Anda di halaman 1dari 22

KOMUNIKASI OPTIK

MAKALAH K3

Disusun Oleh :

NAMA : MEIDITA SALSABILA

NIM : 062140352359

KELAS : 3 TEA

DOSEN PENGAMPU : IRMA SALAMAH,S.T,M.TI

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


TAHUN AJARAN 2022/2023

1
BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia


secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina
dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                    

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis


sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja. 

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. 

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. 

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian


materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas. 

2
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan
dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja
guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga
kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

3
BAB  II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan


upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi


dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan


perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406
tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang


keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja,
baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja


dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan

4
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada


pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang
ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan
lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan
norma K3 agar terjalan dengan baik.

1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau
berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi
kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan
pabrik.

Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,


ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya
ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding,
peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm
dan gudang yang kurang baik.

Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti


latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,
mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,
memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa
kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi
kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat
dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum,
pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

2. Faktor - faktor Kecelakaan


Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri
mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur
kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang
menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.

Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk


seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin
5
hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah
apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap
kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan
yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor
kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya.
Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan
menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan
bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-
faktor kecelakaan tersendiri.

3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja 


Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja. 

a) Kapasitas Kerja 
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan
35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang
ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah
PAHK dan kecelakaan kerja. 

b) Beban Kerja 
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan
pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam.
Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat,
akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang
turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi
pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan stres. 

c) Lingkungan Kerja 
6
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational
Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(Occupational Disease & Work Related Diseases). 

B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan 

1. Pengertian Tenaga Kesehatan


Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya
pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua
lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan
kesehatan. 

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan
gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan
khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian.
Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya
mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh
melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya. 

Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus


pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam
jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat
berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan
sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan
sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan
peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh
terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah
dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan,
kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan
tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro
yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu:
desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan,
teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan
tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas. 

2. Jenis Tenaga Kesehatan


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
7
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan
gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan
khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian.
Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya
mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh
melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya. 
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.

C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan


Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja
yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung
lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju,
penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari
bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat
suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat
ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. 

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan
banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga
kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend
yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun
harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut
bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan
menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi
kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global. 

8
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan
menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-
kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan
industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat
rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan
meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan
dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit
tersebut harus kita kritisi bersama.

Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan
materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah
menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan
Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola
oleh tenaga kesehatan yang professional.

Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian
P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga
Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) 

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk


menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan
yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang
disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-
treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi : 

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum


seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
9
melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah
calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.  Anamnese umumPemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:  
a. Anamnese pekerjaan 
b. Penyakit yang pernah diderita 
c. Alrergi 
d. Imunisasi yang pernah didapat 
e. Pemeriksaan badan 
f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu : 
        - Tuberkulin test 
        - Psiko test 

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan


secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya
resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak
waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal
dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. 

3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada


khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada
atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai
unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern
laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga
harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya. 

10
BAB  III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali
hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah


menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada
tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.

11
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan


Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial


Tenaga Kerja.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji


Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan.


Jakarta :Gunung Agung, 1985

-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.


[s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.

12
SOAL PILIHAN GANDA

1. Suatu kondisi dimana atau kapan munculnya sumber bahaya telah dapat
dikendalikan ke tingkat yang memadai, ini adalah lawan dari bahaya (danger)
merupakan pengertian dari....
a. Keamanan
b. Alat pelindung diri
c. Kesehatan
d. Kepedulian

2. Syarat-syarat helm untuk alat pelindung diri, yaitu.......


a. Tahan benturan, meredam kejutan, tidak mudah terbakar, sulit disesuaikan
b. Tahan benturan, meredam kejutan, tidak mudah terbakar, mudah
disesuaikan
c. Tahan benturan, mudah terbakar, mudah pecah
d. Tahan benturan, meredam kejutan, anti air, mudah terbakar

3. Berikut adalah sarung tangan khusus dalam K3, kecuali.........


a. Sarung tangan bahan campuran karet
b. Sarung tangan bahan kulit
c. Sarung tangan bahan karet
d. Sarung tangan bahan plastik

4. Alat yang digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan yang


berlebihan merupakan fungsi penggunaan dari........
a. Ear plug
b. Safety shoes
c. Body protector
d. Respirator

5. Alat yang digunakan untuk melindungi mata pemakai/karyawan dari


partikel kecil, merupakan fungsi penggunaan dari alat..........
a. Ear plug
b. Safety shoes
c. Safety glasses
d. Respirator

6. Pelindung mata atau kaca mata digunakan untuk melindungi mata dari
bahaya. Pekerjaan yang wajib menggunakan peralatan pelindung ini adalah....

a. Mengecat
b. Mengelas
c. Mengampelas
13
d. Mengukir

7. Fungsi safety shoes bagi karyawan, kecuali...


a. Melindungi kaki dari beram
b. Melindungi kaki dari benda panas
c. Melindungi kaki dari bahan kimia yang berbahaya
d. Melindungi kaki dari udara

8. Cara kerja yang digunakan untuk meninjau kembali metode kerja dan
mencegah bahaya yang mungkin tidak dilihat/terlupakan dalam tata ruang
gedung dan dalam desain mesin, alat dan pengolahan yang telah
dikembangkan setelah mulainya produksi merupakan pengertian dari.......
a. Pemeriksaan kesehatan kerja
b. Job safety analysis
c. Alat pelindung diri
d. Body protector

9. Usaha yang mengutamakan tindakan pencegahan terhadap gangguan


kesehatan karena faktor pekerjaan & lingkungan kerja adalah pengertian
dari.........
a. Pemeriksaan kesehatan kerja
b. Job safety analysis
c. Alat pelindung diri
d. Body protector

10. Berikut ini merupakan langkah yang dilakukan untuk pencegahan


terhadap penyakit, kecuali.......
a. Pemeriksaan kesehatan karyawan
b. Pendidikan kesehatan
c. Penerangan sebelum bekerja
d. Golongan fisik

11. Faktor penyebab gangguan kesehatan, kecuali...


a. Golongan fisik
b. Golongan pribadi
c. Golongan kimia
d. Golongan biologik

12. Alat pelindungan pernafasan yang digunakan pada pencegahan debu


adalah jenis respirator …
A. Dengan supplai oksigen
B. Yang berupa tabung gas
C. Biasa
14
D. Yang dihubungkan dengan supplai oksigen supplai udara
E. Yang sifatnya memurnikan udara

13. Dampak kebisingan yang berhubungan langsung dengan fungsi


pendengaran disebut dampak …
A. Langsung
B. Auditorial
C. Tidak langsung
D. Nonauditorial
E. Psikis

14. Pencahayaan yang buruk dapat menimbulkan berbagai akibat, kecuali …


A. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata
B. Kerusakan penglihatan
C. Pekerja lebih berkonsentrasi dan meningkatkan efisiensi kerja
D. Kelelahan mata sehingga berkurang daya
E. Meningkatnya kecelakaan kerja

15. Lorong-lorong,tangga, dan turunan perlu diberi penerangan yang cukup


dengan alasan, kecuali …
A. Tempat gelap menyebabkan kecelakan, apalagi pada pemindahan barang-
barang
B. Tangga, balik pintu dan gudang cenderung terlindung dan gelap
C. Mengurangi kecelakaan kerja
D. Agar tidak tampak seram
E. Akan mencegah kerusakan bahan dan produk

16. Dalam sistem ventilasi secara alami dapat melalui …


A. Kipas atau blower
15
B. Kipas angin dipasang di dinding jendela, atau atap
C. Angin yang ditimbulkan perbedaan tekanan udara
D. AC yang dipasang pada dinding
E. Ventilasi asap

17. Berikut yang termasuk bahaya/resiko lingkungan adalah …


A. Bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu, dan kualitas udara
B. Pekerjaann-pekerjaan yang dilakukan secara manual
C. Kejahatan ditempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerja itu sendiri
yang berbahaya, dan umur pekerja
D. Getaran, faktor ergonomi, dan bahan/material
E. Kelelahan dan setress dalam pekerjaan, dan pelatihan

18. Beban tambahan lingkungan kerja yang berupa faktor fisik adalah …
A. Tumbuhan dan hewan
B. Kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja
C. Gas, uap, debu, cairan, dan benda padat
D. Suasana kerja dan hubungan antar pekerja
E. Suhu, pencahayaan dan suara

19. Berikut ini adalah unsur terjadinya sumber api …


A. Air – panas – bahan bakar
B. Besi – oksigen – panas
C. Oksigen – bahan bakar – panas
D. Kertas – oksigen – air
E. Oksigen – bahan bakar – air

20. Pemadam pada kebakaran tipe B, memiliki ciri khas …


A. Tabung bersimbol A dalam segitiga warna hijau
B. Tabung bersimbol B dalam segitiga warna merah
16
C. Tabung bersimbol C dalam segitiga warna biru
D. Tabung bersimbol D dalam segitiga warna kuning
E. Tabung bersimbol B dalam segitiga warna biru

SOAL ESSAI

1. SEBUTKAN KEWAJIBAN PENGURUS SESUAI UU 1


TAHUN1970!

 Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan yang


diwajibkan, sehelai undang-undang ini (UU 1 tahun 1970) dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
 Memasang semua gambar keselamatan erja yang diwajibkan dan
semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca di tempat kerja
 menyediakan semua alat pelindung diri yang diwajibkan secara cuma-
cuma pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
ahli keselamatan kerja

2. APA YANG DIMAKSUD DENGAN KECELAKAAN KERJA?

 Kecelakaan kerja : adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan dan


tidak diinginkan, gangguan dari pekerjaan yang berakibat cedera pada
manusia, kerusakan barang dan pencemaran lingkungan

3. MENGAPA SETIAP KARYAWAN HARUS DILAKUKAN


PEMERIKSAAN AWAL, BERKALA MAUPUN KHUSUS?

 Permen No 02 tahun 1980, Pasal 2 ayat (1) : pemeriksaan kesehatan


sebelum kerja agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginynya, tidak mempunyai penyakit
menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk
pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain dapat terjamin

17
 Permen No 02 tahun 1980, Pasal 3 ayat (1) : pemeriksaan kesehatan
berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga
kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta memiliki
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal
mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan
 Permen No 02 tahun 1980, Pasal 3 ayat (1) : pemeriksaan kesehatan
khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan
tenaga kerja tertentu

4. SEBUTKAN TUGAS, KEWAJIBAN DAN WEWENANG AHLI


K3 UMUM!

 Tugas Ahli k3 umum : Membantu pimpinan perusahaan atau pengurus


menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan dan
kesehatan kerja, membantu pengawasan ditaatinya ketentuan-
ketentuan perundang-undangan bidang k3
 Kewajiban Ahli k3 umum :
 a) Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan
perundangan k3 sesuai dengan bidang yan ditentukan
dalam keputusan penunjuknya.
 b) Memberikan laporan kepada menteri tenaga kerja atau
pejabat yang ditunjuk mengenai hasil pelaksanaan tugas
 Wewenang AK3 Umum
 a) Memasuki tempat kerja sesuai keputusan penunjukan
 b) Meminta keterangan dan/atau informasi mengenai
pelaksanaan syarat-syarat k3 di tempat kerja dengan
keputusan penunjukkannya
 c) Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa,
mengevaluasi dan memberikan persyaratan serta
pembinaan k3 yang meliputi
1. Keadaan dan fasilitas kerja
2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja,
instalasi serta peralatan lain
3. Penanganan bahan-bahan
4. Proses produksi
5. Sifat pekerjaan
5. SEBUTKAN FUNGSI DAN TUGAS P2K3 SERTA SEBUTKAN
LANDASAN HUKUM PEMBENTUKKAN P2K3!

 Landasan hukum P2K3 Per No. 04/MEN/1987 tentang P2K3 serta tata
cara penunjukkan AK3
 Fungsi P2K3

18
 a) Menghimpun dan mengolah data tentang K3 di tempat
kerja
 b) Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap
tenaga kerja mengenai berbagai faktor bahaya di tempat
kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3 termasuk
bahaya kebakaran dan peledakan serta cara
penanggulangannya
 c) Membantu menunjukkan APD bagi tenaga kerja yang
bersangkutan
 d) Menjelaskan cara dan sikap yang benar dan aman dalam
melaksanakan pekerjaannya
 e) Membantu pengurus dalam mengevaluasi cara kerja,
lingkungan kerja, penyebab timbulnya kecelakaan kerja
 f) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja dan
mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja
 g) Membantu pimpinan perusahaan dalam menyusun
kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam
rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, kesehatan
kerja, ergonomi dan gizi kerja

6. BAGAIMANA CARA PENYELENGGARAAN PELAYANAN


KESEHATAN KERJA SESUAI DENGAN PERATURAN
TERKAIT?

 Cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja


(Permen No.03/Men/1982 Pasal 4 ayat 1)
 a) Dapat diselenggarakan sendiri oleh pengurus
 b) Dapat diselenggarakan oleh pengurus dengan
mengadakan ikatan dengan dokter atau pelayanan
kesehatan
 c) Diselenggarakan oleh pengurus dari beberapa
perusahaan secara bersama-sama

7. JELASKAN OBJEK PEGAWASAN LINGKUNGAN KERJA


SERTA SEBUTKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT!

 Landasan hukum objek pengawasan lingkungan kerja : Permen No 07


tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan
dalam tempat kerja pasal 2.
 Setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat
untuk:
19
 a) Menghindarkan kemungkinan bahaya
kebakaran dan kecelakaan
 b) Menghindarkan kemungkinan bahaya
keracunan, penularan atau timbulnya penyakit
 c) Memajukan kebersihan dan ketertiban
 d) Mendapatkan penerangan yang cukup dan
memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan
 e) Mendapat suhu yang layak dan peredaran
udara yang cukup
 f) Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan
bauan yang tidak menyenangkan
 Landasan hukum pengawasan lingkungan kerja
 a) UU No 1 tahun 1970 : Kesehatan kerja, pasal 2, pasal 3
ayat (1), pasal 5, pasal 8, pasal 9, pasal 14
 b) UU No 3 tahun 1969 : Persetujuan konversi ILO No 120
Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor, pasal 7
 c) PP No 7 tahun 1973 : Pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan gangguan pestisida
 d) PP Perburuhan No 7 tahun 1964 : Syarat kesehatan,
kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja
 e) Permenaker No 3 tahun 1985 : K3 pemakaian asbes
 f) Permenaker No 3 tahun 1986 : Syarat keselamatan dan
kesehatan di tempat kerja mengelola pestisida
 g) Kepmenaker No 187 tahun 1999 : Pengendalian bahan
kimia berbahaya
 Objek pengawasan lingkungan kerja :
 a) Faktor – faktor bahaya lingkungan kerja
 b) Hygiene perusahaan
 c) Pengendalian bahaya besar
 d) Pestisida
 e) Bahan kimia berbahaya
 f) Sanitasi lingkungan
 g) Alat Pelindung Diri (APD)
 h) Limbah industri

8. SEBUTKAN APA YANG DIMAKSUD DENGAN


PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA

 Pengendalian lingkungan dimaksudkan sebagai penerapan metode


teknik tertentu untuk menurunkan tingkat faktor bahaya lingkungan
sampai batas yang masih dapat ditoleransi oleh manusia dan
lingkungannya

20
9. APA YANG DISEBUT DENGAN BAHAN KIMIA
BERBAHAYA? SEBUTKAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT BAHAYA DARI BAHAN KIMIA
BERBAHAYA!

 Bahan kimia berbahaya menurut Kepmenaker 187/MEN/1999 Pasal


1 : Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal
atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan fisika dan/atau
toksikologi berbahay terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan
 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat bahay : daya racun, cara
bahan kimia masuk dalam tubuh, konsentrasi, macam dana lama
paparan bahan kimia, efek kombinasi bahan kimia, kerentanan calin
korban paparan bahan kimia.

10. SEBUTKAN KEWABIJAN PENGUSAHAN DALAM


MENGENDALIKAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA!

 Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahan besar


(kepmenaker no 187 tahun 1999 pasal 16)
 a) Memperkejakan petugas K3 kimia dengan ketentuan
apabila dipekerjakan dengan sistem kerja noshift sekurang-
kurangnya 2 orang dan apabila diperkerjakan dengan
sistem shift sekurang-kurangnya 5 orang
 b) Memperkerjakan ahli K3 kimia sekurang-kurangnya 1
orang
 c) Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar
 d) Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan
kuantitas bahan kimia, proses dan modifikasi instalasi yang
digunakan
 e) Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia
yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 6 bulan
sekali
 f) Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang
ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 2 tahun sekali
 g) Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali
 Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahan menengah
(kepmenaker no 187 tahun 1999 pasal 17)
 a) Memperkejakan petugas K3 kimia dengan ketentuan
apabila dipekerjakan dengan sistem kerja noshift sekurang-
kurangnya 1 orang dan apabila diperkerjakan dengan
sistem shift sekurang-kurangnya 3 orang

21
 b) Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya
menengah
 c) Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan
kuantitas bahan kimia, proses dan modifikasi instalasi yang
digunakan
 d) Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia
yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 1 bulan
sekali
 e) Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang
ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 3 tahun sekali
 f) Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali

22

Anda mungkin juga menyukai