PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta
mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat
2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan.
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan
memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor
fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan
menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik
dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social
responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi;
memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor
dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber
energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan
memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi,
menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka
diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan
suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun
lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber
daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan
teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3
merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan,
untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan
ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3
secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang
dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan
menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat
berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja
sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong
semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki
budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya
industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan
di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat
kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan
produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya
dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.
Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri
yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan industri besar diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan
itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun
1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan
dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu
Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air,
di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia
K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan
lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan
mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi
yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik
keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam
melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan
cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran
mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
1. Faktor Personil
A. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
B. Kurang Motivasi
C. Problem Fisik
D. Faktor Pekerjaan
i. Standar kerja tidak cukup Memadai
ii. Pemeliharaan tidak memadai
iii. Pemakaian alat tidak benar
iv. Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
1. Tindakan Tidak Aman
A. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
B. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
C. Posisi kerja yang salah
D. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
E. Kondisi Tidak Aman
i. Tidak cukup pengaman alat
ii. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
iii. Kebisingan/debu/gas di atas NAB
iv. Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan
Prosentasenya:
1. Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
2. Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
3. Diluar kemampuan manusia (2%)
9. Self Rescuer
Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat
inilah yang dapat mennjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat ini dirancang dapat
memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama memang, tapi ini
diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari jalan keluar atau
mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah
mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda
mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara
(beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit)
dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini
mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar
manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat
instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan
risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan
alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan
penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi
terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di
tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan
diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses
pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut kejadian yang tidak diinginkan).
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa
yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau
mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan
mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya
untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk
dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational
Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi.
Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai
seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian
resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan
APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai
pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut
:
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam
bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini
harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah
tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1. Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
A. Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
B. Karakteristik gas
C. Sumber pemicu kebakaran/ledakan
D. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
i. Pengukuran konsentrasi gas
ii. Pengontrolan sistem ventilasi tambang
iii. Pengaliran gas (gas drainage)
iv. Penggunaan alat ukur gas
v. Penyiraman air (sprinkling water)
vi. Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
vii. Teknik pencegahan ledakan tambang
Penyiraman air (water sprinkling)
Penaburan debu batu (rock dusting)
Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
- Pemisahan rute (jalur) ventilasi
- Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi
tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
Lokasi tambang juga harus dilengkapi fasilitas pemadam kebakaran dan unit kesehatan
termasuk gawat darurat yang dilengkapi paramedik on-site dan alat-alat medis serta obat-obatan.
Akan lebih baik lagi jika unit kesehatan ini juga dilengkapi dengan mobil ambulance.
Peran K3 Terhadap Upaya Kesehatan Masyarakat
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.
Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang
kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi
kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal (Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan Program Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Dengan Komitmen Pekerja, 2007)
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat
serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau
negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat
ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja (Hubungan Sikap
Pekerja Terhadap Penerapan Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Dengan Komitmen
Pekerja, 2007)
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku
serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era
globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat
ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan
hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi
perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk
menghadapi persaingan global. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit
pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat
rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi (Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan
Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Dengan Komitmen Pekerja, 2007).
Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus, Peraturan perusahaan yang
bersifat umum berlaku untuk seluruh kegiatan yang ada, mulai dari lokasi penambangan, jalan
angkut Batubara dan stock pile. Peraturan yang bersifat khusus dibuat pada masing-masing
kegiatan, karena masing-masing kegiatan tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda,
sehingga harus dibuat peraturan khusus yang spesifik.
Program pendidikan dan latihan dasar K3
Program pendidikan dan pelatihan ini sangat diperlukan, agar pekerja dapat memahami
bagaimana dan pentingnya untuk melakukan pekerjaannya dengan aman. Program pendidikan
atau pelatihan, adalah untuk pekerja baru, pelatihan untuk pekerja dengan tugas baru dan
pelatihan penyegaran untuk pekerja lama. Materi-materi yang biasa disampaikan dalam pelatihan
ini adalah: membuat tata cara yang aman untuk melakukan pekerjaan, mengidentifikasi potensi
bahaya yang ada dalam lingkungan kerja dan bagaimana cara pencegahan dan tindakan yang
harus dilakukan untuk menghindari apabila bahaya tersebut terjadi. Program pendidikan dan
pelatihan akan dilaksanakan selama kegiatan tambang berlangsung.
Perawatan peralatan kerja.
Guna mencegah terjadinya kecelakaan, maka perlu dilakukan perawatan secara berkala
terhadap semua peralatan yang dipergunakan. Peralatan pelindung diri, sebaiknya diberikan
secara secara berkala dan dibatasi waktu pemakaiannya, untuk menjamin keefektifan alat ketika
dipergunakan.
Kesehatan kerja.
Selain penggunaan peralatan dalam upaya perlindungan terhadap kecelakan, pemeriksaan
kesehatan karyawan wajib dilakukan, baik pada awal mulai bekerja maupun secara berkala
selama dinas kerja. Hal ini dapat mengurangi tingkat kecelakaan akibat penurunannya tingkat
kesehatan pekerja dan karyawan. Rencana pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja harus
termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1. Tingkatan kewenangan dan tanggung jawab untuk kesehatan dan keselamatan kerja di
organisasi.
2. Detail program pelatihan dan induksi.
3. Sistem pencatatan kesehatan & pengobatan
4. Penilaian resiko.
5. Prosedur operasional standar untuk daerah beresiko tinggi.
6. Program pencanangan keselamatan kerja.
7. Pengurus keselamatan kerja dan rapat.
8. Waktu dan format untuk rapat toolbox keselamatan kerja.
9. Laporan Kecelakaan/bahaya dan prosedur investigasi.
10. Analisa statistika keselamatan kerja.
11. Program audit & inspeksi keselamatan kerja.
12. Pencanangan dan pengawasan kesehatan.
13. Persyaratan keselamatan kerja.
14. Kebijakan peralatan keselamatan.
15. Analisa pekerjaan keselamatan kerja.
16. Perizinan.
Pengawasan
Pengawasan dilakukan secara aktif dan berjenjang mulai dari pekerja di lapangan sampai
manajer sehingga efektif dan kondisi aman dari suatu kegiatan akan terjaga terus. Selain itu juga
dilakukan pengawasan silang, karena sering terjadi pengawas dan pekerja disuatu bagian tertentu
menjadi terbiasa dan tidak menyadari akan adanya suatu potensi bahaya. Pengawasan silang
diharapkan akan dapat menemukan hal-hal seperti ini dan harus segera dikoreksi.
Evaluasi program.
Perbaikan dan peningkatan program K3 Apabila menurut penilaian Inspektur Tambang
tingkat kecelakaan cukup memprihatinkan yang penyebabnya diduga berkaitan dengan lemahnya
program K3 perusahaan tersebut. Tim Evaluasi, yang anggotanya terdiri dari beberapa inspektur
tambang akan mengevaluasi, memperbaiki, dan meningkatkan program K3 dari perusahaan yang
bersangkutan.
Tabel 7. Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No Kegiatan Uraian
1 Patroli Keamanan a. peninjauan / pengecekan untuk
mengantisipasi kekurangan dan
kondisi tidak aman
b. penertiban sesuai peraturan K-3
c. melaporkan secara lisan /
tertulis kepada supervisor bagi
pelanggar peraturan
d. mengontrol batas kecepatan
kendaraan tambang
a. cek kondisi pemadam api,
mela-kukan inventarisasi dan
pengisian kembali jika perlu
b. cek kondisi fasilitas
transportasi
2 Inspeksi Keamanan
c. cek kondisi fasilitas bengkel
d. cek kondisi dan penataan
gudang
e. cek kondisi dan penataan camp
utama dan lokasi kerja
a. masalah keselamatan pada
Diskusi Masalah setiap jam
3
Keselamatan b. diskusi pagi, membantu dan
memonitor realisasi diskusi pagi
a. secara pendekatan pribadi,
Kampanye pembe-lajaran, mengedarkan
4 slogan, leaflet, dsb
Keselamatan
b. evaluasi
a. inventarisasi Alat Pelindung
Diri (APD)
b. cek kelengkapan pengaman
5 Pelindung Keamanan alat-alat
c. cek kelengkapan rambu-rambu
d. melengkapi kekurangan
6 Pemilihan Operator a. cek jenis peralatan
a. laporan kecelakaan tambang
b. laporan bulanan
7 Laporan Keamanan
c. laporan tahunan
d. laporan pelatihan
Rincian pengadaan peralatan pelindung diri (APD) dan peralatan kesehatan keselamatan
kerja Untuk mendukung pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (k-3), perusahaan
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Klinik darurat (ruang P3K) disediakan di site. Klinik dikelola oleh paramedic untuk 24 jam
selama masa produksi.
2. Pemeriksaan kesehatan pre-employment dilaksanakan sebagai bagian dari kriteria seleksi.
3. Pemberian peralatan Alat Pelindung Diri (APD) pada karyawan bagian tambang
dan workshop antara lain seperti :safety helmet, safety shoes, masker, hand gloves (hand picker
dan crew cabin), safety glasses (crew cabin).
4. Pada jalan angkut Batubara dan lokasi tambang dipasang rambu-rambu lalu lintas, lampu-
lampu penerangan, wafer truck, tanda-tanda pemberitahuan, himbauan, peringatan dan larangan.
5. Pada sekitar kantor workshop, gudang peralatan dan base campdisediakan ditempat yang
mudah dilihat, pemasangan dan penala aliran listrik dan pengunaaan sarana yang sesuai dengan
kapasitasnya, penyediaan perlengkapan P3K disetiap unit bagian.
6. Pada alat produksi dan peralatan listrik dilakukan hal-hal berikut: memberikan petunjuk
pemakaian alat (SOP); memasang perlindungan pada mesin bergerak; memasang perlindungan
pada bagian perlistrikan yang bertegangan tinggi; memasang tanda-tanda peringatan dan
larangan.
7. Pelatihan K3, yang meliputi: mengirimkan beberapa karyawan untuk mengikuti kursus K3;
pelatihan pemadam kebakaran, dan pelatihan lain yang berkaitan dengan K3.
8. Program komunikasi dan sosialisasi K3, yang mencakup:
a. Safety Talk (setiap hari sebelum kerja selama 5 menit).
b. Daily meeting, toolbox meeting, tentang masalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melibatkan karyawan, kontraktor sub kontraktor.
c. Pembuatan SOP yang berhubungan dengan K3.
d. Safety Inspection, yakni pemeriksaan kondisi lapangan serta menginventarisasi segala hal
yang berhubungan dengan K3, yang dilakukan Safety Committee.
e. Pemasangan spanduk dan motto K3, papan pengumuman, peringatan dan imbauan.
9. Pembuangan sampah ke lokasi disposal tambang
10. Tersedianya tenaga trampil untuk penanganan keadaan darurat.
11. Pelaksanaan administrasi dan pelaporan, yang meliputi:
a. Laporan kecelakan tambang.
b. Laporan jumlah rata-rata karyawan.
c. Laporan tingkat kekerapan kecelakaan tambang.
d. Laporan tingkat keparahan kecelakaan tambang.
e. Safety performance.
f. Laporan Produksi.
g. Laporan Eksploitasi.
12. Survey debu dan kebisingan individu akan dilaksanakan di sitesetiap tahun untuk para
karyawan yang lebih banyak bekerja di daerah yang berdebu dan bising.
13. Divisi keselamatan kerja dan klinik melaksanakan bagian dari operasional, survey kesehatan
dan kebersihan industrial di mess dan dapur beserta kualitas air.
14. Perusahaan berencana untuk mengembangkan rencana respon bahaya selama triwulan
pertama. Daerah-daerah beresiko tinggi sudah diidentifikasikan di tambang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak
dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang
diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam kerja tambang
dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap
timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja.
Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di
tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran
tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem, dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang
bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari
ancaman bahaya di tempat kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk
manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan
yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3
dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan, kerugian
pada diri pekerja, bahkan kerugian pada Negara. Oleh karena itu kesehatan dan keselamatan
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat
khusunya masyarakat pekerja di pertambangan tersebut guna meminimalisir segala kerugian
yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Ferdinan Siahaan .,2005. Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan Program Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Dengan Komitmen Pekerja, Usu Respositori.
Notoatmodjo S, 2004. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu prilaku
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta
Notoatmodjo Prof.Dr. Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni.Jakarta:Rineka
Cipta.
Silalahi, Bennett N.B. Dan Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen Keselatan Dan Kesehatan
Kerja (S.L): pustaka binaman pressindo.
Suma'mur .1991. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja: Jakarta Muhammad Hajir-
Nurrohim/52/872/409.