TUGAS SOFTSKILL
MAKALAH KESELAMATAN K3 PADA
PERTAMBANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara
yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat
pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan
dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.
Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23
tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu
pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam
pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan
dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor
riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu
sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik
dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau
coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca
perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif
terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan
Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan
baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat
teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka
menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian
berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian
materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang
tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan
kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang
tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan
K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensikonvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh
organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan
akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan
biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan
dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat
kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki
budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi
salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari
risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban
manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan
industri besar diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokokpokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi
UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut,
maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat,
didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu,
masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
1.
A.
B.
C.
D.
i.
ii.
iii.
iv.
1.
A.
B.
C.
D.
E.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
Faktor Personil
Kelemahan Pengetahuan dan Skill
Kurang Motivasi
Problem Fisik
Faktor Pekerjaan
Standar kerja tidak cukup Memadai
Pemeliharaan tidak memadai
Pemakaian alat tidak benar
Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
Tindakan Tidak Aman
Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
Posisi kerja yang salah
Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
Kondisi Tidak Aman
i.
ii.
iii.
iv.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan ataupun cipratan dari minyak saat
proses drilling. Kacamata ini memiliki bermacam jenis tergantung keperluan dan jenis
pekerjaannya. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan lensa khusus
sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Yang pasti, lensa ini tidak boleh
terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah, serpihan kaca malah
akan membahayakan penggunanya.
5. Safety Masker/masker respirator (Penyaring Udara) ; Safety Masker berfungsi
sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara
buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area pertambangan banyak
bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernafasan
dalam jangka waktu yang panjang. Ada berbagai jenis masker yang tersedia, mulai
dari masker debu hingga masker khusus dalam menghadapi bahan kimia yang
mudah menguap.
6. Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pelindung
tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera
tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang wajib digunakan didunia
pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak berinteraksi (menyentuh)
benda2 yang panas, tajam, ataupun yang beresiko terluka tergores saat melakukan
pekerjaannya. Penggunaan safety gloves pun beragam sesuai dengan jenis
pekerjaannya. Ada safety gloves khusus pekerjaan seperti mekanik/montir, ada yang
khusus untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, ataupun pekerjaan
seperti pengelasan.
7. Ear Plugs (Pengaman Telinga) ; Ear Plugs berfungsi sebagai alat pelindung yang
dilekatkan di telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. Ear plugs merupakan
alat pelindung pendengaran dari kebisingan. Penggunaan earplug ini mencegah
pekerja mengalami gangguan pendengaran seperti penurunan pendengaran akibat
terpapar kebisingan sewaktu bekerja di area kerja yang memiliki tingkat kebisingan
yang tinggi atau bekerja dengan peralatan yang mengeluarkan kebisingan tinggi.
Umumnya alat pendengaran kita hanya mampu menahan besaran kebisingan
sampai dengan 80-85 dB. Ear plugs pun memiliki berbagai ragam bentuk dan jenis
sesuai dengan peruntukkannya dalam pekerjaan.
8. Lampu Kepala ; Alat keselamatan ini biasanya khusus digunakan pada
penambangan bawah tanah (underground). Malam dan siang hari di terowongan tak
ada bedanya, sama-sama gelap. Itulah sebabnya, lampu kepala wajib dikenakan.
Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau baterai (elemen kering) yang
digantung di pinggang. Dibandingkan dengan baterai, aki memiliki beberapa
kelemahan, selain ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat yang
bocor dapat merusak pakaian.
9. Self Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas
beracun, alat inilah yang dapat mennjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat ini
dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama
memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari
jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.
10. Safety Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area pertambangan yang umumnya
licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya
akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot juga harus dilengkapi
dengan sol berlapis logam untuk melindungi jari kaki.
11. Safety Harness (Tali Pengaman) ; Alat ini berfungsi sebagai pengaman saat
bekerja di ketinggian. Alat ini wajib digunakan apabila bekerja pada ketinggian lebih
dari 1,8 meter.
Pencarian lainnya yang berhubungan dengan postingan ini : alat pelindung
keselamatan kerja,alat perlindungan diri dalam kesehatan, alat keselamatan
diri, alat alat pelindung diri. Alat keamanan kerja, alat alat keselamatan kerja
k3, alat pelindung kaki, alat keselamatan kerja las.Alat pelindung diri
kesehatan, pelindung tangan, peralatan perlindungan diri, alat pelindung diri
apd. Alat pelindung, alat proteksi diri, apd alat pelindung diri, alat pelindung
diri di tempat kerja,alat-alat keamanan kerja, alat pelindung diri untuk
keselamatan kerja. Alat pelindung diri dalam bekerja, alat pelindung badan.
12. Safety Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil, alat
berat, pesawat, helikopter, dsb).
13. Raincoat (Jas Hujan) ; Berfungsi untuk melindungi pekerja dari percikan air saat
bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Terpapar air
secara langsung dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penyakit seperti
infulensa dan demam, yang pada akhirnya akan mengganggu optimalisasi pekerjaan
dari pekerja tersebut.
14. Face Shield (Pelindung Wajah) ; Alat ini berfungsi sebagai pelindung wajah dari
percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggurinda dan las). Di dunia
tambang, alat ini biasanya banyak digunakan oleh para mekanik dan welder.
15. Lifevest (Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan saat kita beraktivitas di wilayah
perairan/di atas air. Biasanya untuk menjangkau suatu lokasi tambang harus
melewati perairan dengan menggunakan alat transportasi. Alat ini harus selalu
dikenakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan
(alat transportasinya karam/terbalik). Lifevest harus selalu rutin di periksa untuk
mengecek daya ambang atau daya apungnya.
Note : the outlines of the amendments including the above 3 points are as follows.
(2) Six points of the amendments of the Industrial Safety and Health Act, this time,
are as follows.
1. Review of the way that should be, of the appropriate control of the hazardous
chemicals.
To make it compulsory obligation that the employer shall conduct the medical
examination in order to assess the degree of the workers mental burden for
his/her worker by the physician, public health nurse or other competent person.
However, this compulsory obligation shall, for a while, be such one as to
endeavour to conduct the said medical examination for each workplace of the
scale defined by Cabinet Order ( provided for as regularly employing less than
fifty workers.
To make it compulsory obligation that the employer, when he/she conducted the
medical examination in order to assess the degree of the workers mental burden
for his/her worker by the physician, public health nurse or other competent
person, shall provide the worker who was informed the results of the examination
and desires to get the guidance with face-to-face by the physician for him/her, and
then based on its results, the said employer, by taking into consideration of the
opinions of the physician, and when it is deemed necessary, shall take measures
including changing the work contents, shortening the working hours, or other
appropriate measures. (With regard to the new establishment of Article 66-10)
Note1: this provision will be enforced from 1st, December, 2015.
Note2: the treatment of this compulsory obligation to conduct the examination
into allowing a certain scale of workplace to endeavour to conduct it for a while,
bases its legal ground on the supplementary provision added this time revision.
Note3: this system is so called as Stress-Check System, expressed in the Notice
of No. 0501-3, dated 1st, May, 2015, issued by the Director General, Labour
Standards Bureau, prescribing details and interpretation of this System.
3. Promotion of such measures as to prevent harmful influences by Passive
Smoking,
To add the Air Purifying Respirator with electric powered fan, which is
obligated that workers shall use in such workplaces as the concentration of the
dust is high in the air, to the machines to be undergone the type examination by
the registered type examination agency. (With regard to the amendment of Article
42, 44-2, 46, 88, appended Table2, etc.; omitted in this paper.)
Note; this provision was enforced from 1st, December, 2014.
Disclaimer
This translation is not formally accepted, because the only legally effective texts
of the main provisions, mentioned above are the ones which were published in
Japanese, in the Official Gazette, issued by the Government of Japan.
However, this translation is offered as a reference in order to promote the
international understanding of the main provisions among the amendments by the
Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments of the Industrial
Safety and Health Act.
While great care is taken with the Translation of the main provisions among the
amendments by the Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments
of the Industrial Safety and Health Act, from the Japanese, original, legal text into
English, in the following Appendix the International Affairs Division,
International Affairs Center, Japan Industrial Safety and Health Association,
accepts no responsibility for meaning of these provisions included in the following
translation, as legally actual effects.
Appendix II
The main provisions among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25,
2014) making partial amendments of the Industrial Safety and Health Act
The Amended Provisions (abstract)
(Investigation, etc. to be carried out by Employer)
Article 28-2 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry
of Health, Labour and Welfare, endeavour to investigate the danger or harm etc.,
due to buildings, facilities, raw materials, gases, vapours, dust, etc. (excluding the
danger or harm, etc., due to the materials, provided for in the Cabinet Order,
provided for in paragraph (1) of Article 57 and the notifiable substances provided
for in paragraph (1) of Article 57-2 and those arising from work actions and other
duties, and to take necessary measures preventing from dangers or health
impairment to workers, in addition to taking the measures provided for by the
provisions pursuant to this Act or the orders, based on the results of the said
investigation. However, in case of the investigation other than investigation to
substances including chemicals, preparations containing chemicals and others,
which are likely to bring about danger or health impairment to workers, this shall
apply to the employer of the undertaking in the manufacturing industry or other
industries provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and
Welfare. Paragraph (2) and (3); Omitted here.
(Investigation with respect to the materials, provided for in the Cabinet Order
based on paragraph (1) of Article 57 and the notifiable substances , etc. to be
carried out by Employer)
Article 57-3 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry
of Health, Labour and Welfare, investigate the danger or harm etc., due to the
materials, provided for in the Cabinet Order, provided for in paragraph
(1) of Article 57 and the notifiable substances.
(2) The employer shall endeavour to take necessary measures for preventing
dangers or health impairment to workers, in addition to taking the measures
provided for by the provisions pursuant to this Act or the orders, based on the
results of the investigation provided for inthe preceding paragraph.
(3) The Minister of Health, Labour and Welfare shall make publish the necessary
2 guidelines relating to the measures provided for in the preceding two paragraphs
to achieve an appropriate and effective implementation thereof, in addition to
those provided for in paragraph (1) and (3) of Article 28.
(4) The Minister of Health, Labour and Welfare may provide individual employers
and organizations of employers with necessary guidance and assistance, etc.,
under the guidelines in the preceding paragraph.
(Medical examination for assessing the degree of a mental burden of the worker )
Article 66-10 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the
Ministry of Health, Labour and Welfare, conduct the medical examination in order
to assess the degree of the workers mental burden for his/her worker by the
physician, public health nurse or other competent person (hereafter, referred as
the physician, etc.).
(2) The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, ensure to be notified the results of the medical
examination, provided for in the preceding paragraph from the physician, etc. who
conducted the said examination, to the worker, examined pursuant to the
preceding paragraph. In this case, the said physician, etc. shall not offer the results
of the said examination to the employer concerned without the advance consent to
do so from the said worker.
(3) In case where his/her worker, among the workers concerned who received the
notification, pursuant to the preceding paragraph, and his/her workers degree of
the burden of mental health fallsunder the required condition considering the
maintenance of the said workers health as provided for by the Ordinance of the
Ministry of Health, Labour and Welfare, and when his/her worker concerned,
makes an offer to be undergone the face-to-face guidance by the physician, the
employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health,
Labour and Welfare, conduct the face-to-face guidance by the physician to the
said worker. In this case, the employer concerned, shall not make a
disadvantageous treatment to the said worker.
(4) The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, record the result of the face-to-face guidance by the
physician, pursuant to the preceding paragraph.
(5) The employer shall, based on the results of the face-to-face guidance by the
physician, pursuant to the provision of the third paragraph, as provided for by the
Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, listen to the opinions of
the physician concerned, about the necessary measure in order to maintain the
health of the said worker.
(6) The employer shall, by taking consideration of the opinions of the physician,
pursuant to the preceding paragraph, and when it is deemed necessary, take 3
measures including changing the location of work, changing the work contents,
shortening the working hours, reducing the frequency of night work or other
measures, along with reporting the opinion of the said physician to the Health
Committee, the Safety and Health Committee or the Committee for the
Improvement of Establishing Working Hours, and other appropriate measures,
considering the circumstances of the said worker.
(7) The Minister of Health, Labour and Welfare shall publish the necessary
guidelines relating to the measures in the preceding paragraph to achieve an
appropriate and effective implementation thereof.
(8) The Minister of Health, Labour and Welfare may, when the Minister published
the guidelines, pursuant to the preceding paragraph, and it is deemed necessary,
provide individual employers and organizations of employers with the necessary
guidance and assistance, etc., under the guidelines in the preceding paragraph.
(9) The State shall endeavour to conduct study training for the physician, etc.,
with respect to the influences due to the degree of the mental burden of the worker
in order to maintain the workers health, in addition, to take such measures as to
provide health counselling and other services to the said worker, in order to
promote the health of the said worker who uses the notified results, pursuant tothe
second paragraph.
(Prevention of Passive Smoking)
Article 68-2 The employer shall endeavor to take necessary measures in order to
Prevent the Passive Smoking (meaning to inhale tobacco smoke, blown out by
other people, the interior of the building or in the other equivalent environment. In
the paragraph (1) of Article 71, referred to as the same.), considering the
circumstances of the said employer and his/her workplace.
Supplementary Provisions
(special case for the Medical examination for assessing a degree of a mental
burden of the worker )
Article 4 In applying of Article 66-10 to the workplace other than the one
provided for the paragraph (1) of Article 13, shall conduct in paragraph (1) of
the said Article shall be read for a while as shall endeavour to conduct.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
1.
A.
B.
C.
D.
i.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada
di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam
kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini
ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah
sebagai berikut :
Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut kejadian yang tidak
diinginkan).
Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari
peristiwa yang tidak diinginkan.
Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau
mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan
memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi
bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti
sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan
membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah
analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa
besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau
pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan
menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan
penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah
dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah
sebagai berikut :
Menimalkan kerugian yang lebih besar
Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah,
terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait
dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu
dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
Karakteristik gas
Sumber pemicu kebakaran/ledakan
Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
Pengukuran konsentrasi gas
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
BAB III
PEMBELIAN DAN PERAWATAN K3
Penanganan K-3 adalah tanggung jawab seluruh individual yang terlibat di dalam
perusahaan, namun secara struktural perlu dibentuk Bagian K3 dan
Lingkungan, dimana Kepala Bagian-nya diposisikan sebagai Wakil Kepala Teknik
Tambang yang langsung bertanggung jawab kepada General
Managersebagai Kepala Teknik Tambang. Bagian tersebut selain melakukan
inspeksi juga sebagai evaluator dan bersifat administratif, dengan tugas :
a) Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kejadian kecelakaan dan
menganalisanya
berjalan dengan aman. Alat perlindungan diri (APD) standar seperti topi proyek,
sepatu pelindung, pelindung mata, masker dan pelindung telinga. Selain pakaian
pelindung tersebut, pemasangan papan-papan peringatan, rambu lalu lintas,
ketentuan atau peraturan pengunaan peralatan yang sesuai dengan fungsinya dan
ketentuan-ketentuan yang membuat lokasi kegiatan aman dan di dukung oleh
personil yang menangani setiap kegiatan menguasai operasional akan menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja dapat berlangsung baik.
Lokasi tambang juga harus dilengkapi fasilitas pemadam kebakaran dan unit
kesehatan termasuk gawat darurat yang dilengkapi paramedik on-site dan alat-alat
medis serta obat-obatan. Akan lebih baik lagi jika unit kesehatan ini juga
dilengkapi dengan mobil ambulance.
Langkah-Langkah Pelaksanaan K-3 Pertambangan
Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak akan berhasil apabila tidak
ada program yang jelas dan terarah. Dengan adanya program pelaksanaan
pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih terarah maka
keberhasilan atau penampilan dari pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
lebih mudah dievaluasi dan diatur untuk perbaikan dan peningkatan dalam
program atau waktu selanjutnya.
Langkah-langkah pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang baik adalah :
Membuat peraturan perusahaan
Berdasarkan Kep Men No.555.K disebutkan bahwa Kepala Inspeksi Tambang
harus menerbitkan sekurang-kurangnya 12 pedoman teknis. Selain itu juga
membuat peraturan perusahaan atau pedoman-pedomankerja dan operasi berupa
SOP (Standart Operation Procedure) yang khusus menyangkut keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan pemerintah tentang masalah ini.
Jadi dukungan manajemen terhadap keberhasilan dari pengelolaan keselamatan
dan kesehatan kerja sangat menentukan, karena bagaimanapun baiknya suatu
organisasi dengan program keselamatan kerja yang baik pula, tidak akan berhasil
tanpa dukungan dari manajemen. Dukungan dari manajemen dapat dibuat dengan
tertulis bahwa manajemen mempunyai komitmen terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja, dan dukungan tersebut harus diikuti dengan penyediaan dana dan
perhatian yang cukup.
Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus, Peraturan perusahaan yang
bersifat umum berlaku untuk seluruh kegiatan yang ada, mulai dari lokasi
penambangan, jalan angkut Batubara dan stock pile. Peraturan yang bersifat
khusus dibuat pada masing-masing kegiatan, karena masing-masing kegiatan
tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda, sehingga harus dibuat peraturan
khusus yang spesifik.
Program pendidikan dan latihan dasar K3
Program pendidikan dan pelatihan ini sangat diperlukan, agar pekerja dapat
memahami bagaimana dan pentingnya untuk melakukan pekerjaannya dengan
aman. Program pendidikan atau pelatihan, adalah untuk pekerja baru, pelatihan
untuk pekerja dengan tugas baru dan pelatihan penyegaran untuk pekerja lama.
Materi-materi yang biasa disampaikan dalam pelatihan ini adalah: membuat tata
e. Jas laboratorium
f. Pemadam api
g. Kotak P3K
a. Penutup belt conveyor
b. Rambu-rambu keamanan
c. Pagar pengaman
5 Jalur Belt Conveyor
d. Lampu penerangan
e. Kabel pemutus aliran
listrik darurat
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
Jalan angkut dari
shoes
tambang
c. Kacamata / Sunglasses
6
kestockpileinstalasi d. Sarung tangan
pengolahan
kulit / leather gloves
e. Masker + ear plug
f. Bendera tanda kendaraan
g. Rambu lalu lintas
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather
7 Pelabuhan
gloves
e. Masker + ear plug
f. Pemadam api
g. Bendera tanda kendaraan
h. Kotak P3K di setiap
kendaraan tambang
i. Rambu lalu lintas
Tabel 8. Langkah-langkah Pelaksanaan K-3 Pertambangan
No Kegiatan
Uraian
a. peninjauan / pengecekan
untuk mengantisipasi
kekurangan dan kondisi
tidak aman
b. penertiban sesuai peraturan
1 Patroli Keamanan
K-3
c. melaporkan secara lisan /
tertulis kepada supervisor
bagi pelanggar peraturan
d. mengontrol batas kecepatan
kendaraan tambang
2 Inspeksi Keamanan a. cek kondisi pemadam api,
mela-kukan inventarisasi
6
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak
dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau
orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan
pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi
upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan
oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti
kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,
dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara
benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman
bahaya di tempat kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk
manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan
manajemen perusahaan yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari
perusahaan untuk mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan, kerugian pada diri pekerja, bahkan kerugian pada Negara. Oleh
karena itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan
saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat khusunya masyarakat
pekerja di pertambangan tersebut guna meminimalisir segala kerugian yang dapat
terjadi.
Sumber : https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/kesehatan-dankeselamatan-kerja-di-pertambangan/
http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/keselamatan-dan-kesehatankerja/pertanyaan-mengenai-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-di-indonesia-1
nfotambang.com/organisasi-prosedur-dan-perlengkapan-pelaksanaan-k-p451142.htm