Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB I
PEBDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Operasi peledakan merupakan salah satu kegiatan pada penambangan
bijih untuk melepaskan batuan dari massa batuan induknya. Demikian pula
halnya dengan tambang batubara. Peledakan di tambang batubara umunya
diterapkan pada lapisan penutup (overburden), namun demikian dapat pula
diterapkan pada lapisan batubaranya.
Pada saat ini peledakan terhadap lapisan batubara sudah jarang
dilakukan terutama pada tambang batubara bawah tanah, karena dari
pengalaman dibeberapa tempat banyak mengundang bahaya yang tidak saja
memusnahkan perlatan produksi, bahkan juga terhadap tenaga kerjanya.
Kebakaran tambang batubara akibat peledakan memang relative mudah terjadi,
khusunya pada tambang batubara bawah tnah, karena batubara terbentuk dari
kayu-kayu purba secara fisik mudah terbakar.
Perencanaan peledakan merupakan suatu tahapan pemberaian bahan
galian dan dibuat agar diperoleh suatu teknik peledakan yang ekonomis, efisien
dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu sasaran utama dari perencanaan
peledakan adalah mempersiapkan sejumlah bahan peledak dan asesorisnya
agar diperoleh ukuran fragmentasi yang sesuai dengan proses selanjutnya dan
memenuhi target produksi. Disamping itu harus pula dipersiapkan cadangan
bahan peledak dalam gudang yang setiap enam bulan sekali yang harus habis
dan diisi ulang dengan bahan peledak baru.
(Syafi’i, 2013)
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari praktikum peledakan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan geometri kegiatan peledakan yang dilakukan terbuka dan
terowongan bawah tanah.
2. Mengetahui metode peledakan kegiatan peledakan jenjang tambang terbuka
dan terowongan tambang bawah tanah.

Suhadi 1-1
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

3. Mengetahui pola peledakan kegiatan peledakan jenjang tambang terbuka dan


terowongan tambang bawah tanah.
4. Mengetahui peralatan dan perlengkapan kegiatan peledakan jenjang tambang
terbuka dan terowongan tambang bawah tanah.
5. Mampu merangkai pola peledakan kegiatan jenjang tambang terbuka dan
terowongan tambang bawah tanah.

Suhadi 1-2
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB II
PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA

2.1. Prinsip Peledakan


Perkembangan teknik peledakan saat ini berjalan dengan sangat cepat,
perkembangan bahwa peledak mulai dari black powder, nitrogiseria, ammonium
nitrat, yang dicampur dengan fuel oil sampai kepada wather gel explosive.
System inisiasi penyelaan yang tradisional yaitu metode cap and face telah
banyak diganti dengan system yang lebih aman dan fleksibel dari system elektrik
dan non elektrik yang memakai sitem tunda (the like). Sedangkan pemilihan
didalam proses peledakan ada dua unsure utama yaitu batuan dan bahan
peledak unsure utama tersebut akan terlihat juga unsure-unsur penunjang
seperti manusia, metode, pelengkap, dan peraltan peledakan serta biaya, semua
unsure yang terlihat akan dibahas secara umum alam 9 pokok bahasan
kaitannya dengan unsure lain pokok bahasan yang akan diberi secara berturut-
turut batuan bahan peledak, pelengkap, dan pemboran, penyambungan dan
penambangan, prinsip mekanisme peledakan, teknik peledakan, dan ekonomi
peledakan
2.2. Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan.
Suatu batuan yang pecah akibat dari bahan peledak akan mengalami
beberapa tingkat dalam prosesnya. Dimana proses tersebut dibagi menjadi 3
tingkat, yaitu :
1. Proses pemecahan tingkat I
Ketika bahan peledak yang berada dalam lubang ledak meledak, maka
akan menimbulkan tekanan yang tinggi di sekitar lubang ledak. Gelombang
kejut yang dihasilkan dari peledakan tersebut akan merambat dengan
kecepatan 3000-5000 m/s sehingga akan mengakibatkan tegangan yang
memiliki arah tegak lurus dengan dinding lubang ledak. Dari tegangan
tersebut maka akan menimbulkan rekahan radial yang merambat di sekitar
lubang tembak. Rekah menjari pertama terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.
2. Proses pemecahan tingkat II
Tekanan yang dihasilkan dari proses pemecahan tingkat I akan
menimbulkan gelombang kejut dan akan bernilai positif. Bila gelombang kejut
Suhadi 1-3
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

tersebut akan mencapai bidang bebas maka akan dipantulkan kembali


sehingga tekanan akan turun dan bernilai negatif kemudian akan merambat
kembali ke dalam batuan. Suatu batuan akan memiliki ketahanan lebih tinggi
terhadap tekanan daripada tarikan, sehingga dari gelombang tarik tersebut
akan menimbulkan suatu rekahan-rekahan di dalam batuan.
3. Proses pemecahan tingkat III
Akibat tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan tersebut
maka rekahan-rekahan yang telah terbentuk pada tingkat I dan II akan
semakin cepat melebar. Apabila suatu masaa batuan didepan lubang ledak
gagal dalam mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka tegangan
tekan tinggi yang berada di dalam batuan akan dilepas. Efek dari terlepasnya
batuan tersebut akan menimbulkan tegangan tarik tinggi sebagai kelanjutan
dari proses tingkat II. Rekahan yang terbentuk akibat dari proses tingkat II
akan menyebabkan bidang-bidang lemah untuk memulai reaksi-reaksi
fragmentasi utama ada proses peledakan.

Gambar 2.1.
Urutan Pecahnya batuan pada saat peledakan

2.3. Rancangan Peledakan


Rancangan peledakan menurut C.J. Konya, burden dihitung
berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang
diekpesikan dengan densitasnya.
Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana dengan
menggunakan pertauran lima (Rule of five) yaitu ketinggian jenjang (dalam feet)
lima kali diameter lubang ledaknya.

Suhadi 1-4
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2.3.1. Geometri Pemboran Peledakan


Pemboran adalah pembuatan lubang yang berukuran tertentu pada
bahan padat dengan mengunakan peralatan yang sesuai untuk suatu tujuan
yang telah ditentukan. Tujuan pemboran adalah membuat lubang dengan
mengunakan alat bor dengan tujuan tertentu kegunaanya antara lain:
1. Untuk kegiatan sipil
2. Untuk kegiatan penelitian atau eksplorasi
3. Untuk kegiatan air tanah
4. Untuk kegiatan minyak dan gas bumi
5. Untuk kegiatan pemboran peledakan
Tujuan pemboran adalah sebagai kegiatan peledakan ditunjukan sebagai
pemecah interburden atau lapisan batuan antara batubara atas dengan batubara
bagian bawah. Sebelum melalukan pengeboran untuk kegiatan peledakan maka
kita memperhatikan geometri pengeboran terlebih dahulu yaitu :
1. Pola pengeboran adalah suatu susunan letak lubang ledak dimana pengaturan
disesuaikan dengan ukuran burden dan spasi dari geometri peledakan yang
sudah direncanakan. Adapun pola pemboran yang paling umum yang bisa
diterapkan pada tambang terbuka yaitu:
a. Pola bujur sangkar (square patterm), yaitu jarak burden dan spasi sama.

Gambar 2.2
Pola Bujur Sangkar

Suhadi 1-5
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

b. Pola persegi panjang (rectangular patterm), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibandingkan dengan burden

Gambar 2.3
Pola Persegi Panjang
C. Pola zig-zag (staggered patterm), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujur sangkar maupun pola persegi panjang

Gambar 2.4
Pola Zigzag Bujur Sangkar
Menurut hasil penelitian dilapangan pada jenis batuan kompak,
menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan
menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola
pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran
selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang
bekerja dalam batuan.

Suhadi 1-6
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

d. Kedalaman Lubang Ledak (L)


Kenentuan kedalaman lubang dipengaruhi oleh burden dan tinggi jenjang.
Dan biasanya kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

Gambar 2.5
Pengaruh Arah Lubang Tembak
(Syafi’i, 2013)
2.3.2. Geometri Peledakan
Geometri peledakan adalah jarak lubang tembak yang di buat pada saat
sebuah area pertambangan akan di ledakkan. Kondisi batuan dari suatu tempat
ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini
disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik
massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan
srtuktur geologi, misalnya retakan atau runtuhan, sisipan (fissure) dari lempung,
bidang kontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan
mempengaruhi kemampuledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang
relative kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti disebut diatas,
jumlah bahan peledak yang akan diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah
produksi tertentu disbanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan
peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu
jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton produksi batuan (kg/m3 atau
kg/ton).

Suhadi 1-7
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2.3.2.1. Geometri Peledakan C.J Konya


Adapun pendapat tentang geometri peledakan yang dijelaskan oleh C. J.
Konya (1990) adalah sebagai berikut:
a. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan
peledak dengan bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan
batuan akan terjadi. Biasanya burden tergantung dari karakteristik batuan,
karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak. Besarnya burden dan
hubungannya dengan faktor-faktor dinyatakan sebagai berikut :

0 , 33
 SGe 
B = 3,15 De  
……………………………………………………….……...….(persamaan
 SGr  2.1)
0 , 33
 CStv 
  2  SGe  
B = r 
SG   1,5  De
 SGr  
…….…………………………………………………….…..(persamaan 2.2)

0 , 33
 SGtv 
B = 0,67 . De  
 SG 
……………………………………………...………….(persamaan
r 2.3)
Dimana :
B = Burden (ft)
SGe = SG bahan Peledak
De = Diameter lubang ledak (inch)
Menurut C. J. Konya setelah diketahui burden dasar maka harus dikoreksi
dengan beberapa faktor penentu, yaitu :
1) Faktor jumlah baris lubang ledak (Kr)
2) Faktor bentuk lapisan batuan (Kd)
3) Faktor kondisi batuan dan geologi (Ks)
Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden dapat
dikoreksi dengan banyak baris yang akan diledakkan serta kondisi geologi
setempat dalam pelaksanaan peledakan. Secara matematis persamaan burden
terkoreksi dapat ditulis :

Bc = Kr x Kd x Ks x B’

..……………………………………....……………………..(persamaan 2.4)
Suhadi 1-8
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dimana :
Bc = Burden terkoreksi (ft)
Kd = Faktor terhadap posisi lapisan batuan
Kr = Faktor terhadap jumlah baris lubang ledak
Ks = Faktor terhadap struktur geologisnya
b. Spasi
Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas. Menurut Konya untuk menentukan jarak spacing,
didasarkan pada jenis detonator listrik yang digunakan dan berapa besar nilai
perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak burden. Jika perbandingan
antara L/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila lebih
besar dari 4 maka digolongkan jenjang tinggi.
Tabel 2.1
Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing
Tipe Detonator H/B< 4 H/B >4
Serentak S= (H+2B)/3 S=2B
Delay/Tunda S=(H+7B)/8 S=1,4B
Dimana :
S = Spacing (ft)
H = Tunggi Jenjang (ft)
B = Burden (ft)
c. Steaming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom
isian bahan peledak. Secara teoritik panjang stemming sama dengan panjang
burden, agar tekanan ke arah bidang bebas atas dan samping seimbang.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah :

T = 0,7 x B

…………………….……………………...………………………..(persamaan 2.5)
Dimana :
T = Stemming (ft)
B = Bureden (ft)

Suhadi 1-9
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

d. Subdrilling
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan.
Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling menurut C. J. Konya
adalah:

J = 0,3 X B
…….......................................…...........................(persamaan 2.6)
Dimana :
J = Subdrilling (ft)
B = Burden (ft)
e. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan
waktu peledakan antara lubang sehingga diperoleh peledakan secara
beruntun. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada peledakan beruntun
dalam tiap-tiap baris. Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun
antar baris lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan
waktu tundanya adalah sebagai berikut :

Tr= Tr+ B
…..………………………………………………………………….(persamaan 2.7)
Dimana :
tr = Waktu tunda antara baris lubang ledak (s)
Tr = Konstanta waktu tunda (ft/s)
B = Burden (ft)
f. Pemakaian Bahan Peledak
Dalam menentukan bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang
ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk menentukan
loading density dengan rumus :

de = 0,34 x SGe x De2


…..…………………………………………………………………….(persamaan 2.8)
setiap lubang ledak maka
terlebih dahulu ditentukan
loading density. Untuk
menentukan loading density

Suhadi 1-10
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dimana :
de = Loading density (lb/ft)
SGe = Berat jenis bahan peledak
De = Diameter bahan peledak (inch)
PF = Tinggi Jujun (H)
SK = Kedalaman (L)
Banyaknya bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang digunakan
rumus :
E = Pc x de x N

...………………………………………………….………………….(persamaan 2.9)

Dimana :
E = Jumlah bahan peledak (lb)
Pc = Tinggi kolom isian (ft)
de = Loading density (lb/ft)
N = Jumlah lubang ledak
2.3.2.2. Geometri Peledakan R.L. Ash
R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri
peledakan panjang berdasarkan pengalaman empiris yang diperoleh diberbagai
tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda, sehingga R.L.
Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiris yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam rancangan suatu peledakan batuan.
Apabila batuan yang diledakkan tidak sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai bukan pula bahan peledak standar, maka harga Kb
standar itu darus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (adjustment faktor).
(Syafi’i, 2013)

Suhadi 1-11
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 2.6
Geometri Peledakan Jenjang
1. Penentuan Burden
Dimensi pertama kali ditentukan adalah burden (B) yang diturunkan
berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter
dodol bahan peledak.
Untuk menentukan R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang dibuat
secara empiris yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.
Batuan standar memiliki bobot isi 60 lb/cuft dan bahan peledak standar
memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000 fps.
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standar, maka digunakan
burden ratio (kb) standar yaitu 30.
Jika : De = Diameter lubang ledak.
B = Burden
Kb = Burden Ratio

KbxDe
B = (Ft)
12
……………………………………………..………..…….………(persamaan 2.10)

KbxDe
B = (m)
39,3
…………………………………………..………………………..(persamaan 2.11)

Suhadi 1-12
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Bobot isi batuan standar (Dst) = 160 lb/cuft


Bahan peledak : SGstd = 1,20; Vestd = VODstd = 12000 fps
a. Rumus faktor penyesuaian (adjustment faktor)
1) Batuan yang akan diledakkan (Af1)

0 , 33
Af1 =  SGxVe2 

 2
 SGstd xVe std 
……………………………………..…………....………….(persamaan 2.12)

SG = BJ handak yang dipakai


b. Bahan peledak yang dipakai

0 , 33
.. Af2 =  Dstd 
 D 
……………………………………..…………………..………(persamaan 2.13)

Kb = Kbstdx Af1 x Af2


……………………………………………..………………….(persamaan 2.14)
D = Bobot isi batuan yang diledakkan
Kbstd = Burden Ratio Standart
2. Spacing (S)
Spacing (S) adalah jarak antara lubang ledak dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap dinding jenjang.

S = Ks x B

……...…………………………………………………………(persamaan 2.15)
Ks (Rasio Spasi) = 1,1 s/d 1,8
Ukuran spasi dipengaruhi oleh :
a. Cara peledakan yang digunakan (serentak atau berurutan)
b. Fragmentasi yang diinginkan
c. Delay interval
3. Stemming (T)
Stemming (T) adalah material bukan bahan peledak penyumbat lubang
ledak yang berfungsi untuk mengurung gas ledakan. Biasanya serbuk hasil

T =Kt x B
..........................................................................................…...(persamaan 2.16)

Suhadi 1-13
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Kt (rasio stemming) = 0,7 s/d 1,0


Fungsi stemming adalah :
a. Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan.
b. Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.
4. Kedalaman Lubang Ledak (L)
Penentuan kedalaman lubang dipengaruhi oleh burden dan tinggi jenjang.
Dan biasanya kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

L = Kl x B............................................................….........(persamaan 2.17)
Kl = 1,5 s/d 4,0
5. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang ledak dibawah
rencana lantai jenjang. Subdrilling dibuat untuk menghindari masalah tonjolan
(toe) pada lantai jenjang.

J =Kj x B
..……………………………………………………………….(persamaan 2.18)
Kj (rasio subdrilling) = 0,2 s/d 0,4
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan
kemiringan lubang ledak.
6. Charge Length (PC)

PC = L - T
.........................................…..............................................(persamaan 2.19)

Keterangan :
PC = Panjang kolom isian (meter)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
7. Spesific Charge (SC)
Spesific Charge (SC) adalah jumlah bahan peledak dalam satu kolom
isian lubang ledak terhadap julah batuan yang diledakkan.

de  PC
SC =
BS  L
.........................................................................….............(persamaan 2.20)

Suhadi 1-14
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Dimana :
SC = Spesific charge (Kg/m3)
de = Loading Density
8. Loading Density
Loading density (De) adalah jumlah bahan peledak permeter kedalaman
lubang ledak.

2
D
De = л x   xδe
2
………………………………………………….……..………..(persamaan 2.21)
Dimana :
D = Diameter lubang ledak (cm)
δe = Densitas bahan peledak (gr/cc)
9. Blasting Ratio (BR)
Blasting Ratio (BR) adalah perbandingan antara batuan yang diledakkan
dengan jumlah bahan peledak yang digunakan.

W
BR =
E
.......................................…….........…..............................(persamaan 2.22)

w=B.S.H.n
….……….……………………………………………………(persamaan 2.23)
Dimana :
W = Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

10. Powder Factor (PF)


Powder faktor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak yang
digunakan dengan jumlah batuan yang diledakkan.

E
PF =
…….……………………………………………………….….(persamaan
W 2.24)
Dimana :
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
W = Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)
(Modul praktikum, 2016)

Suhadi 1-15
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2.3.3. Pola Peledakan


Dalam kegiatan peledakan ada beberapa tipe-tipe pola peledakan:
1. Pola flat face, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang sama tiap deret
lubang ledak.

Gambar 2.7
Pola Flat Face
1. Pola V-cut atau box cut, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang diatur
sedemikian rupa arahnya menyerupai huruf V.

Gambar 2.8
Pola V-Cut

Suhadi 1-16
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2. Variasi dari pola ini diterapkan untuk membuka lubang terowongan yang
disebut dengan pola burn cut

Gambar 2.9
Pola Burn Cut
3. Pola echelon, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang diterapkan apabila
terdapat dua bidang bebas.

Gambar 2.10
Macam Pola Peledakan

Suhadi 1-17
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan


diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pola Peledakan Serentak
Suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua
lubang tembak.

Gambar 2.11
Pola Peledakan Serentak
2. Pola Peledakan Beruntun
Suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris
yang satu dengan baris lainnya.

Gambar 2.12
Pola Peledakan Beruntun
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup ke arah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara
maksimal sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
(Syafi’i, 2013)

Suhadi 1-18
H1C114238

Anda mungkin juga menyukai