Anda di halaman 1dari 57

PENENTUAN DIMENSI PILAR BATUBARA BERDASARKAN KARAKTERISTIK

MASSA BATUAN PADA PENAMBANGAN MUNDUR (RETREAT MINING)


METODA ROOM & PILLAR
STUDI KASUS : TAMBANG BAWAH TANAH PT. ALLIED INDO COAL (AIC)
JAYA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Penyelesaian Studi Sarjana Teknik Program
Studi Teknik Pertambangan, Universitas Negeri Padang

Oleh :
Alfi Rahman
2013/ 1302663

Konsentrasi : Tambang Umum


Program Studi : (S1) Teknik Pertambangan

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Operasi produksi batubara terus dilakukan dalam rangka memenuhi

kebutuhan sumber energi. Sampai saat ini, sebagian besar tambang batubara

menerapkan sistem tambang terbuka karena lebih mudah dan murah

dibandingkan tambang bawah tanah. Sistem tambang terbuka menjadi tidak

ekonomis lagi untuk diterapkan setelah mencapai batas kedalaman tertentu

sehingga untuk menambang batubara yang lebih dalam perlu diterapkan sistem

tambang bawah tanah.

Salah satu metode tambang batubara bawah tanah yang umum

digunakan adalah room and pillar. Sesuai nama metodenya, penambangan

cadangan batubara dilakukan dengan menyisakan pilar-pilar untuk mencegah

keruntuhan atap dan subsidens (penurunan permukaan tanah). Pengembangan

metode ini yaitu dengan melakukan penambangan sebagian pilar batubara pada

area yang sudah selesai ditambang dengan arah kemajuan sebaliknya, disebut

dengan istilah retreat mining. Penerapan metode ini memberikan tingkat

perolehan batubara yang lebih tinggi, namun dapat menyebabkan subsidens.

Pilar merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga kestabilan

lubang bukaan pada tambang bawah tanah dengan sistem room & pillar. Hal

ini dikarenakan, pilar harus mampu menahan beban diatasnya (overburden)

dari kemungkinan keruntuhan (failure) atap lubang bukaan dan pilar itu sendiri.
2

Perancangan dimensi pilar batubara juga diperlukan untuk memberikan

perolehan (recovery) batubara yang optimal.

PT. Allied Indo Coal Jaya (AICJ) merupakan salah satu perusahaan

tambang batubara yang menggunakan sistem penambangan Room & Pillar

pada proses kegiatan tambang bawah tanahnya. Saat ini PT. AIC Jaya

mengoperasikan beberapa blok penambangan dengan 6 buah tunnel menuju

seluruh front penambangan. Aktivitas penambangan batubara dilakukan pada

lapisan B-1 dengan kemiringan lapisan 250. Sedangkan untuk front

penambangan, khususnya pada tunnel I dan tunnel II sudah mencapai batas

akhir penggalian menurut perencanaan awal (Block I dan block II). Sehingga

akan dilakukan penambangan secara mundur (retreat mining) untuk

meningkatkan perolehan batubara (recovery) dengan menyisakan beberapa

pilar untuk penyanggaan.

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis tertarik mengangkat

permasalahan tersebut menjadi sebuah penelitian yang berjudul “Penentuan

Dimensi Pilar Batubara Berdasarkan Karakteristik Massa Batuan Pada

Penambangan Mundur (Retreat Mining) Metoda Room & Pillar, Studi Kasus :

Tambang Bawah Tanah PT. Allied Indo Coal (AIC) Jaya”.

Dengan adanya penelitian ini, harapannya dapat dijadikan acuan oleh

perusahaan ataupun praktisi lapangan lainnya dalam merancang geometri pilar

batubara pada penambangan bawah tanah metoda room & pillar.


3

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan seperti sebagai berikut :

1. Belum adanya studi geoteknis terkait analisis kestabilan pilar batubara

pada metoda penambangan room & pillar tambang bawah tanah PT. AIC

Jaya.

2. Belum adanya analisa dan perhitungan tegangan insitu pilar batubara

dalam menahan beban diatasnya (overburden), sehingga kekuatan pilarnya

juga belum diketahui.

3. Belum adanya studi terhadap perpindahan tegangan dan distribusinya saat

pilar diambil untuk meningkatkan produksi batubara.

4. Belum adanya perhitungan secara teoritis kestabilan lubang bukaan

tambang terkait faktor keamanannya (FK).

5. Belum adanya penentuan jumlah dan dimensi pilar yang ideal untuk

ditinggal saat penambangan mundur, ditinjau dari aspek kemananan dan

keekonomisannya (recovery).

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang ditentukan dalam penelitian ini seperti

sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada Block II front penambangan yang terdapat di

tunnel I.
4

2. Kondisi geologi dan keberadaan struktur geologi tidak dipertimbangkan,

sehingga batubara dan lapisan batuan diatasnya (overburden) diasumsikan

bersifat linear-isotrop secara teoritis.

3. Analisa kestabilan lubang bukaan tambang dilakukan dengan bantuan

software Phase2 dari Rocksciece.

4. Pengujian sifat fisik & mekanik batubara dilakukan di laboratorium

melalui uji Point Load Test & uji Uniaxial Compressive Strength.

5. Pengujian kekuatan pilar batubara dilakukan pada geometri pilar

berbentuk bujursangkar.

6. Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menguji kekuatan pilar batubara

dan tegangan insitu yang diterima menggunakan pendekatan sistem

klasifikasi massa batuan yang dikembangkan oleh Bieniawski (1968).

D. Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk dimensi dan geometri pilar batubara yang ideal

untuk disisakan saat penambangan mundur (retreat mining) pada tambang

bawah tanah metoda room and pillar berdasarkan analisa kestabilan lubang

bukaan tambang dan uji kekuatan pilar batubara.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini diantaranya :

1. Mengetahui perpindahan tegangan dan distribusinya saat penggalian

lubang bukaan dilakukan (pilar batubara diambil).

2. Mengetahui kekuatan pilar batubara (insitu) dalam menahan beban

diatasnya (overburden) berdasarkan uji di laboratorium.


5

3. Memberikan gambaran bagaimana bentuk dimensi dan geometri pilar

batubara yang ideal untuk disisakan, ditinjau dari aspek keamanannya

(safety factor).

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini diantaranya

adalah :

1. Bagi penulis penelitian ini adalah sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang

telah diperoleh selama proses perkuliahan.

2. Data-data yang diperoleh selama proses penelitian, khususnya terkait data

geoteknis tambang bawah tanah dapat dijadikan arsip untuk keperluan

perusahaan kedepannya.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi perusahaan untuk perencanaan

dan pengembangan tambang bawah tanah yang lebih optimal.

4. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut

mengenai metoda penambangan room and pillar, khususnya dalam

perancangan geometri penambangan.


6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Perusahaan

1. Sejarah Perusahaan

PT. Allied Indo Coal (PT.AIC) merupakan perusahaan yang

bergerak di bidang pertambangan batubara yang melakukan penambangan

batubara dengan jenis perusahaan PKP2B (Perjanjian Kerjasama

Pengusahaan Tambang Batubara) sesuai dengan kontrak No.

J2/JI.DU/25/1985 pada tanggal 21 Agustus 1985. Masa kontrak

penambangan selama 32 tahun dengan luas areal 844 Ha. Awalnya

perusahaan ini merupakan perusahaan swasta yang didukung penanaman

modal asing, bekerjasama antara Allied Queensland Coaldfields (AQS)

limited dari Australia dengan PT. Mitra Abadi Sakti (PT.MAS) dari

Indonesia dengan komposisi saham masing-masing 80% dan 20%. Pada

tahun 1992 PT.MAS mengambil alih saham AQS, dengan demikian

PT.MAS yang mengontrol seluruh manajemen perusahaan.

Pada awalnya kegiatan eksplorasi di Parambahan telah dilakukan

oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1975 dan 1983. Kegiatan eksplorasi

dilanjutkan oleh PT.AIC dalam tahun 1985 dan 1998. Setelah kegiatan

eksplorasi selesai dilaksanakan, maka PT.AIC melakukan tambang

terbuka yang bekerjasama dengan divisi alat berat United Tractors dalam

pengembangan peralatan penambangan. Pada tahun 1991 PT. AIC selaku

pemilik kuasa penambangan bekerjasama dengan kontraktor PT. Pama


7

Persada Nusantara hingga tahun 1996. Selanjutnya PT.AIC melekukan

kerjasama berturut-turut dengan kontraktor Berkelindo Jaya Pratama dan

PT. Pasura Bina Tambang.

Pada tahun 2001 kegiatan penambangan sempat mengalami

gangguan dengan adanya masalah tambang rakyat. Selain itu, stripping

ratio yang semakin tinggi menyebabkan PT.AIC melakukan

pengembangan penambangan tambang terbuka ke tambang bawah tanah.

Peresmian pembukaan tambang bawah tanah dilakukan pada bulan

Oktober 2003, yang kegiatan operasional penambangannya dilaksanakan

oleh kontraktor Telagabaru Makmur (TMS).

Pada tahun 2008 PT.Allied Indo Coal berubah nama menjadi PT.

Allied Indo Coal Jaya (PT.AICJ) yang merupakan Izin Walikota berupa

Kuasa Penambangan dengan luas area 327,40 Ha, yang kemudian pada

tanggal 4 april 2010 izin kuasa penambangan menjadi Izin Usaha

Penambangan (IUP). Pada tahun 2017 terjadi pergantian kepemilikan

perusahaan yang kini dimiliki oleh pengusaha asal Talawi. Saat ini

kegiatan operasional penambangan pada tambang terbuka batubara PT.

AICJ bekerjasama dengan PT. Miyor Pratama Coal.

2. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penambangan PT. Allied Indo Coal Jaya (PT.AICJ) terletak

di Parambahan, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera

Barat.
8

Secara geografis wilayah IUP PT.AICJ berada pada posisi 1000

46’48” – 1000 48’ 47” BT dan 000 35’ 34” – 000 36’ 59” LS, dengan batas

lokasi kegiatan sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Desa Batu Tanjung dan Desa

Tumpuak Tangah, Kecamatan talawi, Kota Sawahlunto.

b. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Jorong Bukit Bual dan Koto

Panjang Nagari V Koto, Kecamatan koto VII, Kabupaten Sijunjung.

c. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Jorong Koto Panjang

Nagari V Koto, Kecamatan koto VII, Kabupaten Sijunjung, dan

Wilayah Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Wilayah desa Salak, Kecamatan

Talawi, Kota Sawahlunto.

Lokasi pertambangan PT. Allied Indo Coal jaya (PT.AICJ)

berjarak kurang lebih 148 km dari Kota padang dan dapat ditempuh

dengan waktu 4 jam 19 menit. Untuk lebih jelasnya lokasi kesampaian

daerah Parambahan, Desa Batu Tanjung dapat dilihat pada gambar berikut

ini.
9

Gambar 2.1. Lokasi Kesampaian Daerah PT. AICJ

3. Iklim dan Curah Hujan

Keadaan iklim di lokasi penambangan adalah iklim tropis dengan

suhu udara panas pada siang hari dan cukup dingin pada malam hari,

dengan suhu udara rata-rata antara 270 C – 320 C. Dari pengamatan curah

hujan yang dilakukan oleh PT. AICJ, diperoleh data curah hujan seperti

yang terlihat pada Tabel 2.1 berikut.


10

Tabel 2.1. Data Curah Hujan Wilayah Parambahan (mm) Selama 10 Tahun
Terakhir

(Sumber : PT. AICJ)

4. Keadaan Topografi

Kecamatan Talawi pada umumnya memiliki topografi sebagian

besar mempunyai kenampakan berbukit-bukit dan sebagian kecil berupa

dataran. Daerah perbukitan terdiri atas punggungan-punggungan, puncak-

puncak dan lembah-lembah bukit, dengan kemiringan lereng berkisar 100-

500 dan ketinggian daerah antara 250-530 meter dari permukaan laut.

5. Kondisi Geologi dan Stratigrafi

Wilayah penelitian berada pada cekungan ombilin. Cekungan

Ombilin merupakan suatu cekungan antar pegunungan yang terbentuk

karena terjadinya patahan-patahan blok batuan dasar yang sangat

kompleks pada akhir Pra-Tersier. Terban yang terbentuk dihasilkan oleh

gerak aktif mendatar dari sesar Silungkang berarah barat laut-tenggara,


11

sejajar dengan sistem sesar Sumatera. Gerak- gerak aktif mendatar itu

kemudian menjadi tempat pengendapan dari sedimen-sedimen Tersier

berlingkungan darat.

Cekungan yang didasari oleh batuan Pra-Tersier tersebut diisi oleh

endapan berumur Tersier dengan ketebalan kurang lebih 4600 meter

dengan luas kurang lebih 1500 km2. Tatanan Tersier ini secara resmi

dibagi menjadi lima formasi, yaitu :

a. Formasi Brani

Terdiri dari konglomerat berwarna cokelat keunguan,

berukuran kerikil sampai kerakal, dengan aneka fragmen berupa

andesit, batugamping, batusabak dan argilit, granit, kuarsit, kadang-

kadang “arkosic gritsand” yang berbutir kasar, terpilah buruk,

menyudut-membundar tanggung, padat, keras sampai dapat diremas,

umumnya tidak berlapis. Tebalnya mencapai lebih dari 646 meter.

Umur formasi ini diperkirakan sama dengan Formasi

Sangkarewang dengan hubungan antar formasi berupa hubungan

menjemari, dengan umur yaitu Paleosen hingga Eosen.

Formasi Brani dapat dibagi menjadi 2 anggota, yang dibedakan

berdasarkan lithofasiesnya, yaitu Anggota Selo dan Kulampi.

b. Formasi Sangkarewang

Formasi ini dikenal karena ditemukannya fosil ikan air tawar

yang berumur tersier awal. Formasi ini terdiri dari serpih berlapis tipis

berwarna kelabu gelap kecoklatan sampai hitam plastis gampingan


12

mengandung materail karbon, mika, pirit, dan sisa tumbuhan.

Formasi ini memiliki sisipan berupa lapisan-lapisan batupasir

dengan tebal yang umumnya kurang dari 1 m, terdapat fragmen kuarsa

dan feldspar, gampingan berwarna abu-abu sampai hitam matriks

lempung terpilah buruk mengandung mika dan material karbon, dan

terdapatnya struktur nendatan (slump). Sisipan batupasir ini

menunjukan pola menghalus ke atas.

Hubungan antara Formasi Sangkarewang yang menjemari

dengan endapan kipas aluvial dengan Formasi Brani, terdapatnya

struktur sedimen laminasi halus dan hadirnya fosil ikan air tawar

menunjukan lingkungan pengendapan danau. Sisipan lapisan

batupasir merupakan endapan turbidit yang diendapkan di danau dan

struktur slump menunjukan lereng yang curam di tepi danau.

c. Formasi Sawahlunto

Formasi ini terdiri dari sekuen serpih berwarna abu kecoklatan,

serpih lanauan dan batulanau dengan sisipan batupasir kuarsa, coklat

padat dan dicirikan dengan hadirnya batubara. Serpih biasanya

karbonan atau batubaraan. Batupasir berciri sekuen menghalus ke atas,

berlapis silang siur dan khususnya berlaminasi dengan dasar erosi

yang tegas menunjukkan suatu sekuen point bar. Batubara kadang-

kadang disisipi batulanau berwarna kelabu. Batupasirnya membentuk

lenticular, sedang batubara sering menyebar dan membaji . Di daerah

Parambahan dekat tinggian Tungkar, batubara dan batupasir lebih


13

banyak jumlahnya.

Formasi Sawahlunto terletak selaras di atas Formasi Brani dan

setempat-setempat juga terletak selaras dengan Formasi

Sangkarewang, namun seringkali terinterupsi oleh lidah dari Formasi

Brani, juga diperkirakan menjemari dengan Formasi Sangkarewang.

Formasi Sawahtambang menindih selaras di atas Formasi Sawahlunto.

Hubungan menjemari dengan Formasi Sawahtambang diperkirakan

mengarah ke timur dimana Formasi Sawahtambang secara langsung

menindih Formasi Brani dengan kontak selaras, dan lensa-lensa dari

Formasi Sawahlunto terjadi di antara kedua formasi tersebut. Tebal

Formasi Sawahlunto kurang dari 500 meter. Formasi ini tidak

mengandung fosil kecuali sisa tumbuhan dan spora.

d. Formasi Sawahtambang

Formasi ini dicirikan oleh sekuen masif yang tebal dari

batupasir berstruktur silang siur. Serpih dan batulanau berkembang

setempat-setempat. Batupasir berwarna abu-abu terang sampai coklat,

berbutir halus sampai sangat kasar, sebagian besar konglomeratan

berupa fragmen kuarsa berukuran kerikil, terpilah sangat buruk,

menyudut tanggung, keras, masif. Setempat-setempat pada bagian

bawah, terdapat sisipan lapisan-lapisan batulempung atau serpih

lanauan yang membentuk unit tersendiri yaitu sebagai anggota Rasau.

Ciri sekuen Formasi Sawahtambang terdiri dari siklus-siklus dimana

setiap siklus dibatasi oleh bidang erosi pada bagian dasarnya dan
14

diikuti oleh kerikil yang berimbrikasi, bersilang siur dan laminasi

paralel dengan sekuen yang menghalus ke atas, dengan batupasir

konglomeratan, serta lensa-lensa batupasir yang bersilang-siur

berskala besar yang membentuk mangkok.

Fosil tidak diketemukan, kecuali sisa-sisa tumbuhan. Analisis

palinologi dari perconto batuan teras inti menunjukkan kemungkinan

umur Eosen sampai Oligosen. Berdasarkan posisi stratigrafinya yang

berada di bawah Formasi Ombilin yang berumur Miosen Awal dan

terletak di atas Formasi Sawahlunto, kemungkinan Formasi ini

diperkirakan berumur Oligosen.

e. Formasi Ombilin

Formasi Ombilin terdiri dari serpih atau napal berwarna kelabu

gelap, karbonan dan karbonatan, bila lapuk menjadi berwarna kelabu

terang dan umumnya berlapis baik. Termasuk ke dalam sekuen ini

adalah lapisan-lapisan batupasir mengandung glaukonit, berbutir

halus, berwarna kelabu kehijauan, biasanya terdapat sisa-sisa

tumbuhan dan fosil moluska. Pada bagian bawah umumnya terdapat

nodul-nodul batugamping dan lensa batugamping foraminifera-koral,

sedang di bagian atas sisipan lapisan batu pasirnya tufaan, diselingi

oleh batulanau karbonan yang mengandung glaukonit dan fosil

moluska. Napalnya mengandung Globigerina yang merupakan ciri

endapan laut.
15

Formasi Ombilin mengandung fosil laut, seperti fosil moluska.

Dari analisis mikropaleontologi, dijumpai fosil Globigerinoides

primordius dan G. trilobus, sehingga formasi ini diinterpretasikan

berumur Miosen Awal (Zona Blow, N4-N5). Hadirnya glaukonit

merupakan petunjuk lingkungan laut. Berdasarkan kandungan fosil

bentoniknya, maka formasi ini diperkirakan diendapkan pada

lingkungan neritik luar sampai batial atas.

f. Formasi Ranau

Pada beberapa lokasi di Cekungan Ombilin, didapatkan

formasi berupa tufa (Van Bemmelen, 1949) yang disebut sebagai Tuff

Ranau. Berkedudukan mendatar, menutupi formasi-formasi di

bawahnya dengan kontak ketidakselarasan menyudut. Tuff ini

dianggap menjadi deposit volkanik berumur Pleistosen.

Berikut merupakan gambar stratigrafi cekungan ombilin.

Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Ombilin


16

6. Kualitas Batubara

Batubara yang ditambang oleh PT. AICJ termasuk kepada kelas

subbituminus. Dari hasil penelitian yang telah dikaukan oleh PT. AICJ,

didapatkan kualitas batubara sebagaimana ditulis pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Kualitas Batubara PT. AICJ


No Parameter Satuan Angka
1 Proximat analysis
a. Inherent Moisture % 3,11
(IM) % 36,39
b. Volatile Matter (VM) % 16,33
c. Ash Content (Ash) % 47,61
d. Fixed Carbon (FC)
2 Calorific Value (CV) Kkal/kg 6810
3 Total Sulfur % 0,67

B. Tinjauan Pustaka

1. Metoda Room and Pillar

Room and Pillar merupakan suatu sistem penambangan bawah

tanah untuk endapan batubara, dengan bentuk blok-blok persegi. Seluruh

blok batubaranya dibuat jalan (batubara yang digali = room selebar 10 m)

dan pillar (sebagai penyangga selebar 30×30 m) menggunakan kombinasi

continuous miner (CM), roof bolter, dan shuttle car.

Metode ini hanya mengambil sekitar 30-40% dari total batubara

yang ada. Oleh karena itu, untuk menaikkan produksi, setelah semua blok

tersebut di tambang, ketika kembali ke jalan utama dekat shaft, pilar-pilar

yang ditinggalkan di kikis sedikit (proses ini namanya retreat mining).

Selama proses ini, tidak ada operator yang boleh berada di bawah atap

batuan semuanya dikendalikan oleh remote dari jauh.


17

Metode room and pillar lebih tepat digunakan pada material bahan

galian sedimen yang cenderung tersebar dengan ketebalan merata dengan

lapisan yang cenderung datar (flat) dan dengan ketebalan sekitar 1 sampai

dengan 4 meter. Contoh bahan galian yang relatif lebih cocok

menggunakan metode room and pillar seperti tembaga, gipsum, kapur,

batubara, dan bahan-bahan galian lainnya yang memungkinkan dan

memenuhi syarat untuk ditambang menggunakan metode room and pillar.

Menurut Rochsyid (2017), ciri-ciri dari metode room and pillar ini, antara

lain :

a. Produktivitas rendah

b. Investasi alat kecil

c. Rasio penambangan (mining recovery) sekitar 60 - 70 %

d. Lebih fleksibel terhadap gangguan operasi, geologi dan peralatan

e. Karena meninggalkan batubara dalam jumlah besar maka berpotensi

terjadi swabakar

f. Hanya dapat diaplikasikan pada ketebalan lapisan 1 - 4 m

g. Potensi subsidence kecil

Ada beberapa klasifikasi dari metode Room ad pillar yang umum, yaitu :

a. Classic Room and Pillar Method

Metode ini merupakan metode yang sering ditemukan pada

bahan galian maupun batubara yang cadangannya cenderung tersebar

mendatar (flat) dan dengan ketebalan yang memungkinkan.


18

Kelebihan metode classic room and pillar method adalah

setelah permuka kerja penambangan dibuat, dapat segera memulai

penambangan batubara, sehingga tidak memerlukan waktu yang

panjang untuk persiapan penambangan batubara.

Sedangkan kekurangan classic room and pillar method adalah

recovery sedikit, hanya berkisar 40 - 60% bila tanpa mengekstraksi

pilar.

b. Post Room and Pillar Method

Dengan inklinasi cadangan yang mencapai 20°-55°, metode

yang digunakan umumnya ialah post room and pillar method.

Efektivitas pengambilan cadangan bisa lebih besar disebabkan

pengambilan cadangan dilakukan dengan mengikuti arah dan ruang

cadangan sehingga kemungkinan tertinggalnya bahan galian yang

ditambang semakin kecil.

Kelebihan metode post room and pillar method adalah recovery

lebih besar disebabkan pengambilan cadangan dilakukan dengan

mengikuti arah dan ruang cadangan sehingga kemungkinan

tertinggalnya bahan galian yang ditambang semakin kecil.

Sedangkan kerugian metode post room and pillar method adalah

kemungkinan terjadinya subsiden lebih besar bila tidak diikuti dengan

penambahan penyangga buatan.


19

c. Step Room and Pillar Method

Metode step room and pillar cocok diterapkan pada cadangan

dengan inkliasi 150-300 dengan ketebalan lapisan cadangan antara 2-5

meter. Step room and pillar merupakan metode yang digunakan

dirancang untuk memudahkan peralatan beropersi didalam cadangan

(ore deposit), stope dirancang berjenjang akan tetapi terdapat jalan yang

menghubungkan antar step atau jenjang.

Kelebihan metode step room and pillar method adalah

pengangkutan di dalam permuka kerja hampir tidak memerlukan tenaga

penggerak karena dapat berjalan sendiri, misalnya melalui jalan

penghubung.

Kerugian metode step room and pillar method adalah

memerlukannya tenaga kerja yang banyak untuk membawa masuk

peralatan, sehingga volume produksi tergantung dari banyaknya alat

mekanis yang tersedia.

Peralatan yang biasa digunakan untuk metode room and pillar antara lain:

a. Alat pemotong lapisan batubara bawah tanah disebut continuous miner.

Contohnya alat pemotong lapisan batubara antara lain; shearer dan

plow (plough).

b. Alat gali isi hasil peledakan bawah tanah adalah Load-Haul-Dump

(LHD), over shot loader, slusher (scrapper) dan sebagainya.

c. Alat angkut digunakan truck berdimensi kecil, belt conveyor, chain

conveyor, lori-lokomotif (train) dan lain-lain.


20

Cara penambangan room and pillar mengandalkan endapan

batubara yang tidak diambil sebagai penyangga dan endapan batubara

yang diambil sebagai room. Pada metode ini penambangan batubara sudah

dilakukan sejak pada saat pembuatan lubang maju. Selanjutnya lubang

maju tersebut dibesarkan menjadi ruangan-ruangan dengan meninggalkan

batubara sebagai tiang penyangga.

Metode ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam besaran

jumlah batubara yang dapat diambil dari suatu cadangan batubara karena

tidak semua tiang penyangga batubara dapat diambil secara ekonomis

maupun teknik. Hal ini disebabkan banyak batubara tertinggal sebagai

tiang-tiang pengaman yang tidak dapat diambil.

Metode penambangan ini terdiri dari metode penambangan

batubara yang hanya melalui penggalian maju terowongan, dan metode

penambangan secara berurutan terhadap pillar batubara yang diblok tadi,

mulai dari yang terdalam, apabila jaringan terowongan yang digali tersebut

telah mencapai batas maksimum blok penambangan.

2. Gaya-Gaya pada Lubang Bukaan

Pada tambang bawah tanah, permasalahan keamanan lubang

bukaan dari ambrukan baik dari atap atau dinding adalah prioritas utama.

Untuk itu diperlukan rancangan stabilitas yang akurat dalam menunjang

keselamatan pekerja dan peralatan tambang. Secara ringkas berikut ini

akan dijelaskan tekanan yang terjadi pada batuan, analisis tegangan-

regangan, distribusi tegangan disekitar lubang bukaan serta kontrol


21

terhadap tegangan yang timbul pada batuan. (Made Astawa Rai, dkk,

2012)

a. Analisis tegangan-regangan

1) Tegangan (σ) merupakan gaya yang bekerja (P) pada suatu media

per satuan luas (A). Dalam hal ini gaya yang bekerja tersebar merata

dirumuskan:

σ = P/A

2) Regangan (ε) merupakan pertambahan panjang (ΔL) dari batang

prisma dibagi dengan panjang mula-mula (L) apabila dikenai gaya,

dirumuskan :

ε = ΔL/L

b. Distribusi tegangan disekitar terowongan.

Sebelum dibuat terowongan terjadi tiga macam tegangan mula-

mula yaitu :

1) Tegangan gravitasi, terjadi karena berat over burden diatasnya.

2) Tegangan tektonik, terjadi karena adanyan pergeseran pada kulit

bumi

3) Tegangan sisa berupa gempa bumi.

Tegangan tektonik dan tegangan sisa dianggap sama dengan nol

karena pengaruhnya sangat kecil, sehingga tegangan mula – mula sama

dengan tegangan gravitasi dirumuskan :

σo = γ H
22

Keterangan:

σo = tegangan mula – mula

γ = density batuan

H = kedalaman dari permukaan

Sesudah terowongan dibuat, distribusi terowongan dipengaruhi

oleh geometri lubang bukaan, keadaan batuan, perilaku batuan dan

kondisi tegangan.

c. Pengontrolan terhadap tegangan

Monitoring tegangan pada tambang bawah tanah adalah

masalah yang sama pentingnya dengan pemantauan hal-hal lain seperti

ventilasi atau drainase. Dalam monitoring tegangan yang terjadi

dalam lubang bukaan ada tiga pertimbangan yang perlu diperhatikan,

yaitu:

1) Pertimbangan besar geometri lubang bukaan

2) Pertimbangan besar kecilnya pillar, serta

3) Pertimbangan terhadap sistem penyangga yang akan digunakan.

Pada material elastik batubara, adanya konsentrasi tegangan

yang sangat besar akan terjadi pada sisi bagian luar dari lubang bukaan.

Jika tegangan ini terjadi pada pillar, maka pillar akan mengalami

rupture, berbeda pada bagian elastik batubara memiliki sifat kekuatan

yang lebih rendah.


23

a. Kuat Tekan Batuan

Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan

uniaksial, Uniaxial Compressive Strength (UCS) dan uji point load,

Point Load Test (PLI). UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan

sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Sampel batuan yang diuji dalam

bentuk silinder (tabung) balok atau prisma. Penyebaran tegangan di

dalam contoh batu secara teoritis adalah searah dengan gaya yang

dikenakan pada contoh tersebut, karena ada pengaruh dari plat penekan

mesin tekan yang menghimpit contoh sehingga bentuk pecahan tidak

berbentuk bidang pecah yang searah dengan gaya melainkan berbentuk


𝑙
kerucut. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh (D)

𝑙
mempengaruhi nilai kuat tekan batuan, untuk perbandingan (D) = 1,

maka kondisi tegangan triaksial saling bertemu (Made Astawa Rai, dkk,

2012). Sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan. Untuk uji
𝑙
kuat tekan digunakan 2 < < 2,5. Semakin besar perbandingan
D

panjang terhadap diameter, kuat tekan akan semakin kecil dapat dilihat

pada Tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2. Identifikasi kekuatan material batuan utuh


PLI UCS
(MPa) (MPa) Deskripsi Kualitatif

> 10 > 250 Sangat kuat sekali

4 – 10 100 – 250 Sangat kuat (very


strong)

2–4 50 – 100 Kuat (strong)


24

1–2 25 – 50 Sedang (average)

5 – 25 Lemah (weak)

1–5 Sangat lemah (very


weak)
<1 Sangat lemah sekali
(extremely weak)
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Edo Febrianto, tahun 2016)

Uji Point Load test dilakukan untuk mengetahui kekuatan

(Strength) dari contoh batu secara tak langsung dilapangan. Contoh

batu dapat berbentuk silinder atau tak beraturan. Peralatan yang

digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan,

uji cepat sehingga kekuatan batuan dapat segera diketakui dilapangan

sebelum uji dilaboratorium dilakukan. Contoh yang disaarankan untuk

pengujian ini adalah berbentuk silinder dengan diameter = 50 mm ( NX

= 54 mm).

3. Kekuatan Pillar sebagai Penyangga

Pada metode penambangan room and pillar, batubara diekstraksi

dengan meninggalkan pillar yang difungsikan sebagai penyangga ruang

kosong (room) pada lapisan batubara di dalam tanah. Ruang kosong itu

sendiri terbentuk sebagai akibat terambilnya batubara pada lapisan yang

bersangkutan. Adapun ukuran pillar ditentukan dengan menghitung

kekuatan batuan atap, lantai serta karakteristik lapisan batubara, yang

dalam hal ini adalah tingkat kekuatan atau kekerasannya.


25

a. Kekuatan batubara

Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika

dan sifat kimia yang dimilikinya. Kekerasan batubara berkaitan struktur

batubara yang ada. Keras atau lemahnya batubara juga terkandung pada

komposisi dan jenis batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat

dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index (HGI). Nilai

HGI menunjukan nilai kekerasan batubara. Semakin tinggi nilai HGI,

maka batubara semakin lunak. Sebaliknya, jika nilai HGI rendah maka

batubara tersebut semakin keras.

b. Standar Pillar

Pillar batubara pada tambang bawah tanah dengan sistem

penambangan room and pillar merupakan salah satu hal yang sangat

diperhatikan. Dimana pillar digunakan sebagai penyangga utama.

Pillar harus kuat dan mampu menahan beban dalam jangka waktu

tertentu yang diperlukan agar proses penambangan dapat berjalan

dengan baik.

Dalam dunia pertambangan, tujuan yang paling utama adalah

mengambil cadangan yang ada sebanyak mungkin. Namun hal ini

dibatasi oleh kualitas masa batuan, oleh karena itu dalam kenyataannya

tambang bawah tanah terkadang meninggalkan pillar untuk

mempertahankan kestabilan bukaan. Rancangan pillar tambang dapat

secara signifikan mempengaruhi keberhasilan operasi pertambangan

karena berkaitan dengan kekuatan pillar.


26

Untuk itu perlu dilakukan perhitungan yang baik untuk

menetukan dimensi pillar, baik panel pillar maupun barrier pillar yang

sesuai dengan kondisi geologi tempat menambang nantinya.

Fungsi pillar pada metode room and pillar adalah untuk

menjamin agar rongga penambangan tidak runtuh. Sebagai alat gali

dapat digunakan mulai dari sistem non mekanis (gancu, sekop) sampai

sistem mekanis penuh.

c. Perhitungan Kekuatan Pillar

Menurut Hoek E. dan E. T Brown (1980), tegangan rata-rata

pillar bergantung pada perbandingan luas total yang digali dengan luas

total area pillar yang ditinggalkan. Gambar 3 mengilustrasikan sebuah

layout pada metode room and pillar yang umum digunakan pada

endapan horizontal seperti batubara. Diasumsikan bahwa total massa

batuan terdistribusikan merata diatas semua pillar. Rumus tegangan

rata-rata pillar sebagai berikut:

σp = Pz (1 + Wo/Wp)2 = γz (1 + Wo/Wp)2

Dimana γ adalah bobot dari batuan, z adalah kedalaman dari

permukaan bumi, Wo danWp adalah lebar dari lubang bukaan dan lebar

masing-masing pillar.
27

Gambar 2.3. Contoh layout metode room and pillar

Tegangan rata-rata pillar untuk bentuk pillar yang berbeda

dalam setiap kasusu memiliki rumus yang berbeda.

1) Rib Pillars

σp = γz (1 + Wo/Wp)

2) Square pillars

σp = γz (1 + Wo/Wp)2

3) Rectangular pillars

σp = γz (1 + Wo/Wp) (1 + Lo/Lp)

4) Irregular pillars
𝑅𝑜𝑐𝑘 𝑐𝑜𝑙𝑢𝑚𝑛 𝑎𝑟𝑒𝑎
σp = γz . 𝑃𝑖𝑙𝑙𝑎𝑟 𝑎𝑟𝑒𝑎

(Sumber : Hoek E. dan E. T. Brown. 1980)

4. Klasifikasi Massa Batuan Metode RMR

Rock Mass Rating atau dikenal dengan Geomechanichs

Classification dikembangkan oleh Bieniawski dalam Junaida Wally tahun

2015. Metode klasifikasi ini dengan menggunakan rating yang besarannya


28

didasarkan pada pengalaman Bieniawski dalam mengerjakan proyek

proyek terowongan dangkal. Metode ini telah dikenal luas dan banyak

diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti tambang

pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan

kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan selama bertahun-tahun

seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan

dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional.

Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam

penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode

ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan

struktur bawah tanah. Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan

untuk situasi yang berbeda-beda seperti tambang batubara, tambang pada

batuan kuat (hard rock) kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan untuk

kasus terowongan. Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi

menjadi seksi-seksi menurut struktur geologi dan masing-masing seksi

diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya struktur

geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan

signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinyu mungkin

menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksi

seksi yang berbeda.

Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas

massa batuan dengan menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk

memandu metode penggalian dan memberikan rekomendasi pendukung


29

kegiatan pertambangan serta rentang yang tidak didukung dan stand-up

time. Selain itu, menurut metode RMR, yang tergantung pada kondisi

massa batuan di daerah penelitian. Penelitian ini juga mencoba untuk

mencari tahu resiko rekayasa potensi yang mungkin terjadi selama

konstruksi terowongan dan berusaha untuk menunjukkan metode yang

tepat untuk mengendalikan dan mencegah seperti resiko-resiko potensial.

Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem

Klasifikasi RMR, Bieniawski menggunakan lima parameter utama yang

dijumlahkan untuk memperoleh nilai total RMR, yaitu:

a. Kuat tekan uniaksial batuan utuh dan (PLI)

Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan

uniaksial, Uniaxial Compressive Strength (UCS) dan uji point load,

Point Load Test (PLI). UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan

sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Sampel batuan yang diuji dalam

bentuk silinder (tabung) balok atau prisma. Penyebaran tegangan di

dalam contoh batu secara teoritis adalah searah dengan gaya yang

dikenakan pada contoh tersebut, karena ada pengaruh dari plat penekan

mesin tekan yang menghimpit contoh sehingga bentuk pecahan tidak

berbentuk bidang pecah yang searah dengan gaya melainkan berbentuk


𝑙
kerucut. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh (D)

𝑙
mempengaruhi nilai kuat tekan batuan, untuk perbandingan (D) = 1,

maka kondisi tegangan triaksial saling bertemu. Sehingga akan

memperbesar nilai kuat tekan batuan. Untuk uji kuat tekan digunakan 2
30

𝑙
< < 2,5. Semakin besar perbandingan panjang terhadap diameter,
D

kuat tekan akan semakin kecil.

Uji Point Load test dilakukan untuk mengetahui kekuatan

(Strength) dari contoh batu secara tak langsung dilapangan. Contoh

batu dapat berbentuk silinder atau tak beraturan. Peralatan yang

digunakan mudah dibawa – bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan,

uji cepat sehingga kekuatan batuan dapat segera diketakui dilapangan

sebelum uji dilaboratorium dilakukan. Contoh yang disaarankan untuk

pengujian ini adalah berbentuk silinder dengan diameter = 50 mm ( NX

= 54 mm).

b. Rock Quality Designation (RQD)

Pada tahun 1967 D. U. Deere memperkenalkan Rock Quality

Design (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas

dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai

presentase dari bagian inti yang utuh dengan panjang lebih dari 100mm

(10 cm) terhadap total kedalaman lubang bor (core run).

Palmstom (1982) mengusulkan jika tidak tersedia inti, maka

RQD dapat diperkirakan dari jumlah kekar-kekar (joints) per satuan

volume, dimana jumlah kekar per meter untuk masing masing set kekar

ditambahkan RQD untuk massa batuan bebas lempung adalah:

𝑅𝑄𝐷 = 115 - 3.3 𝐽v

Keterangan :

𝐽v = menyatakan jumlah total kekar per meter kubik


31

Sedangkan Priest dan Hudson (1976) memberikan hubungan antara

nilai RQD dengan jarak antar bidang diskontinyu yang ada didalam

massa batuan atau joint spacing (Js) dengan persamaan sebagai berikut:

𝑅𝑄𝐷 = 100𝑒 -0.1𝜆 (0.1𝜆 + 1)

𝜆 adalah rasio antara jumlah kekar dengan panjang scanline

(kekar/meter). Makin besar nilai RQD, maka frekuensi retakannya akan

kecil. Frekuensi retakannya semakin banyak, nilai RQD semakin kecil.

c. Spasi bidang diskontinu

Adanya kekar pada massa batuan cendrung akan memperburuk

kekuatan massa batuan. Karakteristik mekanik massa batuan tergantung

pada frekuensi atau jarak serta orientasinya. Spasi bidang

diskontinyuitas didefinisikan sebagai jarak teegak lurus antara dua

diskontinyuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat

sembarang.

Parameter jarak (spasi) antara diskontinyuitas didefinisikan

sebagai salah satu kondisi sebagai berikut :

Tabel 2.3. Identifikasi jarak bidang diskontiniuitas


Deskripsi Jarak
Sangan lebar >2 m
Lebar 0,6 - 2 m

Sedang 0,2 – 0,6 m


Rapat 0,06 – 0,2 m
Sangat rapat <0,06
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)
32

d. Kondisi bidang diskontiniu

Ada beberapa parameter yang digunakan oleh beniawski dalam

memperkirakan kondisi permukaan bidang diskontiniu, yaitu:

1) Kemenerusan (persistence/continuity)

Panjang dari suatu kontiniuitas dapat dikuantifikasi secara

kasar dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bakaan.

Pengukuran ini masih sangant kasar dan belum mencerminkan

kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika

jejak sebuah diskontiniuitas pada suatu bukaan berhenti atau

terpotong oleh solid/massive rock ini menunjukkan adanya

kemenerusan.

Parameter kemenerusan bidang diskontiniuitas

diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi sebagai berikut

Tabel 2.4. Klasifikasi panjang bidang diskontiniuitas


Deskripsi Panjang Diskontiniuitas
Sangat pendek <1 m
Pendek 1–3m
Sedang 3 -10 m
Tinggi 10 – 20 m
Sangat tinggi >20 m
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)

2) Bukaan/rekahan (separation/aperture)

Separation atau aperture merupakan jarak tegak lurus antar

dinding batuan yang berdekatan pada bidang diskontiniu. Jarak ini

biasanya diisi oleh material lainnya atau bisa juga diisi oleh air.
33

Semakin besar jarak ini, maka semakin lemah bidang diskontiniu

tersebut.

Parameter Separation atau aperture bidang diskontiniuitas

diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi sebagai berikut :

Tabel 2.5. Klasifikasi bukaan/rekahan pada bidang diskontinu


Deskripsi Jarak Bukaan
Tidak ada 0
Sangat rapat <0,1 mm
Sedang 0,1 - 1 mm
Lebar 1 – 5 mm
Sangat lebar >20 mm
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)

3) Kekasaran permukaan bidang diskontiniu (roughness)

Roughness atau kekasaran bidang diskontiniu merupakan

parameter yang penting untuk menentukan kondisi bidang

diskontiniu. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser

diskontiniuitas dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian

tertentu dari diskontiniuitas tersebut.

Parameter roughness bidang diskontiniuitas

diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi sebagai berikut :

Tabel 2.6. Penggolongan kekasaran bidang diskontiniu


Kekerasan
Deskripsi
Permukaan
Sangat kasar (very Apabila diraba permukaan sangat tidak
rough) rata, membentuk punggungan dengan
sudut terhadap bidang datar mendekati
vertikal.
Kasar (rough) Bergelombang, permukaan tidak rata,
butiran pada permukaan terlihat jelas,
permukaan kekar terasa kasar
34

Sedikit kasar Buiran permukaan terlihat jelas, dapat


(slighty rough) dibedakan dan dapat dirasakan apabila
diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus jika
diraba
Licin berlapis Permukaan terlihat mengkilap
(slikensided)
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)

4) Infiling (gouge)

Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang

diskontiniuitas yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya

lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang

dapat mengisi celah di antaranya breksi, lempung, silt, mylonite,

gouge, sand, kuarsa, dan kalsit.

5) Pelapukan (weathering)

Seberapa besar tingkat pelapukan yang dialami oleh batuan dapat

ditentukan dengan melihat perubahan warna pada butiran batuan

dengan bantuan alat palu geologi. Tabel 8 menjelaskan deskripsi

tingkat pelapukan.

Tabel 2.7. Pemberian tingkat pelapukan batuan (ISRM suggested


methods)
Istilah Keterangan Kelas
Segar Tidak ada perubahan warna pada I
permukaan bidang diskontinyu.
Sedikit lapuk Terjadi perubahan warna pada butiran II
batuan dan permukaan diskontinyuitas.
Batuan terdekomposisi dan atau
terintegrasi menjadi tanah. Batuan segar
atau yang hanya mengalami perubahan
warna masih tetap ada.
Pelapukan Kurang dari setengah dari butiran batuan II
menengah terdekomposisi dan atau terintegrasi
menjadi tanah.
35

Pelapukan Lebih dari setengah dari material batuan IV


tinggi terdekomposisi dan atau terintegrasi
menjadi tanah.
Pelapukan Seluruh material batuan terdekomposisi V
lengkap dan atau terintergrasi menjadi tanah.
Struktur massa batuan yang asli masih
ada.
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)

6) Orientasi Bidang Diskontinu

Koreksi RMR dasar selanjutnya dilakukan berdasarkan arah

penggalian terowongan dan orientasi bidang diskontiniu yang ada

pada lokasi tersebut. Arah umum bidang diskontiniu merupakan

kedudukan relatif dari bidang diskontiniu terhadap sumbuh lintasan

terowongan. Orientasi bidang diskontiniu dianggap menguntungkan

jika berarah tegak lurus terhadap sumbu terowongan dan akan

merugikan jika searah dengan sumbu terowongan. Arah umum

biasanya dinyatakan dalam strike/dip atau dip/dip direction. Kedua

nilai ini diperoleh dengan pengukuran menggunakan kompas

geologi.

Tabel 2.8. Efek orientasi diskontinuitas pada terowongan


Strike tegak lurus arah kemajuan lubang bukaan

Searah dengan dips Berlawanan arah dengan dips

Dip 45ᵒ-90ᵒ Dip 20ᵒ-45ᵒ Dip 45ᵒ-90ᵒ Dip 20ᵒ-45ᵒ

Sangat Menguntungkan Sedang Tidak


menguntungkan menguntungkan

Strike sejajar arah kemajuan lubang Dip 0ᵒ-20ᵒ Irrespective


bukaan of strike

Dip 45ᵒ-90ᵒ Dip 20ᵒ-45ᵒ

Sangat tidak Sedang Sedang


menguntungkan
36

Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun 2012)

e. Kondisi Air Tanah

Kondisi air tanah ditentukan dengan mengamati atap dan

dinding terowongan secara visual. Kemudian kondisi air tanah yang

ditemukan dapat dinyatakan sebagai keadaan umum seperti kering

(completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air

(dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Parameter kondisi air

tanah dapat dijelaskan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Kondisi air tanah bidang diskontinuitas (Bieniawski, 1989)


Inflow/10m panjang
terowongan None <10 10-25 25-125 > 125
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar/tegasan utama 0 0-0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 >0,5
dominan

Keadaan umum Kering lembab basah Menetes Mengalir

Bobot 15 10 7 4 0
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun 2012)

Berdasarkan identifikasi 6 parameter diatas, maka dengan

penjumlahan bobot setiap parameter diperoleh klasifikasi massa batuan

untuk masing-masing lokasi pengukuran.Setelah diberikan data RMR,

kekuatan dan klasifikasi geomekanika dalam kasus terowongan, ruang

bawah tanah, serta tambang adalah stand up time dan span batuan

maksimum. Span didefinisikan sebagai lebar terowongan atau jarak antara

muka dan posisi terdekat dengan penyangga, jika jarak tersebut lebih

panjang dari lebar terowongan (Lauffer, 1958). Sedangkan waktu runtuh

batuan (stand up time) adalah rentang waktu lamanya massa batuan di atap
37

lubang bukaan tidak runtuh (lubang bukaan tetap stabil), baik tanpa

pemasangan penyangga, setelah penyanggaan, maupun waktu

pemasangan. Apabila waktu runtuh batuan terlampaui, maka batuan akan

runtuh jika tidak segera dipasang penyangga.

Bieniawski (1976) mengembangkan grafik tersebut berdasarkan

konsep dasar stand up time Luffer (1958). Keakuratan dari stand up time

ini menjadi diragukan karena nilainya sangat dipengaruhi oleh penggalian,

ketahanan terhadap pelapukan, dan kondisi tegangan in-situ yang

merupakan parameter-parameter penting yang tidak tercakup dalam

metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu grafik ini hanya untuk tujuan

perbandingan semata.

Berdasarkan uraian tersebut nilai RMR yang diperoleh pada

perhitungan parameter-parameter di atas, Bieniawski (1989) membuat

klasifikasi massa batuan menjadi 5 (lima) kelas seperti yang ditunjukkan

Tabel 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.10. Kualitas Massa Batuan


Parameter Bobot
Nilai RMR 81-100 61-80 41-60 21-40 <20
Nomor kelas I II III IV V
RMR
Kualitas Sangat Baik Sedang Buruk Sangat
massa batuan baik buruk
Sumber : Bieniawski, tahun 1990 (dalam Made Astawa Rai, tahun
2012)

Uraian dari masing-masing keenam parameter diatas digabung

dalam Tabel 11 yang merupakan simpulan dalam menentukan nilai atau

pembobotan berdasarkan metode RMR sistem yang terdiri dari kekuatan


38

massa batuan, Rock Quality Design, jarak bidang diskontiniu, kondisi

bidang diskontiniu, air tanah serta orientasi bidang diskontinu.


39
40
41

5. Metode Pengambilan Sampel

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu

bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik

untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan

merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah

dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan. Proses pengambilan

conto tersebut disebut sampling (pemercontohan).

Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun

tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).

Pada tahap eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable

thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga

pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk

mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. Fase

evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga

pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh

informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan

metode penambangan. Selama masa eksploitasi, sampling tetap dilakukan

dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja

(kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar

pada umpan material).

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara

lain :
42

a. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai

akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.

b. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam

conto.

c. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan

posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.

d. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang

representatif.

a. Bulk Sampling

Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling

dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar.

Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan

untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk

sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan

mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan

pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling

ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji.

b. Grab Sampling

Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik

sampling dengan cara mengambil bagian dari suatu material (baik di

alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi

secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling

pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.


43

Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab

sampling ini antara lain :

a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan

gambaran umum kadar.

b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi

material, dengan tujuan pengecekan kualitas.

c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk

memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan.

c. Channel Sampling

Channel sampling adalah suatu metode pengambilan conto

dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang

memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara

teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara

horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa

cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan

fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan

pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola)

mineralisasi, antara lain :

a. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam,

yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar.

Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan

laterit atau residual.


44

b. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang

diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.

c. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel

dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.

d. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel

sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat

sisipan pengotor).

d. Chip Sampling

Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode

sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang

dipecahkan melalui suatu jalur yang memotong zona mineralisasi

dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya

bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan

dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto

yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit,

terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa),

sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting)

jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada

fragmen yang low grade.

6. Uji Laboratorium Mekanika Batuan

a. Penentuan Sifat Fisik Batuan Dilaboratorium

1) Pembuatan Percontohan
45

Pembuatan percontohan dilaboratorium dilakukan dari blok

batu yang diambil dilapangan yang di potong dengan alat gerinda di

laboratorium untuk mendapatkan tinggi perconto 2x diameternya

(Standar ISRM). Percontoh yang didapat berbentuk silinder dengan

diameter pada umumnya antara 50-70 mm. Ukuran percontoh dapat

lebih kecil maupun lebih besar dari ukuran yang disebut diatas

tergantung dari maksud pengujian.

Pembuatan perconto juga dapat dilakukan dilapangan dengan

cara melakukan pemboran inti (core drilling) langsung kedalam

batuan yang akan diselidiki di lapangan sehingga diperoleh inti yang

berbentuk silinder. Inti tersebut langsung dapat digunakan untuk

pengujian di laboratorium dengan syarat tinggi perconto 2x

diameternya.

2) Penimbangan Berat Percontoh Batu

Parameter sifat fisik ada 10 menurut Made Astawa Rai, dkk,

(2012)

a) Penimbangan berat asli (natural) : Wn,

b) Penimbangan berat percontoh jenuh (saturated) : Ww / setelah

percontoh batu dijenuhkan dengan air selama 24 jam,

c) Penimbangan berat percontoh jenuh tergantung di dalam air : Ws,

d) Penimbangan berat kering : Wo (setelah percontoh batu

dikeringkan di dalam oven selama 24 jam temperature oven +

900),
46

e) Volume percontoh batu tanpa pori – pori : Wo – Ws,

f) Volume percontoh total : Ws – Ws.

3) Parameter Sifat Fisik

Parameter sifat fisik ada 10 menurut Made Astawarai, dkk (2012):

a) Bobot Isi Asli (Natural Density)

Merupakan suatu perbandingan antara berat batuan asli dengan


𝑊𝑛
volume batuan, dengan rumus = 𝑊𝑛−𝑊𝑠

b) Bobot Isi Kering (Dry Density)

Merupakan suatu perbandingan antara berat batuan kering dengan


𝑊𝑜
volume batuan, dengan rumus = 𝑊𝑤 −𝑊𝑠

c) Bobot Isi Jenuh (Saturated Density)

Merupakan suatu perbandingan antara berat batuan jenuh dengan


𝑊𝑠
volume batuan, dengan rumus = 𝑊𝑤 −𝑊𝑠

d) Berat Jenis Semu (Apparent Spesific Gravity)

Merupakan suatu perbandingan antara bobot isi kering batuan


𝑊𝑜
dengan bobot isi air, dengar rumus = / bobot isi air
𝑊𝑤 −𝑊𝑠

e) Berat Jenis Sejati (True Spesific Density)

Merupakan suatu perbandingan antara bobot isi basah batuan


𝑊𝑜
dengan bobot isi air, dengan rumus = / bobot isi air
𝑊𝑜 −𝑊𝑠
47

f) Kadar Air Asli (Natural Water Content)

Perbandingan antara berat air asli yang ada dalam batuan dengan

berat butiran batuan itu sendiri dalam % , dengan rumus =


𝑊𝑛−𝑊𝑜
𝑥 100 %
𝑊𝑜

g) Absortption (Saturated Water Content)

Perbandingan antara berat air jenuh yang ada dalam batuan


𝑊𝑤−𝑊𝑜
dengan berat butiran itu sendiri dalam % = 𝑥 100 %
𝑊𝑜

h) Derajat Kejenuhan

Perbandingan antara kadar air asli dengan kadar air jenuh,


𝑊𝑛−𝑊𝑜
dinyatakan dalam % = 𝑊𝑤− 𝑊𝑜 𝑥 100 %

i) Porositas

Porositas didefenisikan sebagai volume pori-pori atau rongga

batuan terhadap volume total batuan, dinyatakan dalam % dimana


𝑊𝑛−𝑊𝑜
n = 𝑊𝑤− 𝑊𝑠 𝑥 100 %

j) Void Ratio

Angka pori adalah perbandingan antara volume pori-pori dalam


𝑛
batuan dengan volume batuan. e = 𝑛−1 𝑥 100 %

b. Pengujian Beban Titik (Point-load test)

Pengujian beban titik (point-load test) diterapkan pada

percontohan yang berbentuk silinder (core)maupun bongkahan batuan

yang bentuknya tidak beraturan. Pembebanan dilakukan

diantarapercontohan yang diuji pada satu arah garis lurus.


48

Terdapat tiga variasi, diameter test, aksial test, dan irregular

lamp test, yang mana pemilihannya bergantung pada geometri

percontohan yang diuji. (Made Astawarai, dkk, 2012)

Perhitungannya dapat dilakukan dengan:

1) Indeks Point-load test langsung dihitung dengan persamaan:


𝑃
Is = F 𝐷2

𝐷
Dengan F = (50)0.45

F merupakan faktor koreksi yang mana F digunakan apabila D>50

atau D<50 dan apabila D = 50 maka F tidak dipakai.

2) Nilai kuat tekan uniaksial dapat diperkirakan dengan persamaan:

σc = 23Is

7. Kriteria Hoek-Brown

Untuk mengevaluasi hasil uji triaksial dan multitahap berdasarkan

kriteria empiris Hoek-Brown dapat menggunakan persamaan dibawah ini:

Dimana:

σ1 = Tegangan major pada saat runtuh

σ3 = Tegangan minor pada saat runtuh

σci = Nilai Intact Rock

mi = Konstanta karakteristik batuan

Dengan melakukan modifikasi sederhana maka persamaan 1 dapat ditulis

kedalam persamaan 2.
49

Persamaan 2 dapat diubah menjadi persamaan linear 3.

Keterangan: Y = (σ1 – σ3)2

X = σ3

A = σc 2

B = m σc

C. Kerangka Konseptual

Agar memudahkan penelitian, penulis membuat kerangka penelitian

seperti gambar berikut:

INPUT: PROSES: OUTPUT:

Data Primer: 1. Menguji Sifat Fisik 1. Mengetahui


1. Data uji sifat fisik dan Mekanik Batuan tegangan yang
dan uji sifat 2. Menganalisa diterima oleh pilar
mekanik batuan kekuatan pillar. batubara dan
2. Parameter- 3. Menganalisa kekuatannya dari
parameter tegangan yang analisa data uji
Klasifikasi Massa
mampu ditahan sifat fisik dan
Batuan
3. Geometri pilar pillar . mekanik batubara
batubara 4. Menentukan dilaboratorium.
4. Dimensi lubang kestabilan lubang 2. Mengetahui
bukaan bukaan saat kestabilan lubang
pengambilan bukaan tambang.
Data Sekunder:
batubara 3. Dapat
1. WIUP 5. Menentukan jumlah menentukan nilai
2. Peta geologi dan dimensi pilar FK pada lubang
3. Layout lubang batubara yang ideal bukaan.
bukaan untuk ditinggal
ditinjau dari aspek 4. Mendapatkan
4. Geometri
perencanaan keamanan dan aspek jumlah dan
penambangan ekonominya dimensi ideal
(produksi) pilar batubara
untuk ditinggal.

Gambar 2.4. Kerangka Penelitian Tugas Akhir


50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari studi literatur maupun dari

pengambilan data langsung dilapangan, dapat ditentukan penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian nantinya, akan

menggunakan data-data berupa angka-angka. Menurut Kantjojo (2009: 11)

mendefinisikan penelitian kuantitatif yang dikutip dari Kasiram (2008: 149)

penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang

menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan

mengenai apa yang ingin diketahui.

Dalam pelaksanaanya penelitian ini menggunakan data primer dan data

sekunder yang kemudian dikembangkan sesuai dengan tujuan penelitian. Data

primer adalah data yang diperoleh langsung dari pihak yang diperlukan

datanya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari

pihak yang diperlukan datanya (Kantjojo, 2009, 34).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tambang Bawah Tanah PT. Allied Indo Coal

(AIC) Jaya yang terletak di Desa Parambahan, Kecamatan Talawi, Kota

Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian akan difokuskan pada areal

blok I dan blok II penambangan yang terdapat pada tunnerl I. Beberapa

pengujian dilakukan di Laboratorium Tambang, Universitas Negeri Padang

untuk memperoleh data yang mendukung hasil penelitian.


51

C. Tahapan Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan ini merupakan tahapan awal sebelum kegiatan lapangan

dilaksanakan yang meliputi :

a. Persiapan administrasi dan pengurusan surat-surat izin di kampus dan

perusahaan

b. Konsultasi dengan pembimbing akademik

c. Pengumpulan literatur dari berbagai sumber

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mempelajari teori-teori yang

berhubungan dengan penelitian melalui buku-buku, laporan penelitian

sebelumnya maupun literatur dari internet. Dengan melakukan studi

literatur, penulis akan lebih mudah untuk mengaplikasikan teori-teori yang

diperoleh selama kuliah dengan keadaan aktual dilapangan.

3. Observasi di Lapangan

Observasi lapangan adalah kegiatan peninjauan lapangan langsung

untuk mengamati kondisi daerah penelitiaan dan kegiatan penambangan di

lokasi tersebut. Selain itu, observasi juga berguna untuk memastikan

kesesuian topik yang diangkat dengan kondisi yang ada dilapangan

sesungguhnya.

4. Pengambilan data lapangan

Pengambilan data dilapangan dilakukan sesuai dengan prosedur,

akurat dan lengkap serta relevan dengan permasalahan yang ada.


52

Data yang diambil dapat dikelompokkan menjadi :

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari hasil pengamatan

langsung di lapangan, seperti:

1) Pengambilan data yang berhubungan dengan kondisi geologi lokasi

penelitian, khususnya karakteristik batubara dan perlapisan yang ada

disekitarnya. Data-data tersebut berupa ; data strike and dip

perlapisan batubara, ketebalan lapisan batubara, dan kedalaman

perlapisan batubara dari atas permukaan tanah.

2) Pengambilan data yang berhubungan dengan geometri

penambangan seperti ; dimensi lubang bukaan, geometri pilar

batubara, dan jarak rata-rata antar pilar batubara.

3) Pengambilan data yang diuji lansung di Laboratorium, khususnya

mengenai karakteristik massa batuan, baik batubara maupun lapisan

lain yang berada disekitarnya. Contohnya ; data sifat fisik dan

mekanik sampel batubara dan lapisan overburden.

b. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari studi literatur maupun dari Pusat

Informasi yang ada di perusahaan. Contohnya ; data geologi tambang,

data litologi perlapisan batubara, data kualitas batubara, layout

penambangan bawah tanah, geometri perencanaan tambang bawah

tanah, dan SOP Kerja pada tambang bawah tanah.


53

5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data dilakukan untuk mendapatkan hasil

penelitian yang sesuai dengan perencanaan awal. Penelitian ini terdiri dari

beberapa variabel yang saling berhubungan, sehingga proses pengolahan

data dilakukan secara runut dari awal sampai akhir.

a. Penentuan Tegangan (insitu) pilar batubara

Tegangan insitu yang diterima oleh pilar batubara dapat dilakukan

dengan cara melakukan pengujian sifat fisik dan mekanik batubara di

laboratorium. Untuk memperoleh teganga insitu dapat menggunakan

persamaan yang dikembangkan oleh Bieniawski (1968).

b. Penentuan Karakteristik Massa Batuan

Analisa mengenai karakteristik massa batuan, khususnya batubara

dilakukan dengan menggunakan sistem RMR yang dikembangkan oleh

Bieniawski (1968).

c. Penentuan Kestabilan Lubang Bukaan

Dalam menentukan kestabilan lubang bukaan menggunakan bantuan

software Phase2 melalui metoda elemen hingga untuk memprediksi

kestabilan lubang tersebut.

d. Penentuan Dimensi Pilar Batubara

Penentuan ukuran dan dimensi pilar dilakukan berdasarkan hasil analisa

kekuatan pilar batubara dan kestabilan lubang bukaan. Hasil dari

analisa kedua parameter tersebut diolah melalui permodelan numerik

untuk mendapatkan dimensi ideal dari pilar batubara.


54

e. Penyusunan Tugas Akhir

Seluruh tahapan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya disusun

dalam draft laporan sesuai dengan format dan kaidah penulisan tugas

akhir yang telah ditetapkan Program Studi Teknik Pertambangan

Universitas Negeri Padang.

f. Seminar dan Penyerahan Laporan

Hasil akhir dari penelitian ini akan dipresentasikan dalam seminar

Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang,

setelah melalui penyempurnaan berdasarkan masukan-masukan yang

diperoleh dari para dosen penguji. Draft Tugas Akhir kemudian

diserahkan ke ketua Program Studi Teknik Pertambangan Universitas

Negeri Padang.
55

D. Diagram Alir Penelitian


Penentuan Dimensi Pilar Batubara Berdasarkan Karakteristik Massa Batuan
Pada Penambangan Mundur (Retreat Mining) Metoda Room & Pillar, Studi
Kasus : Tambang Bawah Tanah PT. Allied Indo Coal (AIC) Jaya

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer: Data Sekunder:


1. Data uji sifat fisik dan uji sifat
mekanik batuan 1. WIUP
2. Parameter-parameter 2. Peta geologi
Klasifikasi Massa Batuan 3. Layout lubang bukaan
3. Geometri pilar batubara 4. Geometri perencanaan
4. Dimensi lubang bukaan penambangan

Pengolahan Data
1. Menguji sifat fisik dan mekanik batuan
2. Menganalisa kekuatan Pillar/dimensi pillar.
3. Menganalisa kestabilan lubang bukaan/dimensi
lubang bukaan.
4. Menentukan nilai faktor keamanan
5. Menentukan dimensi pilar batubara yang ideal
ditinjau dari aspek keamanan dan aspek
ekonominya (produksi)

Pembahasan
1. Mendapatkan data uji sifat fisik dan mekanik batuan.
2. Mendapatkan kekuatan batuan pada pillar
3. Mendapatkan tegangan dan dimensi pillar.
4. Mendapatkan nilai faktor keamananpada lubang bukaan.
5. Mendapatkan jumlah batubara yang dapat diambil

Kesimpulan
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
56

E. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 03 September 2017 s/d 29

September 2018 di PT. Allied Indo Coal Jaya, Kota Sawahlunto, Provinsi

Sumatera Barat. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Jadwal Pelaksanaan
No
Kegiatan Minggu ke-
1 2 3 4

1.
Orientasi Lapangan

Pengamatan Lapangan
2.
dan Pengumpulan data-
data
3. Pengumpulan dan
pengolahan Data

4. Penyusunan draft
penelitian

Anda mungkin juga menyukai