PENDAHULUAN
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus
dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal
tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena
masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal.
Disamping itu, setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan
160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-
bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat
kecelakaan-kecelakaan dan penyakitpenyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25
triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP).
ILO melaporkan juga bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di
tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di
1
dunia. Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
kasus kecelakaan kerja meningkat. Dari 96.314 kaus kecelakaan kerja di Tahun 2009,
meningkat mencapai 103.285 kasus kecelakaan kerja di Tahun 2013. BPJS Ketenagakerjaan,
yang semula dikenal dengan nama PT Jamsostek mencatat, di Indonesia tidak kurang dari 9
orang meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja setiap harinya dimana angka
kematian akibat kerja di Inggris sebagai pembanding, hanya mencapai angka 2 orang per
harinya.
Tidak hanya kecelakaan kerja yang menjadi masalah utama selain itu, Penyakit Akibat
Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja di RT.05 Perumahan Puspita Bukit Pinang Samarinda.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
3
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber
daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.
4
2.1.2 Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan
itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan
harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk
seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada
hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil
atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk
seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan
tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal
diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar
upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor
kecelakaan tersendiri.
5
2.1.4 Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar
masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak
keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat
kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
6
1. Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa
mengenai kepala secara langsung.
2. Safety Belt
Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di atas
ketinggian.
3. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.
7
4. Sepatu Karet
Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja
yang berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet di
lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda
panas, cairan kimia, dsb.
5. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi
yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di
sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
8
6. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
9
8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
10
2.2 Hasil Analisa Data Pekerjaan di RT.05 Perumahan Puspita Kelurahan Bukit Pinang
3. Pegawai 51
swasta/Kantoran
4. Pensiuman 11
5. Wartawan 1
6. Pedagang 2
7. Purnawirawan 1
Dari hasil yang didapatkan, masyarakat RT.05 Perumahan Puspita mayoritas bekerja
sebagai Pegawai Swasta.
11
2.2.2 Hal-hal yang berhubugan dengan Pelaksanaan K3 Perkantoran
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
dan fisik manusia, serta lingkungannya.
12
2. Kualitas Udara
a. Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
b. Kontrol terhadap polusi
c. Pemasangan “Exhaust Fan” (perlindungan terhadap kelembaban udara).
d. Pemasangan stiker, poster “dilarang merokok”.
e. Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk,
ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC)
minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk
pencegahan penyakit “Legionairre Diseases“.
f. Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
g. Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan
debu, bau dll.
h. Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan, dll.
i. Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
j. Pemasangan fan di dalam lift.
3. Kualitas Pencahayaan
a. Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk
membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala
diukur dengan Luxs Meter)
b. Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
c. Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi
cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
d. Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
e. Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang
digunakan.
f. Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.
13
2.4 Arti Keselamatan dan Kepedulian Diri akan Bahaya
Banyak karyawan mengalami cedera / luka ketika melakukan pekerjaan di rumah
dan saat berada di jalan ketika berangkat dan pulang kerja, baik saat menaiki
kendaraan umum, dengan sepeda motor, bermobil, atau ketika sedang menikmati
liburan.
Dibandingkan di tempat kerja, sesungguhnya kecelakaan di luar jam kerja lebih
banyak terjadi, hanya sayangnya tidak ada data ataupun catatan untuk
membuktikannya. Celaka / cedera yang terjadi di luar jam kerja / saat tidak bekerja
sangat mempengaruhi angka absensi kerja. Sebagai akibatnya, para karyawan harus
kehilangan waktu kerjanya, mencari pengganti, dan tertundanya pekerjaan sehingga
keseluruhan produktivitas perusahaan sangat terganggu.
14
mungkin dan bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan
arti penting selamat dan sehat bagi karyawan dan anggota keluarganya di rumah.
15
d. Bahaya Tersengat Arus Listrik
Instalasi listrik harus aman, terlindung, dan bebas dan gangguan. Mematikan
semua peralatan listrik sebelum pulang kerja terlebih menjelang libur akhir pekan
sangat perlu diperhatikan. Memberikan trafo ataupun stabilizer komputer tetap
hidup walaupun komputer dan perlengkapanya sudah dimatikan belum menjamin
hal itu sudah aman, apalagi jika trafo / stabilizer itu diletakkan begitu saja di atas
lantai yang beralasan karpet ataupun kayu. Sungguh hal itu sangat membahayakan
karena panas yang berasal dan peralatan tersebut bisa membakar dan
menghanguskan karpet ataupun kayu.Demikian juga pemakalan peralatan listrik
untuk rumah tangga seperti mesin cuci, setrika, dan vacuum cleaner.
Perhatikan jangan sampai ada kabel yang terbuka, yang mengakibatkan
bahaya hubungan singkat (konslet) atau tersengat aliran listnik yang mematikan.
Jika kabel isolasi kabel rusak ganti dengan ukuran dan daya listrik yang sama.
Jangan sampai diubah dengan alasan supaya lebih murah. Jika menggunakan
kompor microwave, jangan sekali-kali membuka saat kompor bekerja, hanya karena
ingin melihat hasil masakan karena hal ni sangat berbahaya.
Kebiasaan makan-makanan kecil di tempat kerja, sisa makanan yang jatuh di
lantai maupun yang tersisa cenderung mengundang masuknya tikus, dan jika tikus
telah masuk, resiko yang lebih serius selain kabel-kabel listrik dan telpon yang rusak
akibat gigitan tikus, juga merusak peralatan kerja lainnya seperti misalnya printer,
kertas-kertas file.
16
f. Kebersihan
Biasakanlah mencuci dan mengeringkan tangan sebelum maupun sesudah
mengerjakan sesuatu yang kotor, berdebu, berminyak, dan lain-lain. Tindakan ini
sangat sederhana namun sangat ampuh untuk menghindari kuman-kuman
penyakit. Demikian juga kebersihan dapur, kantin dan peralatan makan, baik
ditempat kerja maupun di rumah. Karena kasus keracunan makanan yang berasal
dan bakteri seperti E.coli dan salmonella selalu berasal dan ketidakbersihan bahan
makanan dan peralatan makan.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan, masyarakat RT.05 Perumahan Puspita mayoritas bekerja
sebagai Pegawai Swasta dan Perkantoran. Paradigma pelayanan kesehatan harus
berubah kearah upaya pelayanan promotif dan preventif (tanpa meninggalkan kuratif
dan rehabilitatif) yang mejangkau seluruh masyarakat yang menjadi tanggungjawab
Pemerintah Daerah dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perkantoran sangat penting untuk melindungi
pekerja dari segala gangguan akibat proses kerjanya. Pendekatan kantor sehat adalah
mewujudkan hak masyarakat pekerja di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan K3 di
Perkantoran diperlukan adanya Komitmen dari Pimpinan tempat kerja demi
terwujudnya Karyawan yang sehat, bugar dan produktif
18
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung.
19