Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN MINGGUAN

PERENCANAAN TAMBANG

ESTIMASI SUMBERDAYA & CADANGAN BIJIH NIKEL PADA


LOKASI IUP TAMBANG PT. HAN NIKEL PRATAMA DESA
LAMERURU KECAMATAN LANGGIKIMA KABUPATEN KONAWE
UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Dosen Pengampu :

Bapak Erwin Anshari, M.Si, M.Eng

Disusun Oleh :

KELOMPOK 10

 NUR MUHAMMAD AZHARI NASIR (R1D118021)


 NILAM AMALIA ROSALMI (R1D118031)
 HAMZA (R1D118035)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA


UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun laporan
mingguan mata kuliah Perencanaan Tambang yang berjudul “Analisis
Estimasi Sumberdaya Bijih Nikel Pada Lokasi IUP Tambang IUP PT. HAN
Nikel Pratama Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe
Utara Provinsi Sulawesi Tenggara”.

Laporan ini kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan
berbagai pihak diantaranya; Bapak Erwin Anshari, M.Si., M.Eng selaku
dosen mata kuliah Perencanaan Tambang, serta pihak-pihak yang turut serta
membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu Penulis
sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan pikirannya yang telah
diberikan.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil laporan


penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga penulis selaku
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian. Akhir kata Semoga laporan mingguan ini dapat
memberikan manfaat untuk penulis khususnya, dan masyarakat Indonesia
umumnya.

Kendari, 3 Oktober 2021

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perencanaan tambang merupakan suatu tahap penting dalam studi
kelayakan dan rencana operasi penambangan. Perencanaan suatu tambang
terbuka yang modern memerlukan model computer dari sumberdaya yang
akan di tambang. Baik berupa block model untuk tambang bijih atau kuari,
maupun gridded seam model endapan tabular atau batu bara.
Perencanaan tambang dapat dijelaskan dengan membuat suatu rancangan
tambang untuk mencapai ultimate pit limit dalam jangka waktu tertentu secara
aman dan menguntungkan. Dimana didalamnya berisikan juga perancangan
batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan,
penjadwalan produksi, dan lain-lain (hal yang berkaitan dengan geometri).
Sementara aspek perencanaan tambang lainnya meliputi perhitungan
kebutuhan alat dan tenaga kerja, perkiraan biaya modal dan ongkos operasi.
Perencanaan tambang meliputi tujuan membuat suatu rencana produksi
tambang untuk sebuah cebakan bijih yang akan menghasilkan aliran kas dan
memaksimalkan kriteria ekonomi (NPV/ROR) dan menghasilan tonase bijih
pada tingkat produksi yang telah ditentukan dengan biaya serendah mungkin.
Kegiatan perencanaan tambang berawal dari diperolehnya data utama
sebagai masukan berupa data geologi, kualitas bijih, geoteknik, infrastruktur,
metalurgi, pemasaran (marketing). Berikutnya dengan petunjuk dan batasan
dari bagian manajemen perusahaan tambang dikembangkan desain
penambangan kemudian rancangan penambangan (geometri tambang) dimana
didalamnya terdapat produksi alat dan penjadwalan produksi. Sementara
aspek yang tidak berkaitan dengan geometri tambang berupa perkiraan
pembiayaan baik itu ongkos modal maupun ongkos operasi juga ikut
diestimasi. Penggabungan dari seluruh aspek tersebut akan menghasilkan
keluaran berupa alternatif-alternatif tambang dan dapat dijadikan acuan untuk
fase berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Metode apa yang tepat dalam mengestimasi cadangan bahan galian di
perusahaan PT. HAN Nikel Pratama?
2. Berapa besar estimasi sumberdaya & cadangan yang terdapat pada
perusahaan PT. HAN Nikel pratama?

1.3. Tujuan penulisan


Tujuan dari ditulisnya laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui metode yang tepat dalam mengestimasi cadangan bahan
galian di perusahaan PT. HAN Nikel Pratama
2. Untuk mengetahui berapa estimasi cadangan yang terdapat pada
perusahaan PT. HAN Nikel Pratama.

1.4. Batasan masalah


Penulisan laporan ini mempunyai batasan masalah yang dititik beratkan
pada pemetaan geologi yang meliputi kondisi geologi beserta struktur
geologi, geomorfologi, litologi dan studi khusus tentang perhitungan estimasi
sumberdaya dan cadangan bijih nikel pada lokasi penambangan IUP PT.
HAN Nikel Pratama yang dilakukan berdasarkan analisis geostatistik dalam
penentuan koefisien of variants, analisis kondisi geologi dan analisis
geostatistik, penentuan metode estimasi, dan pembuatan blok model dalam
menghitung sumberdaya dan nilai ore bijh nikel pada lokasi IUP PT. HAN
Nikel Pratama Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe
Utara.

1.5. Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penyusunan laporan ini adalah dapat
menganalisis kekayaan proyek pertambangan serta dapat membuat mine plan
dari proyek tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Geologi regional Geologi Regional Konawe Utara merupakan
bagian dari Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari (Rusmana dkk., 1993).
Formasi Tolaka dan Formasi Meluhu merupakan dua unit batuan tertua yang
terdapat di sini. Kedua satuan batuan terdiri dari batuan metasedimen berumur
Trias dan berada di Selatan Kabupaten Konawe Utara. Kompleks Ultramafik
dengan kisaran peridotit, harsburgit, dunit, gabro, dan serpentinit berada di
utara kabupaten ini. Formasi Pandua tersedimentasi pada waktu Miosen Akhir
– Pliosen Awal dan tersusun oleh konglomerat, batu pasir dan lempung.
Batuan termuda di lembar peta ini ialah Aluvium (berumur Kuarter) yang
terdiri dari endapan sungai, rawa dan pantai. Penelitian terdahulu telah
membagi Kompleks Ultramafik ini berdasarkan interpretasi petrologi dan
komposisi geokimianya (Irzon dan Abdullah, 2016).
1. Geomorfologi Regional
Lengan Tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian : ujung Utara, bagian
Tengah, dan ujung Selatan. Lembar Lasusua – Kendari terletak pada ujung
Utara dan bagian Tengah Lengan Tenggara Sulawesi. Lokasi penelitian
terletak pada morfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi yang di
dominasi pegunungan yang umumnya memanjang hampir sejajar berarah
Barat laut – Tenggara. Pegunungan tersebut diantaranya pegunungan
Mekongga, pegunungan Tangkelamboke, pegunungan Matarombeo.
Morfologi bagian tengah ini sangat kasar dengan kemiringan lereng tajam.
Puncak tertinggi gunung Mekongga adalah 2790 mdpl, sedangkan puncak
gunung Tangkelemboke berada pada 1500 mdpl, dan pegunungan
Matarombeo berpuncak di Barat laut desa wawolondae dengan ketinggian
1551 mdpl.
1. Morfologi Pegunungan
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,
terdiri atas pegunungan Mekongga, pegunungan Tanggeboruwaki,
pegunungan Hialu, pegunungan Morombo, pegunungan Matarombeo,
pegunungan Tinondo, pegunungan Abuki, dan pegunungan
Tangkelemboke. Ketinggian medan antara 600 dan 1550 m diatas muka
laut dengan lereng yang umumnya curam.. sungai di daerah pegunungan
biasanya memiliki banyak percabangan dan di beberapa tempat
membentuk pola sejajar. Lembahnya banyak yang curam dan berbentuk V.
2. Morfologi Perbukitan Rendah
Morfologi ini melampar luas di Utara Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit
kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun
satuan ini terutama sedimen klastika Mezosoikum dan Tersier.
3. Morfologi Pedataran
Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah, ujung Selatan Lengan
Tenggara Sulawesi. Tepi Selatan dataran Wawotobi dan dataran Sampara
berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi
ini tampak sangat di pengaruhi oleh sesar geser mengiri (sesar Kolaka dan
sistem sesar Konaweeha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang
ditunjukan oleh adanya torehan pada endapan alluvial dalam kedua dataran
tersebut. Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami
penurunan.
4. Morfologi Karst
Daerah karst terdapat di daerah Kabupaten Kolaka Utara di sekitaran
Wawo dan Tamborasi, dibagian timur Lembar, di Utara Kendari,
disekitaran daerah Abuki serta setempat di pulau Labengki. Morfologi
karst melampar di berbagai tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan
oleh perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian
dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi
marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar – naikan ofiolit
keatas Kepingan Benua.
2. Stratigrafi Regional
Berdasarkan himpunan batuan dan pencirinya, geologi Lembar Lasusua-
Kendari dapat dibedakan dalam dua lajur, yaitu Lajur Tinodo dan Lajur Hialu.
Secara garis besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo. Batuan yang
terdapat di Lajur Tinodo adalah batuan malihan Paleozoikum (Pzm) dan
diduga berumur Karbon. Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan
ofiolit (Ku). Batuan ofiolit ini tertindih tak selaras oleh Formasi Matano (Km)
yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari batugamping berlapis bersisipan
rijang pada bagian bawahnya.
3. Struktur Geologi Regional
Pada Lengan Tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah
tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar Matarombeo, sistem
sesar Lawanopo, sistem sesar Konaweeha, Sesar Kolaka, dan banyak sesar
lainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi menunjukan sepasang arah utama
Tenggara – Baratlaut (332o ), dan Timur laut – Barat daya (42o ). Arah
Tenggara – Baratlaut merupakan arah umum dari sesar geser mengiri di
Lengan Tenggara Sulawesi termasuk searah dengan sesar geser jurus mengiri
sesar Lasolo yang meliputi daerah Kecamatan Asera, Kecamatan Molawe,
Kecamatan Lasolo, Kecamatan Lembo, sampai Kecamatan Sawa dan
memanjang sampai ke Teluk Lasolo. Sesar Lasolo bahkan masih aktif hingga
saat ini. Sesar tersebut diduga ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktif
kembali pada Kala Oligosen [6]. Sesar naik ditemukan di daerah Wawo
sebelah Barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di Selatan Lasolo, yaitu
beranjaknya Batuan Ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi
Meluhu, dan Formasi Matano.
Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama Baratlaut -
Tenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai Tanjung
Toronipa. Ujung Baratlaut sesar ini menyambung dengan sesar Matano di
lembar Malili [6], sementara ujung Tenggaranya bersambung dengan sesar
Hamilton yang memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini di beri nama sesar
Lawanopo oleh berdasarkan dataran Lawanopo yang ditorehnya [7]. Struktur
lain yang berkembang berupa struktur lipatan yang terdiri dari lipatan terbuka,
lipatan lemah, dengan kemiringan lapisan tidak melebihi 20o dan berkembang
dalam batuan yang berumur Neogen. Sumbu lipatan biasanya bergelombang,
berarah Utara – Selatan dibagian Barat lembar, dan Baratlaut – Tenggara
dibagian tengah dan Timur lembar peta ini. Kekar di jumpai hampir pada
semua batuan, terutama batuan beku (kompleks ultramafik dan mafik), batuan
sedimen malih Mezosoikum, dan batuan malihan (kompleks pompangeo).
2.2 Nikel Laterit
Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik.
Menurut Boldt (1967) proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung
mineral olivin, magnesium silikat, dan besi silikat yang pada umumnya
banyak mengandung 0,30% nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi
oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 yang berasal dari
udara luar dan pembusukan tumbuh-tumbuhan akan menguraikan mineral-
mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) sehingga menghasilkan Mg, Fe,
Ni yang larut sedangkan Si cenderung membentuk koloid dari partikel-
partikel silika yang sangat halus.
Dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai ferri-hydroksida. Akhirnya endapan ini akan
menghilangkan air dengan membentuk mineral-mineral seperti karat, yaitu
hematite dan kobalt dalam jumlah kecil. Endapan ferri-hydroksida ini akan
terakumulasi dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan larutan yang
mengandung magnesium (Mg), nikel (Ni), dan silika (Si) tersebut akan terus
menerus ke bawah selama larutannya bersifat asam, sehingga pada suatu
kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan
batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hidrosilikat.
Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hidrosilikat dengan komposisi
yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau
rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan kristopras. Bila
proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses
pengkayaan supergen ( supergen enrichment ). Zona pengkayaan supergen ini
terbentuk di zona saprolit. (Rose dkk, 1979).
Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh
larutan hydrothermal , akan merubah batuan peridotit menjadi batuan
serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan
fisika dari udara, air serta pergantian panas dan dingin yang bekerja secara
continue menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Pada
pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara
dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak
stabil (olivine dan piroksin) pada batuan ultrabasa, menghasilkan Mg, Fe, Ni
yang larut, Si cenderung membentuk koloid dari partikel partikel silica yang
sangat haalus. Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan hematit
dekat permukaan. (Djadjulit dkk, 1992). Berdasarkan proses pembentukannya
endapan nikel laterit terbagi menjadi beberapa zona dengan ketebalan dan
kadar yang bervariasi. Daerah yang mempunyai intensitas pengkekaran yang
intensif kemungkinannya akan mempunyai profil lebih tebal dibandingkan
dengan yang pengkekarannya kurang begitu intensif. Perbedaan intensitas
inilah yang menyebabkan ketidakteraturan dari distribusi pengkayaan
unsur-unsur pada profil nikel laterit. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi
pembentukan nikel laterit yaitu batuan asal, iklim, reagen kimia dan vegetasi,
totpografi, waktu dan kontrol struktur (Ahmad, 2006).
2.2.1. Profil endapan biji laterit

Sebagai gambaran umum penampang endapan bijih nikel laterit


jika dilihat secara vertikal maka akan terdapat bebrapa komponen
utama (Elias, 2003), sebagai berikut:
1. Lapisan Tanah Penutup
Overburden atau lapisan tanah penutup merupakan bagian
yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya
adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik
lainnya. Zona ini berwarna coklat kemerahan, merupakan
kumpulan massa gutit, hematit dan limonit, mempunyai kadar besi
yang tinggi tetapi kandungan nikel yang relatif rendah sehingga
tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan zona tanah penutup
rata-rata 0-2 m.
2. Zona Limonit
Lapisan ini berbutir halus, berwarna coklat muda sampai
kekuningan dengan komposisi mineral terdiri dari gutit, limonit,
hematit, magnetit, kromit dan kuarsa sekunder. Dalam limonit
dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase
yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku
ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada,
Ketebalan lapisan berkisar antara 1-10 m.
3. Lapisan saprolit
Zona saprolit merupakan zona pengayaan unsur nikel (Ni).
Zona ini umumnya berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan,
Komposisinya berupa oksida besi, serpentin, magnetit dan
tekstur batuan asal yang masih terlihat. Kemunculan
bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan
asal dijumpai magnetit, serpentin, kristopras dan garnierit. 
4. Lapisan bed rock  
Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang
umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu peridotit.
Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas
serpentinisasi. Umumnya zona ini berwana abu-abu kehijauan dan
tidak mengandung mineral ekonomis. Ketebalan dari masing-
masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi dan relief,
umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah
bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan
semakin menipis, disamping adanya kecenderungan akumulasi
mineral yang berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan,
zona sesar dan rekahan pada batuan (Syafrizal dkk, 2011).

2.3. Klasifikasi Sumberdaya Dan Mineral


Sumberdaya mineral adalah suatu konsentrasi atau keterjadian
dari material yang memiliki nilai ekonomis pada atau di atas kerak
bumi, dengan bentuk, kualitas dan kuantitas tertentu yang memiliki
keprospekan yang beralasan untuk pada akhirnya dapat diekstraksi
secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, kadar, karakteristik geologi dan
kemenerusan dari sumberdaya mineral harus diketahui, diestimasi atau
diinterpretasikan berdasarkan bukti-bukti dan pengetahuan geologi
yang spesifik. Sumberdaya mineral dikelompokkan lagi berdasarkan
tingkat keyakinan geologinya, kedalam kategori tereka, tertunjuk, dan
terukur (SNI 4726:2011).

1. Sumberdaya mineral tereka (I nferred Resources) 


Inferred Resources merupakan bagian dari sumberdaya mineral
dimana tonase, kadar, dan kandungan mineral dapat diestimasi
dengan tingkat kepercayaan rendah. Hal ini direka dan
diasumsikan dari adanya bukti geologi, tetapi tidak diverifikasi
kemenerusan geologi dan/atau kadarnya. Hal ini hanya
berdasarkan dari informasi yang diperoleh melalui teknik yang
memadai dari lokasi mineralisasi seperti singkapan, paritan uji,
sumuran uji, dan lubang bor tetapi kualitas dan tingkat
kepercayaannya terbatas atau tidak jelas. Sumberdaya mineral
tereka memiliki tingkat keyakinan lebih rendah dalam
penerapannya dibandingkan dengan sumberdaya mineral tertunjuk.
2. Sumber Daya Mineral Tertunjuk (Indicated Resources)
Indicated Resources  merupakan bagian dari sumberdaya mineral
dimana tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar, dan
kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan
yang wajar. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi, dan informasi
pengambilan dan pengujian conto yang didapatkan melalui teknik
yang tepat dari lokasi-lokasi mineralisasi seperti singkapan, paritan
uji, sumuran uji, terowongan uji, dan lubang bor. Lokasi
pengambilan data masih terlalu jarang atau spasinya belum tepat
untuk memastikan kemenerusan geologi dan/atau kadar, tetapi
secara meruang cukup untuk mengasumsikan kemenerusannya.
Sumberdaya mineral tertunjuk memiliki tingkat keyakinan
yang lebih rendah penerapannya dibandingkan dengan
sumberdaya mineral terukur, tetapi memiliki tingkat keyakinan
yang lebih tinggi penerapannya dibandingkan dengan sumberdaya
mineral tereka.
3. Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Resources)
Measured Resources  merupakan bagian dari sumberdaya mineral
dimana tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar, dan
kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan
yang tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi rinci dan
terpercaya, dan informasi mengenai pengambilan dan pengujian
conto yang diperoleh dengan teknik yang tepat dari lokasi-lokasi
mineralisasi seperti singkapan, paritan uji, sumuran uji,
terowongan uji, dan lubang bor. Lokasi informasi pada kategori ini
secara meruang adalah cukup rapat untuk memastikan
kemenerusan geologi dan kadar.
Hasil
Eksplorasi

Sumberdaya Mineral Cadangan Bijih


( Resources) (Reserces)
Terek
a
Peningkatan Tertunju Terkir
tingkat k a
 pengetahua
n dan Teruku Terbuk
keyakinan r ti
geologi
Pertimbangan faktor-faktor tambang, metalurgi,
ekonomi,
Pemasaran, lingkungan, sosial dan pemerintah
(The modifyng faktor )
Gambar 3. Hubungan antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral,
dan cadangan (SNI 4726: 2011)

Cadangan bijih adalah bagian dari sumberdaya mineral terukur


dan/atau tertunjuk yang dapat ditambang secara ekonomis. Hal ini
termasuk tambahan material dilusi ataupun ”material hilang”, yang
kemungkinan terjadi ketika material tersebut ditambang. Pada
klasifikasi ini pengkajian dan studi yang tepat sudah dilakukan, dan
termasuk pertimbangan dan modifikasi dari asumsi yang realistis atas
faktor-faktor penambangan, metalurgi, ekonomi, pemasaran, hukum,
lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Pada saat laporan dibuat,
pengkajian ini menunjukkan
 bahwa ekstraksi telah dapat dibenarkan dan masuk akal. Cadangan
bijih dipisahkan  berdasar naiknya tingkat keyakinan menjadi
cadangan bijih terkira dan cadanga bijih terbukti (SNI 4726:2011).
1. Cadangan bijih terkira (Probable Reserves)
Probable Reserves  merupakan bagian sumberdaya mineral
tertunjuk yang ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa
kondisi, juga merupakan bagian dari sumberdaya mineral terukur.
Ini termasuk material dilusi dan ”material hilang” yang
kemungkinan terjadi ketika material ditambang. Pengkajian dan
studi yang tepat harus sudah dilaksanakan, dan termasuk
pertimbangan dan modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang
realistis mengenai penambangan, metalurgi, ekonomi,
pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Pada
saat laporan dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi
telah dapat dibenarkan dan masuk akal. Cadangan bijih terkira
memiliki tingkat keyakinan lebih rendah dibandingkan dengan
Cadangan bijih terbukti, tetapi sudah memiliki kualitas yang cukup
sebagai dasar membuat keputusan untuk pengembangan suatu
cebakan.
2. Cadangan bijih terbukti (Proved Reserves)
Proved Reserves  merupakan bagian sumberdaya mineral
terukur yang ekonomis untuk ditambang. Hal ini termasuk material
dilusi dan ”material hilang” yang mungkin terjadi ketika material
ditambang. Pengkajian dan studi yang tepat harus telah
dilaksanakan dan termasuk pertimbangan dan modiifikasi
mengenai asumsi factor-faktor yang realistis mengenai
penambangan, metalurgi, ekonomi, pemasaran, hukum,
lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Pada saat laporan dibuat
pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat
dibenarkan dan masuk akal. Cadangan bijih terbukti mewakili
tingkat keyakinan tertinggi dari estimasi cadangan.
2.4. Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

1. Bijih
Definisi bijih telah dipublikasikan oleh banyak pengarang buku
maupun lembaga. Taylor (1986) mendefinisikan bijih sebagai mineral
berharga yang dicari dan kemudian diekstrak dalam kegiatan
pertambangan dengan harapan (meskipun tidak selalu tercapai)
mendapatkan keuntungan untuk penambang maupun untuk komunitas
masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Pertambangan Umum
(PPPTM, 1997) bijih diartikan sebagai mineral yang mengandung satu
logam berharga atau lebih yang dapat diolah dan diambil logamnya
secara menguntungkan sesuai dengan kondisi teknologi dan ekonomi
pada waktu itu. Istilah bijih diaplikasikan pada mineralisasi batuan
dalam tiga pemahaman yaitu pemahaman geologi dan keilmuan
(sains), kontrol kualitas pada cadangan bijih, dan bagian
termineralisasi pada  front  tambang. Dalam perhitungan
cadangan pemahaman kedua sangat penting dalam menunjukkan
perbedaan yang jelas antara bijih dan waste. (Notosiswoyo dkk,
2005)
2. Cut off grade (COG)
Pengertian dasar dari Cut off Grade  (CoG) adalah kadar batas dimana
kadar dibawahnya mempunyai kandungan logam atau mineral dalam
batuan yang tidak memenuhi syarat-syarat keekonomian. Cut off
Grade  digunakan untuk membedakan blok-blok bijih dengan blok-
blok waste  dalam perhitungan cadangan. Dalam membedakan antara
bijih dan waste  tersebut didasarkan pada kadar taksiran yangmasih
mengandung beberapa kesalahan, sedangkan kadar sebenarnya
belum diketahui kecuali jika sudah dilakukan penambangan.
Sehingga dalam hal ini perhitungan cadangan yang menggunakan
data kadar taksiran tidak pernah tepat terhadap hasil operasi
penambangan (kadar sebenarnya). Perubahan harga Cut off Grade 
akan mempengaruhi hasil perhitungan cadangan pada blok-blok yang
telah dihitung. Apabila Cut off Grade  naik maka tonase bijih akan
turun dan rata-rata kadar pada tonase tersebut akan naik. Dengan
demikian apabila Cut off Grade naik maka juga akan menaikkan harga
stripping ratio (SR, volume waste yang harus digali untuk
mendapatkan 1 ton bijih). Oleh karena itu dalam perhitungan cadangan
sebaiknya dibuat dengan memperhatikan kisaran harga Cut off Grade 
untuk memudahkan optimasi dalam membuat skenario penambangan.
Konsep Cut off Grade  juga berhubungan dengan konektivitas blok-
blok penambangan yang diklasifikasikan sebagai bijih pada tahap
produksi. Apabila Cut off Grade naik maka volume bijih akan turun
dan akan membuat blok kadar rendah semakin besar, disamping itu
blok-blok bijih akan terpisahkan. Blok bijih yang semakin terpisah
tersebut juga akan mempengaruhi sistem penambangan menjadi
sistem selective mining yang akan semakin menurunkan pula
jumlah cadangan cut off grade batas ekonomis untuk membuat
deliniasi zona kadar mineral atau logam yang potensial untuk
ditambang. Pembatasan zona bijih dan waste tersebut dapat berupa
kontur Cut off Grade atau blok-blok taksiran
3. Dilusi
Dilusi adalah hasil pencampuran dari material bukan bijih (waste) ke
dalam material bijih dalam rangkaian kegiatan pertambangan yang
akan menaikkan tonase dan menurunkan secara relatif rata-rata kadar.
Dilusi tidak hanya terjadi pada tahap eksplorasi saja melainkan terjadi
hingga proses pengolahan mineral. Dilusi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu dilusi internal dan eksternal. Dilusi internal adalah apabila
material kadar rendah terletak di dalam material kadar tinggi,
sedangkan dilusi eksternal adalah apabila material kadar rendah
terpisah dengan material kadar tinggi. Lebih jauh lagi, dilusi
internal dapat dibagi menjadi dua, pertama material kadar rendah
mempunyai batas yang jelas dengan material kadar tinggi (dilusi
geometri) dan kedua material kadar rendah tidak mempunyai batas
yang jelas dengan kadar tinggi (dilusi inheren). Dilusi internal
geometri hadir sebagai waste yang dibedakan dengan jelas didalam
endapan bijih, misalnya barren dike yang menerobos zona bijih.
Dilusi internal inheren dapat terjadi karena bertambahnya ukuran
blok yang digunakan untuk memisahkan bijih terhadap waste. Dilusi
eksternal terjadi karena reruntuhan dinding, kesulitan teknis
mengambil batas bijih dalam open pit, atau kurang hati-hatinya
pemisahan batas bijih dan waste. Dilusi tersebut juga bisa terjadi
dalam hal membuka stope dimana lebar bijih kurang dari lebar
minimum penambangan. Dilusi eksternal akan semakin kurang
berarti pada endapan yang besar dengan batas bijih dan
waste yang bergradasi karena jumlah dilusi akan menjadi bagian
kecil dari tonase penambangan. (Notosiswoyo dkk, 2005) 

2.5 Metode Estimasi Cadangan


1. Metode Inverse Distance Weighted (IDW)
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) memiliki asumsi setiap titik
input memiliki pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap
jarak. Metode IDW umumnya dipengaruhi oleh inverse atau jarak yang
diperoleh dari persamaan matematika. Pada metode interpolasi ini kita
dapat menyesuaikan pengaruh dari titik – titik sampel. Nilai power pada
metode Inverse Distance Weighted (IDW) ini menentukan pengaruh
terhadap titik – titik masukan (input) dimana pengruh akan lebih besar
pada titik – titik yang lebih dekat sehingga menghasilkan permukaan
yang lebih detail. Pengaruh akan lebih kecil dengan bertambahnya jarak
dimana permukaan yang dihasilkan kurang detail dan terlihat lebih halus.
Jika nilai power diperbesar berarti nilai keluaran (output) sel menjadi
terlokalisasi dan memiliki nilai rata – rata yang rendah. Penurunan nilai
power akan memberikan keluaran dengan rata – rata yang lebih besar
karena akan memberikan pengaruh area yag lebih luas. Jika nilai power
diperkecil, maka dihasilkan permukaan yang lebih halus. Bobot yang
digunakan adalah turunan fungsi jarak antara sampel dan titik yang akan
diinterpolasi ( Junika dan Nanik, 2012).
Bobot ini tidak dipengaruhi oleh posisi atau letak dari data penaksir
dengan data penaksir yang lain. Faktor penting yang dapat mempengaruhi
hasil penaksiran antara lain adalah actor power dan radius disekitar
(neighboring radius) atau jumlah data penaksir. Actor utama yang
mempengaruhi keakuratan hasil penaksiran adalah nilai parameter power.
Nilai parameter power yang umum digunakan adalah: 1, 2, 3, 4 dan 5
(Hendro, 2018)
Kelebihan dari metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) ini
adalah karakteristik interpolasi dapat dikontrol dengan membatasi titik –
titik masukan yang digunakan pada proses interpolasi. Titik – titik yang
terletak jauh titik sampel dan yang diperkirakan memiliki korelasi spasial
yang kecil atau bahkan tidak memiliki korelasi spasial yang dapat dihapus
dari perhitungan. Titik – titik yang digunakan dapat ditentukan secara
langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin diinterpolasi.
Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada
nilai yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil
interpolasi disebut sebagai isotropik. Dengan kata lain, karena metode ini
menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih
kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit
atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model
ini. Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan
harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak
jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan
yang diinginkan (Rafsanjani dkk, 2016)
Metode estimasi ini di awali dengan pembuatan database. Pembuatan
database merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan
estimasi sumberdaya suatu bahan galian, karena database dapat digunakan
sebagai input data untuk mengetahui potensi bahan galian tersebut.
Informasi data untuk penelitian diperoleh dari kegiatan pemboran
eksplorasi yang dilakukan. Database yang digunakan dalam penelitian ini
dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Data survei yang berisi data posisi/koordinat lubang bor berupa
Northing , Easting , dan elevasi.
b. Data assay yang berisi informasi mengenai kadar pada tiap-tiap
interval kedalaman tertentu sesuai dengan analisis kadar yang
dilakukan.
c. Data geologi berisi informasi lithologi pada tiap titik bor.
d. Data collar berisi informasi mengenai total depth, dip, azimuth(Zibuka
dkk, 2016)
Menurut Purnomo, H , (2018) dalam perhitungan dengan cara dua dimensi
diperlukan data kadar dalam bentuk nilai komposit (nilai rata-rata
tertimbang). Persamaan untuk menghitung kadar komposit adalah sebagai
berikut:
n

∑ t1 g1
i=1
ğ= n .................................................................................................(1)
∑ t1
i =1

Keterangan :

ğ = Nilai komposit

t 1= Ketebalan (m)

g1= Kadar sampel interval i

Kemudian dilakukan pemodelan 3 dimensi laterit nikel dilakukan setelah


melakukan proses penentuan metode estimasi dalam hal ini IDW. Dalam
penentuan metode estimasi tersebut didapatkan satu jenis estimasi beserta
gridding-nya. Selanjutnya dibuat model 3 dimensi (3D) dengan cara
membentuk model blok dengan ukuran cell yang telah ditentukan yaitu: 5 x 5
x 1 m3(Rinawan dkk, 2014)
Secara garis besar metode ini adalah suatu cara penaksiran dimana
harga rata-rata titik yang ditaksir merupakan kombinasi linear atau harg rata-
rata terbobot (weighted average) dari data data lubang bor disekitar titik
tersebut. Data didekat titik yang ditaksir memperoleh bobot yang lebih besar,
sedangkan data yang jauh dari titik yang ditaksir bobotnya lebih kecil. Bobot
ini berbanding terbalik dengan jarak data dari titik yang ditaksir. (Rafsanjani,
2016)

Menurut Mustika dkk (2015) fungsi umum pembobotan adalah inverse dari
kuadrat jarak dan persamaan ini digunakan pada metode Inverse Distance
Weighted (IDW) yang dirumuskan dalam formula berikut ini :

n
¿
Z =∑ wi Z i............................................................................................(2)
i−1

Keterangan :

Z¿ = Kadar yang ditaksir

wi = Faktor bobot (weighted) dari titik i

Zi = Kadar dari titik i

Dimana untuk mencari faktor bobot (weighted) dirumuskan sebagai


berikut :

h−i p
w i= n
................................................................................................(3)
∑ h−p
i
i=1

Keterangan :

hi = Jarak dari titik i ke titik yang ingin ditaksir

p = Faktor eksponen (power)


Untuk mencari jarak antara titik i ketitik yang ingin ditaksir dapat
menggunakan rumus :

hi = √ ( x−x i ) +( y − y i).........................................................................(4)

Keterangan :

x,y = Koordinat titik yang ingin ditaksir

x i, y i = Koordinat titik i

Gambar 2.3. Pengaruh power pada estimasi menggunakan metode inverse


distance power (IDW)

Semakin rendah power maka semakin banyak nilai yang halus ke titik.
dimana menggunakan power yang sangat rendah akan menghasilkan hasil
yang hanya menyimpang sedikit dari rata-rata global data di sisi lain daya
yang lebih tinggi akan menghasilkan hasil yang mendekati interpolasi nnp
dengan sampel yang paling dekat dengan setiap blok yang menyumbang
hampir semua bobot (Bilki dkk, 2014)

2. Metode Ordinary Kriging dan Point Kriging


Kriging adalah suatu metode geostatistik yang digunakan untuk
menaksir besarnya nilai karakteristik pada titik lokasi yang tidak tersampel
berdasarkan data titik yang tersampel di sekitarnya, dengan
mempertimbangkan korelasi spasial yang ada dalam data
tersebut.Penggunaan metode kriging dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
pertama menghitung nilai variogram atau semivariogram dan fungsi
covarian.Tahap kedua melakukan penaksiran lokasi yang tidak tersampel.
Ordinary kriging adalah metode kriging paling sederhana yang terdapat
pada geostatistik. Pada metode ini diasumsikan bahwa rata-rata (mean) tidak
diketahui dan bernilai konstan. Pada metode ordinary kriging, nilai-nilai
sampel yang diketahui dijadikan kombinasi linier untuk menaksir titik-titik di
sekitar daerah (lokasi) sampel. Dengan kata lain, untuk menaksir sembarang
titik yang tidak tersampel dapat menggunakan kombinasi linier dari peubah
acak dan nilai bobot kriging masing-masing (Faisal, F.,2013)

Metode point kriging merupakan bagian dari metode Ordinary Kriging


(OK) yang merupakan salah satu perhitungan geostatistik dalam
menghasilkan prediksi atau kesalahan minimum (variansi kriging) dari tiap-
tiap titik data (sampel). Metode ini menaksirkan suatu titik yang tidak
tersampel berdasarkan titik-titik data tersampel yang berada di sekitarnya
dengan mempertimbangkan dari hasil korelasi spasial. Metode point kriging
merupakan metode interpolasi yang menghasilkan prediksi atau estimasi tak
bias yang disebut juga sebagai Best Linear Unbiased Estimator (BLUE)
(Guskanari, 2016)

3. Metode Nearest Neighbor Point


Alogaritma yang digunakan pada interpolasi ini bekerja dengan mencari titik
– titik yang berdekatan dengan titik sampel dan mengaplikasikan bobot
(weight) pada titik – titik tersebut. Metode ini dikenal juga sebagai interpolasi
Sibson atau Area Stealing. Sifat dasar dari interpolasi ini adalah lokal, dimana
hanya menggunakan sampel yang berada disetiap titik yang ingin
diinterpolasi, dan hasil yang diperoleh akan mirip dengan ketinggian titik
sampel yang digunakan sebagai masukan proses interpolasi Setiap titik dalam
metode nearest neighbor point adalah titik – titik yang dihubungkan dengan
diagram voronoi (Thiessen Poligon). Proses pertama yang terjadi adalah
membangun poligon untuk semua titik – titik masukkan yang digunakan
dalam interpolasi. Berikutnya thiessen poligon yang baru akan dibuat dari
sekitar titik – titik interpolasi. Metode interpolasi nearest neighbor point
mirip dengan metode inverse distance weighted dalam menentukan
pembobotan (weight) untuk data dengan nilai yang berbeda – beda.(Pasaribu
dan Haryani, 2012)

2.6 Root Mean Square Error (RMSE)

Root Mean Square Error (RMSE) merupakan besarnya tingkat kesalahan


hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE maka hasil
prediksiakan semakin akurat. Metode ini digunakan untuk mengetahui
hubungan dan ketergantungan antar variabel. Selisih antara nilai data sampel
yang diambil dengan nilai hasil penaksiran merupakan nilai kesalahan (error)
dari penaksiran dari lokasi penelitian. Untuk membandingkan hasil
penaksiran dari setiap nilai power yang digunakan metode IDW, dilakukan
evaluasi dengan parameter statustik RMSE yang perhitungannya didasarkan
pada nilai error pada setiap titik sampel dari suatu set data.

Menurut Hedro P. 2018 Root Mean Square Error (RMSE)


dirumuskan sebagai berikut:

RMSE=

(5)
√ ∑ ( Ŷ i−Y i)2 ........................................................................................
i=1
n

Keterangan :

Ŷ i = Hasil estimasi

Y i = Hasil prediksi regresi linear

n = Jumlah data
Metode IDW secara langsung mengimplementasikan asumsi bahwa
sesuatu yang saling berdekatan akan lebih serupa dibandingkan dengan yang
saling beijauhan. Untuk menaksir sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak di
ukur, IDW akan menggunakan nilai-nilai ukuran yang mengitari lokasi yang
akan ditaksir tersebut. Pada metode IDW, diasumsikan bahwa ingkat korelasi
dan kemiripan antara titik yang ditaksir dengan data penaksir adalah
proporsional terhadap jarak. Bobot akan berubah secara linier, sebagai fungsi
seper jarak, sesuai dengan jaraknya terhadap data penaksir.

Faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil penaksiran antara lain


adalah faktor power dan radius disekitar (neighboring radius) atau jumlah
data. Menurut Isaak dan Srivastava (1989) faktor utama yang mempengaruhi
keakuratan hasil penaksiran adalah nilai parameter power. Nilai parameter
power yang umum digunakan adalah: 1, 2, 3, 4 dan 5. Pemilihan nilai power
terbaik yang digunakan pada metode IDW ditentukan berdasarkan nilai
RMSE terkecil. Nilai RMSE ini diperoleh dari proses cross validation yang
dilakukan pada masing-masing metode IDW dengan power 1 hingga power 5.

2.3 Perhitungan Cadangan


Semua keputusan teknis yang berhubungan dengan kegiatan
penambangan sangat tergantung pada jumlah cadangan endapan.
Dengan demikian perhitungan cadangan merupakan hal yang
penting pada evaluasi suatu kegiatan penambangan Harus pula
diingat bahwa perhitungan cadangan menghasilkan suatu kisaran.
Model cadangan yang dibuat adalah hasil pendekatan dari kondisi
sebenarnya yang diharapkan berdasarkan informasi yang diperoleh
dari hasil eksplorasi. Sehingga hasil dari perhitungan ini masih
mengandung ketidakpastian. Tugas seorang ahli eksplorasi adalah
meminimalkan ketidakpastian tersebut dengan menggunakan teknik-
teknik perhitungan yang komprehensif.
Beberapa manfaat dari penaksiran dan perhitungan cadangan adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan hasil perhitungan kuantitas maupun kualitas (kadar)
endapan
2. Memberikan perkiraan geometri 3 dimensi dari endapan serta
distribusi ruang (spasial) dari nilainya. Hal ini penting untuk
menentukan urutan penambangan yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pemilihan peralatan dan NPV (net present
value).
3. Jumlah cadangan menentukan umur tambang, hal ini penting dalam
kaitannya dengan perancangan pabrik pengolahan dan
kebutuhaninfrastruktur yang lain.Batas-batas kegiatan
penambangan dibuat berdasarkan taksiran kadar dan
perhitungan cadangan. Faktor ini harus diperhatikan dalam
menentukan lokasi  pembuangan tanah penutup, pabrik
pengolahan, bengkel, dan infrastruktur lain.

Untuk estimasi cadangan tidak lepas dari metode yang akan


digunakan,adapun metode perhitungan cadangan dapat dikategorikan
menjadi:

1.Metode Konvesional
a) Tertua dan paling umum digunakan.
b) Mudah diterapkan, dikomunikasikan, dan dipahami.
c) Mudah di adaptasi dengan semua endapan mineral.

Kelemahannya sering menghasilkan perkiraan salah, karena cenderung


menilai kadar tinggi saja. Kadar suatu luasan diasumsikan konstan
sehingga tidak optimal secara matematika. Untuk endapan yang
terpencar dapat terjadi penafsiran yang salah.
2. Metode Non Konvensional
a) pengembangan teori matematik dan statistic
b) Secara teoritis akan lebih optimal.
c) Kelemahannya rumit data terbatas tidak optimal. (Pounts, 2013)
Tabel 1. Tabel dasar pemilihan metode estimasi

CV Rendah CV Sedang CV Tinggi


(COV < 0,25 ) (COV 0,25-0,75) (CV ˃ 0,75)

Geometri Sederhana
Deskripsi Kadar dan Tabular, ukuran bijih Tabular, bijih kecil.
Endapan ketebalan yang besar. Kadar tersebar Highly variable
menerus. Dip sedang grade.
Contoh  Gamping  Stratiform copper  Emas veins
Endapan  Batubara  Mississippi valley  Emas placers
lead
 Sedimentary  New Mexico
iron  Simple porphyry
copper, uranium
Metode Menggunakan molybdenum.
Memakai metode Memakai metode
Estimasi metode 2d : inverse distance Inverse distance
weighting. Memakai weighting. Metode
polygon, isoline.
Polygon or cross- Polygon dengan
sectional dengan
15%-35% dilusi
mempertimbangkan

Geometri Sedang
Deskripsi Sederhana, kadar Geometri sederhana Geometri sederhana
endpan seragam tapi 3-D.Kelas variabel 3-D 2-D dengan
ketebalannya tidak sedang ore yang lebih
menentu, lipatan sedikit dan tidak
dan patahan yang menentu, lipatan
sederh sederhana, patahan.
Contoh  Bauxite  Porphyry copper  Stockwork and
carling-type gold
(variable  Porphyry
molybdenum  Volcanogenic
thickness) base metals.
 Nikel Laterit
 Nikel laterit
(variable (variable thickness)
thickness)

 Salt dome
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lokasi Kesampaian Dareah, Kondisi Geologi, Geomorfologi dan


Topografi
PT. Han Nikel Pratama merupakan salah satu perusahaan pertambangan
nikel dengan luas IUP 850 hektar yang berlokasi di Desa Lameruru,
Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provisi Sulawesi
Tenggara.

Gambar 3. Peta Administrasi PT. Han NIkel Pratama

Formasi geologi pada daerah sebaran titik bor PT. Han Nikel Pratama
adalah batuan induk ultramafik berjenis Ofiolit . Batuan ofiolit adalah salah
satu batuan pembawa nikel. Alterasi batuan ultramafik yaitu serpentinisasi,
mengubah mineral-mineral pada batuan ultramafik sehingga teksturnya ikut
berubah. Proses pembentukan laterit nikel ditunjang oleh batuan asal, struktur
(joint), iklim, proses pelarutan kimia dan vegetasi, topografi dan waktu.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif
karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Waktu lateritisasi tiap ketebalan 1
mm membutuhkan waktu sekitar 100 tahun, ultramafik adalah batuan yang
kaya mineral ferromagnesian tanpa memperhatikan kandungan silika,
feldspar dan feldspatoid.

Gambar 4. Peta Geologi PT. Han Nikel Pratama

Morfologi pada daerah sebaran titik bor PT. Han Nikel Pratam
mempunyai kemiringan lereng yang relatif cukup. Kemiringan lereng pada
daerah sebaran titik bor di PT. Han Nikel Pratama berkisar antara 5% – 40%
yaitu relief kemiringan rendah sampai kemiringan tinggi. Kemiringan ini
mempengaruhi kecepatan aliran permukaan, kemiringan lereng yang lebih
tinggi akan menyebabkan infiltrasi air hujan tersebut kecil. Kemiringan
lereng yang landai atau relief yang rendah menyebabkan air hujan mengalir
pelan di permukaan sehingga banyak yang meresap ke dalam batuan atau
tanah, proses ini yang menyebabkan unsur – unsur yang mempunyai daya
larut yang tinggi seperti Ni, Co, Fe, dan Mg meresap kedalam tanah atau
batuan.

Gambar 5. Peta Kemirangan Lereng PT. Han Nikel Pratama

Topografi adalah kondisi yang menggambarkan tinggi dan rendah


suatu permukaan bumi. Kondisi topografi pada daerah sebaran titik bor PT.
Han Nikel Pratama cenderung landai, dimana elevasi terendah adalah 230
mdpl dan elevasi terendah adalah 280 mdpl. Selain itu, morfologi daerah
sebaran titiyik bor masuk dalam kondisi geologi moderat dengan geometri
sedang. Pada pembentukkan nikel laterit topografi sangat berperan penting
dalam proses pelindian atau leaching. Dikarenakan topografi yang landai
sangat baik dalam penyerapan air sehingga pengkayaan nikel laterit sangat
baik pada topografi yang landai. Pemrosesan topografi ini bertujuan untuk
membuat batas atas dari zonasi dan juga menjadi beberapa tolak ukur untuk
pembuatan batas zonasi yang lain dimana dalam penentuan batas zona limonit
tidak boleh melewati dari topografi tersebut.

Gambar 6. Peta Topografi PT. Han Nikel Pratama

3.2 Database dan Sebaran Lubang Bor


Pembuatan database merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam kegiatan estimasi cadangan suatu bahan galian nikel laterit, karena
database dapat digunakan sebagai input data untuk mengetahui potensi
bahan galian tersebut. Informasi data bor ini diperoleh dari kegiatan
pemboran eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Han Nikel Pratama dengan
kedalaman bervariasi, sedangkan analisis kadar dari conto yang diperoleh
dari pemboran dilakukan tiap satu meter kedalaman conto tersebut.
Database ini diperlukan untuk melakukan impor data kedalam program
komputer salah satu software tambang, yang merupakan perangkat lunak
yang digunakan untuk melakukan pengolahan data sehingga bisa membagi
lapisan limonit dan saprolit pada daerah tersebut untuk kemudian dihitung
volume masing-masing lapisan tersebut.

Gambar 7. Sebaran Titik bor dalam ruang tiga dimensi

Sebaran titik bor daerah penelitian dibuat dalam bentuk peta


sebaran sesuai keadaan di lapangan seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 8. Peta sebaran 24 titik bor

Suatu tampilan Database dapat menunjukan gambaran mengenai kedalaman


serta keterdapatan ore dalam satu titik bor, didalam satu titik bor terdapat
lapisan- lapisan penampang nikel laterit yang terdiri dari limonit, saprolit dan
bedrock. Dari database yang telah terbentuk, maka dapat dibentuk korelasi
lapisan limonite, saprolit dan bedrock berdasarkan data-data geologi dan
penampang inti bor yang dibuat dari setiap penampang atau section dan
divisualisasikan dalam warna yang berbeda. Model visualisasinya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 9. Korelasi titik bor

Gambar di atas merupakan informasi kadar nikel serta bentuk


korelasi disetiap zona limonit dan zona saprolit. Informasi ini
menggambarkan bahwa keadaan geologi daerah penelitian yang berbeda-
beda dengan melihat ketebalan lapisan yang tidak menentu. Korelasi di
atas dilakukan disetiap penampang/section dari 24 titik bor yang ditarik dari
arah Utara-Selatan atau searah vertikal. Berdasarkan informasi di atas, dapat
diketahui bahwa pada zona limonit dan saprolit terdapat beberapa titik
dengan kedalaman tertentu yang dikategorikan sebagai cadangan yang
ekonomis untuk ditambang.

Pemodelan geologi bertujuan untuk mendapatkan data dalam


penaksiran sumberdaya terukur atau cadangan endapan bijih nikel.
Pemodelan geologi ini juga bertujuan untuk mengetahui bentuk penyebaran
endapan bijih nikel, baik geometri secara umum, letak/ posisi, kedalaman,
kemiringan, serta penyebaran dari tanah penutup. Proses pemodelan geologi
ini didapatkan dari data lubang bor yang diinput menggunakan bantuan
software surpac v.6.6.2. Fokus daerah penambangan PT. Han Nikel Pratama
memiliki luas area 4,3 Ha yang terdiri dari 24 lubang bor dan akan
digunakan untuk menganalisa bentuk penyebaran endapan bijih nikel,
dengan kedalaman lubang bor yang beraagam yaitu dari kedalaman 8 meter
hingga kedalaman 35 meter.

Pemodelan seabaran endapan nikel laterit dilakukan berdasarkan


hasil validasi pada geology database yang terbagi menjadi dua zona/ layer
yaitu zona limonit zona saprolit.

Gambar 10. Model endapan pada zona limonit dan saprolit

Gambar di atas menunjukan model tiga dimensi untuk tiap domain,


dimana warna hijau menunjukan zona limonit dan warna merah
menujukan zona saprolit yang memiliki ketebalan yang berbeda-beda antar
setiap lapisan yang dipengaruhi oleh keadaan topografi sekitar lokasi lubang
bor.

3.3 Analisa Statistik Dasar


Analisis statistik dasar dilakukan untuk melihat sebaran data pada
masing- masing domain, analisa yang dilakukan berupa sebaran
distribusi kadar, nilai kadar rata-rata, varians , standar deviasi, dan
coefficient of variance pada tiap-tiap domain. Analisis statistik yang
dilakukan menggunakan data hasil composite pada zona saprolit dan limonit
yang telah di validasi berdasarkan setiap perubahan kadar Ni. Nilai dari hasil
analisis statistik dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Satitistik Kadar Ni (%)


Parameter Zona Limonit Zona Saprolit
Rata-Rata (Mean) 1.10 1.62
Min 0.24 0.3
Max 1.91 4.32
Median 1.12 1.47
Varians 0.09 0.63
Standar Deviasi (SD) 0.30 0.79
Coefficient of Variance
0.28 0.49
(CV)
Skewness -0.41 0.69
Jumlah Sampel (n) 204 185
Tabel. Hasil analisis statistic Ni (%)

Dari tabel hasil analisis statistik dasar pada zona limonit dan
saprolit terlihat bahwa karakteristik populasi data kadarnya berbeda, hal ini
dapat ditunjukan pada nilai rata-rata dari kedua zona tersebut yang
menunjukan bahwa data kadar Ni lebih tinggi pada zona saprolit
dibandingkan dengan lapisan limonit, sedangkan untuk sebaran datanya
tidak jauh berbeda dari kedua zona.
Gambar 10. Histogram Ni Zona Limonit

Gambar 11. Histogram Ni Zona Saprolit

Dari hasil analisis histogram kadar Ni zona Saprolite dapat dilihat


bahwa penyebaran data pada zona saprolite mendekati terdistribusi normal
atau hampir simetris dengan nilai puncak histogram (garis warna hijau) yang
mendekati nilai rataan (mean) dan nilai tengah (median) dimana nilai
mean Ni 1,62% dan nilai median untuk Ni adalah 1,47%. Dispersi diukur
berdasarkan standar deviasi untuk kadar Ni 0,79 dan Kadar Fe. Hasil analisis
statistik kadar Ni pada zona saprolite didapantkan nilai Coeffisient of
Variance (COV) yaitu untuk kadar Ni 0,49 %. Secara praktis umumnya
koefesien korelasi (CV) digunakan untuk mengetahui tipe distribusi data,
jika CV kurang dari 0,5 umumnya lebih mendekati distribusi normal.

Berdasarkan kurva histogram kadar Ni dan Fe pada zona saprolite,


maka dapat diinterpretasikan bahwa data kadar Ni zona saprolite memiliki
nilai skewness positif yaitu nilai skewness Ni adalah 0,69. Bentuk frequency
pada analisis histogram kadar Ni pada zona saprolite menjukan bahwa
tidak terbentuknya populasi lain dan hanya menujukan satu populasi
sehingga tidak perlu dilakukan top cut. Jumlah sampel terbanyak ditujukan
pada kadar Ni 1,4 %.

3.4 Metode Estimasi


Metode estimasi yang digunakan dalam penelitian adalah metode
inverse distance weighting, metode ini merupakan suatu cara penaksiran
yang telah memperhitungkan adanya hubungan letak ruang (jarak),
merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata tertimbang dari titik data
yang ada di sekitarnya.
Pemilihan metode ini didasarkan atas kondisi geologi daerah penelitian
serta nilai-nilai statistik dasar, dimana kondisi geologi daerah penelitian
masuk dalam kondisi daerah geologi moderat, kemudian nilai coefficient of
variance juga menentukan pemilhan metode estimasi dimana nilai coefisien
of variance pada zona limonit adalah 0,28 dan nilai coefficient of variance
pada zona saprolit adalah 0,49 yang mana nilai coefisien of variance
tersebut masuk dalam kategori moderate variability atau kategori CV
sedang.

3.5 Estimasi Sumberdaya dan Cadangan


Estimasi cadangan nikel laterit dengan menggunakan metode inverse
distance weighting harus mempertimbangkan parameter-parameter dalam
metode inverse distance weighting pangkat atau power. Nilai pangkat pada
metode inverse distance weighting akan di gunakan untuk
membandingkan hasil estimasi, dimana pada penelitian ini pangkat yang
digunakan adalah pangkat 1, 2, 3, 4, 5. Pemilihan nilai power terbaik yang
digunakan pada metode IDW ditentukan berdasarkan nilai RMSE terkecil.
Nilai RMSE ini diperoleh dari proses cross validation yang dilakukan pada
masing-masing metode IDW dengan power 1 hingga power 5 dengan
composite limonit dan saprolite.
Tabel dibawah menunjukan nilai RMSE hasil penaksiran dengan nilai
power 1 sampai power 5.

Zona Metode RMSE


0.00016452
  IDW Power 1 8
7.23046E-
  IDW Power 2 05
0.00074432
Limonit & Saprolit IDW Power 3 5
0.00045518
  IDW Power 4 3
0.00034878
  IDW Power 5 6
Tabel. Hasil analisis RMSE kadar Ni (%)

Dari tabel tersebut diperoleh bahwa nilai RMSE terkecil pada penaksiran
kadar Ni diperoleh dari metode IDW dengan power 1. Selanjutnya IDW
power 1 tersebut digunakan dalam penaksiran sumberdaya dan cadangan.

3.6 Hasil Estimasi dan Cadangan


Dalam mengestimasi sumberdaya dan cadangan dilakukan dengan
menggunakan bantuan software surpac v.6.6.2 dalam bentuk block
model tiga dimensi yang mengikuti bentuk geometri sebaran endapan nikel
laterit pada daerah lubang bor. Ukuran block model yang digunakan yaitu
untuk Parent cell atau blok yang paling utama dan paling besar dibentuk
adalah 5m x 5m x 1m (x, y, z. Ukuran block model 5m x 5m (x, y) yang
digunakan berdasarkan pembagian dari jarak horizontal antara titik
pemboran, sedangkan 1m (z) adalah jarak vertikal setiap pengambilan
sampel, dimana jarak horizontal antar titik bor tersebut adalah 50 meter dan
jarak vertical setiap pengambilan sampel adalah per 1 meter. Parameter yang
digunakan dalam estimasi sumberdaya dan cadangan bersumber dari
perusahaan dimana nilai cut off grade untuk cadangan ore 1 adalah 1,5 %Ni,
cut off grade untuk cadangan ore 2 adalah 1,3 %Ni dengan 30 % fe. Density
material untuk zona limonit adalah 1,5 kg/m3 dan untuk zona saprolit
sebsesar 1.4 kg/m3.

Berdasarkan hasil estimasi sumberdaya dan cadangan


menggunakan bantuan software surpac v.6.6.2 dengan metode inverse
distance wight (IDW) menunjukan bahwa jumlah volume sumberdaya yang
ada sebesar 672.400 BCM dengan tonnase 976.330 WMT. Dengan
jumlah sumberdaya pada zona limonit sebesar 322.700 BCM dengan Tonase
451.780 WMT dan jumlah sumberdaya pada zona saprolit sebesar 349.700
BCM dengan Tonase 524.550 WMT.

Gambar 12. Blok Model Sumberdaya

Range Ni
Zona (%) Volume (m3) Tonase (Ton) Ni (%) Fe (%)
Saprolit 0.0 -> 1.3 103,950.00 145,530.00 1.01 21.37
  1.3 -> 1.4 33,900.00 47,460.00 1.35 23.83
  1.4 -> 1.5 28,600.00 40,040.00 1.44 24.31
  1.5 -> 1.6 24,300.00 34,020.00 1.55 24.47
  1.6 -> 1.7 22,175.00 31,045.00 1.64 22.83
  1.7 -> 1.8 18,300.00 25,620.00 1.74 22.83
  1.8 -> 1.9 17,125.00 23,975.00 1.84 22.43
  1.9 -> 2.0 15,075.00 21,105.00 1.94 22.63
  2.0 -> 5.0 59,275.00 82,985.00 2.38 23.31
Sub Total 322,700.00 451,780.00 1.55 22.78
Limoni
t 0.0 -> 1.3 248,200.00 372,300.00 1.04 30
  1.3 -> 1.4 45,925.00 68,887.50 1.35 33.38
  1.4 -> 1.5 27,775.00 41,662.50 1.44 34.21
  1.5 -> 1.6 12,200.00 18,300.00 1.54 32.37
  1.6 -> 1.7 5,800.00 8,700.00 1.64 30.53
  1.7 -> 1.8 3,700.00 5,550.00 1.74 29.32
  1.8 -> 1.9 1,725.00 2,587.50 1.84 24.62
  1.9 -> 2.0 1,200.00 1,800.00 1.95 25.03
  2.0 -> 5.0 3,175.00 4,762.50 2.14 23.32
Sub Total 349,700.00 524,550.00 1.16 30.76
Grand Total 672,400.00 976,330.00 1.34 27.06
Tabel. Hasil estimasi sumberdaya

Berdasarkan hasil estimasi sumberdaya dan cadangan


menggunakan bantuan software surpac v.6.6.2 dengan metode inverse
distance wight (IDW) menunjukan bahwa jumlah volume cadangan (ore 1)
dengan cut of grade 1,5 % Ni yang ada sebesar 184.050 BCM dengan
tonnase 260.450 WMT. Dengan jumlah cadangan (ore 1) pada zona
limonit sebesar 156.250 BCM dengan Tonase 218.750 WMT dan jumlah
cadangan (ore 1) pada zona saprolit sebesar 27.800 BCM dengan Tonase
41.700 WMT.

Gambar 13. Blok Model Cadangan (Ore 1) cut of grade 1,5 % Ni

Range Ni
Zona (%) Volume (m3) Tonase (Ton) Ni (%) Fe (%)
Saprolit 1.5 -> 1.6 24,300.00 34,020.00 1.55 24.47
  1.6 -> 1.7 22,175.00 31,045.00 1.64 22.83
  1.7 -> 1.8 18,300.00 25,620.00 1.74 22.83
  1.8 -> 1.9 17,125.00 23,975.00 1.84 22.43
  1.9 -> 2.0 15,075.00 21,105.00 1.94 22.63
  2.0 -> 5.0 59,275.00 82,985.00 2.38 23.31
Sub Total 156,250.00 218,750.00 1.97 23.2
Limoni
t 1.5 -> 1.6 12,200.00 18,300.00 1.54 32.37
  1.6 -> 1.7 5,800.00 8,700.00 1.64 30.53
  1.7 -> 1.8 3,700.00 5,550.00 1.74 29.32
  1.8 -> 1.9 1,725.00 2,587.50 1.84 24.62
  1.9 -> 2.0 1,200.00 1,800.00 1.95 25.03
  2.0 -> 5.0 3,175.00 4,762.50 2.14 23.32
Sub Total 27,800.00 41,700.00 1.69 29.75
Grand Total 184,050.00 260,450.00 1.93 24.25
Tabel. Cadangan (Ore 1) cut of grade 1,5 % Ni

Berdasarkan hasil estimasi sumberdaya dan cadangan


menggunakan bantuan software surpac v.6.6.2 dengan metode inverse
distance wight (IDW) menunjukan bahwa jumlah volume cadangan (ore 2)
dengan cut of grade 1,3 % Ni dan Fe 30 % yang ada sebesar 80.800 BCM
dengan tonnase 118.922,5 WMT. Dengan jumlah cadangan (ore 2) pada
zona limonit sebesar 58.025 BCM dengan Tonase 87.037 WMT dan jumlah
cadangan (ore 2) pada zona saprolit sebesar 22.775 BCM dengan Tonase
31.885 WMT.
Gambar 14. Blok Model Cadangan (Ore 2) cut of grade 1,3 % Ni dan Fe
30 %

Range Ni
Zona (%) Volume (m3) Tonase (Ton) Ni (%) Fe (%)
Limoni
t 1.3 -> 1.4 35,600.00 53,400.00 1.35 36.47
  1.4 -> 1.5 22,425.00 33,637.50 1.44 36.81
Sub Total 58,025.00 87,037.50 1.38 36.6
Saprolit 1.3 -> 1.4 12,275.00 17,185.00 1.35 34.68
  1.4 -> 1.5 10,500.00 14,700.00 1.44 34.67
Sub Total 22,775.00 31,885.00 1.39 34.67
Grand Total 80,800.00 118,922.50 1.38 36.08
Tabel. Cadangan Cadangan (Ore 2) cut of grade 1,3 % Ni dan Fe 30 %
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Metode yang sesuai yang digunakan dalam melakukan estimasi
sumberdaya dan cadangan endapan nikel laterit pada PT. Han Nikel
Pratama adalah metode Iverst Distance Weight dengan Power 1.
2. Berdasarkan hasil estimasi sumberdaya dan cadangan
menggunakan bantuan software surpac v.6.6.2 dengan metode
inverse distance wight (IDW) menunjukan bahwa jumlah volume
sumberdaya yang ada sebesar 672.400 BCM dengan tonnase
976.330 WMT. Hasil estimasi Cadangan (ore 1) dengan cut of grade
1,5 % Ni yang ada sebesar 184.050 BCM dengan tonnase 260.450
WMT. Hasil Estimasi Cadangan (ore 2) dengan cut of grade 1,3 % Ni
dan Fe 30 % yang ada sebesar 80.800 BCM dengan tonnase
118.922,5 WMT.
4.2 Saran
Saran dari kelompok kami yaitu sebaiknya kegiatan praktikum
perencanaan ini dilaksanakan di laboratorium Fakultas Ilmu Dan Teknologi
Kebumian agar kiranya praktikum ini dapat berjalan dengan efektif
DAFTAR PUSTAKA

Asfar, S., & Erick, S. (2019) Karakteristik Batuan Ultrabasa Pada Kompleks
Ofiolit Desa Paka Indah Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi
Tenggara. Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia, 1(01), 24-37.

Bilki, F., Haffenden, M., O’Keffe, D., Pertel, D., Soloshenko, D., Urbisinov, S.,
2014, Micromine Training Block Modelling, Micromine, Australia
Faisal, F, 2013, Metode Ordinary Kriging Blok Pada Penaksiran Ketebalan
Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan
Eksplorasi X), Kumpulan Makalah Seminar Semirata 2013 : 203 - 208
Guskanari, 2016, Metode Point kriging Untuk Estimasi Sumbedaya Bijih Besi
(Fe) Menggunakan Data Assay (3D) Pada daerah Tanjung Buli Kabupaten
Halmahera Timur, Promine Jurnal, Volume 4(2) : 13 – 20
Irzon, R., & Abdullah, B. (2016). Geochemistry of Ophiolite Complex in North
Konawe, Southeast Sulawesi. Eksplorium: Buletin Pusat Teknologi Bahan
Galian Nuklir, 37(2), 101-114.

Isjudarto, A. (2013). Pengaruh Morfologi Lokal Terhadap Pembentukan Nikel


Laterit. ReTII.

Pasaribu, J.M., dan Haryani, N.S., 2012, Perbandingan Teknik Interpolasi Dem
SRTM Dengan Metode Inverse Distance Weighted(IDW), Natural Neighbor
dan SplineI, Jurnal Penginderaan Jauh, Volume 9(2) : 126 – 132
Purnomo, H., & Babarsari, J. (2018). Aplikasi metode interpolasi inverse distance
weighting dalam penaksiran sumberdaya laterit nikel. Jurnal Ilmiah Bidang
Teknologi Angkasa, 10(1), 49-60.
Purnomo, H., & Babarsari, J. (2018). Aplikasi metode interpolasi inverse distance
weighting dalam penaksiran sumberdaya laterit nikel. Jurnal Ilmiah Bidang
Teknologi Angkasa, 10(1), 49-60.
Purnomo, H., 2018, Aplikasi Metode Interpolasi Inverse Distance Weighting
Dalam Penaksiran Sumberdaya Laterit Nikel (Studi kasus di Blok R,
Kabupaten Konawe-Sulawesi Tenggara), Jurnal Ilmiah Bidang Teknologi
Angkasa, Volume X(1) : 49 – 60
Rafsanjani, M.R., Djamaluddin., dan Bakri, H., 2016, Estimasi Sumberdaya Bijih
Nikel Laterit Dengan Menggunakan Metode IDW di Provinsi Sulawesi
Tenggara, Jurnal Geomine, Volume 04(1) : 19 – 22
Ramadhan, M. S. (2021). PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON,
INVERSE DISTANCE WEIGHTING, DAN ORDINARY KRIGING PADA
ESTIMASI SUMBERDAYA TIMAH ALUVIAL, DAN ANALISIS SEBARAN
ENDAPANNYA (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

Rinawan, F.I., Nugroho, H., dan Wibawa, R.R., 2014, Pemodelan Tiga Dimensi
(3D) Potensi Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur,
Maluku Utara, ISSN 1430-3125 Jurnali Itenas Rekayasa , Volume
XVIII(1) : 56 – 65

Anda mungkin juga menyukai