Anda di halaman 1dari 46

Makalah

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Studi kasus
Pekerja Proyek Pembangunan Hotel Panghegar Tewas Terjatuh
dari Lantai 20, Rabu 23 Maret 2011
Disusun Oleh:
Nama
Hendro kurniawan
M. Ilham Abrar
Dharma Priyanto
Kumala Indah
Ata Argadinata
Yeny Devita S.T.

NIM
1401190
1401148
1401077
1401049
1401256
1401002

SEKOLAH

TINGGI

TEKNOLOGI

MINYAK DAN

GAS BUMI
BALIKPAPAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan ridha-Nya sehingga Makalah K3 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam Mata
Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan S1-Teknik Perminyakan
Konsentrasi Teknik Geologi STT Migas Balikpapan.
Penyusun merasa bahwa makalah ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari pihak lain, oleh karena itu penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada:

Bapak Ivan Darma, selaku dosen mata kuliah K3.

Kepada Orang tua yang telah banyak memberi bantuan moril dan
spiritual.

Rekan-rekan Geologi angkatan 2014/2015 atas bantuan dan


kerjasamanya.

Serta pihak pihak lain yang telah memberikan bantuannya selama


penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.


Oleh Karena itu, penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih.

Balikpapan, 13 Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................2
1.3 TUJUAN........................................................................................................2
BAB II..................................................................................................... 3

2.1 Definisi Kecelakaan.......................................................................................3


2.2 Industri Konstruksi.......................................................................................10
2.4 Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi.......................................26
2.5 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja..............................................................27
2.6 Kerangka Konsep.........................................................................................29
2.7 Klasifikasi Kecelakaan Kerja.......................................................................29
2.8 Teori Penyebab dan Model Kecelakaan.......................................................30
2.8.1 Model Kecelakaan........................................................................30
2.8.2 Teori Penyebab Kecelakaan............................................................31

2.9 Teknik Identifikasi Bahaya...........................................................................32


2.10 Karakteristik bidang konstruksi..................................................................32
2.11 Kebijakan dan Undang-Undang.................................................................34
BAB III.................................................................................................. 36

3.1 Deskripsi Kasus............................................................................................36


3.2 Analisis Kasus..............................................................................................39
BAB IV.................................................................................................. 44

4.1 Kesimpulan...................................................................................................44
4.2 Saran.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 45

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Program pembangunan telah membawa Indonesia pada kemajuan yang
sigfnifikan di segala sektor kehidupan, seperti sektor industri, properti,
transportasi, pertambangan dan lainnya. Dapat kita lihat dan rasakan gedung
tinggi menjulang, pabrik-pabrik beroperasi tanpa henti, berbagai macam barang
telah diproduksi, dan berbagai kemudahan sebagai manifestasi dari pembangunan
yang pesat. Namun pernahkah kita berpilir sejenak mengenai hal ini. Setiap hal
memiliki dua sisi logam yang saling bertentangan. Begitu pula dengan program
pembangunan. Ada sisi positif ada pula sisi negatif. Banyak keuntungan yang
didapat namun tidak sedikit kerugian yang ditanggung.
Kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, perubahan ilim, polusi udara,
global warming, penyakit akibat kerja, dan kenegasian lain dari dampak
pembangunan ini telah kita rasakan. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya
kepedulian mengenai lingkungan dan terlebih sistem keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) di tengah masyarakat. Proses pembangunan di Indonesia belum
menunjukkan keseimbangan antara kemajuan program pembangunan dengan
peningkatan kesadaran akan pentingnya manajemen K3. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi dan meningkatnya penyakit
akibat kerja serta prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat kerja yang
meningkat.
Menurut Dirut PT. Jamsostek Hotbonar Sinaga yang dilansir dari
poskota.co.id menyatakan bahwa jumlah kasus kecelakaan kerja dalam lima tahun
terakhir terus meningkat. Kasus kecelakaan kerja tertinggi terjadi tahun lalu, yakni
mencapai 98.711 kasus, jumlah ini lebih besar dibandingkan jumlah ini lebih
besar jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Menurutnya,rata-rata
kasus kecelakaan kerja setiap tahun sekitar 93.000 kasus. Oleh karena itu, pada
makalah ini penulis akan melakukan analisis mengenai salah satu kasus

kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia yaitu kasus kecelakaan pekerja proyek
pembangunan Hotel Panghegar yang tewas terjatuh dari lantai 20, Rabu 23 Maret
2011.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya
kecelakaanpada kasus Proyek Pembangunan Hotel Panghegar tersebut ?
2. Bagaimana melakukan penangan dan pencegahan agar tidak
terjadikecelakaan lagi ?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagaiberikut.1.
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkanterjadinya kecelakaan pada kasus tersebut
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan dan pencegahan agartidak
terjadi kecelakaan yang sama

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization
(WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat
dipersiapkan penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang
riil.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS 18001,
1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang
tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda
atau kerugian waktu.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No.
3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju
tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Menurut Frank Bird, an accident is undesired event that result in
physicalharm to a person or damage to property. It is usually the result of a
contact witha source of energy (kinetic, electrical, chemical, thermal,
etc)(Soehatman, 2010)

Menurut Heinrich, Petersen dan Roos, 1980 Kecelakaan kerja atau


kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan
tidakterkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang
atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya.
(Mayendra, 2009).
Kecelakaan
yangmenyebabkan

adalah
atau

semua

kejadian

berpotensial

yang

tidak

menyebabkan

direncanakan

cidera,

kesakitan,

kerusakan,atau kerugian lainnya. (Standar AS/NZS 4801:2001). Sementara itu,


menurutOHSAS 18001:2007 Kecelakaan Kerja didefinisikan sebagai kejadian
yangberhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau
kesakitan(tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang
dapatmenyebabkan kematian. Pengertian ini digunakan juga untuk kejadian
yangdapat menyebabkan merusak lingkungan (Sumber : OHSAS 18001:2007).
Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3
adalahsuatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang
adapatmenimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Berdasarkan

beberapa

pengertian

di

atas

dapat

kita

simpulkan

bahwakecelakaan akibat kerja adalah suatu peristiwa yang tidak terduga,


tidakterencana tidak dikehendaki dan menimbulkan kerugian baik jiwa maupun
hartayang disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan
yaituketika pulang dan pergi ke tempat kerja melalui rute yang biasa dilewati.
2.1.2 Teori Kecelakaan Kerja

Teori kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak


diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau
kerugian waktu. Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya
kecelakaan kerja yang diusulkan oleh H.W. Heinrich yang dikenal sebagai teori
Domino Heinrich. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas
lima faktor yang saling berhubungan, yaitu : (1) kondisi kerja, (2) kelalaian
manusia, (3) tindakan tidak aman, (4) kecelakaan, dan (5) cedera. Kelima faktor
8

ini tersusun seperti kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka
kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama.
Ilustrasi ini mirip dengan efek domino, jika satu bangunan roboh, kejadian ini
akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor
penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Jika
dianalogikan dengan kartu domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi,
seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka tidak akan menyebabkan jatuhnya
semua kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat,
maka ketika kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu nomor 4.
Akhirnya kecelakaan pada poin 4 dan cedera pada poin 5 dapat dicegah
Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu
kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta
kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak
dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini
memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen
yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :
a. Manajemen kurang control
b. Sumber penyebab utama
c. Gejala penyebab langsung
d. Kontak peristiwa
e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Sumamur (2009) disebabkan oleh
dua faktor, yaitu :

Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan
kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan
dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan
yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu
berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau
bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan
sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik
dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85% dari
kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah,
ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat
disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat,
terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang
dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar
oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang
menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi
maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral
pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan
kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini
terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja
tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna
sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang
merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan
gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

10

2.1.4 Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 dalam
Sumamur (1987), klasifikasi kecelakaan kerja sebagai berikut :
1. Berdasarkan jenis pekerjaan
a) Terjatuh
b) Tertimpa benda jatuh
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi

2. Berdasarkan penyebab a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga


listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya.
b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat angkut
darat, udara dan air
c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alatalat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya.
d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
e) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah tanah).

11

3. Berdasarkan sifat luka atau kelainan


a) Patah tulang
b) Dislokasi (keseleo)
c) Regang otot
d) Memar dan luka dalam yang lain
e) Amputasi
f) Luka di permukaan
g) Gegar dan remuk
h) Luka bakar
i) Keracunan-keracunan mendadak
j) Pengaruh radiasi
4. Berdasarkan letak kelainan atau luka di tubuh
a) Kepala
b) Leher
c) Badan
d) Anggota atas
e) Anggota bawah
f) Banyak tempat
g) Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut

12

2.1.5 Kerugian Oleh Karena Kecelakaan


Korban kecelakaan kerja mengeluh dan menderita, sedangkan sesama pekerja
ikut bersedih dan berduka cita. Kecelakaan seringkali disertai terjadinya luka,
kelainan tubuh, cacat bahkan juga kematian. Gangguan terhadap pekerja demikian
adalah suatu kerugian besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan
tempat ia bekerja.
Tiap kecelakaan merupakan suatu kerugian yang antara lain tergambar dari
pengeluaran dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya
kecelakaan seringkali sangat besar, padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban
suatu perusahaan melainkan juga beban masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung meliputi biaya atas P3K, pengobatan,
perawatan, biaya angkutan, upah selama tidak mampu bekerja, kompensasi cacat,
biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan, mesin dan biaya tersembunyi
meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca
kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja
lainnya menolong korban, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang
yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta berada dalam perawatan dengan
orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan
(Sumamur, 2009)

2.1.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja


Pencegahan

kecelakaan

berdasarkan

pengetahuan

tentang

penyebab

kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan


mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metode analisis penyebab
kecelakaan harus benar-benar diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya. Selain
analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan
kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukan identifikasi bahaya yang terdapat
dan mungkin menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta mengases
besarnya risiko bahaya.

13

Pencegahan kecelakaan kerja menurut Sumamur (2009) ditujukan kepada


lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan terutama faktor manusia.
1. Lingkungan
Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,
pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara
ruang kerja
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja
yang dapat menjamin keselamatan
c. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan
penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan
tempat dan ruangan
2. Mesin dan peralatan kerja
Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari
baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas
yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman
telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup
pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap
mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.
3. Perlengkapan kerja
Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi
pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang
kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam
penggunaannya.
4. Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,
mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan halhal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya
ketidakcocokan fisik dan mental.

14

2.2 Industri Konstruksi


Bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja telah diatur pemerintah dalam UU
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mencakup berbagai hal dalam
perlindungan pekerja meliputi upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja
dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak hanya itu,
pemerintah juga mengatur peraturan bagi pekerja di bidang konstruksi, yang
diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.

Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,


pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri

Tenaga

Kerja

No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:

Pedoman

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman


yang selanjutnya disingkat sebagai pedoman K3 konstruksi ini merupakan
pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia.
Aspek K3 untuk bidang konstruksi juga diterapkan di Amerika Serikat
melalui
Occupational Safety and Health Administration (OSHA, 1926), dengan
dikeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstruksi. Pedoman ini
bertujuan agar tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar
sebagai aturan,

tetapi juga disempurnakan secara

terus

menerus

dan

mengakomodasikan masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di


lapangan sehingga akan menumbuhkan kesadaran untuk mengikuti peraturan agar
tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam prosedur keselamatan kerja konstruksi ada beberapa jenis izin kerja
yang harus dipatuhi dan dibuat oleh para pekerja sebelum memulai pekerjaannya,
antara lain :

15

a.

Izin kerja bekerja di ketinggian atau working at height permit. Izin ini
dibutuhkan oleh pekerja-pekerja scaffolding yang lebih banyak bekerja di
ketinggian.

b.

Izin kerja pada tempat terbatas atau confine space permit. Izin ini
dibutuhkan untuk semua pekerja yang bekerja berada di tempat terbatas,
maksudnya bukan hanya sempit, dalam atau bertekanan tinggi, tetapi juga minim
ventilasi dan asupan oksigen.

c.

Izin kerja panas atau hot work permit. Izin ini diperlukan untuk semua
pekerja yang melakukan pekerjaan mengelas, menggerinda, memotong atau
menghaluskan material logam dengan peralatan listrik.

d.

Izin kerja aman atau safe work permit. Izin ini merupakan inti dari semua
izin kerja yang telah disebutkan sebelumnya. Karena izin kerja aman harus tetap
ada bersamaan izin kerja lain yang dibutuhkan (Ahira, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan dijelaskan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus
diusahakan pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat
kerja terhadap tenaga kerjanya. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan
sarana untuk keperluan keluar masuk dengan aman. Tempat-tempat kerja, tanggatangga, lorong-lorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui
harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Semua tempat kerja juga harus mempunyai ventilasi yang cukup
sehingga dapat mengurangi bahaya debu, uap dan bahaya lainnya.

2.3.1 Pengertian Scaffolding


Scaffolding adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk

16

sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alatalat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan
dan pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk
semua pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seseorang yang
berdiri di atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan aman dan mempergunakan tenaga. Scaffolding
harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan
aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding
harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980)
Scaffolding dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung sudah mencapai
ketinggian 2 meter dan dan tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Scaffolding harus
dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dijamin keamanannya bila
dikerjakan pada ketinggian yang melebihi 2 meter dengan menggunakan
scaffolding yang memenuhi standar.
2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding
Scaffolding digunakan dengan tujuan sebagai tempat untuk bekerja yang
aman bagi pekerja konstruksi sehingga keselamatan kerja terjamin dan sebagai
pelindung bagi pekerja yang lain seperti pekerja yang berada di bawah agar
terlindung dari jatuhnya bahan atau alat. Berdasarkan fungsinya, konstruksi
scaffolding menurut Frick dan Setiawan (2012) dapat dibagi atas :
1. Konstruksi scaffolding kerja panggung
Terbuat dari bambu atau kasau (4x6 atau 5x7 cm) sebagai kerangka
scaffolding. Di bagian atasnya diberi lantai papan (kayu atau bambu) untuk
tukang dan bahan bangunan. Scaffolding jenis ini dapat dipindah-pindah
dengan mudah karena biasanya ukuran scaffolding tersebut tidak besar.
2. Konstruksi scaffolding pengaman

17

Scaffolding jenis ini berfungsi sebagai pengaman tukang dan buruh yang
bekerja pada ketinggian lebih dari 5 m diatas permukaan tanah, atau sebagai
panggung pengaman bagi orang yang harus lewat dekat tempat bangunan,
misalnya jika tempat bangunan terletak pada sisi jalan raya dan sebagainya,
sehingga mereka aman terhadap debu dan bahan bangunan atau alat-alat yang
jatuh.
3. Konstruksi scaffolding penyangga tegak dan mendatar
Scaffolding ini ditujukan untuk menahan bagian gedung yang harus
dipertahankan pada waktu membongkar sebagian atau mengadakan
perbaikan terhadapnya sehingga tidak akan runtuh.
Secara umum scaffolding dapat dibagi
atas : A. Scaffolding andang
Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5-3 m.
apabila pekerjaan lebih tinggi maka scaffolding andang tidak dapat digunakan
lagi.
Scaffolding andang dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu : 1) Scaffolding andang kayu
Scaffolding andang kayu dapat dipindah-pindahkan dan dapat dibuat dengan
cepat. Untuk tinggi scaffolding tidak dapat disetel. Scaffolding ini biasanya
digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian yang tidak lebih dari 3 m,
sedangkan untuk pekerjaan pada ketinggian lebih dari 3 m digunakan
scaffolding tiang.

Gambar 2.1 Scaffolding andang kayu


2) Scaffolding andang bambu

18

Scaffolding andang bambu dapat dipindah-pindah dan sebagai pengikatnya


memakai tali ijuk, karena tali ijuk ini tahan terhadap air, panas. Perancang
andang bambu ini sudah disetel terlebih dahulu, sehingga panjang dan
tingginya tidak dapat disetel. Biasanya scaffolding andang bambu dapat
dipakai pada ketinggian pekerjaan tidak lebih dari 3 meter, mengenai kaki
andang bambu ada yang pakai 2 atau 3 pasang.

Gambar 2.2 Scaffolding andang bambu


3) Scaffolding besi
Scaffolding besi sangat praktis dan efisien karena pemasangannya mudah
dan dapat dipindah-pindahkan. Tinggi scaffolding besi dapat disetel untuk
jarak kaki scaffolding yang satu dengan yang lain 180 cm dengan tebal
papan 3 cm.

Gambar 2.3 Scaffolding besi


B. Scaffolding tiang
Scaffolding tiang digunakan apabila pekerjaan sudah mencapai diatas 3 m.
Scaffolding tiang dapat dibuat lebih dari 10 m tergantung kebutuhan. Scaffolding
tiang dapat dibagi atas :
19

1) Scaffolding tiang dari bambu


Pada umumnya scaffolding bambu banyak dipakai oleh pekerja di lapangan,
baik pada bangunan bertingkat maupun tidak, dikarenakan :
a. Bambu mudah didapat, kuat, dan murah
b. Pemasangan scaffolding bambu mudah
c. Mudah dibongkar dan dapat dipasang kembali tanpa merusak bambu
d. Bahan pengikatnya pakai tali ijuk

Gambar 2.4 Scaffolding tiang dari

bambu 2) Sistem Scaffolding Bambu dengan Konsol dari Besi


Sistem scaffolding bambu dengan konsol besi hanya ditahan oleh satu
tiang bambu saja, berbeda dengan scaffolding yang ditahan oleh beberapa tiang.
Keuntungan dari sistem scaffolding bambu dengan konsol besi adalah :
a.

Tidak terlalu banyak bambu yang dibutuhkan

b.

Cara pemasangannya lebih cepat daripada scaffolding bambu

c.

Lebih praktis dan menghemat tempat

20

d.

Pemasangan konsol dapat dipindah dari tingkat 1 ketingkat diatasnya

e.

Untuk tiang bambu tidak perlu dipotong

Gambar 2.5 Sistem scaffolding bambu dengan konsol dari besi


3) Scaffolding Tiang Besi atau Pipa
Pada scaffolding tiang dari besi atau pipa memakai kopling sebagai alat
penyambung, untuk penyetelannya lebih cepat dibandingkan scaffolding
tiang bambu.

Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa C. Scaffolding besi beroda
Scaffolding besi beroda ini terbuat dari pipa galvanis. Pada scaffolding
besi beroda dapat dipasang di lapangan atau di dalam ruangan. Fungsi rodanya
adalah untuk memindahkan scaffolding. Pada scaffolding besi beroda sedikit lain
dari scaffolding yang ada, karena disini bagian-bagian dari tiangnya sudah
berbentuk kuzen, sehingga penyetelan/pemasangannya lebih mudah dan praktis.

Gambar 2.7 Scaffolding besi beroda


D. Scaffolding besi tanpa roda

21

Gambar 2.8 Scaffolding besi tanpa roda


(1) Kaki pipa berulir, (2) kusen bangunan, (3) penguat vertikal, (4) tiang
sandaran, (5) sambungan pasak, (6) papan panggung, (7) panggung datar, (8)
papan pengaman, (9) tiang sandaran, (10) penutup sandaran, (11) konsol
penyambung, (12) penopang, (13) konsol keluar, (14) tiang sandaran tangga,
(15) pinggiran tangga, (16) anak tangga, (17) sandaran tangga, (18) sandaran
dobel.
E. Scaffolding menggantung
Pada scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan pemasangan
eternit, pekerjaan finishing pengecatan eternit, plat beton, dan sebagainya. Jadi
scaffolding menggantung digunakan pada pekerjaan bagian atas saja dan
pelaksanaannya scaffolding digantungkan pada bagian atas bangunan seperti
pada dengan memakai tali atau rantai besi.

Gambar 2.9 Scaffolding menggantung


Jenis scaffolding sangat beragam, namun yang paling sering digunakan
adalah jenis scaffolding bingkai dan pipa. Standar internasional untuk
scaffolding adalah jenis scaffolding pipa, sedangkan di Indonesia scaffolding

22

yang paling sering digunakan adalah scaffolding bingkai (frame scaffolding).

Gambar 2.10 Scaffolding bingkai


Komponen scaffolding bingkai terdiri dari :
a) Bingkai utama (main frame)
Main frame merupakan salah satu bagian vital dari sebuah scaffolding
yang berfungsi sebagai pembentuk dan penyangga utama dari bentuk
konstruksi sebuah scaffolding. Apabila dilihat secara visual kondisi main
frame

sudah

bengkok

dan

berkarat

yang

dapat

mengakibatkan

berkurangnya daya kekuatan dari sebuah scaffolding. Untuk scaffolding


dasar, bagian bawah main frame dipasangi jack base dan bagian atasnya
dipasangi joint pin (untuk membuat tingkat scaffolding selanjutnya).

Gambar 2.11 Ukuran main frame


b) Ladder frame
Ladder frame adalah bingkai yang digunakan pada susunan puncak dari
scaffolding. Ladder frame terpasang hanya pada kedua sisi dari
scaffolding yang berfungsi sebagai pembatas pada pekerja yang
melakukan aktivitas bekerja diatas scaffolding. Sering kali yang pekerja
lakukan adalah memasang platform pada ladder frame, hal tersebut sangat

23

keliru dan secara tidak sadar pekerja tersebut membahayakan dirinya


sendiri.

Gambar 2.12 Ukuran ladder frame


c) Cross brace
Cross brace adalah palang yang berfungsi untuk mempersatukan sepasang
main frame sehingga didapatkan konstruksi scaffolding yang kuat.

Gambar 2.13 Cross brace


d) Arm lock
Arm lock adalah pengunci/penguat dari 2 susunan atau lebih scaffolding agar
susunan scaffolding tidak mudah goyang. Arm lock dipasang antara susunan
main frame satu ke susunan main frame yang berada diatasnya, lebih
tepatnya terpasang pada konektor pada cross brace.

Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada scaffolding (b)
e) Jack base

24

Jack base adalah alat yang berfungsi sebagai alas kaki dari scaffolding,
konstruksinya berulir sehingga dapat menyesuaikan dengan jarak dari lantai.

Gambar 2.15 Jack base


f) Joint pin
Joint pin adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyambung scaffolding
satu dengan scaffolding lainnya secara vertikal sehingga memungkinkan
untuk dibuat menjadi lebih dari 1 tingkatan scaffolding. Diameter atas dan
bawah joint pin dibuat lebih kecil dari diameter lubang dari main frame,
namun pada bagian tengah joint pin diameternya sama dengan diameter
lubang main frame.

Gambar 2.16 Joint pin


g) U-Head Jack
U-Head Jack adalah alat yang pada umumnya dipasang pada bagian atas
scaffolding yang berfungsi menyanggah konstruksi diatasnya. Bentuk yang
seperti huruf U memungkinkan untuk mengapit bagian konstruksi
diatasnya yang juga sebagai penahan dari scaffolding agar tidak mudah
goyah. Alat ini tidak efektif digunakan pada konstruksi bagian atas yang
rata.

25

Gambar 2.17 U-Head Jack


h) Platform
Platform (papan scaffolding) adalah alat yang diletakkan pada susunan
scaffolding yang diinginkan yang akan digunakan pekerja sebagai
penopang pijakan dalam melakukan pekerjaan. Platform harus kuat
(terbuat dari logam) menopang badan pekerja dan peralatan yang mungkin
digunakan.

Gambar 2.18 Platform

i) Stair
Stair (tangga) adalah alat yang berfungsi sebagai akses pekerja untuk dapat
menuju susunan scaffolding yang dikehendaki. Keberadaan stair (tangga)
ini sangat penting, seringkali pekerja menaiki scaffolding dengan
memanjat sambungan besi horizontal pada main frame padahal itu
bukanlah berfungsi sebagai tangga. Perlu diperhatikan juga, apabila
dipasangi stair (tangga) juga harus dipasang handrail, untuk pegangan
tangan saat menaiki tangga.

26

Gambar 2.19 Stair


j) Horizontal Frame
Horizontal frame adalah bingkai besi yang membujur berfungsi sebagai
penguat susunan scaffolding. Apabila scaffolding lebih dari 1 susunan,
maka harus memakai horizontal frame pada kedua sisi scaffolding.

Gambar 2.20 Horizontal frame (a) dan pada penggunaannya (b)


Peralatan tambahan (Attachments)
1. Pipa support
Pipa support ini biasanya digunakan pada saat pembongkaran bekisting.

Gambar 2.21 Pipa support

27

2. Swivel Clamp
Swivel clamp adalah penjepit yang berbentuk lingkaran dan dapat diputar
o

360 , biasanya digunakan untuk menjepit pipa besi untuk membuat hand
rail pada stair (tangga).

Gambar 2.22 Swivel clamp


Scaffolding dapat disusun dengan dua cara, yaitu :
A. Pararel Construction
Susunan scaffolding pararel dengan peralatan yang dibagi menjadi yaitu
untuk stair (tangga) dan platform. Hal tersebut dapat mengantisipasi
apabila terjadi pertemuan antara 2 orang yang lajunya berlawanan.
Susunan scaffolding pararel adalah susunan yang paling sering digunakan.

Gambar 2.23 Pararel Construction


B. Staggered Construction
Susunan scaffolding staggered construction hanya menggunakan 1 jalur yaitu

28

hanya dipakai stair (tangga) saja. Keuntungannya dapat menghemat platform,


namun kekurangannya tidak dapat mengantisipasi apabila terjadi pertemuan
antara 2 orang yang lajunya berlawanan dan harus menggunakan jenis stair
(tangga) yang sedikit dimodifikasi dengan penambahan plat besi di ujung
tangga. Selain itu juga konstruksi scaffolding akan mudah goyah apabila
dinaiki pekerja.

Gambar 2.24 Staggered construction


Seringkali kondisi scaffolding yang sudah berkarat, bengkok dan secara
visual sudah tidak layak masih sering digunakan padahal hal tersebut dapat
mempengaruhi daya kekuatan dari scaffolding tersebut. Selain itu pijakan
scaffolding yang kurang sejajar (tinggi sebelah) dapat menyebabkan susunan dari
scaffolding yang tidak sejajar, sehingga rentan untuk roboh. Hal yang diperhatikan
juga adalah besi horizontal pendek pada sisi kanan dan kiri main frame bukan
berfungsi sebagai tangga, namun banyak juga pekerja yang menaiki scaffolding
melalui bagian tersebut. Padahal besi horizontal pendek tersebut berfungsi sebagai
penguat main frame.
Apabila bagian tersebut dipijaki maka besar kemungkinan untuk besi patah dan
kaki terperosok sehingga dapat mencederai pekerja. Gambar 2.25 Pijakan
scaffolding yang salah.
Menaiki scaffolding dapat dilakukan dengan memasang tangga (stair)
yang sesuai standar dan selalu memasang handrail pada tangga tersebut. Handrail
biasanya adalah dari pipa besi yang terpasang dengan menggunakan swivel clamp.
29

Cat walk atau platform yang digunakan sesuai standar yang selayaknya, bukan
menggunakan platform yang terbuat dari kayu triplek atau sejenisnya. Untuk
pijakan scaffolding yang menggunakan roda, apabila saat digunakan pekerja
seharusnya keempat roda dikunci agar tidak bergeser saat diatasnya ada pekerja.
Akan lebih baik lagi apabila keempat roda dikunci dan menggunakan penyangga
pada keempat sisi scaffolding, seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Khoizin,
2012) :

Gambar 2.26 Scaffolding yang menggunakan roda

2.4 Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi


Kecelakaan kerja di sektor konstruksi merupakan penyumbang angka
kecelakaan kerja terbesar pada beberapa tahun terakhir ini di samping
kecelakaan kerja di sektor lainnya. Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya
adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada
kedua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius
bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari
ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini
akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang
dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan
penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya
telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
Berdasarkan hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja

30

selama ini dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik
yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka meliputi terjadinya
kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli
teknik konstruksi, penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat,
lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya
melaksanakan

ketentuan

ketentuan

atau

peraturan-peraturan

yang

menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3,


kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan
pelindung diri dan kurang disiplinnya para tenaga kerja didalam mematuhi
ketentuan mengenai K3 yang antara lain pemakaian alat pelindung diri
kecelakaan kerja.
Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi

serta

adanya

tuntutan

global

dalam

perlindungan

tenaga

kerja,diperlukan upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan tecapainya zero


accident di tempat kegiatan konstruksi. Zero accident adalah suatu kondisi dimana
kecelakaan kerja pada suatu perusahaan atau industri tidak terjadi kecelakaan
kerja (angka kecelakaan kerja nol). Oleh karena itu diperlukan peran dari semua
pihak agar dapat mewujudkan zero accident tersebut (Wiryanto, 2012)

2.5 Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja


Risiko merupakan probability atau kemungkinan ataupun kecenderungan
untuk terjadinya kecelakaan maupun kematian (Sanders, 1993). Risiko juga
dikatakan sebagai ukuran dari kemungkinan atau kecenderungan dan dampak
yang dapat diakibatkan oleh bahaya-bahaya yang terdapat dari kegiatan maupun
kondisi tertentu. (Brauer, 1990). Sedangkan menurut Cross, risiko adalah
likelihood (kemungkinan) bahwa sakit dan cedera karena suatu bahaya akan
terjadi pada individu tertentu atau kelompok individu yang terpajan. Ukuran dari
risiko tergantung pada seberapa mungkin (how likely) hazard tersebut kontak
dengan pekerja dan kekuatannya (magnitude). Definisi lain dari risiko adalah
31

probabilitas/kemungkinan dari suatu efek buruk tertentu untuk terjadi (the


probability of a specific adverse effect to occur) (Holmberg, et al.) dalam Health
Psychology in Action.
Berdasarkan berbagai definisi risiko yang telah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa risiko merupakan ukuran kemungkinan (probability) dengan
besarnya dampak (qonsequence) dari suatu keadaan yang dapat menimbulkan
kecelakaan. Untuk dapat mengenali risiko terlebih dahulu harus diperoleh
pemahaman mengenai what is at risk. Teknik yang dapat digunakan untuk
mengenali risiko adalah dengan mengumpulkan dan menelaah dokumen-dokumen
organisasi
1) Mereview struktur dan bagan organisasi
2) Melakukan

wawancara

dengan

pihak terkait a. Ruang Lingkup


Penilaian risiko dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
identifikasi risiko. Identifikasi risiko adalah tahapan yang sangat kritikal dalam
proses penilaian risiko yaitu merekam semua risiko baik yang sudah maupun
belum dikendalikan melalui pengendalian inten. Proses yang dilakukan dalam
tahap identifikasi risiko adalah:
1) Menginventarisasi data kejadian/peristiwa komprehensif yang mempengaruhi
organisasi
2) Menentukan sumber-sumber risiko, antara lain hubungan bisnis dan hukum,
lingkungan ekonomi, perilaku manusia, kejadian alam, lingkungan politik, isu
teknologi, aktivitas manajemen dan aktivitas individu.
3) Menentukan area yang terkena pengaruh risiko, antara lain aset dan sumber
daya, pendapatan, biaya, pegawai, masyarakat, kinerja, waktu dan jadual
aktivitas, lingkungan.
4) Menentukan penyebab dan skenario risiko.

32

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.27 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Pengertian kejadian menurut standar Australian AS 1885 1 (1990)
adalahsuatu

proses

atau

kejadian

cidera

atau

penyakit

akibat

kerja.

( Mayendra,2009)
Banyak tujuan yang dicapai dengan melakukan pengklasifikasian kejadian
kecelakaan

akibat

kerja.

Salah

satu

diantaranya

adalah

untuk

mengidentifikasiproses alami suatu kejadian seperti dimana terjadinya kecelakaan,


apa yangdilakukan oleh karyawan dan alat apa yang digunakan oleh karyawan
sehinggamenyebabkan kecelakaan.
Dengan

menerapkan

kode-kode

kecelakaan

kerja

maka

akan

sangatmembantu proses investigasi dalam menginterpretasikan informasiinformasiyang di dapat. ada banyak refrensi yang menjelaskan mengnai kodekode darikecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australian 1885 1
(1990).Berdasarkan standar tersebut, kode yang diguakan untuk mekanisme
terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagi berikut :

33

1. Jatuh dari atas ketinggian


2. Jatuh dari ketinggian yang sama
3. Menabrak objek dengan bagian tubuh
4. Terpajan oleh getaran mekanik
5. Tertabrak oleh objek yang bergerak
6. Terpajan oleh suara yang tiba-tiba
7. Terpajan oleh suara yang lama
8. Terpajan tekanan yang bervariasi
9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10. Otot tegang lainnya
11. Kontak dengan listrik
12. Kontak atau terpapar dengan dingin atau panas
13. Terpapar radiasi
14. Kontak tunggal dengan bahan kimia
15. Kontak jangka panjang dengan bahan kimia
16. Kontak lainnya dengan bahan kimia
17. Kontak dengan atau terpajan dengan faktor biologi
18. Terpajan faktor stress mental
19. Longsor atau runtuh
20. Kecelakaan kendaraan/mobil
21. Lain-lain mekanisme cidera berganda atau banyak
2.8 Teori Penyebab dan Model Kecelakaan
2.8.1 Model Kecelakaan
Dalam proses terjadinya kecelakaan terkait 4 unsur produksi yaitu People,
Equipment, Material, dan Environment (PEME) yang saling berinteraksi dan
bersama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa. (Soehatman, 2010)
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang digunakan
dalam bekerja. Alat dan material ada kemungkinan besar memiliki kondisi yang
berbahaya. Selain itu kecelakan juga dapat disebabkan oleh lingkungan tempat
bekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan tempat bekerja yang tidak aman
seperti, kebisingan, pencahayaan yang kurang, banyaknya asap atau debu, dan
bahan-bahan kimia yang bersifat toksik. Kemudian faktor terakhir yang dapt
menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah orang/pekerja itu sendiri. Adanya
human error pada perkerja yang mengakibatkan kecelakaan semakin sering
terjadi. Berdasarkan teori Heinrich dikatakan bahwa manusia memiliki
kecendrungan untuk melakukan kesalahan yang akan berasosiasi dengan faktor
penyebab kecelakaan lainnya sehingga menimbulkan an accident.
34

Menurut Mayendra, 2009 dalam makalahnya pentingnya mempelajari model


kecelakaan adalah sebagai berikut:
1. Memahami klasifikasi sistem yang logis, objektif dan dapat diterima
secara universal. Dengan mengklasifikasikan sistem maka beberapa
fenomena, kejadian yang melatarbelakangi kecelakaan dapat dikelompokkelompokkan sehingga mudah dianalisa.
2. Model kecelakaan dapat mempermudah identifikasi bahaya karena
kerangka logiknya jelas.
3. Model kecelakaan dapat membantu investigasi kecelakaan dan membantu
cara-cara pengendaliannya.
2.8.2 Teori Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai faktor penyebab,
berikut teori-teori mengenai terjadinya suatu kecelakaan :
1. Pure Chance Theory (Teori Kebetulan Murni)
Teori yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan,
sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena
itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja.
2. Accident Prone Theory (Teori Kecenderungan Kecelakaan)
Teori ini berpendapat bahwa pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa
kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk
mengalami kecelakaan kerja.
3. Three Main Factor (Teori Tiga Faktor)
Menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan peralatan, lingkungan dan
faktor manusia pekerja itu sendiri.
4. Two main Factor (Teori Dua Faktor)
Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan
tindakan berbahaya (unsafe action).
5. Human Factor Theory (Teori Faktor Manusia)
Menekankan bahwa pada akhirnya seluruh kecelakaan kerja langsung
maupun tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia

35

2.9 Teknik Identifikasi Bahaya


Pemilihan teknik/metode identifikasi bahaya yang sesuai dengan sebuah
perusahaan sangat menentukan efektifitas identifikasi bahaya yang dilakukan. Ada
beberapa pertimbangan dalam menentukan teknik identifikasi bahaya antara lain:
1. Sistematis dan tersetruktur,
2. Mendorong pemikiran kreatif tentang kemungkinan bahaya yang belum
pernah dikenal sebelumnya,
3. Harus sesuai dengan sifat dan skala kegiatan perusahaan,
4. Mempertimbangkan ketersediaan informasi yang diperlukan.
Beberapa teknik identifikasi bahaya adalah sistem monitoring/checklist, safety
review, preleminary hazard analysis (pha), hazard operability studies (hazops),
fault tree analysis (fta), inspeksi, human error analysis, what if, brainstorming,
failure models and effects analysis, dan lain-lain. Pada kasus ini penulis
menggunakan teori domino Heinrich sebagai teknik analisis kecelakaan sekaligus
teknik identifikasi bahaya pada kasus kecelakaan tersebut.
2.10

Karakteristik bidang konstruksi

Bidang konstruksi adalah satu bidang produksi yang memerlukankapasitas


tenaga kerja dan tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan
umumnya dikarenakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan
oleh terjatuh dari ketinggian, kejatuhan barang dari atas ataubarang roboh.
1. Kemungkinan jatuh dari ketinggian terjadinya lebih besar, kerusakan
yangditimbulkannya lebih parah. Penyebab jatuh dari ketinggian
umumnyaadalah : pekerja pada saat bekerja di tempat kerja memiliki
kepercayaandirinya berpengalaman atau mencari jalan cepat, mulai
bekerja tanpamengenakan alat pelindung apapun atau baju pelindung,
sehingga begituterjatuh tidak ada sabuk pengaman atau jaring pengaman
bisa mengakibatkan kematian. Selain kurangnya pemahaman pekerja
tentang keamanan, perlindungan tenaga kerja yang dilakukan pemilik
usaha sering tidak mencukupi, sebagai contoh bila bekerja di kerangka
yang tinggi, harus dipasang balok menyilang, disamping untuk menjaga

36

kestabilan, selain itu untuk memberikan topangan yang kuat bagi tenaga
kerja; pada saat pekerja tidak hati-hati terjatuh, ada satu lapisan pengaman,
untuk mengurangi dampak yang terjadi. Pemilik usaha tidak seharusnya
mengabaikan hidup para pekerjanya demi untuk mengejar keuntungan.
2. Penyebab kejatuhan benda dari atas seringkali karena kecerobohan
pekerja; seperti pada saat mengoperasikan mesin penderek, mesin penggali
lubang atau mesin pendorong, semestinya ada pagar pembatas di
sekelilingnya, guna mencegah masuknya pekerja, apabila tetap diperlukan
pekerja lain untuk memberikan bantuan operasional, maka di sampingnya
perlu ada seorang mandor yang memberikan komando dan pengawasan;
selain pagar pembatas pekerja di area tersebut harus memakai secara benar
perlengkapan pelindung seperti helm, sarung tangan dan sepatu pengaman
dan lain-lain. Selain itu pada saat memindahkan barang berat, sebaiknya
menggunakan kekuatan mesin sebagai pengganti tenaga manusia, demi
menghindari terjadinya kecelakaan pada saat pemindahan.
3. Tertimpa barang yang roboh biasanya terjadi karena tidak adanya pagar
pembatas di area yang mudah runtuh, karena keruntuhan itu biasanya
terjadi dalam waktu sekejap tanpa peringatan terlebih dahulu, oleh karena
itu dibuatkan demi mengurangi resiko kecelakan terhadap pekerja yang
memasuki area tersebut. Benturan atau tabrakan biasanya terjadi
dikarenakan kecerobohan pekerja, mesin penggerak dan kendaraan yang
digunakan berukuran sangat besar, pandangan petugas operator tidak
mudah mencapai luasnya batas area kerjanya sehingga terjadi benturan.
Cara pencegahan benturan adalah dengan memperdalam pengetahuan
keselamatan pekerja, di sekeliling area penempatan mesin dibuatkan pagar
pembatas, pekerja tidak diperkenankan berada di sekitar area tersebut;
selain itu jumlah mandor lapangan ditambah, dan membantu mengawasi
pengoperasian mesin bermotor atau kendaraan, sehingga bisa mengurangi
resiko benturan.

37

2.11 Kebijakan dan Undang-Undang


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan ketentuan perundangan dan
memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi semua pihak, baik pekerja,
pengusaha atau pihak yang terkait lainnya. Ada beberapa peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia, beberapa diantaranya :

Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatn kerja


Undang-unang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Undang-undang No. 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen
Undang-undang No. 19 tahun 1999 tentang jasa konstruksi
Undang-undang No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung
Undang-undang No. 30 tahun 2009 tentang keteknikan memuat aspek
keselamatan

Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen


seperti Manajemen Lingkungan, Mutu dan lain-lain. kebijakan merupakan roh
dari sebuah sistem. Oleh karena itu, OHSAS 18001 mensyaratkan ditetapkannya
kebijakan K3 dalam organisasi oleh manajemen puncak. Kriteria kebijaka K3
adalah sebagai berikut.
1. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi
2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan
3. Termasuk adanya komitmen untuk sekuarngnya memenuhi perundangan
4.
5.
6.
7.

K3 yang berlaku
Didokumentasikan, diimplimentasikan, dan dipelihara
Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja
Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Ditinjau ulang secara berkalauntuk memastikan bahwa masih relevan dan
sesuai dengan organisasi

38

BAB III
ANALISIS KASUS KECELAKAAN
3.1 Deskripsi Kasus
Terjun dari Lantai 20, Pekerja Proyek Tewas (Seputar Indonesia)
Thursday, 24 March 2011
Sumber : www.seputarindonesia.com
BANDUNG Seorang pekerja, Agus Iding, 35, tewas seketika setelah
terjatuh dari lantai 20 proyek pengerjaan Apartemen Panghegar di Jalan Merdeka,
Kota Bandung, kemarin pukul 14.15 WIB.
Namun disayangkan, pihak proyek tidak melaporkan ke kepolisian.
Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, korban yang bekerja sebagai
mekanik leader konstruksi lift saat itu hendak mengecek lift di lantai 20. Saat
pintu terbuka, seketika itu korban terdorong dan pintu tertutup otomatis dengan
cepat, sedangkan kotak lift berada di lantai dasar. Korban pun langsung terjatuh
hingga lantai GF (Ground Floor). Salah seorang rekan kerja korban, Leman
Nugraha, 20, mengatakan bahwa korban terdorong sangat cepat. Biasanya lift
passenger itu selalu berada di lantai 20, ini malah di lantai GF; jadi pas dibuka,
kosong, jelas Leman. Saudara korban, Dadang, mengaku mendapat kabar
kecelakaan tersebut sekitar pukul 16.00 WIB. Kalau keluarga dapat kabarnya
pukul tigaan, katanya kecelakaan, ungkap Dadang di Rumah Sakit Bungsu, Jalan
Veteran, Kota Bandung, tadi malam.
Korban tewas warga Jalan Cikuda RT 02/11, Cibiru, Kota Bandung, itu
mengalami luka patah kaki dan mengeluarkan darah segar dari bibir, serta
beberapa bagian tubuhnya mengalami pembengkakan. Korban langsung dilarikan
ke RS Bungsu.Sementara itu,pihak pengembang hotel bungkam ketika ditanya
wartawan mengenai kejadian tersebut. No comment, saya nggak tahu, ungkap
beberapa pekerja dan pihak keamanan. Pihak kepolisian pun baru mengetahuinya
sekitar pukul 17.30 dari pihak rumah sakit.
Tim identifikasi langsung meluncur ke lokasi kejadian,tetapi pihak
pengembang terlihat menutup nutupi. Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP
Tubagus Ade Hidayat membenarkan terkait kejadian tersebut.Iya, kita baru tahu
sekitar pukul 17.30, ungkap Tubagus ketika dihubungi wartawan. Pihaknya pun
saat ini memeriksa beberapa orang saksi yang mengetahui kejadian tersebut.
(*/yugi prasetyo)
39

Pekerja Projek Pembangunan Hotel Panghegar Tewas Terjatuh dari Lantai


20
Rabu, 23/03/2011 - 21:11
Sumber : www.pikiran-rakyat.com
BANDUNG-Agus Iding (35) tewas setelah terjatuh dari lantai 20tempat ia
bekerja, di projek pembangunan Hotel dan Apartemen Panghegar, Jln. Merdeka,
Rabu (23/3) siang. Agus adalah pekerja bangunan di projek tersebut, sebagai
mekanik leader konstruksi lift. Meskipun peristiwa terjadi pukul 14.15 WIB, tapi
kepolisian baru mengetahui kejadian itu selepas pukul 17.30 WIB. Pasalnya,
manajemen hotel tidak memberitahukannya ke kepolisian terdekat dan terkesan
menutup-nutupi peristiwa itu. Polisi mendapat informasi dari RS Bungsu di Jln.
Bungsu, yang sempat merawat korban.
Berdasarkan sejumlah saksi mata yang dimintai keterangan polisi,
menuturkan, saat itu korban hendak mengecek lift di lantai 20. Lift baru terpasang
pintunya saja. Sementara lift passenger berada di lantai dasar. Saat Agus
memencet tombol, pintu lift terbuka dengan cepat. Agus kaget sehingga terdorong
ke dalam lift yang belum ada passenger lift-nya. Tubuh Agus melayang dan
terhempas dengan keras di lantai GF (ground floor). Leman Nugraha (20), rekan
kerja korban, mengatakan, peristiwa itu terjadi sangat cepat. "Biasanya, passenger
lift, selalu ada di lantai 20. Tidak tahu kenapa, hari itu kok ada dibawah. Jadi pas
pintu terbuka, liftnya tidak ada sehingga korban kaget dan jatuh," katanya kepada
polisi.
Sementara itu, saudara korban, Dadang, ditemui di RS Bungsu,
mengatakan, dia mendapat informasi tersebut sekitar pukul 16.00 WIB. Sementara
keluarga lainnya mendapatkan informasi itu pukul 15.00 WIB. Berdasarkan
identifikasi rumah sakit dan kepolisian, korban yang merupakan warga Jln.
Cikuda, Cibiru Kota Bandung itu, mengalami luka patah kaki, mengeluarkan
darah segar dari bibir, dan sejumlah memar dan bengkak di tubuhnya. Kasat
Reskrim Polrestabes Bandung Ajun Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat
menuturkan, kepolisian baru mengetahui sekitar pukul 17.30 WIB. Polisi pun
telah memeriksa sejumlah saksi. Namun kepolisian menyayangkan dengan sikap
40

manajemen hotel yang terkesan berusaha menutup-nutupi peristiwa itu dengan


tidak segera melaporkan ke kepolisian. (A-128/das)
Jatuh Dari Lantai 20 Apartemen Panghegar, Agus Tewas Seketika
Sumber : www.bandung.detik.com
Baban Gandapurnama detikBandung
Bandung - Agus iding (35), tewas seketika setelah jatuh dari lantai 20
proyek pembangunan Grand Royal Panghegar Apartement, sekitar pukul 14.15
WIB, Rabu (23/3/2011). Jenazah pekerja proyek itu langsung dibawa ke RS
Bungsu, Jalan Veteran. Sebelum kejadian, Agus dan rekan kerjanya, Leman
Nugraha (25), sedang mengecek lift ke lantai 20 bangunan tersebut. Agus ini
bekerja sebagai mekanik leader konstruksi lift.
"Saat itu pintu lift dalam keadaan tertutup. Almarhum membuka pintu itu
menggunakan tangan, dia masuk dan pintu tiba-tiba pintu menutup. Ternyata pas
dibuka melompong, enggak ada boks liftnya," kata Leman ditemui di RS Bungsu.
Diketahui, kata dia, boks lift berada di lantai bawah. "Biasanya juga lift passenger
itu setiap hari ada di lantai 20. Tapi tadi di bawah," ujarnya.
Leman menambahkan, Agus tewas seketika di lokasi kejadian. Lalu
jenazahnya diboyong ke RS Bungsu, "Kondisinya mulut berdarah, tubuh bengkak
dan kaki patah," ungkapnya. Korban merupakan warga Jalan Cikuda, RT 2 RW
11, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Dia sudah bekerja di proyek Apartemen
Panghegar sejak Maret 2010 lalu. Sementara itu, pihak keluarga korban mengaku
diberitahu pihak perusahaan dua jam setelah peristiwa tersebut. "Tadi dikasih tahu
jam empat. Kalau kejadiannya enggak tahu. Tapi dibilang jatuh," ujar Dadang dari
pihak keluarga korban saat ditemui di RS Bungsu.
Pantauan detikbandung, sejumlah polisi yang diberi tahu oleh RS Bungsu
sekitar pukul 17.30 WIB, langsung mengidentifikasi data diri korban. Usai
meminta keterangan keluarga korban dan rekan kerja, polisi meninggalkan RS
Bungsu sekitar pukul 19.30 WIB. Sementara jasad korban dibawa keluarga sekitar
pukul 20.00 WIB. Pihak proyek yang ditemui di lokasi kejadian enggan
berkomentar soal kasus ini. Enggak tahu. No comment," ujar seorang petugas
proyek saat wartawan meminta konfirmasi.

41

Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Tubagus Ade

Hidayat

membenarkan kejadian tersebut. "Kami masih menyelidikinya. Sejumlah saksi


kami minta keterangan," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan via ponsel.
Sementara itu dihubungi secara terpisah PR Panghegar Restina Setiawan mengaku
belum mendapat konfirmasi soal peristiwa itu. "Belum ada konfirmasi apa-apa,
saya tadi pulang duluan. Jadi belum bisa ngomong apa-apa. Mungkin besok saya
bisa kasih keterangan," ujarnya.
3.2 Analisis Kasus
Pada kasus kecelakaan ini penulis menggunakan model analisis kasus
Teori Domino yang berasal dari Heinrich (1930). Hal ini disebabkan karena
kondisi kasus kecelakaan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Heinrich
ini. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling
berhubungan yaitu, kondisi kerja (environment), kelalaian manusia (person),
tindakan tidak aman (hazard), kecelakaan (accident) dan cedera/kematian (injury).

1. Identitas korban kecelakaan


Pada kasus ini dapat kita ketahui bahwa korban bernanma Agus Iding. Ia
adalah seorang Pemimpin Konstruksi Lift dari proyek pembangunan Apartemen
Panghegar di Jalan Merdeka, Kota Bandung. Dari artikel tersebut dpat kita
kategorikan bahwa korban berkerja pada bidang konstruksi bangunan dan sudah
cukup berpengalaman karena ia diposisikan sebagai leader dalam proyek
pembangunan lift apartemen ini.
42

2. Identifikasi sumber bahaya


Dalam kasus ini korban melakukan tindakan yang tidak aman yaitu tidak
menggunakan body harness/full body harness (Hazard yang berupa unsafe act).
Sedangkan Menurut undang-undang keselamatan kerja, bekerja di ketinggian ini
memerlukan fix platform atau memakai alat pelindung diri berupa full body
harness. Selain itu, bila pekerjaan dilakukan pada tempat yang memiliki
ketinggian lebih dari lima meter, diperlukan sebuah ijin khusus, yang mana ijin ini
diperlukan untuk menganalisa bahaya apa saja yang mungkin terjadi dan
menyiapkan alat pengaman yang cocok untuk meminimalisir resiko yang akan
dihadapi bila bekerja pada ketingian tersebut.

Working at High atau sering disingkat WaH, memiliki arti dalam bahasa Indonesia
adalah bekerja pada ketinggian. Kategori bekerja pada ketinggian adalah
melakukan pekerjaan yang memiliki ketinggian sama dengan atau lebih dari 1,8
meter dari permukaan tanah.
Kemudian dapat
(environment)

pada

saat

kita
itu

ketahui pula
mendukung

bahwa kondisi kerja


terjadinya

kecelakaan.

Berdasarkan berita tersebut lift passanger biasanya berada di lantai 20


tempat korban berada, namun entah mengapa pada hari tersebut box
liftnya berada di GS (Ground Floor). Dari deskripsi berita yang diberikan
dapat kita analisa bahwa korban melakukan kesalahan (fault of person),
selain tidak memakai alat pelindung diri, korban tidak berlaku hatihati terhadap segala kemungkinan yang ada. Disini mungkin ia merasa
aman karena seperti biasanya box lift berada di lantai 20, namun
kenyataannya tidak.
Dalam kasus kecelakaan yang terjadi pada Agus Icing ini
merupakan sebuah kasus yang komplikatif. Artinya banyak penyebab yang
dpat kita analisis didalamnya dan membentuk sebuah kemungkinan
terjadinya kecelakaan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian baik
secara langsung (direct cost) maupun tidak langsung (Indirect cost). Pada
kasus ini penulis akan menjelaskan kejadian berdasarkan teori yang
43

dikemukaan oleh Heinrich pada tahun 1930 yaitu teori Domino. Teori
domino merupakan visualitas yang menggambarkan berbagai peluang dan
sumber bahaya yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Tahap-tahap kejadian pada kasus ini berdasarkan analisa berita yaitu
sebagai berikut.
1. Environment atau keadaan/kondisi kerja. Pada kasus ini digambarkan
kondisi kerja yang menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan yaitu Working
at High atau WaH. Korban berada pada ketinggian yang ditaksir lebih dari 40
meter karena berada pada lantai 20 (estimasi 1 lantai = 2 meter).
2.

Kemudian pada kartu yang kedua sesuai dengan teori Domino Heinrich
terdapat Fault of person (kelalaian manusia) yang bergerak/jatuh akibat
dari kondisi kerja yang memungkinkan (kartu pertama). Pada kasus ini
kesalahan yang dilakukan korban adalah tidak berhati-hati pada setiap kondisi
lingkungan yang ada, sehingga korban merasa jika dirinya sudah aman. Di
sumber berita disebutkan. bahwa saat pintu terbuka, seketika itu korban
terdorong dan pintu tertutup otomatis dengan cepat, sedangkan kotak lift
berada di lantai dasar atau saat Agus memencet tombol, pintu lift terbuka
dengan cepat. Agus kaget sehingga terdorong ke dalam lift yang belum ada
passenger lift-nya. Disini dapat kita pahami bahwa korban terkejut dengan
kondisi lift tidak berisi box-nya sehingga ia terdorong dan jatuh ke lantai
dasar. Penulis berpendapat bahwa korban setelah membuka pintu, korban
telah bersiap dan segera memasuki box-lift tanpa melihat ada atau tidaknya
box-lift tersebut.

3.

Kartu yang ketiga adalah Hazard. Hazard dalam model Heinrich ini dapat
diartikan sebagai unsafe condition atau unsafe act. Berdasarkan berita selain
kondisi yang tidak aman karena berada pada ketinggian yang berisiko
menimbulkan kecelakaan, korban juga tidak menggunakan APD seperti yang
telah diatur dalam undang-undang keselamatan kerja, apabila melebihi

44

ketinggian 1,8 meter maka harus menggunakan alat pelindung diri yang
berupa body harness/full body harness.
4.

Dari ketiga sumber bahaya tersebut yang saling berkolerasi dan


menjatuhkan kartu berdasarkan urutannya maka timbulah sebuah Accident
(kecelakaan) yang terjadi di Bandung pada tanggal 23 Maret 2011 di Hotel
Panghegar pada pukul 14.15 WIB.
5. Dampak dari semua runtutan kartu di atas berdasarkan model Domino
Heinrich menimbulkan sebuah kerugian (injury), dalam hal ini nyawa
korban. Kerugian ini dapat berupa biaya kompensasi untuk korban. Selain
kerugian langsung tersebut banyak lagi kerugian yang di dapatkan pihak
hotel Panghegar yaitu kerugian tidak langsung seperti, kerugian jam kerja,
kerugian sosial, serta citra dan kepercayaan pelanggan berkurang. Hal ini
lebih berdampak karena korban adalah mekanik leader dalam proyek
pembangunan hotel tersebut.

45

6. BAB IV
7. PENUTUP
8.
4.1 Kesimpulan
9.
10.

Pada hakikatnya kecelakan merupakan proses interaksi dari

faktor-faktor penyebab yang menimbulkan peluang terjadinya hal tersebut.


Kecelakaan bukan merupakan sebuah kejadian tunggal yang spontanitas
terjadi, tetapi ia telah didahului oleh insiden-insiden kecil sehingga pada
tahap akhirnya akan menyebabkan accident atau kecelakaan tersebut
(FTA). Kecelakaan bukan kejadian yang tidak dapat dicegah atau
dihindari. Kecelakaan dapat dicegah dengan menerapkan prinsip sistem
K3 dan pendekatan pencegahan kecelakaan. Pada kasus Agus icing ini,
seharusnya kecelakaan dapat dihindarkan dengan melakukan tindakan
preventif seperti berhati-hati dan menggunakan alat pelindung diri (APD)
yang sesuai ketentuan. Jika saja hal tersebut dilakukan oleh Agus Iding
maka kemungkinan tidak akan ada accident dan injury yang bisa terjadi.
11.
4.2 Saran
12.

Pada kesempatan ini penulis hanya berpesan bahwa pada

prinsipnya kecelakaan dapat kita cegah. Angka kecelakaan yang semakin


memuncak dapat kita hindari dengan melakukan tindakan preventif dan
berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Mematuhi segala peraturan
undanng-undang dan kebijakan sistem K3 bukan merupakan hal yang
berat jika menyangkut dengan nyawa. Tumbuhkan kesadaran dalam diri
kita akan pentingnya K3. Maka kecelakaan dapat kita hindari dan angka
mortalitas dapat dieliminasi seminimal mungkin. MARI CIPTAKAN
MASYARAKAT INDONESIA, SADAR K3 !!! NO SAFE NO WORK ..!!
13.

46

14.DAFTAR PUSTAKA
15.
16.

Alrasyid,

Harun.

2011.

Analisis

kecelakaan

kerja,

https://www.academia.edu/3414299/Analisis_Kecelakaan_Kerja_Basic_OH
S_ (diakses 12 Juni 2015)
17. Juliatin,

D.

2013.

Kecelakaan

kerja,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39005/4/Chapter%20ll.pdf
(diakses 12 Juni 2015)

47

Anda mungkin juga menyukai