Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN BATU TERBANG (FLY ROCK) UNTUK MENGURANGI

RADIUS AMAN DARI 500M MENJADI 300M PADA PELEDAKAN


PENAMBANGAN QUARRY PT VALE INDONESIA, SOROWAKO, LUWU TMUR,
SULAWESI SELATAN.

Harry Subekti, Jihan Lubis


Technical Services & QC Engineer Hanwha Mining Services Indonesia, Job Site Sorowako,PT Vale
Indonesia

ABSTRAK
Fly Rock fragmentasi batuan yang terlempar akibat hasil peledakan. Fragmentasi batuan
yang terlempar melebihi radius aman dapat menyebabkan kerusakan untuk alat mekanis. Penelitian
bertujuan mengetahui jarak aman dari fly rock yang dihasilkan dari peledakan di perusahaan dan
faktor yang mempengaruhi jarak fly rock tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survei dan
analisa kuantitatif dengan perhitungan serta analisa prediksi jarak fly rock teoritis dari peledakan yang
dihasilkan. Pengambilan data di PT. Vale Indonesia menggunakan Leica GS 14 dan kamera guna
pengamatan kegiatan peledakan di perusahan. PT. Vale Indonesia melakukan proses penambangan
di wilayah Sorowako kecamatan Nuha Provinsi Sulawesi Selatan. Observasi lapangan dilakukan dan
ditemukan bahwa PT. Vale Indonesia menyatakan untuk jarak aman semua alat berat dan manusia
berada dalam jarak 500m akibat insiden yang terjadi dalam satu dekade terakhir, untuk melakukan
perubahan kembali jarak aman bagi alat berat menjadi 300m diperlukan kajian secara teknis serta
menentukan nilai faktor keamanan pada lemparan fly rock di setiap kegiatan blasting yang dilakukan.
Penentuan perkiraan jarak lemparan flyrock maksimum dengan menggunakan dua metode, yaitu
metode empirik dan metode analisis dimensi. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil yang akurat dan
tepat sesuai dengan kondisi lokasi peledakan. Metode empirik yang dipakai didasarkan pada teori
Lundborg (1981) dan, Richard dan Moore (2005), sedangkan metode analisis dimensi didasarkan
pada teori Ebrahim Ghasemi (2012). Penggunaan kedua metode tersebut, diperoleh hasil bahwa
penyimpangan terhadap lemparan aktual adalah 38.1% untuk metode analisis dimensi Eibrahim
Ghasemi (2012) dan dengan metode empiric Richard Moore dengan nilai penyimpangan sebesar
70.5%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa metode yang menghasilkan perkiraan jarak lemparan
flyrock yang paling mendekati jarak lemparan aktual flyrock adalah metode analisis dimensi dengan
selisih 6 m dengan nilai faktor keselamatan terhadap bahaya fly rock sebesar 1.5. Berdasar metode
analisis dimensi, dilakukan trial penentuan radius aman yang sesuai, untuk melihat apakah radius
aman saat ini di Quarry PT. Vale Indonesia sudah sesuai atau dapat dikurangi.

Kata kunci :Fly Rock, radius aman, stemming


I. PENDAHULUAN
Dalam Program Mine development project PT. vale Indonesia, penambangan quarry yang dilakukan
oleh PT. Vale Indonesia merupakan salah satu yang penting terkaitt teknikal penambangannya.
Bahkan Penambangan quarry oleh PT. VI ini sendiri dilakukan dengan metode pemberaian batuan di
karenakan sifat fisik batuan yang keras, yang dalam pelaksanaannya ada yang dapat digali secara
langsung oleh alat mekanis dan adapula dengan metode peledakan yang merupakan metode yang
sangat efektif dalam pemberaian batuan keras yang pada umunya tidak dapat dilakukan langsung
oleh alat mekanis. Sehingga kegiatan peledakan ini sangat membutuhkan perhitungan yang matang
agar terhindar dari resiko yag salah satunya adalah Batu terbang (Fly Rock).

Fly rock adalah fragmentasi batuan hasil pedekan yang terlempar melebihi radius batas aman yang
dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, kerusakan pada alat mekanis, cidera bahkan
kematian pada manusia. Fly rock menjadi salah satu perhatian yang utama pada setiap peledakan
(Havis,dkk.2015). Fly rock menyebabkan alat berat mekanis berpindah dengan jarak yang cukup jauh
serta memerlukan waktu untuk berpindah menuju radius aman. Hal ini sangatlah berdampak negatif
untuk kegiatan penambangan karena hilangnya produksi akibat waktu tunda perpindahan alat.
Selain itu, Fly rock sangat membahayakan bagi pekerja dan juru ledak yang berada di dekat lokasi
peledakan. Oleh karena itu di perlukan adanya kajian Fly rock di PT. Vale Indonesia Sorowako untuk
mengurangin jarak aman alat dari 500m menjadi 300m berdasarkan jarak maksimum dari fly rock
yang ditimbulkan oleh peledakan serta kunci dari kajian teknis ini selain untuk meningkatkan
produktivitas juga untuk memastikan tingkat keamanan alat tetap didapatkan dari bahaya fly rock.

II. GEOLOGI DAN PUSTAKA


Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa ratarata
mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal
mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya
substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir
bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit
akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit
atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian
panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan
ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut, Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan.
Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam,
hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan
batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung
dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan
mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan
krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang
berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai
bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit,
magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-
urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang
disebut dengan akar pelapukan (root of weathering). Bedrock adalah bagian terbawah dari profil
laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan
secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama
dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya
merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh
oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding
dengan intensitas serpentinisasi. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona
high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi. (Wikipedia, 2021).

Peledakan adalah proses pembongkaran dan pemindahan massa batuan dalam volume besar akibat
reaksi kimia bahan peledak yang melibatkan pengembangan gas yang sangat cepat agar material
mudah untuk digali dan diangkut menuju proses selanjutnya serta memenuhi nilai ambang batas
lingkungan dan syarat K3 yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (Fitriansyah, 2016).

Geometri peledakan merupakan suatu hal yang akan berpengaruh dalam pelaksanaan peledakan
dan hasil peledakannya dimana menentukan hasil dari segi fragmentasi yang dihasilkan, rekahan
yang diharapkan maupun dari segi jenjang yang terbentuk. (Aulia Putri, 2016).

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Fly Rock (Richard and Moore, 2005)

Koefisien korelasi

Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang
datanya berbentuk data interval dan rasio. Disimbolkan r dan dirumuskan sebagai berikut.
(Hasan,2001)

Keterangan :

r = koefisien korelasi
Y = nilai variabel Yi

X = nilai variabel Xi

n = besar sampel/banyak data Nilai dari koefisien korelasi (r) terletak antara -1 dan +1 (-1≤ r ≤ +1).

III. METODE PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Quarry PT. Vale Indonesia pada bulan April 2021 hingga July 2021.
Pengukuran lemparan maksimum flyrock dilakukan sebanyak 41 kali, dan analisa pengamatan ini
menggunakan GPS Leica GS 14 sebagai acuan radius untuk penentuan lemparan maksimum flyrock.
Perhitungan jarak lemparan flyrock yang dilakukan di 3 Quarry PT. Vale Indonesia Sorowako dan
Petea yang dilakukan secara teoritis dan aktual dengan berorientasi pada jarak antar spasi, jarak
antar burden, tinggi stemming minimum, kedalaman lubang minimum, powder factor, rata–rata
isian perlubang ledak dan jarak burden awal. Untuk perhitungan teoritis menggunakan metode
empirik dan analisis dimensi. Metode empirik berdasar teori Richard dan Moore (2005), dan Ludborg
(1981), sedangkan untuk metode analisis dimensi didasarkan oleh teori Ebrahim Ghasemi (2012).
Menurut pengujian yang telah dilakukan Richard dan Moore (2005), ada 3 faktor utama yang
memepengaruhi terjadinya flyrock pada kegiatan peledakan yaitu,

Rifling
terjadi saat stemming sudah sesuai untuk mencegah flyrock secara cratering, namun material
stemming yang digunakan kurang baik, dan biasanya disertai dengan noise (bunyi) ledakan yang
tinggi. Flyrock disebabkan lubang ledak cenderung lebih miring karena bila pada lubang ledak tegak
flyrock.
L = Jarak lemparan batuan (m)
k = Konstanta material
g = Percepatan gravitasi (m/s 2 )
B = Burden (m)
SH = Stemming Height (m)
Ɵ = KemiringanLubang(°)
m = berat isian bahan peledak (Kg/m)

Cratering
Cratering terjadi saat tinggi stemming yang terlalu pendek serta terdapatnya bidang lemah pada
lubang ledak. Bidang lemah tersebut biasanya merupakan material broken dari hasil peledakan
sebelumnya. Berdasarkan kondisi tersebut maka flyrock dapat terlempar ke segala arah dari lubang
ledak. Gambar 3 memperlihatkan bidang lemah yang berpotensi menimbulkan flyrock.

L = Jarak lemparan batuan (m)


k = Konstanta material
g = Percepatan gravitasi (m/s 2 )
B = Burden (m)
SH = Stemming Height (m)
Ɵ = KemiringanLubang(°)
m = berat isian bahan peledak (Kg/m)

Face Bursting
Face Bursting terjadi saat jarak burden pada baris depan peledakan di lapangan yang terkadang
terlalu dekat sehingga menimbulkan potensi flyrock. Rumus untuk mencari jarak lemparan batuan
menurut Richard dan Moore (2005) seperti berikut.

L = Jarak lemparan batuan (m)


k = Konstanta material
g = Percepatan gravitasi (m/s 2 )
B = Burden (m)
SH = Stemming Height (m)
Ɵ = KemiringanLubang(°)
m = berat isian bahan peledak (Kg/m)

Lundborg (1981) mengembangkan persamaan perhitungan empirik untuk memprediksikan lemparan


maksimal flyrock
L= 143 d (q – 0,2)
L = lemparan maksimal (m)
d = diameter lubang ledak (mm)
q = specific charge (kg/m3 ).

Ebrahim Ghasemi (2012) membuat persamaan untuk memprediksi jarak flyrock dengan
menggunakan metode analisis dimensi berdasarkan paremeter peledakan yang dapan di kontrol
Fd = f (B-1.336 S 1.201 St-2.196 H 0.347D -0.201 (P/Q) - 0.171)

Fd = flyrock distance (m)


B = Burden (m)
S = Spasi (m)
St = Stemming (m)
H = Kedalaman Lubang (m)
P = Powder factor
Q = Isian rata-rata per lubang ledak

Faktor Safety
(FOS) Merupakan angka untuk menentukan nilai faktor keamanan dan keakuratan dari suatu
perhitungan fly rock secara teoritikal. Nilai FOS

IV. DATA DAN ANALISIS


Dari data pengukuran jarak antar spasi, jarak antar burden, tinggi stemming minimum, kedalaman
lubang minimum, powder factor, rata–rata isian perlubang ledak dan jarak burden awal, didapatkan
yang memiliki nilai regresi tertinggi terhadap jarak lemparan flyrock dengan R²= 0.66 untuk burden
dan spasi. Dari 69 kali pengamatan lemparan aktual flyrock di Quarry Sorowako dan Petea,
semuanya tidak ada yang mencapai jarak 300 m dari lokasi peledakan. Rata-rata lemparan
maksimum flyrock selama pengamatan adalah 17 m dan paling jauh 63 m.

Tabel 1. Flyrock aktual di PT.Vale Indonesia

Anda mungkin juga menyukai