NIM
1401190
1401148
1401077
1401049
1401256
1401002
SEKOLAH
TINGGI
TEKNOLOGI
MINYAK DAN
GAS BUMI
BALIKPAPAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan ridha-Nya sehingga Makalah K3 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam Mata
Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan S1-Teknik Perminyakan
Konsentrasi Teknik Geologi STT Migas Balikpapan.
Penyusun merasa bahwa makalah ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari pihak lain, oleh karena itu penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
Kepada Orang tua yang telah banyak memberi bantuan moril dan
spiritual.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
4.1 Kesimpulan...................................................................................................44
4.2 Saran.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Program pembangunan telah membawa Indonesia pada kemajuan yang
sigfnifikan di segala sektor kehidupan, seperti sektor industri, properti,
transportasi, pertambangan dan lainnya. Dapat kita lihat dan rasakan gedung
tinggi menjulang, pabrik-pabrik beroperasi tanpa henti, berbagai macam barang
telah diproduksi, dan berbagai kemudahan sebagai manifestasi dari pembangunan
yang pesat. Namun pernahkah kita berpilir sejenak mengenai hal ini. Setiap hal
memiliki dua sisi logam yang saling bertentangan. Begitu pula dengan program
pembangunan. Ada sisi positif ada pula sisi negatif. Banyak keuntungan yang
didapat namun tidak sedikit kerugian yang ditanggung.
Kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, perubahan ilim, polusi udara,
global warming, penyakit akibat kerja, dan kenegasian lain dari dampak
pembangunan ini telah kita rasakan. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya
kepedulian mengenai lingkungan dan terlebih sistem keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) di tengah masyarakat. Proses pembangunan di Indonesia belum
menunjukkan keseimbangan antara kemajuan program pembangunan dengan
peningkatan kesadaran akan pentingnya manajemen K3. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi dan meningkatnya penyakit
akibat kerja serta prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat kerja yang
meningkat.
Menurut Dirut PT. Jamsostek Hotbonar Sinaga yang dilansir dari
poskota.co.id menyatakan bahwa jumlah kasus kecelakaan kerja dalam lima tahun
terakhir terus meningkat. Kasus kecelakaan kerja tertinggi terjadi tahun lalu, yakni
mencapai 98.711 kasus, jumlah ini lebih besar dibandingkan jumlah ini lebih
besar jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Menurutnya,rata-rata
kasus kecelakaan kerja setiap tahun sekitar 93.000 kasus. Oleh karena itu, pada
makalah ini penulis akan melakukan analisis mengenai salah satu kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia yaitu kasus kecelakaan pekerja proyek
pembangunan Hotel Panghegar yang tewas terjatuh dari lantai 20, Rabu 23 Maret
2011.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya
kecelakaanpada kasus Proyek Pembangunan Hotel Panghegar tersebut ?
2. Bagaimana melakukan penangan dan pencegahan agar tidak
terjadikecelakaan lagi ?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagaiberikut.1.
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkanterjadinya kecelakaan pada kasus tersebut
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan dan pencegahan agartidak
terjadi kecelakaan yang sama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization
(WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat
dipersiapkan penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang
riil.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS 18001,
1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang
tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda
atau kerugian waktu.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU No.
3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju
tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Menurut Frank Bird, an accident is undesired event that result in
physicalharm to a person or damage to property. It is usually the result of a
contact witha source of energy (kinetic, electrical, chemical, thermal,
etc)(Soehatman, 2010)
adalah
atau
semua
kejadian
berpotensial
yang
tidak
menyebabkan
direncanakan
cidera,
kesakitan,
beberapa
pengertian
di
atas
dapat
kita
simpulkan
ini tersusun seperti kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka
kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama.
Ilustrasi ini mirip dengan efek domino, jika satu bangunan roboh, kejadian ini
akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor
penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Jika
dianalogikan dengan kartu domino, maka jika kartu nomor 3 tidak ada lagi,
seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh maka tidak akan menyebabkan jatuhnya
semua kartu. Dengan adanya jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat,
maka ketika kartu kedua terjatuh tidak akan sampai menimpa kartu nomor 4.
Akhirnya kecelakaan pada poin 4 dan cedera pada poin 5 dapat dicegah
Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu
kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta
kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak
dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini
memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen
yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :
a. Manajemen kurang control
b. Sumber penyebab utama
c. Gejala penyebab langsung
d. Kontak peristiwa
e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Sumamur (2009) disebabkan oleh
dua faktor, yaitu :
Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan
kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan
dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang
mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan
yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu
berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau
bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan
sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik
dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85% dari
kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah,
ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat
disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat,
terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang
dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar
oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang
menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi
maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral
pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan
kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini
terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja
tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna
sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang
merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan
gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.
10
11
12
kecelakaan
berdasarkan
pengetahuan
tentang
penyebab
13
14
Tenaga
Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:
Pedoman
terus
menerus
dan
15
a.
Izin kerja bekerja di ketinggian atau working at height permit. Izin ini
dibutuhkan oleh pekerja-pekerja scaffolding yang lebih banyak bekerja di
ketinggian.
b.
Izin kerja pada tempat terbatas atau confine space permit. Izin ini
dibutuhkan untuk semua pekerja yang bekerja berada di tempat terbatas,
maksudnya bukan hanya sempit, dalam atau bertekanan tinggi, tetapi juga minim
ventilasi dan asupan oksigen.
c.
Izin kerja panas atau hot work permit. Izin ini diperlukan untuk semua
pekerja yang melakukan pekerjaan mengelas, menggerinda, memotong atau
menghaluskan material logam dengan peralatan listrik.
d.
Izin kerja aman atau safe work permit. Izin ini merupakan inti dari semua
izin kerja yang telah disebutkan sebelumnya. Karena izin kerja aman harus tetap
ada bersamaan izin kerja lain yang dibutuhkan (Ahira, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan dijelaskan bahwa pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus
diusahakan pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat
kerja terhadap tenaga kerjanya. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan
sarana untuk keperluan keluar masuk dengan aman. Tempat-tempat kerja, tanggatangga, lorong-lorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui
harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Semua tempat kerja juga harus mempunyai ventilasi yang cukup
sehingga dapat mengurangi bahaya debu, uap dan bahaya lainnya.
16
sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alatalat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan
dan pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk
semua pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seseorang yang
berdiri di atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan aman dan mempergunakan tenaga. Scaffolding
harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan
aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding
harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-01/MEN/1980)
Scaffolding dibuat apabila pekerjaan bangunan gedung sudah mencapai
ketinggian 2 meter dan dan tidak dapat dijangkau oleh pekerja. Scaffolding harus
dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dijamin keamanannya bila
dikerjakan pada ketinggian yang melebihi 2 meter dengan menggunakan
scaffolding yang memenuhi standar.
2.3.2 Jenis dan Fungsi Scaffolding
Scaffolding digunakan dengan tujuan sebagai tempat untuk bekerja yang
aman bagi pekerja konstruksi sehingga keselamatan kerja terjamin dan sebagai
pelindung bagi pekerja yang lain seperti pekerja yang berada di bawah agar
terlindung dari jatuhnya bahan atau alat. Berdasarkan fungsinya, konstruksi
scaffolding menurut Frick dan Setiawan (2012) dapat dibagi atas :
1. Konstruksi scaffolding kerja panggung
Terbuat dari bambu atau kasau (4x6 atau 5x7 cm) sebagai kerangka
scaffolding. Di bagian atasnya diberi lantai papan (kayu atau bambu) untuk
tukang dan bahan bangunan. Scaffolding jenis ini dapat dipindah-pindah
dengan mudah karena biasanya ukuran scaffolding tersebut tidak besar.
2. Konstruksi scaffolding pengaman
17
Scaffolding jenis ini berfungsi sebagai pengaman tukang dan buruh yang
bekerja pada ketinggian lebih dari 5 m diatas permukaan tanah, atau sebagai
panggung pengaman bagi orang yang harus lewat dekat tempat bangunan,
misalnya jika tempat bangunan terletak pada sisi jalan raya dan sebagainya,
sehingga mereka aman terhadap debu dan bahan bangunan atau alat-alat yang
jatuh.
3. Konstruksi scaffolding penyangga tegak dan mendatar
Scaffolding ini ditujukan untuk menahan bagian gedung yang harus
dipertahankan pada waktu membongkar sebagian atau mengadakan
perbaikan terhadapnya sehingga tidak akan runtuh.
Secara umum scaffolding dapat dibagi
atas : A. Scaffolding andang
Scaffolding andang digunakan pada pekerjaan yang tingginya 2,5-3 m.
apabila pekerjaan lebih tinggi maka scaffolding andang tidak dapat digunakan
lagi.
Scaffolding andang dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu : 1) Scaffolding andang kayu
Scaffolding andang kayu dapat dipindah-pindahkan dan dapat dibuat dengan
cepat. Untuk tinggi scaffolding tidak dapat disetel. Scaffolding ini biasanya
digunakan untuk pekerjaan pada ketinggian yang tidak lebih dari 3 m,
sedangkan untuk pekerjaan pada ketinggian lebih dari 3 m digunakan
scaffolding tiang.
18
b.
c.
20
d.
e.
Gambar 2.6 Scaffolding Tiang Besi atau Pipa C. Scaffolding besi beroda
Scaffolding besi beroda ini terbuat dari pipa galvanis. Pada scaffolding
besi beroda dapat dipasang di lapangan atau di dalam ruangan. Fungsi rodanya
adalah untuk memindahkan scaffolding. Pada scaffolding besi beroda sedikit lain
dari scaffolding yang ada, karena disini bagian-bagian dari tiangnya sudah
berbentuk kuzen, sehingga penyetelan/pemasangannya lebih mudah dan praktis.
21
22
sudah
bengkok
dan
berkarat
yang
dapat
mengakibatkan
23
Gambar 2.14 Arm lock (a) dan arm lock yang terpasang pada scaffolding (b)
e) Jack base
24
Jack base adalah alat yang berfungsi sebagai alas kaki dari scaffolding,
konstruksinya berulir sehingga dapat menyesuaikan dengan jarak dari lantai.
25
i) Stair
Stair (tangga) adalah alat yang berfungsi sebagai akses pekerja untuk dapat
menuju susunan scaffolding yang dikehendaki. Keberadaan stair (tangga)
ini sangat penting, seringkali pekerja menaiki scaffolding dengan
memanjat sambungan besi horizontal pada main frame padahal itu
bukanlah berfungsi sebagai tangga. Perlu diperhatikan juga, apabila
dipasangi stair (tangga) juga harus dipasang handrail, untuk pegangan
tangan saat menaiki tangga.
26
27
2. Swivel Clamp
Swivel clamp adalah penjepit yang berbentuk lingkaran dan dapat diputar
o
360 , biasanya digunakan untuk menjepit pipa besi untuk membuat hand
rail pada stair (tangga).
28
Cat walk atau platform yang digunakan sesuai standar yang selayaknya, bukan
menggunakan platform yang terbuat dari kayu triplek atau sejenisnya. Untuk
pijakan scaffolding yang menggunakan roda, apabila saat digunakan pekerja
seharusnya keempat roda dikunci agar tidak bergeser saat diatasnya ada pekerja.
Akan lebih baik lagi apabila keempat roda dikunci dan menggunakan penyangga
pada keempat sisi scaffolding, seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Khoizin,
2012) :
30
selama ini dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik
yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka meliputi terjadinya
kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli
teknik konstruksi, penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat,
lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya
melaksanakan
ketentuan
ketentuan
atau
peraturan-peraturan
yang
serta
adanya
tuntutan
global
dalam
perlindungan
tenaga
wawancara
dengan
32
proses
atau
kejadian
cidera
atau
penyakit
akibat
kerja.
( Mayendra,2009)
Banyak tujuan yang dicapai dengan melakukan pengklasifikasian kejadian
kecelakaan
akibat
kerja.
Salah
satu
diantaranya
adalah
untuk
menerapkan
kode-kode
kecelakaan
kerja
maka
akan
sangatmembantu proses investigasi dalam menginterpretasikan informasiinformasiyang di dapat. ada banyak refrensi yang menjelaskan mengnai kodekode darikecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australian 1885 1
(1990).Berdasarkan standar tersebut, kode yang diguakan untuk mekanisme
terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagi berikut :
33
35
36
kestabilan, selain itu untuk memberikan topangan yang kuat bagi tenaga
kerja; pada saat pekerja tidak hati-hati terjatuh, ada satu lapisan pengaman,
untuk mengurangi dampak yang terjadi. Pemilik usaha tidak seharusnya
mengabaikan hidup para pekerjanya demi untuk mengejar keuntungan.
2. Penyebab kejatuhan benda dari atas seringkali karena kecerobohan
pekerja; seperti pada saat mengoperasikan mesin penderek, mesin penggali
lubang atau mesin pendorong, semestinya ada pagar pembatas di
sekelilingnya, guna mencegah masuknya pekerja, apabila tetap diperlukan
pekerja lain untuk memberikan bantuan operasional, maka di sampingnya
perlu ada seorang mandor yang memberikan komando dan pengawasan;
selain pagar pembatas pekerja di area tersebut harus memakai secara benar
perlengkapan pelindung seperti helm, sarung tangan dan sepatu pengaman
dan lain-lain. Selain itu pada saat memindahkan barang berat, sebaiknya
menggunakan kekuatan mesin sebagai pengganti tenaga manusia, demi
menghindari terjadinya kecelakaan pada saat pemindahan.
3. Tertimpa barang yang roboh biasanya terjadi karena tidak adanya pagar
pembatas di area yang mudah runtuh, karena keruntuhan itu biasanya
terjadi dalam waktu sekejap tanpa peringatan terlebih dahulu, oleh karena
itu dibuatkan demi mengurangi resiko kecelakan terhadap pekerja yang
memasuki area tersebut. Benturan atau tabrakan biasanya terjadi
dikarenakan kecerobohan pekerja, mesin penggerak dan kendaraan yang
digunakan berukuran sangat besar, pandangan petugas operator tidak
mudah mencapai luasnya batas area kerjanya sehingga terjadi benturan.
Cara pencegahan benturan adalah dengan memperdalam pengetahuan
keselamatan pekerja, di sekeliling area penempatan mesin dibuatkan pagar
pembatas, pekerja tidak diperkenankan berada di sekitar area tersebut;
selain itu jumlah mandor lapangan ditambah, dan membantu mengawasi
pengoperasian mesin bermotor atau kendaraan, sehingga bisa mengurangi
resiko benturan.
37
K3 yang berlaku
Didokumentasikan, diimplimentasikan, dan dipelihara
Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja
Tersedia bagi pihak lain yang terkait
Ditinjau ulang secara berkalauntuk memastikan bahwa masih relevan dan
sesuai dengan organisasi
38
BAB III
ANALISIS KASUS KECELAKAAN
3.1 Deskripsi Kasus
Terjun dari Lantai 20, Pekerja Proyek Tewas (Seputar Indonesia)
Thursday, 24 March 2011
Sumber : www.seputarindonesia.com
BANDUNG Seorang pekerja, Agus Iding, 35, tewas seketika setelah
terjatuh dari lantai 20 proyek pengerjaan Apartemen Panghegar di Jalan Merdeka,
Kota Bandung, kemarin pukul 14.15 WIB.
Namun disayangkan, pihak proyek tidak melaporkan ke kepolisian.
Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, korban yang bekerja sebagai
mekanik leader konstruksi lift saat itu hendak mengecek lift di lantai 20. Saat
pintu terbuka, seketika itu korban terdorong dan pintu tertutup otomatis dengan
cepat, sedangkan kotak lift berada di lantai dasar. Korban pun langsung terjatuh
hingga lantai GF (Ground Floor). Salah seorang rekan kerja korban, Leman
Nugraha, 20, mengatakan bahwa korban terdorong sangat cepat. Biasanya lift
passenger itu selalu berada di lantai 20, ini malah di lantai GF; jadi pas dibuka,
kosong, jelas Leman. Saudara korban, Dadang, mengaku mendapat kabar
kecelakaan tersebut sekitar pukul 16.00 WIB. Kalau keluarga dapat kabarnya
pukul tigaan, katanya kecelakaan, ungkap Dadang di Rumah Sakit Bungsu, Jalan
Veteran, Kota Bandung, tadi malam.
Korban tewas warga Jalan Cikuda RT 02/11, Cibiru, Kota Bandung, itu
mengalami luka patah kaki dan mengeluarkan darah segar dari bibir, serta
beberapa bagian tubuhnya mengalami pembengkakan. Korban langsung dilarikan
ke RS Bungsu.Sementara itu,pihak pengembang hotel bungkam ketika ditanya
wartawan mengenai kejadian tersebut. No comment, saya nggak tahu, ungkap
beberapa pekerja dan pihak keamanan. Pihak kepolisian pun baru mengetahuinya
sekitar pukul 17.30 dari pihak rumah sakit.
Tim identifikasi langsung meluncur ke lokasi kejadian,tetapi pihak
pengembang terlihat menutup nutupi. Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP
Tubagus Ade Hidayat membenarkan terkait kejadian tersebut.Iya, kita baru tahu
sekitar pukul 17.30, ungkap Tubagus ketika dihubungi wartawan. Pihaknya pun
saat ini memeriksa beberapa orang saksi yang mengetahui kejadian tersebut.
(*/yugi prasetyo)
39
41
Hidayat
Working at High atau sering disingkat WaH, memiliki arti dalam bahasa Indonesia
adalah bekerja pada ketinggian. Kategori bekerja pada ketinggian adalah
melakukan pekerjaan yang memiliki ketinggian sama dengan atau lebih dari 1,8
meter dari permukaan tanah.
Kemudian dapat
(environment)
pada
saat
kita
itu
ketahui pula
mendukung
kecelakaan.
dikemukaan oleh Heinrich pada tahun 1930 yaitu teori Domino. Teori
domino merupakan visualitas yang menggambarkan berbagai peluang dan
sumber bahaya yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Tahap-tahap kejadian pada kasus ini berdasarkan analisa berita yaitu
sebagai berikut.
1. Environment atau keadaan/kondisi kerja. Pada kasus ini digambarkan
kondisi kerja yang menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan yaitu Working
at High atau WaH. Korban berada pada ketinggian yang ditaksir lebih dari 40
meter karena berada pada lantai 20 (estimasi 1 lantai = 2 meter).
2.
Kemudian pada kartu yang kedua sesuai dengan teori Domino Heinrich
terdapat Fault of person (kelalaian manusia) yang bergerak/jatuh akibat
dari kondisi kerja yang memungkinkan (kartu pertama). Pada kasus ini
kesalahan yang dilakukan korban adalah tidak berhati-hati pada setiap kondisi
lingkungan yang ada, sehingga korban merasa jika dirinya sudah aman. Di
sumber berita disebutkan. bahwa saat pintu terbuka, seketika itu korban
terdorong dan pintu tertutup otomatis dengan cepat, sedangkan kotak lift
berada di lantai dasar atau saat Agus memencet tombol, pintu lift terbuka
dengan cepat. Agus kaget sehingga terdorong ke dalam lift yang belum ada
passenger lift-nya. Disini dapat kita pahami bahwa korban terkejut dengan
kondisi lift tidak berisi box-nya sehingga ia terdorong dan jatuh ke lantai
dasar. Penulis berpendapat bahwa korban setelah membuka pintu, korban
telah bersiap dan segera memasuki box-lift tanpa melihat ada atau tidaknya
box-lift tersebut.
3.
Kartu yang ketiga adalah Hazard. Hazard dalam model Heinrich ini dapat
diartikan sebagai unsafe condition atau unsafe act. Berdasarkan berita selain
kondisi yang tidak aman karena berada pada ketinggian yang berisiko
menimbulkan kecelakaan, korban juga tidak menggunakan APD seperti yang
telah diatur dalam undang-undang keselamatan kerja, apabila melebihi
44
ketinggian 1,8 meter maka harus menggunakan alat pelindung diri yang
berupa body harness/full body harness.
4.
45
6. BAB IV
7. PENUTUP
8.
4.1 Kesimpulan
9.
10.
46
14.DAFTAR PUSTAKA
15.
16.
Alrasyid,
Harun.
2011.
Analisis
kecelakaan
kerja,
https://www.academia.edu/3414299/Analisis_Kecelakaan_Kerja_Basic_OH
S_ (diakses 12 Juni 2015)
17. Juliatin,
D.
2013.
Kecelakaan
kerja,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39005/4/Chapter%20ll.pdf
(diakses 12 Juni 2015)
47