Anda di halaman 1dari 18

SYOK HIPOVOLEMIK

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang terjadi apabila oxygen
delivery ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mencukupi kebutuhan oxygen
consumption. Akibat dari ketidakadekuatan tersebut, metabolisme energi sel menjadi anaerobik.
Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh dalam jangka waktu tertentu, selanjutnya dapat timbul
kerusakan irreversible pada organ vital.1
Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis akan terganggu
akibat kurangnya oksigen ketika syok. Alfred Blalock membagi syok menjadi 4 yaitu syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.2,3
Diseluruh dunia terdapat sekitar 6-20 juta kematian tiap tahunnya akibat syok, meskipun
penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.4
Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium
yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi pada jaringan. Syok bersifat progresif
dan akan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ
vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.5 Penatalaksanaan
syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE.
Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor
penyebab.4

A. Definisi
Syok adalah keadaan darurat yang disebabkan kqrena kegagalan perfusi darah ke jaringan,
sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok dapat terjadi bila
keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Terapi syok bertujuan untuk
memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok sirkulasi dianggap
sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi
dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai tidak adekuatnya volume darah
sirkulasi yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang,
otot) kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau renjatan
merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang dapat mengakibatkan hipoksia jaringan
dan sel.5
B. Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan karena tubuh :5
1. Kehilangan darah/syok hemoragik
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
2. Kehilangan plasma : luka bakar
3. Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus

C. Patofisiologi

Syok menunjukkan
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah (petunjuk
umum), walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban
akhir), dan kapasitas vena. Jika ada salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal
sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah
jantung menurun dan vasokontriksi perifer akan meningkat.
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5

1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan
otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan
untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran
darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.

2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke
jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan
respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi
juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler
dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup,
paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna
dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan
ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok
hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan
tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon
jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau
karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan
syok.

D. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting
untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik
akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam
kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan
status mental.7
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya
dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa
informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat
tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor). Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital,
sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung
mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya
menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang
hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang
lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.9

Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.


Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien
dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau
varises esophagus.

Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi


mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan
pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri.
Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka
hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus
dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan
darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme
kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien
kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih
diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,
tanpa memperhatikan derajat syoknya.10
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang
hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata.
Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi awal.10

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok.
Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade
jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea,
suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan
defisit neurologis).8
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan
bagian luar tubuh.7,8
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena
perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi
paru
2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal.
3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda
fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen
harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya
aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau
perdarahan.7
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up di ruang operasi.
Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.7
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal,
atau berhubungan dengan kehamilan.11

Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul.
Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan
ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen,
fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak.
Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain
aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain:
perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan
fistula aortointestinal.
Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu,
plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum
terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan
negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu
sendiri.7
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:8,10
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena
proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok
karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan
dehidrasi akan terjadi haemokonsentrasi.
b. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020.
Sering didapat adanya proteinuria
c. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses
kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin
menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas
antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis
e. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum
kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
f. Pemeriksaan faal hemostasis
g. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi
intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.1
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok
hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai
terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya
dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak
dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan
(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera
dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien
dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.8

E. Differensial diagnosis 8

Solusio plasenta Kehamilan ektopik


Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa

F. Tatalaksana dan komplikasi


Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan sehingga
diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi, transfer pasien ke
rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada
perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah
kehilangan darah yang lebih banyak lagi.12 Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13
I. Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 13,14
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-
tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien
cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok hipovolemik memberikan
ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac
output, dan memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen
yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask
sebanyak 10-12 L/menit.12

Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti Shock
Garment).
Pendarahan internal operasi
Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi dengan
menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan venous return.
Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga
meningkatkan aliran darah balik ke jantung.

Disability : pemeriksaan neurologi


Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan.

Exposure : Pemeriksaan lengkap


Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi
hipotermi pada penderita.

Dilatasi Lambung: dekompresi


Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya
hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko
aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau
hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Pemasangan kateter urin


Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah13


Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter
intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan
adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar.
Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan
digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik
penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu,
12
teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi. Jika kateter vena
telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal Cairan13, 15


Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan
mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan
kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan
sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien
dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan
sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-
masing usia x % perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].13 Jumlah darah pada dewasa
adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10%
dari berat badan.16 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon
penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. 13,17 Bila sewaktu resusitasi, jumlah
cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu
mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.
Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien
anak diberikan 20 cc/kg BB

II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 13

A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda
positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak
memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian
volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang
atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak
cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu.
Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu
diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat.
Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan
darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa
yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang
akut.

III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal


Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:13
1. Respon cepat
Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus
cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat
hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsunya.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera.
Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut.
Tabel 2.2 .Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 13
Respon Cepat Respon Tanpa Respon
Sementara
Tanda vital Kembali ke Perbaikan Tetap abnormal
normal sementara tek.
Darah dan nadi
kemudian
kembali turun
Dugaan Kehilangan Minimal (10- Sedang-masih Berat (>40%)
darah 20%) ada (20-40%)
Kebutuhan kristaloid Sedikit Banyak Banyak
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Banyak
Persiapan darah Type specific & Type specific Emergency
crossmatch
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini ahli Perlu Perlu Perlu
bedah

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa
dinilai dari parameter-parameter berikut:

Capilary refill time < 2 detik


MAP 65-70 mmHg
O2 sat >95%
Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)
Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7)
CVP 8 to12 mm Hg
ScvO2 > 70%
IV. Transfusi Darah 13
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
a). Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki
oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport oksigen yaitu hemoglobin.
Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC
adalah:16
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.
Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau
terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi
platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.000-50.000/mm15) dan
perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan unit pemberian:18

Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah18

b.) Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O


- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.
- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita dengan
pendarahan exsanguinating.
c.) Pemanasan cairan plasma dan kristaloid
Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan
hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid adalah
menghangatkan cairannya sampai 39C sebelum digunakan.
d.) Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk
penderita dengan hemothoraks berat.
e.) Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:
- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.
f.) Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
Tatalaksana Syok hemoragik (Gambar 2.6)19

G. Komplikasi
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.
a/ Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita
terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.
b/ Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous pressure)
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil
dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP
merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima
beban cairan.
c/ Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya
tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak
diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok
neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah pemberian antibiotik dan antasida
atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada
sistem saluran cerna. Pemberian antasida atau H2 blocker bertujuan untuk mengurangi stress
ulcer.18
d/ Sekuele neurologis
e/ Kematian

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.
Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th 2011].
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006.
1-14
American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support Untuk
Dokter. 1997. 89-115
Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi
4.1995. Jakarta: EGC.
Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or harmful?
Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G
O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB.
Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004 http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413Kolecki P, author.
Hypovolemic shock [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited
2011 Nov 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/760145-
treatment American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006.
1-14
Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11
Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or harmful?
Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei 10th 2011]. http://www.emedicine.com
Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64
Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates emergency case].
FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

Anda mungkin juga menyukai