1. Faktor Manusia
Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan
kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang
Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan,
2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif,
tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah
(Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti
penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.
Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya
dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus
ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti
terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja
berusia sedang atau muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat
mengikuti pertambahan usia ( Sumamur PK., 1989:305 ).
Jenis Kelamin
Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara
pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga
penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat,
2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan
sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya
yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang
khusus.
Masa kerja
Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa
kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada
kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin
lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan
pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga
yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 10 tahun 3. Masa Kerja lama : <
10 tahun (MA. Tulus, 1992:121).
Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja
untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan
kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah
kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam
penggunaan alat pelindung diri.
Tingkat Pendidikan
Perilaku
Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat
kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi
hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang
ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu
waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja
yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun
terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan
tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit
dipastikan.
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif
singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang
dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja
biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-
kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak
diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan
timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang
paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan.
Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat
ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan
kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.
Peraturan K3
2. Faktor Lingkungan
Kebisingan
Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja,
mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8
jam kerja (Tabel 3).
Suhu Udara
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai
tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24C- 27C. Suhu dingin mengurangi efisiensi
dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan
prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu
pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf
perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.
Sedangkan menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa
letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini
akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang
sangat sedikit.
Penerangan
Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di
tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat
oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas,
cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor
keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara
produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai
dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya
kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya
langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu
pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata
akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-
mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45).
Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang
merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak
atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.
3. Faktor Peralatan
Kondisi mesin
Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban
kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak,
dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2
Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan
pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat
ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan
pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan,
pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.
Letak mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam
hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin
tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan
mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65). Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan
posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan
kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin
terjadi.
Pencegahan Kecelakaan
Suatu pencegahan kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik
oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan
peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara
pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain
(Depnaker RI, 1996:48).
Menurut Bennett NB. Silalahi (1995:107) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan
teknostruktural dan sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua
aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan
perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).
Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004:8) bahwa aktivitas
pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan
memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman,
memberikan pendidikan (training), dan Memberikan alat pelindung diri.
Menurut ILO dalam ILO (1989:20) berbagai cara yang umum digunakan untuk
meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai
berikut:
Peraturan
Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi kerja
umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian
peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,
pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.
Standarisasi
Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai
konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu seperti penggunaan alat keselamatan
kerja, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.
Pengawasan
Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang berupa usaha
penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya peraturan yang ada benar-
benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari
peraturan keselamatan kerja dapat tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya
diberikan sanksi atau punishment.
Riset Teknis
Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan
berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan sebagainya.
Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja.
Riset medis
Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi,
serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih
berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada.
Riset Psikologis
Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan.
Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan. Karena apa yang
dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat
mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.
Riset Statistik
Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang
yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi
penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan sebagai pelajaran atau acuan agar dapat terhidar
dari kecelakaan, kerena belajar dari pengalaman yang terdahulu.
Pendidikan
Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik,
sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah
memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan
selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang
dapat menyebabkan celaka.
Pelatihan
Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja,
khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan karena
pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru
ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama
dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.
Persuasi
Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan kesadaran akan
keselamatan dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi. Persuasi dapat dilakukan anatar
individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya.
Asuransi
Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan
kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan beban
korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi.
Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri kemudian menularkannya
kepada orang lain.
Keselamatan dan Kesehatan kerja merupakan sebuah situasi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman itu pekerjaan yang di jalani, perusahaan dan juga bagi masyarakat dan lingkungan sekitar
pabrik atau tempat kerja tersebut.
Keselamatan dan kesehatan kerja juga adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidk diinginkan yang mengakibatkan kecelakaan kerja.
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja
dalam melaksanakan keselamatan kerja.
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban
memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal
23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya
hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja antara lain
untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap
pekerja dan untuk melindungi sumber daya manusia.
1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
2. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dalam aneka pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan pentingnya
perencanaan kerja yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat perlindungan diri,
pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label, pengaturan pertukaran udara dan suhu serta
usaha-usaha terhadap kebisingan. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep.
463/MEN/1993, tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat
dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai ; suasana
lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik,
mental, sosial, dan bebas kecelakaan.
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah
bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan
infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.Walaupun kegiatan konstruksi dikenal
sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang
terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda (http://id.wikipedia.org).
Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek
proyek. Orang-orang ini bekerja didalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya
diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi pekerja proyek bangunan, tukang kayu, dan
ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi. Dalam melakukan suatu
konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu.
Hal ini terkait dengan metode menentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, dan
efek lain yang akan terjadi seperti peralatan penunjang K3 saat pekerjaan konstruksi dilakukan.
Sebuah jadwal perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait
dengan pendanaan, dampak lingkungan,ketersediaan peralatan perlindungan diri, ketersediaan
material bangunan, logistik, ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya penundaan
pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehat kerja yang setingi tingginya baik buruh,
petugas pegawai negeri dan pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberi penyakit dan kecelakaan akibat kerja,
meme meningkatkan kesehatan dan gizi para tenag merawat dan meningkatkan efisiensi
dan da produktifitas tenaga manusia, memeberanta kerja dan melipatgandakan gairah
serta keni bekerja.
Teori Keselamatan & Kesehatan Kerja
Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Ston Manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengenda dari anggota organisasi serta penggunaan
sumua yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Fo Manajemen adalah suatu seni, karena untuk
mel pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keteram
Manajemen
planning
organizing
actuating
controlling
leadership
a) Faktor perorangan
kurang pengetahuan
kurang keterampilan
Motivasi kurang baik
Masalah fisik dan mental
b) Faktor pekerjaan
Perbuatan Substandar
Kondisi Substandar
Perlindungan karyawan
Pekerja merupakan aset Perusahaan yang harus dipelihar keselamatannya.
Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatannya a lebih optimal dibandingkan
karyawan yang terancam K3-n
Memperlihatkan kepatuhan pada peraturan dan Undang Undang
Mengurangi biaya
Membuat sistem manajemen yang efektif
Meningkatakan kepercayaan dan kepuasan pelanggan
Sumber kecelakaan dan ketidakselamatan dalam bekerja ada perorangan dan Faktor pekerjaan
1. Terjatuh,
2. Tertimpa benda jatuh,
3. Tertumbuk atau terkena benda, terkecuali benda jatuh,
4. Terjepit oleh benda,
5. Gerakan yang melebihi kemampuan,
6. Pengaruh suhu tinggi,
7. Terkena arus listrik,
8. Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi,
9. Jenis lain termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum
masuk klasifikasi tersebut
Mesin
Peralatan lain
Material, Bahan-bahan dan radiasi yang dapat menjadi penyebab kecelakaan diklasifikasikan
menjadi:
1. Bahan peledak,
2. Debu, gas, cairan, dan zat kimia, diluar peledak ,
3. Kepingan terbang,
4. Radiasi,
5. Material dan bahan lainnya yang tak terkelompokkan.
Lingkungan kerja
Faktor dari Lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan diantaranya berupa:
1. Di luar bangunan,
2. Di dalam bangunan,
3. Di bawah tanah.
Perantara lain yang tidak terkelompakkan Penyebab kecelakaan berdasarkan perantara lain yang
tidak terkelompokkan terbagi atas:
1. Hewan,
2. Penyebab lain. Perantara yang tidak terklasifikan karena kurangnya data. Kurangnya data
penunjang dari penyebab kecelakaan, dapat diklasifikasikan tersendiri dalam satu kelompok.
1. Patah tulang,
2. Dislokasi atau keseleo,
3. Regang otot atau urat,
4. Memar dan luka yang lain,
5. Amputasi,
6. Luka lain-lain,
7. Luka di permukaan,
8. Gegar dan remuk,
9. Luka bakar,
10. Keracunan-keracunan mendadak,
11. Akibat cuaca dan lain-lain,
12. Mati lemas,
13. Pengaruh arus listrik,
14. Pengaruh radiasi,
15. Luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
1. Kepala,
2. Leher,
3. Badan,
4. Anggota atas,
5. Anggota bawah,
6. Banyak tempat,
7. Kelainan umum,
8. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.
Sedangkan menurut Bennet NB. Silalahi dalam analisa sejumlah kecelakaan, kecelakaan kerja
dapat dikelompokkan kedalam pembagian kelompok yang jenis dan macam kelompoknya
ditentukan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya kelompok: Tingkat Keparahan Kecelakaan
Dalam Mijin Politie Reglement Sb 1930 No. 341 kecelakaan dibagi menjadi 3 tingkat keparahan,
yakni mati, berat dan ringan.
Dalam PP 11/1979 keparahan dibagi dalam 4 tingkat yakni mati, berat, sedang dan ringan.
Daerah Kerja atau Lokasi Dalam pertambangan minyak dan gas bumi, ditentukan kelompok
daerah kerja: seismik, pemboran, produksi, pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran.
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman
SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan
di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang
memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam
melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di
lingkungan kerja.
Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih
rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja,
data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia
yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan
SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen
perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap
terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik
perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan
komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya
kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena
kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003
yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang
percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus
menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan
kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.
Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap
pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu
pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh
Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar
pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi
K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek
bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai
spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan
pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Apa yang dimaksud OSHAS?
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman
SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan
di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang
memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam
melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di
lingkungan kerja.
Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih
rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja,
data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia
yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan
SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen
perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap
terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik
perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan
komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya
kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena
kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003
yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang
percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus
menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan
kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.
Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap
pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu
pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh
Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar
pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi
K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek
bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai
spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan
pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Apa yang dimaksud OSHAS?