Anda di halaman 1dari 17

2.

1 Pengertian Pemboran
Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri
pertambangan. Kegiatan pemboran biasanya dilakukan sebelum
diadakannya penambangan. Adapun kegiatan pengeboran antara lain :
Pemboran Geotek adalah untuk menentukan karakteristik tanah
dan batuan, dalam beberapa hal digunakan untuk memperoleh informasi
tentang kondisi alami dan posisi mauka air tanah.Pemboran Kontruksi
adalah untuk menetukan batas antara batuan dasar (base meaf) dan
batuan diatas yang umumnya sudah mengalami deformasi pelapukan.
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran
Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang
dibor, rock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor,
dan ketrampilan operator.
2.2.1 Sifat Batuan
Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi
pada pemilihan metode pemboran yaitu : kekerasan, kekuatan,
elastisitas, plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur, dan karakteristik
pembongkaran.
1. Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan permukaan batuan terhadap goresan.
Batuan yang keras akan memerlukan energy yang besar untuk
menghancurkanya. Pada umumnya batuan yang keras mempunyai
kekuatan yang besar pula (Lihat table 2.1). Kekerasan batuan
diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs (1882).
2. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan terhadap
gaya dari luar, baik bersifat static maupun dinamik. Kekuatan batuan
dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama kandungan kuarsa.

Batuan yang kuat


menghancurkanya.

memerlukan

energi

yang

besar

untuk

(Lampiran Tabel 2.1)


3. Bobot isi / Berat jenis
Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan volume.
Batuan
dengan bobot isi yang besar untuk membongkarnya memerlukan energy
yang
besar pula.
4. Kecepatan Rambat Gelombang Seismik
Batuan yang masif mempunyai kecepatan rambat gelombang yang besar.
Pada umumnya batuan yang mempunyai kecepatan rambat gelombang
yang besar akan mempunyai bobotisi dan kekuatan yang besar pula
sehingga sangat mempengaruhi pemboran.
5. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang
lebih keras. Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk
butir, ukuran butir, porositas batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
6. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun
batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama dengan
bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainya. Semua
aspek ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
7. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau
modulus Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung pada
komposisi mineral dan porositasnya. Umumnya batuan dengan
elastisitas yang tinggi memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkanya.
8. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan
deformasi permanen setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal,
dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh

komposisi mineral penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang


plastisitasnya tinggi memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkannya.
9. Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan
berpengaruh terhadap peledakan batuan. Adanya rekaha-rekahan dan
rongga-rongga di dalam massa batuan akan menyebabkan terganggunya
perambatan gelombang energy akibat peledakan. Namun adanya
rekahan-rekahan tersebut juga sangat menguntungkan untuk mengetahui
bidang lemahnya, sehingga pemboran akan dilakukan berlawanan arah
dengan bidang lemahnya.
2.2.2 Drilabilitas Batuan (Drillability of Rock)
Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor
terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian
terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh Sievers dan Furby. Hasil
pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration
speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis.
(Lampiran Tabel 2.2)
2.2.3 Umur dan Kondisi Mesin Bor
Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran,
kemampuan mesin bor akan menurun sehingga sangat berpengaruh pada
kecepatan pemboran. Umur mata bor dan batang bor ditentukan oleh
meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan pemboran. Untuk
menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui empat
tingkat ketersediaan alat, yaitu:
a. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)
Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi
mekanik yang sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan

mekanik (MA) menunjukkan ketersediaan alat secara nyata karena


adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari ketersediaan
mekanik adalah
MA = x 100%
Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk
perbaikan
dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga
waktu
penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.
b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi didalam
seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari ketersediaan fisik
adalah :
PA = x 100%
Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan
padahal
alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalanmatau
jumlah
jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
digunakan. Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan pengertian
efisiensi kerja. Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:
EU = x 100%
d. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)

Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu yang


dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
digunakan. Penggunaan efektif EUsebenarnya sama dengan pengertian
efisiensi kerja. Persamaan dari ketersediaan penggunaan adalah:
UA = x 100%
Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui kondisi dan
kemampuan alat bor untuk menyediakan lubang ledak. Kesediaan alat
dikatakan sangat baik jika persen 90%, dikatakan sedang jika berkisar
antara70%-80%, dikatakan buruk (kecil) jika persen kesediaan
alat 70%.
2.2.4 Geometri Pemboran
1. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak
adalah :
a. Volume batuan yang dibongkar
b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
c. Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
d. Mesin bor yang tersedia
e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil
peledakan.
2. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu arah
tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama, kedalaman
lubang ledak miring > dari pemboran tegak selain itu pemboran miring
penempatan posisi awal lebih sulit karena harus menyesuaikan dengan
kemiringan lubang ledak yang direncanakan.
3. Kedalaman Lubang ledak
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi jenjang,
dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang. Kelebihan kedalaman

lubang bor (subdrilling) dimaksudkan untuk memperoleh jenjang yang


rata.
2.3 Pemilihan Alat Bor
Adapun kondisi batuan yang akan digali atau dimanfaatkan
bermaca-macam karakteristik, tekstur, struktur dan kekerasannya, maka
dalam usaha-usaha tersebut perlu diterapkan suatu metode yang
tepat. Misalnya terhadap batuan yang keras (andesit), maka proses
pemanfaatannya dapat dilakukan dengan metode peledakan. Tetapi
sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu adanya fakto-faktor pemilihan bahan
peledak dan factor-faktor teknis yang mempengaruhi hasil dari suatu
proses tersebut, sehingga ketetapan pekerjaan dapat tercapai.
Metode pemboran yang utama dipergunakan dalam tambang
terbuka atau quarry adalah pemboran pertikal atau miring. Dalam
pekerjaan tambang, pemboran ini dilakukan untuk media bahan peledak.
Sehingga dapat difungsikan sebagaimana mestinya dan juga pemboran
ini sangat berpengaruh terhadap bentuk permukaan tambang khususnya
bentuk bench yang diledakkan. Oleh karena itu, agar hasil dari suatu
proses peledakan baik itu dilihat dari fragmentasi batuan dan kondisi
dari tambang yang terbentuk terkoordinasi dengan baik, maka pola
pemboran yang baik, aman dan efisien adalah Staggered Dill Pattern
dan pola peledakan yang digunakan adalah Staggered V Cut.
Sedangkan dalam pemilihan alat bor untuk tambang terbuka
dan quarry yang memakai metoda peledakan jenjang, ada beberapa
factor yang harus diperhatikan, antara lain : ukuran dan kedalaman
lubang ledak, jenis batuan, kondisi lapangan dan lain sebagainya,
a.
Jenis
Batuan,
dimana
menentukan
pemilihan
alat
bor, percussive atau rotary-rushing, dipakai
untuk
batuan
yang
keras, rotary-cutting dipakai untuk batuan sedimen.
b. Tinggi Jenjang, parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya.
Tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya
disesuaikan atau ditentukan setelah mempertimbangkan aspek lainnya.
Dalam tambang terbuka dan quarry diusahakan tinggi jenjang

ditentukan terlebih dahulu, dengan beracuan pada peralatan bor yang


tersedia.Tinggi jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada
pertimbangan lain.
c. Diameter Lubang Ledak, faktor penting dalam menentukan ukuran
diameter lubang ledak adalah besarnya target produksi. Diameter yang
lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi. Faktor lain yang
mempengaruhi pemilihan ukuran diameter lubang ledak adalah
fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran yang
diijinkan.
d. Kondisi Lapangan, kondisi lapangan sangat mempengaruhi pemilihan
peralatan.
e. Fragmentasi, adalah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan
batuan setelah peledakan dan pada umumnya fagmentasi dipengaruhi
oleh proses selanjutnya.

2.4 Geometri Pemboran


geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman
lubang tembak, kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang dan juga pola
pemboran.
2.4.1. Diameter lubang tembak
diameter lubang tembak yang terlalu kecil menyebabkan faktor
energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk
membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika diameter lubang
tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup untuk
menghasilak fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang banyak
terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.
diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau
hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. hal ini berhubungan
dengan stemming, dimana lubang tembak yang besar maka panjang
stemming juga aka semakin besar dikarenakan untuk menghindari
getaran dan batuan terbang, sedangkan jika menggunakan lubang
tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.
ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada :

1. volume massa batuan yang akan dibongkar (vulome produksi)


2. tinggi jenjang dan konfigurasi isian
3. tinggi fragmentasi yang diinginkan
4. alat muat yang digunakan
2.4.2. Kedalaman lubang tembak
kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi
jenjang yang diterapkan. dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang
rata maka hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari
tinggi jenjang, yang mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut
dengan sub drilling.
2.4.3. Kemiringan lubang tembak (arah pemboran)
arah pemboran yang kita ketahui ada dua, yaitu arah pemboran
tegak dan arah pemboran miring. arah penjajaran lubang bor pada
jenjang harus sejjajar untu k mrnjamin keseragaman burden yang ingin
didapatkan dan spasi dalam geometri peledakan. lubang tembak yang
dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang aan menerima gelombang
tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjlan pada lantai jenjang, hal
ini dikarenakan gelombang tekan seagian akan dipantulkan pada bidang
bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada abgian bawah lantai
jenjang.
sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan
membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah
proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih
besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang yang
lebih kecil.
2.4.4. Pola pemboran
pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya
menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :
1. pola pemboran segi empat (square pattern)
2. pola pemboran selang-seling (staggered)
(Lampiran Gambar 2.1)
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan
penempatan lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris
berikutnya sejajar dan membentuk segi empat. Pola pemboran segi

empat yang mana panjang burden dengan panjang spasi tidak sama besar
disebut square rectangular pattern. Sedangkan pola pemboran selangseling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris
yang berurutan tidak saling sejajar, dan untuk pola pemboran selangseling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi
disebut staggered rectangular pattern.
Beberapa Keuntungan Pemboran Miring :
mengurangi biaya pemboran dan konsumsi handak, karena dengan
burden yang besar
akan diperoleh jenjang yang stabil
mengurangi resiko timbulnya toe dan backbreak
Beberapa Kerugian Pemboran Miring :
sulit melakukan pemboran miring yang akurat
diperlukan supervisi yang ketat
-

Beberapa Keuntungan Pemboran Vertikal :


Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
Untuk jenis batuan yang sama, asesoris bor berumur lebih
panjang
Bahan peledak lebih sedikit
Biaya pengeboran lebih kecil

Beberapa Kerugian Pemboran Vertikal :


Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu
kestabilan lereng
Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
Permukaan bidang bebas sering tidak rata
(Lampiran Gambar 2.2)
(Lampiran Gambar 2.3)

analisis

Faktor
YangMempengaruhi:`Karakteristik
Batuan
(Data
Geoteknik) `Karakteristik
Bahan
Peledak `Teknik/
Metode
Peledakan Desain
:`Diameter
Lubang
Bor `Ketinggian
Jenjang `Geometri
Pemboran
:
B,
S,
T,
Sd `Struktur
Batuan `Fragmentasi `Kestabilan Jenjang
2.5 Sistem Pemboran Secara Mekanik (Mechanical Drilling)
Mechanical Drilling merupakan operasi pemboran yang peralatan
pemborannya digerakkan secara mekanis sehingga operator pemboran
dapat mengendalikan semua parameter pemboran lebih mudah.
Peralatan pemboran ini disangga diatas rigs dan menggunakan roda atau
ban rantai. Komponen utama pada mechanical drilling adalah,
a. Mesin (sumber energi mekanik)
b. Batang Bor (mentransmisi energi mekanik)
c. Mata Bor (menggunakan energi mekanik untuk menembus batuan)
d. Flushing (membersihkan lubang bor dari cuttings)
Mechanical drilling terbagi menjadi tiga macam berdasarkan cara
penetrasi terhadap batuan, yaitu: rotary drilling, percussive drilling,
dan rotary-percussive drilling.
2.5.1 Metode Pemboran Rotary Drilling
Rotary Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi
putaran untukmelakukan enetrasi terhadap batuan. Pada metode ini ada
dua jenis mata bor, yaitu tricone bit dengan hasil penetrasinya berupa
gerusan dan drag bit dengan hasil penetrasinya berupa potongan
(cutting).
2.5.2 Metode Pemboran Percussive Drilling
Percussive Drill adalah metode pemboran yang menggunakan aksi
tumbukan untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Komponen
utama Percussive drilling adalah piston. Energi tumbukan piston
diteruskan ke batang bor dan mata bor dalam bentuk gelombang kejut
yang bergerak sepanjang batang bor untuk meremukkan permukaan
batuan.

2.5.3 Metode Pemboran Rotary Percussive Drilling


Rotary-Percussive Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan
aksi tumbukan yang dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga
terjadi proses peremukan dan penggerusan batuan. Metode ini terbagi
menjadi dua :
a. Top Hammer
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar lubang bor
yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor yang menuju mata
bor.
b. Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang bor yang
dialirkan langsung ke mata bor, sedangkan aksi putarannya dihasilkan
diluar mata bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor
menuju mata bor.
2.6 Perlengkapan Metode Pemboran Rotary-Percussive
Batang bor yang digunakan pada pemboran rotary-percussive ada dua
macam, yaitu integral drill steel dan extention drill Steel.
2.6.1 Integral Drill Steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor dan
batang bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya digunakan untuk
jenjang yang relative rendah atau kedalaman pemboran relative dangkal
dan diameter lubang bor antara 22-41 mm.Komponen Batang Bor
Jenis Integral.
2.6.2 Extension Drill Steel
Berbeda
dengan Integral
drill, extension
drill memerlukan coupling untuk
menghubungkan shank
rod denganextension rods. Selain itu, batang bor jenis extension dapat
dipakai
untuk
mendapatkan
kedalaman
pemboran
yang
diinginkan.Komponen batang extension
Perlengkapan pemboran pada alat bor rotary-percussive drilling dengan
menggunakan extension drill steel adalah :

1) Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling sleeve,
rods dan bits selama operasi pemboran.Threads terdiri dari 4 macam,
yaitu:
a. R Thread
R thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-38 mm), Rthread
memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm dan mempunyai profil sudut
yang besar.
b. T Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pemboran dengan batang bor
berukuran 38 51 mm. T-thread memiliki ukuran pitch yang lebih besar
dan sudut yang lebih kecil sehingga pelepasan koplingnya lebih mudah
daripada R thread. Umur pakai thread tipe ini lebih panjang.
c. C Threads
C thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau
lebih. Pitch pada
thread ini berukuran besar dan slope angle mirip dengan T- thread.
d. GD or HL Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R- thread dan T
thread. Thread ini mempunyai asymmetrical sawtooth profil dan
digunakan pada batang bor berukuran 25 57 mm.
2) Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama yang
menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor. Shank
adaptor ini
terletak
didalam
mesin
bor
dandihubungkan
dengan couplings ke batang bor pertama.
3) Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi
pukulan dari shank adaptor ke mata bor. Pada pemboran dengan top

hammer batang bor merupakan komponen setelah drill chuck dan dapat
berbentuk hexagonal maupun round cross section.
4) Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang satu dengan
batang bor lainnya. Tujuan penggunaancoupling untuk memperoleh
kedalaman yang diinginkan.
5) Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan tumbukan dari
batang bor ke batuan. Alat bor rotary-percussive drill terdiri dari 2 jenis
mata bor, yaitu:
a. Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan button bit terbesar
tungstan carbide dalam berbagai bentuk dengan diameter antara 50 mm
251 mm. button bit ini lebih cocok digunakan pada rotary-percusive
drilling, mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada insert bit,
lebih resisten terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan mampu
meneruskan energy dari batang bor secara lebih efektif. (Gambar 3.10)
Sleeve-type Semi-bridge type Full-bridge type Helical-splines type
b. Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bits dan X-bits. Cross
bits terdiri dari empat buah tungsten carbide yang saling membentuk
sudut
90o sedangkan X-bits terdiri
dari
empat
buah tungsten
carbide yang saling membentuk sudut 75o dan 105o. Insert bits
memiliki ukuran diameter mulai dari 35 mm sampai 57 mm untuk cross
bits dan 64 mm untuk Xbits.(
2.7 Kegiatan Dasar pada Pemboran Rotary-Percussive
2.7.1 Percussion
Energi pukulan dihasilkan dari shock wave yang menggerakkan piston
secara berulang-ulang kemudian ditransmisikan dari hammer ke mata
bor melalui batang bor. Button Bit Cross Bit X-Bit
2.7.2 Rotation

Gerakan putaran yang menghasilkan perputaran mata bor diantara energi


pukulan berulang-ulang. Gerakan ini mengakibatkan terjadinya
tumbukan mata bor batuan dengan posisi yang berbeda-beda. Metode
Pemboran di Permukaan dan Pemakaiannya
2.7.3 Feed, or Thrust Load
Trhust Load adalah energi yang dihasilkan oleh pull down motor untuk
menggerakkan hammer dan kemudian diteruskan ke mata bor sehingga
terjadi kontak permanen dengan batuan. Feed adalah komponen
dari rotary-percussive rock
drill yang
menggerakkan pneumatic maupun hydraulic
hammers maju
mundur. Feed juga menyediakan thrust load yang diperlukan pada
operasi pemboran.
2.7.4 Flushing
Flushing adalah semburan udara, air, atau busa ke dalam lubang bor
untuk mengeluarkan cutting dari dalam lubang bor serta bertujuan untuk
membersihkan lubang bor.

2.8 Estimasi Produksi Mesin Bor


2.8.1 Waktu Edar (Cycle Time)
Waktu edar yang dibutuhkan untuk membuat satu lubang.
Ct = Bt + St + At + Pt + Dt
Keterangan :
Ct = Waktu edar (menit)
Bt = Waktu pemboran (menit)
St = Waktu menyambung batang bor (menit)
At = Waktu melepas batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)

Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat bor


hingga
siap untuk melakukan pemboran (menit)
2.8.2 Kecepatan Pemboran Rata-rata ( Drilling Speeds)
Kecepatan pemboran terdiri dari beberapa definisi :
1) Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor yang
dicapai terhadap waktu yang diperlukan untuk membuat 1 atau lebih
lubang bor, tanpa memperhitungkan waktu untuk mengatasi hambatan
(delay time).
Dr1 =
Keterangan :
Dr1 : Kecepatan pemboran bersih (meter/menit)
H : Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct Dt : Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit)
2) Gross Driling Rate
Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor
yang dicapai terhadap waktu yang tersedia.
GDR =
Keterangan:
GDR = Kecepatan pemboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pemboran (menit)
2.8.3 Efisiensi Kerja Pemboran
Efisiensi kerja pemboran adalah perbandingan antara waktu kerja
produktif dengan waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam
persen. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk kerja
pemboran. Jadi efisiensi kerja dapat dinyatakan:
EK = X 100%
Keterangan:

EK = Efisiensi kerja pemboran (%)


WP = waktu kerja produktif (jam)
WT = waktu kerja yang tersedia (jam)
2.8.4 Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan
yang diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak
yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitung denga
persamaan:
Veq =
Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
2.8.5 Produksi Pemboran
Produksi pemboran tergantung kecepatan pemboran mesin bor, volume
setara dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi tersebut dinyatakan
dalam m3/jam. Maka persamaan produksi pemboran adalah:
P = Veq x GDR x EK x 60
Keterangan :
P = produksi alat bor (m3/jam/alat)
60 = konversi dari menit ke jam

Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat penting
diperhatikan sebelum kegiatan pengisian bahan peledak. Kegiatan pemboran lubang
ledak dilakukan dengan menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis,
sehingga membentuk suatu pola.

Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan


menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor,
maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.

Pola pemboran sejajar (parallel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu :

a.

Square pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spacing adalah sama, biasanya
pola ini dikombinasikan dengan V delay pattern.

b. Rectangular pattern, pada pola ini jarak spacing dalam satu baris lebih besar daripada
jarakburden.
2.

Pola pemboran selang-seling (staggered pattern), adalah pola pemboran yang


penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar.
Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan
pekerjaan yang pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak dengan geometri dan pola tertentu pada massa batuan, yang selanjutnya akan
diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.
(Saptono, 2006)

Anda mungkin juga menyukai