BAB I
PEBDAHULUAN
Suhadi 1-1
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Suhadi 1-2
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BAB II
PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA
Gambar 2.1.
Urutan Pecahnya batuan pada saat peledakan
Suhadi 1-4
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Gambar 2.2
Pola Bujur Sangkar
Suhadi 1-5
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
b. Pola persegi panjang (rectangular patterm), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibandingkan dengan burden
Gambar 2.3
Pola Persegi Panjang
C. Pola zig-zag (staggered patterm), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujur sangkar maupun pola persegi panjang
Gambar 2.4
Pola Zigzag Bujur Sangkar
Menurut hasil penelitian dilapangan pada jenis batuan kompak,
menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan
menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola
pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran
selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang
bekerja dalam batuan.
Suhadi 1-6
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Gambar 2.5
Pengaruh Arah Lubang Tembak
(Syafi’i, 2013)
2.3.2. Geometri Peledakan
Geometri peledakan adalah jarak lubang tembak yang di buat pada saat
sebuah area pertambangan akan di ledakkan. Kondisi batuan dari suatu tempat
ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini
disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik
massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan
srtuktur geologi, misalnya retakan atau runtuhan, sisipan (fissure) dari lempung,
bidang kontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan
mempengaruhi kemampuledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang
relative kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti disebut diatas,
jumlah bahan peledak yang akan diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah
produksi tertentu disbanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan
peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu
jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton produksi batuan (kg/m3 atau
kg/ton).
Suhadi 1-7
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
0 , 33
SGe
B = 3,15 De
……………………………………………………….……...….(persamaan
SGr 2.1)
0 , 33
CStv
2 SGe
B = r
SG 1,5 De
SGr
…….…………………………………………………….…..(persamaan 2.2)
0 , 33
SGtv
B = 0,67 . De
SG
……………………………………………...………….(persamaan
r 2.3)
Dimana :
B = Burden (ft)
SGe = SG bahan Peledak
De = Diameter lubang ledak (inch)
Menurut C. J. Konya setelah diketahui burden dasar maka harus dikoreksi
dengan beberapa faktor penentu, yaitu :
1) Faktor jumlah baris lubang ledak (Kr)
2) Faktor bentuk lapisan batuan (Kd)
3) Faktor kondisi batuan dan geologi (Ks)
Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden dapat
dikoreksi dengan banyak baris yang akan diledakkan serta kondisi geologi
setempat dalam pelaksanaan peledakan. Secara matematis persamaan burden
terkoreksi dapat ditulis :
Bc = Kr x Kd x Ks x B’
..……………………………………....……………………..(persamaan 2.4)
Suhadi 1-8
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dimana :
Bc = Burden terkoreksi (ft)
Kd = Faktor terhadap posisi lapisan batuan
Kr = Faktor terhadap jumlah baris lubang ledak
Ks = Faktor terhadap struktur geologisnya
b. Spasi
Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas. Menurut Konya untuk menentukan jarak spacing,
didasarkan pada jenis detonator listrik yang digunakan dan berapa besar nilai
perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak burden. Jika perbandingan
antara L/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila lebih
besar dari 4 maka digolongkan jenjang tinggi.
Tabel 2.1
Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing
Tipe Detonator H/B< 4 H/B >4
Serentak S= (H+2B)/3 S=2B
Delay/Tunda S=(H+7B)/8 S=1,4B
Dimana :
S = Spacing (ft)
H = Tunggi Jenjang (ft)
B = Burden (ft)
c. Steaming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom
isian bahan peledak. Secara teoritik panjang stemming sama dengan panjang
burden, agar tekanan ke arah bidang bebas atas dan samping seimbang.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah :
T = 0,7 x B
…………………….……………………...………………………..(persamaan 2.5)
Dimana :
T = Stemming (ft)
B = Bureden (ft)
Suhadi 1-9
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
d. Subdrilling
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan.
Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling menurut C. J. Konya
adalah:
J = 0,3 X B
…….......................................…...........................(persamaan 2.6)
Dimana :
J = Subdrilling (ft)
B = Burden (ft)
e. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan
waktu peledakan antara lubang sehingga diperoleh peledakan secara
beruntun. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada peledakan beruntun
dalam tiap-tiap baris. Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun
antar baris lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan
waktu tundanya adalah sebagai berikut :
Tr= Tr+ B
…..………………………………………………………………….(persamaan 2.7)
Dimana :
tr = Waktu tunda antara baris lubang ledak (s)
Tr = Konstanta waktu tunda (ft/s)
B = Burden (ft)
f. Pemakaian Bahan Peledak
Dalam menentukan bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang
ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk menentukan
loading density dengan rumus :
Suhadi 1-10
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dimana :
de = Loading density (lb/ft)
SGe = Berat jenis bahan peledak
De = Diameter bahan peledak (inch)
PF = Tinggi Jujun (H)
SK = Kedalaman (L)
Banyaknya bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang digunakan
rumus :
E = Pc x de x N
...………………………………………………….………………….(persamaan 2.9)
Dimana :
E = Jumlah bahan peledak (lb)
Pc = Tinggi kolom isian (ft)
de = Loading density (lb/ft)
N = Jumlah lubang ledak
2.3.2.2. Geometri Peledakan R.L. Ash
R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri
peledakan panjang berdasarkan pengalaman empiris yang diperoleh diberbagai
tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda, sehingga R.L.
Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiris yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam rancangan suatu peledakan batuan.
Apabila batuan yang diledakkan tidak sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai bukan pula bahan peledak standar, maka harga Kb
standar itu darus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (adjustment faktor).
(Syafi’i, 2013)
Suhadi 1-11
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Gambar 2.6
Geometri Peledakan Jenjang
1. Penentuan Burden
Dimensi pertama kali ditentukan adalah burden (B) yang diturunkan
berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter
dodol bahan peledak.
Untuk menentukan R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang dibuat
secara empiris yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.
Batuan standar memiliki bobot isi 60 lb/cuft dan bahan peledak standar
memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000 fps.
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standar, maka digunakan
burden ratio (kb) standar yaitu 30.
Jika : De = Diameter lubang ledak.
B = Burden
Kb = Burden Ratio
KbxDe
B = (Ft)
12
……………………………………………..………..…….………(persamaan 2.10)
KbxDe
B = (m)
39,3
…………………………………………..………………………..(persamaan 2.11)
Suhadi 1-12
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
0 , 33
Af1 = SGxVe2
2
SGstd xVe std
……………………………………..…………....………….(persamaan 2.12)
0 , 33
.. Af2 = Dstd
D
……………………………………..…………………..………(persamaan 2.13)
S = Ks x B
……...…………………………………………………………(persamaan 2.15)
Ks (Rasio Spasi) = 1,1 s/d 1,8
Ukuran spasi dipengaruhi oleh :
a. Cara peledakan yang digunakan (serentak atau berurutan)
b. Fragmentasi yang diinginkan
c. Delay interval
3. Stemming (T)
Stemming (T) adalah material bukan bahan peledak penyumbat lubang
ledak yang berfungsi untuk mengurung gas ledakan. Biasanya serbuk hasil
T =Kt x B
..........................................................................................…...(persamaan 2.16)
Suhadi 1-13
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
L = Kl x B............................................................….........(persamaan 2.17)
Kl = 1,5 s/d 4,0
5. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang ledak dibawah
rencana lantai jenjang. Subdrilling dibuat untuk menghindari masalah tonjolan
(toe) pada lantai jenjang.
J =Kj x B
..……………………………………………………………….(persamaan 2.18)
Kj (rasio subdrilling) = 0,2 s/d 0,4
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan
kemiringan lubang ledak.
6. Charge Length (PC)
PC = L - T
.........................................…..............................................(persamaan 2.19)
Keterangan :
PC = Panjang kolom isian (meter)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
7. Spesific Charge (SC)
Spesific Charge (SC) adalah jumlah bahan peledak dalam satu kolom
isian lubang ledak terhadap julah batuan yang diledakkan.
de PC
SC =
BS L
.........................................................................….............(persamaan 2.20)
Suhadi 1-14
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dimana :
SC = Spesific charge (Kg/m3)
de = Loading Density
8. Loading Density
Loading density (De) adalah jumlah bahan peledak permeter kedalaman
lubang ledak.
2
D
De = л x xδe
2
………………………………………………….……..………..(persamaan 2.21)
Dimana :
D = Diameter lubang ledak (cm)
δe = Densitas bahan peledak (gr/cc)
9. Blasting Ratio (BR)
Blasting Ratio (BR) adalah perbandingan antara batuan yang diledakkan
dengan jumlah bahan peledak yang digunakan.
W
BR =
E
.......................................…….........…..............................(persamaan 2.22)
w=B.S.H.n
….……….……………………………………………………(persamaan 2.23)
Dimana :
W = Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
E
PF =
…….……………………………………………………….….(persamaan
W 2.24)
Dimana :
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
W = Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)
(Modul praktikum, 2016)
Suhadi 1-15
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Gambar 2.7
Pola Flat Face
1. Pola V-cut atau box cut, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang diatur
sedemikian rupa arahnya menyerupai huruf V.
Gambar 2.8
Pola V-Cut
Suhadi 1-16
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2. Variasi dari pola ini diterapkan untuk membuka lubang terowongan yang
disebut dengan pola burn cut
Gambar 2.9
Pola Burn Cut
3. Pola echelon, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang diterapkan apabila
terdapat dua bidang bebas.
Gambar 2.10
Macam Pola Peledakan
Suhadi 1-17
H1C114238
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Gambar 2.11
Pola Peledakan Serentak
2. Pola Peledakan Beruntun
Suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris
yang satu dengan baris lainnya.
Gambar 2.12
Pola Peledakan Beruntun
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup ke arah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara
maksimal sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
(Syafi’i, 2013)
Suhadi 1-18
H1C114238