan teraturnya terapi obat: langsung berobat ke
dokterbaik
Faktor keturunan: tidak ada baik
Faktor pencetus: diketahuibaik
Kepribadian premorbid:
Keadaan sosial ekonomi: sosial ekonomi cukup baik
Status perkawinan: pasien sudah menikah baik
Dukungan keluarga: mendukungbaik
Kesimpulan prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
3.2 EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8%,
dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara
perempuan dan lakilaki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada
usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup
tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan
yang paling sering ditemukan pada usia tua.
3.3 ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Teori-teori
tersebut antara lain :
1. Kontribusi Ilmu Psikologi
Tiga sekolah utama psikologis theory yaitu psikoanalitik, perilaku,
dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab
kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan
praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.
a. Teori Psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal
dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali
kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar.
Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif
psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan
semua kecemasan tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan,
yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan
menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang
mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul
sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup,
meskipun agen psychopharmacological mungkin memperbaiki
gejala, mereka mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi
situasi hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong
keadaan kecemasan.
Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari
pandangan psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan
kecemasan atas masalah-masalah perkembangan. Pada tingkat
awal, kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal
dari ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain tidak
menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi.
Kecemasan persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi
bahwa diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan
jahat dari luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang
takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih.
Pada tingkat yang paling dewasa, superego kecemasan
berhubungan dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi
standar diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua.
Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan
tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien.
Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada
beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.
b. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap
rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian
klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar,
misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya
yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya semua
orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat
mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di
lingkungan, seperti orang tua cemas.3
c. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk
kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang
diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis.Konsep utama
teori eksistensial adalah bahwa perasaan orang pengalaman hidup
di alam semesta tanpa tujuan. Kekhawatiran eksistensial tersebut
dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan
bioterorisme.
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat
terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif
terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya distorsi
pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative
terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.
e. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan
genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien
wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD
juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada
pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar
monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
2. Kontribusi Ilmu Biologi
a. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu
contoh pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot
(misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan
pernapasan (misalnya, takipnea). Sistem saraf otonom dari
beberapa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama mereka
yang memiliki gangguan panik, menunjukkan nada simpatik yang
meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulang-
ulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat.
b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan
dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid
(GABA).Salah satu eksperimen tersebut untuk mempelajari
kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan
disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan
negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya
benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk
situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut
mengganggu respon perilaku hewan.
c. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan
kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan
hyperarousal autonom, merupakan karakteristik fungsi
noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan
norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien yang
terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan
sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus
seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson
mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum
tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan
bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon
ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama
atau sama menghambat menghambat kemampuan hewan untuk
membentuk respon ketakutan.
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien
dengan gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya,
isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik antagonis reseptor
(misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang
sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah
beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam
beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang
kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan
serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik
3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).
d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk
stres psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan
kortisol.Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi
penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat,
kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori;
penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan
penahanan dari respon kekebalan.Sekresi kortisol yang berlebihan
dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,
termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,
dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan
penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamus hipofisis-
adrenal (HPA) fungsi sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada
pasien dengan gangguan panik, tumpul hormon adrenocorticoid
(ACTH) terhadap berbagai corticotropin-releasing factor (CRF)
telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dan tidak pada orang
lain.
e. Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres,
CRH mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif
yang terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat
pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA
dan meningkatkan pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone
(DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi neurovegetative,
seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin
untuk pertumbuhan dan reproduksi.
f. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong
pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan
kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut pada omset 5-
hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks prefrontal,
amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan
ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan
serotonergic memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan
kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD.Efektivitas
buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor,
dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan
kemungkinan adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan.
Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti
raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem
limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-
chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan
gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa
serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam
diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan
perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang
yang menggunakan obat ini.
g. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh
penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas
GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan
beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya
rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk
mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi
obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax),
dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik.
Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon),
menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan
gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis
bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki
fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan
ini belum terbukti secara langsung.
h. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan
didasarkan pada studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah
Nobel Eric Kandel, MD Aplysia adalah siput laut yang bereaksi
terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam
cangkangnya.Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik,
sehingga siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus
berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak,
sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya
bahaya nyata.Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan
terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan
pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah
hewan sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan
eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang berpotensi
terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.
i. Neuropeptida Y
Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang
merupakan salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di
otak mamalia. Bukti yang menunjukkan keterlibatan amigdala
dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui
reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem
CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi
kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara
operasi khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan
menunjukkan bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan
kinerja yang lebih baik.
j. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan
mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam
sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan
memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan, kontrol
neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan.
Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal
dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk
hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal. Studi
pada tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat
memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis
reseptor NPY mungkin menjadi target baru untuk pengembangan
obat anti ansietas.
3.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR :
1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan,
tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau
aktivitas sekolah)
2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam
gejala
4. Berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak
terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir).
5. Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
a. Kegelisahan
b. Merasa mudah lelah
c. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d. Iritabilitas
e. Ketegangan otot
f. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur
gelisah, dan tidakmemuaskan)
6. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan
aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik),
merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa
jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan
anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada
anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada
gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi
semata-mata selama gangguan stress pasca trauma.
7. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
8. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis
langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi)
atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak
terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
3.6 PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai
respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh
menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang
tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2- 6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum
klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan,
antiinsomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat
yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain.
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10
mg im/iv), broadspectrum.
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari,
broadspectrum.
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan
antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas
dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai
anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh,
untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas
dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai
anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih
efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik.
Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari.
Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3
minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama
antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan
tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
Buspiron sudah mencapai maksimal.
c. Obat lain.
Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan
ansietas menyeluruh mencakup obat trisiklik atau tetrasiklik.
Antagonis reseptor β-adrenergik dapat mengurangi manifestasi
somatic ansietas tetapi tidak keadaan yang mendasari, dan
penggunaannya biasanya terbatas pada ansietas situasional
seperti ansietas penampilan. Nefazodon yang juga digunakan pada
depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan mencegah
gangguan panic.