Anda di halaman 1dari 29

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1

Desaign Terowongan Bawah Tanah


Menurut Obert (1973) yang menerangkan bahwa apabila dibandingkan dengan

waktu manusia yang melakukan aktivitas di bawah tanah, dengan merancang sebuah
konsep lubang bukaan pada bawah tanah merupakan inovasi yang baru. Salah satu
alasan untuk situasi ini adalah setiap masalah dalam merancang suatu tambang
ataupun terowongan pada dasarnya berbeda dengan merancang struktur konvensional
seperti sebuah bangunan ataupun jembatan.
Dalam suatu desain rekayasa secara konvensional, beban eksternal yang akan
diterapkan terlebih dahulu ditentukan, kemudian meterial yang akan ditentukan dengan
suatu kekuatan yang tepat serta karakteristik secara deformasi, berikut ini adalah
geometri struktur yang digunakan.
Tujuan dasar dari setiap mendesain penggalian terowongan bawah tanah harus
memanfaatkan batuan itu sendiri sebagai bahan struktural utama, yang membuat
suatu gangguan yang mungkin terjadi selama proses penggalian dan menambahkan
sedikit mungkin cara yang aman. Ketika dalam keadaan utuh dan ketika mengalami
tegangan dari tekanan, batu yang paling keras yang jauh lebih kuat daripada beton dan
dari urutan kekuatan yang sama seperti baja. Akibatnya, hal itu secara ekonomis
dalam menggantikan bahan yang mungkin menjadi sempurna dan sanggup dalam
melayani satu dengan yang mungkin tidak akan lebih baik.
Sebuah desain teknik yang baik adalah memperhatikan keseimbangan desain
di mana semua faktor yang berinteraksi, bahkan mereka yang tidak dapat diukur, yang
diperhitungkan.
Dengan desain metode yang tersedia untuk menilai stabilitas suatu tambang dan
terowongan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Metode anaitik
Metode analitik mempunyai peranan analisis tekanan dan deformasi di sekitar
lubang bukaan. Mereka termasuk dalam teknik seperti sebagai lubang tertutup
dari solusi, metode numerik (unsur-unsur yang terbatas, perbedaan yang

13

14

terbatas, batas elemen), simulasi analog (listrik dan photoelastic) dan pemodelan
fisik.
b. Metode obeservasi
Metode observasi yang mengandalkan pemantau yang sebenarnya dari gerakan
tanah penggalian selama dari mendeteksi ketidakstabilan dan terukur pada
analisis tanah interaksi.
c. Metode empiris
Metode empiris

yakni

suatu kajian stabilitas dan

terowongan

dengan

menggunakan analisis statistik dari bawah tanah dengan observasi terowongan


bawah tanah dengan massa klasifikasi yang paling dikenal penedekatan empiris
untuk menilai stabilitas di bawah tanah bukaan pada batu (hoek dan cokelat,
1980, goodman, 1980). Mereka telah menerima peningkatan perhatian dalam
beberapa tahun terakhir (einstein et al, tahun 1979) dan banyak menggali
pendekatan proyek ini telah dimanfaatkan sebagai satu-satunya dasar untuk
desain praktis.
Selain itu, dua pendekatan lain yang juga dimanfaatkan, yaitu teknik geologi
pertimbangan serta kepatuhan.
Dalam, penerapan desain geoteknik pada bidang pertambangan dan pembuatan
terowongan belum dapat berkembang pada tingkat yang sama seperti halnya untuk
pekerjaan rekayasa lainnya. Hasilnya adalah faktor keamanan yang berlebihan dalam
banyak aspek dari proyek bawah tanah. Hal ini dapat diyakini bahwa meningkatnya
permintaan untuk lebih realistis dalam faktor keselamatan serta pengakuan potensi
uang tabungan dari mekanika batuan akan mengarah ke aplikasi yang lebih besar dari
desain mekanika batuan di pertambangan dan dalam pembuatan terowongan. Namun
demikian, sementara hari ini penelitian yang lebih luas sedang dilakukan dalam
mekanika batuan, masih ada tampaknya yang menjadi masalah utama dalam
menerjemahkan penelitian tim dalam pencarian prosedur desain yang inovatif dan
ringkas.
Perlu diingat bahwa dalam merancang sebuah tambang atau terowongan
bawah tanah, akan melibatkan banyak sistem desain, selain yang terlibat dalam desain
mekanika batuan. Sistem yang baik bagi aspek untuk pertambangan ini diberikan oleh
Luxbacher dan Ramani (1980). Dalam kasus terowongan, Muir Wood dan Sauer
(1981) membahas interaksi yang dibuat dalam tahap desain awal, untuk hasil yang

15

baik dan mempertimbangkan konsekuensi pada tahap-tahap selanjutnya. Faktor utama


yang mempengaruhi stabilitas penambang dan terowongan adalah sebagai berikut :
a. Bidang stres penggalian bawah tanah, terutama yang disebabkan oleh
b.
c.
d.
e.
f.

pertambangan.
Interaksi penggalian yang berdekatan
Kekuatan dan sifat lapisan batuan pada penggalian
Kondisi air tanah
Metode dan kualitas penggalian
Lapisan tanah

A Pengumpulan Data

B Studi Kelayakan

C Detal Karakteristik Lapangan

Feed Back

D Analisa Stabilitas

E Desain Akhir dan Kontruksi


Sumber : Rai, Made Astawa,1994, Teknik Terowongan. Institut Teknologi Bandung.

Bagan 3.1
Desain Prosedur Terowongan Bawah Tanah

Berhasil menyelesaikan penggalian utama proyek-proyek dan pertambangan


tergantung tidak hanya pada hati-hati rekayasa desain dan konstruksi prosedur, tetapi
juga pada manajemen proyek yang baik dan yang paling dari semua, suara ketentuan
kontraktual. desain yang efisien mungkin tidak terwujud menjadi proyek sukses jika
masalah muncul dalam kontrak hal-hal. praktek-praktek kontraktor yang mengatur
setiap proyek konstruksi melibatkan pertimbangan yang paling dasar dari tanggung
jawab profesional, ekuitas, dan kompensasi finansial. dalam konstruksi bawah tanah,
salah satu pertanyaan paling kontroversial yang terus-menerus muncul adalah bahwa
resiko yang terlibat dan bagaimana tanggung jawab harus dibagi.
Pengolahan Data

16

DESAIN TERAKHIR DAN KONSTRUKSI


Pilih rute akhir terowongan;persiapan desain akhir
dan metode alternatif konstruksi:
desain instrumentasi untuk memantau terowongan

Persiapan kontrak spesifikasi dan perkiraan


biaya terakhir

Meninjau tawaran dan proposal alternatif


Kontraktor

Penggalian dan konstruksi; membandingkan sebenarnya


dengan memperkirakan kondisi;
melakukan rock massa klasifikasi

Mengawasi kinerja saat pembangunan


Belajar Pelajaran

Persiapan Peta Geologi dan Penampang


Menunjukan daerah yang potensi dan tidak potensi
Input data structural masing masing wilayah

Sumber : Rai, Made Astawa,1994, Teknik Terowongan. Institut Teknologi Bandung.

Bagan 3.2
Diagram Desain Prosedur

3.2

Kegiatan Awal Lubang Bukaan


Pembukaan lubang bukaan merupakan pada dasarnya kita membuat

lubang awal sebagai jalan masuk untuk menggali sehingga tercipta suatu lubang
bukaan. Untuk mempersiapkan lubang bukaan maka dilakukan development
pembuatan lubang bukaan yang merupakan lubang bukaan mendatar yang dibuat
langsung pada suatu material. Kemudian dilakukan penggalian yang meliputi
pengeboran, peledakan, scaling, pemasangan penyangga, pemuatan (mucking /
loading) dan pengangkutan (hauling).

3.3 Pengeboran (Drilling)

17

Tujuan pengeboran adalah untuk membuat sejumlah lubang ledak


dengan geometri dan pola yang sudah ditentukan yang selanjutnya akan diisi
dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.
Untuk membuat lubang maju dalam tambang bawah tanah atau terowongan
perlu diciptakan suatu bidang bebas yang disebut dengan cut hole. Cut hole adalah
suatu lubang buka yang diciptakan pada suatu face yang tidak mempunyai free face
berupa lubang bor sedalam kemajuan yang diperoleh. Pola pemboran cut hole yang
digunakan dalam peledakan tambang bawah tanah :
a.

Wedge Cut atau V Cut, yaitu pembuatan lubang tembak yang


membentuk sudut 600 terhadap bidang bebas (free face).

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.1
Penampang Depan Pemboran V Cut

b.

Pyramid Cut atau Diamond Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan
variasi dari wedge cut dimana ujung dari lubang ledak mengarah pada titik pusat
dari face yang berbentuk pyramid.

18

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.2
Penampang Atas Pemboran Pyramid Cut

c.

Fan Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan setengah dari wedge cut.
Pola ini sangat baik digunakan pada vein yang tipis.

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.3
Penampang Depan Pemboran Fan Cut

d.

Burn Cut, yaitu pola peledakan dimana lubang ledak tegak lurus
terhadap bidang vertikal atau pada free face.

19

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.4
Penampang Pemboran Burn Cut

Kegiatan pengeboran untuk pembuatan lubang ledak di dalam ;ubang bukaan


menggunakan alat bor. Dalam kegiatan stoping pengeboran dilakukan dengan
menggunakan pola persegi (rectangular pattern) dengan arah pengeboran horizontal.
3.3.1 Alat Bor
Secara garis besar metode pengeboran untuk mendapatkan lubang ledak
dapat dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu: Top-hammer drilling, Down-the-hole
drilling dan Rotary drilling. Sedangkan empat komponen utama yang terlibat dalam
metode pengeboran adalah : feed, rotation, perchusing dan flushing.
Metode perccusive drilling menggunakan keempat komponen di atas,
sedangkan rotary drilling tidak memakai komponen percussion, sebagai kompensasi
adalah menambah gaya feed dan ratation torque. Mata bor yang dipergunakan untuk
percussion, rotary crushing atau rotary cutting, menembus batuan dengan energi yang
dihasilkan oleh alat bor. Koordinasi dari percussion, rotation, cutting action dan gaya
feed dengan sifat geometri mata bor yang memungkinkan batuan ditembus.
Umumnya pada alat bor terdapat 4 komponen utama dalam suatu alat bor, di
mana 4 komponen tersebut adalah :

20

a. Alat

(mesin)

bor,

adalah

penggerak

utama

yang

bertujuan

untuk

mengkonversikan energi dari bentuk awal, menjadi energi mekanik untuk


menggerakkan sistem.
b. Batang bor, berfungsi untuk mentransmisikan energi dari penggerak utama atau
sumber energi ke bit (mata bor).
c. Mata bor, adalah pemakai energi dalam sistem, merusak batuan secara
mekanik untuk mencapai suatu penetrasi. Mata bor ini juga berfungsi untuk
menghancurkan batuan sekitar dengan percusion atau rotary.
d. Sirkulasi fluida, berfungsi untuk membersihkan lubang, mengontrol debu,
mendingikkan mata bor dan untuk membersihkan cutting yang tertinggal di
dalam lubang bor.
Dalam pemilihan alat bor untuk tambang terbuka yang memakai metode
peledakan untuk memisahkan batuan dari batuan induknya, maka faktor-faktor yang
perlu diperhatikan antara lain :
a. Diameter lubang ledak, berpengaruh terhadap besarnya produksi peledakan.
Semakin besar diameter lubang ledak, maka akan berpengaruh terhadap
besarnya produksi dan fragmentasi yang akan dihasilkan.
b. Kedalaman lubang ledak, akan sangat berpengaruh terhadap besarnya volume
batuan yang akan dihasilkan, suara dan getaran yang terjadi. Semakin dalam
lubang ledak, maka getaran dan suara yang dihasilkan akan kecil dibandingkan
dengan lubang ledak yang agak dangkal.
c. Jenis batuan, untuk menentukan jenis alat bor yang akan dipakai. Alat bor yang
menggunakan rotary dan perccusive, biasanya dipakai untuk batuan yang
keras dan kedalaman yang bervariasi, sedangkan rotary cutting, dipakai untuk
batuan sedimen.
d. Biaya pengeboran, merupakan suatu parameter yang dapat dipakai untuk
mengevaluasi kinerja sistem pengeboran yang dipakai. Biaya secara kolektif
merefleksikan semua faktor-faktor lain yang akhirnya dapat digunakan untuk
mengukur kelayakan suatu pengeboran.
3.3.2 Kecepatan Pengeboran
Kecepatan pengeboran merupakan produksi alat bor dalam membuat lubang
bor dengan kedalaman tertentu pada setiap satuan waktu. Kecepatan penembusan

21

bersih merupakan kecepatan alat bor dalam menembus batuan dengan kedalaman
tertentu, waktu yang diperhitungkan dalam memperkirakan kecepatan ini hanya waktu
yang diperlukan oleh mata bor untuk menembus batuan. Sedangkan kecepatan
pengeboran kotor merupakan produksi nyata alat bor dalam suatu kegiatan
pengeboran, kecepatan ini meliputi waktu yang diperlukan untuk mengatasi hambatan.
Di mana untuk menghitung kecepatan pengeboran (Gdr) dipakai persamaan :

L
Gdr = Wt
Dimana:

3.3.3

Gdr

= Kecepatan pengeboran (meter/menit).

= Kedalaman lubang bor (meter)

Wt

= Waktu edar alat bor (menit)

Kedalaman Lubang Tembak Maksimum


Pada dasarnya panjang batang bor yang digunakan tidak dapat seluruhnya

masuk kedalam lubang tembak. Hal ini disebabkan karena adanya bagian batang bor
yang masuk kedalam striking bar dan terdapat bagian yang tertahan oleh cincin
penahan batang bor. Panjang batang bor yang dapat masuk kedalam lubang tembak
adalah
Kedalaman lubang tembak (R)

= Pbor Pbor tidak masuk

Berikut merupakan kesalahan yang terjadi dalam kegiatan pemboran yang


terjadi akibat beberapa hal:
a. Bagian ujung boom alat bor (CRD) tidak dapat menempel pada face heading
area

22

Sumber :http / www.scrib-pemboran.com.Tahun 2014

Gambar 3.5
Boom Tidak Menempel

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jika ujung dari boom tidak menempel
pada face heading, terdapat bagian dari batang bor yang tidak masuk dan
mengakibatkan kedalaman lubang tembak yang dihasilkan tidak maksimal
b. Batang Bor tidak didorong secara maksimal

Sumber :http / www.scrib-pemboran.com.Tahun 2014

Gambar 3.6
Bor Tidak Didorong Maksimal

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ujung dari boom telah diset menempel
pada face heading area, namun batang bor tidak didorong secara maksimal,
sehingga kedalaman lubang tembak yang maksimal tidak dapat diperoleh juga
c. Ujung dari Boom tidak menempel pada face area dari heading dan ditambah
batang bor tidak didorong secara maksimal.

23

Sumber :http / www.scrib-pemboran.com.Tahun 2014

Gambar 3.7
Paduan dua kesalahan sebelumnya

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa selain boom tidak menempel pada face
area heading, batang bor juga tidak didorong secara maksimal.

Efektifitas Pengeboran (E)

R
x 100
Pbor

Dimana :

c.4

: Kedalaman lubang tembak (m)

: Panjang Maksimum batang bor (m)

Metode Heading dan Bench


Metode Heading dan Bench merupakan cara penggalian, diamana bagian atas
penampang terowongan digali terlebih dahulu sebelum bagian bawah penampangnya.
Setelah penggalian bagian atas mencapai panjang 3 5 meter (heading), penyangga
bawah

penampang

dikerjakan

(bench

cut)

sampai

membentuk

penampang

terowongan yang diinginkan. Proses ini diulangi sampai seluruh lintasan terowongan
tercapai.
a. Keuntungan
Memungkinkan pengerjaan pengeboran dan pembuangan sisa peledakan
dilakukan secara simultan
Metode ini efektif untuk terowongan berukuran penampang besar dengan
lintasan yang relative panjang
Metode ini dapat diterapkan pada setiap kondisi batuan
b. Kerugian
Waktu pengerjaan relative lebih lama jika dibandingkan dengan metode full
face

24

Sumber :http / www.scrib-top heading-and-benchn.com.Tahun 2014

Gambar 3.8
Metode Heading dan Bench

3.5

Persen Kemajuan Heading Berdasarkan Kedalaman Pemboran


Dalam hal ini, kemajuan heading pada peledakan ditentukan oleh rata-rata

kedalaman lubang tembak dengan target kemajuan yang direncanakan.


Adapun persen kemajuan :

% Kemajuan =

Kemajuan Heading Rencana


x 100
Kedalaman Lubang Tembak

3.6 Peledakan (Blasting)


Bahan peledak adalah suatu campuran yang terdiri atas zat padat, zat
cair, atau campuran keduanya yang memiliki komposisi tertentu yang apabila
terkena panas, benturan, gesekan, ledakan awal, dan sebagainya, dapat
bereaksi dengan cepat membentuk gas yang menimbulkan panas dan tekanan yang
sangat tinggi.
Metoda peledakan yang banyak dipakai dalam tambang bawah tanah
(underground blasting) adalah metoda smooth blasting, yaitu merupakan salah satu
metoda dari Contour Blasting yang bertujuan untuk memperhalus batas terluar atau
keliling dari hasil peledakan.
Smooth blasting telah dikembangkan dan diteliti di Swedia tahun 1950 dan
tahun 60-an. Aplikasi dari metoda ini, yaitu dapat dugunakan pada penggalian surface
dan underground. Metoda ini dimanfaatkan dalam countur blasting (dalam tambang
bawah tanah digunakan untuk meledakkan wall and roof holes) yang bertujuan untuk
memperhalus permukaan hasil peledakan.
Dalam pelaksanaan metoda smooth blasting ini, untuk mendapatkan hasil yang
baik maka ratio S/B sebaiknya 0.8. Artinya burden sebaiknya lebih besar dari pada
spasinya.

25

Bahan peledak baru telah dikembangkan untuk keperluan smooth blasting yang
mempunyai diameter explosive kecil dengan VOD rendah dan relatif menghasilkan gas
yang rendah, telah dicoba dan hasilnya sangat baik. Bahan peledak tersebut adalah
Gurit, yaitu sebuah nitroglycerin sebagai isian dasar yang mengandung kieselguhr.
Gurit tersedia dalam ukuran 11, 17 dan 22 mm cartridges yang disesuaikan dengan
aplikasi dilapangan.
Seperti yang telah dikatakan sebelumya, smooth blasting dilaksanakan dengan
special bahan peledak dengan spasi yang lebih dekat. Berikut ini adalah tabel geometri
peledakan untuk tiap diameter perimeter holes yang berbeda-beda.

Perimeter Hole
Diameter
(m)
25 32
25 48
51 64
51 64

Tabel 3.1
Geometri Peledakan Smooth Blasting
Charge
Concentration
Charge Type
Burden
( kg/m)
0.11
11 mm Gurit
0.3 0,5
0.23
17 mm Gurit
0.7 0.9
0.42
22 mm Gurit
1.0 1.1
0.45
22 mm Gurit
1.1 1,2

Spasi
0.25 0.35
0.50 0.70
0.80 0.90
0.80 0.90

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.9
Efek Peledakan dengan Metoda Smooth Blasting

26

Dalam melakukan kegiatan awal peledakan tambang bawah tanah maka


dilakukan pemboran sebagai sarana untuk menyimpan bahan peledak agar dapat
meledakn mendapatkan hasil yang maksimal dan juga fragmentasi yang diinginkan
dengan didukung oleh jenis bahan peledak yang sesuai serta ditunjang dengan suatu
desain peledakan atau geometri peledakan pada peledakan tambang bawah tanah.
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi desain tambang yang dibuat adalah sebagai
berikut :
a. Burden serta spasi yang digunakan dalam suatu pola peledakan
b. Jenis serta karakteristik bahan peledak yang digunakan
c. Diameter lubang tembak dengan bahan peledak yang digunakan
Dalam melakukan pembuatan terowongan maka dilakukan peledakan,
peledakan

yang

digunakan

berbeda

dalam

meledakan

tambang

terbuka.

Perbedaannya adalah pada peledakan terowongan dilakukan dengan membuat arah


pada suatu bidang bebas yang dibuat suatu bidang atau dapat dikatakan dengan
empty hole. Dan pada peledakan tambang terbuka dilakukan peledakan dengan
menggunakan desain peledakan pada arah satu bidang bebas.
3.6.1 Bahan Peledak
Bahan peledak adalah semua senyawa kimia, campuran atau alat yang dibuat,
diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan peledak dengan reaksi kimia yang
berkesinambungan di dalam bahan-bahannya. Adapun beberapa hal mengenai bahan
peledak diantaranya :
1. Jenis-jenis bahan peledak :
a. Black powder
Adalah campuran arang, belerang dan potasium nitrat.
b. Dinamit
Bahan dasar dinamit adalah nitroglyserin.
Macam-macam dynamite :
-

Straight dynamite

Gelatin dynamite

Amonia gelatin dynamite

Dinamite komposisi khusus

c. Permissible Explosive

27

Dipakai hanya untuk tambang di bawah tanah, mengandung ammonium dinamit


yang diberi nama sedikit aditive. Misalnya Sodium Clorida.
d. Blasting Agent
Bahan kimia yang belum dicampur satu dengan yang lainnya bukan merupakan
bahan peledak, contohnya ANFO.
e. Slurry/Water Gel Explosive/Emulsion
Yaitu campuran oksidator seperti sodium nitrate dan omonium nitrat.
Dalam hal bahan peledak dikenal pula istilah Powder Factor. Powder Factor
adalah berat batuan yang terbongkar oleh setiap kilogram bahan peledak, dengan
persamaan :

Pf

Dimana :

W
E

= Powder factor (ton/kg)

= Tonase batuan yang diledakkan (ton)

= Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

3.6.2 Tempat Penyimpanan Bahan Peledak


Pada dasarnya, penyimpanan ramuan bahan peledak harus memenuhi
ketentuan-ketentuan baik dari penyimpanan, jarak aman dari daerah sekelilingnya,
kelengkapan dari alat-alat pengaman, maupun ketentuan mengenai bangunan tempat
penyimpanan bahan peledak serta pengangkutan bahan peledak dari gudang
penyimpanan bahan peledak ke lokasi.
3.7

Perhitungan Menurut Stig O. Olofsson Swedish Technique


Pemilihan diameter empty hole tergantung pada tingkat kemajuan terowongan

yang dinginkan. Semakin besar kemajuan terowongan yang dinginkan maka semakin
besar diameter empty hole yang diperlukan. Besarnya ukuran diameter empty hole
dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

28

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Grafik 3.1
Hubungan antara Kemajuan Terowongan dengan Diameter Empty Hole

Atau jika mempergunakan beberapa empty hole diameter khayalnya dapat


dihitung dengan mempergunakan rumus :

Dd n
Dimana : D = Besarnya diameter khayal empty hole
d = Diameter empty hole
n = Jumlah lubang
Dalam usaha menghitung burden dikotak pertama, jika menggunakan satu
empty hole maka diameter yang digunakan adalah diameter empty hole itu sendiri,
tetapi jika menggunakan lebih dari satu empty hole maka yang digunakan adalah
diameter khayal.
3.7.1

Desain Cut Hole


Jika kita melihat grafik 3.1 kita menemukan jarak antara lubang ledak dan

empty hole sebaiknya tidak lebar dari 1.5 untuk menghasilkan peledakan yang baik.

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.10

29

Desain Cut Hole

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Grafik 3.2
Hubungan antara Jarak Lubang Ledak dengan Empty Hole
serta Hasil Peledakannya

3.7.1.1 Desain Square I


Jadi posisi lubang ledak di kotak pertama dapat ditunjukkan sebagai :
Dimana :
a

= C C jarak antara lubang ledak dengan empty hole

= Diameter empty hole

Dalam kasus ini beberapa empty hole hubungannya dapat ditunjukkan sebagai :
a1 = 1.5 D
W1 = a 2

Dimana : a = C C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
D = Diameter Khayal
W = Jarak antar lubang ledak
Parameter yang perlu diketahui dalam menentukan jumlah pengisian bahan
peledak (Q) pada cut holes terdiri atas stemming dan konsentrasi pengisian bahan
peledak (lc). Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak pertama
dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.3.
Stemming Kotak Pertama : (ho) = a
Jadi
Q = lc (H - ho)
Dimana : Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg

30

lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m


H = Kedalaman lubang ledak, m
Dengan demikian, maka data kunci yang diperlukan pada kotak pertama adalah :
a

= C C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak

= Jarak antar lubang ledak

= Jumlah bahan peledak

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Grafik 3.3
Grafik Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan Maksimum
Jarak C C (m) untuk Diameter Empty Hole yang Berbeda-Beda

3.7.1.2 Desain Square II


B1

= W1

a2

= 1.5 W1

W2

= 1.5 W1

Dimana : a = C C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
W = Jarak antar lubang ledak
B = Burden
Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak kedua dan kotak
berikutnya dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.4
Stemming Kotak Kedua (ho) = 0.5 x B
Jadi
Q = lc (H - ho)
Dimana : Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg

31

lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m


H = Kedalaman lubang ledak, m
Data kunci yang diperlukan pada kotak kedua dan kotak berikutnya adalah :
B = Burden
W = Jarak antar lubang ledak
Q = Jumlah bahan peledak

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Grafik 3.4
Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan Maksimum
Jarak C C (m) untuk Jarak antara Lubang Ledak yang Berbeda-beda

3.7.1.3 Desain Square III


Untuk menghitung desain square III dapat dilakukan perhitungan menggunakan
rumus sebagai berikut :
B2

= W2

a3

= 1.5 W2

W3

= 1.5 W2

Jumlah pengisian bahan peledak pada kotak ketiga ini caranya sama dengan
penentuan jumlah pengisian bahan peledak pada kotak kedua.
3.7.1.4 Desain Square IV
Untuk menghitung desain square III dapat dilakukan perhitungan menggunakan
rumus sebagai berikut :
B3

= W3

32

a4

= 1.5 W3

W4

= 1.5 W3

(i)

(ii)

(iii)

(iv)

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Gambar 3.11
Geometri Perledakan pada Cut Holes

Jika jarak antara lubang ledak (W) terlalu lebar dan burden (B) berdasarkan
rumus diatas sama dengan (W) sehingga besar pada cut holes lebih besar dari burden
pada stoping, maka burden pada cut holes dan perhitungan jumlah bahan peledak
yang dipakai harus diatur sehingga sama dengan stoping holes.
Penentuan burden dan konsentrasi bahan peledak dapat dilihat dari grafik pada
gambar 3.4 Berdasarkan tabel 3.2 di bawah, pengisian lubang ledak dapat dihitung :
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Pengisian kolom (lc) = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H hb - ho
Qc = lc x hc

33

Qtot = Qb + Qc
Dimana : lb = Charge concentration Bottom
hb = Height bottom charge
Qb = Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Column charge
hc = Heigth column
Qc = Komsumsi bahan peledak pada column charge
Pada umumnya bahan peledak yang digunakan dalam tambang bawah tanah
(peledakan terowongan) adalah bahan peledak yang telah dikemas dalam bentuk
paper cartridge atau plastic tube yang telah memepunyai diameter (mm) dan charge
concentration (kg/m) tertentu.
Bahan peledak yang sering digunakan adalah Emulite, Dynamex, dan ANFO,
yang dipakai untuk meledakkan cut holes, stoping holes dan floor holes. Sedangkan
untuk meledakkan wall holes dan roof holes bahan peledak yang iasa dipakai adalah
Gurit.
3.7.2 Desain Stoping Hole
Setelah cut holes telah dihitung, sisa dari geometri tunnel yang terdiri atas floor
holes, wall holes, roof holes, stoping holes dapat dihitung.
Untuk menghitung burden (B) dan mengisi setiap bagian yang berbeda pada
tunnel dapat dilihat dari grafik pada grafik 3.6 yang dapat digunakan sebagai dasar
acuan.

34

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

Grafik 3.6
Hubungan antara Burden dengan Konsentrasi Pengisian Bahan Peledak
untuk Diameter Lubang Ledak dan Bahan Peledak yang Berbeda

Bila burden (B), kedalaman lubang ledak (H) dan konsentarasi bottom charge
(lb) telah diketahui, tabel dibawah ini akan memberikan geometri pemboran dan
pengisian handak disetiap bagian dari tunnel.

Part of The
Round

Burden
(m)

Floor
Wall
Roof
Stoping:
Upwards
Horizontal
Downwards

1xB
0.9 x B
0.9 x B
1xB
1xB
1xB

Tabel 3.2
Geometri Peledakan pada Stoping Holes
Charge Concentration
Heigth
Spacing
Bottom Charge
Bottom
Column
(m)
(m)
(kg/m)
(kg/m)
1.1 x B
1/3 x H
lb
1.0 x lb
1.1 x B
1/6 x H
lb
0.4 X lb
1.1 x B
1/6 x H
lb
0.3 X lb
1.1 x B
1.1 x B
1.2 x B

1/3 X H
1/3 x H
1/3 x H

lb
lb
lb

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

0.5 x lb
0.5 x lb
0.5 x lb

Stemming
(m)
0.2 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B

35

3.7.2.1.Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Floor Holes


Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada floor peledakan
bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.5 x lb
ho = 0.2 x B
hc = H hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot

= Qb + Qc

3.7.2.2 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Wall Holes


Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada wall holes
peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.4 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot

= Qb + Qc

3.7.2.3 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Roof Holes


Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada roof peledakan
bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12

36

hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.3 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot

= Qb + Qc

3.7.2.4 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Stoping Upwards and


Horizontally Holes
Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada stoping
upwords dan horizontally peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus
sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot

= Qb + Qc

Dimana : lb = Konsentrasi pengisian didasar lubang ledak (charge


concentration bottom)
hb = Tinggi isian dasar lubang ledak (height bottom charge)
Qb= Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Konsentrasi pengisian di atas isian dsar (column charge)
hc = Tinggi colom (heigth column)
Qc= Komsumsi bahan peledak pada colom
3.7.2.5 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak Pada Stoping Downwards Holes

37

Pengisian bahan peledak pada stoping downwards sama dengan perhitungan


pada stoping upwards.
3.7.2.6 Perhitungan Specific Charge
Specific Charge adalah perbandingan antara berat handak yang digunakan
dengan volume batuan yang di diperoleh. Secara matematis dituliskan dalam
formula berikut :
BeratHandak(kg)
3
Specific Charge = Volume BatuanyangTerbebas(m )

3.7.3

Primer dan Sistem Rangkaian


Pembuatan primer maupun sistem rangkaian yang dipakai pada peledakan

terowongan sama halnya dengan pembuatan primer dan sistem rangkaian yang
dipakai pada surface blasting.
3.7.4

Fragmentasi
Fragmentasi (distribusi ukuran) batuan hasil peledakan merupakan salah satu

yang sangat penting dalam merencanakan suatu peledakan. Ukuran fragmentasi yang
direncanakan perlu disesuaikan dengan kemudahan dalam pemuatan, pengangkutan
serta ukuran yang diinginkan oleh pabrik pengolahan.
Untuk mendapatkan fragmentasi yang diinginkan, beberapa hal yang
berpengaruh adalah keserasian antara specific charge yang digunakan dan urutan
pengaturan delay. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hubungan antara
specific charge dan fragmentasi yang dihasilkan.
Tabel 3.3
Hubungan antara Specific Charge dan Fragmentasi
specific charge
(kg/m3)
Fragmentation
(m3)

0.24

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.85

1.0

(1/2)3

(1/2.5)3

(1/3)3

(1/4)3

(1/5)3

(1/6)3

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, Diktat Praktikum Peledakan UNISBA, Bandung.

3.8

Pembersihan Atap (Scaling)

38

Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan yang dilakukan setelah


proses peledakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan mencegah runtuhan kecil
akibat batuan yang masih menggantung dari hasil peledakan yang mungkin akan
jatuh. Scaling dilaksanakan setelah pembersihan lingkungan lubang bukaan dari
gas-gas hasil peledakan (smoke clearing) dengan menggunakan portable exhaust fan.
3.9

Penyanggaan (Supporting)
Jenis-jenis penyangga yang digunakan adalah penyangga kayu seperti

three piece set dan cribbing atau steel support, dan shotcrete. Ukuran penyangga
disesuaikan dengan lubang bukaan yang akan disangga. Penyangga baja dan kayu
biasanya digunakan pada lubang bukaan (cross cut dan drift), sedangkan untuk
lubang bukaan digunakan perkuatan seperti split set, rockbolt, dan wire mesh
dengan ukuran anyamannya 5,00 x 5,00 cm. Pada pembuatan lubang bukaan yang
sudah selesai dibuat akan ditimbun dengan material pengisi. Untuk kegiatan
pembuatan lubang bukaan sebelum peledakan dilakukan, maka penyangga split set
digunakan untuk menyangga batuan samping agar tidak runtuh setelah peledakan.
Ditinjau dari interaksi antar batuan atau tanah dengan material atau bahan
pembuat penyangga, maka sistem penyanggaan yang digunakan dapat terdiri atas :
1. Penyanggaan dinamis (perkuatan) dapat berupa :
a. Split set/rock bolt
b. Strap di kombinasi dengan split set/rock bolt
c. Wire mesh
d. Weld mesh
2. Penyanggaan statis (penyanggaan) antara lain
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

a.

Timber set
Cribbing
Steel support
Cement
grouting/chemical
grouting
Shotcrete
h. Concrete
i.Masonry

Pemasangan alat-alat penyangga tersebut dilakukan pada drift, cross cut,


ramp, dan sill drift. Sedangkan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kondisi
batuannya. Untuk kondisi batuan yang rapuh dengan fragmentasi seukuran

39

kerakal dilakukan penambahan pemasangan wire mesh atau weld mesh untuk
mencegah jatuhnya batuan yang menempel pada atap, sedangkan untuk
menahan pergeseran antar blok batuan yang terdapat rekahan atau terdapat
kekar digunakan strap plate
b.

Pemilihan penyanggaan didasarkan pada pembagian kelas batuan yang


ditentukan oleh nilai RMR (Rock Mass Rating). Semakin tinggi nilai RMR, maka
kondisi batuan semakin baik (lihat Tabel 3.4).

c.

d. Tabel 3.4
e. Pembagian Kelas Batuan Berdasarkan RMR
f.

RMR

i.

< 20

l.

21
40
o. 41
60
r. 61
80
u. 81
100
x.

g. Kelas
Batuan
j.

h. Kondisi
batuan
k. Sangat
Buruk

m. IV

n. Buruk

p. III

q. Sedang

s.

II

t.

Bagus

v.

w. Sangat
Bagus

Sumber : Bieniawski,Z.T.Rock Mechanics Design in Minning and Tunneling,A.A. Balkema,


Rotterdam,1984.

y.

z.

Adapun gambaran dari kelas-kelas batuan tersebut adalah sebagai

berikut :
a

Batuan Kelas I (Very Good Rock)


aa.

Penyanggaan dengan rock bolt hanya dibutuhkan apabila ditemukan

suatu blok batuan yang diperkirakan akan runtuh atau lepas dari massa batuan
utama.
b
ab.

Batuan Kelas II (Good Rock)


Pada kelas ini kemungkinan massa batuan akan jatuh atau lepas, tetapi
hanya bersifat lokal, artinya sebagian massa batuan ada yang perlu disangga
dan sebagian lagi boleh dibiarkan terbuka, tetapi tetap diberikan penyangga.
Oleh karena itu penyanggaan yang paling tepat adalah weld mesh, wire mesh
atau penyanggaan dengan strap plate (strapping) dengan rock bolt.

Batuan Kelas III (Fair Rock)

40

ac.

Pada batuan kelas ini kemungkinan massa batuan akan jatuh atau runtuh.
Oleh karena itu dibutuhkan penyanggaan sistematis berupa kombinasi antara
wire mesh dan strap plate dengan rock bolt.

Batuan Kelas IV (Poor Rock)

ad.

Penyanggaan yang digunakan adalah steel support atau kombinasi antara


weld mesh/wiremesh dan shotcrete,

karena massa batuan tidak mampu

menyangga dirinya sendiri dalam jangka waktu tertentu.


ae.
af.
e

Batuan Kelas V (Very Poor Rock)

ag.

Penyanggaan pada batuan kelas ini harus dilakukan sesegera mungkin


setelah dilakukan penggalian. Selanjutnya dilakukan penyanggaan permanen
berupa kombinasi antara steel support dengan tembok beton (retaining wall).

ah.

ai. 3.10

Pengumpulan dan Pemuatan (Mucking)

aj.

Merupakan serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil

dan memuat material hasil peledakan ke dalam alat angkut atau tempat
penampungan material. Pemuatan material hasil peledakan dan penggalian yang
akan dibuang pada suatu daerah ini bisa menggunakan 2 cara yakni :
a. Mucking dengan tangan
b. Mucking dengan mesin
ak.
Alat yang bisa digunakan dalam pemuatan hasil material pada lubang
bukaan bawah tanah bisa dilakukan menggunakan alat sebagai berikut :
a. Load Haul Dump
b. Power Shovel
c. Front End Loaders
al.
am. 3.11 Pengangkutan (Transporting)
an.

Kegiatan ini dilakukan di level pengangkutan (MHL/Main Haulage

Level Pengangkutan dalam terowongan bawah tanah adalah pengangkutan material


lepas

hasil cutting dari dalam lubang bukaan sampai ke permukaan tanah.

Pengangkutan dalam lubang bukaan bawah tanah bisa dilakukan menggunakan


berbagai peralatan seperti truck jungkit, automatic side sump cars atau lori yang ditarik
oleh lokomotif.
ao.

14

ap.
aq.
ar.

Anda mungkin juga menyukai