Pemerian Batuan :
Pemerian Singkapan
1. Batuan Masif
2. Batuan dengan sisipan batuan lain
3. Perulangan batuan dengan batuan lain
Pemerian litologi
Contoh : BTPS, lpg, pth, frag. Kw, but. H, sub. Ang, pemil. Sdg, kem. Ttp, calc cmt, por.
Sdg, Str. Berlap, min. Pyr, fos. Mol, foram, lnk.
Keterangan :
Keterangan :
BTLP, abu”, por. brk, bull. Str, mas, fos. Mol, foram, lnk.
A. Pemerian Singkapan
Singkapan batuan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan yang masih utuh,
(belum terubah oleh pelapukan ). Proses singkapan batuan diakibatkan oleh adanya erosi
(pengikisan) oleh gaya-gaya yang bekerja pada lapisan penutupnya. Oleh karena itu,
singkapan pada batuan biasanya tidak menerus dan jarang atau kurang, karena tertutup oleh
tanah pelapukan yang tebal, hutan tropis yang lebat dan tanah garapan.
Dalam teknik penelitian lapisan dan struktur geologi kita harus mengetahui
kedudukan batuan di permukaan bumi dengan mengukur arah penyebarannya dan juga
kemiringan pada batuan. Dalam ilmu Geologi, kedua elemen tersebut dinamakan Strike dan
Dip. Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan
bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk antara
bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Bidang planar
ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidangperlapisan, bidang kekar, bidang
sesar.Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil pengendapan (sedimen).
tetapi juga dapat ditemukan pada batuan metamorf yang berstruktur foliasi. Penulisan strike
dan dip N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai
Dip).
Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas
Geologi. Kompas Geologi mempunyai kemampuan untuk mengukur strike dip karena
memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk
mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk
memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal. Disamping menggunakan kompas
Geologi, strike dip bidang dapat ditentukan dengan metode 3 titik. Intinya adalah mengetahui
pelamparan batuan berikut kemiringannya di lapangan.
Struktur Geologi
1. Kekar
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti
(bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Jenis-jenis kekar :
1. Kekar Pengerutan (shrinkage joint) merupakan kekar yang terbentuk karena adanya
gaya pengerutan yang timbul dari pendinginan (pada batuan beku : kekar tiang) atau
pengeringan (pada batuan sedimen). Biasanya berbentuk poligon yang memanjang.
2. Kekar Lembaran (sheet joint) merupakan sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar
dengan permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuknya kekar ini
disebabkan oleh penghilangan beban batuan yang tererosi.
3. Kekar Karena Tektonik merupakan kekar yang terbentuk karena proses endogen,
yang berupa pasangan garis yang lurus.
2. Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar (Fault Plane), atau rekahan
tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault Zone), yang terdiri dari lebih dari satu
sesar. Jalur sesar atau gerusan (shear), mempunyai dimensi panjang dan lebar yang beragam,
dari skala minor atau sampai puluhan kilometer.
Jenis-jenis sesar :
3. Lipatan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis bidang di dalam bahan
tersebut. Jenis-jenis lipatan :
Kejadian Lipatan
1. Buckling yaitu karena proses penekanan lateral dari suatu bidang planar. Proses
pelengkungan terjadi pada kedua sisi selama terjadi pemendekan.
2. Bending yaitu karena pengaruh gerakan vertikal pada suatu lapisan, misalnya
penurunan lapisan, pergeseran pada jalur gerus, atau pelengseran suatu masa batuan
pada bidang yang tidak rata.
Untuk korelasi ini, kita harus mengetahui kedudukan lapisan batuan. Kita perlu
mengukur jurus (strike) dan kemiringan (dip). Pertama kita ukur strike-nya. Tempelkan
bagian kompas yang bertuliskan arah east pada top lapisan. Posisikan bubbles pada tengah
lingkaran. Baca angka yang berimpit dengan arah north. Itulah strike lapisan yang kita ukur.
Goreskan kompas sehingga didapatkan garis lurus.Tempelkan bagian kompas berarah west
tegak lurus dengan garis yang telah kita buat tadi (sehingga tangan penunjuk mengarah
searah dip). Ubah klinometer sehingga bubbles di tengah. Baca sudut yang berimpit dengan
angka 0. Cara pengukuran ini adalah default agar kita mendapat besaran standar sesuai aturan
tangan kanan.
Penulisan kedudukan lapisan batuan, terdiri dari dua cara yaitu : cara pertama dengan
menggunakan azimuth strik, dituliskan pada beberapa derajat dari utara berputar ke timur,
dan dip bisa ditulis dengan menggunakan arah atau aturan tangan kanan. Aturan tangan
kanan yaitu jika kita berdiri searah strike, maka dip selalu berada disebelah kanan, sedangkan
cara kedua, dengan menggunakan kuadran. Yaitu arah dibagi menjadi empat kuadran N-E, N-
W, S-E, S-W, penulisan dip-nya menggunakan yang berarah.
Ini adalah sangat penting mengenai yang harus diamati dari suatu singkapan (lihat 3.1 ). Pada
umumnya hal tersebut akan memuat pemerian yang lengkap tentang :
Bagian ketiga ini,tidak mutlak harus dilaksanakan,sebab kadang – kadang atau bahkan sering
sekali karena datanya kurang,tidak satu kesimpulanpun dapat ditarik dari suatu singkapan.
1. Tanggal/hari :
2. Keadaan cuaca pada hari itu :
3. Daerah atau lintasan yang akan di tempuh :
4. Nama – nama pengamat dan pembantunya :
5. Untuk setiap pengamat diberikan nomor ( sesuai dengan nomor lokasi pengamatan ( LP)
yang dicantumkan di dalam peta).Nomor – nomor losi pengamatan sebaiknya merupak
nomor urut. Cara penulisan sebaiknya singkat tetapi jelas,dan sebaiknya pula menggunakan
singkatan – singkatan yang umum dipakai.
1. BATUAN BEKU
Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan
fragmental. Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif
ataupun aliran lava yang tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku fragmental juga
dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan
bagian dari batuan volkanik. Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan
pembahasana pada batuan beku non fragmental. Secara umum yang utama harus
diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:
1. Warna Batuan
2. Struktur Batuan
3. Tekstur Batuan
4. Bentuk Batuan
5. Komposisi Mineral Batuan
1. Warna Batuan
Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan beku
adalah warna. Warna dari sampel batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia batuan
tersebut. Ada empat kelompok warna dalam batuan beku:
1. Warna Cerah, warna cerah menunjukkan batuan beku tersebut bersifat asam.
2. Warna Gelap-Hitam, batuan beku warna gelap-hitam termasuk atau memiliki sifat
intermediet (menengah)
3. Warna Hitam Kehijauan, batuan Dengan warna hitam kehijauan mempunyai sifat
kimia basa.
4. Warna Hijau Kelam, warna batuan beku yang hijau kelam termasuk dalam batuan
ultra basa.
2. Struktur Batuan
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Seperti lava bantal
yang terbentuk di lingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan lain-lain. Suatu
bentuk dari struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya (Graha, 1987).
3. Tekstur Batuan
Menurut Sapiie (2006), eberapa tekstur batuan beku yang umum adalah:
Beberapa hal utama yang diperhatikan mengenai tekstur dalam deskripsi batuan :
Tingkat Kristalisasi
Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal
3 kelas derajat kristalisasi yaitu
1. Equigranular, yaitu jika ukuran butir sama besar atau seragam. Apabila mineral
yang seragam dapat terlihat jelas dengan mata dan mineral penyusunnya dapat
dibedakan dengan maka disebut dengan fanerik. Sedangkan mineral yang seragam
tetapi tidak dapat dibedakan mineral penyusunnya dengan mata maka
disebut afanitik
2. Inequigranular, yaitu jika ukuran dari masing-masing kristal tidak sama besar(tidak
seragam). Inequigranular dibedakan menjadi 2 yaitu:
Faneroporfiritik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa
dasar kristal-kristal yang faneritik (terlihat dengan mata telanjang).
Porfiroafanitik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar
kristal-kristal yang Afanitik ( tidak terlihat dengan mata telanjang).
Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan
bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai proses kristalisasi
mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:
1. Euhedral: Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang kristal
yang jelas.
2. Subhedral: Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang
dibatasi bidang-bidang kristal
3. Anhedral: Apabila bidang batas kristal tidak jelas
a. Warna mineral
b. Kilap, yaitu kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap
logam dan non logam. Kilap non logam terbagi lagi atas
c. Kilap intan
Kilap tanah, contoh : kaolin, dan limonit.
Kilap kaca, contoh : kalsit, kuarsa.
Kilap mutiara, contoh : opal, serpentin.
Kilap dammar, contoh : spharelit.
Kilap sutera, contoh : asbes.
d. Kekerasan, yaitu tingkat resistansi mineral terhadap goresan, umumnya ditentukan
dengan skala Mohs.
e. Cerat, yaitu warna mineral dalam bentuk serbuk.
f. Belahan, yaitu kecenderungan mineral untuk membelah pada satu atau lebih arah
tertentu sebagai bidang dengan permukaan rata.
g. Pecahan, jika kecenderungan untuk arah tak beraturan. Macamnya :
a. Mineral Primer: Merupakan mineral hasil pertama dari proses pembentukan batuan
beku, terdiri atas:
Mineral Utama (essential minerals) : yaitu mineral yang jumlahnya cukup banyak
(>10%). Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan nama
batuan.
Mineral tambahan (accessory minerals) : yaitu mineral-mineral yang jumlahnya
sedikit (<10% ) dan tak menentukan nama batuan.
b. Mineral Sekunder: Merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral primer.
a. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina dengan warna yang cerah
dan biasa disebut sebagai mineral asam kecuali (Ca-Plagioklas), yaitu:
Kuarsa : jernih, putih susu seperti gelas kadang kelabu, tanpa belahan.
Muskovit : jernih hingga coklat muda, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti
lembaran.
Ortoklas : putih, merah daging (pink), belahan dua arah saling tegak lurus.
Plagioklas : putih abu-abu (Na), abu-abu gelap (Ca), terdapat striasi pada bidang
belah.
b. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, warna
gelap dan biasa disebut sebagi mineral basa yaitu:
Olivin : kuning kehijauan, kristal kecil menyerupai gula pasir.
Piroksen (augit) : hijau tua, hitam suram, pendek, belahan 2 arah tegak lurus.
Amfibole/ Hornblende : hitam mengkilat – hijau, panjang, belahan 2
arahmembentuk sudut 60 derajat sampai 120 derajat.
Biotit : hitam, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti lembaran-lembaran.
Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral dengan massa
gelas yang membentuk massa yang merata pada batuan. Selama pembentukan tekstur
dipengaruhi oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang kedua tergantung pada suhu,
komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur
tersebut merupakan fungsi dari sejarah pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur
tersebut menunjukkan derajat kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran butir (grain
siza), granularitas dan kemas (fabric), (Williams, 1982).
1. Derajat kristalisasi
Batuan beku dengan hubungannya dengan kristalkristal memiliki tekstur kristal,
dimana terdiri dari fragmenfragmen
clastik atau tekstur piroklastik. Derajat kristalinitas terdiri dari tiga bagian yaitu (lampiran
ketiga):
a. Holokristalin : batuan yang tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
b. Hipokristalin : adalah batuan yang tersusun atas massa kristal dan gelas
c. Holohyalin : adalah batuan yang tersusun atas seluruhnya oleh massa
2. Granularitas
Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus
yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat
kasar. Umumnya dikenal 2 kelompok ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik.
∙ Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang.
∙ Fanerik
Kristal individu t=yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuranukuran :
- Halus, ukuran diameter ratarata
kristal individu < 1 mm.
- Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm – 5 mm.
- Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm – 30 mm.
- Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm.
3. Kemas
Dalam kemas batuan beku meliputi bentuk kristal dan susunan hubungan kristal dalam
suatu batuan.
a. Bentuk Kristal
b. Relasi
Merupakan hubungan antar kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan dari ukuran
dikenal :
1. Granularitas atau Equigranular, yaitu mineral yang mempunyai ukuran butir relatif
seragam, terdiri dari :
- Panidimorphic granular yaitu sebagian besar mineral mempunyai
ukuran yang seragam dan euhedral.
- Hipidiomorfik granular terdiri dari mineral yang berukuran butir relatif
seragam dan subhedral.
- Allotiomorfik granular terdiri dari mineral yang sebagian besar
berukuran relatif seragam dan anhedral.
2. Inequigranular, apabila mineral memiliki ukuran butir tidak sama, terdiri dari :
- Porfiritik, adalah tekstur batuan dimana kristal besar (fenokris) tertanam dalam masa
dasar yang lebih halus.
- Vitroverik tekstur adalah berkarakter fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
3. Tekstur khusus batuan beku, adalah tekstur yang menunjukkan hubungan antara bentuk
dan ukuran butir juga ada yang
menunjukkan arah pertumbuhan bersama antara mineral – mineral yang berbeda. Tetapi
tekstur ini sangat sulit diamati secara megaskopis. Beberapa tekstur khusus dari batuan
beku:
a. Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, di sini
piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen.
b. Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam dalam masa
dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir – butir piroksen,
oksida besi dan aksesori mineral.
c. Intergranular adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar plagioklas ditempati
oleh kristal – kristal piroksen, olivin atau biji besi.
Klasifikasi dan Penamaan Batuan Beku
Berbagai klasifikasi telah dikemukakan oleh beberapa ahli, kadangkadang satu batuan
pada klasifiksai yang lain penamaannya berlainan pula. Dengan demikian seseorang
Petrologi harus benarbenar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada suatu
batuan beku.
Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi (C.J Huges, 1962), dan dibagi
dalam empat golongan, yaitu:
1. Batuan beku asam, bila batuan beku tersebut mengandung lebih dari 66% SiO2.
Contoh batuan ini Granit dan Rhyolit.
2. Batuan beku menengah atau intermediet, bila batuan tersebut mengandung 52%66%
SiO2. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
3. Batuan beku basa, bila batuan tersebut mengandung 45% 52% SiO2. Contoh batuan
ini adalah Gabro dan Basalt.
4. Batuan beku ultra basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO2.
Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.
Dalam klasifikasi ini indeks warna akan menunjukkan perbandingan mineral mafic dan
mineral felsic. S. J. Shand , 1943, membagi empat macam batuan, yaitu:
1. Leucrocatic Rock, bila batuan beku mengandung 30% mineral mafic.
2. Mesocratic Rock, bila batuan beku tersebut mengandung 30%60% mineral mafic.
3. Melanocratic Rock, bila batuan beku tersebut mengandung 60%90% mineral mafic.
4. Hipermelanuc Rock, bila batuan beku tersebut mengandung lebih dari 90 % mineral
mafic.
Sedangkan S. J. Elis, 1948, membagi kedalam empat golongan tekstur pula, yaitu:
1. Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
2. Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% 40%.
3. Mafic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% 70%.
4. Ultra mafic, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya, batuan beku dapat dibagi
menjadi dua ; yaitu batuan beku Volkanik dan batuan beku Plutonik. Batuan beku
Volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di dekat permukaan bumi.
Menurut Williams, 1983, batuan beku yang berukuran kristal kurang dari 1mm adalah
kelompok batuan volkanik, terutama pada matriksnya. Batuan beku yang mempunyai
ukuran kristal lebih dari 1 mm dikelompokkan dalam batuan beku Plutonik, bila
berukuran kurang dari 5 mm.
Pembagian berdasarkan ukuran kristal saja tidak cukup karena sering kali inti suatu
aliran lava yang tebal mempunyai tekstur sedang (15mm), atau sebaliknya bagan tepi
suatu pluton boleh jadi akan mempunyai tekstur fenerik halus atau bahkan afanitik
dikarenakan pendinginan yang cepat selama kontak dengan batuan sampingnya. Oleh
karena itu penamaan sekepal batuan di laboratorium akan lebih tepat jika didukung
dengan data lapangan atas batuan tersebut.
Batuan Volkanik
Batuan Volkanik dinamai dengan mempertimbangkan komposisi fenokris dan warna.
Fenokris kuarsa dan Feldspar alkali bersama dengan plagioklas asam dan sedikit biotit
umum hadir dalam komposisi asam, seperti dalam Rhyolit dan Dasit. Jika fenokris kuarsa
dan feldspar alkali bersama plagioklas asam yang melimpah melebihi jumlah feldspar
alkali, batuan tersebut adalah dasit. Sebaliknya jika yang melimpah adalah feldspar alkali
dibandingkan dengan plagioklas asam maka batuan tersebut cenderung rhyolit. Warna
dalam berbagai hal tidak terlalu berarti. Banyak Dasit dan Rhyolit yang berwarna abuabu
kehijauan atau bahkan agak gelap.
Oleh karena itu warna baru bermanfaat jika tidak didapat satu pun fenokris dalam
batuan volkanik tersebut. Fenokris Hornblende yang melimpah dengan disertai oleh biotit
atau piroksen adalah khas pada andesit. Sungguhpun demikian sering pula
didapati andesit berwarna abuabu yang mengandung fenokris piroksen. Hal tersebut
berkaitan erat dengan kondisi kandungan fluida H2O pada magma saat pembentukannya.
Trakit merupakan batuan berkomposisi menengah yang memperlihatkan tekstur aliran
dengan melibatkan banyak sanidin di dalamnya. Kenampakan penjajaran mineral pada
trakit merupakan gambaran akan aliran tersebut. Tekstur aliran/trakitik semacam ini
dikenal pula dengan istilah pilotaksitik.
Basalt merupakan batuan volkanik berkomposisi basa yang umumnya berwarna gelap
dengan fenokris olivin dan piroksen yang
melimpah. Adakalnya basalt tidak berfenokris namun akan terlihat berwarna gelap dan
umumnya vesikuler atau bahkan skoria. Skoria adalah tekstur batuan volkanik yang sangat
vesikuler, namun karena kehadiran skoria khas pada basalt maka sering kali basalt yang
bertekstur skoria disebut dengan skoria saja.Variasi nama dalam komposisi basa menjadi
beragam, oleh kehadiran kandungan mineralnya. Seperti spilit. Spilit adalah batuan
berkomposisi mineral mafic sebagaimana basalt namun sungguhnya kandungan An
plagioklasnya rendah (oligoklas ). Lava basalt berstruktur bantal yang tebentuk di air laut
umumnya adalah spilit. Pengamatan plagioklas dalam hal ini memerlukan bantuan
mikroskop. Basanit dan Tetrit adalah kerabat berkomposisi basa pula yang mengandung
feldspatoid dan olivin.
Batuan Plutonik
Setidaknya ada dua peneliti batuan yang telah menyusun klasifikasi dan tata nma
batun plutonik, yaitu: Strckeilsen, 1974 dan Williams, 1954/1983, Williams membagi
batuan Plutonik berdasarkan pada indeks warna (jumlah mineral mafic dalam batuan).
Indeks warna lebih kurang 10% (batuan felsic) diwakili oleh batuan garnodiorit, adamelit,
dan granit. Granit mempunyai kandungan feldspar alkali yang jauh melimpah
dibandingkan plagioklasnya, sebaliknya granodiorit mempunyai plagioklas yang lebih
dominan. Adamelit merupakan nama batuan felsik yang mempunyai feldspar alkali
sebanyak plagioklasnya.
Pada indeks warna 10 – 40 % batuan plutonik diwakili oleh Diorit, Monzonit, dan
Syenit. Kuarsa umunya hadir dalam jumlah kurang dari 10% pada kelompok ini. Syenit
adalah salah satu dari kelompok ini yang memiliki feldspar akali yang melebihi
plagioklasnya.
Batuan ultra mafic diperlihatkan dengan indeks warna lebih dari 70%. Dapat saja
disusun oleh >90% olivin yang disebut dunit atau oleh gabungan olivin dan piroksen yang
dikenal dengan peridotit. Jika Batuan ultra mafic tersebut disusun oleh > 90% piroksen
dikenal dengan piroksenit dan jika > 90% berupa hornblende disebut dengan hornblendit.
Serpentinit adalah ubahan secara menyeluruh >90% batuan yang kaya akan mineral mafic.
Anortosit adalah batuan ultra basa yang tidak termasuk dalam ultra mafic karena hampir
keseluruhan disusun oleh plagioklas basa, sehingga indeks warnanya <10%.
2. BATUAN METAMORF
Metamorfisme Kontak/Termal
Metamorfisme termal terjadi disekitar tubuh batuan beku sebagai akibat pemancaran
panas selama pendinginannya. Semakin perlahan dan lama proses pendinginan akan
semakin efektif metamorfisme pada batuan sampingnya. Wilayah yang terkenai ubahan
tersebut dikenal dengan zona aureole. Batuan hasil metamorfisme termal/kontak dikenal
dengan batutanduk/hornfels. Pada tipe metamorfosa lokal ini, yang paling berpengaruh
adalah faktor suhu disamping faktor tekanan, sehingga struktur memorfosa yang khas
adalah non foliasi, antara lain hornfels itu sendiri.
Metamorfisme Dislokasi/Dinamik/Kataklastik
Batuan metamorfik ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti
disekitar sesar. Pergerakan antar blok batuan akibat sesar memungkinkan menghaslkan
breksi sesar, dan batuan metamorfik dinamik. Batuan metamorfik yang mungkin dijumpai
adalah proto milonit, milonit dan ultra milonit.
Metamorfisme Benturan
Hujan meteor yang melanda bumi pada akhir mesozoikum (sebelum 65 juta tahun lalu)
dan secara spekulatif dianggap sebagai penyebab musnahnya dinosaurus, menghasilkan
metamorfosis pada batuanyang dibenturkannya. Hal tersebut dikenal dengan metamorfosis
benturan (inpact metamorpism). Salah satu hasil metamorfosisme benturan yang terkenal
terdapat di Krater Meteor, Arizona, Amerika serikat.
B. Metamorfosa Regional
Tipe lainnya mempunyai penyebaran yang luas. Tipe ini terbagi dalam dua jenis.
Yang pertama dikenal dengan 1) metamorfisme regional dinamotermal, 2) metamorfisme
regional beban, 3) metamorfisme lantai samudra.
Metamorfisme beban
Metamorfisme regional yang terjadi jika batuan terbebani oleh sedimen yang tebal
diatasnya. Tekanan mempunyai peranan yang penting melebihi suhu. Metamorfisme ini
umumnya tidak disertai dengan deformasi maupun perlipatan sebagaimana pada
metamorfisme dynamotermal. Metamorfisme regioanl beban tidak berkaitan dengan
orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen pada cekungan yang dalam akan besar,
lebih rendah dibandingkan pada metamorfisme dinamotermal, berkisar antara 4000 –
4500 C. Gerak-gerak penetrasi yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat,
jika tidak, biasanya tidak hadir. Oleh karena itu fabrik batuan asal tetap tampak sedangkan
yang berubah adalah komposisi mieneraloginya. Perubahan metamorfismenya tidak
teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan tipisnya di
bawah mikroskop.
3. Skistosa (Schistosity), batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfisme regional,
sngata jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit, dan
mineral lain yang berserabut. Terjadi perulangan anatara mineral pipih dengan mineral
granular dimana mineral pipih lebih banyak daripada mineral granular. Orientasi
penjajaran mineral pipih menerus.
4. Gneistosa, mineral granular lebih banyak dari mineral pipih, tetapiorientasi mineral
pipihnyatidakmenerus / terputus.
- Kataklastik, suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap batuan asal
yang mengalami metamorfosa dynamo.
- Milonitik, hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih halus dan
dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini sebagai salah satu ciri adanya sesar.
- Filonitik, hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih halus lagi.
- Flaser, seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal yang berbentuk lensa
tertanam pada masa dasar milonit.
- Augen, seperti flaser dan lensanya terdiri dari butir feldspar pada masa dasar yang lebih
halus.
3. Palimsest
a. Merupakan tekstur sisa batuan metamorf.
b. Blastoporfiritik, sisa tekstur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih
nampak.
c. Blastofitik, sisa tekstur ofitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih
nampak.
d. Blastopsepit, tekstur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lebih besar dari pada pasir (psepit).
e. Blastopsamit, sama dengan blastopsepit tapi ukuran butirannya pasir
(psamite)
f. Blastopellite, textur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lempung (pellite).
Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral di bawah ini khas muncul pada jenis
metamorfisme tertentu, seperti:
1. Pada metemorfisme regional
Kyanit Silimanit
Staurolit Talk
Garnet Glaukofan
Istilah metabasit, metapelit, adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku
dan batuan sedimen. Metasedimen, metabatuapasir, metabatulempung, metagranit semua
mengisyaratkan asal batuan semula.
Sekis, genis, filit, hornfels adalah penamaan didasarkan pada tekstur batuan
metamorf tersebut. Kuarsit, serpentinit, hornblendit, batuan metamorfik glaukofanitik
adalah penamaan didasarkan kandungan mineralnya.
a. Slate adalah batuan metamorf derajat sangat rendah, disusun oleh mineral pilosilikat
sangat halus tersusun membentuk orientasi kesejajaran yang memperlihatkan
lembaran.
b. Filit bertekstur sekistose tetapi disusun oleh mineral piloslikat yang halus (dalam
ukurang 0,1 – 1 mm).
c. Sekis ditandai oleh penjajaran mineral pipih berukuran > 1 mm sehingga mudah
dikenali dengan mata telanjang. Pada sekis tampak keharian mineral pipih lebih
melimpah dibandingkan mineral granular.
d. Gneis berkristal sangat kasar, dapat mencapai beberapa milimeter dan mineral
tabularnya memperlihatkan foliasi. Batuan ini didominasi oleh mineral granular
dengan sedikit mineral pipih (tabular/prismatic) yang menjajar. Ahli Eropa
menggunakan genes sebagai batuan yang kasar, sedikit kandungan mikanya, derajat
tinggi. Istilah ortogenesdipakai untuk genes yang berasal dari batuan beku
dan paragenesuntuk genes yang berasal dari batuan sedimen.
e. Milonit, merupakan batuan metamorf kataklastik yang disusun oleh matriks anata 50
– 90% dan sisanya berupa porfiroklas. Jika hampir keseluruhan terdiri dari matriks
dan porfiroklas kurang dari 10% maka disebut ultra milonit. Pilonit adalah batuan
metamorf kataklastik yang kaya akan mineral pilosilikat yang secara khas
memperlihatkan seperti slate. Sedangkan batuan metamorfik yang bertekstur
granoblastik disekitar intrusi dikenal dengan hornfels.
Berikut ini nama-nama batuan metamorf berdasarkan pada penamaan yang khas padanya :
a. Sekis hijau adalah batuan metamorf berasal dari batuan beku basa, berwarna hijau,
berfoliasi, berderajat rendah, umumnya disusun oleh klorit, epidot dan aktinolit.
b. Sekis biru berasal dari batuan beku, berwarna gelap kebiruan, pada derajat sangat
rendah, tekstur berfoliasi, warnanya disebabkan oleh melimpah kehadiran amfibol Na
terutama glaukofan dan krosit.
c. Amfibolit utamanya disusun oleh mineral hijau gelap hornblende dan plagiklas
dengan ditambah berbagai mineral aksesori.
d. Serpentinit adalah batuan berwarna hijau, hitam atau kemerah-merahan, disusun
secara mencolok oleh sepentin. Batuan ini merupakan batuan metamorf berasal dari
batuan beku ultra basa.
e. Eklogit adalah batuan metamorf berkomposisi utama darnet dan omfasit (piroksen
klono hijau rumput) tanpa plagiklas dengan sedikit mineral aksesori kuarsa, kianit,
amfibol, zoisit dan rutil.
f. Granulit, batuan metamorf dicirikan oleh tekstur granoblastik, berukuran butir
seragam bahkan membentuk kristal yang sempurna (polygonal) dan mineral
penyusunnya terbentuk pada temperatur tinggi, seperti feldspar, piroksen, amfibol.
g. Magmatit adalah pencampuran batuan metamorf, sekis atau genes derajat tinggi
berselang-seling dengan urat-urat batuan beku berkomposisi granitik hasil anateksis.
4. BATUAN SEDIMEN
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan
dari beberapa centimeter sampai beberapa km. Yang dimaksud dengan batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat lithifikasi bahan rombakan batuan
asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme.
Lithifikasi atau pembatuan adalah proses terubahnya materi pembentuk batuan yang
lepas - lepas (unconsolidated rock forming materials) menjadi batuan yang kompak keras
(consolidated coherent rocks). Ukuran butir batuan sedimen dari sangat halus sampai
sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk ke dalam batuan
sedimen.
Batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen
hanya merupakan 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat di kerak bumi.
Sungguhpun demikian penyebarannya menempati lebih dari 65% luasan, sehingga
merupakan lapisan tipis di permukaan bumi.
Batuan dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh R.P
Koesoemadinata (1980), mengemukakan ada enam golongan utama batuan sedimen :
Golongan ini dapat dikenali melalui butiran penyusun batuannya yang relatif
berukuran kasar dengan diameter butirnya lebih dari 1/16 mm dan umumnya dihasilkan
oleh proses sedimentasi mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain breksi,
konglomerat dan batu pasir. Lingkungan tempat diendapkannya batuan ini dapat
dilingkungan sungai, danau atau laut.
Golongan ini dapat dikenali melalui butiran-butiran penyusun batuan yang relatif
berukuran halus, diameter butirnya 1/16 mm sebagai hasil sedimentasi mekanis. Batuan
yang termasuk dalam golongan ini pada umumnya diendapkan di lingkungan laut dari laut
dangkal sampai laut dalam. Termasuk golongan ini adalah batu serpih, batu lanau, batu
lempung dan batu napal. Sedangkan batu napal dihasilkan oleh proses sedimentasi kimiawi.
3. Golongan karbonat
Golongan ini terutama disusun oleh kelompok mineral karbonat ( misal : kalsit,
dolomit, aragonit ) dan cangkang-cangkang binatang karang, misal cangkang molusca,
algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Golongan ini dapat terbentuk
sebagai hasil:
4. Golongan evaporit
Golongan batuan ini diberikan terhadap batu garam karena asal terjadinya
disebabkan oleh proses evaporasi ( Koesoemadinata, 1980). Umumnya golongan ini terdiri
dari batuan monomineralik, nama batuan sama dengan nama mineral. Contohnya Gypsum (
Ca SO4 2H2O ), Anhydrit ( Ca SO4 ), Halite (NaCl). Pada umumnya batuan ini terbentuk
di lingkungan danau atau laut yang tertutup, dan untuk terjadinya batuan sedimen ini harus
ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat.
Termasuk golongan ini adalah juga batuan yang bersifat monomineralik, dan
umumnya tersusun oleh mineral silika, terbentuknya secara sedimentasi kimiawi atau
organik.
Sedimentasi kimiawi : Rijang (Chert)
Sedimentasi organik : Radiolaria dan Diatomea
6. Golongan batubara
Golongan ini terbentuk oleh adanya akumulasi zat-zat organik yang kaya akan unsur
C (karbon), umumnya terdiri dari tumbuh-tumbuhan, dimana sewaktu tumbuhan tersebut
mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak
memungkinkan untuk terjadinya pelapukan. Lingkungan tempat terjadinya batubara adalah
khusus sekali. Termasuk jenis sedimentasi organis. Contoh : gambut, bituminous, antrasit.
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan
batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan batuan sedimen itu
sendiri.Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis (disintegrasi)
maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan.
Kompaksi sedimen
Kompaksi sedimen adalah termempatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat
tekanan dari berat beban diatasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar
butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.
Sementasi
Yang dimaksud dengan sementasi adalah turunnya material-material di ruang antar butir
sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain. Sementasi
makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas relatif) pada ruang antar butir
makin besar.
Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang
berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau jauh sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
Autigenesis
Metasomatisme
Metasomatisme adalah pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik,
tanpa pengurangan volume asal. Contohnya dolomitisasi, sehingga dapat merusak bentuk
suatu batuan karbonat atau fosil.
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari hasil
kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi
organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang
terpresipitasi dan replacement).
Batuan sedimen yang dihasilkan oleh aktifitas organisme terdapat sebagai sisa
organisme yang biasanya tetap tinggal ditempatnya. Contoh dari batuan sedimen ini adalah
batu gamping koral, diatomea dan lain-lain. Pada batuan sedimen organik selalu terlihat
struktur-struktur organismenya dengan jelas walaupun sering kali terdapat rekristalisasi.
Sebagian dari sedimen macam ini dihasilkan oleh proses penguapan, terutama di
daerah air, contohnya adalah endapan gypsum, garam dan lain-lain. Batuan sedimen
kimiawi biasanya hanya terdiri dari satu macam susunan mineral saja, yang jelas walaupun
bersifat hablur tetapi kilapnya adalah non metalik.
Dalam setiap singkapan juga harus dilakukan pendeskripsian batuan. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pendeskripsian batuan, antara lain:
Warna batuan misalnya abu-abu, gelap, terang, kehijauan, dan lain sebagainya.
Tekstur misalnya faneritik, afanitik, gelas, kristalin, fragmental, klastik,
ekuigranular, holokristalin, dan lain sebagainya.
Ukuran dan bentuk butir atau kristal misalnya kasar, menengah, halus, memanjang,
menyerabut, dan lain sebagainya.
Kekerasan misalnya keras, getas (brittle), lunak.
Komposisi mineral, mineral pembentuk batuan dan/atau bijih.
Pemerian batuan diawali dari kenampakan fisik batuan secara megaskopis seperti
warna batuan, besar atau ukuran butir, bentuknya (fragmental atau kristalin), teksturnya dan
lain sebagainya. Bila fragmental harus dijelaskan membulat atau menyudut.
Batuan segar, mengalami ubahan (altered) atau lapuk (weathered). Bila ada pelapukan
atau ubahan batuan dijelaskan tingkat pelapukan (sangat lapuk, lapuk, segar – fresh) serta
jenis dan tingkat ubahan misalnya tidak teralterasi, segar, lemah, menengah, kuat, hebat dan
total.
Bila ada fragmen kasar seperti breksi dan konglomerat agar diamati jenis batuan
komponen atau fragmennya. Agar diperhatikan adanya pengarahan butiran atau kristal
mineral serta jenis mineral penyusun batuan. Hasil pengamatan dicatat dalam buku
lapangan. Bila ada pelapukan atau ubahan batuan jelaskan tingkat ubahan misalnya tidak
teralterasi, segar, lemah, menengah, kuat, hebat dan total.
Apabila menemukan adanya pemineralan pada batuan, maka hal sebagai berikut harus
dicatat.
Jenis pemineralan (bijih) atau asosiasi mineral seperti kalkopirit, galena, emas,
magnetit dan lain sebagainya.
Bentuk pemineralan atau tubuh bijih (dalam batuan induk) seperti urat (vein), lapisan,
kantong (pocket), dsb.
Hubungan, kedudukan, dan batas (kontak) tubuh bijih dalam batuan induk (jelas, tidak
jelas atau perangsur-angsuran, dan tidak jelas sama sekali).
Sebaran bahan berharganya seperti terserak dalam batuan, veinlets, lensa-lensa, dan
lain sebagainya
Ukuran (ketebalannya) lapisan, urat, dan lain sebagainya
Sedangkan apabila ada bongkah batuan di sekitarnya atau di suatu titik
pengamatan hendaknya dicatat pula keadaan bongkah itu, seperti:
Bentuk bongkah (membulat atau menyudut). Bentuk bongkah ini menunjukkan jauh
dekatnya sumber atau singkapan batuan.
Jenis batuan. Jenis batuan menunjukkan keterdapatan batuan di bagian hulu
sungainya.
Ukuran bongkah dan lain sebagainya.
C. PEMERIAN STRUKTUR
Apabila ditemukan bidang perlapisan, maka perlu dicatat adanya struktur perlapisan,
rekahan atau sesar pada singkapan. Kemudian dilakukan pengukuran unsur-unsur struktur
seperti jurus dan kemiringan perlapisan, rekahan, dan sesar. Cacatlah ciri atau indikasi
sesar. Kemudian amati ada tidaknya pengisian mineral tertentu pada rekahan, sedapat
mungkin perhatikan dan pencatatan arah rekahan mana yang terisi mineral atau
pemineralan.
Pemerian struktur meliputi jenis atau bentuk struktur (primer, sekunder, lipatan, sesar,
rekahan) dan pengukuran unsur-unsur struktur seperti jurus dan kemiringan. Setiap titik
pengamatan diplot pada peta lapangan (Gambar 2.5). Selain singkapan, bongkah yang ada
di sekitar titik pengamatan atau singkapan sebaiknya juga didokumetasikan.