Anda di halaman 1dari 21

3 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja (Three

Main Factor Theory)


Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang faktor
penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor
utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :

1. Faktor Manusia

Umur

Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan
kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang
Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan,
2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif,
tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah
(Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti
penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.
Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya
dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus
ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti
terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja
berusia sedang atau muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat
mengikuti pertambahan usia ( Sumamur PK., 1989:305 ).

Jenis Kelamin

Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara
pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga
penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat,
2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan
sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya
yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang
khusus.

Masa kerja

Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa
kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada
kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin
lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan
pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga
yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 10 tahun 3. Masa Kerja lama : <
10 tahun (MA. Tulus, 1992:121).

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja
untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan
kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah
kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam
penggunaan alat pelindung diri.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk


tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang yang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Perilaku

Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat
kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi
hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang
ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu
waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja
yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun
terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan
tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit
dipastikan.
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif
singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang
dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja
biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-
kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak
diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan
timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang
paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan.
Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat
ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan
kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.

Peraturan K3

Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi kerja


pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian
dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K
dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian
kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan

2. Faktor Lingkungan

Kebisingan

Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja,
mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8
jam kerja (Tabel 3).
Suhu Udara

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai
tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24C- 27C. Suhu dingin mengurangi efisiensi
dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan
prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu
pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf
perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.

Sedangkan menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa
letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini
akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang
sangat sedikit.

Penerangan

Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di
tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat
oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas,
cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor
keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara
produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai
dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya
kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya
langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu
pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata
akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-
mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45).

Lantai licin

Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang
merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak
atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.
3. Faktor Peralatan

Kondisi mesin

Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban
kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak,
dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2
Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan
pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat
ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan
pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan,
pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.

Letak mesin

Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam
hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin
tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan
mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65). Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan
posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan
kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin
terjadi.

Akibat Kecelakaan Kerja


Kecelakaan dapat menimbulkan 5 jenis kerugian, yaitu: Kerusakan, kekacauan organisasi,
keluhan dan kesedihan, kelalaian dan cacat, dan kematian. Heinrich (1959) dalam ILO (1989:11)
menyusun daftar kerugian terselubung akibat kecelakaan sebagai berikut:

1. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka,


2. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa ingin tahu,
rasa simpati, membantu menolong karyawan yang terluka,
3. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para pimpinan lainnya karena
membantu karyawan yang terluka, menyelidiki penyebab kecelakaan, mengatur agar proses
produksi ditempat karyawan yang terluka tetap dapat dilanjutkan oleh karyawan lainnya dengan
memilih dan melatih ataupun menerima karyawan baru.
4. Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas pemberi pertolongan pertama dan staf
departemen rumah sakit,
5. Kerugian akibat rusaknya mesin, perkakas, atau peralatan lainnya atau oleh karena tercemarnya
bahan-bahan baku,
6. Kerugian insidental akibat terganggunya produksi, kegagalan memenuhi pesanan pada
waktunya, kehilangan bonus, pembayaran denda ataupun akibat-akibat lain yang serupa,
7. Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan maslahat bagi karyawan,
8. Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran upah penuh bagi karyawan yang
dulu terluka setelah mereka kembali bekerja, walaupun mereka (mungkin belum penuh
sepenuhnya) hanya menghasilkan separuh dari kemampuan normal
9. Kerugian akibat hilangnya kesempatan memperoleh laba dari produktivitas karyawan yang luka
dan akibat dari mesin yang menganggur.
10. Kerugian yang timbul akibat ketegangan ataupun menurunnya moral kerja karena kecelakaan
tersebut,
11. Kerugian biaya umum (overhead) per-karyawan yang luka.

Pencegahan Kecelakaan
Suatu pencegahan kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik
oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan
peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara
pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain
(Depnaker RI, 1996:48).

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu


perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada
lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Sumamur PK., 1996:215).

Menurut Bennett NB. Silalahi (1995:107) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan
teknostruktural dan sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua
aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan
perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004:8) bahwa aktivitas
pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan
memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman,
memberikan pendidikan (training), dan Memberikan alat pelindung diri.

Menurut ILO dalam ILO (1989:20) berbagai cara yang umum digunakan untuk
meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai
berikut:
Peraturan

Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi kerja
umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian
peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,
pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.

Standarisasi

Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai
konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu seperti penggunaan alat keselamatan
kerja, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.

Pengawasan

Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang berupa usaha
penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya peraturan yang ada benar-
benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari
peraturan keselamatan kerja dapat tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya
diberikan sanksi atau punishment.

Riset Teknis

Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan
berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan sebagainya.
Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja.

Riset medis

Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi,
serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih
berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada.

Riset Psikologis

Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan.
Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan. Karena apa yang
dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat
mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan.

Riset Statistik

Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang
yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi
penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan sebagai pelajaran atau acuan agar dapat terhidar
dari kecelakaan, kerena belajar dari pengalaman yang terdahulu.

Pendidikan

Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik,
sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah
memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan
selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang
dapat menyebabkan celaka.

Pelatihan

Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja,
khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan karena
pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru
ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama
dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda.

Persuasi

Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan kesadaran akan
keselamatan dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi. Persuasi dapat dilakukan anatar
individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya.

Asuransi

Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan
kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan beban
korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi.

Tindakan Pengamanan oleh Masing-masing Individu.

Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri kemudian menularkannya
kepada orang lain.

Apakah di Indonesia ada Undang-Undang


yang mengatur mengenai K3?
Kesadaran mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat diperlukan, Resiko kecelakaan
kerja dapat terjadi kapan saja.Undang-Undang No. 1/1970 dan No. 23/1992 mengatur mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Tentu tidak ada pekerja yang menginginkan terjadinya kecelakaan kerja, Namun resiko
kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Oleh sebab itu Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yg atau K3 adalah salah satu peraturan pemerintah yang menjamin keselamatan
dan kesehatan kita dalam bekerja.

Apa itu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?

Keselamatan dan Kesehatan kerja merupakan sebuah situasi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman itu pekerjaan yang di jalani, perusahaan dan juga bagi masyarakat dan lingkungan sekitar
pabrik atau tempat kerja tersebut.

Keselamatan dan kesehatan kerja juga adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidk diinginkan yang mengakibatkan kecelakaan kerja.

Apakah di Indonesia ada Undang-Undang yang mengatur mengenai K3?

Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut :

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja
dalam melaksanakan keselamatan kerja.

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban
memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal
23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya
hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan
kerja.

Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan


Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan
dan Penggunaan Pestisida
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan
Kerja di Bidang Pertambangan
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan
Kerja

Tujuan Keselamatan Kerja dan Kesehatan


Kerja

Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja antara lain
untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap
pekerja dan untuk melindungi sumber daya manusia.

Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
2. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Dalam aneka pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan pentingnya
perencanaan kerja yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat perlindungan diri,
pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label, pengaturan pertukaran udara dan suhu serta
usaha-usaha terhadap kebisingan. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep.
463/MEN/1993, tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat
dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai ; suasana
lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik,
mental, sosial, dan bebas kecelakaan.

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah
bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan
infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.Walaupun kegiatan konstruksi dikenal
sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang
terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda (http://id.wikipedia.org).

Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek
proyek. Orang-orang ini bekerja didalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya
diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi pekerja proyek bangunan, tukang kayu, dan
ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi. Dalam melakukan suatu
konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu.

Hal ini terkait dengan metode menentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, dan
efek lain yang akan terjadi seperti peralatan penunjang K3 saat pekerjaan konstruksi dilakukan.
Sebuah jadwal perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait
dengan pendanaan, dampak lingkungan,ketersediaan peralatan perlindungan diri, ketersediaan
material bangunan, logistik, ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya penundaan
pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.

Standar Keselamatan Kerja Keselamatan


dan Kesehatan Kerja
Tujuan Dari Sistem Manajemen K3:

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehat kerja yang setingi tingginya baik buruh,
petugas pegawai negeri dan pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberi penyakit dan kecelakaan akibat kerja,
meme meningkatkan kesehatan dan gizi para tenag merawat dan meningkatkan efisiensi
dan da produktifitas tenaga manusia, memeberanta kerja dan melipatgandakan gairah
serta keni bekerja.
Teori Keselamatan & Kesehatan Kerja

Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Ston Manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengenda dari anggota organisasi serta penggunaan
sumua yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Fo Manajemen adalah suatu seni, karena untuk
mel pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keteram

Manajemen

planning

organizing

actuating

controlling

leadership

Faktor Penyebab Kontrol Kurang Baik

1. Program manajemen keselamatan & kesehat kurang baik.


2. Standar program kurang tepat atau mendalami standar tersebut.
3. Pelaksanaan standar tidak tepat.

Program Manajemen Tentang K3

1. Kepemimpinan dan administrasinya


2. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terpadu
3. Pengawasan
4. Analisis pekerjaan dan prosedural
5. Penelitian dan analisis pekerjaan
6. Latihan bagi tenaga kerja
7. Pelayanan kesehatan kerja
8. Penyediaan alata pelindung diri
9. Peningkatan kesadaran terhadap keselamatan dan keseha
10. Sistem pemeriksaan
11. Laporan dan pendapatan

Sumber Penyebab Dasar

a) Faktor perorangan

kurang pengetahuan
kurang keterampilan
Motivasi kurang baik
Masalah fisik dan mental

b) Faktor pekerjaan

Standar kerja kurang


Standar perencanaan
Standar perawatan ya
Standar pembelian ya

Perbuatan Substandar

Menjalankan yang bukan tugasnya


Melepaskan alat pengaman atau membuat alat pengaman tidak berfungsi
Membuat peralatan yang rusak
Tidak memakai alat pelindung diri
Membuat sesuatu secara berlebihan
Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya
Mengangkat berlebihan
Posisi kerja yang tidak tepat
Bersenda gurau, bertengkar
Berada dalam pengaruh alkohol atau obat -obatan

Kondisi Substandar

Pengamanan tidak sempurna


Alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat
Bahan atau peralatan kerja yang telah rusak
Gerak tidak leluasa karena tumpukan benda
Sistem tanda bahaya tidak memenuhi syarat
House keeping & Layout yang jelek
Lingkungan kerja yang mengandung
bahaya ( iklim kerja, panas/
dingin, ventilasi kurang baik,
tingkat kebisingan tinggi,
penerangan tidak
memenuhi syarat

Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja


Faktor fisik
Penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibr radiasi, tekanan
udara, dll.
Faktor kimia
Gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda benda padat.
Faktor biologi ( baik golongan hewan maupun tumbuh tumbuhan )
Faktor fisiologis
Konstruksi mesin ( sikap & cara kerja )
Faktor mental psikologis
Susunan kerja, hubungan diantara pekerja dan pengusaha, pemelihara

1. Langkah Penerapan Sistem Manajemen


Tahap Persiapan
Tahapan ini merupakan langkah awal yang harus dila perusahaan dan melibatkan seluruh
lapisan manajem personel mulai dari komitmen sampai kebutuhan su yang dibutuhkan.
2. Tahap Pengembangan dan Penerapan
Tahapan ini Berisi langkah langkah yang harus dilak organisasi atau perusahaan dengan
melibatkan banyak pihak.

Manfaat Penerapan Sistem Manajemen

Perlindungan karyawan
Pekerja merupakan aset Perusahaan yang harus dipelihar keselamatannya.
Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatannya a lebih optimal dibandingkan
karyawan yang terancam K3-n
Memperlihatkan kepatuhan pada peraturan dan Undang Undang
Mengurangi biaya
Membuat sistem manajemen yang efektif
Meningkatakan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Penyebab utama kecelakaan kerja adalah kurang pengendalia

Sumber kecelakaan dan ketidakselamatan dalam bekerja ada perorangan dan Faktor pekerjaan

Kurang Pengendalian dapat diminimasi dengan implementasi

Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1952, kecelakaan kerja dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (ILO, 1980:43)
Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan Menurut jenisnya, kecelakaan dapat
dikategorikan sebagai berikut:

1. Terjatuh,
2. Tertimpa benda jatuh,
3. Tertumbuk atau terkena benda, terkecuali benda jatuh,
4. Terjepit oleh benda,
5. Gerakan yang melebihi kemampuan,
6. Pengaruh suhu tinggi,
7. Terkena arus listrik,
8. Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi,
9. Jenis lain termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum
masuk klasifikasi tersebut

Klasifikasi menurut Penyebab

Mesin

Mesin yang dapat menjadi penyebab kecelakaan, diantaranya

1. Pembangkit tenaga terkecuali motor listrik,


2. Mesin penyalur (transmisi),
3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam,
4. Mesin pengolah kayu,
5. Mesin pertanian,
6. Mesin pertambangan,
7. Mesin lain yang tak terkelompokkan.

Alat angkutan dan peralatan terkelompokkan

Klasifikasi ini terdiri dari:

1. Mesin pengangkat dan peralatannya,


2. Alat angkutan yang menggunakan rel,
3. Alat angkutan lain yang beroda,
4. Alat angkutan udara,
5. Alat angkutan air,
6. Alat angkutan lain.

Peralatan lain

Penyebab kecelakaan kerja oleh peralatan lain diklasifikasikan menjadi:

1. Alat bertekanan tinggi,


2. Tanur, tungku dan kilang,
3. Alat pendingin,
4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik tetapi dikecualikan alat listrik (tangan),
5. Perkakas tangan bertenaga listrik,
6. Perkakas, instrumen dan peralatan, diluar peralatan tangan bertenaga listrik,
7. Tangga, tangga berjalan,
8. Perancah (Scaffolding),
9. Peralatan lain yang tidak terklasifikasikan.

Material, Bahan-bahan dan radiasi

Material, Bahan-bahan dan radiasi yang dapat menjadi penyebab kecelakaan diklasifikasikan
menjadi:

1. Bahan peledak,
2. Debu, gas, cairan, dan zat kimia, diluar peledak ,
3. Kepingan terbang,
4. Radiasi,
5. Material dan bahan lainnya yang tak terkelompokkan.

Lingkungan kerja

Faktor dari Lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan diantaranya berupa:

1. Di luar bangunan,
2. Di dalam bangunan,
3. Di bawah tanah.

Perantara lain yang tidak terkelompakkan Penyebab kecelakaan berdasarkan perantara lain yang
tidak terkelompokkan terbagi atas:

1. Hewan,
2. Penyebab lain. Perantara yang tidak terklasifikan karena kurangnya data. Kurangnya data
penunjang dari penyebab kecelakaan, dapat diklasifikasikan tersendiri dalam satu kelompok.

Klasifikasi menurut Sifat Luka

Menurut sifat luka atau kelainan, kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Patah tulang,
2. Dislokasi atau keseleo,
3. Regang otot atau urat,
4. Memar dan luka yang lain,
5. Amputasi,
6. Luka lain-lain,
7. Luka di permukaan,
8. Gegar dan remuk,
9. Luka bakar,
10. Keracunan-keracunan mendadak,
11. Akibat cuaca dan lain-lain,
12. Mati lemas,
13. Pengaruh arus listrik,
14. Pengaruh radiasi,
15. Luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

Klasifikasi menurut Letak Kelainan

Berdasarkan letak kelainannya,

jenis kecelakaan dapat dikelompokkan pada:

1. Kepala,
2. Leher,
3. Badan,
4. Anggota atas,
5. Anggota bawah,
6. Banyak tempat,
7. Kelainan umum,
8. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Sedangkan menurut Bennet NB. Silalahi dalam analisa sejumlah kecelakaan, kecelakaan kerja
dapat dikelompokkan kedalam pembagian kelompok yang jenis dan macam kelompoknya
ditentukan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya kelompok: Tingkat Keparahan Kecelakaan
Dalam Mijin Politie Reglement Sb 1930 No. 341 kecelakaan dibagi menjadi 3 tingkat keparahan,
yakni mati, berat dan ringan.

Dalam PP 11/1979 keparahan dibagi dalam 4 tingkat yakni mati, berat, sedang dan ringan.
Daerah Kerja atau Lokasi Dalam pertambangan minyak dan gas bumi, ditentukan kelompok
daerah kerja: seismik, pemboran, produksi, pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran.

Mengapa Angka Kecelakaan Kerja di


Indonesia Masih Tinggi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja, yaitu unsafe condition dan unsafe behavior. Unsafe Behavior
merupakan perilaku dan kebiasaan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan kerja seperti tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan penggunaan peralatan yang tidak standard
sedangkan Unsafe Condition merupakan kondisi tempat kerja yang tidak aman seperti terlalu
gelap, panas dan gangguan-gangguan faktor fisik lingkungan kerja lainnya. Faktor-faktor
kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminasi dengan adanya komitmen perusahaan dalam
menetapkan kebijakan dan peraturan K3 serta didukung oleh kualitas SDM perusahaan dalam
pelaksanaannya.

Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman
SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan
di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang
memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam
melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di
lingkungan kerja.

Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih
rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja,
data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia
yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan
SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen
perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap
terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik
perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan
komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya
kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena
kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003
yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang
percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus
menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan
kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.

Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap
pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu
pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh
Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar
pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi
K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek
bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai
spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan
pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Apa yang dimaksud OSHAS?

Mengapa Angka Kecelakaan Kerja di


Indonesia Masih Tinggi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja, yaitu unsafe condition dan unsafe behavior. Unsafe Behavior
merupakan perilaku dan kebiasaan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan kerja seperti tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan penggunaan peralatan yang tidak standard
sedangkan Unsafe Condition merupakan kondisi tempat kerja yang tidak aman seperti terlalu
gelap, panas dan gangguan-gangguan faktor fisik lingkungan kerja lainnya. Faktor-faktor
kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminasi dengan adanya komitmen perusahaan dalam
menetapkan kebijakan dan peraturan K3 serta didukung oleh kualitas SDM perusahaan dalam
pelaksanaannya.

Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman
SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan
di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang
memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam
melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di
lingkungan kerja.

Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan
kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih
rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja,
data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia
yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan
SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen
perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap
terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik
perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan
komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya
kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena
kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003
yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang
percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus
menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan
kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.

Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap
pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu
pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh
Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar
pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi
K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek
bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai
spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan
pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Apa yang dimaksud OSHAS?

Anda mungkin juga menyukai