Anda di halaman 1dari 28

PEMERIAN BATUAN

Pemerian Batuan :

 Pemerian Singkapan
1. Batuan Masif
2. Batuan dengan sisipan batuan lain
3. Perulangan batuan dengan batuan lain
 Pemerian litologi

Contoh Pemerian Batuan

1. Pemerian Batu Pasir

Contoh : BTPS, lpg, pth, frag. Kw, but. H, sub. Ang, pemil. Sdg, kem. Ttp, calc cmt, por.
Sdg, Str. Berlap, min. Pyr, fos. Mol, foram, lnk.

Keterangan :

a) BTPS = Batu Pasir


b) Warna : pth artinya “putih”
c) Fragment pembentuk :
Misal mineral kwarsa di tulis ( frag kw )
d) Ukuran butiran : misal ukuran butiran batu pasir halus, maka ditulis (but. H)
e) Bentuk butir:
 Bentuknya masih tajam sudutnya, belum ada tanda erosi disebut angular
 Bentuknya sudah ada tanda erosi disebut Sub ang (sub angular)
 Bentuknya sudah terbentuk erosi disebut sub rdd (sub rounded)
 Bentuknya sudah erosi merata disebut rdd (rounded)
 Bentuknya sudah tidak kelihatan lagi sudutnya disebut (s. rdd)
f) Pemilahan (sorting)
Kalau butirannya sudah sangat seragam disebut pemilahan bagus (pemil. bagus),
ada beberapa jenis pemilahan, yaitu pemil. bagus, pemil. sdg, pemil. buruk.
g) Kemas yaitu hubungan antara butiran
 Kalau butiran bersinggungan satu dengan yang lain, maka butiran itu
disebut kemas tertutup (kem. ttp)
 Kalau butiran tidak bersinggungan (terpisah), maka disebut kemas terbuka
h) Semen, batuan ada 3 macam semen, yaitu :
 Kalkarious cement, yaitu disemen oleh karbonat
 Yerogenous cement, dilihat dari warnanya yan kuning karat, karena
mengandung besi pada semennya
 Silicious cement, semennya adalah silika
i) Porositas
 Porositas dilihat dengan ditetesi air, jika air meresap dengan cepat disebut
porositas baik
 Porositas sedang yaitu menyerap tidak cepat
 Porositas buruk yaitu tidak bisa menyerap
j) Struktur sedimen
 Berlapis (parallel bedding)
 Berlapis siang siur (cross bedding)
Bedding yaitu perlapisan batuan yang tebalnya > 1 cm, tapi kalau tebalnya <1 cm
disebut laminasi.
k) Mineral, batuan dapat mengandung mineral yaitu
 Mineral glukonit, yaitu suatu mineral bentuknya pellet, warnanya hijau,
kekerasannya 2.
 Mineral pirit, bentuknya granural (berbutir), ukuran butirnya hampir sama
ke segala arah/tidak pipih. Berwarna kuning emas, kekerasannya 7.
 Mineral gypsum, bentuknya tabullat (berlapis-lapis, tapi tebal), warnanya
bening seperti kaca, kekerasannya 2.
l) Kandungan fosil
Contoh kandungan fosil : fos. Mol, foram berarti fosil mollusca foraminivera.
m) Kekerasan
Contoh : lunak (lnk)

2. Pemerian Batu Gamping


BTGP, frag bioc, but s.ksr, ang, pemil. buruk, kem. ttp, por. b, str berlap, min. glauc,
fos. Mol, foram, koral, krs.

Keterangan :

a) BTGP = Batu Gamping


b) Warna : pth artinya “putih”
c) Fragment pembentuk :
 Frag bioclast (frag bioc) yaitu apabila terdapat pecahan-pecahan dari
binatang.
 Frag Intraclast yaitu apabila pecahannya batu gamping.
 Frag Ekstraclast yaitu apabila pecahannya batu batu beku.
d) Ukuran butiran : misal ukuran butiran batu pasir halus, maka ditulis (but. H)
e) Bentuk butir:
 Bentuknya masih tajam sudutnya, belum ada tanda erosi disebut angular
 Bentuknya sudah ada tanda erosi disebut Sub ang (sub angular)
 Bentuknya sudah terbentuk erosi disebut sub rdd (sub rounded)
 Bentuknya sudah erosi merata disebut rdd (rounded)
 Bentuknya sudah tidak kelihatan lagi sudutnya disebut (s. rdd)
f) Pemilahan (sorting)
Kalau butirannya sudah sangat seragam disebut pemilahan bagus (pemil. bagus),
ada beberapa jenis pemilahan, yaitu pemil. bagus, pemil. sdg, pemil. buruk.
g) Kemas yaitu hubungan antara butiran
 Kalau butiran bersinggungan satu dengan yang lain, maka butiran itu
disebut kemas tertutup (kem. ttp)
 Kalau butiran tidak bersinggungan (terpisah), maka disebut kemas terbuka
h) Semen, batuan ada 3 macam semen, yaitu :
 Kalkarious cement, yaitu disemen oleh karbonat
 Yerogenous cement, dilihat dari warnanya yan kuning karat, karena
mengandung besi pada semennya
 Silicious cement, semennya adalah silika
i) Porositas
 Porositas dilihat dengan ditetesi air, jika air meresap dengan cepat disebut
porositas baik
 Porositas sedang yaitu menyerap tidak cepat
 Porositas buruk yaitu tidak bisa menyerap
j) Struktur sedimen
 Berlapis (parallel bedding)
 Berlapis siang siur (cross bedding)
 Bedding yaitu perlapisan batuan yang tebalnya > 1 cm, tapi kalau tebalnya
<1 cm disebut laminasi.

k) Mineral, batuan dapat mengandung mineral yaitu


 Mineral glukonit, yaitu suatu mineral bentuknya pellet, warnanya hijau,
kekerasannya 2.
 Mineral pirit, bentuknya granural (berbutir), ukuran butirnya hampir sama
ke segala arah/tidak pipih. Berwarna kuning emas, kekerasannya 7.
 Mineral gypsum, bentuknya tabullat (berlapis-lapis, tapi tebal), warnanya
bening seperti kaca, kekerasannya 2.
l) Kandungan fosil
Contoh kandungan fosil : fos. Mol, foram berarti fosil mollusca foraminivera.
m) Kekerasan
Contoh : keras (krs).

3. Pemerian Batuan Lempung

BTLP, abu”, por. brk, bull. Str, mas, fos. Mol, foram, lnk.

Keterangan : Hampir sama seperti batuan gamping, tetapi lebih singkat.


Jenis-jenis pemerian batuan :

A. Pemerian Singkapan

Singkapan batuan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan yang masih utuh,
(belum terubah oleh pelapukan ). Proses singkapan batuan diakibatkan oleh adanya erosi
(pengikisan) oleh gaya-gaya yang bekerja pada lapisan penutupnya. Oleh karena itu,
singkapan pada batuan biasanya tidak menerus dan jarang atau kurang, karena tertutup oleh
tanah pelapukan yang tebal, hutan tropis yang lebat dan tanah garapan.

Strike dan Dip

Dalam teknik penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui
kedudukan batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya dan juga
kemiringan pada batuan. Dalam ilmu Geologi, kedua elemen tersebut dinamakan Strike dan
Dip. Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan
bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk antara
bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Bidang planar
ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidangperlapisan, bidang kekar, bidang
sesar.Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil pengendapan (sedimen).
tetapi juga dapat ditemukan pada batuan metamorf yang berstruktur foliasi. Penulisan strike
dan dip N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai
Dip).

Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas
Geologi. Kompas Geologi mempunyai kemampuan untuk mengukur strike dip karena
memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk
mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk
memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal. Disamping menggunakan kompas
Geologi, strike dip bidang dapat ditentukan dengan metode 3 titik. Intinya adalah mengetahui
pelamparan batuan berikut kemiringannya di lapangan.

Struktur Geologi

1. Kekar

Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti
(bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Jenis-jenis kekar :

1. Kekar Pengerutan (shrinkage joint) merupakan kekar yang terbentuk karena adanya
gaya pengerutan yang timbul dari pendinginan (pada batuan beku : kekar tiang) atau
pengeringan (pada batuan sedimen). Biasanya berbentuk poligon yang memanjang.
2. Kekar Lembaran (sheet joint) merupakan sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar
dengan permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuknya kekar ini
disebabkan oleh penghilangan beban batuan yang tererosi.
3. Kekar Karena Tektonik merupakan kekar yang terbentuk karena proses endogen,
yang berupa pasangan garis yang lurus.
2. Sesar

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar (Fault Plane), atau rekahan
tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault Zone), yang terdiri dari lebih dari satu
sesar. Jalur sesar atau gerusan (shear), mempunyai dimensi panjang dan lebar yang beragam,
dari skala minor atau sampai puluhan kilometer.

Jenis-jenis sesar :

1. Bidang sesar merupakan bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang


kedudukannya dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.
2. Hanging wall merupakan bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.
3. Foot wall merupakan bagian terpatahkan yang berada dibawah bidag sesar.
4. Throw merupakan besaran pergeseran vertikal pada sesar.
5. Heave merupakan besaran pergeseran horisontal pada sesar.
6. Slip merupakan pergeseran relatif sebenarnya.
7. Separation merupakan pergeseran relatif semu.

3. Lipatan

Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis bidang di dalam bahan
tersebut. Jenis-jenis lipatan :

1. Lipatan simetri merupakan lipatan dimana axial plannya vertikal.


2. Lipatan asimetri merupakan lipatan dimana axial plane nya condong.
3. Overtuned fold merupakan lipatan dimana axial planenya condong dan kedua
sayapnya miring pada arah yang sama tapi dengan sudut yang berbeda.
4. Recunbebt fold merupakan lipatan dimana axial plane nya horizontal.
5. Vertical isoclinal fold merupakan lipatan dimana axial plane nya vertikal.

Kejadian Lipatan

Pembentukan lipatan dapat terjadi melalui :

1. Buckling yaitu karena proses penekanan lateral dari suatu bidang planar. Proses
pelengkungan terjadi pada kedua sisi selama terjadi pemendekan.
2. Bending yaitu karena pengaruh gerakan vertikal pada suatu lapisan, misalnya
penurunan lapisan, pergeseran pada jalur gerus, atau pelengseran suatu masa batuan
pada bidang yang tidak rata.

Pengukuran Kedudukan Lapisan Batuan

Untuk korelasi ini, kita harus mengetahui kedudukan lapisan batuan. Kita perlu
mengukur jurus (strike) dan kemiringan (dip). Pertama kita ukur strike-nya. Tempelkan
bagian kompas yang bertuliskan arah east pada top lapisan. Posisikan bubbles pada tengah
lingkaran. Baca angka yang berimpit dengan arah north. Itulah strike lapisan yang kita ukur.
Goreskan kompas sehingga didapatkan garis lurus.Tempelkan bagian kompas berarah west
tegak lurus dengan garis yang telah kita buat tadi (sehingga tangan penunjuk mengarah
searah dip). Ubah klinometer sehingga bubbles di tengah. Baca sudut yang berimpit dengan
angka 0. Cara pengukuran ini adalah default agar kita mendapat besaran standar sesuai aturan
tangan kanan.

Penulisan kedudukan lapisan batuan, terdiri dari dua cara yaitu : cara pertama dengan
menggunakan azimuth strik, dituliskan pada beberapa derajat dari utara berputar ke timur,
dan dip bisa ditulis dengan menggunakan arah atau aturan tangan kanan. Aturan tangan
kanan yaitu jika kita berdiri searah strike, maka dip selalu berada disebelah kanan, sedangkan
cara kedua, dengan menggunakan kuadran. Yaitu arah dibagi menjadi empat kuadran N-E, N-
W, S-E, S-W, penulisan dip-nya menggunakan yang berarah.

Urutuan – urutan yang perlu dilakukan pada pemerian singkapan :

1. Mencatat singkat mengenai lokasi dan keadaan geografi dari singkapan,umpamanya di


kelokan sungai,dibukit,pinggir jalan kereta api, dan sebagainya.Hal ini sangat penting
terutama untuk singkapan – singkapan yang menunjukkan data – data yang kritis, seperti
adanya bukti ketidaklarasan,bukti – bukti besar, tempat terdapatnya fosil,atau gejala – gejala
geologi yang mengandung sifat pembuktian, apalagi yang mempunyai nilai regional.
Maksudnya adalah agar yang ingin mengutik – utiknya kembali data tersebut tidak terlalu
susah untuk mememukan kembali singkapan tersebut.

2. Fakta – fakta mengenai singkapan:

Ini adalah sangat penting mengenai yang harus diamati dari suatu singkapan (lihat 3.1 ). Pada
umumnya hal tersebut akan memuat pemerian yang lengkap tentang :

1. Keadaan singkapan :besar (luas)/kecilnya singkapan, derajat pelapukan (jika tidak


segar) ;apakah “insitu” atau tidak masif,hancur pecah – pecah,shared,keadaan normal
atau terbalik,dsb.
2. Susunan litologi : apakah terdiri dari satu jenis batuan atau lebih,dalam batuan
sedimen atau metamorf; apakah selang seling antara dua batuan,sisipan atau litologi
lain;dalam batuan beku,dilihat adanya dike/retas,inklusi – inklusi,xenolith, atau
perubahan susunana meneral/tekstur,dsb.
3. Batas antara berbagai jenis litologi(jika ada), kemungkinan kontak instruksi,batas
erosi, kontak patahan.Dalam hal batuan sedimen kontak antara lapisan dapat
berangsur tajam,batas erosi,dsb selain itu urutan perlapisan/interkalasi ( menebal ke
atas atau menipis ke atas) perlu dicatat.
4. Struktur primer batuan dari masing – masing litologi : dalam hal batuan
beku,misalnya masif,ada penghalusan ke satu arah,adanya konsentrasi mineral
tertentu,dsb. Dalam hal batuan metamorf,adanya sifat foliasi,gneissosity,apakah
adanya perlapisan,apakah bergelombang terlihat dalam perlipatan kecil atyau
tidak,dsb.Dalam hal batuan sedimen dibahas sifat berlapis,masif,berlapis
tipis,laminasi,struktur sedimen seperti graded bedding,cross bedding,gelembur
gelombang,dan sebagainya untuk setiap jenis litologi, dan jika mungkin dibahas
dalam urutan profil.
5. Pamerian detail masing – masing litologi 9 susunan utama,sisipan interkalasi,
xenolith, dsb).Pemerian lebih ditekankan pada hal – hal yang sifat menonjol daripada
pemerian rutin (yang dapat dilakukan di base camp atau di laboratorium dari
contoh),seperti misalnya glaukonitan,khas berbutir kasar,warna khas,khas
porphiyrite,dsb.Pameran litologi lapangan ini dimaksudkan untuk pengenalan batuan
sebagai satuan peta (map unit ).
6. Kandungan khusus dari batuan (jika ada) seperti kandungan fosil,mineralisasi,dsb.
7. Keadaan struktur tektonik dari singkapan :
(diikuti pengukuran – pengukuran) apakah terganggu secara tektonik,joint,keadaan
lapisan / foliasi,tegak,landai,terbalik,terlipat,lipatan minor ( ukur arah dan penujaman
sumbu ),apakah jenis Z atau jenis S (dragfold) sesar,dsb.

3. Ketiga,usahakan untuk selalu membuat penafsiran lapangan (meskipun sifatnya


sementara , umpamanya meliputi :

nama batuan ( klasifikasi lapangan ) lingkungan pembentuknya. Paling tidak,disarankan


untuk memberikan sugesti,yang didasarkan pada hipotesa hipotesa .

Bagian ketiga ini,tidak mutlak harus dilaksanakan,sebab kadang – kadang atau bahkan sering
sekali karena datanya kurang,tidak satu kesimpulanpun dapat ditarik dari suatu singkapan.

4. Tiap hari selalu memulai dengan halaman baru,dengan mencantumkan :

1. Tanggal/hari :
2. Keadaan cuaca pada hari itu :
3. Daerah atau lintasan yang akan di tempuh :
4. Nama – nama pengamat dan pembantunya :

5. Untuk setiap pengamat diberikan nomor ( sesuai dengan nomor lokasi pengamatan ( LP)
yang dicantumkan di dalam peta).Nomor – nomor losi pengamatan sebaiknya merupak
nomor urut. Cara penulisan sebaiknya singkat tetapi jelas,dan sebaiknya pula menggunakan
singkatan – singkatan yang umum dipakai.

Pengamatan dan Pemerian Singkapan


Pemerian singkapan meliputi keadaan singkapan, batuan penyusun singkapan, ubahan
batuan, pemineralan dan keadaannya, strukturnya dan lain sebagainya. Dalam pemerian
singkapan dapat dilakukan beberapa langkah berikut:

1. Penentuan lokasi titik pengamatan


Sebelum mulai melakukan pengamatan terhadap singkapan atau batuan terlebih dulu
harus dilakukan orientasi untuk menentukan lokasi di mana pengamatan itu dilakukan.
Penentuan lokasi titik pengamatan dilakukan dengan cara menentukan titik itu dari titik
tertentu yang diketahui secara pasti lokasinya, misalnya cabang sungai, kampung,
jembatan, titik trianggulasi atau gunung. Titik tertentu itu dapat pula ditentukan dengan
GPS (Global Positioning System). Perkirakan jaraknya dan ukurlah azimut titik lokasi
dari titik tertentu itu. Plot titik lokasi itu dengan teliti di peta.
2. Pengamatan singkapan
Sebelum memerikan secara rinci hendaknya diamati lebih dulu seluruh singkapan. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam pengamatan singkapan adalah:
 Singkapan terdapat di tebing kanan, kiri, tengah sungai, atau ketiganya.
 Perkiraan luas singkapan.
 Morfologi atau bentuk singkapan. Pengamatan terhadap bentuk permukaan
singkapan akan sangat membantu dalam pendugaan atau penentuan jenis batuan.
 Amati semua batuan pada singkapan dengan mengambil percontoh kecil
(kepingan – chip).
 Menyebutkan (perkiraan ada berapa) jenis batuan yang menyusun singkapan.
Bentuk dan hubungan antara batuan satu dengan lainnya.
Kegiatannya sebagai berikut :
1. Siapkan perlengkapan :
Tas, kantong plastik sampel, alat tulis, pensil warna, peta (topografi dan geologi),
kamera, kompas, loupe palu geologi, dan larutan HCl 0.1 N,
2. Sebutkan lokasi praktikum :
Di desa, kecamatan, kab /kota, bagaimana gambaran umum morfologi daerah
tersebut dengan mengamati peta topografi,
3. Lokasi singkapan batuan di plot dalam peta, singkapan batuan insitu, sebutkan
dimana menemukan singkapan batuan :
Tebing/gawir, lembah sungai, galian sumur, fondasi rumah dll,
4. Bagaimana kondisi singkapan batuan tersebut:
Dalam keadaan lapuk/segar, jika dalam keadaan lapuk amati warna tanahnya dan
pelapukan batuan tersebut, lihat vegetasi di sekitarnya.
5. Beri nomor pengamatan, ambil sample batuan tersebut, buat sketsa yang
menggambarkan posisi/letak batuan tersebut dengan yang lainnya.
B. PEMERIAN BATUAN

1. BATUAN BEKU

Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan
fragmental. Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif
ataupun aliran lava yang tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku fragmental juga
dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan
bagian dari batuan volkanik. Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan
pembahasana pada batuan beku non fragmental. Secara umum yang utama harus
diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:

1. Warna Batuan
2. Struktur Batuan
3. Tekstur Batuan
4. Bentuk Batuan
5. Komposisi Mineral Batuan

1. Warna Batuan
Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan beku
adalah warna. Warna dari sampel batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia batuan
tersebut. Ada empat kelompok warna dalam batuan beku:
1. Warna Cerah, warna cerah menunjukkan batuan beku tersebut bersifat asam.
2. Warna Gelap-Hitam, batuan beku warna gelap-hitam termasuk atau memiliki sifat
intermediet (menengah)
3. Warna Hitam Kehijauan, batuan Dengan warna hitam kehijauan mempunyai sifat
kimia basa.
4. Warna Hijau Kelam, warna batuan beku yang hijau kelam termasuk dalam batuan
ultra basa.

2. Struktur Batuan
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Seperti lava bantal
yang terbentuk di lingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan lain-lain. Suatu
bentuk dari struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya (Graha, 1987).

Pada batuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah:

a. Masif, bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.


b. Jointing, bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Kenampakan ini akan
mudah diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vasikuler, dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi
menjadi tiga, yaitu:
 Skoriaan, bila lubang gas tidak saling berhubungan.
 Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
 Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang
gas.
 Amigdaloidal, bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral
sekunder.
d. Struktur Aliran
Semua batuan beku seharusnya ada berawal dari adanya aliran ke suatu
tempat. Struktur aliran adalah bagian dari magma atau lava yang berdekatan pada
pendinginan secara cepat pada kontak langsung, dan oleh karena itu batas
ketercapaiannya pada viskositas yang relatif tinggi dan diakhiri dengan
konsolidasi. Lebih dahulu bagian dalam yang lebih jauh terbentuk menjadi badan
keras (Lahee,1961).
e. Struktur Bantal
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang dinyatakan pada batuan
ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran
dari bentuk lava ini pada umumnya antara 30-60 cm (Graha, 1987).

3. Tekstur Batuan
Menurut Sapiie (2006), eberapa tekstur batuan beku yang umum adalah:

a. Gelas (Glassy) – tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf).


b. Afanitik (aphanitic) – (fine grain texture) - berbutir sangat halus, hanya dapat
dilihat dengan mikroskop.
c. Faneritik (phaneritic) – ( coarse grain texture)
d. Berbutir cukup besar, dapat dilihat tanpa mikroskop.
e. Porfiritik (porphyritik) – mempunyai dua ukuran kristal yang dominan.
f. Piroklastik (pyroklastik) – mempunyai fragmen material volkanik.

Beberapa hal utama yang diperhatikan mengenai tekstur dalam deskripsi batuan :

Tingkat Kristalisasi
Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal
3 kelas derajat kristalisasi yaitu

1. Holokristalin, apabila batuan tersususn seluruhnya oleh massa kristal.


2. Hipokristalin, apabila batuan tersususun oleh massa gelas dan massa kristal.
3. Holohyalin, apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas.
Granularitas
Merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku. Dikenal 2 kelompok tekstur ukuran
butir, yaitu:
1. Afanitik: Kelompok ini mempunyai kristal-kristal yang sangat halus, sehingga
antara mineral satu dengan lainya sulit dibedakan dengan mata biasa, ataupun
dengan pertolongan lup atau kaca pembesar.
2. Fanerik: Kristal-kristalnya terlihat jelas sehingga dapat dibedakan satu dengan
yang lainnya secara megaskopis. Kristal fanerik dibedakan menjadi 4 kategori,
yaitu:
 Halus, ukuran diameter butir (d) >1 mm
 Sedang, 1 mm < d < 5 mm
 Kasar, 5 mm < d < 30 mm
 Sangat Kasar, d > 30 mm
Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan kristal yang lain atau dengan gelas.
Terdapat beberapa kenampakan:

1. Equigranular, yaitu jika ukuran butir sama besar atau seragam. Apabila mineral
yang seragam dapat terlihat jelas dengan mata dan mineral penyusunnya dapat
dibedakan dengan maka disebut dengan fanerik. Sedangkan mineral yang seragam
tetapi tidak dapat dibedakan mineral penyusunnya dengan mata maka
disebut afanitik
2. Inequigranular, yaitu jika ukuran dari masing-masing kristal tidak sama besar(tidak
seragam). Inequigranular dibedakan menjadi 2 yaitu:
 Faneroporfiritik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa
dasar kristal-kristal yang faneritik (terlihat dengan mata telanjang).
 Porfiroafanitik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar
kristal-kristal yang Afanitik ( tidak terlihat dengan mata telanjang).

Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan
bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai proses kristalisasi
mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:

1. Euhedral: Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang kristal
yang jelas.
2. Subhedral: Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang
dibatasi bidang-bidang kristal
3. Anhedral: Apabila bidang batas kristal tidak jelas

5. Komposisi Mineral dan Deskripsi Batuan Beku


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam dentifikasi mineral yaitu:

a. Warna mineral
b. Kilap, yaitu kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap
logam dan non logam. Kilap non logam terbagi lagi atas
c. Kilap intan
 Kilap tanah, contoh : kaolin, dan limonit.
 Kilap kaca, contoh : kalsit, kuarsa.
 Kilap mutiara, contoh : opal, serpentin.
 Kilap dammar, contoh : spharelit.
 Kilap sutera, contoh : asbes.
d. Kekerasan, yaitu tingkat resistansi mineral terhadap goresan, umumnya ditentukan
dengan skala Mohs.
e. Cerat, yaitu warna mineral dalam bentuk serbuk.
f. Belahan, yaitu kecenderungan mineral untuk membelah pada satu atau lebih arah
tertentu sebagai bidang dengan permukaan rata.
g. Pecahan, jika kecenderungan untuk arah tak beraturan. Macamnya :

 Concoidal : seperti pecahan botol, contoh: kuarsa.


 Fibrous : kenampakan berserat, contoh: asbes, augit.
 Even: bidang pecahan halus, contoh: mineral-mineral lempung
 Uneven : bidang pecahan kasar, contoh: magnetit, garnet.
 Hackly : bidang pecahan runcing-runcing, contoh: mineral-mineral logam.

Komposisi mineral penyusun batuan beku dibedakan menjadi:

a. Mineral Primer: Merupakan mineral hasil pertama dari proses pembentukan batuan
beku, terdiri atas:

Mineral Utama (essential minerals) : yaitu mineral yang jumlahnya cukup banyak
(>10%). Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan nama
batuan.
 Mineral tambahan (accessory minerals) : yaitu mineral-mineral yang jumlahnya
sedikit (<10% ) dan tak menentukan nama batuan.
b. Mineral Sekunder: Merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral primer.

Mineral yang pada umumnya sebagai penyusun batuan beku, yaitu:

a. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina dengan warna yang cerah
dan biasa disebut sebagai mineral asam kecuali (Ca-Plagioklas), yaitu:

 Kuarsa : jernih, putih susu seperti gelas kadang kelabu, tanpa belahan.
 Muskovit : jernih hingga coklat muda, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti
lembaran.
 Ortoklas : putih, merah daging (pink), belahan dua arah saling tegak lurus.
 Plagioklas : putih abu-abu (Na), abu-abu gelap (Ca), terdapat striasi pada bidang
belah.
b. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, warna
gelap dan biasa disebut sebagi mineral basa yaitu:
 Olivin : kuning kehijauan, kristal kecil menyerupai gula pasir.
 Piroksen (augit) : hijau tua, hitam suram, pendek, belahan 2 arah tegak lurus.
 Amfibole/ Hornblende : hitam mengkilat – hijau, panjang, belahan 2
arahmembentuk sudut 60 derajat sampai 120 derajat.
 Biotit : hitam, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti lembaran-lembaran.

6. Batuan Beku Fragmental (sedikit pembahasan)


Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics=
butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan volkanik. Batuan fragmental ini secara
khusus terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan). Bahan-bahan yang
dikeluarkan dari pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum atau sesudah
mengalami perombakan oleh air dan es.
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu:

1. Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastik fall deposits)


2. Endapan Aliran Piroklastik (pyroklastik flow deposits)
3. Pyroclastik Surge Deposits
4. Lahar

Cara Pemerian Batuan Beku

Struktur Batuan Beku


Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava
bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti lava bongkah, struktur aliran dan
lain –lainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.

Macam – macam struktur batuan beku adalah :


a. Masif, apabila tidak menunjukan adanya fragmen batuan lain yang tertanam
dalam tubuhnya.
b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan
ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran
dari bentuk ini adalah umumnya +\. 3060 cm dan jaraknya berdekatan, khas
pada vulkanik bawah laut.
c. Joint, struktur yang ditandai oleh kekarkekar yang tertanam secara tegak lurus
arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing.
d. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan
lubanglubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.
e. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnya).
f. Amigdaloidal, struktur dimana lubanglubang keluar gas diisi oleh
mineralmineral sekunder seperti zeolit, larbonat, dan bermacam silika.
g. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Stuktur ini terbentuk sebagai
akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma
yang menerobos.
h. Autobreccia, adalah struktur pada lava yang memperlihatkan fragmenfragmen
dari lava itu sendiri.

Tekstur Batuan Beku

Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral dengan massa
gelas yang membentuk massa yang merata pada batuan. Selama pembentukan tekstur
dipengaruhi oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang kedua tergantung pada suhu,
komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur
tersebut merupakan fungsi dari sejarah pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur
tersebut menunjukkan derajat kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran butir (grain
siza), granularitas dan kemas (fabric), (Williams, 1982).

1. Derajat kristalisasi
Batuan beku dengan hubungannya dengan kristalkristal memiliki tekstur kristal,
dimana terdiri dari fragmenfragmen
clastik atau tekstur piroklastik. Derajat kristalinitas terdiri dari tiga bagian yaitu (lampiran
ketiga):
a. Holokristalin : batuan yang tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
b. Hipokristalin : adalah batuan yang tersusun atas massa kristal dan gelas
c. Holohyalin : adalah batuan yang tersusun atas seluruhnya oleh massa

2. Granularitas
Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus
yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat
kasar. Umumnya dikenal 2 kelompok ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik.
∙ Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang.
∙ Fanerik
Kristal individu t=yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuranukuran :
- Halus, ukuran diameter ratarata
kristal individu < 1 mm.
- Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm – 5 mm.
- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm – 30 mm.
- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm.

3. Kemas
Dalam kemas batuan beku meliputi bentuk kristal dan susunan hubungan kristal dalam
suatu batuan.

a. Bentuk Kristal

Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam :


a. Euhedral, adalah bentuk Kristal dan butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
b. Subhedral, adalah bentuk Kristal dan butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
c. Anhedral, adalah bentuk Kristal dan butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang tidak sempurna.

Dilihat dari tiga dimensi, yaitu :


- Equidimensional, yaitu bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, yaitu bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi lain.
- Iregular, yaitu bentuk kristal tidak teratur.

b. Relasi
Merupakan hubungan antar kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan dari ukuran
dikenal :

1. Granularitas atau Equigranular, yaitu mineral yang mempunyai ukuran butir relatif
seragam, terdiri dari :
- Panidimorphic granular yaitu sebagian besar mineral mempunyai
ukuran yang seragam dan euhedral.
- Hipidiomorfik granular terdiri dari mineral yang berukuran butir relatif
seragam dan subhedral.
- Allotiomorfik granular terdiri dari mineral yang sebagian besar
berukuran relatif seragam dan anhedral.

2. Inequigranular, apabila mineral memiliki ukuran butir tidak sama, terdiri dari :
- Porfiritik, adalah tekstur batuan dimana kristal besar (fenokris) tertanam dalam masa
dasar yang lebih halus.
- Vitroverik tekstur adalah berkarakter fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.

3. Tekstur khusus batuan beku, adalah tekstur yang menunjukkan hubungan antara bentuk
dan ukuran butir juga ada yang
menunjukkan arah pertumbuhan bersama antara mineral – mineral yang berbeda. Tetapi
tekstur ini sangat sulit diamati secara megaskopis. Beberapa tekstur khusus dari batuan
beku:

a. Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, di sini
piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen.
b. Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam dalam masa
dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir – butir piroksen,
oksida besi dan aksesori mineral.
c. Intergranular adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar plagioklas ditempati
oleh kristal – kristal piroksen, olivin atau biji besi.
Klasifikasi dan Penamaan Batuan Beku

Berbagai klasifikasi telah dikemukakan oleh beberapa ahli, kadangkadang satu batuan
pada klasifiksai yang lain penamaannya berlainan pula. Dengan demikian seseorang
Petrologi harus benarbenar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada suatu
batuan beku.

a. Klasifikasi Berdasarkan Kimiawi

Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi (C.J Huges, 1962), dan dibagi
dalam empat golongan, yaitu:
1. Batuan beku asam, bila batuan beku tersebut mengandung lebih dari 66% SiO2.
Contoh batuan ini Granit dan Rhyolit.
2. Batuan beku menengah atau intermediet, bila batuan tersebut mengandung 52%66%
SiO2. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
3. Batuan beku basa, bila batuan tersebut mengandung 45% 52% SiO2. Contoh batuan
ini adalah Gabro dan Basalt.
4. Batuan beku ultra basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO2.
Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.

b. Klasifikasi Berdasarkan Mineralogi

Dalam klasifikasi ini indeks warna akan menunjukkan perbandingan mineral mafic dan
mineral felsic. S. J. Shand , 1943, membagi empat macam batuan, yaitu:
1. Leucrocatic Rock, bila batuan beku mengandung 30% mineral mafic.
2. Mesocratic Rock, bila batuan beku tersebut mengandung 30%60% mineral mafic.
3. Melanocratic Rock, bila batuan beku tersebut mengandung 60%90% mineral mafic.
4. Hipermelanuc Rock, bila batuan beku tersebut mengandung lebih dari 90 % mineral
mafic.
Sedangkan S. J. Elis, 1948, membagi kedalam empat golongan tekstur pula, yaitu:
1. Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
2. Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% 40%.
3. Mafic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% 70%.
4. Ultra mafic, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

c. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral

Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya, batuan beku dapat dibagi
menjadi dua ; yaitu batuan beku Volkanik dan batuan beku Plutonik. Batuan beku
Volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di dekat permukaan bumi.
Menurut Williams, 1983, batuan beku yang berukuran kristal kurang dari 1mm adalah
kelompok batuan volkanik, terutama pada matriksnya. Batuan beku yang mempunyai
ukuran kristal lebih dari 1 mm dikelompokkan dalam batuan beku Plutonik, bila
berukuran kurang dari 5 mm.
Pembagian berdasarkan ukuran kristal saja tidak cukup karena sering kali inti suatu
aliran lava yang tebal mempunyai tekstur sedang (15mm), atau sebaliknya bagan tepi
suatu pluton boleh jadi akan mempunyai tekstur fenerik halus atau bahkan afanitik
dikarenakan pendinginan yang cepat selama kontak dengan batuan sampingnya. Oleh
karena itu penamaan sekepal batuan di laboratorium akan lebih tepat jika didukung
dengan data lapangan atas batuan tersebut.

Batuan Volkanik
Batuan Volkanik dinamai dengan mempertimbangkan komposisi fenokris dan warna.
Fenokris kuarsa dan Feldspar alkali bersama dengan plagioklas asam dan sedikit biotit
umum hadir dalam komposisi asam, seperti dalam Rhyolit dan Dasit. Jika fenokris kuarsa
dan feldspar alkali bersama plagioklas asam yang melimpah melebihi jumlah feldspar
alkali, batuan tersebut adalah dasit. Sebaliknya jika yang melimpah adalah feldspar alkali
dibandingkan dengan plagioklas asam maka batuan tersebut cenderung rhyolit. Warna
dalam berbagai hal tidak terlalu berarti. Banyak Dasit dan Rhyolit yang berwarna abuabu
kehijauan atau bahkan agak gelap.
Oleh karena itu warna baru bermanfaat jika tidak didapat satu pun fenokris dalam
batuan volkanik tersebut. Fenokris Hornblende yang melimpah dengan disertai oleh biotit
atau piroksen adalah khas pada andesit. Sungguhpun demikian sering pula
didapati andesit berwarna abuabu yang mengandung fenokris piroksen. Hal tersebut
berkaitan erat dengan kondisi kandungan fluida H2O pada magma saat pembentukannya.
Trakit merupakan batuan berkomposisi menengah yang memperlihatkan tekstur aliran
dengan melibatkan banyak sanidin di dalamnya. Kenampakan penjajaran mineral pada
trakit merupakan gambaran akan aliran tersebut. Tekstur aliran/trakitik semacam ini
dikenal pula dengan istilah pilotaksitik.
Basalt merupakan batuan volkanik berkomposisi basa yang umumnya berwarna gelap
dengan fenokris olivin dan piroksen yang
melimpah. Adakalnya basalt tidak berfenokris namun akan terlihat berwarna gelap dan
umumnya vesikuler atau bahkan skoria. Skoria adalah tekstur batuan volkanik yang sangat
vesikuler, namun karena kehadiran skoria khas pada basalt maka sering kali basalt yang
bertekstur skoria disebut dengan skoria saja.Variasi nama dalam komposisi basa menjadi
beragam, oleh kehadiran kandungan mineralnya. Seperti spilit. Spilit adalah batuan
berkomposisi mineral mafic sebagaimana basalt namun sungguhnya kandungan An
plagioklasnya rendah (oligoklas ). Lava basalt berstruktur bantal yang tebentuk di air laut
umumnya adalah spilit. Pengamatan plagioklas dalam hal ini memerlukan bantuan
mikroskop. Basanit dan Tetrit adalah kerabat berkomposisi basa pula yang mengandung
feldspatoid dan olivin.

Batuan Plutonik
Setidaknya ada dua peneliti batuan yang telah menyusun klasifikasi dan tata nma
batun plutonik, yaitu: Strckeilsen, 1974 dan Williams, 1954/1983, Williams membagi
batuan Plutonik berdasarkan pada indeks warna (jumlah mineral mafic dalam batuan).
Indeks warna lebih kurang 10% (batuan felsic) diwakili oleh batuan garnodiorit, adamelit,
dan granit. Granit mempunyai kandungan feldspar alkali yang jauh melimpah
dibandingkan plagioklasnya, sebaliknya granodiorit mempunyai plagioklas yang lebih
dominan. Adamelit merupakan nama batuan felsik yang mempunyai feldspar alkali
sebanyak plagioklasnya.

Pada indeks warna 10 – 40 % batuan plutonik diwakili oleh Diorit, Monzonit, dan
Syenit. Kuarsa umunya hadir dalam jumlah kurang dari 10% pada kelompok ini. Syenit
adalah salah satu dari kelompok ini yang memiliki feldspar akali yang melebihi
plagioklasnya.

Beberapa batuan mafic dengan indeks warna 40 - 70 % adalh gabro,


diabas/dolerit. Gabro mempunyai tekstur ofitik sedangkan diabas bertekstur diabasik atau
sub ofitik. Ofitik adalah kenampakan dimana plagioklas dilingkupi oleh piroksen,
sedangkan diabasik adalah tumbuh bersama antara plagioklas dan piroksen dimana
plagioklas memperlihatkan pertumbuhan yang menyebar.

Batuan ultra mafic diperlihatkan dengan indeks warna lebih dari 70%. Dapat saja
disusun oleh >90% olivin yang disebut dunit atau oleh gabungan olivin dan piroksen yang
dikenal dengan peridotit. Jika Batuan ultra mafic tersebut disusun oleh > 90% piroksen
dikenal dengan piroksenit dan jika > 90% berupa hornblende disebut dengan hornblendit.
Serpentinit adalah ubahan secara menyeluruh >90% batuan yang kaya akan mineral mafic.
Anortosit adalah batuan ultra basa yang tidak termasuk dalam ultra mafic karena hampir
keseluruhan disusun oleh plagioklas basa, sehingga indeks warnanya <10%.

Klasifikasi batuan plutonik didasarkan pada kandungan mineral mineral modal


dikemukakan oleh The International Union of Geologycal Sciences (IUGS) pada 1973
(Streckeisen, 1973; 1978). Berbeda dari Williams klasifikasi ini menggunakan mineral
modal yang tampak hadir dalam batuan plutonik terutama mineral felsicnya (mineral yang
berwarna terang).

2. BATUAN METAMORF

Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogi batuan yang


berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi suhu dan tekanan yang
berbeda dari kondisi batuan tersebut sebelumnya. Perubahan yang berlangsung di dalam
proses pelapukan dan diagenesa pada umumnya tidak termasuk di dalamnya. Wilayah
proses metamorfisme berada antara suasana akhir proses diagenesa dan permulaan proses
peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Tipe – tipe Metamorfosa
Tipe metamorfosa dapat digolongkan menjadi :
A. Metamorfisme Lokal
Tipe yang sebarannya terbatas meliputi metamorfisme kontak (sering disebut
metamorfosa termal) dan metamorfosa kataklastik yang cirinya berbeda dari jenis
sebelumnya.

Metamorfisme Kontak/Termal
Metamorfisme termal terjadi disekitar tubuh batuan beku sebagai akibat pemancaran
panas selama pendinginannya. Semakin perlahan dan lama proses pendinginan akan
semakin efektif metamorfisme pada batuan sampingnya. Wilayah yang terkenai ubahan
tersebut dikenal dengan zona aureole. Batuan hasil metamorfisme termal/kontak dikenal
dengan batutanduk/hornfels. Pada tipe metamorfosa lokal ini, yang paling berpengaruh
adalah faktor suhu disamping faktor tekanan, sehingga struktur memorfosa yang khas
adalah non foliasi, antara lain hornfels itu sendiri.

Metamorfisme Dislokasi/Dinamik/Kataklastik
Batuan metamorfik ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti
disekitar sesar. Pergerakan antar blok batuan akibat sesar memungkinkan menghaslkan
breksi sesar, dan batuan metamorfik dinamik. Batuan metamorfik yang mungkin dijumpai
adalah proto milonit, milonit dan ultra milonit.

Metamorfisme Benturan
Hujan meteor yang melanda bumi pada akhir mesozoikum (sebelum 65 juta tahun lalu)
dan secara spekulatif dianggap sebagai penyebab musnahnya dinosaurus, menghasilkan
metamorfosis pada batuanyang dibenturkannya. Hal tersebut dikenal dengan metamorfosis
benturan (inpact metamorpism). Salah satu hasil metamorfosisme benturan yang terkenal
terdapat di Krater Meteor, Arizona, Amerika serikat.

B. Metamorfosa Regional
Tipe lainnya mempunyai penyebaran yang luas. Tipe ini terbagi dalam dua jenis.
Yang pertama dikenal dengan 1) metamorfisme regional dinamotermal, 2) metamorfisme
regional beban, 3) metamorfisme lantai samudra.

Metamorfisme regional dynamotermal


Secara geografi metamorfisme regional dynamo termal terjadi pada daerah luas akibat
orogenesis. Pada proses ini pengaruh suhu dan tekanan berjalan bersam-sama. Tekanan
yang terjadi di daerah tersebut berkisar sekitar 2000-13.000 bars (1 bar = 106 dyne/cm2),
dan temperatur berkisar antara 200-800oC.

Metamorfisme beban
Metamorfisme regional yang terjadi jika batuan terbebani oleh sedimen yang tebal
diatasnya. Tekanan mempunyai peranan yang penting melebihi suhu. Metamorfisme ini
umumnya tidak disertai dengan deformasi maupun perlipatan sebagaimana pada
metamorfisme dynamotermal. Metamorfisme regioanl beban tidak berkaitan dengan
orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen pada cekungan yang dalam akan besar,
lebih rendah dibandingkan pada metamorfisme dinamotermal, berkisar antara 4000 –
4500 C. Gerak-gerak penetrasi yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat,
jika tidak, biasanya tidak hadir. Oleh karena itu fabrik batuan asal tetap tampak sedangkan
yang berubah adalah komposisi mieneraloginya. Perubahan metamorfismenya tidak
teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan tipisnya di
bawah mikroskop.

Metamorfisme lantai samudra


Batuan penyusun lantai samudra merupakan material baru yang dimulai
pembekuannya di Punggungan Tengah Samudra. Pembentukan ofiolit selama proses
pemekaran lantai samudra disertai dengan perputaran fluida panas. Perubahan hidrotermal
terjadi pada kerak tersebut. Perubahan meniralogi tersebut dikenal juga metamorfisme
hidrotermal (Coomb, 1961). Dalam hal ini larutan panas (+ gas) memanasi retakan-
retakan batuan dan menyebabkan perubahan meniralogy batuan sekitarnya. Metamorfisme
semacam ini melibatkan adanya penambahan unsure dalam batuan ubahan yang dibawa
oleh larutan panas dan lebih dikenal denganmetasomatisme.

Cara Pemerian Batuan Metamorf

Struktur Batuan Metamorf


Tekanan yang mengenai batuan yang mengalami metamorfisme, dimana terbentuk
mineral baru sering mengakibatkan penjajaran kenampakan tekstur dan struktur. Jika hal
itu planar maka disebut foliasi. Berdasarkan kenampakkan bidang planar yang dibentuk
selama metamorfisme, struktur batuan metamorfisme dibagi menjadi dua yakni :struktur
foliasi dan struktur non foliasi. Hal tersebut tidak dipermasalahkan, apakah keseluruhan
batuan mengalami rekristalisasi (kristaloblastik) ataukah tidak secara keseluruhan
mengalami rekristalisasi (pelimsest).

Struktur Foliasi (Schistosity)


Adanya penjajaran mineral-mineral yang planar pada penyusun batuan metamorf.
Seringkali terjadi pada metamorfisme regional dan kataklastik.
1. Slatycleavage, berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke metamorfik,
snagat halus dan keras, belahannya rapat, mulai terdapat daun-daun mika halus,
memberikan warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir.

2. Filitik (Phylitic), rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih mengkilap


daripada batusabak, mineral mika lebih banyak dibanding slatycleavage. Mulai terdapat
mineral lain yaitu tourmaline.

3. Skistosa (Schistosity), batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfisme regional,
sngata jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit, dan
mineral lain yang berserabut. Terjadi perulangan anatara mineral pipih dengan mineral
granular dimana mineral pipih lebih banyak daripada mineral granular. Orientasi
penjajaran mineral pipih menerus.

4. Gneistosa, mineral granular lebih banyak dari mineral pipih, tetapiorientasi mineral
pipihnyatidakmenerus / terputus.

v Struktur Non Foliasi


Yaituteksturpadabatuanmetamorf yang samasekalibaruterbentukpadasaat proses
metamorfismedanteksturbatuanasalsudahtidakkelihatan.
- Granulose / Hornfelsik, butirannya seragam, terbentuk pada bagian dalam daerah
kontak sekitar tubuh batuan beku. Umumnya merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak
ada foliasi, tapi batuannya halus dan padat. Contoh : Marmer, Kuarsit.

- Liniasi, memperlihatkan kumpulan mineral seperti menjarum dan berserabut. Contoh :


Serpentinit dan Asbestos.

- Kataklastik, suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap batuan asal
yang mengalami metamorfosa dynamo.

- Milonitik, hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih halus dan
dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini sebagai salah satu ciri adanya sesar.
- Filonitik, hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih halus lagi.

- Flaser, seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal yang berbentuk lensa
tertanam pada masa dasar milonit.

- Augen, seperti flaser dan lensanya terdiri dari butir feldspar pada masa dasar yang lebih
halus.

Tekstur Batuan Metamorf


1. Kristaloblastik
Yaitu tekstur pada batuan metamorf yang samasekali baru terbentuk pada saat proses
metamorfisme dan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan.
a. Porfiroblastik, seperti tekstur porfiritik pada batuan beku dimana terdapat
masa dasar dan fenokris, hanya dalam batuan metamorf fenokrisnya disebut
porfiroblast.
b. Granoblastik, mineralnya berupa butiran-butiran yang seragam.
c. Lepidoblastik, didominasi mineral pipih dan memperlihatkan susunan
mineral dalam batuan saling sejajar dan terarah, bentuk mineralnya tabular.
d. Nematoblastik, mineralnya juga sejajar dan searah hanya mineralnya
berbentuk prismatik, menyerat, dan menjarum.
e. Idioblastik, butiran mineral penyusunnya berbentuk euhedral.
f. Hipidioblastik, tekstur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral
pembentuknya berbentuk subhedral.
g. Xenoblastik, mineral penyusunnya berbentuk anhedral.

3. Palimsest
a. Merupakan tekstur sisa batuan metamorf.
b. Blastoporfiritik, sisa tekstur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih
nampak.
c. Blastofitik, sisa tekstur ofitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih
nampak.
d. Blastopsepit, tekstur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lebih besar dari pada pasir (psepit).
e. Blastopsamit, sama dengan blastopsepit tapi ukuran butirannya pasir
(psamite)
f. Blastopellite, textur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lempung (pellite).

Komposisi Mineral Batuan Metamorf


o Mineral Stress
Mineral yang stabil atau terbentuk karena tekanan, dimana mineral ini dapat
berbentuk pipih atau tabular, prismatic. Mineral tersebut tumbuh dengan sumbu
memanjang kristal tegak lurus gaya. Berikut ini contoh-contoh mineral stress : Mika,
zolit, tremolit-aktinolit, glaukofan, hornblede, serpentin, silimanit, kianit, antofilit, dll.

o Mineral Anti Stress


Mineral yang terbentuk atau stabil bukan karena tekanan yang umumnya berbentuk
equidimensional, seperti : Kuarsa, garnet, kalsit, staurolit, feldspar, kordierit, group
epidot.

Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral di bawah ini khas muncul pada jenis
metamorfisme tertentu, seperti:
1. Pada metemorfisme regional
Kyanit Silimanit
Staurolit Talk
Garnet Glaukofan

2. Pada metamorfiesme termal


Garnet Korundum
Andalusit
Penamaan Batuan Metamorf
Penamaan batuan metemorfik dimaksudkan untuk digunakan mengenali dan
memberikan informasi yang berarti mengenai batuan tersebut. Ada 5 kriteria utama
sebagai dasar dalam menamai batuan metamorf.
1. asal batuan semula
2. mineralogy batuan metemorf
3. tekstur
4. penamaan secara khusus
5. tekstur dalam mineralogy

Istilah metabasit, metapelit, adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku
dan batuan sedimen. Metasedimen, metabatuapasir, metabatulempung, metagranit semua
mengisyaratkan asal batuan semula.

Sekis, genis, filit, hornfels adalah penamaan didasarkan pada tekstur batuan
metamorf tersebut. Kuarsit, serpentinit, hornblendit, batuan metamorfik glaukofanitik
adalah penamaan didasarkan kandungan mineralnya.

a. Slate adalah batuan metamorf derajat sangat rendah, disusun oleh mineral pilosilikat
sangat halus tersusun membentuk orientasi kesejajaran yang memperlihatkan
lembaran.
b. Filit bertekstur sekistose tetapi disusun oleh mineral piloslikat yang halus (dalam
ukurang 0,1 – 1 mm).
c. Sekis ditandai oleh penjajaran mineral pipih berukuran > 1 mm sehingga mudah
dikenali dengan mata telanjang. Pada sekis tampak keharian mineral pipih lebih
melimpah dibandingkan mineral granular.
d. Gneis berkristal sangat kasar, dapat mencapai beberapa milimeter dan mineral
tabularnya memperlihatkan foliasi. Batuan ini didominasi oleh mineral granular
dengan sedikit mineral pipih (tabular/prismatic) yang menjajar. Ahli Eropa
menggunakan genes sebagai batuan yang kasar, sedikit kandungan mikanya, derajat
tinggi. Istilah ortogenesdipakai untuk genes yang berasal dari batuan beku
dan paragenesuntuk genes yang berasal dari batuan sedimen.
e. Milonit, merupakan batuan metamorf kataklastik yang disusun oleh matriks anata 50
– 90% dan sisanya berupa porfiroklas. Jika hampir keseluruhan terdiri dari matriks
dan porfiroklas kurang dari 10% maka disebut ultra milonit. Pilonit adalah batuan
metamorf kataklastik yang kaya akan mineral pilosilikat yang secara khas
memperlihatkan seperti slate. Sedangkan batuan metamorfik yang bertekstur
granoblastik disekitar intrusi dikenal dengan hornfels.

Berikut ini nama-nama batuan metamorf berdasarkan pada penamaan yang khas padanya :
a. Sekis hijau adalah batuan metamorf berasal dari batuan beku basa, berwarna hijau,
berfoliasi, berderajat rendah, umumnya disusun oleh klorit, epidot dan aktinolit.
b. Sekis biru berasal dari batuan beku, berwarna gelap kebiruan, pada derajat sangat
rendah, tekstur berfoliasi, warnanya disebabkan oleh melimpah kehadiran amfibol Na
terutama glaukofan dan krosit.
c. Amfibolit utamanya disusun oleh mineral hijau gelap hornblende dan plagiklas
dengan ditambah berbagai mineral aksesori.
d. Serpentinit adalah batuan berwarna hijau, hitam atau kemerah-merahan, disusun
secara mencolok oleh sepentin. Batuan ini merupakan batuan metamorf berasal dari
batuan beku ultra basa.
e. Eklogit adalah batuan metamorf berkomposisi utama darnet dan omfasit (piroksen
klono hijau rumput) tanpa plagiklas dengan sedikit mineral aksesori kuarsa, kianit,
amfibol, zoisit dan rutil.
f. Granulit, batuan metamorf dicirikan oleh tekstur granoblastik, berukuran butir
seragam bahkan membentuk kristal yang sempurna (polygonal) dan mineral
penyusunnya terbentuk pada temperatur tinggi, seperti feldspar, piroksen, amfibol.
g. Magmatit adalah pencampuran batuan metamorf, sekis atau genes derajat tinggi
berselang-seling dengan urat-urat batuan beku berkomposisi granitik hasil anateksis.

4. BATUAN SEDIMEN

Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan
dari beberapa centimeter sampai beberapa km. Yang dimaksud dengan batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat lithifikasi bahan rombakan batuan
asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme.

Lithifikasi atau pembatuan adalah proses terubahnya materi pembentuk batuan yang
lepas - lepas (unconsolidated rock forming materials) menjadi batuan yang kompak keras
(consolidated coherent rocks). Ukuran butir batuan sedimen dari sangat halus sampai
sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk ke dalam batuan
sedimen.

Batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen
hanya merupakan 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat di kerak bumi.
Sungguhpun demikian penyebarannya menempati lebih dari 65% luasan, sehingga
merupakan lapisan tipis di permukaan bumi.

Kenampakan yang menonjol pada batuan sedimen adalah perlapisan, struktur


internal dan eksternal lapisan, bahan rombakan yang tidak kristlin, mengandung fosil dan
masih banyak lagi.

Penggolongan dan Penamaan Batuan Sedimen

Batuan dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh R.P
Koesoemadinata (1980), mengemukakan ada enam golongan utama batuan sedimen :

1) Golongan detritus kasar


2) Golongan detritus halus
3) Golongan karbonat
4) Golongan evaporit
5) Golongan sedimen silika
6) Golongan batubara

1. Golongan detritus kasar

Golongan ini dapat dikenali melalui butiran penyusun batuannya yang relatif
berukuran kasar dengan diameter butirnya lebih dari 1/16 mm dan umumnya dihasilkan
oleh proses sedimentasi mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain breksi,
konglomerat dan batu pasir. Lingkungan tempat diendapkannya batuan ini dapat
dilingkungan sungai, danau atau laut.

2. Golongan detritus halus

Golongan ini dapat dikenali melalui butiran-butiran penyusun batuan yang relatif
berukuran halus, diameter butirnya 1/16 mm sebagai hasil sedimentasi mekanis. Batuan
yang termasuk dalam golongan ini pada umumnya diendapkan di lingkungan laut dari laut
dangkal sampai laut dalam. Termasuk golongan ini adalah batu serpih, batu lanau, batu
lempung dan batu napal. Sedangkan batu napal dihasilkan oleh proses sedimentasi kimiawi.

3. Golongan karbonat

Golongan ini terutama disusun oleh kelompok mineral karbonat ( misal : kalsit,
dolomit, aragonit ) dan cangkang-cangkang binatang karang, misal cangkang molusca,
algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Golongan ini dapat terbentuk
sebagai hasil:

 Sedimentasi mekanis : misal, batu gamping bioklastik, batu gamping oolit


 Sedimentasi organis : misal, batu gamping terumbu
 Sedimentasi kimiawi : misal, batu gamping kristalin, dolomit

4. Golongan evaporit

Golongan batuan ini diberikan terhadap batu garam karena asal terjadinya
disebabkan oleh proses evaporasi ( Koesoemadinata, 1980). Umumnya golongan ini terdiri
dari batuan monomineralik, nama batuan sama dengan nama mineral. Contohnya Gypsum (
Ca SO4 2H2O ), Anhydrit ( Ca SO4 ), Halite (NaCl). Pada umumnya batuan ini terbentuk
di lingkungan danau atau laut yang tertutup, dan untuk terjadinya batuan sedimen ini harus
ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat.

5. Golongan sedimen silika

Termasuk golongan ini adalah juga batuan yang bersifat monomineralik, dan
umumnya tersusun oleh mineral silika, terbentuknya secara sedimentasi kimiawi atau
organik.
 Sedimentasi kimiawi : Rijang (Chert)
 Sedimentasi organik : Radiolaria dan Diatomea

Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali

6. Golongan batubara

Golongan ini terbentuk oleh adanya akumulasi zat-zat organik yang kaya akan unsur
C (karbon), umumnya terdiri dari tumbuh-tumbuhan, dimana sewaktu tumbuhan tersebut
mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak
memungkinkan untuk terjadinya pelapukan. Lingkungan tempat terjadinya batubara adalah
khusus sekali. Termasuk jenis sedimentasi organis. Contoh : gambut, bituminous, antrasit.

Berdasarkan cara terjadinya batuan sedimen dibagi atas :

1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan
batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan batuan sedimen itu
sendiri.Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis (disintegrasi)
maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan.

Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa, yakni proses


perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen,
selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi
batuan yang keras.

Proses diagenesa batuan sedimen klastik antara lain :

Kompaksi sedimen

Kompaksi sedimen adalah termempatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat
tekanan dari berat beban diatasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar
butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.

Sementasi

Yang dimaksud dengan sementasi adalah turunnya material-material di ruang antar butir
sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain. Sementasi
makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas relatif) pada ruang antar butir
makin besar.

Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang
berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau jauh sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
Autigenesis

Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik, sehingga adanya mineral


tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum
diketahui adalah karbont, silika, klorite, illite, gipsum dan lain-lain.

Metasomatisme
Metasomatisme adalah pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik,
tanpa pengurangan volume asal. Contohnya dolomitisasi, sehingga dapat merusak bentuk
suatu batuan karbonat atau fosil.

2. Batuan Sedimen Non Klastik

Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari hasil
kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi
organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang
terpresipitasi dan replacement).

a. Batuan sedimen organik

Batuan sedimen yang dihasilkan oleh aktifitas organisme terdapat sebagai sisa
organisme yang biasanya tetap tinggal ditempatnya. Contoh dari batuan sedimen ini adalah
batu gamping koral, diatomea dan lain-lain. Pada batuan sedimen organik selalu terlihat
struktur-struktur organismenya dengan jelas walaupun sering kali terdapat rekristalisasi.

b. Batuan sedimen kimia

Sebagian dari sedimen macam ini dihasilkan oleh proses penguapan, terutama di
daerah air, contohnya adalah endapan gypsum, garam dan lain-lain. Batuan sedimen
kimiawi biasanya hanya terdiri dari satu macam susunan mineral saja, yang jelas walaupun
bersifat hablur tetapi kilapnya adalah non metalik.

Cara Pemerian Batuan

Dalam setiap singkapan juga harus dilakukan pendeskripsian batuan. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pendeskripsian batuan, antara lain:
 Warna batuan misalnya abu-abu, gelap, terang, kehijauan, dan lain sebagainya.
 Tekstur misalnya faneritik, afanitik, gelas, kristalin, fragmental, klastik,
ekuigranular, holokristalin, dan lain sebagainya.
 Ukuran dan bentuk butir atau kristal misalnya kasar, menengah, halus, memanjang,
menyerabut, dan lain sebagainya.
 Kekerasan misalnya keras, getas (brittle), lunak.
 Komposisi mineral, mineral pembentuk batuan dan/atau bijih.
Pemerian batuan diawali dari kenampakan fisik batuan secara megaskopis seperti
warna batuan, besar atau ukuran butir, bentuknya (fragmental atau kristalin), teksturnya dan
lain sebagainya. Bila fragmental harus dijelaskan membulat atau menyudut.
Batuan segar, mengalami ubahan (altered) atau lapuk (weathered). Bila ada pelapukan
atau ubahan batuan dijelaskan tingkat pelapukan (sangat lapuk, lapuk, segar – fresh) serta
jenis dan tingkat ubahan misalnya tidak teralterasi, segar, lemah, menengah, kuat, hebat dan
total.
Bila ada fragmen kasar seperti breksi dan konglomerat agar diamati jenis batuan
komponen atau fragmennya. Agar diperhatikan adanya pengarahan butiran atau kristal
mineral serta jenis mineral penyusun batuan. Hasil pengamatan dicatat dalam buku
lapangan. Bila ada pelapukan atau ubahan batuan jelaskan tingkat ubahan misalnya tidak
teralterasi, segar, lemah, menengah, kuat, hebat dan total.
Apabila menemukan adanya pemineralan pada batuan, maka hal sebagai berikut harus
dicatat.
 Jenis pemineralan (bijih) atau asosiasi mineral seperti kalkopirit, galena, emas,
magnetit dan lain sebagainya.
 Bentuk pemineralan atau tubuh bijih (dalam batuan induk) seperti urat (vein), lapisan,
kantong (pocket), dsb.
 Hubungan, kedudukan, dan batas (kontak) tubuh bijih dalam batuan induk (jelas, tidak
jelas atau perangsur-angsuran, dan tidak jelas sama sekali).
 Sebaran bahan berharganya seperti terserak dalam batuan, veinlets, lensa-lensa, dan
lain sebagainya
 Ukuran (ketebalannya) lapisan, urat, dan lain sebagainya
Sedangkan apabila ada bongkah batuan di sekitarnya atau di suatu titik
pengamatan hendaknya dicatat pula keadaan bongkah itu, seperti:
 Bentuk bongkah (membulat atau menyudut). Bentuk bongkah ini menunjukkan jauh
dekatnya sumber atau singkapan batuan.
 Jenis batuan. Jenis batuan menunjukkan keterdapatan batuan di bagian hulu
sungainya.
 Ukuran bongkah dan lain sebagainya.

C. PEMERIAN STRUKTUR

Apabila ditemukan bidang perlapisan, maka perlu dicatat adanya struktur perlapisan,
rekahan atau sesar pada singkapan. Kemudian dilakukan pengukuran unsur-unsur struktur
seperti jurus dan kemiringan perlapisan, rekahan, dan sesar. Cacatlah ciri atau indikasi
sesar. Kemudian amati ada tidaknya pengisian mineral tertentu pada rekahan, sedapat
mungkin perhatikan dan pencatatan arah rekahan mana yang terisi mineral atau
pemineralan.
Pemerian struktur meliputi jenis atau bentuk struktur (primer, sekunder, lipatan, sesar,
rekahan) dan pengukuran unsur-unsur struktur seperti jurus dan kemiringan. Setiap titik
pengamatan diplot pada peta lapangan (Gambar 2.5). Selain singkapan, bongkah yang ada
di sekitar titik pengamatan atau singkapan sebaiknya juga didokumetasikan.

Anda mungkin juga menyukai