Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih


tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-negara berkembang, kebanyakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang-bidang pertanian, perikanan dan
perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan yang
kurang memadai mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan tingginya
angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan pemakaian zat-zat berbahaya yang
mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak terungkap termasuk kanker, penyakit
jantung dan stroke. Praktek-praktek ergonomis yang kurang memadai mengakibatkan
gangguan pada otot, yang mempengaruhi kwalitas hidup dan produktivitas pekerja. Selain
itu, masalah-masalah sosial kejiwaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan
masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker
yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental (Pia K. M.,
2004)

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus
dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal
tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.

Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena
masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal.
Disamping itu, setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan
160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-
bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat
kecelakaan-kecelakaan dan penyakitpenyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25
triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP).

ILO melaporkan juga bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di
tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di

1
dunia. Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
kasus kecelakaan kerja meningkat. Dari 96.314 kaus kecelakaan kerja di Tahun 2009,
meningkat mencapai 103.285 kasus kecelakaan kerja di Tahun 2013. BPJS Ketenagakerjaan,
yang semula dikenal dengan nama PT Jamsostek mencatat, di Indonesia tidak kurang dari 9
orang meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja setiap harinya dimana angka
kematian akibat kerja di Inggris sebagai pembanding, hanya mencapai angka 2 orang per
harinya.

Tidak hanya kecelakaan kerja yang menjadi masalah utama selain itu, Penyakit Akibat
Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja di RT.05 Perumahan Puspita Bukit Pinang Samarinda.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan


perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.

3
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber
daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.

2.1.1 Sebab-sebab Kecelakaan


Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan
nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan
yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh
diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk
menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan
setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,
ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat
dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak,
peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti
latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan
pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya
terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas
maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

4
2.1.2 Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan
itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan
harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk
seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada
hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil
atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk
seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan
tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal
diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar
upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor
kecelakaan tersendiri.

2.1.3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

5
2.1.4 Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar
masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak
keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat
kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2.1.5 Beban Kerja


Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8-24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

2.1.6 Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &
Work Related Diseases).

2.1.7 Pengertian dan Jenis – jenis alat pelindung diri


Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang
digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk menjaga
keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain ditempat kerja.

6
1. Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa
mengenai kepala secara langsung.

2. Safety Belt
Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di atas
ketinggian.

3. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.

7
4. Sepatu Karet
Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja
yang berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet di
lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda
panas, cairan kimia, dsb.

5. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi
yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di
sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

8
6. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

7. Jas Hujan (Rain Coat)


Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu
hujan atau sedang mencuci alat).

9
8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

9. Penutup Telinga (Ear Plug)


Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

10. Pelindung Wajah (Face Shield)


Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal
pekerjaan menggerinda).

Namun demikian APD memiliki syarat-syarat sebagai berikut :


-Enak dipakai
-Tidak mengganggu
-Memberikan perlindungan yang efektif sesuai dengan jenis bahaya tempat kerja.

10
2.2 Hasil Analisa Data Pekerjaan di RT.05 Perumahan Puspita Kelurahan Bukit Pinang

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian


No. Pekerjaan Jumlah penduduk
1. PNS 19
2. Wiraswasta 14

3. Pegawai 51
swasta/Kantoran
4. Pensiuman 11

5. Wartawan 1

6. Pedagang 2

7. Purnawirawan 1

Dari hasil yang didapatkan, masyarakat RT.05 Perumahan Puspita mayoritas bekerja
sebagai Pegawai Swasta.

2.2.1 Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Perkatoran

Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan


tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko
bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai
yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.

Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura


dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building
Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%,
sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%,
lemah 31%.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23


mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-
garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

11
2.2.2 Hal-hal yang berhubugan dengan Pelaksanaan K3 Perkantoran

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan


dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2
(dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :

 Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap


bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
 Jaringan elektrik dan komunikasi.
 Kualitas udara
 Kualitas pencahayaan.
 Kebisingan.
 Display unit (tata ruang dan alat).
 Hygiene dan sanitasi.
 Psikososial.
 Pemeliharaan.
 Penggunaan Komputer.

2.3 Permasalahan K3 Perkantoran


1. Kontruksi Gedung
a. Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).
b. Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan
seperti asbes dll.
c. Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna
yang disesuaikan dengan kebutuhan.
d. Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting
seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll.

12
2. Kualitas Udara
a. Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
b. Kontrol terhadap polusi
c. Pemasangan “Exhaust Fan” (perlindungan terhadap kelembaban udara).
d. Pemasangan stiker, poster “dilarang merokok”.
e. Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk,
ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC)
minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk
pencegahan penyakit “Legionairre Diseases“.
f. Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
g. Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan
debu, bau dll.
h. Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat
kesehatan dan keselamatan, dll.
i. Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
j. Pemasangan fan di dalam lift.

3. Kualitas Pencahayaan
a. Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk
membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala
diukur dengan Luxs Meter)
b. Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
c. Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi
cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
d. Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
e. Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang
digunakan.
f. Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.

13
2.4 Arti Keselamatan dan Kepedulian Diri akan Bahaya
Banyak karyawan mengalami cedera / luka ketika melakukan pekerjaan di rumah
dan saat berada di jalan ketika berangkat dan pulang kerja, baik saat menaiki
kendaraan umum, dengan sepeda motor, bermobil, atau ketika sedang menikmati
liburan.
Dibandingkan di tempat kerja, sesungguhnya kecelakaan di luar jam kerja lebih
banyak terjadi, hanya sayangnya tidak ada data ataupun catatan untuk
membuktikannya. Celaka / cedera yang terjadi di luar jam kerja / saat tidak bekerja
sangat mempengaruhi angka absensi kerja. Sebagai akibatnya, para karyawan harus
kehilangan waktu kerjanya, mencari pengganti, dan tertundanya pekerjaan sehingga
keseluruhan produktivitas perusahaan sangat terganggu.

a. Keselamatan berarti “Selalu Siap”


Keselamatan tidak seperti memutar tombol listrik ke ON, dan langsung dapat
memulai pekerjaan. Dengan usaha yang keras dan sungguh-sungguh serta
dukungan dan partisipasi dan seluruh karyawan dan pimpinan, kecelakaan di
tempat kerja dapat ditekan bahkan dihilangkan, dan keselamatan kerja menjadi
bagian dan pola kerja serta prioritas utama dalam pekerjaan, yaitu berproduksi
dengan aman dan selamat. Memang tidak ada yang bisa memastikan di mana
kecelakaan akan dan bisa terjadi. Tidak ada yang merasa diuntungkan jika Seorang
karyawan menderita celaka, bahkan jika sampai cacat sekalipun.
Jika ada anggota keluarga yang sakit atau mendapat kecelakaan di rumah,
hal ini bisa menyebabkan karyawan absen ataupun izin untuk tidak masuk kerja,
untuk menolong ataupun ia tetap masuk kerja, maka kualitas dan kuantitas kerjanya
pun akan terganggu, karena kurangberkonsentrasi, lelah karena kurang
tidur/istirahat, bahkan staminanya menurun karena waktu makan dan minum yang
terabaikan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, beberapa perusahaan terkemuka mulai
memperhatikan masalah-masalah kehidupan pribadi dan keluarga pekerja, yang
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan karyawan dan keluarga secara
keseluruhan. Mengapa demikian? Karena tiap tahun perusahaan harus
mengeluarkan biaya untuk perawatan kesehatan bagi karyawan dan juga
keluarganya, termasuk di dalamnya biaya perawatan kesehatan dan tindakan medis
yang harus dibayar karena kecelakaan di luar jam kerja, di dalam maupun di luar
rumah.
Pihak perusahaan menyadari biaya biaya tersebut dapat dihemat atau ditekan,
antara lain dengan melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan di Rumah
melalui kampanye, bulletin perusahaan, pelatihan pekerja, dan cara-cara lain yang

14
mungkin dan bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan
arti penting selamat dan sehat bagi karyawan dan anggota keluarganya di rumah.

b. Keselamatan di Jalan Raya


Angka kecelakaan lalu lintas di negara kita cukup tinggi dan cenderung
bertambah, serta kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengendara sepeda motor
merupakan jumlah dan pemakan korban terbesar baik meninggal dunia maupun
luka luka. Para pengemudi kendaraan perusahaan, dan pengendara truk sampai ke
tenaga penjualan, sebaiknya diberi pengarahan tentang teknik pengemudi yang
aman. Demikian juga para pekerja yang memakai kendaraan bermotor untuk
berangkat dan pulang kerja, harus memahami teknik pengendara yang benar,
mengenali kondisi kendaraanya, selalu mematuhi aturan berlalu lintas, tidak
bertelpon ria dengan hand phone saat mengendara dan juga memakai alat
pelindung diri yang diwajibkan, seperti helm, sabuk pengaman, serta dapat
mengendalikan emosi disaat keadaan lalu lintas yang macet. Perlu diingat bahwa
kecelakaan lalu lintas tidak saja mengakibatkan kematian dan luka-luka tetapi juga
kerugian materi yang tidak sedikit.

c. Alat Pelindung Diri


Seorang pekerja pabrik memerlukan helm, safety shoes, masker udara,
sarung tangan, dan peralatan keselamatan dan pelindung lainnya untuk melindungi
dirinya dan bahaya dan celaka yang mungkin bisa menimpanya. Seorang pekerja
kantor tidak memerlukan alat pelindung diri seperti pekerja pabrik, tetapi tetap
harus waspada dan hati-hati, karena ada bahaya yang mengintai seperti tersengat
arus listrik dan peralatan kantor yang saat ini banyak memakai listrik. Selain itu,
beberapa jenis kegiatan, terutama yang menyangkut hobi dan olah raga,
memerlukan alat pelindung diri seperti helm untuk bersepeda, sarung tangan,
kacamata pelindung, sepatu sabuk pengaman, dan lain lain, sesuai kebutuhan dan
bahaya yang mungkin terjadi. Bahkan, bagi mereka yang suka mengisi waktu
luangnya dengan membuat peralatan / hobi bertukang, harus waspada terhadap
kondisi tangga, terkena / tersiram bahan kimia cair, bahan pembersih, pestisida,
ataupun terhirup bahan-bahan pelarut / solvet. Demikian juga mereka yang bekerja
dengan perkakas tangan yang tajam dan anggota badan yang lain. Jadi, perlu
diperhatikan cara pemakaian alat kerja yang benar dan pemakaian pelindung din
yang sesuai.

15
d. Bahaya Tersengat Arus Listrik
Instalasi listrik harus aman, terlindung, dan bebas dan gangguan. Mematikan
semua peralatan listrik sebelum pulang kerja terlebih menjelang libur akhir pekan
sangat perlu diperhatikan. Memberikan trafo ataupun stabilizer komputer tetap
hidup walaupun komputer dan perlengkapanya sudah dimatikan belum menjamin
hal itu sudah aman, apalagi jika trafo / stabilizer itu diletakkan begitu saja di atas
lantai yang beralasan karpet ataupun kayu. Sungguh hal itu sangat membahayakan
karena panas yang berasal dan peralatan tersebut bisa membakar dan
menghanguskan karpet ataupun kayu.Demikian juga pemakalan peralatan listrik
untuk rumah tangga seperti mesin cuci, setrika, dan vacuum cleaner.
Perhatikan jangan sampai ada kabel yang terbuka, yang mengakibatkan
bahaya hubungan singkat (konslet) atau tersengat aliran listnik yang mematikan.
Jika kabel isolasi kabel rusak ganti dengan ukuran dan daya listrik yang sama.
Jangan sampai diubah dengan alasan supaya lebih murah. Jika menggunakan
kompor microwave, jangan sekali-kali membuka saat kompor bekerja, hanya karena
ingin melihat hasil masakan karena hal ni sangat berbahaya.
Kebiasaan makan-makanan kecil di tempat kerja, sisa makanan yang jatuh di
lantai maupun yang tersisa cenderung mengundang masuknya tikus, dan jika tikus
telah masuk, resiko yang lebih serius selain kabel-kabel listrik dan telpon yang rusak
akibat gigitan tikus, juga merusak peralatan kerja lainnya seperti misalnya printer,
kertas-kertas file.

e. Api dan Bahaya Kebakaran


Tempat kerja harus bebas dan bahaya api/kebakaran dengan menyingkirkan
dan menyimpan di tempat yang aman dan terpisah bahan-bahan yang mudah
terbakar, menutup rapat wadahnya, dan memberi label. Bagi mereka yang bekerja
di gedung bertingkat atau di ruangan yang lua dan tertutup, kenali di mana alat
pemadam api diletakkan, serta jalan-jalan menuju pintu keluar dan tangga darurat.
Selain itu pahami cara penyelamatan diri dan bahaya api/kebakaran yang
baik dan benar, juga cara menghindari bahaya asap. Jika terjadi kebakaran jangan
menggunakan lift untuk menyelamatkan diri, tetapi pakailah tangga darurat. Bahaya
api/kebakaran di rumah juga harus diperhatikan. Pemakaian kompor minyak tanah
harus memperhatikan sumbu dan kebersihannya. Sirkulasi udara ruangan juga perlu
diperhatikan. Bagi mereka yang menggunakan kompor gas LPG, ventilasi ruangan
harus baik dan terbuka, karena gas yang bocor cenderung melayang di bawah atau
di lantai, Sehingga harus ada ventilasi yang baik di bawah/dekat lantai. Jika tidak,
bukalah pintu dan jendela dan biarkan udara bebas masuk sebelum menyalakan
kompor.

16
f. Kebersihan
Biasakanlah mencuci dan mengeringkan tangan sebelum maupun sesudah
mengerjakan sesuatu yang kotor, berdebu, berminyak, dan lain-lain. Tindakan ini
sangat sederhana namun sangat ampuh untuk menghindari kuman-kuman
penyakit. Demikian juga kebersihan dapur, kantin dan peralatan makan, baik
ditempat kerja maupun di rumah. Karena kasus keracunan makanan yang berasal
dan bakteri seperti E.coli dan salmonella selalu berasal dan ketidakbersihan bahan
makanan dan peralatan makan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan, masyarakat RT.05 Perumahan Puspita mayoritas bekerja
sebagai Pegawai Swasta dan Perkantoran. Paradigma pelayanan kesehatan harus
berubah kearah upaya pelayanan promotif dan preventif (tanpa meninggalkan kuratif
dan rehabilitatif) yang mejangkau seluruh masyarakat yang menjadi tanggungjawab
Pemerintah Daerah dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perkantoran sangat penting untuk melindungi
pekerja dari segala gangguan akibat proses kerjanya. Pendekatan kantor sehat adalah
mewujudkan hak masyarakat pekerja di bidang kesehatan. Untuk melaksanakan K3 di
Perkantoran diperlukan adanya Komitmen dari Pimpinan tempat kerja demi
terwujudnya Karyawan yang sehat, bugar dan produktif

18
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan


kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung.

19

Anda mungkin juga menyukai